• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS CACAT DAN SIFAT MAGNETIK GRAFENA OKSIDA TEREDUKSI DARI TEMPURUNG KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS CACAT DAN SIFAT MAGNETIK GRAFENA OKSIDA TEREDUKSI DARI TEMPURUNG KELAPA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i TESIS – SF142502

ANALISIS CACAT DAN SIFAT MAGNETIK GRAFENA

OKSIDA TEREDUKSI DARI TEMPURUNG KELAPA

KURNIASARI 1115 201 012

DOSEN PEMBIMBING Prof. Darminto, M.Sc.

PROGRAM MAGISTER

BIDANG KEAHLIAN FISIKA MATERIAL PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA 2017

(2)

ii

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

(3)

iii TESIS – SF142502

DEFECT AND MAGNETIC PROPERTIES OF REDUCE

GRAPHENE OXIDE PREPARED FROM COCONUT

SHELL

KURNIASARI 1115 201 012 SUPERVISOR Prof. Darminto, M.Sc. MAGISTER PROGRAM

STUDY ON MATERIAL PHYSICS DEPARTMENT OF PHYSICS

FACULTY OF MATHEMATICS AND NATURAL SCIENCES INSTITUTE OF TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2017

(4)

iv

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

(5)
(6)
(7)

vii

ANALISIS CACAT DAN SIFAT MAGNETIK GRAFENA

OKSIDA TEREDUKSI DARI TEMPURUNG KELAPA

Nama : Kurniasari NRP : 1115201012

Pembimbing : Prof. Dr. Darminto, M.Sc.

ABSTRAK

Tujuan utama pada peneltian ini adalah untuk menganalisis cacat dan sifat magnetik grafena oksida tereduksi (rGO) yang disiapkan dari tempurung kelapa. Bahan utama yang digunakan adalah arang tempurung kelapa tua yang diubah dalam bentuk serbuk dan pelet. Sampel yang dihasilkan dipanaskan dengan beberapa variasi temperatur pemanasan (400oC, 600oC, 700oC, 800oC dan 1000oC) selama 5 jam pada atmosfer bebas. Kemudian, sampel diberikan perlakuan penyayatan dengan menggunakan ultrasonic cleaner dengan variasi waktu 2, 5, dan 10 jam. Karakterisasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu spektroskopi Raman, Fourier transform infra-red (FTIR), Energy dispersive X – Ray (EDX) and vibrating sample magnetometer (VSM). Hasil FTIR menunjukkan bahwa jumlah gugus fungsi rGO berkurang seiring dengan meningkatnya temperatur pemanasan. Dari hasil spektroskopi Raman diperoleh dua puncak pada semua sampel, yaitu puncak D (Defect) dan G (Graphitic). Nilai cacat (ID/IG) dari rGO meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyayatan dan temperatur pemanasan. Berdasarkan pengukuran nilai magnetik dengan menggunakan VSM, diperoleh peningkatkan drastis dari nilai magnetisasi sebagai akibat dari peningkatan jumlah cacat sehingga mempengaruhi tingkat kemagnetan rGO.

Kata Kunci : FTIR, grafena oksida terduksi, sifat magnetik, spektroskopi raman, tempurung kelapa, VSM

(8)

viii

(9)

ix

DEFECT AND MAGNETIC PROPERTIES OF REDUCED

GRAPHENE OXIDE PREPARED FROM COCONUT SHELL

By : Kurniasari

Students Identity Number : 1115201012

Supervisor : Prof. Dr. Darminto, M.Sc.

ABSTRACT

The main idea in this work is to analyze defect and explore magnetic properties of reduced graphene oxide (rGO) prepared from coconut shell. The old coconut shell charcoal was used as the main ingredient material, which was converted into powder and pellet forms. The resulted sample was treated with some temperature variation (400oC, 600oC, 700oC, 800oC and 1000oC) for 5 hours in ambient atmosphere. Furthermore, samples were exfoliated by using ultrasonic cleaner for varying duration (2, 5 and 10 hours). The characterization was perfomed by Raman spectroscopy, Fourier transform infra-red (FTIR), Energy dispersive X – Ray (EDX) and vibrating sample magnetometer (VSM). FTIR results showed that the number of functional groups rGO decreasing due to the increased heating temperature. The Raman spectroscopy produced two peaks in all samples, namely D (defect) and graphene (G) peaks. The defect value (ID/IG ratio) of the rGO has increased along with the increasing exfoliation time and heating temperature. According to the magnetic property measured (with VSM), it is shown that the magnetization dractically enhances with increasing number of defects, featuring an occurrence of defect – induced magnetism in rGO.

Keywords: coconut charcoal, FTIR, magnetic properties, Raman Spectroscopy, reduce graphene oxide, VSM.

(10)

x

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, karunia, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Cacat dan Sifat Magnetik Grafena Oksida Tereduksi dari Tempurung Kelapa”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Fisika pada Program Pascasarjana FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Penyusunan tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan baik moril maupun materiil selama proses penelitian dan penulisannya yang datang dari berbagai pihak, untuk itu dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu tercinta Yulia Wiji Lestari atas doa dan restu, serta dukungan yang tak henti – hentinya diberikan sehingga tesis ini dapat selesai tepat waktu dan terlaksana dengan baik.

2. Bapak Prof. Darminto M.Sc., selaku dosen pembimbing dan sekaligus dosen wali yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, dukungan dan waktu selama proses penelitian dan penyusunan laporan.

