• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KONSELING RASIONAL EMOTIF UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN KONSELING RASIONAL EMOTIF UNTUK MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KONSELING RASIONAL EMOTIF UNTUK

MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA

Yesi Yuniarti

1

dan Titin Indah Pratiwi

2

Abstrak :

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan penggunaan konseling rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test one group design. Subyek penelitian ini adalah 7 siswa kelas VII C yang memiliki skor percaya diri yang rendah dan dipilih melalui purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan angket percaya diri yang telah dihitung validitas dan reliabilitasnya. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji Wilcoxon dengan taraf signifikan 5 %, menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada siswa kurang percaya diri setelah diberikan konseling rasional emotif.

Kata kunci : Konseling Rasional Emotif, Percaya diri siswa.

Pendahuluan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK di SMP Negeri 24 Surabaya, telah didapatkan bahwa banyak siswa yang mengalami rasa kurang percaya diri. Siswa yang kurang percaya diri sangat sulit untuk dapat mengembangkan diri terutama dalam hal bersosialisasi.

Hal ini dilihat saat siswa berada pada suatu kondisi dan situasi tertentu, sebagai contohnya adalah apabila seorang siswa dihadapkan pada komunitas baru (masuk pada lingkungan yang baru). Gejala kurang percaya diri tersebut muncul ketika siswa berbicara atau memulai pembicaraan dengan orang yang baru ia kenal, mudah cemas dan sering salah ucap ketika berbicara. Masalah tersebut harus segera ditangani agar tidak menghambat tumbuh kembangnya siswa dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi tidak semua siswa mengalami rasa kurang percaya diri, banyak juga siswa yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

Dilihat dari sudut pandang pendidikan, rasa percaya diri sangat menunjang siswa untuk memaksimalkan kemampuan yang dimiliki sehingga terhindar dari rasa ragu-ragu yang sering mengganggu (Mardiadja, 1986)

1 Alumni Jurusan PPB FIP UNESA 2 Staf Pengajar prodi BK FIP UNESA

(2)

Dilihat dari sudut pandang perkembangan, pada usia pra remaja sangat rentan dengan rasa percaya diri yang dia miliki. Siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri akan menghambat tumbuh kembang anak tersebut dalam beraktifitas dilingkungan sekitar yang dia tempati, baik disekolah, keluarga maupun masyarakat (Hakim, 2002).

Dilihat dari sudut Bimbingan dan Konseling, siswa yang kurang percaya diri akan merasa sangat kesulitan dalam berkomunikasi dengan lawan bicara, yang sering terjadi siswa sering banyak salah ucap dalam berbicara. Siswa yang mengalami kurang percaya diri akan menjadi tanggung jawab BK dalam penyelesaian masalah yang dialami siswa tersebut (Sukardi, 1985).

Berdasarkan berbagai sudut pandang diatas, dapat disimpulkan bahwa rasa percaya diri sangat berpengaruh dalam perkembangan siswa untuk mengaktulisasikan diri dengan lingkungan sekitar.

Percaya diri adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi dirinya karena adanya kekuatan didalam jiwa kita (Fisher, 1992). Rasa percaya diri sangat penting dalam hal mengembangkan sikap sosialisasi didalam lingkungan yang baru. Seseorang yang percaya diri akan merasa nyaman pada lingkungan yang bagaimanapun dan kondisi yang seperti apapun karena ia dapat dengan mudah beradaptasi. Akan tetapi tidak semua siswa mempunyai rasa percaya diri yang tinggi bahkan cenderung kurang percaya diri.

Rasa kurang percaya diri adalah suatu keyakinan yang negatif terhadap suatu kekurangannya yang ada diberbagai aspek kepribadiannya, sehingga ia tidak mampu untuk mencapai bernbagai tujuan didalam kehidupannya (Hakim, 2002)

Gejala rasa tidak peraya diri ini umumnya dianggap ringan karena tidak begitu terlihat awalnya, akan tetapi apabila tidak tertangani dengan cepat maka gejala-gejala tersebut akan semakin parah, dan akirnya berdampak pada diri siswa tersebut, bahkan lingkungan sekitar juga. Lingkungan tersebut bisa didalam lingkungan manyarakat, keluarga dan sekolah.

