LAPORAN KETUA PANSUS
DALAM RANGKA
PEMBICARAAN TING KAT 11/PENGAMBILAN
KEPUTUSAN ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 10 TAHUN 1995
TENTANG KEPABEANAN
Jakarta, 18 Oktober 2006
LAPORAN KETUA PANITIA KHUSUS
DALAM RANGKA
PEMBICARAAN TINGKAT II/
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10
TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN
Rabu, 18 Oktober 2006
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh; Salam sejahtera bagi kita semua;
Yth. Saudara Pimpinan Rapat dan Anggota Dewan; Yth. Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya. Yth. Para Wartawan media cetak dan elektronik, serta Hadirin yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas perkenannya kita dapat menghadiri Rapat Paripurna yang salah satu agendanya adalah Pembahasan Tingkat 11 yaitu Pengambilan Keputusan terhadap RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1995 TENTANG KEPABEANAN yang mana pembahasan Tingkat I telah diselesaikan oleh Pansus DPR RI bersama Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan Republik Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2006.
Mewakili seluruh anggota Pansus DPR RI yang membahas RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan perkenankanlah kami selaku Ketua Pansus menyampaikan hal-hal yang perlu kami laporkan di dalam Rapat Paripurna pada hari ini.
Perlu kami jelaskan pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ini memakan waktu hampir satu tahun sejak disampaikannya Keterangan Pemerintah di hadapan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 7 September 2005 menindaklanjuti Surat Presiden Nomor R-68/Pres/8/2005 tanggal 31 Agustus 2005.
Sebagai tindak lanjut Surat Presiden tersebut, maka pada tanggal 8 September . 2005 Badan Musyawarah DPR RI memutuskan Penanganan Pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dilakukan oleh Pansus, dan Pansus melaksanakan tugasnya selama kurang lebih 12 (dua belas) bulan yang dihitung sejak dimulainya pembahasan RUU ini pada Rapat Kerja Pertama dengan Menteri Keuangan pada tanggal 16 November 2005 sampai dengan Rapat Kerja Terakhir pada tanggal 11 Oktober 2006.
Secara terperinci Pelaksanaan Rapat Pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dapat kami kemukakan sebagai berikut:
1. Rapat Pimpinan Pansus sebanyak 5 kali 2. Rapat Intern Pansus sebanyak 6 Kali
3. Rapat Dengar Dengar Pendapat Umum sebanyak 7 kali : a. KADIN
b. GINSI, DEPALINDO, API
c. PT. SUCOflNDO, PT. Surveyor lndonesi_a d. APRISINDO, GAPPRI, ATBBI
e. LPEM UI, Gabungan Pengusaha Elektronika, Asosiasi Pengusaha Komputer
f. Asosiasi Semen Indonesia (ASI), ASPRIM g. Mantan-mantan Menteri Keuangan. 4. Rapat Kerja sebanyak 8 kali
5. Rapat Panitia kerja sebanyak 8 kali 6. Rapat Tim Perumus sebanyak 3 kali
Selain itu juga Pansus mengadakan kunjungan lapangan ke beberapa daerah yaitu: Medan, Bataml Semarang, Surabaya! Makasar, Manado, dan Tanjung Prick Jakarta.
Jumlah Rapat yang dilakukan tersebut sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU ini yang telah disetujui bersama oleh Pansus dan Pemerintah, dan Fraksi-Fraksi menginventarisir masalah sesuai dengan Tatib DPR RI Pasal 134 yang ada di dalam Draf RUU Tentang RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, setelah di kompilasi terdapat sebanyak 866 Daftar lnventarisasi Masalah (DIM) Fr~ksi-fraksi.
Pansus juga membentuk Panja, Tim Kecil1 Tim Perumus, untuk membahas
materi atau substansi lain yang belum dapat diselesaikan dalam Rapat Kerja RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan. Tim Perumus, telah laporkan kepada Panitia Kerja pada tanggal 11 Oktober 2006. Panitia Kerja melaporkan hasil pembahasannya kepada Pansus pada tanggal 11 Oktober 2006.
. Dalam pembahasan di Pansus terdapat beberapa substansi krusial yang memerlukan usaha cukup keras untuk dapat mempersamakan persepsi di kalangan anggota Pansl:Js, baik dalam Pembahasan di Panja, Tim Perumus. Substansi-substansi krusial tersebut diantaranya kami kemukakan sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum yaitu :
Sebagian besar anggota Pansus mempertanyakan perlunya Bea Keluar. barang tertentu, audit kepabeanan, dan tarif. Dengan pembahasan yang mendalam akhirnya dapat disetujui dalam undang-undang ini disebutkan di dalam Ketentuan Umum yang dirumuskan sebagai berikut;
15a. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang ini yang dikenakan terhadap barang ekspor.
19. Barang tertentu adalah barang yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebagai barang yang pengangkutannya di dalam daerah pabean diawasi.
20. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. 21. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk atau bea
keluar.
2. Pengaturan dalam batang tubuh:
ti-a. Pengenaan Bea Keluar
Pansus juga menyetujui pengaturan mengenai pengenaan Bea Keluar untuk barang ekspor sepanjang terpenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur Pasal 2A sebagai berikut:
1. Terhadap barang ekspor dapat dikenakan bea .keluar.
2. Bea keluar dikenakan terhadap barang ekspor dengan tujuan untuk: a. Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri
b. Melindungi pelestarian sumber daya alam
c. Mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komiditi ekspor tertentu di pasaran internasional; atau
d. Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. b. Pengawasan Barang tertentu:
Pansus menyetujui pengaturan mengenai barang yang harus diawasi dan ini memerlukan pembahasan yang sangat mendalam dan akhirnya disepakati pada Pasal 4A sebagai berikut:
1. Terhadap barang tertentu dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam daerah pabean.
2. lnstansi teknis terkait, melalui melalui menteri yang membidangi perdagangan, memberitahukan jenis barang yang ditetapkan sebagai barang tertentu kepada Menteri.
