• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dimana permasalahan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk indonesia adalah Pertumbuhan penduduk perkotaan yang berdampak terhadap peningkatan permintaan akan rumah dan permasalahan permukiman penduduk dengan terbatasnya lahan perkotaan. Salah satu alternatif untuk memecahkan kebutuhan rumah di lahan perkotaan yang terbatas adalah dengan mengembangkan model hunian secara vertikal berupa bangunan rumah susun untuk masyarakat ekonomi menengah ke bawah dengan sistem sewa. Untuk memenuhi kebutuhan pokok akan rumah tinggal yang sangat meningkat, khususnya pada daerah-daerah perkotaan dan daerah-daerah industri, Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) menjadi alternatif dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal.

Pembangunan Rusunawa saat ini merupakan program pemerintah yang dilaksanakan oleh Departemen Pekerjaan Umum untuk mengatasi kawasan kumuh perkotaan dan untuk penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai resapan air dalam rangka menanggulangi banjir. Adapun pembangunan pasar untuk pedagang yang sebelumnya kondisinya sudah rusak parah.

Pada kawasan Pasar Sentra Kaki Lima Kelurahan Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat akan dibangun rumah susun sederhana sewa untuk warga korban banjir di daerah pasar lokasi binaan Rawa Buaya, dimana konsep awal rusunawa ini adalah terdapat pasar tradisional pada rusun ini untuk para pedagang binaan yang sebelumnya sudah berjualan di lokasi itu, tutur Guberner DKI Jakarta Joko Widodo, Kamis, 16 Januari 2014 (http://us.metro.news.viva.co.id/).

Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta Yonathan Pasodong mengatakan, Rusunawa Rawa Buaya akan dibangun lima tower di atas lahan 1,7 hektar milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Rawa Buaya, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat. Menurut Yonathan, masing-masing tower akan terdiri dari 16 lantai dengan lantai 1-3 dari 2 blok dialokasikan untuk pasar. "Tahun ini dibangun dua tower dulu," jelas dia yang mendampingi Jokowi. Kamis, 16 Januari 2014 (http://www.republika.co.id/).

(2)

Gambar 1.1 Pasar Lokbin Rawa Buaya Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 1.2 Permukiman Kumuh Rawa Buaya Sumber : Dokumentasi Pribadi

Gambar 1.3 Kondisi Pasar Lokbin Rawa Buaya Sumber : Dokumentasi Pribadi 1.2 Latar Belakang Pemilihan Topik dan Tema

Menurut UN Documents dalam “The Habitat Agentda : Chapter IV : C. Sustainable Human Settlements Development In An Urbanizing World” tentang “Sustainable Energy Use”, penggunaan energi sangat penting di pusat-pusat perkotaan untuk transportasi, produksi industri, dan kegiatan rumah tangga dan kantor. Ketergantungan saat di sebagian besar pusat kota pada sumber energi non-terbarukan dapat menyebabkan perubahan iklim, polusi udara dan masalah akibat lingkungan dan kesehatan manusia, dan mungkin merupakan ancaman serius bagi

(3)

dapat ditingkatkan dengan mendorong efisiensi energi, dengan cara seperti kebijakan harga, penggantian bahan bakar, energi alternatif, angkutan massal dan kesadaran publik. Pemukiman manusia dan kebijakan energi harus aktif dikoordinasikan.

Jakarta terletak lebih kurang pada posisi 6°LS dan 107°BT. Posisi geografis tersebut menunjukkan bahwa Indonesia dan Jakarta terletak sangat dekat (di sekitar) garis khatulistiwa yang beriklim ekternal tropis lembab, dengan temperatur berkisar antara 30-33°C, hampir tidak ada perbedaan temperatur harian dan tahunan. Kelembaban sepanjang tahun yang cukup tinggi, antara 80% - 90%. Curah hujan (sangat) tinggi antara bulan Desember - Januari. Suhu rata-rata di Jakarta 31°C dan mencapai 35°C pada kondisi tertentu. Kondisi ini kurang menguntungkan bagi manusia dalam melakukan aktifitasnya sebab produktifitas kerja manusia cenderung menurun atau rendah pada kondisi udara yang tidak nyaman seperti halnya terlalu dingin atau terlalu panas. Suhu nyaman termal untuk orang Indonesia berada pada rentang suhu 22,8°C - 25,8°C dengan kelembaban 70%. Langkah yang paling mudah untuk mengakomodasi kenyamanan tersebut adalah dengan melakukan pengkondisian secara mekanis (penggunaan AC) di dalam bangunan yang berdampak pada bertambahnya penggunaan energi (listrik).