Sikap seseorang yang menunjukkan rasa kurang percaya diri antara lain, selalu dihinggapi dengan rasa keragu-raguan, mudah cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak punya inisiatif, mudah patah semangat, tidak berani tampil didepan banyak orang dan gejala kejiwaan lainnya yang nantinya akan mengahambat seseorang tersebut untuk berbuat sesuatu (Hakim, 2002).

Adapun pelaksanaan layanan yang biasa digunakan didalam istansi Sekolah untuk mengatasi rasa kurang percaya diri tersebut adalah konseling kelompok, dikarenakan disamping bersifat efisien juga secara tidak langsung siswa tersebut akan belajar untuk bersosialisasi dalam lingkup yang mungkin bisa dikatakan kecil. Konseling itu sendiri adalah proses pemberian bantuan kepada klien (siswa) dalam hal pemecahan masalah.

(3)

Dengan melihat ciri-ciri dan dampak kurangnya rasa percaya diri yang bersifat umum diatas, maka perlu adanya pencegahan ataupun usaha untuk mengatasi rasa kurang percaya diri tersebut, oleh karena itu dalam hal ini Konseling Rasional emotif dirasa tepat untuk mengatasi siswa yang memiliki rasa kurang percaya diri.

Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1986).

Pendekatan tersebut diatas dapat dilakukan untuk membantu siswa yang mengalami rasa kurang percaya diri, karena rasa kurang percaya diri bermula pada pola pikir yang salah, keragu-raguan yang muncul karena sesuatu hal yang ada pada pikiran siswa tersebut. Pola pikir yang salah disini adalah pola pikir negatif yang muncul pada diri individu, yang yang memunculkan persepsi yang akan merubah sikap atau tingkah laku seseorang, sebagai contoh seseorang selalu merasa tidak yakin akan kemampuannya sendiri padahal belum pernah mencoba untuk menyalurkan kemampuannya tersesebut, sehingga hal tersebut yang nantinya akan membentuk seseorang tersebut menjadi orang yang kurang percaya diri karena selalu ragu akan kemampuannya.

Tujuan utama Konseling Rasional emotif ini adalah memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irrasional dan tidak logis menjadi logis agar klien dapat mengembangkan diri dan meningkatkan rasa percaya diri. Dan juga menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti : rasa takut, rasa bersalah, cemas, dan was-was.

Berdasarkan paparan diatas muncullah rumusan masalah sebagai berikut, apakah konsleing rasional emotif dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa?

A. Percaya Diri

1. Pengertian rasa percaya diri

Percaya diri adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi memahami akan kondisi dirinya karena adanya kekuatan didalam jiwa kita (Fisher, 1992). Rasa percaya diri sangat berpengaruh pada suatu keberhasilan seseorang untuk menciptakan suasana yang lebih nyaman baik untuk diri sendiri maupun orang lain, dan dengan rasa percaya diri tersebut seseorang dapat dengan mudah melewati segala sesuatu yang terjadi dihadapannya.

Menurut Hakim (2002) “Rasa percaya diri adalah sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam kehidupannya”. Seseorang yang mempunyai keyakinan akan dirinya akan membawanya kearah sesuatu yang dapat membuatnya berasil dalam melakukan suatu tindakan.

(4)

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang percaya diri akan menunjukkan sikap sanggup untuk berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain dan dapat dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya.

2. Ciri-ciri rasa percaya diri.

Menurut Hakim (2002) seseorang yang memiliki rasa percaya diri memiliki ciri-ciri diantaranya adalah mempunyai sikap yang tenang dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah, mempunyai potensi yang memadai, mampu menetralisir ketegangan yang muncul diberbagai situasi, mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi, memiliki kondisi mental dan fisik yang menunjang penampilannya, memiliki kecerdasan yang menunjang, memiliki keterampilan yang menunjang dan mampu bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, selalu bereaksi positif dalam menghadapi masalah, memiliki pendidikan formal yang cukup, dan memiliki latar belakang keluarga yang baik.

