• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kepustakaan yang Relevan

Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan agar sebuah karya ilmiah lebih objektif, maka digunakan sumber yang berkaitan dengan topik yang dibahas baik berupa buku yang mendukung pemaparan secara teoritis maupun pemaparan fakta.

Adapun buku yang digunakan dalam memahami atau mendukung laporan penelitian ini adalah Teori Kesusatraan karangan Wellek dan Werren (1995) digunakan untuk mengetahui fungsi dari karya sastra. Teori dan apresiasi sastra

.Karangan Hermanj Waluyo (2005) Tujuannya adalah untuk mengetahui struktur

puisi berdasarkan pada hakikat puisi itu sendiri sebagai karya sastra, Al Islam karangan Tm Hasbi Ash-Shiddeqy (1947) Tujuannya mengetahui nilai-nilai religius dalam agama islam.

Buku karangan Dedi (2007) yang berjudul Syair Surat Kapal Masyarakat

Melayu Indra Giri. buku ini memaparkan tentang fungsi dan kedudukan Syair

Surat Kapal bagi masyarakat Melayu Indragiri.

Kemudian penulis juga membaca skripsi sebagai referensi yang ada di Departemen Sastra Daerah Fakultas Sastra USU, antara lain: Mars Putera Nasution (2005) yang berjudul Unsur Religius dalam Syair Islam Pada

(2)

2.2. Teori yang di gunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis, teori yang dipakai sebagai landasan penelitian ini mengunakan teori struktur puisi dan religiusitas sastra.

.2.1. Teori Struktural

Di bidang ilmu sastra, penelitian strutural dirintis jalankanya oleh kelompok peneliti Rusia antara 1915 dan 1930. mereka biasanya disebut kaum formalis dengan tokoh utama Jakobson, Shklovsky, Eichenbaun, Tynjanov dan lain-lain.

Sebuah karya sastra, fiksi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangun. Disatu pihak struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponenya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. (Amram dalam Nurgiyanto, 2001 :46)

Hawkes (dalam pradopo, 2000:119) mengatakan bahwa perberian tentang struktur tersusun atas tiga gagasan kunci yakni ide kesatuan, ide transformasi, dan ide pengaturan diri sendiri (self-regulation). Pertama, struktur ini merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat

(3)

dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur transfomasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dalam dan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur tranformasinya.

Pendekatan struktur hadir karena bertolak dari dari asumsi dasar yakni karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri, terlepas dari hal-hal yang berada di luar dirinya, bila hendak dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya sastra tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan yang harmonis antara aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.(Semi, 1990:67); sedangkan untuk bidang puisi yang dikaji adalah struktur pembentuk luar ( fisik ) dan struktur pembentuk dalam (batin) seperti diksi, majas, citra, lambang, versefikasi, tema, nada, rasa, rasa, dan amanat serta hubungan yang harmonis antara kedua unsur pembentuk tersebut ( fisik dan batin). (Sumarjo dan Saini KM, 1986-127). Karya sastra sastra merupakan sebuah struktur yang komplek dan unik, aspek yang akan di analisis adalah: Struktur fisik dan struktur batin.

2.1.1 Struktur Fisik

Struktur fisik juga disebut juga dengan metode puisi. Struktur fisik merupakan unsur utama yang membangun puisi struktur fisik juga disebut sebagai medium penyampaian maksud atau makna sebuah karya sastra terutama puisi.

(4)

Bahasa puisi ini disebut sebagai struktur fisik puisi atau struktur kebahasan puisi (Waluyo, 1999:68) Strukrtur kebahasan (struktur fisik) ini terdiri atas diksi, pengimajian, kata konkret, dan gaya bahasa.

Namun untuk membahas struktur kebahasan yang terdapat dalam Syair

Haji dipergunakan beberapa unsur yaitu: diksi, imaji, kata konkret. dan gaya

bahasa.

