• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terletak di Utara Pantai Jawa dengan luas wilayah 2 040 110 Km2. Berdasarkan letak geografis, Kabupaten Indramayu terletak pada 1070 52’ – 1080 36’ Bujur Timur dan 60 15’ – 60 40’ Lintang Selatan. Sementara itu, topografi Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0.0 - 2.0 persen. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan cukup tinggi, maka daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Luas wilayah Indramayu yang tercatat seluas 204 011 Ha terdiri atas 110 877 Ha tanah sawah (54.35%) dan luas tanah kering 93 134 Ha (45.65%) (Anonim 2008).

Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu (Desember 2007) sebesar 1 717 793 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 0.51 persen dan kepadatan penduduk 838 jiwa/Km2. Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Karangampel yaitu sebesar 1 898 jiwa/Km2, sedangkan jumlah penduduk terkecil terdapat di Kecamatan Cantigi (240 jiwa/Km2) (Anonim 2007).

Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu Tahun 2007, jumlah sekolah dasar tercatat sebanyak 882, dengan 195 268 siswa dan 1 247 guru. Di tingkat SMP jumlah sekolah tercatat sebanyak 148, dengan 63 301 siswa dan 3 385 guru. Sementara itu, pada tingkat SMA, gedung sekolah yang tercatat sebanyak 52, dengan 16 528 siswa dan 1 378 guru. Sekolah menengah kejuruan tercatat memiliki 45 sekolah, 15 645 siawa dan 1 144 guru (Anonim 2007).

Kabupaten Indramayu memiliki 31 kecamatan. Kecamatan yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah Kecamatan Indramayu, Kecamatan Sindang, Kecamatan Karangampel dan Kecamatan Kandanghaur. Kecamatan Indramayu merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Indramayu, yaitu lokasi Kantor Bupati. Faktor kemudahan akses menjadi salah satu penyebab Kecamatan Indramayu memiliki jumlah penduduk terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebesar 102 216 jiwa. Sebagai pusat pemerintahan, Kecamatan Indramayu memiliki fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Dalam bidang pendidikan, Indramayu merupakan kecamatan

(2)

yang memiliki jumlah sekolah dasar (50) dan menengah pertama (9) terbanyak se-kabupaten.

Kecamatan Sindang adalah kecamatan yang memiliki jarak terdekat (2 Km) dengan Kecamatan Indramayu, sehingga dapat disebut sebagai pusat pemerintahan kedua setelah Kecamatan Indramayu. Selain itu, di Kecamatan Sindang juga terdapat beberapa kantor pemerintahan, seperti Kantor Dinas Pendidikan, Kantor Koperasi Perindustrian dan Perdagangan serta Kantor Dinas Kesehatan. Jumlah siswa terbanyak berada pada tingkat sekolah dasar, yaitu sebanyak 5 447 siswa. Namun, jumlah guru terbanyak dimiliki oleh sekolah menengah pertama, yaitu sebanyak 264 guru (Tabel 4).

Tabel 4 Indentifikasi karakteristik sekolah berdasarkan kecamatan Kecamatan Indramayu Kecamatan Sindang Kecamatan Karangampel Kecamatan Kandanghaur MI Jumlah sekolah 5 2 3 2 Jumlah siswa 728 759 614 467 Jumlah guru 44 41 30 33 SD Jumlah sekolah 50 24 32 38 Jumlah siswa 11 736 5 447 7 677 10 088 Jumlah guru 136 65 58 37 MTS Jumlah sekolah 4 1 2 5 Jumlah siswa 689 372 1 578 1 321 Jumlah guru 87 36 84 130 SMP Jumlah sekolah 9 8 8 6 Jumlah siswa 2 616 5 112 3 151 2 620 Jumlah guru 173 264 182 134

Sumber: Indramayu dalam Angka Tahun 2007

Kecamatan Kandanghaur dan Karangampel merupakan wilayah yang berjauhan dengan pusat pemerintah. Jumlah penduduk Kecamatan Kandanghaur (85 318 jiwa) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Karangampel (63 865 jiwa). Jumlah sekolah dasar di Kandanghaur (38) sedikit lebih banyak dibandingkan dengan di Karangampel (32). Namun untuk tingkat pendidikan SMP, Kecamatan Karangampel memiliki gedung

(3)

sekolah (8), jumlah siswa (3 151) dan guru (182) lebih besar dibandingkan Kecamatan Kandanghaur (Tabel 4).

Karakteristik Contoh

Contoh adalah siswa kelas 6 sekolah dasar dan kelas 3 sekolah menengah pertama. Tingkat pendidikan contoh di kota lebih banyak SMP (75.4%), sedangkan contoh diluar kota mayoritas berasal dari SD (66.2%). Baik di kota (59.0%) maupun di luar kota (63.1%), contoh lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan kelompok umur, proporsi terbesar berada pada kelompok umur ≤ 12 tahun (42.9%) untuk luar kota dan ≥ 15 tahun (50.8%) untuk kota. Separuh contoh di kota (55.7%) dan luar kota (55.4%) merupakan anak urutan ke satu dan dua (Tabel 5).

Contoh di kota yang pernah meraih prestasi akademik sebanyak 54.1 persen. Sementara itu, contoh di luar kota yang meraih prestasi akademik adalah sebanyak 49.2 persen. Prestasi akademik yang dimaksud adalah rangking sepuluh besar, juaran cepat tepat tingkat kabupaten, juara lomba karya tulis tingkat kabupaten, mendapatkan beasiswa dan rata-rata nilai rapor lebih dari delapan. Selain prestasi akademik, prestasi non-akademik yang pernah diraih contoh adalah lomba olahraga (lari, volly, basket, hyking rally, bulu tangkis dan renang) tingkat kecamatan dan kabupaten, lomba puisi tingkat kecamatan dan kabupaten, lomba kaligrafi tingkat kecamatan, paduan suara tingkat kabupaten dan provinsi, lomba pramuka tingkat provinsi, lomba membaca Al-Quran dan lomba berpidato. Sebanyak 39.3 persen contoh di kota pernah meraih prestasi non-akademik, sedangkan untuk di luar sekolah contoh yang pernah mendapatkan prestasi non-akademik adalah sebesar 29.2 persen.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh

Karakteristik Contoh Kota Luar kota Total

n % n % n % Tingkat pendidikan SD 15 24.6 43 66.2 58 46.0 SMP 46 75.4 22 33.8 68 54.0 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Jenis Kelamin Laki-laki 25 41.0 24 36.9 49 38.9 Perempuan 36 59.0 41 63.1 77 61.1 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Umur ≤ 12 13 21.3 41 63.1 54 42.9 13 – 14 17 27.9 8 12.3 25 19.8 ≥ 15 31 50.8 16 24.6 47 37.3 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0

(4)

Lanjutan Tabel 5

Karakteristik Contoh Kota Luar Kota Total

n % n % n % Urutan anak ≤ 2 34 55.7 36 55.4 70 55.6 3 – 5 22 36.1 20 30.8 42 33.3 6 – 8 3 4.9 4 6.2 7 5.6 ≥ 9 2 3.3 5 7.7 7 5.6 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0

Karakteristik Keluarga Contoh Lokasi Tempat Tinggal

Berdasarkan lokasi tempat tinggal (Tabel 6), responden terbanyak berada di luar kota (51.6%). Responden luar kota terletak di Kecamatan Karangampel dan Kandanghaur. Sementara itu, di kota terdapat 48.4 persen. Responden di kota terletak di daerah Kecamatan Indramayu dan Kecamatan Sindang. Lokasi tempat tinggal mempengaruhi kemudahan responden dalam mengakses informasi dan fasilitas publik, termasuk pelayanan pendidikan. Reponden yang tinggal di kota lebih mudah mendapatkan barang dan jasa yang mereka butuhkan dibandingkan dengan responden yang tinggal di luar kota (Sumarwan 2003). Lokasi juga menjadi faktor penentuan segmentasi pasar para produsen. Pada umumnya, responden di kota memiliki ekspetasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden di luar kota, begitu pula dalam segi pendidikan. Responden di kota mengaharpkan pelayanan yang lebih baik, hal ini tercermin dengan adanya sekolah-sekolah swasta yang fasilitas fisiknya cenderung lebih baik yaitu, SD dan SMP BPK Penabur dan SMP Al Irsyadi di lokasi kota.

Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggal

Lokasi n %

Kota 61 48.4

Luar kota 65 51.6

Total 126 100.0

Umur

Hurlock (1980) membagi umur menjadi tiga kelompok,yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun) dan dewasa lanjut (>60 tahun). Responden ayah di kota (70.5%) dan di luar kota (66.2%) termasuk ke dalam kelompok dewasa madya (Tabel 7). Pada masa ini merupakan masa dimana individu telah berada pada posisi puncak karir dan ekonomi sehingga mereka mempunyai pengaruh dalam kehidupan sosial.

(5)

Sementara itu, 53.7 persen responden ibu di luar kota dan 47.5 persen responden ibu di kota merupakan kelompok umur dewasa awal (Tabel 7). Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/ istri, orang tua, pencari nafkah, dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas yang baru. Periode ini merupakan periode yang khusus dan sulit. Individu diharapkan mengadakan penyesuaian diri secara mandiri (Hurlock 1980).

Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur

Umur Kota Luar Kota Total

n % n % n % Ayah ≤ 40 41-60 43 70.516 26.2 20 43 30.8 66.2 36 86 28.6 68.3 > 60 2 3.3 2 3.1 4 3.2 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Ibu ≤ 40 41-60 28 45.9 30 46.2 29 47.5 35 53.8 64 58 50.846.0 > 60 4 6.6 0 0.0 4 3.2 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Tingkat Pendidikan

Secara umum, tingkat pendidikan responden ayah adalah tidak tamat SD (27.0%). Tingkat pendidikan responden ayah di kota proporsi terbesar berada pada tidak tamat SD (29.5%), sedangkan pada ayah di luar kota tingkat pendidikannya adalah tamat SMA (27.7%) (Tabel 8). Namun, bila ditinjau kembali, responden ayah di kota (14.8%) yang tingkat pendidikannya perguruan tinggi lebih banyak dibandingkan responden ayah di luar kota (4.6%). Sebagai kepala keluarga, ayah berperan dalam pencari nafkah utama. Tingkat pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan ayah. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pekerjaan yang dimiliki cenderung akan semakin baik. Sementara itu, sebanyak 21.3 persen responden ibu di kota dan 24.6 persen di luar kota tingkat pendidikannya adalah tidak tamat SD.

Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara berpikir seseorang, nilai yang yang dianutnya dan persepsinya (Sumarwan 2003). Responden yang memiliki pendidikan tinggi baik cenderung akan lebih sensitif terhadap pendidikan anaknya. Mereka akan memilih sekolah yang memberikan fasilitas yang lebih baik.

(6)

Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Kota Luar Kota Total

n % n % n % Ayah Tidak Sekolah 2 3.3 6 9.2 8 6.3 Tidak Tamat SD 18 29.5 16 24.6 34 27.0 Tamat SD 9 14.8 16 24.6 25 19.8 Tidak Tamat SMP 4 6.6 1 1.5 5 4.0 Tamat SMP 3 4.9 4 6.2 7 5.6

Tidak tamat SMA 1 1.6 1 1.5 2 1.6

Tamat SMA 15 24.6 18 27.7 33 26.2 Perguruan Tinggi 9 14.8 3 4.6 12 9.5 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Ibu Tidak Sekolah 12 19.7 14 21.5 26 20.6 Tidak Tamat SD 13 21.3 16 24.6 29 23.0 Tamat SD 11 18.0 14 21.5 25 19.8 Tidak Tamat SMP 4 6.6 2 3.1 6 4.8 Tamat SMP 3 4.9 8 12.3 11 8.7

Tidak tamat SMA 0 0.0 1 1.5 1 0.8

Tamat SMA 12 19.7 7 10.8 19 15.1

Perguruan Tinggi 6 9.8 3 4.6 9 7.1

Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0

Pekerjaan

Kabupaten Indramayu merupakan wilayah pantai di Jawa Barat. Sebagian masyarakat sangat tergantung pada laut. Meskipun mayoritas nelayannya tidak memiliki perahu sendiri. Selain itu, wilayah selatan Kabupaten Indramayu merupakan kawasan persawahan, sehingga petani pun banyak terdapat di Indramayu. Mayoritas responden ayah di kota (24.6%) dan di luar kota (35.4%) bekerja sebagai buruh, baik buruh nelayan maupun buruh petani. Sementara itu, hanya 3.2 persen petani yang memiliki lahan sendiri dan 2.4 persen nelayan yang memiliki perahu pribadi. Proporsi terbesar responden ibu adalah tidak memiliki pekerjaan atau berstatus sebagai ibu rumahtangga (Tabel 9). Pekerjaan yang dimiliki ibu di kota (18.0%) dan di luar kota (23.1%) persentase terbanyaknya adalah sebagai pedagang .

Tabel 9 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan Kota Luar Kota Total

n % n % Ayah Tidak bekerja 1 1.6 2 3.1 4 3.2 Petani 2 3.3 2 3.1 4 3.2 Nelayan 3 4.9 0 0.0 3 2.4 Wiraswasta 8 13.1 10 15.4 18 14.3 Pedagang 5 8.2 14 21.5 19 15.1 PNS 8 13.1 2 3.1 10 7.9 Buruh 15 24.6 23 35.4 38 30.2 Karyawan 4 6.6 3 4.6 7 5.6

(7)

Lanjutan Tabel 9

Jenis pekerjaan Kota Luar Kota Total

n % n % Jasa angkutan 10 16.4 9 13.8 19 15.1 Lainnya 5 8.2 0 0.0 4 3.2 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Ibu Tidak bekerja 30 49.2 37 56.9 67 53.2 Petani 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Nelayan 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Wiraswasta 3 4.9 3 4.6 6 4.8 Pedagang 11 18.0 15 23.1 26 20.6 PNS 5 8.2 2 3.1 7 5.6 Buruh 10 16.4 7 10.8 17 13.5 Karyawan 1 1.6 0 0.0 1 0.8 Jasa angkutan 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Lainnya 1 1.6 1 1.5 2 1.6 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0

Jumlah Anggota Keluarga

NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) yang digalakkan oleh BKKBN sejak masa orde baru mencanangkan program dua anak cukup atau disebut sebagai keluarga kecil. Keluarga kecil idealnya terdapat empat orang dalam satu keluarga, yaitu ayah, ibu dan dua orang anak. Secara umum, responden di kota (44.3%) dan di luar kota (43.1%) termasuk ke dalam kelompok keluarga sedang, yaitu terdapat lima sampai tujuh orang dalam satu keluarga. Proporsi untuk besar keluarga kecil antara responden kota dan di desa juga seimbang (Tabel 10). Besarnya keluarga ini akan mempengaruhi pengeluaran dalam keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka beban pengeluaran keluarga tersebut akan semakin besar.

Banyaknya jumlah anggota keluarga bagi masyarakat tradisional juga akan mempengaruhi besarnya pendapatan. Keluarga tradisional berpendapat bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka pemasukan bagi keluarga juga akan semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya jumlah sumberdaya manusia (pekerja) yang akan memberi pemasukan bagi keluarga. Tabel 10 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Kota Luar kota Total

n % n % n %

≤ 4 25 41.0 26 40.0 51 40.5

5-7 27 44.3 28 43.1 55 43.7

> 7 9 14.8 11 16.9 20 15.9

(8)

Pendapatan

Besarnya pendapatan menentukan kemampuan suatu keluarga untuk bertahan hidup. Responden di kota dan di luar kota termasuk ke dalam kategori di bawah garis kemiskinan, walaupun persentase di kota (63.9%) lebih kecil dibandingkan di luar kota (78.5%) (Tabel 11). Berdasarkan Tabel 11, responden di kota cenderung lebih sejahtera dari segi pendapatan dibandingkan dengan responden di luar kota. Jumlah respoden yang berada pada kategori menegah ke atas (≥ 2GK) lebih banyak berada di luar kota. Pendapatan merupakan salah satu identitas kelas sosial di masyarakat. Semakin tinggi pendapatan, kelas sosial individu tersebut akan semakin tinggi pula.

Tabel 11 Sebaran responden berdasarkan garis kemiskinan

Kategori Kota Luar Kota Total

N % n % n % ≤ GK 39 63.9 51 78.5 90 71.4 GK < x < 2GK 10 16.4 8 12.3 18 14.3 ≥ 2GK 12 19.7 6 9.2 18 14.3 Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0 Rata-rata±SD 313 991.7±355 185.3 228 205.7±271985.6 269 737.0±316 675.9 Keterangan: Garis kemiskinan Indramayu adalah sebesar Rp 273 617/ kapita/ bulan

(BPS 2008)

Persepsi Orangtua Terhadap Pendidikan Dasar

Persepsi merupakan suatu proses dimana pelanggan memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterimanya. Persepsi ini akan mempengaruhi kepuasan pelanggan dan penilaian pelanggan terhadap tingkat kepentingan produk (Rangkuti 2006). Persepsi orangtua terhadap pentingnya pendidikan dapat menjadi salah satu indikator kepedulian orangtua terhadap pendidikan anaknya. Orangtua yang menilai bahwa pendidikan itu penting akan memprioritaskan alokasi dana untuk pendidikan cenderung lebih besar dibandingkan dengan orangtua yang memiliki menilai kurang pentingnya pendidikan.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden (100.0%) setuju bahwa pendidikan dasar merupakan hak setiap warga negara Indonesia. Hal ini berdampak pada persepsi orangtua bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menyekolahkan anaknya minimal hingga tingkat pendidikan dasar (94.4%). Dua pertiga responden tidak setuju bahwa tujuan pendidikan dasar adalah untuk mencari uang (63.5%). Orangtua menyadari bahwa jika anaknya hanya menempuh pendidikan dasar, maka pekerjaan yang diperoleh terbatas, seperti

(9)

buruh. Walaupun demikian, terdapat 26.2 persen responden menilai bahwa setelah anak menempuh pendidikan dasar maka tugas anak adalah mencari uang.

Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pendidikan anak menjadi faktor bagi tiga perempat orangtua berpendapat bahwa biaya pendidikan dasar seharusnya ditanggung pemerintah sepenuhnya (75.4%). Selain itu, lebih dari separuh (71.4%) repsonden berada pada kategori di bawah garis kemiskinan, jadi wajar jika mereka sangat mengharapkan bantuan pemerintah dalam meringankan biaya pendidikan (Tabel 12). Hanya seperlima responden (20.6%) menyadari bahwa biaya pendidikan adalah tanggung jawab orangtua, karena memberikan pendidikan merupakan kewajiban orangtua, oleh karena itu orangtua harus berkontribusi lebih banyak terhadap biaya pendidikan.

Pendidikan dasar penting baik bagi laki-laki dan perempuan. Hal ini didukung oleh pernyataan responden yang tidak setuju (64.3%) bahwa pendidikan dasar untuk laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan untuk anak perempuan. Hampir seluruh responden setuju (97.6%) bahwa pendidikan dasar merupakan kunci kemandirian sebagai manusia, oleh karena itu mejadi prioritas dalam hidup (Tabel 12).

Tabel 12 Sebaran responden berdasarkan persepsi terhadap pendidikan dasar No Pernyataan

Tidak

setuju Netral Setuju

Total

n % n % n % n %

1 Pendidikan dasar merupakan hak setiap warga Negara Indonesia

0 0.0 0 0.0 126 100.0 126 100.0

2 Setiap orangtua wajib menyekolahkan

anaknya, minimal pendidikan dasar

6 4.8 1 0.8 119 94.4 126 100.0

3 Tujuan pendidikan dasar adalah untuk

mencari uang 80

63.5 13 10.3 33 26.2 126 100.0 4 Pendidikan dasar

membutuhkan biaya besar, oleh karena itu menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya

26 20.6 5 4.0 95 75.4 126 100.0

5 Pendidikan dasar untuk anak laki-laki lebih diprioritaskan dibandingkan untuk anak perempuan

(10)

Lanjutan Tabel 12.