Menurut Tri Harso Karyono (2010), bangunan merupakan salah satu sektor dominan yang menghasilkan emisi CO2 terbanyak ke atmosfer. Untuk itu diperlukan suatu gerakan dalam arsitektur untuk membatasi emisi CO2 yang dihasilkan bangunan. Arsitektur hijau merupakan salah satu gerakan yang mencoba ke arah itu, membantu meminimalkan emisi CO2 yang ditimbulkan bangunan.

Menurut Undang-Undang tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002 terdiri dari bangunan umum dan bangunan perumahan. Sebagian besar emisi CO2 dihasilkan dari kegiatan domestik 27%, sehingga karya arsitektur harus seminimal mungkin menggunakan sumber daya alam dan menimbulkan dampak negatif sekecil mungkin terhadap dimana manusia hidup. Emisi CO2 yang mempengaruhi oleh desain secara langsung adalah aspek kenyamanan termal, dimana untuk mendapatkan rasa nyaman pada suatu bangunan dapat dilakukan dengan pendekatan aktif dan pasif desain. Sebuah desain yang baik bila kenyamanan tersebut dicapai melalui pendekatan desain pasif (passive design) bukan desain aktif (active design).

(4)

1.3 Masalah/Isu Pokok

Penghasil emisi CO2 pada bangunan sebagian besar bersumber dari domestik, sehingga upaya menurunkan emisi CO2 sangat efektif bila dilakukan pada bangunan. Pentingnya kenyamanan termal pada rumah susun yang penghuninya merupakan masyarakat menengah ke bawah. Dikarenakan jika kenyamanan termal dalam ruangan kurang, langkah tercepat untuk mengakomodasi kenyamanan tersebut adalah menggunakan desain aktif (penggunaan AC) yang berdampak bertambahnya konsumsi energi listrik dan membutuhkan perawatan serta biaya yang besar.

1.4 Rumusan Masalah

Bagaimana menciptakan kenyamanan termal pada rumah susun di Rawa Buaya, Jakarta Barat dengan perancangan pasif ?

1.5 Tujuan Penelitian

Merancang rumah susun di Rawa Buaya dengan perancangan pasif demi tercapainya kenyamanan termal.

1.6 Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah suhu, kelembaban, dan kecepatan udara dalam ruang yang menunjang kondisi termal pengguna ruang. Dengan memperhatikan luas bukaan dan penahan panas matahari, serta suhu, kelembaban, kecepatan udara, penulis menganalisa bagaimana rancangan bukaan yang optimal untuk penghematan energi dalam bangunan rusunawa di Rawa buaya. Dalam perencanaan pembangunan rusunawa yang berbasis arsitektur hemat energi, penulis memfokuskan pada penghematan energi yang terjadi pada bangunan ini. Penulis tidak membahas tentang kenyamanan fisik pengguna bangunan secara ruang (spatial comfort), pencahayaan (visual comfort), suara/bunyi (auditory comfort), dan penciuman (olfactual comfort).

1.7 Tinjauan Pustaka

Menurut penelitian Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing, Tri Harso Karyono (2012), mengatakan bahwa faktor-faktor desain yang mempengaruhi kenyamanan termal dan berpeluang menghasilkan emisi CO2 adalah orientasi bangunan, posisi unit hunian dan tipe bangunan. Jenis bangunannya berdasarkan pola sirkulasi ada 3

(5)

sirkulasi linear dua sisi layanan dan BSL (Block Single Loaded) dengan sirkulasi linear satu sisi layanan.

