• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pelatihan. yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pelatihan. yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pelatihan 1. Definisi Pelatihan

Pelatihan menurut Munandar (2011) adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja

non-managerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan

tertentu.

Menurut Aguinis dan Kraiger (2009), pelatihan adalah sebuah pendekatan sistematis untuk mempengaruhi pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas pada individu, kelompok, dan organisasi.

Sedangkan menurut Noe (1998), pelatihan adalah sebuah upaya sistematis yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk fasilitas kepada karyawan untuk meningkatkan kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan karyawan tersebut. Kompetensi yang dimaksud mencakup pengetahuan (knowledge), keterampilan (ability), atau perilaku (behavior). Tujuan dari pelatihan ini sendiri adalah agar peserta pelatihan menguasai 3 hal tersebut sehingga dapat diaplikasikan pada pekerjaan mereka sehari-hari.

Pelatihan menurut Alwi (2008), lebih terarah pada peningkatan kemampuan dan keahlian SDM organisasi yang berkaitan dengan jabatan atau ungsi yang menjadi tanggung jawab individu yang bersangkutan saat ini (current job

(2)

oriented). Sasaran yang ingin dicapai dari suatu program pelatihan adalah

peningkatan kinerja individu dalam jabatan atau fungsinya saat ini.

Pelatihan menurut Handoko (1993) dimaksudkan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu, secara terinci dan rutin. Pelatihan menyiapkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sekarang.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu proses pembelajaran jangka pendek yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu untuk menunjang tugas-tugasnya saat ini.

2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Tujuan pelatihan menurut Handoko (1993) ada 3, yaitu: (a) pelatihan dilakukan unuk menutup “gap” antara kemampuan karyawan dengan permintaan jabatan; (b) program-program pelatihan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan; (c) pelatihan membantu karyawan dalam menghindarkan diri dari keusangan dan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik.

Menurut Beach (dalam Sofyandi, 2008) tujuan dan manfaat pelatihan dapat dijelaskan sebagai berikut:

a . Karyawan mampu mempelajari keterampilan baru dalam waktu singkat Dengan adanya pelatihan, maka jangka waktu yang digunakan karyawan untuk memperoleh keterampilan akan lebih cepat. Karyawan akan lebih cepat

(3)

pula menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang dihadapinya, mengakibatkan hasil yang dicapai perusahaan pun akan semakin meningkat.

b. Meningkatkan kinerja karyawan

Pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi, sehingga menjadi lebih efektif dan efisien, serta dapat menghasilkan inovasi-inovasi baru bagi perusahaan.

c. Membentuk perilaku baru

Pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku para karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Ditititkberatkan pada peningkatan partisipasi dari para karyawan, kerjasama antar karyawan dan loyalitas terhadap perusahaan.

d . Meningkatkan kemampuan problem solving bagi karyawan

Pelatihan membantu memecahkan masalah-masalah operasional perusahaan sehari-hari seperti mengurangi kecelakaan kerja, mengurangi absen, mengurangi labor turnover, dan lain-lain.

e. Meningkatkan kompetensi karyawan untuk pekerjaan di masa depan

Pelatihan tidak hanya mempunyai tujuan jangka pendek tetapi juga jangka panjang, yaitu mempersiapkan karyawan memperoleh keahlian dalam bidang tertentu yang dibutuhkan perusahaan, seperti dengan mengambil beberapa sertifikasi dalam bidang yang dibutuhkan.

(4)

f. Memberi manfaat bagi karyawan itu sendiri

Dengan pelatihan diharapkan para karyawan akan mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang tinggi sehingga karyawan tersebut akan semakin berharga bagi perusahaan. Selain itu juga akan membuat karyawan yang bersangkutan memperoleh rasa aman dan dihargai dalam melakukan pekerjaannya sehingga menimbulkan kepuasan dalam dirinya.

3. Komponen Pelatihan

Mozkowitz (2008) mengungkapkan 2 elemen penting yang ada di dalam pelatihan, yaitu:

a. Perubahan

Pelatihan memiliki komponen utama bahwa pelatihan merupakan sebuah langkah menuju perubahan. Perubahan yang dimaksud adalah bertambahnya keterampilan, memiliki perilaku dan sikap yang lebih baik, dan mampu merubah cara bekerja menjadi efisien agar dapat meningkatkan kinerja karyawan. Hal ini yang harus dimengerti bagi peserta pelatihan agar memiliki kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya.

b. Fokus dengan tujuan dilaksanakannya pelatihan

Komponen kedua yang penting di dalam sebuah pelatihan adalah harus fokus dengan tujuan dilaksanakannya pelatihan tersebut. Hal ini berkaitan dengan komponen yang sebelumnya, yaitu perubahan, baik perubahan dalam pengetahuan maupun dalam perilaku. Tujuan dilakukannya sebuah pelatihan

(5)

sebenarnya mengacu pada usaha untuk mewujudkan visi misi perusahaan, sehingga dibutuhkan tujuan yang jelas ketika melaksanakan sebuah pelatihan. Lebih lanjut mengenai komponen dari perubahan yang dihasilkan dalam pelatihan, Goldstein (2002) mengungkapkan bahwa ada 3 hal yang menjadi

output dari sebuah pelatihan. Berikut adalah penjelasannya: a) Knowledge

(pengetahuan), yaitu merupakan pengetahuan secara umum yang merupakan fondasi bagi keterampilan dan kemampuan di dalam output pelatihan (b) Skill (keterampilan) merupakan kesanggupan seseorang untuk mengoperasikan pekerjaan dengan lebih efektif dan efisien (c) Ability (kemampuan), yaitu kemampuan kognitif yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Ketiga komponen ini biasa disebut KSA.

