• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KEMUNCULAN SINTILASI IONOSFER DI ATAS PONTIANAK

TERKAIT FLARE SINAR-X MATAHARI DAN BADAI GEOMAGNET

Sri Ekawati1), Asnawi1), Suratno2)

1)

Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi, Pusat Sains Antariksa, LAPAN

2)

Peneliti Matahari dan Antariksa, Pusat Antariksa, LAPAN Jl. Dr. Djundjunan No.133, Bandung, 40173

Telp : (022) 6012602, Fax : (022) 6014998 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Lapisan Ionosfer bumi akan memberikan respon terhadap ledakan Matahari. Pada makalah ini dianalisis dampak ledakan sinar-X Matahari terhadap kemunculan sintilasi ionosfer. Di daerah ekuator dan lintang rendah geomagnet bumi, fenomena sintilasi ionosfer umumnya terjadi setelah matahari terbenam yaitu sekitar 19:00 WIB (12:00 UT) dengan durasi sekitar 2 jam. Fenomena sintilasi ionosfer yang merupakan ketidakteraturan ionosfer ini akan menyebabkan berfluktuasinya amplitudo dan phasa pada gelombang radio yang melalui ionosfer pada frekuensi beberapa GHz. Data kejadian ledakan sinar-X Matahari yang dianalisis pada makalah ini sebanyak 18 kejadian dari bulan Juli 2011 sampai dengan Maret 2012. Data ionosfer yang digunakan adalah data indeks S4

(Indeks Amplitudo Sintilasi) dan data ROT (Rate of Total Electron Content) dari GISTM GSV4004B di atas Pontianak (0.2oLU 109.20oBT, lintang geomagnet 6.09oLS). Data indeks S4 dan

ROT selama 24 jam dibandingkan dengan kejadian ledakan sinar-X Matahari. Hasil menunjukkan kejadian ledakan sinar-X Matahari yang berdampak pada kemunculan sintilasi ionosfer sedang (indeks S4 ≥ 0.25) adalah kejadian ledakan sinar-X Matahari pada siang hari (sebelum matahari

terbenam). Namun, tidak semua kejadian tersebut berdampak pada kemunculan sintilasi ionosfer. Bila terjadi badai geomagnet (indeks Dst ≤ -30nT), maka ledakan sinar-X Matahari tidak akan berdampak pada kemunculan sintilasi ionosfer.

Kata kunci : Ionosfer, Indeks S4, GPS, Ledakan Sinar-X Matahari.

ABSTRACT

Earth’s Ionosphere will give a response to Solar X-Rays Flare. In this paper we analyzed the impact of Solar X-ray flare to the occurrence of ionospheric scintillation. In the equatorial and low latitude regions, ionospheric scintillation generally occurs after sunset at around 19:00 pm (12:00 UT) with duration of about 2 hours. Ionospheric scintillation is a phenomenon that ionospheric irregularities will cause fluctuation in the amplitude and phase of radio waves through the ionosphere at a frequency of several GHz. Data Solar X-ray flares used are 18 events from July 2011 to March 2012. And Ionospheric data used is the S4 index data (amplitude scintillation index) and ROT data (Rate of Total Electron Content) derived from GISTM GSV4004B over Pontianak (0.2oN 109.20oE, latitude geomagnet 6.09oS). Data S4 index and ROT are plotted and compared with the incident Solar X-ray flares. The results showed that the incidence of solar X-ray flares that have an impact on the occurennce of moderate ionospheric scintillation (S4 index ≥ 0.25) is the incident solar X-ray flares on day side (before sunset). However, not all of these events have an impact on the occurrence of ionospheric scintillation. When the storm geomagnet (Dst ≤ -30nT index) occurs in that days, the Solar X-ray flares will not affect the occurrence of ionospheric scintillation.

(2)

_________________________________________________________________________________58 Matahari yang diamati pada gelombang sinar-X dengan rentang panjang gelombang λ = 1 – 8 Ao disebut ledakan sinar-X (X-rays flare) [1]. Ledakan sinar-X Matahari ini akan berdampak pada ionosfer yaitu meningkatnya ionisasi dan kerapatan elektron di lapisan ionosfer.