No Pernyataan

Tidak

setuju Netral Setuju

Total

n % n % n % n %

6 Pendidikan dasar merupakan kunci kemandirian sebagai manusia, oleh karena itu harus menjadi prioritas dalam hidup

3 2.4 0 0.0 123 97.6 126 100.0

Bila dikategorikan, secara umum orangtua di kota dan di luar kota

memiliki persepsi yang sama terhadap pendidikan dasar, yaitu pada kategori sedang (50.8%) dan baik (49.2%). Hal ini menunjukkan bahwa orangtua memilki kesadaran yang cukup baik terhadap kebutuhan pendidikan anaknya. Persepsi orangtua ini dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan, dan kebutuhan terhadap pendidikan yang sifatnya sangat individual (Sumarwan 2003). Orangtua menyadari bahwa pendidikan sangat berkaitan erat dengan jenis pekerjaan (Sumarwan 2003), sehingga orangtua berharap dengan menyekolahkan anaknya, anaknya tersebut akan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.

Tabel 13 Sebaran responden berdasarkan kategori persepsi terhadap pendidikan

dasar

Kategori Skor Kota Luar Kota Total

n % n % n %

Rendah (6-13) 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Sedang (14-21) 31 50.8 33 50.8 64 50.8

Tinggi (22-30) 30 49.2 32 49.2 62 49.2

Total 61 100.0 65 100.0 126 100.0

Kondisi Fasilitas Sekolah Fasilitas Fisik

Fasilitas fisik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sarana prasarana pendidikan. Penilaian kondisi fasilitas ini dilakukan melalui pengamatan sekolah. Penilaian fasilitas fisik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rendah artinya sekolah tidak memiliki sarana tersebut atau sarana tersebut ada namun kondisinya tidak layak pakai. Kategori ke dua adalah sedang, mengindikasikan kondisi sarana tersebut cukup baik atau jumlah sarana tersebut belum sesuai dengan kebutuhan. Kategori tinggi menunjukkan bahwa sarana tersebut dalam kondisi sangat baik dan jumlahnya sudah mencukupi kebutuhan.

Lingkungan sekolah terlihat bersih dan terpelihara termasuk kategori baik (47.4%). Namun, persentase kategori buruk lebih banyak berada di sekolah kota

(11)

(17.6%) dibandingkan dengan sekolah di luar kota (9.5%). Sekolah di kota kurang dapat menjaga kebersihan lingkungannya dibandingkan dengan sekolah di luar kota. Fasilitas toilet dan air untuk cuci tangan berada pada kategori sedang (42.1%). Kondisi fasilitas ini di kota (35.3%) cenderung lebih baik dibandingkan dengan di luar kota (28.6%). Sementara itu, berkaitan dengan fasilitas toilet dan air cuci tangan yang terpisah antara laki-laki dan perempuan masih termasuk ke dalam kategori buruk (55.3%). Fasilitas ini kurang diperhatikan di tingkat sekolah dasar, karena bagi sekolah yang terpenting adalah keberadaannya. Gedung sekolah di kota mayoritas berada pada kategori baik (47.1%), sedangkan untuk di luar kota berada pada kategori sedang (61.9%).

Tabel 14 Sebaran kondisi fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah Fasilitas Fisik

Kota (n=17) Luar Kota (n=21) Total (n=38)

1 2 3 1 2 3 1 2 3

% % % % % % % % %

Lingkungan sekolah terlihat bersih dan

terpelihara 17.6 35.3 47.1 9.5 42.9 47.6 13.2 39.5 47.4 Fasilitas toilet dan

air untuk cuci

tangan 23.5 41.2 35.3 28.6 42.9 28.6 26.3 42.1 31.6 Fasilitas toilet dan

tempat cuci tangan untuk anak laki-laki dan perempuan secara terpisah

52.9 17.6 29.4 57.1 23.8 19.0 55.3 21.1 23.7

Fasilitas gedung

sekolah 11.8 41.2 47.1 14.3 61.9 23.8 13.2 52.6 34.2 Jumlah meja dan

kursi yang memadai

sesuai jumlah siswa 11.8 35.3 52.9 9.5 42.9 47.6 10.5 39.5 50.0 Perpustakaan

sekolah 5.9 41.2 52.9 23.8 52.4 23.8 15.8 47.4 36.8

Komputer 17.6 29.4 52.9 33.3 38.1 28.6 26.3 34.2 39.5

Kamar ganti siswa laki-laki dan

perempuan terpisah 94.1 0.0 5.9 90.5 4.8 4.8 92.1 2.6 5.3 Ruang UKS 17.6 35.3 47.1 38.1 42.9 19.0 28.9 39.5 31.6 Ruang bimbingan

dan konseling siswa 29.4 23.5 47.1 71.4 14.4 14.3 52.6 18.4 28.9 Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik

Sebanyak separuh sekolah (50.0%) berada pada kategori baik berkaitan dengan rasio meja dan kursi dengan jumlah siswa. Mayoritas sekolah di kota (52.9%) dan di luar kota (47.6%) juga memiliki kategori sama, yaitu baik dalam aspek ini. Keberadaan perpustakaan di kota (52.9%) lebih baik dibandingkan

(12)

dengan di luar kota, bahkan masih ada 23.8 persen sekolah di luar kota yang tidak memiliki perpustakaan. Perbedaan terlihat pada fasilitas komputer, yaitu di kota berada pada kategori baik (52.9%) dan di luar kota berada pada kategori buruk (33.3%), walaupun secara umum fasilitas ini termasuk baik (39.5%). Kamar ganti siswa terpisah antara laki-laki dan perempuan hampir seluruh sekolah berada pada kategori buruk (92.1%). Sekolah baik di kota maupun di luar kota mungkin menganggap fasilitas ini dinilai kurang penting dan fungsinya dapat diakomodir oleh toilet siswa. Sebanyak 39.5 persen sekolah berkategori sedang dalam hal tersedianya ruang UKS. Ruang UKS di sekolah kota lebih baik (47.1%) dibandingkan dengan di luar kota (19.0%). Fasilitas ini keberadaannya dinilai kurang penting karena tidak digunakan setiap hari. Ruang bimbingan konseling secara umum berada pada kategori buruk (52.6%). Kategori buruk lebih banyak dimiliki oleh sekolah di luar kota (71.4%) dibandingkan dengan di sekolah kota (29.4%). Hal ini diduga karena dalam bimbingan konseling dapat dilakukan di ruang guru, sehingga keberadaan ruang ini tidak diutamakan oleh sekolah, terutama sekolah di luar kota.

Secara umum, kondisi fasilitas fisik termasuk kategori sedang (52.6%) (Tabel 15). Kondisi fasilitas yang buruk lebih banyak terdapat pada sekolah di luar kota (28.6%) dan di tingkat SMP (26.1%), sedangkan kondisi yang baik lebih banyak di sekolah kota (35.3%) pada tingkat SMP pula (34.8%) (Lampiran 5). Kondisi fasilitas fisik pada tingkat SMP cenderung berbeda antara kota dan luar kota. Hal ini disebabkan SMP di kota merupakan SMP swasta unggulan dan SMP negeri favorit. Sekolah swasta cenderung lebih baik dalam hal fasilitas, karena sekolah tersebut memiliki dana tambahan baik dari yayasan dan orangtua. Orangtua mau memberikan dana karena pelayanan yang ditawarkan oleh SMP swasta cenderung lebih baik. SMP negeri di kota yang termasuk ke dalam SMP favorit cenderung lebih diperhatikan oleh pemerintah, karena pada umumnya generasi unggul berasal dari sekolah favorit. Sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu mencetak sumberdaya berkualitas, maka pemerintah memberikan fasilitas yang lebih baik pada sekolah favorit.

Tabel 15 Sebaran kategori fasilitas fisik sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Kota (n=17) Luar kota (n=21) Total (n=38)

% % %

Buruk 17.6 28.6 23.7

Sedang 47.1 57.1 52.6

(13)

Pembelajaran dan Pengajaran

Proses pembelajaran dan pengajaran di sekolah merupakan kegiatan interaksi antara guru dan siswa, adanya komunikasi timbal balik sehingga tujuan belajar tercapai. Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa merupakan dua komponen yang tidak dapat dipisahkan. Penanganan siswa bermasalah dilakukan dengan menjalin komunikasi yang intensif selain kepada siswa bersangkutan, juga kepada orangtua siswa. Salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan adalah dengan melakukan home visit/ kunjungan ke rumah. Home visit atau kunjungan ke rumah siswa bermasalah yang dilakukan BP sebagai wakil sekolah termasuk ke dalam kategori sedang (31.6%) (Tabel 16). Persentase kategori buruk lebih banyak berada pada sekolah di kota (11.8%) dibandingkan di luar kota (4.8%). Ketidakpedulian sekolah terhadap siswa bermasalah dapat memicu bertambahnya siswa DO (drop out), karena alasan siswa DO bukan hanya karena ekonomi, tetapi juga non ekonomi seperti malas datang ke sekolah dan takut kepada guru (Puspitawati 2009).

.

Tabel 16 Sebaran pembelajaran dan pengajaran sekolah berdasarkan lokasi sekolah

Pembelajaran dan pengajaran

Kota (n=17) Luar Kota (n=21) Total (n=38)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 % % % % % % % % % Home Visit/ kunjungan oleh BP ke pihak keluarga siswa yang bermasalah 11.8 52.9 35.3 4.8 71.4 23.8 42.1 31.6 26.3 Hasil kerja/karya siswa dipajang di sekolah 41.2 29.4 29.4 42.9 33.3 23.8 47.4 26.3 26.3 Pengaturan ruangan tidak bersifat tradisional, dapat berubaha-ubah sesuai dengan keperluan

52.9 17.6 29.4 42.9 33.3 23.8 7.9 63.2 28.9

Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik

Penghargaan terhadap karya siswa termasuk ke dalam kategori rendah, yaitu 47.4 persen (Tabel 16). Kebiasan ini lebih baik dilakukan oleh sekolah di kota (29.4%) dibandingkan sekolah di luar kota (23.8%). Bentuk penghargaan yang dimaksud adalah dengan memajang hasil kerja/ karya siswa di sekolah. Siswa akan merasa bangga dan lebih percaya diri karena apa yang dilakukannya dihargai dan diakui oleh orang lain. Pengaturan ruangan sekolah di lokasi

(14)

penelitian yang dapat berubah sesuai kebutuhan berada pada kategori sedang (63.2%) (Tabel 16). Sekolah di kota (52.9%) dan pada tingkat SD (53.3%) kondisi pengaturan ruang kelas lebih rendah dibandingkan dengan sekolah di kota (42.9%) dan tingkat SMP (43.5%) (Lampiran 6). Pada tingkat sekolah dasar, hal ini dirasakan sekolah kurang perlu dilakukan, karena proses pembelajaran dan pengajarannya lebih sederhana dibandingkan di tingkat SMP. Rotasi pengaturan ruangan sebenarnya diperlukan karena dapat meningkatkan semangat siswa dan mengurangi rasa bosan ketika belajar yang pada akhirnya bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Institusi pendidikan harus memberi pelajar kesempatan untuk mencontoh pembelajaran dalam variasi model berbeda (Sallis 2008). Selain itu, siswa juga dapat diikut sertakan dalam pengaturan ruangan sehingga merangsang daya kreatif siswa.

Proses pembelajaran dan pengajaran sekolah termasuk pada kategori sedang (60.5%) (Tabel 17). Sekolah di kota lebih banyak berada pada kondisi buruk (23.5%) dibandingkan sekolah di luar kota (14.3%). Kondisi buruk tersebut lebih banyak dimiliki pada tingkat SD dibandingkan SMP (Lampiran 7). Semakin tinggi tingkatan sekolah, maka pembelajaran dan pengajaran yang dilakukan akan semakin rumit pula, oleh karena itu, wajar bila pembelajaran dan pengajaran di SMP lebih baik dibandingkan di SD.

Tabel 17 Sebaran kategori pembelajaran dan pengajaran di sekolah berdasarkan lokasi sekolah

Kategori Kota (n=17) Luar kota (n=21) Total (n=38)

% % %

Buruk 23.5 14.3 18.4

Sedang 52.9 66.7 60.5

Baik 23.5 19.0 21.1

Manajemen sekolah

Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pendidikan dengan memberikan kewenangan pengambilan keputusan kepada sekolah. Sekolah berhak menyelenggakan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatan pengendalian lebih besar bagi kepala sekolah, guru, orangtua dan murid atas proses pendidikan di sekolah mereka. Melalui keterlibatan guru, orangtua, dan anggota masyarakat MBS dipandang dapat menciptakan lingkungan belajar yang efektif bagi para murid.

Perencanaan sekolah tahunan berada pada kategori baik (71.1%) (Tabel 18). Baik sekolah di kota maupun di luar kota memiliki perencanaan yang baik

(15)

ketika sekolah menghadapi akhir tahun maupun awal tahun belajar. Transparansi berkaitan dengan keuangan sekolah berada pada kategori buruk (92.1%). Bila dibandingkan, sekolah di luar kota lebih buruk (95.2%) daripada sekolah di kota (88.2%). Manajemen keuangan dinilai merupakan masalah interen sekolah, jadi orangtua dinilai tidak perlu mengetahuinya. Dengan adanya subsidi dari pemerintah (BOS dan BOS buku), pemajangan manajemen keuangan diperlukan karena orangtua perlu mengetahui arus penggunaan dana tersebut. Hal ini juga memberikan kemudahan kepada sekolah ketika sekolah mengalami kekurangan dana dan membutuhkan bantuan dari orangtua.

Pemajangan profil sekolah berada pada kategori buruk (36.8%) dan sedang (36.8%). Kondisi baik lebih banyak berada pada sekolah di luar kota (28.6%) dibadingkan di kota (35.1%). Profil sekolah lebih banyak dipanjang pada ruang guru dan staf, bukan di halaman depan. Sementara itu, separuh (50.0%) sekolah termasuk kategori baik dalam pemajangan visi dan misi sekolah. Namun, sekolah di kota lebih baik (70.6%) dibandingkan dengan sekolah di luar kota (33.%). Ada beberapa sekolah di kota yang termasuk ke dalam sekolah unggulan. Persaingan dalam menarik minat siswa dan orangtua dilakukan dengan cara menunjukkan keunggulan sekolahnya dibandingkan sekolah lain. Salah satu caranya yaitu melalui pemajangan visi dan misi di bagian depan sekolah.

Pemajangan daftar penerimaan beasiswa berada pada kategori buruk (81.6%). Kondisi sekolah di kota (19.0%) lebih baik dibandingkan dengan sekolah di luar kota (5.9%). Beasiswa berkaitan dengan masalah ekonomi. Di daerah luar kota, keluarga yang pendapatan per kapitanya di bawah garis kemiskinan sangat dominan (Tabel 11). Oleh karena itu, apabila penerima beasiswa dipajang dikhawatirkan adanya kecemburuan sosial, karena beasiswa hanya diberikan kepada siswa-siswa tertentu. Manajemen data siswa termasuk baik (73.7%). Bahkan sekolah di kota tidak ada yang termasuk ke dalam kondisi buruk. Manajemen data siswa yang terpilah berdasarkan jenis kelamin juga berkategori baik (63.2%).

(16)

Tabel 18 Sebaran kondisi manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah Manajemen

sekolah

Kota (n=17) Luar Kota (n=21) Total (n=38)

1 2 3 1 2 3 1 2 3 % % % % % % % % % Perencanaan sekolah tahunan 5.9 23.5 70.6 4.8 23.8 71.4 5.3 23.7 71.1 Keuangan sekolah dipajang di tempat strategis 88.2 5.9 5.9 95.2 0.0 4.8 92.1 2.6 5.3 Profil sekolah dipajang di tempat strategis 35.3 41.2 23.5 38.1 33.3 28.6 36.8 36.8 26.3 Visi dan misi

sekolah dipajang di tempat strategis 11.8 17.6 70.6 33.3 33.3 33.3 23.7 26.3 50.0 Daftar penerima beasiswa anak miskin dipajang 82.4 11.8 5.9 81.0 0.0 19.0 81.6 5.3 13.2 Data siswa 0.0 29.4 70.6 4.8 19.0 76.2 2.6 23.7 73.7 Data siswa terpilah

jenis kelamin 29.4 5.9 64.7 23.8 14.3 61.9 26.3 10.5 63.2 Data guru dan

tenaga kerja

administrasi 23.5 17.6 58.8 14.3 23.8 61.9 18.4 21.1 60.5 Data guru dan

tenaga kerja administrasi terpilah jenis kelamin

52.9 11.8 35.3 47.6 14.3 38.1 50.0 13.2 36.8 Data komite sekolah 11.8 47.1 41.2 19.0 19.0 61.9 15.8 31.6 52.6 Data komite sekolah

terpilah jenis kelamin 76.5 0.0 23.5 76.2 4.8 19.0 76.3 2.6 21.1 Anggota komite sekolah 40 persen perempuan 76.5 17.6 5.9 71.4 19.0 9.5 73.7 18.4 7.9

Data pelatihan guru 17.6 52.9 29.4 28.6 23.8 47.6 23.7 36.8 39.5 Data pelatihan guru

terpilah jenis kelamin 70.6 11.8 17.6 76.2 14.3 9.5 73.7 13.2 13.2 Struktur organisasi sekolah dipajang di sekolah 17.6 29.4 52.9 23.8 38.1 38.1 21.1 34.2 44.7 Ada wakil kepala

sekolah 47.1 11.8 41.2 38.1 14.3 47.6 42.1 13.2 44.7 Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik

Kategori manajemen data guru dan tenaga kerja administrasi adalah baik (60.5%) (Tabel 18). Kondisi yang lebih baik berada pada sekolah di luar kota (61.9%) dibandingkan sekolah di kota (58.8%). Keadaan serupa juga terlihat pada aspek manajemen data guru dan tenaga kerja administrasi yang terpilah jenis kelamin, yaitu sekolah di luar kota (38.1%) lebih baik daripada sekolah di kota (35.3%). Walaupun secara umum, aspek ini separuhnya berada pada

(17)

kategori buruk (50.0%). Data komite sekolah berada pada kategori baik (52.6%), namun jika data tersebut terpilah jenis kelamin termasuk kategori buruk (76.3%). Buruknya pemilahan data komite sekolah berdasarkan jenis kelamin karena jumlah anggota komite sekolah masih didominasi laki-laki, hal ini tercermin pada pernyataan jumlah anggota komite sekolah 40.0 persen adalah wanita secara umum pada kategori buruk (73.7%). Namun, partisipasi perempuan menjadi anggota komite sekolah di luar kota (9.5%) lebih baik daripada di kota (5.9%). Hal ini diduga karena ibu di sekolah luar kota lebih banyak tidak bekerja dibandingkan ibu di sekolah kota (Tabel 9), sehingga waktu ibu di sekolah luar kota lebih fleksibel untuk melakukan pertemuan rutin anggota komite.

Proporsi terbanyak berkaitan dengan manajemen data pelatihan guru adalah pada kategori baik (39.5%). Namun bila dilihat berdasarkan lokasi, kondisi di sekolah luar kota lebih baik (47.6%) dibandingkan di sekolah kota (29.4%). Manajemen data pelatihan guru yang terpilah jenis kelamin sebanyak 73.7 persen termasuk kategori buruk dan kondisi di kota (17.6%) lebih baik daripada di luar kota (9.5%). Sementara itu, berkaitan dengan pemajangan struktur oarganisasi, hampir separuhnya (44.7%) berada pada kategori baik, dan kondisi lebih baik berada di sekolah kota (52.9%). Kepala sekolah idealnya dibantu oleh wakil kepala dalam mejalankan tugas. Pada aspek ini, sebanyak 44.7 persen sekolah termasuk ke dalam kategori baik. Keradaan wakil kepala sekolah di luar kota (47.6%) lebih baik dibandingkan di kota (41.2%) dan sekolah dasar lah yang lebih banyak tidak memiliki wakil sekolah (80.0%). Dalam menjalankan tugasnya, kepala sekolah berdiri sendiri, bahkan ada di beberapa sekolah, terutama sekolah SD kepala sekolah merangkap sebagai petugas administrasi dan kebersihan (Lampiran 8).

Kondisi manajemen sekolah secara umum termasuk kategori sedang (84.2%) (Tabel 19). Sekolah di kota (11.8%) persentase kategori buruk lebih besar dibandingkan dengan sekolah di luar kota (9.5%). Hal ini disebabkan oleh manajemen data sekolah di kota yang kurang baik. Sementara itu, untuk kategori baik, persentase sekolah di kota (5.9%) juga lebih besar dibandingkan dengan di luar kota (4.8%). Kondisi ini disebabkan sekolah di kota lebih transparan dalam memberikan informasi kepada siswa, orangtua dan masyarakat. Hal yang menarik adalah tidak ada sekolah SD yang termasuk ke dalam kategori baik (Lampiran 9). Mayoritas SD contoh termasuk pada kategori sedang (93.3%). Sementara itu, untuk tingkat SMP, walaupun persentase kategori buruk (13.0%)

(18)

lebih besar dibandingkan SD (6.7%), masih ada sekolah yang termasuk ke dalam kategori baik (8.7%) (Lampiran 9).

Tabel 19 Sebaran kategori manajemen sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Kota (n=17) Luar kota (n=21) Total (n=38)

% % %

Buruk 11.8 9.5 10.5

Sedang 82.4 85.7 84.2

Baik 5.9 4.8 5.3

Tata tertib

Tata tertib berkaitan dengan peraturan yang berlaku di setiap sekolah. Berdasarkan hasil pengamatan, pemajangan tata tertib di tempat yang strategis 39.5 persen termasuk kategori baik (Tabel 20). Persentase kategori baik untuk di kota (47.1%) lebih banyak dibandingkan di luar kota (33.3%). Pemajangan tata tertib bisa menjadi salah satu cara efektif dalam mensosialisasikan peraturan kepada siswa, guru, dan tenaga kerja sekolah. Tata tertib yang dipajang tidak bernuansakan hukuman fisik berada pada kategori baik. Namun, masih ada sekolah di kota, yaitu 5.9 persen yang memberlakukan hukuman fisik, yaitu sekolah di SMP (Lampiran 10). Ketika pengamatan berlangsung, tidak satupun sekolah contoh (0.0%) yang memperlihatkan nuansa kekerasan.

Tabel 20 Sebaran kondisi tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah Tata tertib

Kota (n=17) Luar Kota (n=21) Total (n=38)

1 2 3 1 2 3 1 2 3

% % % % % % % % %

Tata tertib di pajang di tempat

stategis 23.5 29.4 47.1 28.6 38.1 33.3 26.3 34.2 39.5 Tata tertib tidak

berupa berupa

hukuman fisik 5.9 0.0 94.1 0.0 4.8 95.2 2.6 2.6 94.7 Tidak ada nuansa

kekerasan 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 100.0 0.0 0.0 100.0

Keterangan: 1= Buruk, 2=Sedang, 3=Baik

Berdasarkan Tabel 21, sekolah contoh berada pada kategori baik dalam hal tata tertib dan tidak ada satupun yang termasuk kategori buruk. Kategori baik persentase untuk sekolah di kota (70.6%) lebih kecil dibandingkan sekolah di luar kota (71.4%), karena masih ada sekolah di kota yang menerapkan hukuman fisik sebagai sangsi kesalahan yang dilakukan siswa.

(19)

Tabel 21 Sebaran kategori tata tertib sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Kota (n=17) Luar kota (n=21) Total (n=38)

% % %

Buruk 0.0 0.0 0.0

Sedang 29.4 28.6 28.9

Baik 70.6 71.4 71.1

Secara umum, hasil pengamatan kepada kondisi sekolah, yaitu fasilitas fisik, pembelajaran dan pengajaran, manajemen sekolah dan tata tertib menunjukkan sekolah penelitian termasuk pada kategori sedang (62.7%) (Tabel 22). Fasilitas sekolah di kota (29.5%) lebih baik dibandingkan sekolah di luar kota (12.3%). Sementara itu fasilitas di SMP (33.8%) persentase kategori baik lebih besar dibandingkan di SD (5.2%) (Lampiran 12). Sekolah SMP di kota memiliki fasiltas yang lebih baik dibandingkan sekolah lainnya. Hal ini disebabkan karena sekolah tersebut merupakan sekolah unggulan tidak hanya di kecamatan, tetapi juga di kabupaten. Sekolah unggulan pada umumnya mendapatkan perhatian dan fasilitas lebih dari pemerintah dan lebih diutamakan dibandingkan sekolah lainnya dalam hal penyediaan sarana prasarana.

Tabel 22 Sebaran kondisi fasilitas sekolah berdasarkan lokasi sekolah Kategori Kota (n=17) Luar kota (n=21) Total (n=38)

% % %

Buruk 14.8 18.5 16.7

Sedang 55.7 69.2 62.7

Baik 29.5 12.3 20.6

Kepuasan Orangtua

Kepuasan yang Dilaporkan Langsung (Direct Reported Satisfaction)

Direct reported satisfaction yaitu kepuasan yang diukur dengan

menanyakan secara langsung tingkat kepuasan kepada orangtua berkaitan dengan sembilan atribut pelayanan pendidikan dasar. Berdasarkan Tabel 23, orangtua di SD merasa puas terhadap pelayanan pendidikan di sekolah berkaitan dengan proses pembelajaran (60.3%), kualitas pengajaran (55.2%) dan hasil dari proses pembelajaran (53.4%). Atribut pelayanan yang dirasakan cukup puas oleh orangtua adalah atribut kondisi sekolah yang nyaman (48.3%), sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya (48.3%), sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua (43.1%), kualitas fisik sekolah (43.1%), kesiapan alih tahun pelajaran (56.9%) dan ketersediaan biaya pendidikan

(20)

(51.7%) yaitu orangtua, harus menyiapkan dana pendidikan, seragam, sepatu, alat tulis, dan sebagainya yang berkaitan dengan keperluan pribadi.

Sementara itu, di tingkat SMP terdapat enam atribut yang dinilai puas oleh orangtua, yaitu atribut proses pembelajaran (55.9%), kualitas pengajaran (58.8%), hasil dari proses pembelajaran (51.5%), sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan lingkungannya (55.9%), sekolah dapat mendorong keterlibatan orangtua (60.3%) dan kualitas fisik sekolah (42.6%). Sementara itu, atribut pelayanan yang dinilai cukup puas oleh orangtua adalah kondisi sekolah yang nyaman (48.5%), kesiapan alih tahun pelajaran (51.5%) dan ketersediaan biaya pendidikan (45.6%).

Bila dilihat secara umum, persentase tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan di SMP lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kepuasan orangtua di SD. Lokasi SMP yang lebih banyak di kota menyebabkan sekolah SMP cenderung mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah.

Tabel 23 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan tingkat pendidikan contoh

Atribut SD (n=58) SMP (n=68) Tidak Puas Cukup Puas Puas Tidak Puas Cukup Puas Puas % % % % % % Proses pembelajaran 5.2 34.5 60.3 4.4 39.7 55.9 Kualitas pengajaran 8.6 36.2 55.2 4.4 36.8 58.8

Hasil dari proses

pembelajaran 13.8 32.8 53.4 7.4 41.2 51.5

Kondisi sekolah yang

nyaman 5.2 48.3 46.6 11.8 48.5 39.7

Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan di

lingkungannya 5.2 48.3 46.6 8.8 35.3 55.9

Sekolah dapat mendorong

keterlibatan orangtua 15.5 43.1 41.4 5.9 33.8 60.3 Kualitas fasilitas fisik 22.4 43.1 34.5 19.1 38.2 42.6 Kesiapan alih tahun

pelajaran 5.2 56.9 37.9 4.4 51.5 44.1

Ketersediaan biaya

sekolah 27.6 51.7 20.7 30.9 45.6 23.5

Tabel 24 menunjukkan bahwa orangtua di kota cenderung lebih puas dibandingkan dengan orangtua di luar kota. Hal ini sejalan dengan hasil pada Tabel 19. Atribut proses pembelajaran dinilai puas oleh orangtua di kota (47.5%) dan luar kota (67.7%), Kualitas pengajaran juga dinilai puas oleh orangtua di kota (57.4%) dan luar kota (56.9%). Orangtua merasa puas terhadap cara pengajaran yang dipakai oleh sekolah. Dalam memberikan pengajaran yang berkualitas

(21)

perlu didukung oleh pengajar yang berkompeten, sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut berdampak positif terhadap perkembangan anak. Kepuasan terhadap kualitas pengajaran berdampak kepada kepuasan terhadap hasil dari proses pembelajaran, 47.5 persen untuk orangtua di kota dan 56.9 persen untuk orangtua di luar kota.