3. Bapak Dr. Salim Mustofa selaku dosen pembimbing di PSTBM Batan yang dengan sabar membimbing penulis dalam pengambilan data Raman. 4. Bapak Prof. Suasmoro serta Dr. Agus Purwanto. selaku penguji yang

telah memberikan masukan dan saran untuk menjadikan tesis ini lebih baik.

5. Ketua program studi Pascasarjana Fisika Bapak Prof. Ir. Eddy Yahya, M.Sc., Ph.D.

6. Seluruh Dosen program Pascasarjana Fisika khusunya dosen fisika material yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama penulis belajar di Magister Fisika ITS Surabaya.

7. Seluruh Dosen fisika Universitas Katolik Widya Mandala yang telah memberikan dukungan serta masukan – masukan kepada penulis.

(12)

xii

8. Semua staf Tata Usaha dan karyawan laboratorium Fisika Zat Padat dan Karakterisasi Material dilingkungan program studi Fisika yang memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis.

9. Keluarga besar penulis di Tulungagung yang selalu memberikan doa dan dukungan selama proses pengerjaan tesis.

10. Papa Andrian sekeluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis.

11. Orang – orang terdekat penulis, sahabat, teman – teman fisika WM, fisika ITS yang tak henti – hentinya memberikan dukungan dan semangat selama penulis mengerjakan tesis.

12. Tim Grafena, Dwi Noor Jayanti, Ananda Yogi Nugraheni, dan Niken Silvia, yang bersama-sama berjuang dan berkerja sama selama proses penelitian dan penyusunan laporan tesis sampai selesai.

13. Semua pihak yang berperan dalam proses pengerjaan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis hanya dapat berdoa semoga mereka mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda, Amiin. Untuk menjadikan tulisan ini lebih baik dan dapat bermanfaat khususnya untuk penelitian selanjutnya, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.

Surabaya, Januari 2017

(13)

xiii

DAFTAR ISI

Judul Penelitian ... i Lembar Pengesahan ... v Abstrak ... vii Kata Pengantar ... xi

Daftar Isi ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Tabel ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 3 1.4 Batasan Penelitian ... 3 1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tempurung Kelapa ... 5

2.2 Perlakuan Panas pada Tempurung Kelapa ... 6

2.3 Karbon ... 8

2.4 Grafena ... 10

2.5 Grafena Oksida (GO) ... 12

2.6 Grafena Oksida Tereduksi (rGO) ... 13

2.7 Spektroskopi Raman ... 13

2.7.1 Prinsip Spektroskopi Raman ... 14

2.7.2 Analisis rGO pada Spektroskopi Raman ... 16

2.8 Fourier Transform Infra-Red (FTIR) ... 18

2.9 Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ... 19

2.9.1 Kemagnetan GO dan RGO ... 21

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 25

(14)

xiv

3.1.2 Peralatan ... 25

3.2 Prosedur Penelitian ... 25

3.2.1 Preparasi Arang Tempurung Kelapa ... 25

3.2.2 Pembuatan Serbuk Arang Tempurung Kelapa ... 25

3.2.3 Pemanasan Tempurung Kelapa ... 25

3.2.4 Penyayatan Tempurung Kelapa ... 26

3.2.5 Karakterisasi ... 26

3.3 Diagram Alir Penelitian ... 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Analisis Kondisi Sampel ... 31

4.2 Analisis Data Spektroskopi Raman ... 32

4.2.1 Analisis Kualitatif Grafik Spektroskopi Raman ... 32

4.2.2 Analisis Kuantitatif Grafik Spektroskopi Raman ... 33

4.3 Analisis Data FTIR (Fourier Transform Infra-Red) ... 35

4.4 Analisis Komposisi Unsur ... 39

4.4 Analisis Sifat Magnetik.. ... 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

Daftar Pustaka ... 47

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian bagian buah kelapa yang terdiri dari daging buah, sabut,

dan tempurung ... 5

Gambar 2.2 Pola pertumbuhan pola distribusi dari persamaan posisi pada atom karbon dalam perlakuan panas ... 7

Gambar 2.3 Berbagai bentuk alotrop karbon, (a). Grafit, (b). Bucky Ball, (c). Carbon Nano Tube (CNT), (d). Grafena……… 8

Gambar 2.4 Bentuk struktur grafena ... 10

Gambar 2.5 Permukaan Fermi menunjukkan Dirac Cones dan Energi gap nol pada grafena murni ... 11

Gambar 2.6 Sintesis grafit oksida dan grafena oksida dari grafit murni ... 12

Gambar 2.7 Pembentukan Grafit menjadi GO melalui proses oksidasi dan GO menjadi rGO melalui proses reduksi ... 13

Gambar 2.8 Diagram level energi elektronik pada Spektroskopi Raman... 14

Gambar 2.9 Skema Instrumentasi Spektroskopi Raman ... 15

Gambar 2.10 Pola spektroskopi Raman pada grafit, graphene, Multi Walled CNT , dan Single Walled CNT ... 17

Gambar 2.11 Pola spektroskopi Raman pada GO dan rGO……… 17

Gambar 2.12 Pola grafik FTIR dari serbuk arang tempurung kelapa pada pemanasan 400oC dengan waktu penahanan 5 jam ... 19

Gambar 2.13 Kurva histeresis bahan magnetik ... 21

Gambar 2.14 Kurva histeresis (a) GO ; (b) rGO ... 22

Gambar 3.1 Seperangkat peralatan FTIR ... 26

Gambar 3.2 Seperangkat alat Spektroskopi Raman ... 27

Gambar 3.3 Seperangkat alat VSM ... 27

Gambar 3.4 Seperangkat alat EDX ... 28

Gambar 3.4 Diagram aliran penelitian ... 29

Gambar 4.1Grafik data Raman rGO pada variasi temperature dengan waktu penyayatan : (a). 2 jam ; (b). 5 jam ; dan (c). 10 jam . 33

(16)

xvi

Gambar 4.2 Nilai ID/IG pada semua variasi temperatur pemanasan dan

waktu penyayatan ... 34 Gambar 4.3 Grafik Data FTIR pada temperatur (a).400oC ; (b).600 oC ;

(c). 700 oC ; (d).800 oC ; dan (e).1000 oC………..… 36 Gambar 4.4 Kurva histeresis rGO pada semua variasi temperatur

pemanasan ………..………...….. 41 Gambar 4.5 Grafik hubungan temperature terhadap nilai ID/IG dan

nilai magnetisasi (Ms) ………..……… 42 Gambar 4.6 Kurva histeresis rGO pada variasi temperatur pemanasan…. 43

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik tempurung kelapa ... .. 6 Tabel 2.2 Perbandingan perubahan komponen dan kandungan bahan

tempurung kelapa dan arang tempurung kelapa... .. 7 Tabel 2.3 Sifat fisik alotrop karbon ... .. 9 Tabel 4.1 Nilai ID/IG pada semua variasi temperatur pemanasan dan waktu

penyayatan ... .. 38 Tabel 4.2 Perbandingan prosentase intensitas transimisi pada ikatan utama

rGO ... .. 39 Tabel 4.3 Perbandingan prosentase massa unsur dalam rGO ... .. 40 Tabel 4.4 Nilai Ms, Mr, dan Hc pada semua variasi temperatur pemanasan… 42

(18)

xviii

(19)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan buah yang dihasilkan oleh negara tropis yang salah satunya adalah negara Indonesia. Semua bagian kelapa buah, batang pohon, daun, dan akar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari – hari. Tetapi tempurung kelapa selama ini kurang dimanfaatkan secara optimal dan beberapa hanya menjadi limbah. Indonesia mampu menghasilkan kelapa rata – rata 15,4 miliar butir per tahun (Coconut Community,2010). Jumlah tersebut cukup besar untuk menghasilkan limbah tempurung kelapa yang seharusnya dapat dimanfaatkan.

Grafena merupakan satu lapis atom karbon yang mengalami hibridisasi sp2 membentuk struktur heksagonal dua dimensi. Grafena memiliki potensi besar untuk aplikasi nanoelectronic materials. Nugraheni (2014) melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa tempurung kelapa tua yang telah mengalami proses karbonisasi pada suhu 400ºC mempunyai ikatan molekul utama dari grafena yaitu C=C dan C-C serta mengandung banyak ikatan impuritas seperti C-H, C-O, C=O dan O-H yang mengindikasikan adanya fasa rGO. Fase rGO inilah yang diharapkan karena pada fase ini terdapat posisi atom yang kosong sehingga dapat meningkatkan sifat konduktivitas listrik ataupun sifat termal dari material grafena.

Pada penelitian Nugraheni (2014) diperoleh hasil EDX pada serbuk tempurung kelapa memiliki prosentase massa dan atom tertingginya adalah karbon (C) dengan nilai berturut-turut adalah 51,09% dan 58,38%. Unsur-unsur lain yang terkandung dalam serbuk tempurung kelapa tua yaitu berupa Oksigen(O), Sulfur (S),

Chlorin (Cl) dan Potassium (K). Tempurung kelapa tua terdiri dari hemiselulosa dan selulosa ((C6H10O5)n) dimana secara atomik mempunyai ikatan heksagonal. Berdasarkan kandungan utama karbon dan oksigen yang dimiliki oleh tempurung kelapa tua menjadi sumber adanya fasa grafena oksida tereduksi (reduce graphene

(20)

2

Telah dilaporkan Prasetya (2014) pada variasi pemanasan 1000o C tempurung kelapa di udara bebas yang diikuti dengan pembilasan sampel menggunakan air distilasi, fasa grafena menghasilkan rGO melalui karakterisasi XRD dan Spektroskopi Raman. Namun fasa rGO yang terbentuk masih berupa tumpukan layer

/lapisan yang belum mendekati rGO dengan lapisan tunggal tipis. Berdasarkan

analisis kualitatif raman pada penelitian sebelumnya seluruh sampel yang digunakan belum tercapai fasa grafena karena tidak ditemukannya puncak 2D.

Dalam penelitian ini sampel akan dikarakterisasi dengan Spektroskopi Raman yang merupakan salah satu instrumen untuk mengidentifikasi grafena. Raman menggunakan konsep pendeteksian hamburan inelastik yang timbul dari tembakan sinar inframerah terhadap sampel. Alat karakterisasi ini mempunyai sensitifitas tinggi dalam mengidentifikasi ikatan grafena. Dari spektroskopi Raman ini akan diperoleh analisis cacat dari sampel yang direpresentasikan dengan besarnya nilai cacatnya (ID/IG).

Sampel yang digunakan berupa serbuk arang tempurung kelapa dipanaskan dengan variasi temperatur 400o C, 600o C, 700oC, 800oC dan 1000o C dengan waktu penahanan 5 jam. Pada penelitian sebelumnya sampel tidak diberikan perlakuan penyayatan sehingga struktur lapisan tunggal yang tipis dari material belum ditemukan. Pada penelitian ini diberikan perlakuan penyayatan dengan cara ultrasonik menggunakan variasi waktu 2, 5, dan 10 jam. Hal ini dilakukan dengan harapan rGO yang terbentuk mendekati lapisan tunggal yang tipis. Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra-Red) dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai cacat terhadap ikatan yang terbentuk pada sampel. Semakin banyak cacat yang ditemukan pada rGO akan meningkatkan sifat atau karakteristik material tersebut, salah satunya sifat magnetik.Untuk mengkonfirmasi hal tersebut pada penelitian ini dilakukan karakterisasi dengan menggunakan VSM (Vibrating Sample Magnetometer) untuk mengetahui nilai magnetisasi pada sample dan mengetahui

bagaimana keterkaitan cacat pada sampel dengan nilai magnetisasi yang dihasilkan. Karakterisasi Energy Dispersive X-Ray (EDX) juga dilakukan untuk mengetahui komposisi unsur – unsur yang terdapat dalam arang tempurung kelapa.

(21)

3 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh variasi waktu penyayatan dan temperatur saat pemanasan terhadap besar nilai cacat pada rGO?

2. Bagaimana pengaruh variasi temperatur saat pemanasan serta nilai cacat terhadap ikatan molekul yang terbentuk pada rGO?

3. Bagaimana pengaruh cacat terhadap sifat magnetik pada rGO?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1.Mengetahui pengaruh variasi waktu penyayatan dan suhu saat pemanasan terhadap besar nilai cacat pada rGO.

2.Mengetahui pengaruh variasi suhu saat pemanasan serta nilai cacat terhadap ikatan molekul yang terbentuk pada rGO.

3.Mengetahui pengaruh cacat terhadap sifat magnetik pada rGO.

1.4 Batasan Penelitian

Pada penelitian ini, permasalahan dibatasi pada pembentukan fasa rGO dari proses pemanasan dan penyayatan serbuk arang tempurung kelapa. Beberapa pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini diantaranya FTIR, Spektroskopi Raman, EDX, dan VSM.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan fasa rGO dapat teridentifikasi melalui serangkaian karakterisasi yang dilakukan sehingga diperoleh rGO dengan lapisan yang sangat tipis. Selain itu dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan para peneliti agar dapat memanfaatkan limbah tempurung kelapa menjadi material yang memiliki daya guna lebih.

(22)

4

(23)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tempurung Kelapa

Kelapa (Cocos nucifera L) merupakan buah yang dihasilkan oleh negara tropis yang salah satunya adalah negara Indonesia. Semua bagian pohon kelapa yaitu akar, batang, buah, dan daun dapat dimanfaatkan. Terutama bagian – bagian buah kelapa seperti pada Gambar 2.1 yang terdiri dari sabut kelapa, daging buah kelapa, air kelapa, bahkan tempurung kelapa dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari – hari. Daging buah adalah komponen utama yang dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai tinggi. Tetapi tempurung kelapa selama ini kurang dimanfaatkan serta diolah secara optimal dan beberapa hanya menjadi limbah.

Bahan organik yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan arang aktif karena lignin dan selulosa sebagian besar tersusun atas unsur karbon.Iskandar (2012) menyatakan bahwa tempurung kelapa mengandung air 11,35%, selulosa 34,56%, lignin 44,72%, asap cair 52,85%, dan arang 31,75%. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tempurung kelapa dapat dijadikan sebagai bahan pembuat karbon aktif. Secara umum karakteristik tempurung kelapa disajikan pada Tabel 2.1.

Gambar 2.1 bagian bagian buah kelapa yang terdiri dari daging buah,

(24)

6

Tabel 2.1 Karakteristik Tempurung Kelapa

Sumber : (Idrus, 2013)

Secara umum selain hanya sebagai limbah tempurung kelapa digunakan sebagai bahan baku kerajinan ataupun briket. Suhartana (2006) mengungkapkan bahwa beberapa tahun terakhir tempurung kelapa digunakan sebagai arang aktif yang berfungsi untuk mengadsorbsi gas dan uap, sebagai katalisator, bahan penjernih untuk menurunkan kadar kesadahan, kadar besi, dan kadar NaCl dalam air sumur.

2.2 Perlakuan Panas pada Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa yang diberi perlakuan panas dengan cara karbonisasi akan berubah menjadi karbon aktif arang. Perubahan tempurung kelapa menjadi arangnya akan menghasilkan kandungan karbon yang tinggi dengan sedikit kenaikan prosentase kandungan abu, menghilangkan kandungan moisture dan pengurangan kandungan voltalite. Perubahan komponen dan kandungan tempurung kelapa menjadi arang tempurung kelapa ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Suhu dan waktu pada proses karbonisasi berpengaruh pada sifat – sifat arang tempurung kelapa yaitu, ukuran dan distribusi pori, ukuran partikel dan kandungan bahan pencampur (mouisture). Tujuan dari proses karbonisasi adalah untuk menghilangkan unsur – unsur bukan karbon yang terkandung dalam tempurung kelapa seperti hidrogen (H), oksigen (O).

Parameter Prosentase (%)

Kadar Air 7,8

Kadar Abu 0,4

Kadar Material Mudah Menguap 80,8

(25)

7 Sumber : Mozammel, dkk 2002

Proses pemanasan pada tempurung kelapa akan menghasilkan perubahan yang bertahap, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.Terjadi perubahan ikatan kimia material karbon akibat perubahan suhu tersebut. Pada suhu 1100 K ikatan pada karbon berupa ikatan acak serta belum membentuk kristal tiga dimensi secara teratur. Pada suhu 1700 K, terbentuk pola heksagonal karbon yang merupakan ciri khas ikatan alotrop mulai dominan terbentuk dibagian pusat tetapi masih terdapat amorf dibagian tepi. Pada suhu di atas 2000 K, telah terbentuk susunan heksagonal karbon murni berbentuk tiga dimensi tanpa ada amorf sedikitpun dan fasa ini yang disebut grafit.

Bahan Komponen Kandungan (%)

Tempurung Kelapa Moisture 10,46 Volatile 67,67 Karbon 18,29 Abu 3,58 Arang Tempurung Kelapa Volatile 10,60 Karbon 76,32 Abu 13,08

Gambar 2.2 Pola pertumbuhan pola distribusi dari persamaan posisi pada atom

karbon dalam perlakuan panas (Y.Yin dkk,2009)

Tabel 2.2 Perbandingan perubahan komponen dan kandungan bahan tempurung

(26)

8 2.3 Karbon

Kata karbon (carbon) berasal dari bahasa latin “carbo” yang memiliki arti arang atau bara (Pierson, 1993). Jumlah karbon di alam semesta ini menempati peringkat keempat terbesar setelah hidrogen, helium, dan oksigen. Unsur karbon (C) merupakan salah satu unsur dengan banyak aplikasi yang dapat membentuk fasa atau sifat baru material. Karbon yang berasal dari material organik diperoleh melalui proses karbonisasi yaitu proses penguraian senyawa organik. Kandungan senyawa organik yang berupa material lignin dan selulosa pada tempurung kelapa dapat menghasilkan karbon (C) berupa arang (char) saat mengalami perlakuan panas (Menendez, 2010).

Unsur karbon memiliki berbagai macam bentuk geometri yang disebut alotrop. Alotrop merupakan senyawa – senyawa yang terdiri dari unsur yang sama, tetapi memiliki bentuk serta struktur kimia yang berbeda (Armfield, 2005).Alotrop tersebut antara lain grafit, karbon hitam, carbon nano tubes (CNT), lonsdalite,diamond, dan lain sebagainya.Gambar 2.3 merupakan struktur dari beberapa alotrop karbon dan tabel 2.3 merupakan sifat fisik dari alotrop karbon.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.3 Berbagai bentuk alotrop karbon, (a). Grafit, (b). Bucky Ball, (c). Carbon

Nano Tube (CNT) (d). Grafena

(27)

9 Sumber: Prasetya, 2014

Dari semua alotrop, grafit merupakan alotrop tertua dengan bentuk tiga dimensi yang ditemukan di pertambangan Seathwaite, Borrowdale, Inggris pada tahun 1550. Pada tahun 1985 Curl, Kroto, dan Smalley menemukan generasi alotrop berikutnya yaitu Bucky Ball berbentuk bola dengan nol dimensi. Pada tahun 1991 muncullah Carbon Nano Tubes (CNT) dengan dimensi satu yang merupakan hasil modifikasi struktur alotrop. Pada periode selanjutnya yaitu tahun 2004 berhasil ditemukan alotrop dua dimensi yang diperoleh dari grafit yang dinamakan grafena (Novoselov &Geim, 2004).

2.4 Grafena

Grafena merupakan satu lapis atom karbon yang mengalami hibridisasi spP

2

P

membentuk struktur heksagonal 2D. Lapisan dua dimensi ini terikat bersama dan menghasilkan kisi berbentuk honeycomb (sarang lebah) yang memiliki keteraturan tinggi, ditunjukkan pada Gambar 2.4.

(28)

10

Terdapat empat metode untuk membuat grafena, yaitu metode penumbuhan dari silikon karbida, metode hidrotemal, metode pengelupasan atau mikro mekanik exfoliation dari grafit, dan metode penumbuhan substrat pada CVD (Chemical Vapor Deposition). Grafena mempunyai sifat lebih unggul jika dibandingkan dengan alotrop karbon yang lain, baik dari dari sifat optis, mekanis, listrik, dan lain – lain. Sifat fisik grafena tipis sehingga membuat foton mudah melaluinya.Grafena yang hanya satu atomik lapisan tipis mempunyai kecepatan adsorbsi yang tinggi yaitu sekitar 2,3 % dari cahaya putih diserap oleh satu lapis grafena. Walaupun sifat fisik grafena tipis, namun memiliki sifat mekanik yang kuat, transparan, dan merupakan penghantar listrik yang baik. Kerasnya grafena melebihi intan dan beberapa ratus kali dari kekerasan baja. Hal ini membuat grafena menjadi material terkeras sampai saat ini. Grafena mempunyai kemampuan mobilitas elektron tertinggi, sehingga membuat grafena dapat menghantarkan arus listrik walaupun bentuknya sangat tipis. Sifat semimetal – semikonduktor yang dimilki grafena membuatnya tepat untuk menjadi piranti semikonduktor seperti nanotransistor yang dapat memiliki kecepatan tinggi dalam kinerjanya.