Gangguan ionosfer tersebut dinamakan Sudden Ionospheric Disturbance (SID). Bentuk nyata dari SID ini dapat berupa gangguan komunikasi radio High Frequency (HF) yang dinamakan

Short Wave Fadeout (SWF), yang kemudian kejadian SWF ini dibagi menjadi Sudden SWF bila

terjadi secara tiba-tiba dan Gradual SWF bila terjadi gangguan secara bertahap[2]. SWF atau kejadian black out pada komunikasi radio HF terjadi karena meningkatnya ionisasi dan kerapatan elektron di lapisan D ionosfer, yang berperilaku menyerap energi gelombang radio HF, sehingga energi gelombang radio terserap oleh lapisan D [3]. Adapun bentuk lainnya dari SID adalah Sudden

Phase anomaly (SPA), Sudden Frequency Deviation (SFD), Sudden Cosmic Noise Absorption

(SCNA), Sudden Enhancement/decrease of Atmospherics (SES) dan Sudden Increase of Total

Electron Content (SITEC)[4]. Dampak ledakan matahari terhadap ionosfer dari data Global Positioning System (GPS) yaitu data Total Electron Content (TEC) menunjukkan peningkatan TEC

terkait dengan kejadian ledakan sinar-X Matahari [5].

Parameter ionosfer lainnya selain TEC adalah data indeks S4 (indeks amplitudo Sintilasi).

Indeks S4 ini adalah parameter untuk mengukur aktivitas sintilasi ionosfer yang merupakan fenomena ketidakstabilan ionosfer. Sintilasi ionosfer umumnya terjadi karena ketidakteraturan ionosfer pada saat pergantian siang ke malam. Indeks S4 umumnya akan tinggi beberapa saat

setelah matahari terbenam yang dapat mengganggu propagasi gelombang radio yang melalui ionosfer dengan frekuensi beberapa GHz. Aktivitas sintilasi ionosfer di atas Indonesia dimulai pada pukul ~13:00 UTC (~20:00 WIB) dengan durasi beberapa menit sampai ~ 2 jam [6].

Sintilasi ionosfer ini penting diketahui karena pengaruhnya yang cukup signifikan pada gelombang radio yang melaluinya khususnya pada gelombang dengan frekuensi di sekitar beberapa GHz atau di daerah L-band. Gambar 1 menunjukkan aktivitas sintilasi ionosfer cukup besar pengaruhnya terhadap frekuensi L-band. Sistem komunikasi satelit dan sistem navigasi pada umumnya bekerja pada frekuensi L-band. Oleh karena itu, fenomena sintilasi ionosfer akan berpengaruh pada sistem komunikasi satelit dan sistem navigasi. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak kejadian ledakan sinar-X Matahari pada kemunculan sintilasi ionosfer di atas Pontianak dikaitkan dengan kemunculan badai geomagnet.

(3)

Gambar 1. Pengaruh sintilasi ionosfer terhadap frekuensi [7].

METODE DAN DATA

Data kejadian ledakan sinar-X Matahari diperoleh dari Solar Influences Data analysis

Center (SIDC), Royal Observatory of Belgium. Data tersebut dapat diperoleh dari situs :

http://www.sidc.be/products/flaremail/. Pada makalah ini digunakan 18 kejadian ledakan sinar-X

Matahari dari bulan Juli 2011 sampai dengan Maret 2012. Parameter yang diperlukan adalah informasi waktu (tanggal, bulan, tahun, jam dan menit) dan kelas flare.

Sedangkan data sintilasi ionosfer diperoleh dari GISTM GSV4004B di Pontianak yang lokasinya berada di koordinat geografis 0.2oLU ; 109.20oBT dan berada di lintang geomagnet 6.09oLS. Data yang diolah adalah data indeks S4 pada kejadian flare. Data indeks S4 di-plot dan

dibandingkan dengan peristiwa kejadian flare. Kemudian dipilah berdasarkan ada atau tidaknya kemunculan sintilasi ionosfer dengan indeks S4 ≥ 0.25. Selain indeks S4 juga diplot data ROT (Rate of TEC) untuk mengetahui perubahan nilai TEC. Satuan dari ROT adalah TEC Unit/menit. Setelah itu, dilakukan analisis mengapa dampak flare tidak sama terhadap sintilasi ionosfer ada yang terlihat dampaknya ada yang tidak terlihat dampaknya.