Tabel 24 Sebaran tingkat kepuasan orangtua terhadap atribut pelayanan sekolah berdasarkan lokasi sekolah

Atribut

Kota (n=61) Luar Kota (n=65) Tidak Puas Cukup Puas Puas Tidak Puas Cukup Puas Puas % % % % % % Proses pembelajaran 6.6 45.9 47.5 3.1 29.2 67.7 Kualitas pengajaran 9.8 32.8 57.4 3.1 40.0 56.9

Hasil proses pembelajaran 4.9 47.5 47.5 15.4 27.7 56.9 Kondisi sekolah yang

nyaman 4.9 50.8 44.3 12.3 46.2 41.5

Sekolah dapat menjaga disiplin dan keamanan

lingkungannya 1.6 45.9 52.5 12.3 36.9 50.8

Sekolah dapat mendorong

keterlibatan orangtua 6.6 41.0 52.5 13.8 35.4 50.8

Kualitas fasilitas fisik 13.1 37.7 49.2 27.7 43.1 29.2 Kesiapan alih tahun

pelajaran 4.9 54.1 41.0 4.6 53.8 41.5

Ketersediaan biaya

sekolah 24.6 50.8 24.6 33.8 46.2 20.0

Atribut kondisi sekolah yang nyaman dirasakan cukup puas oleh orangtua, baik di kota (50.8%) maupun di luar kota (46.2%). Keamanan sekolah bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah, tetapi juga masyarakat, oleh karena itu, diperlukan kerjasama yang baik antara pihak sekolah dan masyarakat serta menjadikan sekolah adalah “milik bersama”. Kemampuan sekolah dalam menjaga disiplin dan keamanan sekolah dinilai puas dengan persentase 52.5 persen untuk kota dan 50.8 persen untuk luar kota. Selain itu, orangtua sebagai pengguna pelayanan pendidikan setelah anak perlu diberikan informasi berkaitan dengan perkembangan anaknya. Pemberian informasi ini tidak hanya dilakukan melalui RAPORT, tetapi juga pertemuan rutin antara pihak sekolah dan orangtua murid. Dalam hal ini orangtua di kota (52.5%) dan luar kota (50.8%) sudah merasa puas. Kualitas fisik sekolah dinilai puas oleh orangtua di kota (49.2%) dan cukup puas oleh orangtua di luar kota (43.1%). Kesiapan alih tahun dan ketersediaan biaya sekolah dinilai cukup puas oleh orangtua di kota (50.8%) dan di luar kota (46.2%). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 24.

(22)

Bila dibandingkan antara responden ayah dan ibu, tingkat kepuasan keduanya berada pada kategori puas, dengan 88.1 persen untuk ayah dan 91.3 persen untuk ibu (Tabel 25). Ibu cenderung lebih merasa puas dibandingkan ayah. Hal ini diduga karena metode pengukuran kepuasan bersifat subjektif sangat dipengaruhi oleh emosi seseorang. Ibu dalam menilai kepuasan subjektif, dirasakan lebih dipengaruhi oleh perasaannya dibandingkan (Troelstrup 1957). Tabel 25 Sebaran responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat kepuasan

Tingkat kepuasan Ayah Ibu

n % n %

Tidak Puas 15 11.9 11 8.7

Puas 111 88.1 115 91.3

Tingkat kepuasan orangtua berdasarkan tingkat pendidikan contoh menunjukkan bahwa ayah (84.5%) dan ibu (86.2%) di SD termasuk kategori puas. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh responden ayah (91.2%) dan ibu (95.6%) ditingkat SMP. Secara umum, responden ayah dan ibu di SMP lebih merasa puas dibandingkan dengan responden ayah dan ibu di SD (Tabel 26). Hal ini diduga karena pelayanan yang diberikan oleh SMP lebih baik dibandingkan dengan di SD. Bahkan ada sekolah SMP yang memberikan seragam olahraga gratis kepada siswanya.

Tabel 26 Sebaran tingkat kepuasan responden ayah dan ibu berdasarkan tingkat pendidikan contoh

Tingkat Kepuasan

SD SMP

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Tidak Puas 9 15.5 8 13.8 6 8.8 3 4.4

Puas 49 84.5 50 86.2 62 91.2 65 95.6

Berdasarkan lokasi sekolah, tingkat kepuasan responden ayah (93.4%) dan ibu (91.8%) di kota berada pada kategori puas (Tabel 27). Sementara itu, sekolah di luar kota baik responden ayah (83.1%) dan ibu (90.8%) juga berada pada kategori puas mayoritas berada pada kategori puas. Responden ayah dan ibu yang merasa tidak puas lebih banyak berada pada responden di luar kota. Hal ini sangat wajar karena harapan orangtua terhadap pendidikan anaknya tidak dapat dipenuhi oleh sekolah yang berada diluar kota. Selain itu, secara umum pelayanan di kota juga lebih baik dibandingkan di luar kota.

(23)

Tabel 27 Sebaran tingkat kepuasan responden berdasarkan lokasi sekolah Tingkat Kepuasan

Kota Luar Kota

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Tidak Puas 4 6.6 5 8.2 11 16.9 6 9.2

Puas 57 93.4 56 91.8 54 83.1 59 90.8

Hasil crosstab terhadap kepuasan ayah dan ibu menunjukkan bahwa terdapat 82.5 persen responden ayah dan ibu yang tingkat kepuasaannya sama-sama termasuk ke dalam kategori puas dan 3.2 persen yang sama-sama-sama-sama termasuk kategori tidak puas (Tabel 28). Sementara itu terdapat 8.7 persen responden ibu yang kepuasannya lebih tinggi dibandingkan ayah dan 5.6 persen ayah yang kepuasannya lebih tinggi dibandingkan ibu.

Tabel 28 Crosstab tingkat kepuasan ibu dengan kepuasan ayah Tingkat kepuasan

Ibu

Tidak Puas Puas

n % n %

Ayah Tidak Puas 4 3.2 11 8.7

Puas 7 5.6 104 82.5

Derived Satisfaction

Metode kedua yang digunakan dalam mengukur tingkat kepuasan orangtua terhadap pelayanan pendidikan dasar adalah derived satisfaction.

Derived satisfaction mengukur melalui besar harapan orangtua terhadap atribut

pelayanan pendidikan dasar dan besarnya kinerya yang mereka rasakan. Penghitungannya dilakukan dengan menggunakan rumus CSI (Costumer

Satisfaction Index). Skor hasil penghitungan diklasifikasikan menjadi tidak puas

(0.00 – 0.34), kurang puas (0.35 – 0.50), cukup puas (0.51 – 0.65), puas (0.66 – 0.80) dan sangat puas (0.81 – 0.10). Penilaian yang telah dilakukan terhadap 40 atribut pelayanan pendidikan dasar oleh orangtua menghasilkan skor 0.709. Hal ini berarti orangtua merasa puas terhadap pelayanan pendidikan dasar yang disediakan sekolah (Lampiran 13). Bila dilihat per individu, hampir tiga perempat responden ayah (71.4%) dan ibu (73.0%) merasa puas (Tabel 29).

Tabel 29 Sebaran responden berdasarkan indeks kepuasan (CSI)

Tingkat Kepuasan Ayah Ibu

n % n %

Tidak Puas 0 0.0 2 1.6

Cukup Puas 36 28.6 32 25.4

(24)

Secara umum, responden ayah dan ibu baik di SD dan SMP termasuk ke dalam kategori puas (Tabel 30). Hasil penghitungan tingkat kepuasan ayah dan ibu di SD menunjukkan nilai yang sama, yaitu ibu dan ayah yang merasa cukup puas sebanyak 25.9 persen dan puas 74.1 persen. Sementara itu, di SMP ibu lebih banyak berada pada kategori puas (72.1%) dibandingkan ayah (69.1%). Tabel 30 Sebaran kepuasan responden (CSI) berdasarkan tingkat pendidikan

contoh Tingkat Kepuasan

SD SMP

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Tidak Puas 0 0.0 0 0.0 0 0.0 2 2.9

Cukup Puas 15 25.9 15 25.9 21 30.9 17 25.0

Puas 43 74.1 43 74.1 47 69.1 49 72.1

Berdasarkan lokasi sekolah, responden ayah dan ibu di kota maupun di luar kota berada pada kategori puas (Tabel 31). Tingkat kepuasan ayah (73.8%) dan ibu (75.4%) di kota lebih banyak dibandingkan dengan tingkat kepuasan ayah (69.2%) dan ibu (70.8%) di luar kota. Hal ini diduga karena kinerja pelayanan sekolah di kota lebih baik dibandingkan dengan fasilitas yang ada di sekolah luar kota.

Tabel 31 Sebaran kepuasan respoden (CSI) berdasarkan lokasi sekolah Tingkat Kepuasan

Kota Luar Kota

Ayah Ibu Ayah Ibu

n % n % n % n %

Tidak Puas 0 0.0 1 1.6 0 0.0 1 1.5

Cukup Puas 16 26.2 14 23.0 20 30.8 18 27.7

Puas 45 73.8 46 75.4 45 69.2 46 70.8

Sementara itu, bila crosstab antara indeks kepuasan ayah dan ibu secara umum menunjukkan kekonsistenan diantara keduanya. Ayah dan ibu yang sama-sama puas terhadap pelayanan pendiidkan dasar adalah sebesar (61.1%). Sementara itu, ayah dan ibu yang sama-sama termasuk ke dalam kategori cukup puas adalah sebanyak 15.1 persen (Tabel 32). Persentase ini lebih baik jika dibandingkan dengan hasil crosstab pada kepuasan yang dilaporkan langsung (Tabel 28).

(25)

Tabel 32 Crosstab indeks kepuasan ibu dengan indeks kepuasan ayah Tingkat Kepuasan

Ibu

Tidak Puas Cukup Puas Puas

n % n % n %

Ayah Tidak Puas 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Cukup Puas 2 1.6 19 15.1 15 11.9

Puas 0 0.0 13 10.3 77 61.1

Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja (Importance and Performance Analysis)

IPA (Importance Performance Analysis) atau analisis kepentingan dan kinerja adalah alat yang digunakan untuk mengukur seberapa baik kinerja atribut dan seberapa penting atribut tersebut bagi responden. Kuadran A merupakan atribut yang diprioritaskan oleh orangtua, namun pada kenyataannya kinerjanya masih dibawah standar, sehingga perlu segera untuk diperbaiki. Kuadran B adalah atribut yang diprioritaskan oleh orangtua dan kinerjanya sudah baik, dalam hal ini sekolah perlu mempertahankannya untuk menjaga kualitas pelayanan. Atribut pada Kuadran C merupakan atribut yang dinilai kurang penting keberadaannya, namun pada kenyataannya kinerja atribut tersebut baik. Oleh karena itu, atribut pada Kuadran C sebaiknya dikurangi atau bahkan dihilangkan untuk efesiensi dan efektifitas kinerja. Sementara itu, Kuadran D menunjukkan atribut yang kinerjanya rendah, namun tidak menjadi prioritas untuk ditingkatkan atau diperbaiki karena orangtua menganggap atribut yang ada di Kuadran D tidak terlalu penting.