3. Ketentuan mengenai pengawasan pengangkutan barang tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur le,bihlanjut dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah.
c. Pengaturan mengenai pemberitahuan pabean.
Menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan untuk memperlancar proses lalulintas barang, Pansus menyetujui pengaturan mengenai mekanisme pemberitahuan pabean pada Pasal 5A sebagai berikut:
1. Pemberitahuan Pabean sebagaimana dapat disampaikan dalam bentuk tulisan di atas formulir atau dalam bentuk data elektronik.
2. Penetapan Kantor Pabean tempat penyampaian Pemberitahuan Pabean dalam bentuk data elektronik dilakukan oleh Menteri.
3. Data elektronik sebagaimana dimaksud pad a ayat (1) merupakan alat bukti yang sah menurut undang-undang ini.
Pansus menyetujui pengaturan mengenai pidana bagi orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik pada Pasal 103A sebagai berikut: 1. Setiap orang yang secara tidak sah mengakses sistem elektronik yang
berakaitan dengan pelayanan dan/atau pengawasan di bidang kepabeanan dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sediki Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.0Q_Q.~.ooo.ooo,oo (satu miliar rupiah).
2. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan negara berdasarkan undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana penjaara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
d. Pengaturan terhadap Imper dan Ekspor barang yang sifatnya spesifik
Pansus menyetujui pengaturan terhadap pengangkutan dan pengiriman serta pengukuran terhadap barang yang sifatnya spesifik dalam pengaturan Pasal 88 sebagai berikut:
1. Pengangkutan tenaga listrik, barang cair, atau gas untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi atau saluran pipa yang jumlah dan jenis barangnya didasarkan pada hasil pengukuran di tempat pengukuran terakhir dalam daerah pabean.
2. Pengiriman peranti lunak dan/atau data elektronik untuk impor atau ekspor dapat dilakukan melalui transmisi elektronik.
3. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengangkutan barang dan pengiriman barang tersebut diatas diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri.
e. Audit kepabeanan
Pansus menyetujui diberikannya kewenangan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan audit kepabeanan dengan rumusan pengaturan pada Pasal 86 sebagai berikut:
1. Pejabat bea dan cukai berwenang melakukan audit kepabeanan.
2. Dalam melaksanakan audit kepabeanan, pejabat bea dan cukai berwenang:
a. meminta laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, serta surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari orang dan pihak lain
yang terkait;
c. memasuki bangunan kegiatan usaha, ruangan tempat untuk menyimpan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, dan barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan;dan
d. melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap tempat atau ruangan penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan kepabeanan.
f. RUU secara tegas memisahkan pelanggaran yaitu : .
1. Pelanggaran yang bersifat ketidak patuhan terhadap prosedur sedangkan kewajiban pembayaran pungutan imper telah dipenuhi, untuk itu undang-undang ini mengenakan denda administrasi.
Denda administrasi tersebut ada yang bersifat tetap, ada yang pengenaannya secara interval;
2. Tindak 'l.•pidana penyelundupan, undang-undang ini juga membedakan tindak pidana penyelundupan yang umum; dan
3. Pelanggaran yang bersifat tindak pidana penyelundupan yang khusus yaitu tindak pidana penyelundupan yang mengakibatkan terganggunya sendi-sendi perekonomian.
Pidana terhadap penyelundup imper diatur dalam Pasal 102 sebagai berikut:
pidana karena melakukan penyelundupan di bidang imper dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 {sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Disamping hal-hal tersebut diatas Pansus dan Pemerintah sepakat bahwa undang-undang ini merupakan instrumen penyelenggaraan ekonomi nasional. Oleh sebab itu undang-undang ini diupayakan semaksimal mungkin dapat fleksibel mengikuti perkembangan perekonomian yang dinamis.
Oleh sebab itu undang-undang ini peraturan pelaksanaannya tidak semata-mata pada peraturan pemerintah tetapi dapat disub delegasi dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah yaitu dengan Peraturan Menteri, dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Yth. Saudara Pimpinan Rapat dan Anggota Dewan; Yth. Saudara Menteri Keuangan Beserta Jajarannya; Hadirin yang kami hormati;
Pada kesempatan ini perkenankanlah kami untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Pemerintah yang dalam proses pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dalam RUU ini diwakili Saudara Menteri Keuangan beserta jajarannya, dan seluruh Anggota Pansus yang telah melakukan pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dari awal sampai dengan selesai tan pa kenal lei ah, tekun dan cermat.
Kami sampaikan pula ucapan terima kasih kepada Sekretariat Pansus dan
stat
ahli yang telah banyak membantu secara teknis, administratif dan keahlian ·dalam pembahasan Rancangan Undang-~ndang ini.
Demikianlah laporan Pansus mengenai Pembahasan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan apabila ada kekurangan dan kesalahan baik dalam proses pembahasan RUU ini maupun dalam penyampaian laporan ini, dengan segala kerendahan hati kami sampaikan permintaan maaf.
Selanjutnya perkenankanlah kami menyerahkan RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan ini kepada sidang Paripurna hari ini guna diambil keputusan.
Wassalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Jakarta, 18 Oktober 2006
H. IRMADI LUBIS A-299