Selain KSA di atas, Noe (2008) juga mengungkapkan ada perubahan yang menjadi output dari sebuah pelatihan yaitu attitude (sikap dan perilaku). Hal-hal penting terkait sikap dan perilaku karyawan di dalam bekerja adalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan keterlibatan karyawan dalam mengerjakan tugas. Pelatihan diharapkan mampu merubah sikap dan perilaku karyawan menjadi lebih positif sehingga karyawan mengalami kepuasan kerja, loyalitas, dan keterlibatan kerja yang tinggi. Selain attitude, ada juga informasi verbal dan stretegi kognitif. Namun, kedua hal ini termasuk bagian dari pengetahuan (knowledge) dari KSA sebelumnya. Output yang lain adalah intellectual skills dan motor skills yang merupakan bagian dari keterampilan (skill) pada KSA sebelumnya.

(6)

4. Tahap-tahap Pelatihan

Menurut Noe (1998), ada 6 tahapan pelatihan, yaitu melakukan asesmen kebutuhan, memastikan karyawan siap untuk mengikuti pelatihan, menciptakan suasana atau lingkungan kerja, memastikan pelatihan tersampaikan dengan baik, menentukan metode pelatihan yang digunakan, dan terakhir melakukan evaluasi pelatihan. Berikut adalah penjelasannya:

a. Melakukan asesmen kebutuhan

Asesmen kebutuhan merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengidentifikasi alasan dilakukannya sebuah pelatihan. Tahapan ini mencakup analisis organisasi, analisis individu, dan analisis tugas. Analisis organisasi adalah sebuah proses identifikasi kelayakan sebuah pelatihan yang akan dilakukan. Analisis organisasi menimbang apakah pelatihan tersebut sesuai atau tidak dengan strategi bisnis perusahaan, apakah sumber daya yang tersedia sesuai dengan pelatihan tersebut, dan apakah kegiatan pelatihan ini didukung oleh pihak manajer maupun karyawan di perusahaan tersebut. Sedangkan analisis individu mengidentifikasi apakah penurunan kinerja karyawan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, kemampuan, maupun keterampilan, atau disebabkan oleh masalah motivasi. Selain itu juga analisis individu mengidentifikasi siapa saja karyawan yang menjadi peserta pelatihan dan karyawan mana saja yang siap untuk diberi pelatihan.

(7)

Selanjutnya adalah analisis tugas. Analisis tugas mengidentifikasi tugas-tugas, keterampilan, pengetahuan, dan perilaku apa saja yang perlu ditekankan di dalam pelatihan untuk menyelesaikan pekerjaan karyawan tersebut.

Metode yang digunakan dalam asesmen kebutuhan adalah observasi, kuisioner, wawancara, dan lain-lain.

b. Memastikan karyawan siap untuk mengikuti pelatihan

Tahap ini adalah tahap pemantapan karyawan agar siap dalam menjalankan pelatihan. Kesiapan di sini dinilai dari 3 hal, yaitu dari perilaku, motivasi, dan dari kemampuan dasar. Dari segi perilaku, karyawan tersebut dipastikan harus memiliki sikap yang baik dalam menerima pelatihan. Sedangkan dari segi motivasi, sebaiknya karyawan tersebut memiliki motivasi yang kuat dalam menjalani pelatihan. Terakhir adalah mengenai kemampuan dasar, karyawan tersebut sebaiknya memiliki kemampuan dasar yang berkaitan dengan pelatihan tersebut sehingga dalam mengikuti pelatihan tidak mengalami banyak kesulitan.

c. Menciptakan lingkungan atau suasana kerja

Pada tahapan ini, karyawan harus tahu tujuan diadakannya pelatihan dan hasil apa yang didapat setelah pelatihan berakhir. Sedangkan bagi penyelenggara pelatihan, tahapan ini adalah tahap untuk menentukan dan mendesain lokasi pelatihan dan menentukan letak kursi yang akan digunakan dalam pelatihan. Karyawan harus paham bahwa ada lima hal yang dipelajari selama pelatihan berlangsung, yaitu infomasi verbal, kemampuan intelligence, kemampuan

(8)

motorik, sikap dan perilaku, dan strategi kognitif. Sedangkan dalam mendesain lokasi maupun ruangan pelatihan, penyelenggara pelatihan harus memastikan ruangan tersebut nyaman dan layak untuk digunakan. Sebagai contoh, penyelenggara pelatihan harus memastikan AC (Air Conditioner) di ruangan tersebut dalam kondisi tidak rusak sehingga mampu membuat ruangan menjadi sejuk. Selain itu juga ruangan tersebut harus terhindar dari suara bising dan pencahayaan di ruangan tersebut tidak terlalu terang dan juga tidak terlalu redup. Lalu penyelenggara pelatihan juga harus memastikan perlengkapan pelatihan yang dibutuhkan sudah tersedia di ruangan tersebut, dan lain-lain.