Karakteristik grafena yang lain yaitu memiliki keteraturan susunan atom karbon yang membentuk hampir sempurna. Setiap atom karbon pada lapisan ini memiliki orbital 𝜋. Struktur material grafena terdiri dari dua atom yang tidak ekuivalen dan terhubung dengan jarak antar karbon ( a ) sebesar 1,44 Å. Akibat adanya ikatan atom – atom karbon yang kuat menyebabkan keteraturan atom menjadi sangat tinggi dan bahkan tanpa cacat. Pada grafena

Gambar 2.4 Bentuk struktur grafena

(29)

11

ikatan kimia atom – atom yang terjadi merupakan superposisi 2s dengan orbital 2p. Orbital 2p memberikan kesetimbangan energi pada kisi – kisi heksagonal dua dimensi dan ikatan σ dengan tiga atom yang berdekatan.

Energi gap atau celah pita energi (band gap) dari grafena adalah nol, dan pita valensi serta konduksinya tidak tumpang tindih tetapi menyentuh pada Fermi level. Keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5 yaitu visualisasi permukaan Fermi dari kisi grafena dua dimensi.

Permukaan Fermi grafena memiliki enam buah kerucut dengan energi Fermi pada persimpangan kerucutnya. Karena kerucutnya dekat dengan perpotongan massa efektif dan linier pada daerah ini nol dan secara keseluruhan hal ini membuat mekanisme baru dalam transport elektron grafena dibandingkan dengan logam. Perbedaan transport elektron ini menyebabkan grafena mampu mengkonduksikan listrik lebih baik daripada logam, dengan resistivitas pada suhu ruang sebesar 10-6Ωcm (Geim, 2009).

2.5 Grafena Oksida (GO)

Sesuai dengan namanya Grafena oksida (GO) merupakan material yang menyerupai grafena tetapi terkandung unsur oksigen didalamnya. Karena adanya oksigen ini GO mudah terdispersi dalam air dan pelarut organik. Dalam hal konduktivitaslistrik, GO merupakan isolator hampir semikonduktor dengan konduktivitas listrik antara 1 sampai 5x10-3 S/cm pada tegangan bias

Gambar 2.5 Permukaan Fermi menunjukkan Dirac Cones dan Energi gap

(30)

12

10 V (Gomez – Navarro,2007). GO diperoleh dari penyayatan grafit dengan cara mekanik ataupun kimia.Cara mekanik yang biasa dipakai adalah stirring atau ultrasonik, sedangkan cara kimia adalah memberikan perlakuan pemanasan pada grafit.Gambar 2.6 menunjukkan proses didapatkannya GO dari grafit. GO dapat terurai dan terkelupas cepat ketika dipanaskan pada suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 280 – 300o C dengan terdispersi membentuk struktur amorf yang halus seperti karbon aktif (Tylzin,2009).

2.6 Grafena Oksida Tereduksi (rGO)

Grafena oksida tereduksi (rGO) memiliki sifat yang mirip dengan grafena, hal ini karena rGO merupakan hasil reduksi dari atom – atom oksigen dan hidrogen grafena yang mengalami oksidasi. Gambar 2.7 menunjukkan proses pembentukan grafit menjadi GO melalui proses oksidasi dan GO menjadi rGO melalui proses reduksi.

Gambar 2.6 Sintesis grafit oksida dan grafena oksida dari grafit murni (Sumber:http://www.mdpi.com/1420-3049/19/9/14582/html,

(31)

13

Beberapa peneliti di masa lampau menyebutkan bahwa pembentukan rGO juga dapat melalui beberapa cara. Cara pertama yaitu membongkar ikatan grafena oksida pada plasma hidrogen selama beberapa detik. Memberikan perlakuan pada grafena oksida dengan hydrazine hydrate serta mengawasi larutan tersebut pada suhu 100P

o

P

C selama 24 jam juga dapat membentuk rGO. Selain itu memanaskan grafena oksida dalam air pada beberapa derajat dengan waktu yang berbeda ataupun melakukan pemanasan langsung pada graphene oxide dengan suhu tinggi dalam furnace dapat menghasilkan rGO.

2.7 Spektroskopi Raman

Pada tahun 1928 seoarang ahli fisika berkebangsaan India Chandra Venkrama Raman melakukan penelitian yang sulit dengan hasil yang sangat berarti dalam ilmu fisika. Beliau menjelaskan bahwa tampak gejala pada molekul dengan struktur tertentu apabila dikenai radasi inframerah dekat atau radiasi sinar tampak. Radiasi tersebut akan memberikan sebagian kecil hamburan yang tidak sama dengan radiasi semula. Hamburan yang berbeda tersebut memiliki perbedaan juga dalam hal panjang gelombang, intensitas serta frekuensinya yang dikenal dengan hamburan Raman atau “feeble flourence”.

Gambar 2.7 Pembentukan Grafit menjadi GO melalui proses oksidasi dan GO

menjadi rGO melalui proses reduksi

(Sumber : http://www.utu.fi/en/units/chemistry/research, 20/03/2016, 19:21)

(32)

14

Setelah ditemukannya efek Raman pada tahun 1982, spektroskopi Raman banyak digunakan sebagai solusi dari berbagai kebutuhan teknologi terutama dalam industri laboratorium. Spektroskopi Raman merupakan metode penentuan senyawa berdasarkan gerakan molekul, yang dinamakan vibrasi molekul. Senyawa yang terukur pada Spektroskopi Raman adalah senyawa yang mengalami perubahan polarisasi karena vibrasi. Spektroskopi ini berhubungan dengan hamburan foton sampel bila disinari dengan laser. Spektroskopi Raman dapat digunakan untuk tujuan analisis kualitatif dan kuantitatif. Sampel yang digunakan dapat berupa senyawa organik atau non organik dengan fasa padatan, cairan, dan gas

.