Sintilasi ionosfer dipengaruhi badai geomagnet [8]. Maka data sintilasi ionosfer tersebut dibandingkan dengan data indeks Dst geomagnet untuk mengetahui pengaruh dari sumber lain. Data Dst yang akan digunakan sebagai indikator badai geomagnet diperoleh dari Data Center for

Geomagnetism Kyoto, diunduh dari situs :

http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_realtime/201107/index.html.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peristiwa Flare 25 September 2011

Gambar 2 menunjukkan data indeks amplitudo sintilasi (indeks S4) pada tanggal 25

(4)

_________________________________________________________________________________60

(a) (b)

(b) (a)

-6 sampai dengan 4 TECU/min.

Gambar 2. Indeks S4 (a) dan ROT (b) pada tanggal 25 September 2011.

Peristiwa Flare 09 Maret 2012

Gambar 3 Menunjukkan data indeks amplitudo sintilasi (indeks S4) pada tanggal 09 Maret

2012 terkait kejadian ledakan sinar-X Matahari kelas M 6.3terjadi pada tanggal 09 Maret 2012 pukul 03:53 UT atau 10:53 WIB. Pada grafik tersebut terlihat tidak terjadi peningkatan indeks S4

yang cukup signifikan setelah matahari terbenam. Nilai ROT tidak menunjukkan fluktuasi yang signifikan. Ini merupakan hal yang menarik untuk dianalisis.

(5)

(b) (c) (d)

(b) (c)

Gambar 4. Indeks Dst bulan September 2011[9] dikaitkan dengan Indeks S4.

Gambar 5. Indeks Dst bulan Maret 2011[9] dikaitkan dengan Indeks S4.

Respon sintilasi ionosfer saat badai geomagnet menunjukkan tidak terjadi sintilasi ionosfer pada saat terjadi badai geomagnet [8]. Efek badai geomagnet terhadap sintilasi ionosfer di atas Sanya juga menyatakan tidak terjadi sintilasi ionosfer pada saat terjadi badai geomagnet [4]. Untuk membuktikannya, data indeks amplitudo sintilasi ionosfer tersebut perlu dikaitkan dengan data indeks Dst seperti yang ditunjukkan pada gambar 4 dan gambar 5.

Gambar 4. menunjukkan indeks Dst bulan September 2011 (panel atas) dan indeks S4 pada

tanggal 06 September, 24 September dan 25 September 2011 (panel bawah). Dari gambar tersebut terlihat bahwa peningkatan aktivitas sintilasi ionosfer yang ditandai dengan peningkatan indeks S4

(a)

(6)

_________________________________________________________________________________62 badai geomagnet terjadi pada tanggal 07 September dan 09 September 2012.

Tabel 1 menunjukkan data kejadian ledakan sinar-X Matahari, data kemunculan sintilasi ionosfer sedang (indeks S4 ≥ 0.25) dan peristiwa badai geomagnet dengan indikasi indeks Dst ≥ -

50 nT. Data kejadian ledakan sinar-X Matahari tersebut diperoleh dari bulan Juli 2011 sampai dengan Maret 2012. Berdasarkan waktu kejadiannya, ledakan sinar-X Matahari yang terjadi setelah matahari terbenam tidak berdampak pada kemunculan sintilasi ionosfer. Sehingga yang akan dianalisis lebih jauh adalah kejadian ledakan sinar-X Matahari yang terjadi pada siang hari (sebelum matahari terbenam). Hanya ledakan sinar-X matahari pada siang hari saja yang berpotensi menyebabkan dampak pada sintilasi ionosfer. Hal tersebut akan menyebabkan peningkatan proses ionisasi di ionosfer yang menghasilkan peningkatan elektron-elektron, ion-ion dan partikel-partikel bermuatan di ionosfer. Sehingga, kondisi ini berpotensi besar menyebabkan ketidakteraturan ionosfer yang menyebabkan terjadinya turbulensi yang menyebabkan sintilasi ionosfer pada saat pergantian siang ke malam.