Terakhir, penataan kursi pelatihan dilakukan berdasarkan tipe interaksi yang diinginkan antara instruktur pelatihan terhadap peserta dan tipe interaksi antar sesama peserta pelatihan. Penataan kursi bisa didesain seperti di sekolah atau kampus, lalu letak kursi yang disusun bisa melingkar mengitari meja, dan lain-lain.

d. Memastikan pelatihan tersampaikan dengan baik (Transfer of Training) Agar pelatihan dapat berhasil, peserta pelatihan harus bisa mengaplikasikan hasil pelatihan yang didapat ke pekerjaan karyawan tersebut secara kontinyu dan dalam pelaksanaannya menjadi lebih efektif dan efisien. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi transfer of training, yaitu desain pelatihan, karakteristik instruktur pelatihan, dan lingkungan atau suasana kerja.

(9)

Desain pelatihan mengacu pada karakteristik dan suasana pembelajaran serta hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pelatihan. Sedangkan karakteristik instruktur pelatihan, seperti penguasaan materi dan kemampuan memotivasi peserta, menjadi kunci kepercayaan bagi peserta pelatihan. Apabila instruktur pelatihan tidak menguasai materi dan tidak mampu memotivasi peserta, tentu peserta menjadi tidak semangat dan tidak serius dalam menjalani pelatihan.

Terakhir adalah lingkungan atau suasana kerja (work environments). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yang termasuk dalam lingkungan atau suasana kerja adalah dukungan dari atasan, sesama karyawan, dukungan teknologi, dan kesempatan untuk mempraktekkan kemampuan yang baru saja dipelajari.

e. Menentukan metode pelatihan yang digunakan

Setelah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan, menetapkan tujuan pelatihan, dan menentukan tipe lingkungan atau suasana kerja yang akan digunakan dalam pelatihan, maka tahapan selanjutnya adalah menentukan metode pelatihan. Metode pelatihan yang bervariasi membantu karyawan dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan perilaku karyawan tersebut. Ada 3 jenis metode pelatihan, yaitu presentation methods, hands-on methods, dan group building methods.

(10)

f. Melakukan evaluasi pelatihan

Evaluasi pelatihan adalah proses pengumpulan data untuk mencari tahu apakah pelatihan yang sudah dilakukan mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak. Alasan mengapa sebuah pelatihan harus dievaluasi adalah untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan program pelatihan, untuk mengidentifikasi peserta pelatihan mana yang paling banyak mendapat manfaat pelatihan dan mana yang paling sedikit menerima manfaat pelatihan, dan untuk membandingkan antara biaya yang sudah dikeluarkan serta manfaat pelatihan bagi perusahaan terhadap investasi lain di luar pelatihan, seperti pendesaianan ulang pekerjaan atau sistem seleksi karyawan yang berkompeten).

5. Metode Pelatihan

Menurut Noe (1998), ada 3 kategori metode pelatihan yang bisa digunakan, yaitu metode presentasi, metode hands-on, dan metode group building. Selain 3 hal di atas juga akan dipaparkan metode e-learning.

a. Metode Presentasi

Metode presentasi adalah metode di mana peserta pelatihan dianggap sebagai penerima informasi yang bersifat pasif. Metode presentasi ini dibagi menjadi dua, yaitu metode ceramah dan teknik audiovisual.

(11)

1). . Ceramah (Lecture)

Ceramah merupakan sebuah metode di mana seorang pemateri pelatihan mengkomunikasikan bahan ajaran kepada peserta pelatihan. Bentuk komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah, yaitu komunikasi dari pemateri dan peserta pelatihan. Kelebihan metode ini adalah murah dan termasuk efisien karena dalam satu sesi di kelas dapat mencakup banyak peserta pelatihan. Sedangkan kekurangan metode ini adalah kurangnya partisipasi peserta dalam pelatihan, kurangnya feedback, dan kurangnya dukungan dari lingkungan kerja. Untuk mengatasi masalah ini, maka pelatihan menggunakan metode ceramah biasanya dimodifikasi dengan adanya sesi tanya jawab, diskusi, maupun studi kasus.

2). . Teknik Audiovisual

Teknik audiovisual mencakup slide presentasi dan video. Akan tetapi, video merupakan salah satu metode instruksional yang sangat populer. Video telah digunakan untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, kemampuan wawancara, meningkatkan kemampuan bagi customer-

service dan untuk mengilustrasikan prosedur atau tahapan yang harus

dilakukan. Video jarang digunakan sebagai satu-satunya metode pelatihan. Biasanya video ini diberikan di rangkaian metode ceramah untuk menunjukkan kepada peserta contoh-contoh maupun pengalaman secara visual.

(12)

Video memiliki banyak kelebihan, di antaranya adalah pemateri dapat mengulang, mempercepat, maupun memperlambat video sehingga memberikan fleksibilitas dalam mengajar. Kedua, video merupakan alat bantu demonstrasi, di mana peserta pelatihan dapat melihat masalah, kejadian-kejadian, dan peralatan yang sulit didemonstrasikan di dalam kelas. Sedangkan kekurangan penggunaan video adalah terkadang video mengandung banyak konten yang tidak diperlukan bagi pelatihan, lalu dialog antara aktor yang terlalu banyak menggunakan lelucon dan adanya drama yang justru dapat membuat peserta menjadi bingung untuk mengerti makna atau learning points yang terkandung di dalam video tersebut.

b. Metode Hands-on

Metode Hands-on merupakan metode yang melibatkan peserta dalam pelatihan tersebut. Metode ini mencakup On-the-job training, simulasi, studi kasus, business games, bermain peran, dan model perilaku. Metode ini cocok digunakan untuk mengembangkan kemampuan yang spesifik, untuk memahami bagaimana keterampilan dan perilaku dapat diterapkan di pekerjaan, memahami aspek-aspek dalam menyelesaikan tugas, atau untuk menghadapi isu-isu interpersonal yang muncul di dalam pekerjaan.