2.7.1 Prinsip Spektroskopi Raman

Prinsip spektroskopi Raman didasarkan atas hamburan tak elastik dari laser yang melewati sampel.Hamburan tak elastik memiliki pengertian bahwa frekuensi laser akan bergeser setelah berinteraksi dengan sampel. Pergeseran yang terjadi dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari frekuensi awalnya. Akibat pergeseran frekuensi ini dihasilkan informasi tentang vibrasi, rotasi, ataupun transisi frekuensi rendah lain di dalam molekul.Gambar 2.7 merupakan diagram level energi elektronik pada Raman.

Gambar 2.8 Diagram level energi elektronik pada Spektroskopi Raman

(Sumber:http://material-sciences.blogspot.co.id/2015/05/spesktroskopi-raman-pada carbon.html , 20/03/2016, 19:00 )

(33)

15

Adapun prinsip kerja spektroskopi Raman yaitu diawali dengan sampel yang dikenai sinar laser sehingga foton akan diabsorpsi oleh sampel kemudian dihamburkan. Hamburan foton ini memiliki panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang foton yang datang, dikenal dengan hamburan Rayleigh. Namun terdapat fraksi kecil dari hamburan bergeser ke panjang gelombang yang berbeda, disebut dengan efek Raman. Foton hamburan Raman, lebih banyak bergeser ke panjang gelombang yang lebih besar (stokes - shift) dan sebagian kecil bergeser ke panjang gelombang yang lebih kecil (anti- stokes shift). Pada Raman Spektroskopi yang digunakan adalah stokes shift karena probabilitasnya lebih besar. Dalam hamburan Rayleigh, elektron kembali ke level energi yang sama. Hamburan Raman stokes terjadi apabila energi akhir lebih besar dari energi awal, sedangkan hamburan Raman anti-stokes terjadi apabila energi akhir lebih kecil dari energi awal. Instrumentasi pada spektroskopi Raman ada empat komponen utama yaitu:

1) Sumber Eksitasi, berupa laser.

2) Optik pengumpul cahaya dan sampel sistem iluminasi. 3) Spektrofotometer atau filter.

4) Detektor (Photodiode array, CCD, atau PMT).

Gambar 2.9 Skema Instrumentasi Spektroskopi Raman

(Sumber: http://material-sciences.blogspot.co.id/2015/05/spesktroskopi-raman-pada-carbon.html, 20/03/2016, 19:00)

(34)

16

Gambar 2.9 merupakan skema instrumentasi spektroskopi Raman. Sampel disinari dengan sinar laser pada range NIR dan UV. Hamburan cahaya yang diterima sampel dikumpulkan lensa dan dikirim melalui filter interferensi atau spektrofotometer untuk mendapatkan spektrum Raman. Untuk mendeteksi cahaya terhambur Raman digunakan Photodiode Arrays (PDA) atau Charge- Coupled

Devices (CCD).

2.7.2 Analisis rGO pada Spektroskopi Raman

Pada analisis kualitatif dengan spektroskopi Raman tidak memerlukan posisi yang sangat sempurna yang sesuai dengan arah sinar. Namun pada analisis kuantitatif sampel harus ditempatkan pada tempat khusus yang posisinya optimal dengan arah sinar.

Pada spektroskopi Raman setelah sampel ditembak dengan laser didapatkan data yang menunjukkan hubungan antara intensitas Raman dengan bilangan gelombang (wavenumber).Pada grafik yang dihasilkan oleh Spektroskopi Raman memiliki tiga puncak, yaitu puncak /pita D (defect), G( graphitic), dan 2D. Puncak D menunjukkan ketidakteraturan susunan kristal atau defek kristal. Puncak G dan 2D menjadi puncak utama dalam pola Spektroskopi Raman dan menunjukan keteraturan pada sampel. Puncak G dan 2D juga dapat menunjukkan doping level yang ditunjukkan melalui variasi lebar puncaknya, sementara untuk pita 2D menunjukkan jumlah lapisan sampel. Artinya semakin tipis sampel maka puncak 2D yang muncul akan semakin tinggi. Untuk analisis kuantitatif pada spektroskopi raman yaitu menghitung perbandingan intensitas puncak D terhadap puncak G. Pada spektroskopi raman tidak semua puncak selalu muncul pada saat karakterisasi sampel, hal ini bergantung pada jenis sampel yang dikarakterisasi. Gambar 2.10 dan 2.11 merupakan contoh pola spektroskopi Raman pada beberapa material keluarga karbon.

(35)

17

Penelitian sebelumnya (Prasetya, 2014) menghasilkan letak puncak utama rGO, yaitu berada di puncak D dan G secara berturut turut terletak pada bilangan gelombang di sekitar 1300 cm-1dan 1590 cm-1. Sedangkan untuk nilai rasio ID/IG sebesar 2,6 dan 2,51 yang mengindikasikan rGO yang terbentuk memiliki defek/cacat yang tinggi. Struktur rGO yang mendekati monolayer akan semakin banyak memiliki cacat, kecacatan ini yang dapat meningkatkan sifat kemagnetan suatu bahan.