Menurut Eysenk (dalam Gulo, 1980) orang-orang yang mempunyai harga diri yang tinggi cenderung mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang mempunyai keyakinan tinggi dan kemampua dalam segala hal yang memadai maka seseorangn cenderung memiliki rasa percaya diri timggi.

Tidak semua orang memiliki rasa percaya diri yang tinggi, ada beberapa mungkin bahkan banyak dijumpai juga orang tidak mempunyai rasa percaya diri. Orang yang tidak mempunyai percaya diri atau kurang percaya diri akan merasa sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Sikap seseorang yang menunjukkan rasa kurang percaya diri antara lain, selalu dihinggapi dengan rasa keragu-raguan, mudah cemas, tidak yakin, cenderung menghindar, tidak punya inisiatif, mudah patah semangat, tidak berani tampil didepan banyak orang dan gejala kejiwaan lainnya yang nantinya akan mengahambat seseorang tersebut untuk berbuat sesuatu (Hakim, 2002).

3. Proses pembentukan rasa kurang percaya diri.

Rasa kurang percaya diri bisa terjadi melalui proses panjang yang dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Menurut Hakim (2004:10) awal dari proses tersebut terjadi sebagai beriku:

a) Terbentuknya berbagai kelemahan dalam berbagai aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan meliputi berbagai aspek, seperti aspek mental, fisik, soisial dan ekonomi.

(5)

b) Pemahaman negatif seseorang terthadap dirinya sendiri yang cenderung selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga memiliki kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orangt lain.

c) Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap yang negatif, seperti merasa rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari kelompok, dan reaksi negatif lainnya, yang justru semakin memperkuat rasa kurang percaya diri pada sesorang.

B. Konseling Rasional Emotif

1. Pengertian Konseling Rasional Emotif.

Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan dalam membantu memecahkan masalah - masalah yang dikarenakan oleh pola pikir yang bermasalah (Ellis, 1943).

Menurut Corey (2005) Konseling Rasional emotif adalah sebuah pendekatan yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir yang rasional dan jujur maupun untuk berpikir yang irasional atau jahat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Konseling Rasional Emotif adalah sebuah proses pendekatan dengan proses bantuan dalam upaya mengubah pikirean yang irrasional menjadi rasional.

2. Tujuan Konseling Rasional Emotif.

Setiap kegiatan mempunyai sebuah tujuan, karena dengan tujuan seatu kegiatan akan terarah. Seperti halnya dengan tujuan Konseling Rasional Emotif adalah meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari diri klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistis (Koeswara. 2005).

Menurut Fauzan (1994) tujuan Konseling Rasional Emotif adalah memperbaiki sikap, persepsi, cara berpikir, keyakinan, serta pandangan klien yang irasional menjadi rasional agar klien dapat mengembangkan diri, mempertinggi aktualitas yang seoptimal mungkin melalui perilaku kognitif dan efektif yang positif.

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan tujuan Konseling Rasional Emotif adalah membantu klien memperbaiki dan merubah sikap yang irasional atau tidak baik menjadi rasional , sehingga seseorang tersebut dapat mengembangikan diri dan dapat mencapai suatu tujuan yang dirasa menjadi tujuan hidupnya.

3. Tahap-tahap Konseling Rasional Emotif.

Menurut Ellis (dalam Rosjidan, 1988) tahap-tahap Konseling Rasional Emotif adalah sebagai berikut :

a) Mengajak klien berfikir kepada beberapa ide-ide tidak rasional yang mendorong banyak tingkah laku terganggu

(6)

c) Menunjukkan kepada klien hakekat berpikir mereka yangn tidak logis

d) Menunjukkan bagaimana kepercayaan-kepercayaan ini bekerja dan bagaimana mereka akan menyebabkan gangguan-gangguan behavioral dan emosi.

e) Menggunakan kemustahilan dan humor untuk menantang ketidakrasionalan berpikir klien.

f) Menerangkan bagaimana ide-ide ini dapat digantikan dengan ide-ide yang lebih rasional yang berdasarkan empirik.

g) Mengajarkan kepada klien bagaimana menggunakan pendekatan ilmiahberfikir h) Menggunakan metode behavior dan emotif utnuk membantu klien menangani secara

langsung perasaan-perasaan mereka dan melawan gangguan-gangguan mereka. Selanjutnya dikaitkan dengan tahapan-tahapan diatas dibawah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori A-B-C yang merupakan teori kepribadian yang menduduki posisi sentral dalam teori dan praktek Rasional Emotif.

Diagram berikut ini akan menjelaskan interaksi dari berbagai komponen yang sedang dibahas :

A B C

D E F Ket :

A : Peristiwa yang sedang terjadi B : Keyakinan

C : Konsekwensi emosi dan perilaku D : Intervensi yang meragukan E : Efek

F : Perasaan baru

A adalah keberadaannya fakta, suatu peristiwa atau sikap seorang individu. C adalah konsekuensi emosi dan perilaku ataupun reaksi individu, reaksi itu bisa cocok, bisa juga tidak. A (peristiwa yang sedang berjalan) tidak menjadi penyebab C (konsekuensi emosi), melainkan B, yaitu keyakinan si pribadi pada A, banyak menjadi penyebab C, reaksi emosi.

Setelah A, B, C maka muncullah : yang meragukan. D merupakan aplikasi dari metode ilmiah untuk menolong klien menantang keyakinan irasional mereka. Ellis (dalam Sukardi, 1986) melukiskan tiga komponen dari proses meragukan yaitu :

(7)

a) Klien belajar caranya mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan “seharusnya” dan “ harus”, “ sifat berlibahannya” dan “pelecehannya pada diri sendiri”

b) Klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan pada diri sendiri serta berbuat utnuk mempercayainya.

c) Klien belajar utnuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional dan rasional. Setelah A, B, C, dan D maka muncullah E, falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan pikiran yang tidak pada tempatnya yang cocok. Apabila kita berasil dalam melakukan ini, kita juga menciptakan F atau seperangkat persaan yang baru. Pada tahap ini klien tidak lagi merasakan kurang percaya diri yang berlebihan atau merasa tertekan dengan kekurangan yang ada pada diri klien. Melainkan klien merasakan sesuatu sesuai dengan situasi yang ada. Pada tahap ini restruksi filosofis untuk bisa mengubah kepribadian yang disfungsional mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

a) Mengakui sepenuhnya bahwa individu itulah yang bertanggung jawab jawab atas terciptanya masalah yang dialami.

b) Mau menerima pendapat bahwa kita memiliki kemampuan untuk secara signifikan mengubah gangguan-gangguan ini.

c) Mengakui bahwa masalah emosional kita banyak berasal dari keyakinan yang irasional.

d) Dengan jelas mengamati keyakinan

e) Melihat nilai nilai dari sikap meragukan keyakinan yang bodoh dengan meggunkan metode yang tegas

f) Menerima kenyataan bahwa apabila kita mengharapkan adanya perubahan, kita sebaiknya kerja keras dengan cara emotif behavioral untuk mengadakan kontra aksi terhadap keyakinan kita dan perasaan serta perbuatan yang disfingsional yang mengikutinya.

g) Mempraktekkan metode Konseling Rasional Emotif untuk mencabut konsekuensi yang mengganggu.

Lebih lanjut Koswara (2005) mengemukakan langkah-langkah yang dilakukan konselor dalam melakukan Konseling Rasional Emotif sebagai berikut :

a) Langkah pertama

Menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinan-keyakinan irasionalnya, menunjukkan bagaimana klien mengembangkan nilai-nilai dan sikapnya. Klien harus belajar memisahkan keyakinan-keyakinan irasionalnya.

b) Langkah kedua

Membawa klien ketahap kesadaran dengan menunjukkan bahwa dia sekarang mempertahankan gangguan-gangguan emosional untuk tetap aktif dengan

(8)

terus-menerus berpikir secara tidak logis dan dengan mengulang-ngulang kalimat –kalimat yang menyatakan diri dan yang mengekalkan pengaruh masa kanak-kanak.

c) Langkah ketiga

Berusaha agar klien memperbaiki pikiran-pikiran dan meninggalkan gagasan-gagasan irasionalnya.

d) Langkah keempat

Menantang klien untuk mengembangkan filsafat hidup yang rasional sehingga bisa menghindari kemungkinan menjadi korban keyakinan-keyakinan yang irasional.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan dengan jelas langkah-langkah konseling sebagai berikut :

a) Langkah pertama

Konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional.

b) Langkah kedua

Konselor menyadarkan klien bahwa keyakinan-keyakinan yang tidak rasional sebenarnya adalah sunber dari gangguan yang dialaminya. Akan tetapi hal itu dapat diubah.

c) Langkah ketiga

Konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara dan gagasan yang irasional. d) Langkah keempat

Pada tahap akir ini, konselor berperan membantu klien mengembangkan pandangan-pandangan yang realistis dan menghindari pikiran yang irasional.

4. Teknik-teknik Konseling Rasional Emotif.

Menurut Ellis (dalam Sukardi, 1985) memberikan suatu gambaran tentang teknik-teknik dalam pelaksanaan Konseling Rasional Emotif. Berikut ini adalah teknik-tekniknya :

a) Teknik Pengajaran

Konselor mengambil peran lebih aktif dari klien, dengan memberikan petunjuk atau gambaran bagaimana ketidak logisan berpikir itu secara langsung meimbulkan gangguan emosional pada diri klien.

b) Teknik Persuatif

Konselor meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya, karena pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor juga langsung mengemukakan berbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien benar itu belum tentu benar.

(9)

c) Teknik Konfrontasi

Dalam hal ini, konselor menyerang ketidaklogisan berpikir klien dan membawa klien dan membawa kearah berpikir logis.

d) Teknik Pemberian Tugas

Dalam hal ini, konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Teknik ini bisa dilakukan untuk menugaskan kepada klien untuk bergaul kepada anggota masyarakat kalau klien merasa kurang percaya diri dan dikucilkan dimasyarakat.

Menurut Hidayah (2007) membedakan teknik sebagai berikut: a) Teknik Kognitif

Teknik digunakan untuk meng-counter sistem keyakinan klien yang irrasional serta perilaku-perilaku negatif. Beberapa teknik yang dapat digunakan adalah : pekerjaan rumah, teknik diskusi, teknik simulasi dan teknik asertif.

b) Teknik Emotif

Teknik ini digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri, teknik ini terdiri atas Assertive training, teknik sosiodrama, teknik self modeling, dan teknik imitasi.

c) Teknik Behavioristik

Teknik yang biasanya digunakan adalah teknik : reinforcement dan teknik sosial modeling.

Dari beberapa pendapat diatas dapat kita ketahui bahwa ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam Konseling Rasional Emotif, sehingga nantinya dari beberapa teknik tersebut dapat dipilih dan digunakan oleh konselor sesuai dengan kebutuhan.

Metode

Dalam penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen dengan pretest-posttest one grou design. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII C yang memiliki rasa kurang percaya diri. Pemilihan subyek penelitian menggunakan purposive sampling. Siswa yang menjadi subyek penelitian sebanyak 7 siswa menapatkan perlakuan konseling kelompok rasional emotif. Instrumen pengupul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket percaya diri.

Eksperimen dilakukan peneliti dalam enam kali pertemuan. Setiap pertemuan kurang lebih 30-45 menit. Pertemuan pertama berisi tentang pembinaan hubungan dengan konselor dan menjelaskan tentang tujuan dari kegiatan yang akan dilakukan, pertemuan kedua adalah pengungkapan masalah, pertemuan ketiga adalah analisis masalah, pertemuan keempat menentukan teknik yang akan digunakan dalam pemecahan masalah, pertemuan kelima

(10)

penyelesaian masalah dan pertemuan keenam adalah tindak lanjut. Data dianalisis dengan teknik analisis statistik deskriptif dan analisis uji jenjang wilcoxon.

Hasil dan pembahasan

Setelah data terkumpul melalui metode yang telah ditentukan tahap berikutnya adalah menganalisis data. Analisis data harus dilakukan dengan teliti agar dapat dilakukan penarikan kesimpulan dengan benar.

Analisis data dimaksudkan untuk menganalisis data yang terkumpul dengan menggunakan teknik analisis tertentu. Melalui teknik analisis ini akan diuji hipotesis yanng akan diajukan, yanng pada gilirannya dapat diambil kesimpulan terhadap hasil penelitian tersebut.

Data hasil pre-test dan post-test dengan uji wilcoxon

No Nama X Y Beda Peringkat Tanda Peringkat

(+) (-) 1 AB 120 129 +9 2 +2 - 2 WRE 118 130 +12 5 +5 - 3 HY 118 128 +10 3 +3 - 4 UI 119 135 +16 7 +7 - 5 NHKI 120 131 +11 4 +4 -

(11)

6 BGHJ 116 129 +13 6 +6 -

7 ZZ 119 127 +8 1 +1 -

Jumlah +28 0

Tabel harga X dalam tabel kritis untuk uji wilcoxon adalah 2 untuk N =7 dengan taraf signifikasi 5 %. Jika T hitung ≤ T tabel berarti Ho ditolak dan Ha diterima. Dari hasil penelitian diatas,diketahui bahwa T hitung ≤ T tabel (0 ≤ 2) . Jadi Hipotesis yang berbunyi, Ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan Konseling Rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIIC, dapat diterima.

Data hasil Pre test – Post test pada tabel diatas dapat digambarkan dalam grafik sebagai berikut:\

:

Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat adanya perbedaan. Dimana grafik Pre test lebih rendah dibandingkan dengan grafik Post test.

Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian Pre-test dan Post-test,menunjukan adanya suatu perbedaan skor yang positif antara sebelum dilakukannya perlakuan konseling kelompok rasional emotif. Hal ini berarti bahwa Konseling rasional emotif memiliki pengaruh terhadap kurang percaya diri siswa. Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi adakah “ Ada pengaruh yang signifikan dalam penggunaan Konseling Rasional Emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas VIIC di SMP Negeri 24 Surabaya “ telah teruji.

Pada perlakuan dengan menggunakan Konseling kelompok Rasional emotif untuk meningkatkan percaya diri siswa, disini siswa diajarkan untuk bisa mengenal dan meninggalkan pikiran-pikiran negatif yang merusak diri, tetapi juga menghentikan pikiran tersebut dengan pikiran yang positif. Konseling Rasioal Emotif adalah suatu pendekatan

105 110 115 120 125 130 135 140 AB WRE HY UI NHKI BGHJ ZZ pre test post test

(12)

(proses) dalam membantu memecahkan masalah - masalah yang dikarenakan / disebabkan oleh pola pikir yang bermasalah.(Ellis, 1943).

Menurut Coorey (1998) Konseling Rasional emotif adalah sebuah pendekatan yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir yang rasional dan jujur maupun untuk berpikir yang irasional atau jahat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Konseling Rasional Emotif adalah sebuah proses pendekatan dengan proses bantuan dalam upaya mengubah pikirean yang irrasional menjadi rasional.

Secara keseluruhan siswa mampu mengikuti tahapan-tahapan konselin ini. Siswa diajarkan untuk memahami bahwa masalah-masalah mengenal dan menghentikan pikiran tersebut dengan pikiran yang positif. Setelah siswa memahami hal tersebut konselor menyadarkan bahwa keyakinan-keyakinan yang negatif itu adalah sumber dari permasalahan yang dihadapi dan menggantinya dengan keyakinan-keyakinan yang positif dan memotivasi agar dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Simpulan dan saran

Berdasarkan rumusan masalah dan hasil analisis yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima dan dapat disimpulkan bahwa penggunaan konseling rasional emotif untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa dan terdapat perbedaan yang signifikan pada skor percaya diri antara sebelum dan sesudah diberikan konseling rasional emotif.

Berdasarkan grafik hasil perbandingan pengukuran awal dan pengukuran akhir dapat dilihat adanya peningkatan. Dimana hasil pengukuran awal lebih rendah dari hasil pengukuran akhir. Hal tersebut berarti ada peningkatan skor percaya diri setelah subyek diberikan konseling rasional emotif.

Berdasarkan simpulan diatas, maka hasil penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi sebagai berikut :

1. Bagi konselor sekolah

Konseling rasional emotif merupakan salah satu alternatif bantuan yang dapat digunakan bagi konselor sekolah untuk membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.

2. Bagi siswa

Setelah pelaksanaan Konseling rasional emotif , siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah agar terus berlatih dengan mengubah pikiran negatif menjadi positif yang sudah diterapkan tersebut sehingga mencapai hasil yang maksimal.

3. Bagi peneliti lain

Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian yang lebih sempurna. Contohnya pada setiap tahap perlakuan yang dilakukan hendaknya dilakukan pengukuran dengan metode yang berbeda terhadap subyek penelitian (tidak hanya dilakukan pada saat kegiatan pre-test dan post-test saja). Sehingga diharapkan dengan pengukuran tersebut dapat diketahui perubahan secara menyeluruh.

(13)
(14)

Daftar Rujukan

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : Asdi mahasatya.

Azwar, Saifuddin. 2003. Reabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Coorey Gerald. Theory and pratice of counseling & psicotherapy terjemahan oleh E.koeswara. 2005. Bandung : PT Repika Aditama.

Drajats, Jan. 1999. Membangun harga diri dan rasa percaya diri anak. Jakarta : Pustaka Tangga. Eysenk, H.J. 1980. Mengenal Diri Pribadi. Terjemahan Gulo DH. Jakarta : ANS.

Ellis, Albert. 1986. Pengantar Teori Konseling. Terjemahan Sukardi, Dewa Ketut. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Fauzan, Lutfi.1994. Modul pendekatan-pendekatan Konseling Kelompok. IKIP Malang. Hadi, Sutrisno.1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset

Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta : Puspa Swara.

Hidayah. 2007. Konseling Rasional Emotif, (online), (http : // www. Hidayah.Siti.com / Blog/ Post/ 2007/ 01/ Teknik Konseling. Di akses 22 Januari 2009).

Mardiadja. 1986. Paradikma Pendidikan. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum

Fisher, James. 1992. Menjual Percaya Diri ditahun 90an. Jakarta : Rajawali Press. Rosjidan. 1998. Pengantar Teori Konseling. Jakarta : DEPDIKBUD.

Siegel, Sidney. 1990. Non Parametric For The Behavioral sciences : statistik non para metrik untuk ilmu-ilmu sosial. Terjemahan Zanzawi Suyuti dan Ladung Simatupang. 1990. Jakarta : Gramedia Pestaka Utama.

Sukardi, DK. 1985. Pengantar Konseling. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Winkel, W.S & Sri Hastuti. 2004. Bimbingan Dan Konseling Di Instuti Pendidikan. Jakarta : Media Abadi.

Sudjana, dkk. 2001. Penelitian dan penilaian pendidikan. Bandung : Sinar Baru Algesindo. Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung : Tarsito.

(15)

Sugiono, 2007. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D. Bandung : Alfabeta.

Gambar

Tabel  harga  X dalam tabel  kritis  untuk  uji wilcoxon adalah 2 untuk     N  =7 dengan  taraf signifikasi 5 %

Referensi

Dokumen terkait

Serta dampak perilaku agresif yang ditimbulkan akibat perilaku agresif subjek I diantaranya yaitu: (1) pada dirinya sendiri berupa: penyesalan, merasa kelelahan

Pendidikan pranikah dengan materi seksualitas dari prespektif Kristen oleh dosen teologi kepada kedua calon pasutri.. Rangkuman proses pendidikan pranikah oleh pendeta jemaat

Akhirnya, di akhir tulisan ini saya ingin menyampaikan pergulatan ideologi yang juga menjadi sandungan bagi terbentuknya ikatan alumni ini, saya akan merasakan kesedihan yang

Abstrak: waktu berjalan linear pada aksi yang kita lakukan, tetapi setelah aksi tersebut dilakukan, akan menjadi masa lalu yang tersusun menjadi alur waktu yang telah kita lakukan

Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan merasa mudah lelah, dan tidak

Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan dengan kinerja guru, maka disarankan kepada:.. 5.2.1

Pengukuran waktu pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menentukan lamanya waktu kerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik yang dibutuhkan oleh

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut : (1) Guru-guru di SMP Negeri 2 Ampel mengalami kesulitan dalam menyusun proposal PTK