1). On-the-job training (OJT)

On-the-job Training (OJT) merupakan metode pelatihan di mana

(13)

mengobservasi cara kerja teman sesama karyawan atau atasannya dan mencoba untuk menerapkannya pada pekerjaannya. OJT sangat berguna bagi karyawan baru, lalu untuk meningkatkan keterampilan karyawan ketika ada teknologi baru, dan orientasi pekerjaan bagi karyawan yang baru mendapat promosi.

Kelebihan OJT adalah OJT merupakan metode pelatihan yang atraktif, karena jika dibandingkan denan metode lain, OJT tidak membutuhkan banyak investasi dalam hal waktu maupun biaya, baik untuk membayar peralatan yang dibutuhkan dalam pelatihan maupun untuk membayar gaji instruktur pelatihan. Sedangkan kekurangan dari OJT adalah manajer atau teman sesama karyawan terkadang tidak menggunakan proses yang sama dalam menyelesaikan sebuah tugas. Selain itu kebanyakan dari mereka tidak paham bahwa demosntrasi, praktek, dan feedback adalah hal yang penting agar OJT dapat berlangsung secara efektif.

2). . Simulasi

Simulasi adalah metode pelatihan yang merepresentasikan situasi yang hampir sama dengan situasi nyata.. Keuntungan dari metode ini adalah simulasi membantu peserta untuk melihat akibat dari keputusan yang diambil dan mampu belajar dari proses tersebut. Alat yang digunakan dalam simulasi disebut dengan simulator. Simulator ini membuat peserta menjadi terbiasa dengan alat-alat yang nantinya akan digunakan dalam pekerjaannya. Selain itu, peserta pelatihan tidak perlu takut salah dalam

(14)

mengambil keputusan karena kesalahan tersebut tidak merugikan, tidak seperti ketika peserta menggunakan peralatan yang sesunguhnya. Kekurangan dari metode ini adalah bahwa harga simulator mahal dan membutuhkan pembaruan berkala mengenai informasi yang diperoleh dari lingkungan kerja.

3). . Studi kasus

Studi kasus adalah bagaimana cara karyawan atau organisasi menghadapi situasi yang sulit. Peserta diminta untuk menganalisis dan mengkritisi langkah yang diambil serta mengindikasikan langkah mana yang sesuai dan memberi masukan apa yang sebaiknya harus dilakukan. Kelebihan metode ini adalah bahwa kasus-kasus yang diberikan adalah kasus-kasus baru yang sedang terjadi di dunia industri saat ini. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah terkadang kasus yang diberikan tidak sesuai dnegan situasi kejra atau masalah yang nantinya akan dihadapi oleh peserta pelatihan.

4). Business games

Business games merupakan perrmainan yang membutuhkan kemampuan

peserta untuk mengumpulkan informasi, menganalisis, dan membuat keputusan. Biasanya, business games ini digunakan untuk mengembangkan kemampuan karyawan dalam hal manajemen. Kunci dari permainan ini mengandung aspek-aspek manajemen seperti hubungan tenaga kerja, pemasaran, dan keuangan. Permainan ini memberikan

(15)

kesempatan bagi anggota tim untuk mengembangkan kerangka kerja dan informasi dalam pekerjaan secara cepat. Selain itu, bagi beberapa tim, seperti tim yang anggotanya adalah karyawan senior, metode ini menjadi lebih bermakna karena kasus yang muncul dalam permainan ini biasanya sudah mereka alami di pekerjaan mereka.

5). . Bermain peran (Role Plays)

Bermain peran yaitu peserta berperan menjadi seseorang yang karakternya sudah ditentukan. Informasi yang berkaitan dengan situasi role plays ini harus diberikan di awal kepada peserta. Penjelasan di awal ini sangat penting agar karyawan mampu memahami maksud pelatihan dan mendiskusikannya dengan peserta lainnya. Peserta harus mampu mengungkapkan perasaannya, apa yang terjadi selama pelatihan berlangsung, apa yang peserta pelajari, dan bagaimana hasil dari role

plays tersebut dapat diterapkan dalam lingkungan kerja.

c. Metode Group Building

Metode ini didesain untuk meningkatkan efektifitas dari sebuah grup atau tim. Dalam metode ini, karyawan di dalam sebuah tim diminta untuk mendiskusikan ide-ide serta pengalaman, memahami dinamika hubungan interpersonal, dan mengenali kelebihan serta kekurangan dari rekan-rekan satu tim. Dalam metode ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) Adventure

Learning, adalah sebuah pelatihan dengan menggunakan outbond di dalamnya

(16)

tim/grup untuk meningkatkan kinerja tim/grup (3) Action Learning, yaitu sebuah pelatihan untuk kelompok-kelompok kerja yang ada di organisasi dengan memberikan suatu permasalahan nyata yang harus diselesaikan.

d). E-Learning

Berbeda dengan metode di atas, Kathawala dan Wilgen (2004) mengemukakan metode pelatihan yang disebut dengan electronic learning (e-

learning). Waktu yang lama menjadi salah satu masalah dalam pelaksanaan

sebuah pelatihan. Maka, e-learning menjadi metode pelatihan yang sering digunakan di dalam perusahaan karena dalam penyampaian materi dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan dengan waktu yang singkat.

