BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil rumusan masalah pertama jenis-jenis ornamen flora yang terdapat pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa terdiri dari jenis Keketusan Wangga, Patra Wangga, Keketusan Bun-Bunan, Patra Sulur, dan Patra Mas-masan. Jenis-jenis ornamen fauna yang terdapat pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa terdiri dari jenis Pepatraan, yaitu: Patra Lembu, Patra Singa, Patra Ular Naga Anantaboga, dan Patra Ular Taksaka. Jenis-jenis ornamen yang terdapat pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa ada karena kebutuhan terkait fungsi sebagai hiasan, simbol bagi pengguna, juga sebagai bentuk sebuah ungkapan dan persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari konsepsi Tri Hita Karana. Jenis-jenis ornamen berbentuk ukiran yang terbuat dari kayu eben dengan pewarna buatan (pepulasan) dan ditatahkan pada bidang yang sesuai untuk penempatannya. Keketusan Wangga dan Keketusan Bun-bunan ditatahkan pada bidang yang melebar, sedangkan Patra Sulur dan Patra Mas-masan ditatahkan pada bidang yang kecil dan memanjang.
Berdasarkan hasil rumusan masalah kedua, analisis tentang estetika dipandang dari dua sudut pandang , yaitu dari estetika menurut ajaran Hindu sebagai berikut.
Rupabheda: Perbedaan bentuk pada Ornamen Flora meja dan kursi Balai Kertha Gosa Bali mudah untuk dikenali. Bentuk dari ornamen meja Balai Kertha Gosa merupakan hasil stilisasi dari bentuk bunga seruni. Bentuk
yang terdapat pada ornamen kursi Balai Kertha Gosa merupakan hasil stilisasi dari bunga seruni, sulur wijayakusuma, dan buah nanas.Tujuan pembeda bentuk dalam arti Ruphabeda sendiri adalah untuk menunjukkan tanda dari sebuah simbol agar mudah dikenali. Bentuk flora harus diwujudkan seperti flora pada umumnya , bentuk fauna harus diwujudkan seperti flora pada umumnya atau dalam arti kata lain tidak menimbulkan suatu pandangan yang tidak jelas.
Sadrsya: Ornamen flora pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa merupakan suatu bentuk terjemahan dari benda alam tumbuh-tumbuhan ke dalam suatu perwujudan keindahan yang harmonis. Hasil pengamatan terhadap ornamen flora di Kertha Gosa sudah mewakili keseluruhan bentuk dan sugesti sebuah kesuburan , kemakmuran atas rasa syukur masyarakat Hindu terhadap Yang Maha Kuasa ke dalam bentuk karya visual (ornamen). Tumbuh-tumbuhan merupakan sumber makanan bagi kehidupan di bumi. Salah satu konsepsi Tri Hita Karana menjelaskan hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitar (alam disini termasuk tumbuh-tumbuhan), oleh karena itu dengan memvisualisasikan karyameja kursi dengan ornamen flora bisa memberikan suatu bentuk ungkapan atas kemakmuran hidup. Ornamen fauna pada kursi Kertha Gosa mewakili sugesti sebuah aspek transedental terhadap dewa-dewa yang dipuja.Tri
Hita Karana menjelaskan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta,
ornamen fauna merupakan sugesti atas perwujudan dewa-dewayang memberikan suatu bentuk ucap syukur .
Pramuna: Aspek Pramuna digunakan oleh masyarakat Bali untuk berkarya, karena suatu karya memiliki aspek keindahan apabila proporsi ukurannya sesuai. Ornamen pada meja kursi Balai Kertha Gosa menempati aturan letak pada masing-masing bagian yang disesuaikan dengan proporsi ukuran bidang pada meja dan kursi. Bagian kaki meja diterapkan dengan ornamen patra yang menyulur dengan pola memanjang. Bagian sandaran kursi diterapkan dengan ornamen keketusan dan patra yang melebar sesuai dengan ukuran bidang sandaran. Bagian sandaran lengan kursi diterapkan dengan ornamen patra berbentuk ukiran fauna yang proporsi ukurannya menyesuaikan dengan panjang sandaran lengan kursi. Bagian kaki dan tepi kursi diterapkan ornamen patra yang memanjang menyesuaikan dengan ukuran kaki dan tepi meja. Jenis-jenis pada ornamen Bali selalu ditatahkan pada proporsi ukuran dari jenisnya, karena setiap jenis memiliki bentuk tersendiri.
