• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS DEPUTI TIEM TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS DEPUTI TIEM TAHUN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman 1

RENCANA

STRATEGIS DEPUTI

TIEM

TAHUN 2020-2024

DEPUTI TEKNOLOGI INFORMASI, ENERGI DAN MATERIAL

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

(2)

Halaman 2

KATA PENGANTAR

Rencana Strategis Kementerian/Lembaga merupakan dokumen perencanaan dari setiap Kementerian/Lembaga yang berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan menjadi salah satu dasar bagi Kementerian/Lembaga dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga Tahun 2020-2024, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah menyusun Rencana Strategis Tahun 2020 – 2024.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Rencana Strategis Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Tahun 2020-2024 dapat terselesaikan.

Rencana Strategis ini terdiri dari 5 (lima) bab. Pada Bab Pertama tentang kondisi umum, potensi dan permasalahan, Bab Kedua tentang visi, misi, tujuan dan sasaran strategis berikut indikator kinerja sasaran strategisnya, Bab Ketiga tentang arah dan kebijakan strategis tingkat nasional dan tingkat Lembaga serta Kerangka Regulasi dan Kelembagaan, sedang pada Bab Keempat berisi tentang Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan, dan terakhir pada Bab Kelima merupakan Penutup.

Di dalam Rencana Strategis ini, tertera semua kegiatan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material yang akan dijadikan outcome Eselon I, baik yang menjadi flagship secara nasional, non flagship maupun kegiatan yang berupa penugasan nasional.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material Tahun 2020-2024.

Jakarta, Juni 2020

Deputi Kepala BPPT Bidang TIEM,

(3)

Halaman 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.

Kondisi Umum ... 3

1.1.1.

Global ... 3

1.1.2.

Nasional ... 4

1.1.3.

Pencapaian BPPT Periode 2015-2019 ... 6

1.1.4.

Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan ... 9

1.2.

Potensi dan Permasalahan... 10

1.2.1.

Potensi BPPT ... 10

1.2.2.

Permasalahan ... 16

BAB 2 VISI, MISI DAN TUJUAN ... 22

2.1.

Visi Indonesia 2020-2024 ... 22

2.2.

Visi BPPT ... 24

2.3.

Misi... 25

2.4.

Sistem Nilai ... 25

2.5.

Tujuan dan Indikator ... 26

2.6.

Kinerja Utama dan Indikator ... 28

2.7.

Sasaran Strategis ... 29

3.1.

Arah Kebijakan dan Strategi Nasional ... 31

3.1.1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang ... 31

3.1.2.

Arah Kebijakan dan Strategi RPJMN 2020-2024 ... 35

3.2.

Arah Kebijakan dan Strategi BPPT ... 37

3.3.

Kerangka Regulasi ... 40

3.4.

Kerangka Kelembagaan... 43

BAB 4 TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 46

4.1.

Target Kinerja ... 46

BAB 5 PENUTUP ... 59

LAMPIRAN 1 ... 1

Anggaran Kegiatan Prioritas BPPT TA 2021-2024 ... 1

(4)

Halaman 1

BAB 1

PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang merupakan tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sehingga menjadi sangat penting. RPJMN 2020-2024 akan mempengaruhi pencapaian target pembangunan dalam RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas (upper-middle income country/MIC) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber daya manusia, layanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik.

Sesuai dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.

Terdapat 4 (empat) pilar dari RPJMN ke IV tahun 2020-2024 (Kelembagaan politik dan hukum yang mantap, Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat,

Struktur ekonomi yang semakin maju dan kokoh, dan Terwujudnya

keanekaragaman hayati yang terjaga) yang merupakan amanat RPJPN 2005-2025 untuk mencapai tujuan utama dari rencana pembangunan nasional periode terakhir. Keempat pilar tersebut diterjemahkan ke dalam 7 agenda pembangunan (Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas, Memperkuat, Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan,

Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing,

Membangun Kebudayaan dan Karakter Bangsa, Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar, Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim, dan Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik) yang didalamnya terdapat Program Prioritas, Kegiatan Prioritas, dan Proyek Prioritas.

Tujuan RPJMN IV tahun 2020 – 2024 telah sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable Development Goals (SDGs). Target-target dari 17 tujuan (goals) dalam TPB beserta indikatornya telah ditampung dalam 7 agenda pembangunan. Dengan demikian, TPB menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pelaksanaan agenda pembangunan di Indonesia. Saat Indonesia melaksanakan agenda pembangunan nasionalnya, secara bersamaan

(5)

Halaman 2 juga melaksanakan target-target TPB dengan kata lain pembangunan Indonesia menjadi bagian tujuan dari pembangunan kesejahteraan dunia.

Dalam Rancangan Teknokratik Renstra BPPT 2020-2024, program yang akan dilaksanakan sejalan dengan beberapa TPB dalam wujud program program kerekayasaan yang tertuang dalam Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, antara lain:

• Tujuan No.III, yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia.

• Tujuan No.VII, yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.

• Tujuan No.XI, yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan

• Tujuan No.XIII, yaitu mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa penguasaan dan pemanfaatan teknologi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berbagai hasil penelitian, kerekayasaan dan pengembangan teknologi telah dimanfaatkan oleh kelompok industri dan masyarakat. Meskipun demikian, kemampuan teknologi secara nasional dalam penguasaan dan penerapan teknologi dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing bangsa. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh masih rendahnya sumbangan teknologi terhadap sektor produksi nasional, belum efektifnya mekanisme intermediasi, lemahnya sinergi kebijakan, belum berkembangnya budaya Iptek di masyarakat, dan terbatasnya sumber daya Iptek.

BPPT merupakan lembaga pemerintah yang berfungsi sebagai sumber dan infrastruktur teknologi nasional yang diperlukan untuk mendorong daya saing perekonomian nasional. Rancangan teknokratik renstra 2020 – 2024 ini memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi BPPT yang akan mengacu pada Rancangan Teknokratik RPJMN 2020 – 2024. Adapun dalam proses penyusunan Rancangan Teknokratik Renstra BPPT 2020-2024 ini terdapat berbagai input yang telah dihimpun untuk digunakan sebagai bahan penyusunan, yakni kebijakan yang terkait dengan sektor IPTEK, hasil evaluasi dari pelaksanaan program yang telah dilakukan, serta aspirasi masyarakat khususnya yang terkait dengan sektor IPTEK. Dalam menyusun rancangan Renstra ini, perlu untuk mempertimbangkan TPB dengan mengarusutamakan target-target TPB ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Proses pengarusutamaan ini akan terus dilanjutkan dalam proses penyusunan rancangan dokumen RPJMN 2020-2024 dan seterusnya.

(6)

Halaman 3

1.1.

Kondisi Umum

1.1.1. Global

Kondisi geoekonomi global saat ini dan ke depan akan merupakan tantangan sekaligus peluang bagi perekonomian Indonesia dalam lima tahun ke depan. Tantangan dan peluang terkait dengan peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi antara lain adalah:

Ketidakpastian Global ke Depan, risiko ketidakpastian masih akan

mewarnai perkembangan perekonomian dunia. Pertumbuhan ekonomi dan perdagangan dunia diperkirakan akan cenderung stagnan dengan tren melambat, masing-masing diproyeksikan sebesar 3,6 dan 3,8 persen per tahun, sepanjang tahun 2020-2024. Harga komoditas internasional ekspor utama Indonesia diperkirakan juga akan cenderung menurun, di antaranya adalah batu bara dan minyak kelapa sawit, seiring dengan beralihnya permintaan dunia ke produk yang lain. Adapun risiko ketidakpastian lainnya yang perlu diantisipasi antara lain:

Perang dagang Tiongkok-AS, dimana Tiongkok-AS merupakan mitra dagang

utama Indonesia yang tentunya akan memberikan dampak pada perekonomian nasional.

Perang dagang Tiongkok-AS, baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberi dampak bagi Indonesia. Pelemahan ekonomi global yang mengakibatkan perlambatan ekonomi pada negara-negara mitra dagang RI yang imbasnya pada permintaan produk yang menurun. Akibatnya, kinerja ekspor Indonesia jadi ikut melambat dan mengikis kondisi perekonomian dalam negeri secara keseluruhan.