Definisi e-learning adalah metode penyampaian informasi pelatihan menggunakan media elektronik, termasuk di dalamnya pelatihan secara

online, Computer Based-Test (CBT), serta penggunaan compact disc (CD)

dan video. E-learning merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat dilakukan secara tidak langsung (jarak jauh).

Keuntungan menggunakan e-learning adalah (1) metode ini hemat biaya karena perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk membayar penyelenggara pelatihan. (2) e-learning dapat meningkatkan produktivitas karyawan, karena

e-learning digunakan sebagai fasilitas pelatihan tambahan bagi karyawan

yang sedang melakukan OJT (3) e-learning dapat digunakan kapan saja dan di mana saja. (4) meningkatkan kemampuan IT (5) membangun relasi yang baik dengan sesama peserta pelatihan, karena e-learning ini menggunakan internet,

(17)

jadi ketika sesi pelatihan selesai, biasanya peserta bisa sharing maupun diskusi mengenai pelatihan yang baru saja dilakukan atau sekedar chatting melalui internet.

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelatihan

Menurut Noe (1998), ada 5 faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan suatu pelatihan, yaitu:

a. Tujuan yang jelas

Karyawan mampu menjalani pelatihan dengan baik ketika karyawan tersebut paham dengan tujuan diadakannya pelatihan. Tujuan di sini mengacu pada arah dan hasil yang diharapkan dari sebuah pelatihan. Analisis kebutuhan pelatihan membantu dalam menentukan tujuan mengapa sebuah pelatihan perlu untuk dilakukan.

b. Pelatihan harus berhubungan dengan pekerjaan karyawan saat ini

Karyawan mampu menjalani pelatihan dengan baik apabila pelatihan yang diberikan berkaitan dengan kemampuan maupun pengalaman karyawan dalam menjalankan tugas-tugas maupun pekerjaan-pekerjaan yang saat ini sedang dilakukan oleh karyawan tersebut. Untuk menghindari terjadinya pelatihan yang tidak sesuai, sebuah pelatihan sebaiknya didesain menggunakan konsep dan tema yang berkaitan dengan pekerjaan karyawan tersebut.

(18)

c. Memiliki kesempatan untuk praktek

Salah satu faktor penentu keberhasilan sebuah pelatihan adalah adanya kesempatan untuk praktek. Dengan praktek, tentu karyawan mampu mendemonstrasikan hal-hal yang telah dipelajari selama pelatihan. Praktek dinyatakan efektif apabila dilakukan berulang-ulang dengan bantuan fasilitator atau instruktur pelatihan, dilakukan dengan jumlah waktu yang sesuai, dan melibatkan peralatan-peralatan yang menunjang kegiatan praktek tersebut.

d. Adanya umpan balik (Feedback)

Umpan balik atau feedback adalah sebuah pemberian informasi dari seorang pelatih kepada peserta pelatihan berkaitan dengan proses yang sudah dijalani oleh peserta tersebut, apakah sudah mendekati tujuan pelatihan atau belum.

Feedback ini menjadi efektif apabila diberikan secara rinci, artinya fokus

terhadap suatu kemampuan atau perilaku spesifik yang ingin dirubah dalam pelatihan ini.

e. Pelatihan yang terkoordinasi dan terencana dengan baik

Sebuah pelatihan harus terkoordinasi dan terencana dengan baik karena berhubungan dengan administrasi pelatihan, seperti jadwal karyawan sebelum, selama, dan setelah program pelatihan berlangsung, tata tertib apa saja yang perlu diperhatikan selama menjalani pelatihan, dan sebagainya. Administrasi pelatihan ini harus diberikan dengan detail dan rinci sehingga memudahkan karyawan dalam menjalani pelatihan dan menghindari terjadinya hal-hal yang

(19)

dapat mengganggu jalannya pelatihan, seperti ketidaksesuaian jadwal pelatihan, karyawan yang terlanjur mengaktifkan handphone ketika pelatihan berlangsung padahal tidak diijinkan mengaktifkan handphone, dan lain-lain. Selain itu menurut Shariff dan Al-Makhadmah (2012), lingkungan kerja (work

environments) menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi

keberhasilan suatu pelatihan. Lingkungan kerja sendiri dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Dukungan sosial

Dukungan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah peran atasan atau supervisi terhadap karyawan yang sedang menjalani pelatihan. Para atasan tentu memiliki peran yang sangat besar, terutama dalam memberi dorongan dan ikut terlibat dalam pelatihan karyawan, serta memberi feedback dan menentukan tujuan pelatihan bagi karyawan tersebut. Para atasan juga membantu karyawan dalam memberikan motivasi, memberi penjelasan mengenai keuntungan yang didapat karyawan setelah pelatihan, dan juga membantu dalam mengaplikasikan hasil pelatihan yang sudah didapat oleh karyawan tersebut.