Analisis kepentingan dan kinerja atribut sekolah dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan tingkat pendidikan (SD dan SMP) dan berdasarkan lokasi sekolah (kota dan luar kota). Tujuannya adalah untuk mengetahui adakah perbedaan tingkat kepentingan dan kinerja bila antara SD dan SMP serta kota dan luar kota, sehingga berdampak pada kebijakan berdasarkan tiga pilar pendidikan.

Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Garis batas kepentingan yang digunakan adalah 4.531 (SD) dan 4.514 (SMP). Garis batas kepentingan diketahui dengan cara mencari rata-rata dari seluruh atribut kepentingan yang diukur. Sementara itu, untuk kinerja garis batas yang digunakan adalah 3.547 (SD) dan 3.552 (SMP). Garis batas kinerja juga diketahui berdasarkan rata-rata seluruh atribut kinerja yang diukur.

(26)

1. Kuadran A

Atribut pelayanan di SD dan SMP yang perlu diperbaiki adalah ketersediaan toilet siswa, kondisi meja serta bangku sekolah, keberadaan dan kondisi perpustakaan, kontribusi dana BOS dan BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga dapat mengurangi beban orangtua (Gambar 7 dan 8). Di sekolah dasar, kinerja berkaitan dengan pemberian informasi mengenai perkembangan anak kepada orangtua juga perlu diperbaiki. Sementara itu, di tingkat SMP, orangtua berharap sekolah dapat meningkatkan kinerjanya dalam memelihara bangunan dan halaman sekolah.

2. Kuadran B

Atribut pelayanan di SD dan SMP yang menurut orangtua di kinerjanya sudah baik berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang menarik, pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan umum siswa, guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi, guru memberikan pertolongan dan dukungan kepada siswa, guru berpendidikan S1, pengajaran berdampak pada meningkatnya kemampuan dasar siswa, sekolah memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal, berkembangnya karakter siswa yang baik, anak selalu senang datang ke sekolah, anak dijaga dan diperlakukan sama, talenta anak berkembang secara optimal, sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin, semua siswa diperlakuakn secara fair, guru tidak memukul siswa, guru bertindak cepat jika ada masalah muncul, orangtua merasa diterima di sekolah, orangtua diberikan informasi berguna saat pertemuan orangtua-guru, ruang kelas yang rapi dan kesiapan siswa belajar pada tahun ajaran baru. Perbedaan kinerja terdapat pada atribut orangtua selalu diinformasikan mengenai perkembangan anak (SMP sudah baik) dan pemeliharaan bangunan dan halaman sekolah (SD sudah baik).

(27)

Kinerja 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8 K e pen tin gan 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 2120 18 19 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 3. Kuadran C

Baik di SD maupun SMP tidak ada atribut yang dinilai kurang penting oleh orangtua namun kinerjanya berlebihan.

4. Kuadran D

Atribut pelayanan di SD dan SMP yang termasuk dalam Kuadran D adalah pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah, ketersediaan peralatan olahraga, tersedianya lapangan olahraga, besarnya biaya yang ditanggung oleh orangtua, orangtua mengeluarkan biaya transport, orangtua mengeluarkan biaya buku-buku, biaya Lembar Kerja Siswa (LKS), orangtua mengeluarkan biaya peralatan sekolah, orangtua mengeluarkan biaya seragam dan uang saku. Atribut Kuadran D mayoritas berkaitan dengan permasalahan biaya pendidikan. Orangtua memiliki persepsi bahwa biaya pendidikan seluruhnya merupakan tanggung jawab pemerintah (Tabel 12), baik biaya yang berkaitan dengan operasional sekolah maupun biaya pribadi. Hal ini mengindikasikan bahwa kesadaran orangtua akan tanggung jawabnya untuk mengeluarkan biaya pendidikan pribadi (peralatan sekolah, uang saku) masih kurang. Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin

Gambar 6 Analisis tingkat kepentingan dan kinerja di sekolah dasar. Kuadran A

Kuadran D Kuadran C

(28)

tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7 sampai 15 tahun (pendidikan dasar) (pasal 11 ayat 2). Sementara itu, Peraturan Pemerintah RI No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan pasal 47 menyatakan bahwa peserta didik, orangtua dan atau wali peserta didik bertanggung jawab atas biaya pribadi peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa beban biaya pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi masyarakat (orangtua) harus berkontribusi terhadap biaya pendidikan pribadi.

Kinerja 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8 K epent ingan 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 40 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 3 2 1

Analisis Tingkat Kepentingan dan Kinerja Berdasarkan Lokasi Sekolah Garis batas kepentingan yang digunakan adalah 4.562 (kota) dan 4.448 (luar kota). Garis batas kepentingan untuk sekolah di kota lebih besar dibandingkan dengan luar kota. Secara umum menunjukkan bahwa ekspektasi orangtua terhadap pendidikan di kota lebih tinggi dibandingkan dengan orangtua yang tinggal di luar kota. Sementara itu, untuk kinerja garis batas yang digunakan adalah 3.612 (kota) dan 3.492 (luar kota). Kualitas fasilitas di kota cenderung lebih baik dibandingkan dengan di luar kota. Hal ini sangat wajar karena sekolah yang ada di kota cenderung mendapatkan perhatian lebih

Kuadran A

Kuadran D Kuadran C

Kuadran B

(29)

dibandingkan dengan sekolah yang di luar kota. Sekolah di kota juga lebih mudah mendapatkan akses dalam meningkatkan fasilitas pendidikan, seperti kemudahan mendapatkan media pembelajaran (komputer, alat lab, dan lain-lain). 1. Kuadran A

Sekolah di kota dan di luar kota menurut orangtua yang perlu diperbaiki berkaitan dengan ketersediaan toilet siswa, kondisi meja serta bangku sekolah, keberadaan dan kondisi perpustakaan, kontribusi dana BOS dan BOS buku terhadap total biaya pendidikan sehingga dapat mengurangi beban orangtua. Bila dibandingkan, atribut ini konsisten dengan atribut yang berada di Kuadran A berdasarkan tingkat sekolah, artinya secara keseluruhan orangtua menilai bahwa fasilitas tersebut mendesak untuk diperbaiki. Karena jika tidak, hal ini kemungkinan akan menurunkan kepuasan orangtua terhadap sekolah contoh. Sementara itu, bangunan dan halaman di sekolah luar kota dinilai juga perlu diperbaiki.

2. Kuadran B

Atribut pelayanan di SD dan SMP yang menurut orangtua di kinerjanya sudah baik berkaitan dengan aktivitas pembelajaran yang menarik, pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan umum siswa, guru mengajar dengan baik dan semangat tinggi, guru memberikan pertolongan dan dukungan kepada siswa, guru berpendidikan S1, pengajaran berdampak pada meningkatnya kemampuan dasar siswa, sekolah memfasilitasi dan memotivasi belajar siswa dengan maksimal, berkembangnya karakter siswa yang baik, anak selalu senang datang ke sekolah, anak dijaga dan diperlakukan sama, talenta anak berkembang secara optimal, sekolah adalah tempat yang aman untuk belajar, siswa menunjukkan perilaku yang sangat baik dan disiplin, semua siswa diperlakukan secara fair, guru bertindak cepat, jika ada masalah muncul, orangtua merasa diterima di sekolah, orangtua diberikan informasi berguna saat pertemuan orangtua-guru, ruang kelas yang rapi dan kesiapan siswa belajar pada tahun ajaran baru. Orangtua di kota menilai bahwa dalam menerapkan hukuman, guru tidak memukul siswa. Hal ini berbeda dengan orangtua di luar kota.

3. Kuadran C

Atribut yang teradapat di Kuadran C hanya satu dan itu berada pada sekolah di luar kota. Atribut yang dimaksud adalah guru tidak memukul siswa. Orangtua di luar kota menilai bahwa sekolah di luar kota dalam menghukum

(30)

siswa suka menggunakan hukuman fisik. Padahal orangtua berpendapat bahwa dalam memberikan sangsi kepada anak tidak perlu dilakukan dengan hukumna fisik, kerena kurang mendidik. Oleh karena itu, orangtua berharap kebiasaan guru memukul siswa untuk dihilangkan.

Kinerja 4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8 Ke p e n tin g a n 5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 181617 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 3 2 1 4. Kuadran D

Atribut pelayanan pihak sekolah dapat memotivasi partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungan sekolah, ketersediaan peralatan olahraga, tersedianya lapangan olahraga, besarnya biaya yang ditanggung oleh orangtua, orangtua mengeluarkan biaya transport, orangtua mengeluarkan biaya buku-buku, Lembar Kerja Siswa (LKS), orangtua mengeluarkan biaya peralatan sekolah, orangtua mengeluarkan biaya seragam dan uang saku. Atribut-atribut ini sama seperti atribut di Kuadran D berdasarkan tingkat pendidikan. Baik orangtua di kota maupun diluar kota berpendapat bahwa semua biaya pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah, walaupun jika dilihat dari segi pendapatan orangtua di kota lebih baik dibandingkan dengan orangtua di luar kota.

Kuadran A

Kuadran C Kuadran D

Kuadran B

(31)

Kinerja

4.2 4.0 3.8 3.6 3.4 3.2 3.0 2.8

K

epent

in

gan

5.0 4.8 4.6 4.4 4.2 4.0 3.8 40 3938 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 1514 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Orangtua Terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar

Kepuasan atau ketidakpuasan merupakan hasil evaluasi orangtua terhadap jasa pelayanan pendidikan yang dirasakan baik secara langsung dan tidak langsung. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan secara langsung oleh orangtua berkaitan dengan kondisi fasilitas fisik dan sekolah memberikan informasi mengenai perkembangan anak. Secara tidak langsung, orangtua dapat merasakan puas atau tidak puas dengan mengevaluasi hasil pembelajaran di sekolah terhadap perkembangan kemampuan anaknya.