A. Diksi

Diksi adalah pilihan kata yang biasanya dipergunakan penyair (Tarigan, 1984:29)

B. Imaji

Imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau mengkonretkan apa yang dinyatakan oleh penyair. Melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual) didengar (imaji auditif) atau dirasa (imaji taktil).(Waluyo, 2005 :10)

1. Imaji Visual

Adalah menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas (Waluyo, 2005 :10)

2. Imaji Auditif (Pendengaran)

Adalah penciptaan ungkapan oleh penyair, sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara seperti yang digambarkan oleh penyair ( Waluyo, 2005 :11)

3. Imaji Taktil (Perasaan)

(5)

C. Kata konkret

Kata konkret adalah salah satu cara penyair mengambarkan sesuatu secara konkret. Oleh karena itu kata-kata dipenkonkretkan, bagi penyair dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun bagi pembaca sulit ditafsirkan (Waluyo, 2005: 9)

Kata konkret sangat berkaitan dengan kiasan dan perlambangan artinya simbolnya dan kiasan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkonkretkan hal yang absrak. Dengan kata lain kiasan dan perlambangan dapat memberikan kesan yang lebih luas tentang suatu keadaan pendengar atau pembaca.

D. Gaya bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran secara khas yang memperhatikan jiwa serta kepribadian penyair. Artinya, gaya bahasa yang digunakan oleh penyair seorang penyair merupakan refleksi dari pikiran dan jiwanya dalam membuat sebuah karya sastra.

2.1.2. Struktur Batin

Struktur batin disebut juga dengan hakikat puisi. Unsur hakikat puisi yakni tema (sense), perasaan (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone) dan amanat (intention).

A. Tema

Tema merupakan gagasan pokok (subjek matter) yang dikemukan oleh pengarang melalui puisinya.( Waluyo, 2005 :17)

(6)

Tema yang banyak terdapat dalam puisi ada beberapa seperti pendapat (Walluyo, 2005:17) adalah tema ketuhanan (religius), tema kemanusian, cinta, patriotisme, perjuangan, kegagalan hidup, alam, keadilan, kritik sosial, demokrasi, dan tema kesetiakawanan.

1. Tema Ketuhanan (religius)

Tema ketuhanan seringkali disebut tema religius filosofis .yaitu tema puisi yang mampu membawa manusia untuk lebih bertagwa, lebih merenungkan kekuasan tuhan, dan menghargai alam seisinya.

2. Tema kemanusiaan

Tema kemanusian adalah melalui peristiwa atau tragedi yang digambarkan penyair dalam puisi ia harus berusaha menyakinkan pembaca tentang ketinggian martabat manusia.

3. Tema Patriotisme

Adalah penyair mengambarkan pembaca untuk meneladani orang-orang yang telah berkorban demi bangsa dan tanah air.

4. Tema cinta tanah air

Tema mengungkapkan perjuangan membela bangsa dan tanah air, maka tema cinta tanah air berupa pujaan kepada tanah kelahiran atau negeri tercinta.

5. Tema cinta kasih antara pria dan wanita

Tema yang berbentuk pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perpisahan dan pantun beriba hati, dari jenis pantun itu dapat dinyatakan bahwa tema cinta kasih meliputi putus cinta atau sedih karena cinta.

6. Tema kerakyatan atau demokrasi.

Tema kerakyatan/demokrasi mengungkapkan bahwa rakyat memilki kekuasan karena sebenarnya rakyat yang menentukan pemerintah suatu negara.

7. Tema keadilan sosial(protes sosial)

Tema yang menceritakan kaum yang tertindas.

8. Tema pendidikan

Tema yang mengambarkan tentang pendidikan.

9. Tema-tema lain

Tema dengan main-main tetapi mengandung sindiran.

Sedangkan menurut (Semi, 1988: 17) ada tiga cara untuk melihat karya sastra. Diantaranya:

1) Melihat persoalan yang paling menonjol, 2) Konflik yang banyak hadir.

(7)

Untuk mengetahui tema dari kumpulan Syair Haji penulis hanya mengunakan salah satu cara yaitu melihat persoalan yang paling menonjol. cara ini akan diterapkan pada bait syair terjemahan Muhammad fanani.

B. Perasaan (feeling)

Rasa atau feeling mengungkapkan suasana perasaan penyair ikut di ekspresikan dan dihayati oleh pembaca.(Waluyo, 2005:39)

Ini berarti bahwa rasa menyangkut tentang suasana kejiwaan atau perasaan penyair pengubah terhadap sesuatu yang menjadi persoalan dalam dirinya. Persoalan ini pula yang menjadi fokus perhatian pengarang dalam membuat puisinya dengan kata lain. Rasa adalah tanggapan atau reaksi pengarang berupa perasaan terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya.

C. Nada atau Suasana (tone)

Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap penyair terhadap pembaca dari sikap terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005 :37).

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pendengar. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap itulah terciptalah suasana puisi (Waluyo, 2005:37)

Nada mempunyai unsur yang penting dalam puisi sebab nada menyangkut, masalah sikap penyair kepada pembaca. Ada nada menegaskan, persuasifdan sebagainya.