b. Sistem penghargaan

Penghargaan yang dimaksud di sini bisa berupa uang, pengakuan dari atasan, kenaikan gaji, dan lain-lain. Berdasarkan studi yang dilakukan, sistem penghargaan ini diharapkan dapat memotivasi karyawan dalam meningkatkan kemampuan dan mempelajari hal baru . Selain itu, sistem penghargaan ini

(20)

juga dapat membuat karyawan memiliki usaha yang lebih besar dalam menjalani pelatihan sehingga hasil pelatihan dapat tercapai dengan maksimal. c. Budaya organisasi

Budaya organisasi di sini mengacu pada kepercayaan dan nilai-nilai yang sudah melekat pada organisasi sejak bertahun-tahun lamanya. Budaya organisasi ini juga menjadi alasan karyawan dalam mengikuti sebuah pelatihan. Konteks sosial, karakteristik pekerjaan, maupun komitmen manajerial yang ada di suatu organisasi juga mendukung keberhasilan suatu pelatihan.

B. Generasi Y 1. Definisi dan Hal-hal terkait Generasi Y

Ada beberapa pendapat yang berbeda terkait definisi Generasi Y. Howe dan Strauss (2003) mengemukakan bahwa individu yang dapat dikategorikan sebagai Generasi Y atau millenials adalah individu yang lahir pada tahun 1982 hingga tahun 2000.

Sedangkan menurut White (2011), individu dikatakan sebagai millenials apabila individu tersebut lahir pada tahun 1981 hingga saat ini.

Berbeda dengan Brown dkk (2009), individu yang dapat dikategorikan sebagai Generasi Y adalah individu yang lahir pada tahun 1977 hingga 2002.

(21)

PwC (2011) juga mengungkapkan hal yang berbeda terkait Generasi Y. Individu yang lahir pada tahun 1980 sampai 2000 adalah individu yang berada di kategori Generasi Y.

Fenich, Scott-Halsell & Ogbeide (2012) menyatakan bahwa Generasi Y adalah individu yang lahir pada tahun 1979 hingga 1994.

Sweeney dkk (dalam Fenich dkk, 2012) mengungkapkan ada nama-nama lain dari Generasi Y, yaitu millenials, Next Gen, C Generation, Bridgers, Nexters,

Generation Dot-com, atau Echo Boomers.

Brack (2012) juga menambahkan nama-nama lain, yaitu Baby-on-board

Generation, Screenagers, Facebookers, dan MySpace Generation. Walaupun

istilah dari Generasi Y ini sangat bervariasi, perlu dipahami bahwa ada sekitar 80 juta individu di Amerika yang termasuk di dalam kategori ini yang sudah atau yang sedang akan bekerja. Lynch (dalam Brack, 2012) mengemukakan bahwa pada tahun 2014, sekitar 36% karyawan di Amerika adalah karyawan Generasi Y, dan pada tahun 2020, hampir separuh jumlah karyawan, yaitu sekitar 46% yang menunjukkan bahwa karyawan di Amerika adalah karyawan Generasi Y.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa individu yang termasuk Generasi Y adalah individu yang lahir pada tahun 1982 hingga tahun 2000, yaitu yang berusia minimal 15 tahun dan maksimal 33 tahun. Di dalam dunia kerja, jumlah karyawan yang termasuk Generasi Y akan semakin mendominasi, terutama di tahun 2020 hingga setelahnya.

(22)

2. Karakteristik Generasi Y secara Umum

Howe dan Strauss (2003) mengemukakan ada 7 karakter Generasi Y secara umum, yaitu;

a. Spesial

Generasi Y dikatakan spesial karena Generasi Y selalu diperlakukan secara khusus dan istimewa. Generasi Y ini semasa hidupnya penuh dengan perayaan dan penghargaan. Selain itu, Generasi Y merasa dirinya memiliki hak-hak dan selalu berharap adanya feedback positif yang diberikan secara rutin. Generasi Y menganggap bahwa Generasi Y sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara, selain itu Generasi Y juga beranggapan bahwa kehadiran Generasi Y di dunia tidak lain adalah untuk menyelesaikan permasalahan dunia yang gagal diselesaikan oleh generasi sebelumnya. Walaupun Generasi Y terlihat selalu membutuhkan privasi, namun sesungguhnya Generasi Y sangat membutuhkan perhatian.

b. Terlindungi

Semasa kecil, Generasi Y ini sangat terlindungi. Generasi Y hidup dimana kebutuhan akan rasa aman meningkat, sehingga Generasi Y selalu dalam pengawasan. Sewaktu kecil ketika Generasi Y mendapati masalah, seringkali masalah tersebut diselesaikan oleh orangtua dari Generasi Y dan orangtua berfokus pada perilaku Generasi Y yang harus diperbaiki agar masalah tersebut tidak terulang lagi. Ketika kuliah, Generasi Y berharap bahwa

(23)

fasilitas kampus dan dosen mampu memberi perlindungan serta mampu menyelesaikan konflik yang mereka alami.

c. Percaya diri

Generasi Y adalah individu yang sangat termotivasi, fokus dengan tujuan, dan sangat percaya diri, baik dengan diri sendiri maupun dengan masa depan. Generasi Y berharap dunia perkuliahan membantu Generasi Y untuk mencapai kesuksesan mereka. Generasi Y sangat optimis dan memiliki hubungan yang baik dengan orangtua. Namun terkadang Generasi Y suka menyombongkan diri dan merasa selalu benar.