Untuk mengatasi risiko tersebut, salah satu cara yang bisa ditempuh Indonesia adalah mencari negara-negara baru tujuan ekspor. Cara ini bisa membantu RI keluar dari perlambatan ekspor dari negara mitra dagang saat ini atau mitra dagang tradisional.

Selain itu, perang dagang yang terjadi sebenarnya bisa jadi peluang bagi Indonesia. Pelaku bisnis di Tiongkok tentu akan mencari cara agar barangnya tetap bisa masuk ke AS. Cara yang bisa ditempuh adalah dengan memindahkan basis produksinya ke luar Tiongkok. Indonesia punya peluang ‘menampung’ perpindahan basis produksi itu.

Pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan bergeser terutama dari

kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik.

Pusat ekonomi dunia ke depan diperkirakan akan bergeser terutama dari kawasan Eropa-Amerika ke kawasan Asia Pasifik. Hal ini dapat terjadi karena

(7)

Halaman 4 pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang cukup tinggi akan mengakibatkan negara berkembang menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia. Kontribusi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) negara berkembang terhadap PDB Dunia akan terus meningkat (diperkirakan pada tahun 2019 mencapai 43,8 persen; dimana pada tahun 2010 hanya sebesar 34,1 persen). Hal tersebut mengakibatkan aliran modal asing ke negara berkembang diperkirakan akan terus meningkat, terutama negara berkembang di kawasan Asia dan Amerika Latin. Faktor utama yang mempengaruhi aliran modal asing ke negara berkembang adalah potensi pasar yang cukup besar, pertumbuhan ekonomi yang baik, serta keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara berkembang, seperti: ketersediaan sumber daya alam sebagai bahan baku dan tenaga kerja sebagai faktor produksi.

1.1.2.

Nasional

Dalam menghadapi kondisi lingkungan strategis dan berbagai tantangan tersebut di atas, Indonesia saat ini masih menghadapi berbagai kendala sebagai berikut:

Pertumbuhan Ekonomi yang Stagnan

Pertumbuhan ekonomi yang stagnan selepas krisis ekonomi 1998, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya pada kisaran 5,3 persen per tahun. Bahkan dalam empat tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan pada kisaran 5,0 persen. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut, sulit bagi Indonesia untuk dapat naik kelas menjadi negara berpendapatan tinggi atau mengejar ketertinggalan pendapatan per kapita negara sekelas (peers).

Stagnannya pertumbuhan ekonomi disebabkan utamanya oleh tingkat produktivitas yang rendah seiring tidak berjalannya transformasi struktural. Adapun faktor-faktor yang menjadi penghambat adalah: (1) regulasi yang tumpang tindih dan birokrasi yang menghambat; (2) sistem dan besarnya penerimaan pajak belum cukup memadai; (3) kualitas infrastruktur yang masih rendah terutama konektivitas dan energi; (4) rendahnya kualitas SDM dan produktivitas tenaga kerja; (5) intermediasi sektor keuangan rendah dan pasar keuangan yang dangkal; (6) sistem inovasi yang tidak efektif; dan (7) keterkaitan hulu-hilir yang lemah.

Revolusi Industri 4.0 dan Ekonomi Digital

Revolusi Industri 4.0 dan Ekonomi Digital, saat ini dunia telah memasuki era revolusi industri 4.0. Revolusi tersebut memberikan tantangan dan peluang

(8)

Halaman 5 bagi perkembangan perekonomian ke depan. Di satu sisi, digitalisasi, otomatisasi, dan penggunaan kecerdasan buatan dalam aktivitas ekonomi akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam produksi modern, serta memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen. Teknologi digital juga membantu proses pembangunan di berbagai bidang di antaranya pendidikan melalui distance learning, pemerintahan melalui e-government, inklusi keuangan melalui fin-tech, dan pengembangan UMKM seiring berkembangnya e-commerce. Namun di sisi lain, perkembangan revolusi industri 4.0 berpotensi menyebabkan hilangnya pekerjaan di dunia. Studi dari Mckinsey memperkirakan 60 persen jabatan pekerjaan di dunia akan tergantikan oleh otomatisasi. Di Indonesia diperkirakan 51,8 persen potensi pekerjaan yang akan hilang. Di samping itu, tumbuhnya berbagai aktivitas bisnis dan jual beli berbasis online belum dibarengi dengan upaya pengoptimalan penerimaan negara serta pengawasan kepatuhan pajak atas transaksitransaksi tersebut. Hal ini penting mengingat transaksi digital bersifat lintas negara.

Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing

Produktivitas dan daya saing manusia Indonesia masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan Global Human Capital Index oleh World Economic Forum (WEF) 2017, peringkat SDM Indonesia berada pada posisi 65 dari 130 negara, tertinggal dibandingkan Malaysia (peringkat 33), Thailand (peringkat 40), dan Vietnam (peringkat 64). Meskipun produktivitas tenaga kerja Indonesia mengalami peningkatan, yaitu dari 81,9 juta rupiah/orang pada tahun 2017 menjadi 84,07 juta rupiah/orang pada tahun 2018, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Selain itu, pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 4,9 persen di tahun 2017, hanya 0,6 persen yang bersumber dari Total Factor Productivity (TFP). Sisanya 2,8 persen pertumbuhan ekonomi bersumber dari modal kapital dan 1,5 persen dari modal manusia.

Kapasitas adopsi IPTEK dan penciptaan inovasi Indonesia masih rendah. Indonesia berada di peringkat 85 dari 126 negara dengan skor Global Innovation Index (GII) 29,8 dari skala 0-100 (2018), atau peringkat 14 dari 15 negara-negara Asia Tenggara dan Oseania. Hal ini disebabkan oleh masih belum memadainya infrastruktur litbang. Jumlah SDM IPTEK masih terbatas dan hanya 14,08 persen diantaranya yang berkualifikasi S3. Ekosistem inovasi belum sepenuhnya tercipta sehingga proses hilirisasi dan komersialisasi hasil litbang terhambat. Kolaborasi triple helix belum didukung oleh kapasitas perguruan tinggi yang memadai sebagai sumber inovasi teknologi (center of excellence).

(9)

Halaman 6 Perguruan tinggi belum terlalu fokus dalam mengembangkan bidang ilmu yang menjadi keunggulan dan masih kurang terhubung dengan jejaring kerjasama riset, baik antara perguruan tinggi dan pusat-pusat penelitian di dalam dan luar negeri. Dari sisi produktivitas penelitian, walaupun jumlah publikasi dosen di jurnal internasional mengalami peningkatan, namun terjadi penurunan sitasi yang rata-rata mencapai 45 persen per tahun. Jumlah publikasi internasional yang dapat disitasi sampai dengan tahun 2017 baru mencapai 72.146 (peringkat 52 dari 239 negara). Selain itu, dari 9.352 paten yang didaftarkan, hanya 2.271 atau 24 persen yang merupakan hasil penemuan dari peneliti Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem inovasi di Indonesia belum sepenuhnya tercipta. Untuk mendorong produktivitas ekonomi melalui inovasi teknologi, perlu dibangun ekosistem inovasi yang didukung dengan komitmen peningkatan belanja litbang nasional.

1.1.3.

Pencapaian Kedeputian TIEM Periode 2015-2019

Kondisi saat ini menunjukkan, bahwa penguasaan dan pemanfaatan teknologi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berbagai hasil penelitian, kerekayasaan dan pengembangan teknologi telah dimanfaatkan oleh kelompok industri dan masyarakat. Beberapa capaian BPPT selama periode 2015-2019 antara lain:

a. Capaian Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Capaian kegiatan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bidang TIEM dapat diklasifikasikan dalam kelompok sebagai berikut yaitu:

1) Rekomendasi kebijakan Nasional di bidang Teknologi

Indikator Kinerja adalah: jumlah Rekomendasi Teknologi yang dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan yang bersifat nasional. Beberapa capaian rekomendasi kebijakan antara lain Rekomendasi Teknologi e-PEMILU yang merupakan a) E-Verifikasi untuk memastikan peserta pemilu yang datang ke TPS memiliki hak suara b) Tanda Tangan Digital untuk pengiriman foto form C1.plano-KWK sebagai bukti hukum yang sah dalam sengketa hasil Pemilu .