Wanikabangga: Pewarnaan tidak hanya memiliki fungsi keindahan. Aspek estetika Hindu memandang bahwa pewarnaan juga memiliki fungsi simbolis yang mempengaruhi penggunaannya. Kepercayaan tersebut telah sudah menjadi prinsip yang mendarah daging. Warna yang diaplikasikan pada ornamen meja dan kursi Balai Kertha Gosa Bali seluruhnya menggunakan warna merah dan kuning emas. Penerapan warna merah pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa merupakan salah satu maksud atas rasa
syukur kepada pencipta alam semesta (Dewa Brahma) dalam menjalani kehidupan di bumi, dengan harapan para pemimpin kerajaan menjadi pemimpin yang penuh dengan keberanian untuk melindungi rakyatnya. Warna pada objek penelitian masyarakat Bali menyebutnya sebagai warna kuning emas. Warna kuning yang diterapkan pada objek penelitian tersebut memberi arti sebuah penjaga keseimbangan, kekuasaan yang identic dengan para petinggi kerajaan pada saat itu. Warna emas yang diterapkan pada ornamen meja dan kursi Balai Kertha Gosa memberi suatu maksud atas status sosial pengguna meja dan kursi tersebut, yang menunjukkan keagungan. Masyarakat Bali memiliki kepercayaan bahwa semakin banyak warna emas yang diaplikasikan, maka semkin tinggi derajat sosial penggunanya.
Bhawa: Seni pada dasarnya memiliki sebuah rasa dalam proses penciptaanya maupun dalam menikmatinya. Sebuah rasa muncul karena adanya emosi yang merupakan hasil keterkaitan dari objek dengan kemampuan inderawi seorang manusia dalam menikmati pancaran keindahan dari objek tersebut. Perasaan yang muncul ketika memasuki Balai Kertha Gosa terdapat perasaan takjub yang diperoleh dari elemen arsitektur Kertha Gosa yaitu pada bagian langit-langit dihiasi oleh lukisan Kamasan yang bercerita tentang hukum karma menurut ajaran agama Hindu. Lukisan Kamasan ini dibuat oleh para seniman Desa Kamasan dengan tangan dan pewarna alam.Sisa-sisa bangunan arsitektur kerajaan dan komposisi massa arsitektur puri walaupun hanya sekilas, kiranya dapat
membangkitkan nostalgia pesona patriotisme dengan rasa kepahlawaan mengenang visualisasi arsitekturnya di masa lalu. Balai Kertha Gosa dikelilingi oleh banyak kolam, pohon yang terdapat di dalam Taman Gili. Suasana ramai di tengah kota hilang begitu saja ketika memasuki situs cagar budaya ini, rasa damai dengan suasana tenang penuh menyelimuti kawasan Puri Agung Klungkung.
Lawanya: Masyarakat Bali selalu ingin harmoni dengan alam tercermin pada pola tata letak ragam hias pada bangunan. Ragam hias atau oramen yang diwujudkan merupakan unsur alam dengan lingkungannya. Masyarakat Bali mengekspresikannya melalui sebuah karya visual yang memiliki fungsi dan makna tersendiri sebagai suatu persembahan bagi Yang Maha Kuasa. Konsepsi Tri Hita Karana merupakan konsepsi hidup masyarakat Bali yang telah mencakup aspek tingkatan kehidupan danmenjadikan sebuah pedoman yang transedental sebagai rasa syukur umat Hindu dalam berkehidupan. Konsepsi Tri Hita Karana merupakan pedomanutama masyarakat Hindu yang mencakup segala hal dalam berkehidupan.