Tabel 1. Data Solar X-rays Flares, Kemunculan Indeks S4 dan Dst [10].

No. Hari/ Tanggal Waktu (UTC) Kelas X-Rays Indeks S4 ≥ 0.25 Setelah Flare (Indeks Dst < -50nT) Badai Geomagnet

1 Sabtu/

30 Juli 2011 02:09 M9.3 Tidak ada Ada

2 Rabu/

03 Agustus 2011 13:47 M6.0 Tidak ada

3 04 Agustus 2011 Kamis/ 03:57 M9.3 Ada Tidak ada

4 Selasa/

06 September 2011 01:50 M5.3 Ada Tidak ada

5 Selasa/

06 September 2011 22:20 X2.1 Tidak Ada

6 Rabu/

07 September 2011 22:38 X1.8 Tidak Ada

7 08 September 2011 Kamis/ 15:46 M6.7 Tidak Ada

8 Kamis/

22 September 2011 11:00 X1.4 Ada Tidak ada

9 Sabtu/

24 September 2011 09:40 X1.9 Ada Tidak ada

10 24 September 2011 Sabtu/ 13:17 M7.1 Ada

11 Sabtu/

24 September 2011 20:36 M5.8 Tidak Ada

12 25 September 2011 Minggu/ 04:50 M7.4 Ada Tidak ada

13 Kamis/

03 November 2011 20:27 X1.9 Tidak Ada

14 Senin/

23 Januari 2012 03:59 M8.7 Tidak Ada Ada

15 27 Januari 2012 Jum’at/ 18:36 X1.7 Tidak Ada

16 Rabu/

07 Maret 2012 00:24 X5.4 Tidak Ada Ada

17 Jum’at/

09 Maret 2012 03:53 M6.3 Tidak Ada Ada

(7)

Dari 9 kejadian ledakan sinar-X Matahari pada siang hari, hanya ada 5 kejadian sintilasi ionosfer sedang (moderate scintillation). Sedangkan 4 kejadian lainnya tidak menunjukkan kenaikan indeks S4. Dengan kata lain, 4 kejadian lainnya adalah aktivitas sintilasi ionosfer tenang

(quite scintillation). Kemudian data tersebut dibandingkan dengan data badai geomagnet. Hasil menunjukkan bahwa ketika terjadi ledakan sinar-X Matahari namun tidak terlihat kenaikan indeks S4 (quite scintillation) terkait dengan adanya badai geomagnet.

KESIMPULAN

Dampak Ledakan sinar-X Matahari terhadap fenomena sintilasi ionosfer yang diindikasikan dengan kenaikan indeks S4 tidak sama untuk semua kasus. Secara umum, tidak ada kenaikan indeks

S4 yang signifikan dari data GISTM Pontianak pada saat terjadi flare sinar-X Matahari. Flare yang terjadi pada pukul 00:01 – 12:00 ada yang memberikan dampak pada kemunculan sintilasi ionosfer (kenaikan indeks S4 ≥ 0.25) namun ada juga yang tidak. Sedangkan flare yang terjadi pada pukul 17:01 – 24:00 tidak memberikan dampak pada kemunculan sintilasi. Flare akan menyebabkan peningkatan ionisasi di ionosfer, peningkatan ionisasi yang menyebabkan peningkatan densitas elektron di ionosfer ini memiliki potensi untuk menyebabkan trubulensi/ketidakteraturan ionosfer pada saat pergantian siang ke malam, seperti data indeks S4 pada tanggal 6, 24 dan 25 September

2011. Pada tanggal 7 dan 9 September tidak terjadi kemunculan sintilasi ionosfer (kenaikan indeks S4 ≥ 0.25) karena pada waktu tersebut terjadi badai geomagnet. Pada tanggal 25 Sep 2011, terjadi kenaikan indeks S4 ≥ 0.25 pada sekitar pukul 12:15 UT s.d. 16:30 UT (19:15 WIB s.d. 23:30 WIB). Durasi kemunculan sintilasi ini cukup lama yaitu sekitar 4 jam.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drs. Jiyo, M.Si yang telah memberikan bimbingan dalam penelitian dan penulisan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Sains Antariksa LAPAN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mempresentasikan hasil penelitian pada acara SNF tahun 2012.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suratno dan Santi Sulistiani. “Analisis Semburan Radio Matahari Tipe II Sebagai Prekursor Kemungkinan Terjadinya Badai Magnet Bumi”. Jurnal Sains Dirgantara, vol.7, No.2 (2010): 113-131.