d. Suka bekerja di dalam tim

Generasi Y lebih menyukai menjadi bagian dari sebuah tim daripada menjadi individualis. Dalam hal kepemimpinan, Generasi Y lebih menyukai tipe kepemimpinan egiliter daripada tipe hirarki. Generasi Y termasuk individu yang suka bekerja sukarela dan tidak terlalu mementingkan dirinya sendiri. e. Memiliki prestasi yang tinggi

Karakter unik lainnya mengenai Generasi Y adalah Generasi Y memiliki target pencapaian prestasi yang tinggi. Generasi Y fokus untuk mendapatkan nilai yang baik di kelas, selain itu juga memiliki sifat pekerja keras, terlibat banyak aktifitas di luar kelas seperti ekstrakulikuler dengan tujuan agar Generasi Y memiliki prestasi yang baik. Generasi Y memandang bahwa kampus adalah kunci untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang tinggi dan merupakan kunci untuk mencapai kesuksesan, sehingga Generasi Y

(24)

melupakan makna pendidikan yang sesungguhnya. Generasi Y sudah dididik untuk memilih pekerjaan atau karir sejak dini dan lebih fokus kepada pencapaian prestasi yang tinggi daripada pengembangan kepribadian.

f. Berada di bawah tekanan

Sejak kecil, Generasi Y sudah memiliki banyak aktifitas yang bertujuan agar Generasi Y nantinya akan mencapai kesuksesan. Semasa sekolah, Generasi Y memiliki banyak pekerjaan rumah (PR) dan waktu luang Generasi Y digunakan untuk belajar, sehingga Generasi Y jarang bermain dan terlalu fokus untuk mencapai kesuksesan. Terkadang, Generasi Y merasa tertekan dengan tuntutan tersebut yang menyebabkan pekerjaan yang dilakukan menjadi tidak begitu maksimal.

g. Konvensional

Generasi Y adalah individu yang tidak terlalu mementingkan kekuasaan karena Generasi Y percaya bahwa atasan atau pemerintah tahu mana yang terbaik. Selain itu, Generasi Y takut dikatakan sebagai kaum minoritas, sehingga dari cara berpakaian, jenis musik, maupun budaya sangat mengikuti arus yang sedang terjadi saat ini. Generasi Y juga menjunjung tinggi nilai- nilai yang diberikan oleh orangtua sehingga Generasi Y menjaga norma sosial dan berusaha untuk mengembalikan nilai serta norma sosial itu ke budaya asalnya.

(25)

Selain karakteristik di atas, Eugene dan Jinping (2013) juga mengungkapkan karakteristik Generasi Y secara umum:

a. Mahir dalam Teknologi

Generasi Y hidup di teknologi yang sangat maju dengan adanya komputer,

handphone, iPod, situs jejaring sosial seperti Facebook, dan permainan online

seperti World of Warcraft. Sudah menjadi sebuah kebiasaan bahwa Generasi Y menggunakan teknologi sebagai alat komunikasi, alat bermain, untuk berinteraksi dan mencari informasi.

b. Berpendidikan Tinggi

Berdasarakan survei yang dilakukan oleh Pew Research Center di Amerika, Generasi Y memiliki pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan generasi lainnya. Hal ini disebabkan karena Generasi Y mudah beradapatasi dengan hal baru dan merupakan individu yang mampu belajar dengan cepat.

c. Memiliki Motivasi yang Tinggi dan Berjiwa Optimis

Generasi Y adalah individu yang termotivasi dan memiliki jiwa optimis. Hal ini disebabkan karena Generasi Y lahir di masa perekonomian dunia sedang stabil. Selain itu, cara mendidik orangtua dari Generasi Y yang selalu memberikan reward setelah individu berhasil melakukan pekerjaannya juga menjadi alasan mengapa Generasi Y memiliki motivasi yang tinggi ketika mengerjakan sesuatu.

(26)

Fenich (2012) juga mengungkapan beberapa hal terkait ciri-ciri Generasi Y, yaitu: (a) Mampu bekerja secara multitasking; (b) Mahir dalam menggunakan teknologi; (c) Percaya diri; (d) Interaktif, mampu bekerja secara tim, dan suka belajar dengan cara bereksperimen; (e) Merasa aman dan terlindungi; (f) Tidak loyal terhadap perusahaan; (g) Mudah bosan, tidak sabaran; (h) Memiliki hubungan yang dekat dengan orangtua dan teman-teman yang sebaya; (i) Sering meminta feedback; (j) Fleksibel; (k) Selalu memiliki rasa tanggung jawab akan sesuatu.

3. Karakteristik Generasi Y di Lingkungan Kerja

Menurut Murphy (2007), ada beberapa karaktersitik yang unik terkait Generasi Y di dalam dunia kerja, yaitu: (a) Secara umum, karyawan Generasi Y sangat optimis, bisa bekerja secara multitasking, dan mahir dalam penggunaan teknologi; (b) Karyawan Generasi Y juga membutuhkan bimbingan dari atasan maupun dari supervisi, terutama ketika menemui kesulitan; (c) Karyawan Generasi Y merasa sangat termotivasi ketika atasan mengaitkan kinerja karyawan dengan promosi jabatan atau jenjang karir selanjutnya di perusahaan tersebut; (d) Karyawan Generasi Y menginginkan pemimpin yang berpendidikan tinggi, berpikir positif, mampu memotivasi, mau memberi coaching dan senantiasa memberi support, mampu bekerja sama dengan baik, fokus dengan pencapaian prestasi kerja dan memiliki struktur yang jelas dan sistematis; (e) Dalam hal

(27)

sertifikat, atau bukti-bukti lain yang menunjukkan prestasi atau hasil kerja karyawan; (f) Dalam hal berkomunikasi, karyawan Generasi Y lebih menyukai komunikasi menggunakan teknologi, seperti SMS, blog, email, dan lain-lain.