Berikut hasil analisa menurut teori Barat (Alexander Baumgarten)
Sebuah karya seni disebut memiliki nilai estetik apabila memiliki suatu kebenaran rasional selain dari kemampuan indrawi. Pengetahuan mengenai ilmu estetika dikategorikan dengan hal-hal yang dapat terlihat dengan analisis teori unsur-unsur estetika.Seluruh jenis kesenian, visual atau akustis, baik yang konkret maupun yang abstrak, wujud yang ditampilkan dan dapat dinikmati oleh penikmat
mengandung dua unsur yang mendasar, yaitu bentuk (form), struktur atau tatanan (structure)danbobot atau isi (content, substance), walaupun tidak seluruh karya seni timur disamakan dengan cara analisis barat, namunhasil temuan penelitian pada penelitian penulis membuktikan bahwa objek penelitian masih mengandung unsur-unsur yang mendasar terkait dengan prinsip-prinsip dalam sebuah desain.Keterikatan antara kemampuan inderawi dan rasional menjadikan suatu karya berdasar pada pengetahuan yang bersifat konkret.Analisis mengenai penelitian ini membuktikan bahwa suatu karya yang diciptakan di Balai Kertha Gosa masih berdasar pada pengetahuan pada prinsip-prinsip sebuah desain.
Bentuk (form) pada ornamen meja dan kursi Balai Kertha Gosa menyesuaikan fungsi dari meja kursi tersebut. Hasil stilisasi dari bentuk yang dihasilkan masih menunjukkan bentuk yang jelas dan sesuai dengan proporsi ukuran meja dan kursi. Aspek bentuk dari meja dan kursi Balai Kertha Gosa Bali tampak memiliki kemiripan dengan meja kursi yang ada pada abad 16 M atau abad pencerahan di Eropa. Gaya Baroque yang sedang populer di masa itu, menjadikan gaya meja kursi yang terkesan dramatis dengan hadirnya karakteristik ornamen yang kuat, sama seperti karakteristik meja dan kursi yang terdapat di Balai Kertha Gosa Bali menunjukkan sedikit kemiripan. Aspek Struktur (structure)pada meja dan kursi terdiri dari tiga bagian, terdiri dari bagian kaki, dudukan dan sandaran (bawah, tengah dan atas) yang keseluruhan menjadikan suatu keutuhan, selain itu keutuhan dari keanekaragaman (unity of diversity) menjadikan bentuk ornamen pada meja dan kursi tersebut menonjol dengan gaya yang tidak monoton (bervariasi). Keutuhan dalam tujuan (unity of purpose)menunjukkan objek penelitian ini memiliki sebuah
tujuan yang tidak lain dari tujuan sebuah pengungkapan makna, selain dari tujuan dalam segi fungsional (kebutuhan). Bobot atau isi(content,substance)menunjukkan bahwa objek penelitian ini memiliki isi atau makna mencakup nilai artistik dari sebuah karya yang bersumber dari gagasan (ide) kepercayaan ajaran Hindu serta khusus dianjurkan bagi kalangan tertentu, namun seiring perkembangan dinamika fungsi Balai Kertha Gosa menjadi sebuah situs cagar budaya, objek ini sudah dianjurkan (ditunjukkan) bagi konsumsi khalayak atau publik.
Berdasarkan hasil analisis dari sebuah pemaknaan pada objek penelitian ini, penulis menyimpulkan bahwa ornamen yang terdapat pada meja dan kursi di Balai Kertha Gosa Bali memiliki arti pemaknaan masing-masing.Pemaknaan ini diperoleh dari teori pendekatan semiotika Charles Sanders Pierce yang menganalisis tanda dari sisi ikon yang menunjukkan wujud objek yang sebenarnya, indeks yang menunjukkan sebab akibat dari kehadiran ikon yang ada, dan simbol yang menghasilkan arti dari sebuah pemaknaan, juga aspek pragmatis (fungsional), sintaksis (struktur), dan semantis (keindahan). Aspek pemaknaan yang terdapat pada ornamen meja dan kursi Balai Kertha Gosa Bali berfungsi sebagai suatu pengungkapan simbolis yang bertujuan untuk menyampaikan tujuan sebuah isi yang berkonsepsi dari Tri Hita
Karana.Karya seni yang diciptakan pada zaman dulu hampir selalu mengutamakan