(8)

D. Amanat

Amanat, pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Sikap dan pengalaman pembaca sangat berpengaruh kepada pembaca. Amanat puisi sangat berkaitan dengan cara pandang pembaca, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukan oleh penyair (Waluyo, 2005 :40)

2.2. Religiusitas sastra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) religi adalah kepercayaan kepada Tuhan akan adanya kekuatan ada kodrat di atas manusia kepercayaan animisme, dinamisme dan agama. Sedangkan religius bersifat keagamaan yang bersangkut paut dengan religi. Religi diartikan lebih luas daripada agama, kata religi menurut asal kata berarti ikatan atau pengikatan diri (Atmosuwito, 1989:123) Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya. Agama menurut sastra religius bukan kekuasan melainkan sebagai pedemokrasian (Atmosuwito, 1989:126)

Pada awalnya segala sastra adalah religi, istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan. berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.

(9)

Manguwijaya (dalam Ratnawati 2000:2) mengungkapkan: “Religius pada dasarnya adalah bersifat mengatasi atau lebih dalam dari pada agama yang tampak, formal, dan resmi, karena ia tidak berkerja dalam pergertian pengertian (otak), tetapi dalam pengalaman dan penghayatan dan konseptualitas, Sehingga religius tidak langsung berhubungan dengan ketaatan yang ritual yang hanya sebagai huruf, tetapi dengan lebih mendasar dalam diri manusia yaitu roh.

Religius dimaksudkan sebagai pembuka jalan agar kehidupan orang yang beragama semakin intens (Moljanto dan Sunardi, 1990:208) menyatakan bahwa semakin orang religius, hidup orang itu akan semakin nyata (real) atau merasa makin ada dengan hidupnya sendiri. Bagi orang beragama, intensitas itu tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya untuk membuka diri terus menerus terhadap pusat kehidupan.

Pada awalnya segala sastra adalah religi, istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Religius dan agama memang erat berkaitan. berdampingan bahkan dapat melebur dalam satu kesatuan, namun sebenarnya keduanya mengarah pada makna yang berbeda. Dengan demikian religius bersifat mengatasi lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi.

Religius sastra adalah seperangkat dimensi yang muncul dari sikap ide dan pandangan hidup atau penulis sastra dan akhirnya terefleksi dalam karyanya.

Karya sastra merupakan wujud representasi dunia dalam bentuk lambang (kebahasan) Oleh karena itu, karya sastra merupakan salah satu media yang dapat menjadi satu pengalaman estektik yang mengantarkan seseorang untuk mencapai religius. Salah satu cara yang dapat dilakukan manusia untuk meraih pengalaman estetik dan itu pula yang mengarahkan atau membangkitkan religius.

(10)

Berdasarkan gambaran tentang pendekatan religiusitas sastra di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa religius itu bukan karena ketaatan seseorang tapi bagaimana seseorang itu menjaga kualitas ketaatan seseorang dilihat dari dimensi yang paling dalam dan personal yang sering kali berada di luar kategori ajaran agama pendekatan ini menitik beratkan misi sastra sebagai alat perjuangan meningkatkan mutu kehidupan untuk manusia dan meningkatkan budi pekerti anggota masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Di samping siswa kurang berani dan terlatih untuk berbicara di depan umum, penyebab utama rendahnya kemampuan anak TK B, TK Pertiwi Nglundo Sukomoro Nganjuk

Berdasarkan analisis hasil observasi, angket dan pembelajaran dengan pendekatan penggunaan alat peraga benda manipulatif pada siklus pertama untuk

(3) Kepala Biro Umum melakukan pembayaran Program Insentif kepada unit kerja, setelah menerima penetapan penerima Program Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat

Dalam rangka melaksanakan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Identifikasi Risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, dilakukan terhadap Risiko Perangkat Daerah dan Risiko Kegiatan dengan cara mengidentifikasi penyebab

• Sewaktu memesan part pengganti untuk selang bahan bakar, selang pemakaian umum dan selang vinyl yang standard, pakailah nomor part borongan yang dicantumkan pada parts

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Rokhmah yang menunjukkan mayoritas ODHA memiliki sikap yang positif terhadap HIV/AIDS dan

Kepemimpinan dianggap sebagai faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap kinerja organisasi, manajer dan karyawan. Kepemimpinan dianggap sebagai faktor yang