Rekomendasi Teknologi Penggunaan SEPAK@T di seluruh K/L dan Pemda (Sistem Elektronik Perencanaan, Penganggaran dan Kinerja Terintegrasi) terdiri dari (a). Program Prioritasnya merupakan Pendayagunaan dan Reformasi Birokrasi – Perpres No. 95/2018 SPBE. (b). Pengembangan SEPAK@T (Sistim Elektronik Perencanaan, Penganggaran dan Informasi Kinerja Terintegrasi) bersama KemenpanRB (c) Implementasi Cloud SIMRAL Perencanaan, Akuntansi, dan Pelaporan Keuangan Daerah yang didukung oleh KPK

(10)

Halaman 7 Rekomendasi Kongres Teknologi Nasional Tahun 2016 bidang pangan, energi dan maritim; tahun 2017 bidang transportasi, kesehatan, ICT; dan KTN tahun 2018 bidang hankam, material, dan kebencanaan serta

capaian

lain: Percontohan Kawasan Techno Park

2) Inovasi Teknologi (Misi ke-2), antara lain

:

a. Inovasi Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS – B)

Inovasi Teknologi Inovasi Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS – B) adalah sistem navigasi penerbangan sebagai pengganti fungsi radar dalam memantau penerbangan pesawat yang mana setiap pesawat terbang memancarkan data penerbangannya berupa identitas, koordinat lokasi, ketinggian, kecepatan, dan indikator lainnya ke segala arah secara terus menerus melalui media gelombang radio. ADS – B telah diproduksi sebagai prototype oleh PT INTI Bangun Sejahtera, Tbk dan telah diujicobakan pada 7 lokasi di bandara wilayah Papua. Dengan teknologi ADS – B sebagai teknologi Surveillance, area penerbangan dibawah Flight Level 24.000 kaki yang belum tercakup situasional awareness display akan dapat dicover dengan lebih baik akan bertambah. ADS – B dapat digunakan memantau pesawat oleh petugas Air Traffic Control (ATC) secara real time, bukan dengan bentuk tampilan titik yang sekarang digunakan. Teknologi ADS – B yang digunakan saat ini adalah ADS – B dengan Tipe ADS – B Ground Station yang mempunyai keunggulan yaitu semua data dapat dilihat secara lokal pada masing-masing bandara melalui Situasional Display Monitor dan juga dikirimkan secara bersamaan ke Air Traffic Control System milik Airnav Indonesia di Sentani.

Prototype ADSB Ground Station BPPT – PT INTI Bangun Sejahtera, Tbk diberi kode produk AGS-216 yang mana produk ini merupakan ground station buatan dalam negeri pertama yang telah dirancang oleh BPPT dan diproduksi oleh PT INTI Bangun Sejahtera, Tbk.

ADS

– B

AGS-216 telah disertifikasi oleh Kementerian Perhubungan berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara pada awal tahun 2017 yang mengacu pada Standar Internasional (Amerika dan Eropa) dan layak digunakan secara operasional. Dalam rangka pemanfaatan operasional

ADS

– B

pada bandara-bandara Indonesia secara berkesinambungan, masih dibutuhkan dukungan Kementerian Perhubungan untuk membangun komitmen dan kerjasama dengan setiap pengelola Bandara

(11)

Halaman 8 Pada tahun 2018, telah dilaksanakan tahapan pengembangan pabrik Rubber Air Bag, pembuatan dan pengujian produk Rubber Air Bag, serta SNI dan sertifikasi produk Rubber Air Bag. Pada akhir tahun 2018 ”Rubber Air Bag” sudah dapat diproduksi oleh industri di Indonesia, dimana produknya sudah tersertifikasi dan mengikuti SNI (Standar Nasional Indonesia). Uji Pemanfaatan Rubber air bag telah dilaksanakan proses menaikkan dan peluncuran kapal di PT. Tegalindo Shipyard, Cirebon. Saat ini secara teknologi Industri Mitra yaitu PT Samudra Luas Paramacitra, Cirebon sudah siap melayani permintaan produk komersial Rubber air bag

c. Inovasi Biocompatible Material Untuk Implan Tulang

BPPT melalui program Inovasi Teknologi Biocompatible Material untuk Alat Kesehatan telah berhasil melakukan pengembangan implan tulang Traumatik berbahan baku stainless steel 316-L bersama industri mitra PT Zenith Allmart Precisindo Sidoarjo, Surabaya untuk proses komersialisasi implan tulang ortopedi. Peralatan produksi PT Zenith Allmart Precisindo telah memadai dan mempunyai sertifikat produksi. Sejak tahun 2018, inovasi implan tulang terus dikembangkan untuk material titanium yang menghasilkan produk produk jenis implan tulang yang lebih maju yaitu implan tulang degeneratif Total Hip Replacement (THR). Dalam upaya mendukung Kementerian Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan alat kesehatan nasional, pengembangan teknologi implan tulang ini selaras dengan peta jalan yang dimuat dalam PERMENKESRI-No-17-TAHUN-2017, tentang Rencana Aksi Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

d. Inovasi Teknologi Garam Farmasi

Kegiatan riset Garam Farmasi telah dimulai sejak tahun 1994 dan akhirnya mendapat paten pada tahun 2020 dan berhasil membangun kerjasama dengan PT Kimia Farma. Garam Farmasi ini merupakan produksi perdana di pabrik garam farmasi PT Kimia Farma Plant Watudakon Mojokerto dengan kapasitas 2.000 Ton/tahun di, dan Groundbreaking pabrik garam farmasi kedua kapasitas 4.000 Ton/tahun. Bahan baku garam farmasi ini adalah garam rakyat lokal dengan harga awal yang sangat murah. Berkat inovasi teknologi Garam Farmasi BPPT, secara ekonomi telah terjadi peningkatan nilai tambah produk menjadi 10 (sepuluh) kali lipat dari harga semula. Pabrik Garam farmasi ini merupakan yang pertama kali di Indonesia yang memenuhi syarat cara pembuatan Obat dan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik. Pabrik Garam Farmasi diharapkan menjadi percontohan untuk pabrik pabrik selanjutnya dalam rangka mendukung

(12)

Halaman 9 TKDN karena sampai saat ini hasil produksi pabrik garam farmasi PT Kimia Farma baru mencapai 30 % dari total kebutuhan Indonesia

1.1.4.

Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan

Keberhasilan dalam pelaksanaan tugas pokok kedeputian TIEM harus ditinjau dari perspektif pemangku kepentingan (lembaga pemerintah, mitra/pelanggan, dan masyarakat), sebagaimana dalam tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1.Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan

Pemangku Kepentingan Lembaga Ekspektasi/Perspektif 1. Lembaga Pemerintah

Pihak-pihak yang

berkepentingan atau memiliki harapan terhadap

perkembangan kinerja dan program Kedeputian TIEM

Presiden dan Kabinet

Kontribusi BPPT bidang TIEM terhadap perkembangan ekonomi untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa

2. Pelanggan (Customer)/aliansi

a. Pelanggan/Customer Pihak yang menggunakan produk dan pelayan Kedeputian TIEM

Industri Ketersediaan sumber daya teknologi untuk melakukan inovasi, pendalaman proses pertambahan nilai, dan pembaruan proses produksi untuk meningkatkan

keuntungan.

Pemerintah ketersediaan sumber daya teknologi/rekomendasi kebijakan untuk

meningkatkan pelayanan publik

b. Aliansi

Lembaga yang bekerjasama dengan Kedeputian TIEM sebagai partner yang

mempunyai tujuan, sasaran dan interes bersama

Lembaga, Litbangyasa, Perguruan Tinggi

Efektivitas melakukan

pembaruan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang TIEM

3. Masyarakat DPR, Masyarakat Umum

Keluaran dan produk Kedeputian TIEM dapat dimanfaatkan secara luas, meningkatkan kualitas hidup, lingkungan dan ekonomi secara keseluruhan.

(13)

Halaman 10 Oleh karena itu, kegiatan utama Kedeputian TIEM harus menyeimbangkan ukuran kinerja seperti sebagai berikut:

(1) Sumber dan penyedia jasa teknologi – sebagai sumber dan penyedia jasa teknologi, kinerja Kedeputian TIEM dapat diukur dari 2 sudut pandang. Pertama adalah efektivitas fungsi ini. Ukuran kinerja yang tepat adalah jumlah transaksi teknologi dengan perusahaan dan perolehan pendapatan melalui transaksi tersebut. Kedua adalah profesionalisme pelaksanaan fungsi ini. Ukuran kinerja yang tepat adalah akuntabilitas pelaksanaan jasa teknologi, baik ditinjau dari ketepatan waktu dan biaya penyelesaian pekerjaan maupun dari kesesuaian spesifikasi teknis yang telah disepakati bersama pemakai jasa.

(2) Pengembang teknologi – Sebagai pengembang teknologi, Kedeputian TIEM harus dapat memanfaatkan kemajuan IPTEK di Bidang TIEM untuk mengembangkan teknologi yang diperlukan oleh perusahaan untuk memperbaiki sistem produksi mereka serta memperbaiki nilai dan kualitas produk mereka. Ukuran kinerja yang perlu diterapkan adalah jumlah paten atau bentuk-bentuk lain yang setara, serta jumlah yang diadopsi oleh perusahaan atau pelaku ekonomi lain.

(3) Penyedia akses dan kontributor perkembangan ilmu pengetahuan – Kedeputian TIEM harus berkembang menjadi jendela untuk memperluas akses kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, TIEM perlu memperkuat posisi mereka dalam masyarakat ilmiah global melalui kontribusinya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam kontribusi pengembangan Ilmu Pengetahuan, perlu ukuran kinerja lainnya, seperti publikasi ilmiah, sitasi, dan berbagai bentuk penghargaan ilmiah, khususnya pada tingkat internasional.

1.2.

Potensi dan Permasalahan

Identifikasi potensi dan permasalahan Kedeputian TIEM dilakukan untuk menganalisis permasalahan, tantangan, peluang, kelemahan dan potensi yang akan dihadapi TIEM dalam rangka melaksanakan penugasan yang diamanatkan dalam RPJMN 2020-2024 dan Renstra BPPT 2020-2024.

1.2.1.

Potensi Kedeputian TIEM

Potensi Kedeputian TIEM yang meliputi sumberdaya manusia, fasilitas sarana dan prasarana meliputi hal-hal sebagai berikut:

• Kedeputian TIEM memiliki SDM dengan tingkat pendidikan dari berbagai disiplin ilmu dan bidang keahlian. Dari total SDM BPPT sebanyak 2929 orang, persentase pegawai dengan tingkat pendidikan S3 sebesar 9,15%; pegawai

(14)

Halaman 11 yang mengenyam pendidikan S2 memiliki persentase sebesar 30,21%; Pegawai dengan tingkat pendidikan S1 sebesar 45,12%; dan pegawai dengan tingkat pendidikan di bawah S1 dengan persentase sebesar 15,52%.

Gambar 1.3 SDM BPPT Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2019

Di sisi lain sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai kompetensi dalam bidang litbangyasa teknologi, pegawai BPPT terdistribusi dalam berbagai jenis jabatan fungsional antara lain jabatan fungsional Perekayasa 54,75%, Peneliti 5,71%, Teknisi Litkayasa 12,6%. Selain jabatan fungsional tersebut diatas, terdapat beberapa jabatan fungsional tertentu lainnya seperti Analis Kebijakan 0,18%, Dokter Gigi 0,05%, Perancang perundang-undangan 0,03%, Arsiparis 3,06%, Perencana 1,78%, Pranata Humas 1,10%, Pranata Komputer 0,09%, Widyaiswara 0.1%, Auditor 0,87%, Analis Kepegawaian 0,68%, Pengendali Dampak Lingkungan 0,23%, dan Pustakawan 0,32%. Sedangkan untuk jabatan fungsional umum (Non Fungsional Tertentu) sebesar 18,54%.

(15)

Halaman 12

Gambar 1.4 SDM BPPT Menurut Jenis Jabatan Fungsional tahun 2018

• Fungsi dan Peran Kedeputian TIEM

Peran BPPT sebagai lembaga/badan yang melakukan fungsi Pengkajian dan Penerapan teknologi merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh BPPT. Dalam hal Pengkajian, Kedeputian TIEM memiliki peran kerekayasaan, kliring teknologi dan audit teknologi.

o Kegiatan kerekayasaan merupakan kegiatan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bentuk desain/rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi yang lebih baik dan/atau efisien dengan mempertimbangankan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial budaya, dan estetika

o Kliring Teknologi, adalah proses penyaringan kelayakan atau suatu teknologi melalui kegiatan Pengkajian untuk menilai atau mengetahui dampak dari penerapannya pada suatu kondisi tertentu

o Audit Teknologi yang menjadi peran ketiga, yaitu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif terhadap aset teknologi dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara teknologi dengan kriteria dan/atau standar yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil kepada pengguna yang bersangkutan.

Dalam hal penerapan teknologi, Kedeputian TIEM memiliki peran sebagai badan/lembaga yang melakukan difusi dan komersialisasi teknologi, alih teknologi, serta intermediasi teknologi.

o Difusi dan Komersialisasi yaitu kegiatan penyebarluasan informasi dan/atau promosi tentang suatu Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara proaktif dan ekstensif oleh penemuannya dan/atau pihak- pihak

(16)

Halaman 13 lain dengan tujuan agar dimanfaatkan untuk meningkatkan daya gunanya.

o Alih Teknologi, yakni pengalihan kemampuan menguasai dan memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi atar lembaga, atau orang, baik yang sama-sama berada didalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri kedalam negeri dan sebaliknya

o Intermediasi, yang merupakan upaya untuk menjembatani proses terjadinya Inovasi antara Investor dengan calon pengguna teknologi atau alih teknologi antara pihak kepada pengguna.

• Kedeputian TIEM memiliki infrastruktur (laboratorium, workshop, dan pilot plant) yang lengkap dan maju yang terakreditasi serta tersertifikasi sesuai standar internasional, sebagai berikut:

(1) Balai-balai antara lain: Balai Jaringan Informasi dan Komunikasi (BJIK), Balai Teknologi Polimer (BTP), Balai Teknologi Bahan Bakar dan Rekayasa Desain (BTB2RD), Balai Besar Teknologi Konversi Energi (B2TKE),

(2) Dalam rangka menghadapi tuntutan dan tantangan kedepan, BPPT mengembangkan laboratorium Bidang TIEM yang dikelompokkan ke dalam beberapa klaster sebagai berikut: Klaster 2: Laboratorium Rekayasa Teknologi Material dan Proses; Klaster 3: Laboratorium Rekayasa Teknologi Informasi dan Komonukasi; Klaster 5: Laboratori Rekayasa Teknologi Energi.

• BPPT menggunakan sistem tata kerja kerekayasaan yang bercirikan kerja tim (team work), terstruktur (well structured), dan terdokumentasi (well documented). Kegiatan kerekayasaan adalah pentahapan kegiatan yang berkaitan dengan teknologi yang secara runtun meliputi Penelitian (Research), Pengembangan (Development), Perekayasaan (Engineering), dan Pengoperasian (Operation). Berdasarkan UU No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, kegiatan tahapan kerekayasaan didefinisikan sebagai:

o Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah

o Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah terbukti kebenaran

(17)

Halaman 14 dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

o Perekayasaan adalah kegiatan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bentuk desain atau rancang bangun untuk menghasilkan nilai, produk, dan/atau proses produksi yang lebih baik dan/atau efisien dengan mempertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial, budaya, lingkungan hidup, dan estetika.

o Pengoperasian suatu produk Perekayasaan adalah kegiatan yang meliputi uji operasional dan evaluasi; produksi, pemasaran, penjualan serta pelayanan purna jual, modifikasi dan perawatan untuk tujuan non komersial maupun komersial

Gambar 1.5. Domain Perekayasa dalam tahapan kerekayasaan

Domain Perekayasa dalam tahapan kerekayasaan berada pada pengembangan, perekayasaan, dan pengoperasian

Dalam melaksanakan kegiataan kerekayasaan, sesuai dengan Perka Juknis Perekayasa, maka dibentuk OFK merupakan organisasi kerja yang memiliki hierarki untuk mewadahi pelaksanaan pekerjaan Perekayasa yang bersifat kerja kelompok (Team Work) dengan pola matriks antara bidang keilmuan/keahlian dengan tahapan kegiatan.

Organisasi ini mendeskripsikan secara jelas peran dan tugas seorang Perekayasa dalam struktur pekerjaan yang terbagi menjadi beberapa bagian menurut bidang keilmuan atau tahapan kegiatan yang berbeda. Struktur pekerjaan dimaksud adalah Struktur Rincian Kerja atau WBS. Setiap WBS terbagi paling kurang 2 (dua) Paket kerja atau WP, dan setiap WP dilaksanakan oleh paling kurang 2 (dua) orang ES.