nilai isi (makna) yang terkandung di dalamnya, karena masyarakat Bali percaya bahwa jika penciptaan suatu karya itu berdasarkan pada nilai-nilai ajaran Hindu, karya yang dihasilkan membawa nilai-nilai kebaikan kepada para penggunanya bagi berkehidupan. Ornamen Bunga Seruni merepresentasikan sebuah lambang kebangsawanan para pemimpin Kerajaan Klungkung. Ornamen Sulur
Wijayakusuma merepresentasikan sebuah lambang kejayaan kerajaan, karena pada waktu itu ketika Kerajaan Klungkung berhasil melepaskan diri dari Kerajaan Majapahit dan bersamaan dengan waktu tersebut Kerajaan Klungkung mengalami puncak keemasannya pada bidang seni dan politik. Ornamen Buah Nanas merepresentasikan sebuah kesuburan dan kemakmuran. Ornamen Lembumerepresentasikan kesucian karena hewan lembu merupakan hewan yang dianggap suci bagi umat Hindu dan dianjurkan bagi simbol seorang pendeta. Ornamen Singa merepresentasikan sebuah keagungan, kekuasaan, dan ditujukan bagi penguasa wilayah yaitu seorang Raja yang sekaligus bertindak sebagai Hakim. Ornamen Ular Anantaboga (Sesa) merepresentasikan sebuah lambang kekuatan, kesaktian dari seorang Kanca (Pengawal) yang mengawal Raja. Ornamen Ular naga Taksaka (Kaang)merepresentasikan sebuah lambang kekuatan, kesaktian dan ditujukan bagi penguasa alam.
Berdasarkan hasil analisis pada rumusan masalah ketiga penulis menyimpulkan bahwa dinamika fungsi Balai Kertha Gosa tidak berfungsi seperti dahulu, seiring perkembangan zaman, perubahan aspek sosial, politik dan budaya membawa bentuk Balai Kertha Gosa menjadi Pengadilan masa kini di bawah naungan Mahkamah Agung RI. Pengadilan saat ini yang merupakan wujud perubahan dari Balai Kertha Gosa menjadikan tatanan peradilan memiliki banyak fungsi, namun dalam segi struktur kepemimpinan , Peradilan saat ini masih memiliki tatanan struktur yang hampir sama dengan Balai Kertha Gosa walaupun dalam istilah berbeda yaitu, Hakimberfungsi sebagai orang yang memimpin jalannya persidangan, Panitera tetap sebagai orang yang mencatat jalannya persidangan (urusan administrasi dan
kelengkapan), dan Penasehat sebagai orang yang bertugas untuk menasehati dalam sebuah perkara agar segala keputusan bisa mencapai mufakat tanpa adanya perselisihan.
Perencanaan pembangunan ruang pengadilan hanya terdiri dari tahap pengadaan ruang interior dan tahap pengadaan meubelair saja. Elemen penghias ruang (ornamen) yang diterapkan pada pengadilan saat ini tidak terlalu menerapkan aspek pemaknaan, namun yang lebih utama adalah untuk aspek fungsional. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis, aplikasi ragam hias pada pengadilan masa kini tidak difungsikan kembali seperti ragam hias (ornamen) yang terdapat meja dan kursi Balai Kertha Gosa Bali. Pengaplikasian ragam hias terhadap interior ruang pengadilan masa kini, tidak diperbolehkan, kecuali pada fasad luar bangunan atau bagian tertentu di luar ruang persidangan diizinkan menggunakan elemen hiasan ruang. Tujuan dari penggunaan ornamen tersebut adalah untuk menonjolkan identitas arsitektur Bali agar tetap dilestarikan, dan terdapat ketentuan dari pemerintah daerah Bali terkait dengan ketentuan pembangunan bernuansa kearifan lokal.
B. Temuan Kesimpulan
Berdasarkan hasil temuan kesimpulan pertama jenis-jenis ornamen flora yang terdapat pada meja dan kursi Balai Kertha Gosa terdiri dari lima jenis ornamen, yaitu:Keketusan Wangga, Patra Wangga, Keketusan Bun-Bunan, Patra Sulur, dan Patra Mas-masan.
Berdasarkan hasil temuan kesimpulan kedua, aspek keindahan yang terciptapada ornamen tersebut berdasarkan pada sad-angga atau enam pokok keindahan.Rupabedha yang merupakan bentuk, Sadrsya yang merupakan sugesti, Pramuna yang merupakan proporsi ukuran, Wanikabangga yang merupakan aspek pewarnaan, Bhawa yang merupakan mood atau suasana hati, Lawanya yang merupakan pesona transedental.