(8)

_________________________________________________________________________________64 4. Li, Guozhu, Baiqi Ning, Biqiang Zhao, Libo Liu, J.Y. Liu, K. Yumoto. “Effects of

Geomagnetic Storm on GPS Ionospheric Scintillations at Sanya”. Journal of Atmospheric and

Solar-Terestrial Physics, 70 (2008) : 1034-1045.

5. Afraimovich, Edward L., Alexandre T. Altynsev, Victor V. Grechnev and Ludmila A. Leonovich. “The Response of the Ionosphere to faint and Bright Solar Flares as Deduced from Global GPS Network Data”. Annals of Geophysics, vol.45, N.1, February (2002).

6. Ekawati, Sri. “Kemunculan Sintilasi Ionosfer di Daerah Anomali Ionosfer”. Prosiding Seminar

Nasional Fisika 2011, Pusat Penelitian Fisika LIPI, Serpong-Tangerang, 2011.

7.

Theerapatpaiboon, P., S. Sukkaewthanom, N. Leelaruji and N. Hemmakorn. 2004.

“The Study of Scintillation on C-Band Low Elevation Angle at Sri-Racha Satellite

Earth Station”. ICCAS (2004).

8.

Asnawi.”Respons Sintilasi Sinyal GPS Saat Badai Geomagnet di Lintang Rendah”.

Jurnal Sains Dirgantara. Vol.2, no.1, Desember (2004).

9.

WDC (World Data Center) for Geomagnetism Kyoto.

http://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_realtime/201107/index.html

. (diakses Juni 2012).

10.

SIDC (Solar Influences Data Analysis Center).

http://www.sidc.be/products/flaremail/

.

(diakses Juli 2011 - Maret 2012)

Gambar

Gambar 1. Pengaruh sintilasi ionosfer terhadap frekuensi [7].
Gambar 2.  Indeks S4 (a) dan ROT (b) pada tanggal 25 September 2011.
Gambar 5. Indeks Dst bulan Maret 2011[9]  dikaitkan dengan Indeks S 4 .
Tabel  1  menunjukkan  data  kejadian  ledakan  sinar-X  Matahari,  data  kemunculan  sintilasi  ionosfer sedang (indeks S 4  ≥ 0.25) dan peristiwa badai geomagnet dengan indikasi indeks Dst ≥ -  50  nT

Referensi

Dokumen terkait

Kelahiran disebabkan oleh keinginan (trsna) untuk menikmati objek-objek duniawi. Tetapi keinginan- keinginan pada akhirnya dapat dilacak ke kebodohan kita. Jika kita memiliki

&amp;ejala ADHD lebih jelas terlihat pada akti'itas-akti'itas yang membutuhkan usaha mental yang ter1okus. Agar dapat didiagnosa dengan ADHD tanda dan gejalanya harus

• Jika data rate kita naikkan (dengan mempersingkat durasi pulsa), maka spektrum akan melebar sehingga dibutuhkan bandwidth frekuensi radio yang lebih lebar..

Non Aplicable  PT  Putra  Tunas  Subur  dari  hasi  verifikasi  tidak  terdapat 

Pada gambar 12 DFD level 2 proses pembayaran motor menjelaskan tentang proses melakukan pembelian motor dimana user pembeli berkolerasi dengan admin. Ketika user pembeli

Untuk menghindari antrean di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum terkait dengan kebijakan pengendalian bahan bakar minyak bersubsidi, Pertamina diharapkan. memperbaiki

Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya sehingga ia

Format in text citation menggunakan metode author-date, yaitu nama terakhir pengarang dan tahun terbit sumber yang dikutip muncul dalam teks, contoh (Lukman,