Organisasi ini, dalam pelaksanaannya dipimpin oleh seorang KP dibantu oleh seorang CE dan seorang PM. CE bertanggung jawab atas kualitas dan kuantitas program, sumber daya manusia serta produk teknologi yang dihasilkan. PM bertanggung jawab atas penganggaran (budgeting) dan penjadwalan (schedulling) pelaksanaan program. Bilamana diperlukan, CE

(18)

Halaman 15 dan PM pada OFK tipe A dan B dapat dibantu oleh satu sampai dengan empat asisten yaitu ACE dan APM. WBS dipimpin oleh seorang GL, yang memimpin beberapa L yang bertanggungjawab terhadap Paket Kerja. Setiap L memimpin sejumlah ES.

OFK diklasifikasikan dalam tiga tipe, yang didasarkan atas jumlah WBS dalam program kerekayasaan sebagaimana dijelaskan di bawah ini

a. OFK tipe A paling sedikit terdiri lima WBS, dan melibatkan institusi luar (baik dari dalam maupun luar negeri) yang diwujudkan dalam bentuk Kesepakatan Bersama (Memorandum of Understanding) atau Perjanjian Kerja Sama (Technical Agreement). Institusi luar ini dapat berkontribusi pada tingkat WBS ataupun pada tingkat WP. OFK tipe A merupakan organisasi program dengan struktur organisasi paling besar dan paling lengkap, karena terdiri dari beberapa kegiatan kerekayasaan yang berbeda atau beberapa disiplin keilmuan yang berbeda

b. OFK tipe B terdiri dari minimal dua WBS. Dengan demikian OFK tipe B terdiri dari dua atau lebih tahapan kegiatan kerekayasaan atau disiplin keilmuan yang berbeda. OFK tipe B dapat bekerja sama dengan institusi luar.

c. OFK tipe C terdiri hanya dari satu WBS, minimal 2 WP, dipimpin oleh seorang GL yang sekaligus bertindak sebagai CE dan KP, dan dibantu oleh seorang PM.

Dalam melakukan kegiatan kerekayasaan, perencanaan dan pengendalian kegiatan terekam dengan baik dalam dokumen. Beberapa dokumen yang digunakan dalam kegiatan perekayasaan adalah sebagai berikut:

o Technical Document (TD) adalah dokumen laporan hasil kegiatan Work Breakdown Structures yang ditulis oleh Group Leader yang merupakan analisis dari beberapa Technical Reports dalam WBS tersebut. Technical Document biasanya terdiri sekitar 40–60 lembar dan mempunyai nomor kode dokumen : TD xxxx

o Progress Control & Monitoring Document (PCM) adalah dokumen laporan hasil pemantauan dan pengendalian jalannya program dari segi jadwal dan aliran pendanaan yang ditulis oleh Program Manager. Pada setiap fase review catatan-catatan pada dokumen ini dijadikan acuan untuk merubah strategi dari program agar bias mencapai tujuan dengan tepat waktu

o Program Document (PD) adalah laporan akhir hasil–hasil dari program secara keseluruhan. Laporan ini merupakan analisis dari seluruh Technical Document dari seluruh WBS. Program Document biasanya

(19)

Halaman 16 terdiri sekitar >100 lembar dan mempunyai nomor kode dokumen PD xxxx

Kedeputian TIEM memiliki jaringan (networking) dengan mitra litbangyasa (dalam dan luar negeri) antara lain: Pusat Teknologi Material bekerja sama dengan FKG Unpad Mengembangkan desain dan simulasi implan gigi dalam kegiatan Inovasi Kegiatan Biocompatible Material Untuk Alat Kesehatan

1.2.2.

Permasalahan

Dalam proses hilirisasi hasil litbangyasa ke industri atau yang dikenal dengan proses inovasi, Kedeputian TIEM masih menghadapi sejumlah permasalahan mendasar yang mengakibatkan TIEM mengalami kesulitan dalam mencapai keberhasilan proses tersebut. Adapun permasalahan yang teridentifikasi yakni :

a.

Masih ada produk teknologi hasil kerekayasaan TIEM yang belum siap

untuk dihilirisasikan

Dalam mengevaluasi kemajuan pelaksanaan kegiatan di TIEM menggunakan metode TRL (Technology Readiness Level) yang memiliki filosofi kegiatan dalam kerekayasaan teknologi, yaitu Research, Development, Engineering, and Operation (R, D, E & O). Dengan alat ukur ini maka dapat diketahui tingkat kesiapan dan risiko dari suatu teknologi untuk menuju ke tahap penerapan. Kesembilan level kesiapan teknologi (TRL, Technology Readiness Level) didefinisikan sebagai berikut:

TKT 1 : Prinsip dasar dari teknologi diteliti dan dilaporkan TKT 2 : Formulasi konsep dan/atau aplikasi teknologi

TKT 3 : Pembuktian konsep (proof-of-concept) fungsi dan/atau karakteristik penting secara analitis dan eksperimental TKT 4 : Validasi kode, komponen dan/atau breadboardvalidation

dalam lingkungan laboratorium

TKT 5 : Validasi kode, komponen dan/atau breadboardvalidation dalam suatu lingkungan simulasi

TKT 6 : Demonstrasi model atau prototipe sistem/subsistem dalam suatu lingkungan yang relevan

TKT 7 : Demonstrasi prototipe sistem dalam

lingkungan/aplikasisebenarnya

TKT 8 : Sistem telah lengkap dan memenuhi syarat (qualified) melalui pengujian dan demonstrasi dalam lingkungan/

(20)

Halaman 17 aplikasi sebenarnya

TKT 9 Sistem benar-benar teruji/terbukti melalui keberhasilan pengoperasian

Sumber: Bagian Evaluasi, Biro Perencanaan dan Keuangan BPPT (2014-2018)

Gambar 1.6. Hasil Evaluasi TRL Kegiatan 2015-2019

Berdasarkan data hasil evaluasi dengan metode Tingkat Kesiapan Teknologi – TKT dapat dilihat bahwa bahwa sebagian besar (sekitar 50% - 60 %) kegiatan BPPT Tahun 2014-2018 masih berada di level 4 – 6. Hal ini mengindikasikan bahwa produk teknologi hasil kerekayasaan BPPT masih dalam area Risk Technology, sedangkan kegiatan yang sudah masuk kedalam area Risk Market (TKT 7-9) masih kecil persentasenya. Masih tingginya produk yang berada di bawah level TKT 7 tersebut mengindikasikan belum siapnya produk teknologi yang dihasilkan BPPT untuk dihilirisasikan.

b. Belum terfokusnya anggaran kegiatan TIEM untuk dialokasikan pada kegiatan prioritas. Keterbatasan sumber daya anggaran yang ada menuntut agar Kedeputian TIEM cerdas dan selektif dalam menentukan kegiatan yang akan dijadikan kegiatan prioritas, dimana kegiatan tersebut nantinya dapat memberikan dampak secara nasional. Dengan adanya seleksi kegiatan yang ketat serta pemfokusan anggaran yang ada pada satu atau beberapa kegiatan yang telah terseleksi menjadi kegiatan prioritas BPPT secara nasional, tentunya dapat menjadi langkah awal yang tepat dalam mendorong hilirisasi produk hasil kerekayasaan BPPT jika dibandingkan dengan menyebarkan anggaran yang ada ke berbagai kegiatan BPPT

c. Belum optimalnya kelengkapan sarana dan prasarana laboratorium

Sarana dan prasarana merupakan salah satu aspek sumber daya yang sangat penting dalam pengujian produk teknologi hasil kerekayasaan TIEM. Aspek

(21)