Kepuasan dan ketidakpuasan adalah respon emosional dan selama proses pembentukkan dipengaruhi oleh karakteristik produk, faktor promosi, karakteristik pelanggan, faktor lainnya dan faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap kinerja produk (Mowen dan Minor 1998). Pada penelitian ini, karakteristik responden dan karakteristik produk. Karakteristik responden terdiri

Kuadran A

Kuadran C Kuadran D

Kuadran B

(32)

dari lokasi tempat tinggal, umur ayah dan ibu, lama pendidikan ayah dan ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan (dalam juta) dan persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar. Sementara itu, karakteristik produk berkaitan dengan sarana dan prasarana sekolah. Uji korelasi Pearson (Lampiran 15) menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara umur ayah dan umur ibu, lama pendidikan ayah dan ibu serta penilaian kinerja pelayanan pendidikan ayah dan ibu (multikolinierity), sehingga dipilih umur ayah, lama pendidikan ayah dan penilaian kinerja pelayanan pendidikan ayah sebagai variabel yang akan digunakan pada uji regresi logistik (Lampiran 16). Pemilihan ini dilakukan dengan pertimbangan ayah sebagai kepala keluarga memiliki peran sebagai pengambil keputusan utama dalam keluarga. Begitu pula dalam hal memilih pendidikan, ayah lebih dominan menentukan pemilihan sekolah bagi anggota keluarganya. Analisis regresi logistik terhadap kepuasan orangtua dilakukan berdasarkan indikator CSI dan direct reported satisfaction.

Variabel lokasi tempat tinggal (X1), jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), lama pendidikan ayah (X4), pendapatan (X5), persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6) dan kondisi sekolah (X7) menjelaskan sebesar 20.3 persen kepuasan orangtua (indikator CSI) terhadap pelayanan pendidikan dasar (Tabel 33). Jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap nilai CSI. Semakin kecil jumlah anggota keluarga, maka orangtua berpeluang 0.802 kali lebih puas dibandingkan dengan orangtua yang jumlah keluarganya semakin besar. Hasil penelitian Mason dan Himes diacu dalam Warland et al. (1972) menunjukkan bahwa pelanggan yang merasa tidak puas terhadap pembelian peralatan adalah keluarga yang jumlah anggotanya banyak (Iager households), karena besarnya keluarga berhubungan dengan jumlah pengeluaran keluarga. Semakin banyak anggota keluarga, maka beban pengeluarannya cenderung semakin besar.

Umur ayah berpengaruh terhadap kepuasan orangtua. Semakin tua umur ayah, maka orangtua berpeluang 1.050 kali lebih puas dibandingkan dengan umur ayah yang lebih muda (Tabel 33). Ayah yang usianya lebih muda memiliki ekspektasi yang lebih tinggi terhadap kinerja produk dibandingkan ayah yang usianya tua. Selain itu, umur yang lebih muda lebih berpikir kritis terhadap suatu hal (Barksdale dan Darden diacu dalam Warland et al 1972). Penelitian Liefeld

(33)

yang menyampaikan ketidakpuasannya melalui surat berasal dari kelompok usia dewasa madya.

Tabel 33 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan orangtua (CSI dan Direct reported satisfaction)

Variabel CSI (Y1)

Direct reported

satisfaction (Y2) satisfaction (Y2) Direct reported B Exp(B) B Exp(B) B Exp(B)

Konstanta -3.112 -22.361 -19.265 Lokasi tempat tinggal (X1) -0.004 0.996 0.364 1.439 0.210 1.234 Jumlah anggota keluarga (X2) -0.220** 0.802 0.622* 1.863 0.472 1.603 Umur ayah (X3) 0.049* 1.050 0.120 1.127 0.102 1.109 Lama pendidikan ayah (X4) 0.001 1.001 0.527** 1.694 0.446** 1.552 Pendapatan (X5) 0.441 1.554 0.442 1.555 0.635 1.887 Persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6) -0.193 0.825 -0.023 0.977 0.005 1.005 Kondisi sekolah (X7) 0.060** 1.062 0.001 1.001 0.008 1.008 Penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar (X8) - - 0.099** 1.104 - -

Skor CSI (Y1) - - - - 0.171** 1.186

R2 20.3 44.9 44.1

Ket: * p<0.1 ** p<0.05

Karakteristik produk yang diwakili oleh variabel kondisi fasilitas fisik sekolah berpengaruh terhadap kepuasan orangtua. Semakin baik kondisi fasilitas fisiknya maka orangtua berpeluang lebih puas 1.062 kali dibandingkan dengan semakin buruknya fasilitas fisik sekolah (Tabel 33). Pada dasarnya, setiap orangtua menginginkan sekolah memiliki fasilitas yang baik sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan lancar.

Pendidikan ayah tidak berpengruh secara nyata terhadap kepuasan orangtua, namun terdapat kecenderungan yaitu semakin tinggi pendidikan ayah maka orangtua akan semakin tidak puas. Pendidikan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu (Sumarwan 2003). Walapun tidak berpengaruh nyata terhadap kepuasan, orangtua yang memiliki persepsi tinggi terhadap pendidikan maka cenderung lebih tidak puas dibandingkan dengan orangtua yang persepsinya rendah terhadap pentingnya pendidikan.

(34)

Pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua. Namun ada kecendrungan dimana orangtua semakin tinggi pendapatannya maka akan semakin puas. Hal ini sesuai dengan penelitian Pattinasary (2008) berkaitan dengan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan dan kesehatan, yaitu responden yang lebih kaya akan merasa lebih puas terhadap pelayanan pendidikan. Pengadaan dana BOS dan BOS buku oleh pemerintah bertujuan untuk mengurangi beban keluarga, terutama yang berasal dari keluarga menengah ke bawah, namun pada kenyataannya belum sepenuhnya dapat mengurangi beban orangtua, karena pada dasarnya beban terbesar biaya pendidikan bukan terletak pada iuran sekolah/ buku, melainkan pada besarnya uang saku dan transport yang harus dikeluarkan orangtua setiap hari yaitu sebesar 62.75 persen dari total pengeluaran pendidikan per tahun (Puspitawati

et al. 2009). Sementara itu, pengeluaran pendidikan untuk biaya sekolah (biaya

unag pangkal, iuran komita, dan biaya lainnya) hanya sebesar 7.45 persen dari total pengeluaran pendidikan per tahun. Dalam memprediksi tingkat kepuasan orangtua, model regresi pertama ini memiliki ketepatan sebesar 77.8 persen (Lampiran 16).

Analisis regresi logistik kedua menunjukkan bahwa variabel lokasi tempat tinggal (X1), jumlah anggota keluarga (X2), umur ayah (X3), lama pendidikan ayah (X4), pendapatan (X5), persepsi terhadap kepentingan pendidikan dasar (X6), kondisi sekolah (X7) dan penilaian ayah terhadap kinerja pelayanan pendidikan dasar (X8) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan subjektif orangtua atau direct reported satisfaction (Y2) sebesar 44.9 persen (Tabel 33). Sama halnya dengan analisis regresi pertama, jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata terhadap tingkat kepuasan orangtua. Selain itu, lama pendidikan ayah juga berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua, semakin tinggi pendidikan ayah maka orangtua berpeluang 1.694 kali lebih puas dibandingkan semakin rendahnya pendidikan ayah. Loudon dan Bitte (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan konsumen, maka konsumen akan cenderung lebih memperhatikan dan peduli terhadap kualitas, pengemasan dan, iklan produk yang akan dibelinya. Ayah yang berpendidikan tinggi akan berpikir lebih teliti sebelum memutuskan sekolah yang akan dipilih untuk anaknya.

Kinerja pelayanan pendidikan yang dinilai oleh responden ayah merupakan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kepuasan orangtua. Semakin baik ayah menilai kinerja pelayanan pendidikan di sekolah, maka

Gambar

Tabel 4 Indentifikasi karakteristik sekolah berdasarkan kecamatan  Kecamatan  Indramayu  Kecamatan Sindang  Kecamatan  Karangampel  Kecamatan  Kandanghaur  MI Jumlah  sekolah  5 2  3  2  Jumlah  siswa  728 759 614 467  Jumlah  guru  44 41  30  33  SD Jumla
Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik contoh
Tabel 6 Sebaran responden berdasarkan lokasi tempat tinggal
Tabel 7 Sebaran responden berdasarkan umur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi yang digunakan pada Koperasi Swadharma sudah mulai mendukung bisnis yang berjalan, hanya saja dalam menentukan teknologi yang digunakan tersebut belum ada

strategis, citra hasil hortikultura yang baik dan organisasi petani yang terstruktur. Dari sumber daya internal yang dimiliki oleh Desa Citapen, teridentifikasi lima

9 Pada awal dibukanya pesantren ini, hanya memiliki kurang lebih 35 santri seperti yang dijelaskan oleh Bapak Didik Nurhadi (39 tahun) selaku staf YPM dan angkatan pertama

pemerintahan masih berbasis perijinan dan pengawasan – komitmen daerah untuk membangun KPH belum optimal. • Tidak cukup tersedia SDM profesional di KPH • Tidak cukup SDM kehutanan

Secara lokal dapat dilakukan dengan kumur – kumur larutan flour, menyikat gigi dengan pasta gigi, memoles gigi dengan pasta gigi prophylaxis yang mengandung flour dan

Berdasarkan uji Duncan, disimpulkan bahwa Eichhornia crassipes solm merupakan tanaman eceng paling efektif yang memiliki kemampuan paling tinggi dalam menyerap logam

menurut pendapat mereka tangis itu merupakan ekspresi ketakutan dan keinginan akan regresi. Pada waktu anak masih dalam kandungan, ia berada didalam keadaan yang serba sempurna,

Berdasarkan analisis data perbanding- an nilai pemahaman konsep perlawanan pen- jajahan pada pratindakan, siklus I dan II dapat disimpulkan bahwa dengan peng- gunaan