Aspek keindahan pandangan barat (Alexander Gottlieb Baumgarten)berpandangan pada rasionalisme dan kemampuan inderawi membuktikan bahwa pada penelitian ini, ornamen pada meja kursi Balai Kertha Gosa masih memiliki prinsip sebuah desain yang terdiri dari bentuk, struktur (keutuhan dalam keanekaragaman, simetri, ritme, harmoni, keutuhan dalam tujuan, keutuhan dalam perpaduan, penonjolam, keseimbangan, bobot, gagasan, anjuran, dan suasana) berdasar pada pengetahuan rasional hasil dari kemampuan naluriah indera manusia. Gaya baik arsitektur, interior, serta peralatan bangunan seperti meja dan kursi di Eropa abad 16 Masehi memiliki gaya baroque, identik dengan karakteristik ornamen yang kuat sehingga menimbulkan suasana yang dramatis, bersamaan dengan itu gaya
meja dan kursi pada zaman kerajaan di Indonesia (Klungkung) juga memiliki karakteristik kuat dan memberikan kesan dramatis denga kehadiran ornamen.
Pemaknaan pada ornamen meja kursi Balai Kertha Gosa pada intinyaberfungsi sebagai suatu pengungkapan simbolis yang bertujuan untuk menyampaikan tujuan sebuah isi yang berkonsepsi dari Tri Hita Karana.Pemaknaan ini diperoleh dari analisis dengan pendekatan semiotika Pierce yang mampu menjelaskan dari mulai arti tanda sederhana yaitu ikon, indeks (sisi kausal sebab akibat) sampai kepada simbol yang mengandung arti dibaliknya atau yang dikadungnya.Masyarakat Bali berkesenian selalu melibatkan unsur-unsur ritual dalam setiap aktivitas berkesenian mereka untuk menjaga kesucian karya seni yang dihasilkan. Unsur-unsur yang menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia sangat jelas tergambarkan pada Balai Kertha Gosa dan merupakan suatu karya yang dianggap suci . Pemilihan sumber bentuk ornamen pada meja dan kursi Kertha Gosa merupakan bentuk yang sungguh memberi sugesti baik bari para penggunanya.
Berdasarkan hasil temuan kesimpulan ketiga, Balai Kertha Gosa memang mengalami perubahan (transformasi). Proses perubahan tersebut dipengaruhiperkembangan zaman, perubahan aspek sosial, politik dan budaya dan membawa bentuk Balai Kertha Gosa menjadi Pengadilan masa kini di bawah naungan Mahkamah Agung RI. Perubahan tersebut walaupun mengalami perubahan yang terlihat signifikan, tatanan struktur atau kepemimpinan memiliki struktur yang hampir sama pada peradilan dahulu.Aspek estetika pada suatu karya ornamen yang diaplikasikan pada pengadilan masa kini merupakan suatu fungsi sebagai keindahan,
kebutuhan tertentu saja tanpa tidak terlalu mengutamakan aspek pemaknaan yang dikandungnya, dalam arti kata lain selama karya tersebut masih layak untuk diaplikasikan pada bagian tertentu dan sesuai dengan aturan perencanaan pembangunan pengadilan di Indonesia masih diperbolehkan sehingga dapat ditemukan temuan dari sebuah kesimpulan bahwa penggunaan ornamen tersebut merupakan ketentuan perencanaan pembangunan wajib dari pemerintah daerah Bali untuk menonjolkan identitas arsitektur Bali agar tetap dilestarikan.
C.Saran
Penelitian skripsi yang dilakukan oleh penulis, dihasilkan saran-saran sebagai berikut.
1. Terdapat penelitian yang berkelanjutan mengenai “Estetika dan Makna Ornamen pada Meja Kursi Balai Kertha Gosa Bali”.
2. Pengkajian elemen estetik sebaiknya dibuat dalam kawasan wisata Puri Agung Klungkung (Balai Kertha Gosa) sebagai pengetahuan tambahan mengenai ruang lingkup asrsitektur tradisional Bali.
3. Perawatan rutin terhadap elemen-elemen estetik yang ada di Balai Kertha Gosa sebagai cagar budaya.