Selain itu, PwC (2011) melakukan survei terkait karakter Generasi Y di dalam bekerja, berikut pemaparannya:

a. Tidak hanya loyal pada satu perusahaan saja

Berdasarkan survei yang dilakukan, 54% millenials menginginkan selama hidup setidaknya pernah bekerja di dua sampai lima perusahaan yang berbeda. Generasi Y menganggap bahwa loyal pada satu perusahaan tidak memberikan keuntungan yang menjanjikan, sehingga Generasi Y peka terhadap adanya kesempatan bekerja di perusahaan yang lebih baik meskipun saat ini Generasi Y sedang tidak mencari pekerjaan baru.

b. Lebih memilih reward berupa pengembangan diri dan work/life balance daripada uang

Berdasarkan survei yang dilakukan terkait jenis keuntungan (reward) yang diterima, di urutan pertama, millenials lebih memilih reward berupa adanya kesempatan pelatihan dan pengembangan. Di posisi kedua adalah waktu kerja yang fleksibel dan di posisi ketiga adalah uang atau bonus.

c. Lebih memilih berkomunikasi menggunakan teknologi

Sebanyak 41% karyawan Generasi Y lebih menyukai cara berkomunikasi menggunakan teknologi daripada harus bertatap muka secara langsung.

(28)

Millenials bekerja menggunakan teknologi dan teknologi dapat membuat

pekerjaan individu menjadi lebih efektif.

d. Menyukai perusahaan yang memiliki jenjang karir yang baik untuk karyawannya

Jenjang karir merupakan prioritas utama bagi millenials di dunia kerja. Karyawan Generasi Y sangat berambisi untuk memiliki track career yang baik. Berdasarkan survei yang dilakukan, sebanyak 52% yang membuat

millenials tertarik adalah perusahaan yang memiliki reputasi yang baik terkait

jenjang karir dan di sebanyak 44% millenials memilih perusahaan yang memiliki gaji yang tinggi.

e. Menyukai pemimpin yang usianya lebih tua

Millenials menyukai pemimpin yang usianya lebih tua atau yang berada di

generasi sebelumnya (Generasi X). Akan tetapi, 38% manajer senior menyatakan bahwa mereka tidak terhubung dengan cara berpikir dan cara bekerja karyawan Generasi Y dan 34% manajer senior merasa terintimidasi dengan adanya karyawan Generasi Y. Selain itu, hampir separuh manajer senior juga tidak mengerti cara penggunaan teknologi di dalam bekerja.

(29)

Brown dkk (2009) juga mengungkapkan beberapa ciri-ciri karyawan Generasi Y di lingkungan kerja, yaitu:

a. Fleksibel

Karyawan Generasi Y menginginkan pekejaan yang serba fleksibel. Karyawan Generasi Y menginginkan pekerjaannya cepat selesai dalam waktu yang singkat. Tentu saja dengan bantuan teknologi, karyawan Generasi Y bisa menyelesaikan tugasnya secara lebih efektif. Dalam hal loyalitas, karyawan Generasi Y bukan merupakan karyawan yang loyal. Karyawan Generasi Y menyukai berpindah-pindah tempat bekerja karena selalu menginginkan peningkatan level perusahaan yang lebih baik, terutama dalam hal penghargaan/apresiasi yang diberikan. Selain itu juga karyawan Generasi Y mengedepankan work-life-balance sehingga memiliki kecenderungan untuk bekerja di rumah.

b. Selalu ingin belajar

Karyawan Generasi Y selalu ingin mendapat feedback dari atasannya. Karyawan Generasi Y tidak berhenti pada satu tempat atau posisi saja, karyawan Generasi Y juga mencari jenjang pekerjaan yang lebih tinggi. Rasa ingin selalu belajar ini juga membuat karyawan Generasi Y pintar dalam melihat adanya kesempatan.

Referensi

Dokumen terkait

Gorontalo dalam memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan di Kota Gorontalo antara lain (1) Tidak adanya kewenangan dalam penyusunan petunjuk teknis dan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

No No Peserta Nama Peserta Mata Pelajaran Instansi Keterangan Ruang Waktu. 1

Rendahnya populasi nematoda sista kuning (Globodera rostochiensis) dalam tanah yang diberi perlakuan isolat filtrat bakteri endofit menunjukkan bahwa adanya

Pengolahan citra digital adalah suatu pemrosesan citra, yang secara khusus menggunakan komputer sehingga kualitas citra tersebut menjadi lebih baik dan menghasilkan informasi

Dengan mempertimbangkan titik berat pembangunan pada tahun 2012 yaitu perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi peningkatan

Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh Badan Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Karimun sesuai dengan kebijakan dan program yang

Rumah Perawatan Psiko-Neuro-Geriatri atau yang lebih dikenal dengan “Puri Saras” adalah klinik kesehatan yang bergerak dalam bidang layanan kesehatan jiwa, mulai beroperasi sejak