Halaman 18 teknis merupakan suatu prasyarat mutlak agar produk yang dihasilkan dapat berlanjut ke tahapan TKT yang lebih tinggi. Belum terpenuhinya aspek teknis merupakan salah satu kendala terkait hal tersebut. Sehingga dengan adanya sarana dan prasarana yang lebih lengkap dan canggih serta revitalisasi laboratorium yang dimiliki oleh BPPT tentunya dapat mendukung penguatan aspek teknis dari suatu produk teknologi yang akan dihasilkan

d. Masih kurangnya kemampuan, ketersediaan dan komitmen Sumber Daya Manusia

Kemampuan, ketersediaan, serta komitmen SDM yang andal sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan hilirisasi produk hasil kerekayasaan BPPT. Ketersediaan SDM dalam hal ini perekayasa dan peneliti yang memiliki kemampuan secara teknis tinggi sangat dituntut dalam rangka mencapai keberhasilan tersebut. Selain itu, SDM yang memiliki kemampuan dalam bidang techno-economy juga sangat diperlukan dalam menghitung kelayakan secara ekonomi suatu produk teknologi di pasaran, mengingat masih minimnya aspek perhitungan secara ekonomis sebuah produk teknologi yang akan dihilirisasikan. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat masih rendahnya keseimbangan antara syarat teknis dengan syarat ekonomis yang ada pada produk kerekayasaan teknologi BPPT bidang TIEM.

e. Masih adanya produk hasil kerekayasaan Kedeputian TIEM yang belum sesuai dengan kebutuhan industri atau pengguna

Produk hasil kerekayasaan teknologi yang dihasilkan oleh TIEM masih belum dapat termanfaatkan secara optimal oleh industri. TIEM masih mengalami kesulitan dalam melakukan proses hilirisasi ke industri. Sifat pemilihan produk kerekayasaan teknologi yang dilakukan oleh TIEM masih berbasis supply push, sehingga produk – produk yang dihasilkan belum sesuai dengan kebutuhan industri atau pengguna, sehingga secara otomatis produk tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan pasar yang ada. Adapun yang menjadi penyebabnya yakni karena masih lemahnya kemitraan TIEM dengan industri dan pengguna akhir (end user). Minimnya kemitraan dengan industri dan pengguna akhir dalam kegiatan kerekayasaan di TIEM mengakibatkan TIEM kurang mengetahui informasi secara valid dan akurat mengenai kebutuhan riil yang ada di industri. Perbedaan spesifikasi teknis antara produk yang dihasilkan TIEM dengan produk yang dibutuhkan oleh industri dan pengguna akhir mengakibatkan keengganan industri untuk memproduksi secara massal produk teknologi yang dihasilkan oleh TIEM, karena jika pihak industri memproduksi produk tersebut maka akan mengakibatkan kerugian yang dikarenakan tidak lakunya produk tersebut dipasaran. Keadaan yang

(22)

Halaman 19 demikian akan mengakibatkan proses hilirisasi pun terhenti dan tidak dapat dilanjutkan. Selain itu, dengan alphanya pihak industri dan pengguna akhir dalam perencanaan kegiatan kerekayasaan produk teknologi TIEM, membuat industri dan pengguna akhir tidak ikut andil atau berkontribusi sejak awal dalam proses kerekayasaan yang ada.

f. Belum optimalnya pemanfaatan produk hasil kerekayasaan TIEM oleh industri

Kemampuan TIEM dalam pemasaran produk hasil kerekayassaan yang dihasilkan masih perlu untuk ditingkatkan. Hal ini diindikasikan dengan jumlah kontrak dan nilai kontrak terbesar dari tahun 2015 - 2018 dari data distribusi pengguna pelayanan teknologi 2015 - 2018 masih didominasi oleh instansi pemerintah. Pemasaran pada sektor industri, dalam hal ini BUMN dan swasta masih belum optimal dan sangat perlu untuk ditingkatkan

(23)

Halaman 20

Distribusi Mitra Pengguna Pelayanan Teknologi (Berdasarkan Jumlah Kontrak) Dari Tahun 2015 s.d. 2018

Tahun Pemerintah BUMN Swasta Asing Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) 2015 66 37 25 7 135 2016 61 41 48 12 162 2017 95 31 37 7 170 2018 91 27 45 10 173 TOTAL 313 136 155 36 640

Distribusi Mitra Pengguna Pelayanan Teknologi

(Berdasarkan Nilai Kontrak) Dari Tahun 2015 s.d. 2018

Tahun Pemerintah (Jutaan Rp) BUMN (Jutaan Rp) Swasta (Jutaan Rp) Asing (Jutaan Rp) Total (Jutaan Rp) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 2015 54.409 11.235 2.974 3.101 74.720 2016 46.130 17.706 12.283 3.323 79.443 2017 91.731 7.631 14.640 5.293 119.296 2018 84.875 15.274 27.102 2.464 129.448 TOTAL 280.145 51.819 56.999 14.181 274.010

g. Kurangnya kolaborasi dengan Lembaga komersialisasi/Investor atau Industri Strategis

Kolaborasi merupakan salah satu strategi dalam rangka menghadapi kendala keterbatasan, baik dalam hal keterbatasan SDM maupun keterbatasan pendanaan. Selama ini, kegiatan kerekayasaan yang dilakukan oleh TIEM masih minim kolaborasi dengan pihak lain. Dengan adanya kolaborasi yang optimal dengan pihak lain, baik dengan investor maupun industri strategis diharapkan mereka akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya hilirisasi teknologi.

h. Masih kurangnya dukungan kebijakan/regulasi sektoral dalam rangka mendukung aktivitas litbangyasa dan pemanfaatan hasil teknologi dalam negeri

Selain beberapa permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat faktor eksternal yang menjadi aspek kritis atau critical factor dalam

(24)

Halaman 21 penentuan keberhasilan pemanfaatan hasil teknologi litbangyasa dalam negeri. Dalam upaya menunjang keberhasilan pemanfaatan iptek hasil kerekayasaan yang dihasilkan oleh lembaga litbangyasa, sinergitas kebijakan antara kebijakan iptek dan kebijakan sektoral sangat diperlukan. Saat ini, kebijakan yang ada belum saling bersinergi antara kebijakan yang satu dengan yang lain. Hal tersebut mengakibatkan produk teknologi hasil kerekayasaan tersebut mengalami kesulitan dalam menembus pasar dan bersaing dengan produk-produk teknologi asing yang sudah “well established“ dalam persaingan pasar bebas. Produk teknologi import senantiasa menjadi pilihan pengguna dalam hal ini industri yang akan memproduksi produk hasil litbangyasa maupun pengguna akhir (end user) di dalam negeri dengan berbagai macam alasan dan pertimbangan seperti halnya lebih terjaminnya dari aspek kualitas, standarisasi, aspek kepastian (certainty) dalam meminimalisir faktor resiko, aspek biaya, dan lain sebagainya. Agar produk teknologi hasil litbangyasa dalam negeri dapat masuk ke pasar, maka diperlukan kebijakan di sektor perdagangan terkait proteksi pasar dalam bentuk tarif barrier maupun non tarif barrier (preferensi terhadap industri dalam negeri) terhadap produk import sejenis. Selain itu, kebijakan di sektor keuangan seperti pemberian insentif fiskal terkait penghapusan pajak bagi industri yang ikut berkolaborasi dalam riset dan menggunakan produk inovasi teknologi dalam negeri juga perlu untuk ditingkatkan (peningkatan tax holiday, tax allowance). Kebijakan di sektor perindustrian seperti halnya kewajiban peningkatan TKDN terhadap produk industri juga perlu untuk dilakukan secara serius dan penuh komitmen. Cara perhitungan TKDN juga perlu dilakukan penyesuaian antara perhitungan yang diimplementasikan pada industri manufaktur dengan industri seperti halnya industri elektronika. Di sektor investasi, kemudahan dalam akses permodalan terhadap industri yang akan menggunakan dan mengembangkan produk teknologi hasil litbangyasa juga diperlukan. Sehingga diharapkan antusiasme mereka dapat lebih ditingkatkan.

(25)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

22

BAB 2

VISI, MISI DAN TUJUAN

2.1.

Visi Indonesia 2020-2024

Visi pembangunan Indonesia dalam 5 (lima) tahun kedepan 2020-2024 disebutkan dalam Rencana Pembangunan jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 sebagai tahap akhir yaitu “Mewujudkan Masyarakat Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur Melalui Percepatan Pembangunan di Berbagai Bidang dengan Menekankan Terbangunnya Struktur Perekonomian yang Kokoh Berlandaskan Keunggulan Kompetitif di berbagai Wilayah yang Didukung oleh SDM Berkualitas dan Berdaya Saing”.