Gambar 1.4 Tipe Bangunan Berdasarkan Pola Sirkulasi

Sumber : Arief Sabaruddin, Rumiati R. Tobing, Tri Harso Karyono (2012)

Menurut penelitian Hedy C. Indrani, bahwa keberadaan ventilasi alam pada hunian lingkungan tropis lembab sangat penting bagi kesehatan. Persyaratan ventilasi alam dinyatakan dalam bentuk air change rate (ACH) berupa ketersediaan udara segar, sirkulasi udara yang baik, pengeluaran panas, dan gas yang tidak diinginkan di dalam ruang. Kecepatan angin bermanfaat mempercepat proses evaporative cooling, sehingga sangat berperan dalam menciptakan kenyamanan termal ruang dalam. Kondisi angin setempat mempengaruhi lingkungan penghawaan suatu bangunan, sehingga mungkin timbul permasalahan dalam memprediksi kondisi ventilasi alami dan kenyamanan termal pada hunian rumah susun, utamanya luasan dan orientasi bukaan yang tidak tegak lurus aliran angin. Parameter ventilasi yang akan diamati yaitu air flow rate dan air change Hour (ACH) yang didapatkan dari simulasi dengan menggunakan perangkat lunak AILOS. Hasil menunjukkan bahwa jika orientasi bukaan berada pada wilayah wind shadow maka ruang dalam tidak menerima angin, yang terjadi justru mendapat tekanan hisapan. Desain bukaan perlu memperhatikan luasan inlet dan outlet karena apabila ACH tidak mengalami kenaikan berarti, maka kecepatan angin internal menjadi rendah dan kenyamanan termal tidak terpenuhi.

Menurut Tri Harso Karyono (2012), faktor tipe bangunan, orientasi bangunan dan posisi unit hunian merupakan faktor yang berpengaruh terhadap desain dengan bobot 13,2%, dimana 90,9% dipengaruhi oleh tipe bangunan, 8,3% oleh orientasi bangunan dan 0,075% oleh posisi unit hunian. Sehingga faktor dominan yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal pada rumah susun adalah tipe bangunan selanjutnya orientasi bangunan serta interaksi antara orientasi dan tipe bangunan. Sedangkan posisi unit hunian hampir tidak berpengaruh besar terhadap kenyamanan termal.

(6)

Menurut Novan H. Toisi dan Kussoy Wailan John (2012) menyatakan bahwa pengaruh luas bukaan ventilasi terhadap penghawaan alami pada kenyamanan termal pada rumah tinggal, dimana hasil analisanya adalah ruang keluarga yang tidak memenuhi standar minimum luas bukaan yaitu jendela 20% dari luas ruangan dan ventilasi 5% dari luas ruangan, kecepatan angin yang didapatkan juga tidak memenuhi standar minimum kecepatan angin yang nyaman untuk aktifitas sedang dalam rumah tinggal. Sedangkan pada ruang tamu, kamar tidur dan dapur memenuhi standar minimum kecepatan angin yang nyaman untuk aktifitas sedang dalam rumah tinggal.

Kesimpulannya adalah sirkulasi bangunan single loaded, double loaded dan tower (memusat) merupakan pola sirkulasi yang sering digunakan pada rumah susun dan sangat efektif untuk melayani penghuninya.

Peran ventilasi alami sangat penting dalam memasukan angin ke dalam ruangan demi menyejukan ruangan dan mengurangi kelembaban. Dimana orientasi bukaan juga mesti diperhatikan, apabila bukaan diletakan sejajar maka aliran angin kurang maksimal dibanding letak bukaan yang berhadapan baik tegak lurus maupun silang.

Gambar

Gambar 1.1 Pasar Lokbin Rawa Buaya  Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 1.4  Tipe Bangunan Berdasarkan Pola Sirkulasi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang dilakukan di TK AndiniSukarame Bandar Lampung betujuan meningkatkan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan melalui media gambar pada usia

Ketersediaan informasi lokasi rumah sakit, fasilitas dan layanan yang tersedia di rumah sakit dan tempat kejadian dapat tersedia secara jelas dan terkini sehingga penentuan

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji syukur dan sembah sujud, penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah, dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

7.4.4 Kepala LPPM menentukan tindakan perbaikan yang harus dilakukan pada periode Pelaporan Hasil Pengabdian kepada masyarakat berikutnya.. Bidang Pengabdian kepada masyarakat

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk