• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit diare adalah penyebab utama kedua kematian pada anak di bawah umur lima tahun, membunuh 1,5 juta anak setiap tahun dan secara global, ada sekitar dua miliar kasus penyakit diare setiap tahun (UNICEF/WHO, 2009). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, parasit (protozoa, cacing) dan virus Hendarwanto, (1996) dalam ilmu penyakit dalam FKUI, (1996). Terjadinya penularan dan berkembangnya penyakit diare sangat terkait dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Penularan secara feko oral melalui tangan, lalat, makanan/minuman, air dan tanah yang merupakan transmisi penularan diare, pemutusan transmisi rantai penularan diare melalui sanitasi lingkungan, peningkatan pengetahuan ibu tentang diare, perilaku dan sikap serta persediaan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan diyakini dapat menghambat masuknya perantara sampai ke mulut (Soemirat, J, 2011).

World Health Organization (WHO) menempatkan diare sebagai peringkat kedua penyebab kematian balita di dunia setelah penyakit pneumonia. Kasus diare di Indonesia juga masih menjadi masalah yang penting dan serius untuk diperhatikan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat diare tersebar di semua kelompok umur dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada balita (16,7%) dan 25,2% penyebab kematian bayi dan balita (BalitbangKes Depkes RI, 2007). Pada tahun 2009, Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang dengan case fatality rate (CFR) sebesar 1,74%. Angka CFR ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,48% (Depkes RI, 2009).

(2)

Cakupan penemuan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sebesar 48,5%. Hal ini mengalami peningkatan bila dibanding pada tahun 2009 sebesar 47,8%. Data selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa cakupan penemuan diare masih sangat jauh di bawah target yang diharapkan yaitu sebesar 100% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2011).

Di Kabupaten Wonosobo sejak tahun 2007-2011 cakupan penemuan dan incidence rate (IR) diare pada semua umur dan balita terus meningkat. Tahun 2007 sebanyak 11.074 kasus (33,62 %), IR 14,22/1000 penduduk, diare balita sebanyak 5687 kasus. Pada tahun 2011 13,566 kasus (43,25 %), IR 17,77/1000 penduduk dan diare pada balita sebanyak 5915 kasus, selengkapnya sebagaimana tabel nomor 1 berikut.

Tabel 1. Cakupan Penemuan, IR Diare dan Kasus Diare Balita di Kabupaten Wonosobo Tahun 2007 – 2011

Tahun Jumlah Penduduk Target Kasus Semua Umur Cakupan (%) IR/1000 Penduduk Kasus Diare Anak < 5 Tahun 2007 778703 32939 11074 33,62 14,22 5687 2008 784226 33173 11986 36,13 15,28 5973 2009 789848 33411 13463 40,30 17,04 6803 2010 754698 31924 13384 41,92 17,73 5945 2011 763146 31365 13566 43,25 17,77 5915

Sumber : Laporan P2P Dinkes Kabupaten Wonosobo, Tahun 2007 s/d 2011. Kasus diare di Kabupaten Wonosobo selain cakupan penemuannya yang terus meningkat tapi masih dibawah target (100%), KLB juga paling sering terjadi. Salah satu kecamatan yang dengan frekuensi KLB diare yang paling sering terjadi adalah Kecamatan Kepil. Pada tahun 2005 s/d 2011 masing-masing terjadi sebanyak 1 kali, namun di tahun 2007 terjadi sebanyak 5 kali KLB, sebagaimana tabel nomor 2 berikut (Dinkes Kabupaten Wonosobo, 2011a).

(3)

Tabel 2 Distribusi KLB Diare Di Kabupaten Wonosobo Tahun 2005-2011

Kecamatan Jumlah KLB Tahun Kejadian

Kaliwiro 1 2005 Garung 2 2005,2006 Mojotengah 1 2005 Leksono 1 2006 Kepil 8 2005, 2006, 2007 (5 kali), 2010 Kalibawang 1 2010 Sukoharjo 1 2011 Sapuran 1 2011

Sumber : Laporan P2 Diare Dinkes Wonosobo, Tahun 2005 – 2011

Di Kecamatan Kepil sejak 5 tahun terakhir (tahun 2007-2011) cakupan penemuan dan IR diare semua umur dan balita diare terus meningkat. Tahun 2007 kasus diare pada semua umur sebanyak 1136 kasus (46,27%), IR pada semua umur 19,02/1000 penduduk, kasus diare balita 603 kasus, kematian 3 balita. Pada tahun 2011, kasus diare semua umur mencapai 1343 kasus (57,32), IR 23,56/1000 penduduk, dan diare pada balita 674 kasus, selengkapnya seperti tabel nomor 3 berikut.

Tabel 3. Insidensi Rate Penyakit Diare di Kecamatan Kepil Tahun 2007 – 2011 Tahun Jumlah Penduduk Target Kasus Semua Umur Cakupan (%) IR/1000 Penduduk Kasus Diare Balita Jumlah Kematian 2007 59.740 2455 1136 46,27 19,02 603 3 2008 60.618 2491 1137 45,64 18,76 529 0 2009 61.054 2509 1243 49,54 20,36 633 0 2010 56.522 2323 1195 51,44 21,14 581 1 2011 57.004 2343 1343 57,32 23,56 674 0

Sumber : Laporan P2 Diare Dinkes Wonosobo, Tahun 2007 - 2011

Penyakit diare merupakan penyakit berbasis lingkungan, Teori Blum (1981) dalam Monaghan, (1997) menjelaskan bahwa lingkungan merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. lingkungan yang salah satunya adalah air sebagai faktor yang paling besar pengarunya terhadap kesehatan masyarakat dan diduga sebagai penyebab KLB diare yang terjadi selama ini di Kabupaten Wonosobo. Dalam hal ini air

(4)

merupakan perantara langsung maupun tidak langsung dalam penularan penyakit termasuk diare. Selain itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi oleh perilaku/gaya hidup (lifestyle), pelayanan kesehatan dan keturunan (Monaghan, 1997)

Rendahnya kualitas pelayanan air minum berdampak pada kondisi sumber daya manusia Indonesia. United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan pada 2012 Indonesia hanya menempati peringkat 121 dalam Human Development Index (HDI). Selain itu dalam 15 tahun terakhir terjadi banyak “waterborne disease outbreak” atau wabah penyakit yang disebabkan oleh kualitas air yang rendah. Dari 380 PDAM yang ada di Indonesia, sebanyak 142 (41%) berada dalam kategori sehat. Sedangkan 129 (38%) kurang sehat dan sisanya 70 (21%) dalam kondisi tidak sehat (PU Cipta Karya, 2012).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa cakupan air bersih yang terlindungi masih rendah, hanya 42,9% (Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, 2010). Di wilayah Kecamatan Kepil jenis sumber air bersih yang digunakan masyarakat masing-masing puskesmas adalah seperti tabel berikut :

Tabel 4 Cakupan Air Bersih dan Diare Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo Tahun 2011

Puskesmas

Sumber air bersih Diare

PDAM (%) Sumur Gali (%) Perpipaan (Sumber Mata Air) (%) IR/1000 penduduk Cakupan(%) Puskesmas Kepil 1 25 10 65 15 37 Puskesmas Kepil 2 0 1,6 98,4 40 97

Sumber. Laporan P2 Dinkes Wonosobo, (2011)

Dari tabel 4 menujukkan bahwa, pada Puskesmas Kepil 2 sumber air bersih lebih banyak sumber mata air (perpipaan) sebanyak 98,4 %, cakupan diare 97 %, IR 40/1000 penduduk. Puskesmas Kepil 1 sumber mata air terbanyak adalah perpipaan 65 %, cakupan diare 37 %, IR 15/1000 penduduk.

Air bersih mutlak diperlukan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia, namun disisi lain, air juga merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416 Tahun

(5)

1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Depkes RI, 1990). Air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Escherichia coli dan Coliform bakteri) merupakan bakteri flora normal di usus manusia dan hewan berdarah panas, yang membantu proses pembusukan sisa-sisa makanan dan memadatkannya menjadi feces. Bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh tinja (UI, 1988). Selain syarat biologi, air juga harus memenuhi syarat fisik antara lain tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh dan tidak bewarna (Depkes RI, 1990).

Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara langusung maupun tidak langsung melalui air. Penyakit yang ditularkan melalui air disebut sebagai waterborne disease atau water related disease (Sumantri, 2010). Penyakit diare adalah salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melaui air. Penyakit asal air terjadi karena meminum air tercemar. Sebenarnya sumber infeksi itu bukanlah airnya, melainkan tinja yang berasal dari manusia (hewan) yang telah mencemari air tersebut. Tinja tersebut mengandung patogen-patogen enterik bila berasal dari orang sakit atau penular penyakit, bila air yang mengandung patogen tersebut mencemari makanan, maka infeksi ini dapat pula merupakan infeksi asal makaan (UI, 1988).

Tinja merupakan bagian yang paling berbahaya dari limbah domestik adalah mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja, karena dapat menularkan beragam penyakit bila masuk dalam tubuh manusia, dalam 1 gram tinja mengandung 1 milyar virus infektif yang mampu bertahan selama beberapa minggu pada suhu dibawah 100Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus, protozoa, cacing dan bakteri yang umumnya diwakili oleh jenis Escheriachia coli (E.coli). Menurut catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120 jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja. Sebagian besar virus patogen

(6)

ini tidak memberikan gejala yang jelas sehingga sulit dilacak penyebabnya. (Yudo, 2010)

Menurut Yiannakoulias, (2011) dalam Maantay (2011). Untuk mengetahui hubungan antara air dengan pengelompokan penyakit dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis spasial, terutama ketika ada kemungkinan heterogenitas spasial hubungan antara jarak sumber air dan penyakit. Analisis spasial digunakan untuk mengungkapkan pola spasial dan titik puncak kejadian diare. Diterapkan lebih spesifik pada kondisi geografis kesehatan masyarakat sesuai dengan program pengurangan risiko, dan menjadi komponen integral dalam mendeskripsikan analisis serta penilaian risiko diare (Chaikaew et al., 2009).

Dalam lima tahun terakhir, insidensi rate diare di Kabupaten Wonosobo terus meningkat, namun demikian cakupan penemuan diare masih di bawah dari target nasional, di sisi lain KLB terjadi setiap tahunnya. Kecamatan Kepil merupakan wilayah yang paling sering terjadi KLB diare dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Faktor risiko yang diduga kuat berpengaruh terhadap kejadian dan KLB diare tersebut di antaranya adalah dari air yang tercemar oleh bakteri koliform. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan meneliti beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare, serta sikap ibu tentang diare, pemberian vitamin A, imunisasi, sanitasi sarana air bersih, kualitas air bersih (total koliform). Di samping itu, juga ingin melihat gambaran sebaran penderita diare di sekitar puskesmas/sarana kesehatan, dan sumber air bersih di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini :

1. Apakah terdapat hubungan kejadian diare akut pada balita dengan sikap ibu tentang diare, pemberian vitamin A, imunisasi campak, sanitasi sarana air

(7)

bersih, kualitas air bersih (total koliform), status gizi dan status ekonomi di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo?

2. Bagaimana distribusi spasial kejadian diare pada balita di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor risiko dan distribusi spasial kejadian diare akut pada balita di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan kejadian diare akut pada balita dengan sikap ibu/pengasuh tentang diare, Pemberian vitamin A, imunisasi campak, sanitasi sarana air bersih, kualitas air bersih (total koliform), status gizi dan status ekonomi di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

b. Mengetahui hubungan kejadian diare akut pada balita dengan di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

c. Untuk mengetahui persamaan regresi dan probabilitas terjadinya diare dengan faktor risiko, sikap ibu, imunisasi campak, sanitasi sarana air bersih, kualitas air bersih, status gizi dan status ekonomi di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo.

d. Mengetahui distribusi spasial dan buffer kejadian diare akut pada balita dengan puskesmas dan sumber air bersih di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo .

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi program yang sedang berjalan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta kebijakan dalam penanggulangan penyakit menular terutama diare.

2. Bagi akademik, diharapkan penelitian ini sebagai masukan dan tambahan bagi penelitian lain, dalam rangka pengembangan pengetahuan dan teknologi.

(8)

3. Bagi masyarakat di Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo, sebagai bahan masukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit diare akut pada balita.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian tentang faktor risiko diare pada balita telah banyak dilakukan, penelitian yang sudah dilakukan dan hampir serupa antara lain:

1. Natsir et al., (2008) meneliti efek protektif vitamin A terhadap kejadian diare pada batita di Kota Palu dengan rancangan penelitian kohor restrospektif. Variabel bebas pemberian vitamin A, variabel luar status imunisasi, status gizi, jenis kelamin, umur pendidikan ibu dan sosial ekonomi. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian menggunakan variabel terikat dan variabel bebas pemberian vitamin A, dan variabel luar, status gizi serta sosial ekonomi.

Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi campak, sanitasi sarana air bersih dan kualitas air bersih (total koliform) dan distribusi spasial. Hasil penelitian bahwa pemberian vitamin A tidak sesuai program 1,4 kali lebih besar menderita diare dibanding pemberian vitamin A sesuai dengan program.

2. Idhamsyah et al., (2008) meneliti tentang pengaruh lingkungan fisik dan perilaku pemakai sumur gali terhadap kualitas bakteriologis pada air sumur gali di Kelurahan Jembatan Mas Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi, desain penelitian menggunakan cross sectional study. Variabel bebas yang diteliti lingkungan fisik sumur, konstruksi sumur terdiri dari cicin, perilaku pemakai sumur, jumlah pemakai sumur. Persamaan dengan penelitian ini pemeriksaan sarana air bersih dan variabel terikat bakteriologis air sumur.

Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi

(9)

campak, sanitasi sarana air bersih dan kualitas air bersih (total koliform) dan distribusi spasial.

Hasil penelitian bahwa, terdapat pengaruh positif antara lingkungan fisik sumur dengan kualitas bakteriologis pada air sumur, terdapat pengaruh positif antara konstruksi sumur dan kualitas bakteriologis pada air sumur, terdapat pengaruh positif antara perilaku pemakai sumur dan kualitas bakteriologis pada air sumur serta kualitas lingkungan fisik yang ada di sekitar sumur berpengaruh paling besar terhadap baik tidaknya kualitas bakteriologis pada sumur.

3. Hannif et al., (2010) meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare akut pada balita di Kecamatan Umbulharjo dan Kotagede Kota Yogyakarta, desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Variabel bebas yang diteliti sarana sumber air bersih, sarana jamban keluarga, higiene perorangan merebus air minum. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian menggunakan kasus kontrol, sarana air bersih dan kualitas air bersih (mikrobiologi).

Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi campak, dan distribusi spasial. Hasil penelitian bahwa higiene perorangan dan risiko sanitasi sarana air bersih mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadan diare akut pada balita.

4. Nurfara et al., (2010) meneliti hubungan sanitasi lingkungan terhadap kejadian diare akut pada balita di Kecamatan Cepogo dan Mojosongo Kabupaten Boyolali, desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Variabel bebas yang diteliti kepemilikan sarana air bersih, kepemilikan dan penggunaan jamban keluarga, kepemilikan tempat pembuangan sampah, kepemilikan sarana pembuangan air limbah, terdapat peternakan sapi di lokasi tempat tinggal. Persamaan dengan penelitian ini desain penelitian sama-sama menggunakan kasus kontrol.

Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi

(10)

campak, sanitasi sarana air bersih dan kualitas air bersih (total koliform) dan distribusi spasial. Hasil penelitian bahwa tidak memiliki SPAL dan terdapat peternakan sapi di lokasi tempat tinggal mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kejadan diare akut pada balita.

5. Elfiatri M et al., (2008) meneliti tentang analisis spasial perilaku hidup bersih sehat sebagai faktor risiko diare akut pada balita di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, desain penelitian menggunakan kasus kontrol. Variabel bebas yang diteliti penggunaan jamban, penggunaan air bersih, pembuangan sampah dan kebiasaan mencuci tangan. Persamaan dengan penelitian ini desain penelitian sama-sama menggunakan kasus kontrol, spasial dan variabel bebas kebiasaan cuci tangan.

Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi campak, sanitasi sarana air bersih dan kualitas air bersih (total koliform) dan distribusi spasial. Hasil penelitian bahwa penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, mempunyai hubungan yang bermakna terhadap kasus diare dan terdapat clustering kasus diare yang signifikan dengan penggunaan jamban keluarga, penggunaan air bersih, pembungan sampah dan kebiasaan cuci tangan.

6. Wijayanti et al.,( 2012) meneliti tentang analisis spasial kejadian diare akut anak usia 5-14 tahun di Kabupaten Kulon Progo Provinsi D I Yogyakarta, desain penelitian menggunakan cross sectional. Variabel bebas yang diteliti akses rumah tangga terhadap air bersih, jamban keluarga, proporsi kepemilikan kandang ternak, kepadatan penduduk desa, ketinggian tempat dan curah hujan. Persamaan dengan penelitian ini, spasial kejadian diare akut. Perbedaannya pada subyek penelitian, tempat, waktu dan beberapa variabel bebas yang diteliti yaitu sikap ibu, pemberian vitamin A, imunisasi campak, sanitasi sarana air bersih dan kualitas air bersih (total koliform) dan distribusi spasial. Hasil penelitian bahwa tingginya kepadatan penduduk menyebabkan tingginya angka insidensi diare akut, akan tetapi tidak pada disentri.

Gambar

Tabel 1. Cakupan Penemuan, IR Diare dan Kasus Diare Balita  di Kabupaten Wonosobo Tahun 2007 – 2011
Tabel 2 Distribusi KLB Diare Di Kabupaten Wonosobo Tahun 2005-2011

Referensi

Dokumen terkait

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta. Jumlah populasi mahasiswa Magister Manajemen FE

and you can see from the radar screen – that’s the screen just to the left of Professor Cornish – that the recovery capsule and Mars Probe Seven are now close to convergence..

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

 Biaya produksi menjadi lebih efisien jika hanya ada satu produsen tunggal yang membuat produk itu dari pada banyak perusahaan.. Barrier

[r]

Latar belakang didirikannya Radio Dais salah satunya adalah jenuhnya masyarakat akan media hiburan yang mengikuti gaya kebarat-baratan yang dapat merusak moral

Jika ibu belum pernah memiliki pengalaman persalinan sebelumnya, sebaiknya ibu yang menginginkan kehamilan berada pada umur reproduksi (20-35 tahun) dan

Perbedaan pengaturan hak kesehatan buruh yang diselenggarakan oleh Jamsostek dan BPJS Kesehatan adalah dari segi asas dan prinsip penyelenggaraan; sifat kepesertaan; subjek