Dalam Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, Visi Indonesia 2020-2024 adalah Terwujudnya Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong yang dicapai melalui Misi Nawacita ke 2 antara lain Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia, Struktur Ekonomi yang Produktif, Mandiri dan Berdaya Saing, Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan, Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan, Kemajuan Budaya yang mencerminkan Kepribadian Bangsa, Penegakan Sistem Hukum yang bebas Korupsi Bermartabat dan Terpercaya, Perlindungan Bagi Segenap Bangsa dan Memberikan Rasa Aman pada Seluruh Warga, Pengelolaan Pemerintahan Yang Bersih Efektif dan Terpercaya, Sinergi Pemerintah Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan.

Indonesia harus menuju pada sebuah negara yang lebih produktif, yang memiliki daya saing, yang memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahanperubahan itu. Oleh sebab itu, Indonesia menyiapkan tahapan-tahapan besar sesuai arahan presiden .

PERTAMA, pembangunan SDM menjadi kunci Indonesia ke depan yaitu membangun SDM pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global. Titik dimulainya pembangunan SDM adalah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak usia sekolah. Ini merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia unggul ke depan. Itu harus dijaga betul. Jangan sampai ada stunting, kematian ibu, atau kematian bayi meningkat.

Kualitas pendidikannya juga akan terus ditingkatkan. Bisa dipastikan pentingnya vocational training, pentingnya vocational school. Kita juga akan

(26)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

23

membangun lembaga Manajemen Talenta Indonesia. Pemerintah akan mengidentifikasi, memfasilitasi, serta memberikan dukungan pendidikan dan pengembangan diri bagi talenta-talenta Indonesia.

Diaspora yang bertalenta tinggi harus diberikan dukungan agar memberikan kontribusi besar bagi percepatan pembangunan Indonesia. Indonesia akan menyiapkan lembaga khusus yang mengurus manajemen talenta ini. Kita akan mengelola talenta-talenta hebat yang bisa membawa negara ini bersaing secara global.

KEDUA, melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat. Ke depan akan dilanjutkan dengan lebih cepat dan menyambungkan infrastruktur besar tersebut, seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat disambungkan dengan kawasan industri kecil, disambungkan dengan Kawasan Ekonomi Khusus, disambungkan dengan kawasan pariwisata. Indonesia juga harus menyambungkan infrastruktur besar dengan kawasan persawahan, kawasan perkebunan, dan tambak-tambak perikanan.

KETIGA, menyederhanakan segala bentuk regulasi dengan pendekatan Omnibus Law, terutama menerbitkan 2 undang-undang. Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja. Kedua, UU Pemberdayaan UMKM. Sangat penting bagi Indonesia untuk mereformasi birokrasi kita. Reformasi struktural! Agar lembaga semakin sederhana, semakin simpel, semakin lincah.

KEEMPAT, Memprioritaskan investasi untuk penciptaan lapangan kerja, memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang, dan menyederhanakan eselonisasi. Indonesia harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan. Jangan ada yang alergi terhadap investasi. Dengan cara inilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesarbesarnya. Oleh sebab itu, yang menghambat investasi, semuanya harus dipangkas, baik perizinan yang lambat, berbelit-belit, apalagi ada punglinya. Tidak ada lagi hambatan-hambatan investasi karena ini adalah kunci pembuka lapangan pekerjaan.

KELIMA, Melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia harus menjamin pemanfatan Sumber Daya Alam yang bernilai tambah, bukan bahan mentah. Oleh karena itu perlu adanya transformasi

(27)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

24

menuju ekonomi yang berbasis pengetahuan, pemanfataan iptek untuk menciptakan nilai tambah.

Indonesia Maju adalah Indonesia yang tidak ada satu pun rakyatnya tertinggal untuk meraih cita-citanya. Indonesia yang demokratis, yang hasilnya dinikmati oleh seluruh rakyat. Indonesia yang setiap warga negaranya memiliki hak yang sama di depan hukum. Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi kelas dunia. Indonesia yang mampu menjaga dan mengamankan bangsa dan negara dalam dunia yang semakin kompetitif.

Dalam pembangunan Iptek, telah ditetapkan Undang Undang No 11 tahun 2019 Tentang Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, yang mengatakan bahwa proses penyelenggaraan litbang dilakukan dengan aktifitas kegiatan pendidikan, penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan Ilmu Pengelahuan dan Teknologi

Di sisi lain, seiring dengan era industrialisasi 4.0, pelaksanaan pembangunan nasional harus dapat dilakukan secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan Teknologi Informasi. Tranformasi digital menjadi salah satu pengarus utamaan dalam RPJMN 2020-2024 .

2.2.

Visi BPPT

Undang Undang No. 11 tahun 2019 (pasal 1) menyebutkan bahwa dalam penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi salah satunya dapat dilaksanakan melalui aktivitas kegiatan pengkajian dan penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Sebagai salah satu lembaga yang melakukan fungsi tersebut, BPPT bertanggung jawab untuk ikut berkontribusi terhadap pembangunan nasional dengan mewujudkan inovasi melalui aktualisasi 7 (tujuh) peran yaitu perekayasaan, audit teknologi, kliring teknologi, alih teknologi, intermediasi, difusi, dan komersialisasi teknologi.

Sesuai dengan “Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2OO1 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2005”, BPPT mempunyai tugas “Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPPT mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT;

b. Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam

(28)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

25

rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta membina alih teknologi;

c. Penyelenggaraan pembinaan & pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi & tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan & rumah tangga.

Berdasarkan tugas dan fungsi, kondisi umum, potensi, dan permasalahan yang akan dihadapi ke depan sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I sebelumnya, maka visi BPPT saat ini adalah:

“Menjadi lembaga terdepan dalam pengkajian dan penerapan teknologi yang andal, professional, inovatif, dan berintegritas untuk mewujudkan Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan berkepribadian berlandaskan

Gotong-Royong”

2.3.

Misi

Upaya untuk mewujudkan visi BPPT tersebut dilaksanakan melalui 2 (dua) misi sebagai berikut:

1. Memberikan dukungan teknis dan administrasi serta analisis yang cepat, akurat dan responsif, kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan negara dalam bidang pengkajian dan penerapan teknologi

2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan prasarana Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

2.4.

Sistem Nilai

Untuk menjalankan misi tersebut diatas, BPPT mengacu pada nilai-nilai sebagai berikut:

• Solid, yaitu penguatan kelembagaan dan regulasi baik secara internal maupun eksternal, dengan mengedepankan visi dan misi BPPT serta tugas pokok BPPT sebagai lembaga kaji terap teknologi ;

• Smart, membangun sumberdaya manusia BPPT sebagi human capital yg mumpuni, dengan cara memberdayakan asset sumberdaya manusia, perekayasa, peneliti, dan jabatan fungsional lainnya agar menjadi kekuatan didalam menjalankan human centric innovation;dan

• Speed, mendorong terbangunnya program flagship nasional diberbagai bidang teknologi dengan tujuan akhir menjadi rekomendasi bagi selurruh lembaga pemerintahan dan swasta dalam mewujudkan Indonesia maju dan mandiri.

(29)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

26

Dalam rangka pencapaian visi dan misi, telah dilakukan pemetaan potensi dan permasalahan untuk mengoptimalkan semua peluang dan kesempatan yang ada termasuk juga adanya hambatan atau tantangan yang harus dihadapi.

Peta strategi BPPT sebagai hasil pemetaan tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Peta Strategi BPPT 2020 – 2024

2.5.

Tujuan dan Indikator

Dalam rangka mewujudkan visi dan melaksanakan misi BPPT ke dalam program-program yang mendukung pembangunan nasional dan pembangunan bidang yang akan dilaksanakan, maka tujuan Kedeputian TIEM tahun 2020-2024 adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan Rekomendasi kebijakan teknologi bidang teknologi informasi, energi dan material sebagai landasan pembangunan nasional

2. Menghasilkan inovasi teknologi bidang teknologi informasi, energi dan material untuk peningkatan produktivitas pembangunan nasional 3. Meningkatnya tatakelola pemerintahan yang baik akuntabel, dan

(30)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

27

Adapun indikator dari tujuan di atas adalah sebagai berikut:

1. Indikator dari tujuan Menghasilkan Rekomendasi kebijakan di bidang teknologi informasi, energi dan material sebagai landasan pembangunan nasional adalah :

a.) Jumlah Rekomendasi Teknologi yang terdiri dari:

• Rekomendasi Teknis adalah masukan dan/atau penyampaian pandangan dalam saran secara tertulis tentang teknologi kepada pihak-pihak yang membutuhkan atau yang menjadi tujuan hasil kerekayasaan BPPT

• Rekomendasi Audit Teknologi yaitu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terhadap aset Teknologi dengan tujuan menetapkan tingkat kesesuaian Teknologi dengan kriteria dan/atau standar yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil kepada pengguna yang bersangkutan.

• Rekomendasi Kliring Teknologi yaitu proses penyaringan kelayakan atas suatu Teknologi melalui kegiatan Pengkajian untuk menilai atau mengetahui dampak dari penerapannya pada suatu kondisi tertentu.

2. Indikator dari Menghasilkan Inovasi Teknologi informasi, energi dan material untuk peningkatan produktivitas pembangunan nasional adalah:

a.) Jumlah inovasi teknologi yaitu jumlah hasil Pemikiran, Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan/atau Penerapan, yang mengandung unsur kebaruan dan telah diterapkan serta memberikan kemanfaatan ekonomi dan/ atau sosial

b.) Jumlah Layanan Teknologi yang terdiri dari:

• Jumlah Alih Teknologi yaitu proses pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi antar lembaga, badan, atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya • Jumlah Komersialisasi Teknologi yaitu proses inkubasi

Teknologi; kemitraan industri, dan / atau pengembangan kawasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

c.) Index Kepuasan Masyarakat yaitu hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam

(31)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

28

memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya.

3. Indikator dari tujuan Meningkatnya tatakelola pemerintahan yang baik akuntabel, dan dinamis melalui Transformasi Digital adalah:

a) Indeks Reformasi Birokrasi Yaitu program/kegiatan untuk melaksanakan 8 (delapan) area Reformasi Birokrasi dengan indikasi peningkatan nilai Reformasi Birokrasi dan jumlah unit kerja yang menyandang predikat WBK dan WBBM di BPPT

b) Nilai evaluasi akuntabilitas kinerja yaitu program/kegiatan untuk meningkatkan implementasi SAKIP di BPPT dengan indikasi peningkatan nilai LAKIP BPPT

c) Persentase Kualifikasi SDM IPTEK yaitu jumlah SDM yang mempunyai kualifikasi SDM Iptek, SDM yang memenuhi kriteria untuk melakukan fungsi penyelenggaraan ilmu pengetahuan

d) Jumlah Sarana pra-sarana Iptek yang tersertifikasi yaitu jumlah pra-sarana, laboratoria yang memenuhi standar untuk pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan perekayasaaan yang tersertifikasi oleh lembaga akreditasi yang diakui

2.6.

Kinerja Program dan Indikator

Tujuan TIEM dapat dicapai dengan beberapa sasaran program, yaitu:

1)

Termanfaatkannya Rekomendasi Kebijakan Teknologi bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material;

2)

Termanfaatkannya Inovasi Teknologi bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

3)

Termanfaatkannya Layanan Teknologi bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

Sasaran Program 4.1), 4.2), dan 4.3) merupakan sasaran TIEM yang dapat diukur dengan Indikator Kinerja Program sebagai berikut:

(32)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

29

1)

jumlah Rekomendasi Teknologi adalah rekomendasi teknologi yang terwujud pada pemangku kepentingan/pemerintah sebagai dasar untuk menyusun kebijakan terkait usaha usaha peningkatan produktifitas.

2)

Jumlah hasil inovasi teknologi, berupa hasil perekayasaan teknologi yang terwujud pada industry/komersialisasi teknologi dalam rangka mendukung proses produksi guna mendukung peningkatkan produktifitas industri.

3)

Jumlah Layanan Teknologi yaitu hasil perekayasaan teknologi berupa produk/barang jasa yang dapat terwujud.

4)

Kualitas Layanan Teknologi diukur dengan Indeks kepuasan Masyarakat yaitu data dan informasi tentang tingkat kepuasaan masyarakat dalam memperoleh layanan dari aparatur penyelenggara layanan publik dengan membandingkan antara harapan dengan kebutuhannya (Permenpan No. 38 Tahun 2012)

2.7.

Sasaran Program

Sasaran Program TIEM Tahun 2020-2024 merupakan penjabaran lebih detail dari tujuan TIEM dengan indikator dan target yang terukur. Formulasi keterkaitan antara Tujuan dan Sasaran Program BPPT 2020-2024 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Formulasi keterkaitan antara Tujuan dan Sasaran Program TIEM 2020-2024

TUJUAN SASARAN PROGRAM IKSP SATUAN

TP4.

1 Menghasilkan

Rekomendasi kebijakan di bidang teknologi informasi, energi dan material sebagai landasan pembangunan nasional SP4.1 Terwujudnya Rekomendasi Kebijakan Teknologi bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material IKSP 4.1.1 Jumlah rekomendasi Teknis yang terwujud Rekomendasi IKSP 4.1.2 Jumlah rekomendasi Kliring Teknologi yang terwujud Rekomendasi IKSP 4.1.3 Jumlah rekomendasi Audit Teknologi yang terwujud Rekomendasi TP4. 2 Menghasilkan inovasi teknologi bidang teknologi informasi, energi dan material untuk peningkatan SP4. 2 Terwujudnya Inovasi Teknologi bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material IKSP 4.2.1 Jumlah Inovasi Teknologi yang Terwujud Inovasi Teknologi

(33)

BAB III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka Regulasi Dan Kelembagaan

30

TUJUAN SASARAN PROGRAM IKSP SATUAN

produktivitas pembangunan nasional SP4. 3 Terwujudnya Layanan Teknologi IKSP 4.3.1 Jumlah Layanan Alih Teknologi Layanan IKSP 4.3.2 Jumlah Layanan Komersialisasi Teknologi (Jumlah Kontrak PNBP/BLU) Layanan IKSP 4.3.3 Kualitas Layanan Teknologi Index Kepuasan Masyarakat TP 4.3 Meningkatnya tatakelola pemerintahan yang baik akuntabel, dan dinamis melalui Transformasi Digital SP4. 3 Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik akuntabel, dan dinamis melalui Transformasi Digital. IKSP 4.3.1 Indeks Reformasi Birokrasi Index RB IKSP 4.3.2 Nilai evaluasi akuntabilitas kinerja Nilai LAKIP IKSP 4.3.3 Persentase Kualifikasi SDM IPTEK Persentase IKSP

4.3.4 Jumlah Unit yang

Berpredikat WBK Jumlah Unit

IKSP 4.3.5 Jumlah Satuan Kerja yang Berpredikat WBBM Jumlah Satuan Kerja IKSP 4.3.7 Jumlah Sarana dan Prasarana IPTEK Tersertifikasi Jumlah Unit

Gambar

Tabel 1.1.Ekspektasi Pemangku Kepentingan dan Pelanggan
Gambar  1.3    SDM  BPPT  Menurut  Tingkat  Pendidikan  Tahun 2019
Gambar 1.5. Domain Perekayasa dalam tahapan kerekayasaan
Gambar 1.6. Hasil Evaluasi TRL Kegiatan 2015-2019
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

(1) Urusan administrasi dan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Klinik Kesehatan

BAB III: Tradisi Hakam sebagai Bantuan Hukum Pada Masa Nabi SAW sampai dengan Khulafaur Rasyidin, bab ini menyajikan data kajian objek penelitian, yaitu tentang:

Untuk meningkatkan hasil tangkapan dapat dilakukan dengan jalan pengurangan alat tangkap dan pengurangan konsentrasi sedimen yang masuk ke Danau Pulau Besar

warna putih bersih dan kondisi tudung yang masih bagus sebelum digunakan dalam penelitian dan melubangi plastik menggunakan paku sebanyak 4 lubang dan letak lubang berada di

kebijakan/kajian/telaahan dan sosialisasi. Strategi tersebut merupakan langkah- langkah Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional mendorong peningkatan kinerja

[r]

Sistem pemesanan tiket secara manual sangat kuarang efisian karena banyak menyita waktu calon penumpang karena harus datang ke agen pemberangkatan untuk memesan tiket,

Untuk mengukur dan mengetahui hasil belajar anak didik, guru perlu mengembangkan alat evaluasi yang efektif. Guru juga perlu mengetahui aspek yang