Gambar 2.10 Pola spektroskopi Raman pada grafit, graphene, Multi Walled

CNT , dan Single Walled CNT

(http://www.ceriumlabs.com/104/Q2_2010_Newsletter.htm,19/03 /2016, 20:30)

Gambar 2.11 Pola spektroskopi Raman pada GO dan

rGO

(36)

18

2.8 Fourier Transform Infra-Red (FTIR)

Fourier Transform Infra-Red (FTIR) merupakan suatu metode spektroskopi Infrared (IR). FTIR berfungsi untuk menentukan gugus fungsional suatu sampel. Jika suatu molekul ditempatkan di dalam suatu daerah elektromagnetik (sinar IR), akan terjadi perubahan bentuk energi dari daerah elektromagnetik ke molekul. Atom – atom didalam molekul mengalami vibrasi yang bergantung pada kekuatan ikatan yang menghubungkannya. Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan yaitu vibrasi regangan dan vibrasi bengkokan. Vibrasi regangan (stretching) adalah vibrasi yang mengakibatkan perubahan panjang suatu ikatan. Vibrasi bengkokan (bending) adalah vibrasi yang mengakibatkan perubahan sudut antara dua ikatan.

Dalam vibrasi regangan, atom bergerak terus sepanjang ikatan yang menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya, walaupun sudut ikatan tidak berubah. Jika sistem tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar, maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan (deformasi) yang mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Spektrum yang dihasilkan FTIR diperoleh dengan melewatkan radiasi infra merah melalui sampel dan membaca sebagian radiasi yang diserap pada energi tertentu oleh molekul. Hasil dari FTIR adalah grafik hubungan prosentase transmisi (%T) terhadap bilangan gelombang (cm-1), yang merepresentasikan grafik pola puncak – puncak dari interaksi setiap molekul dalam bahan uji yang menyerap energi dari spektrum inframerah. Masing – masing molekul yang saling berikatan memiliki nilai resapan energi spektrum inframerah masing – masing. Gambar 2.11 menunjukkan hasil grafik FTIR pada pemanasan arang tempurung kelapa pada temperatur 400oC (Nugraheni, 2014). Dari grafik pada Gambar 2.1 terlihat bahwa masih banyak ikatan – ikatan antara C=O, C-O, C=C dan O-H, hal ini menunjukkan bahwa pada pemanasan temperatur 400oC terbentuk fasa grafena oksida tereduksi.

(37)

19 2.9 Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

Seperangkat alat Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan perangkat yang bekerja untuk menganalisis sifat kemagnetan suatu bahan. VSM telah menjadi instrumen yang banyak digunakan untuk menentukan sifat magnetik dari berbagai macam material yang berukuran nano. Sifat magnetik partikel tersebut digolongkan berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu diamagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, dan antiferomagnetik. Sifat – sifat kemagnetan bahan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:

 Bahan Diamagnetik merupakan bahan yang memiliki resultan medann magnetik masing – masing atom /molekul adalah nol, tetapi resultan medan magnetik yang ditimbulkan oleh spin elektron dan orbitalnya tidak nol. Bahan diamagnetik tidak mempunyai momen magnetik yang permanen dan ketika diberi medan magnet luar, elektron – elektron dalam atom bahan ini akan mengubah arah geraknya sehingga menghasilkan resultan medan magnet yang arahnya berlawanan dengan medan magnet eksternal.

 Bahan Paramagnetik merupakan suatu bahan yang ketika diberi medan magnet luar dengan arah tertentu, momen magnetiknya akan mengikuti arah medan magnet tersebut. Resultan medan magnet bahan paramagnetik masing – masing

Gambar 2.12 Pola grafik FTIR dari serbuk arang tempurung kelapa pada

pemanasan 400oC dengan waktu penahanan 5 jam (Nugraheni, 2014)

(38)

20

atom / molekulnya tidak nol, namun resultan medan magnetik total di dalam bahan bernilai nol. Resultan total medan magnetik bernilai nol karena gerakan atom/ molekulnya acak sehingga resultan dari atom – atomnya saling meniadakan.

 Pada bahan Ferromagnetik terjadi interaksi pertukaran (exchange

coupling) antara atom – atom yang berdekatan sehingga menyebabkan

momen – momen magnetik dapat tersejajarkan. Bahan ferromagnetik memiliki bagian – bagian kecil dimana pada setiap bagian itu mempunyai arah momen magnetik searah yang disebut dengan domain. Momen magnetik disetiap domain yang searah dikatakan telah termagnetisasi jenuh.

 Bahan Antiferromagnetik dapat digambarkan dengan struktur kisi kristal yang kisi – kisinya diisi oleh dua jenis atom yang momen magnetnya anti parallel atau berlawanan arah. Ketika tidak ada pengaruh medan magnet eksternal maka atom – atom yang anti parallel tersebut berada dalam keadaan seimbang sehingga magnetisasi totalnya adalah nol.

VSM menghasilkan kurva histeresis yang menunjukkan hubungan antara magnetisasi (M) suatu bahan dengan medan magnetik (H) yang menimbulkan magnetisasi tersebut. Magnetisasi didefinisikan sebagai momen dipol magnetik persatuan volume pada suatu bahan. Kurva histeresis didapatkan dengan cara memberikan medan magnetik yang besar kearah tertentu, kemudian medan magnetik tersebut diperkecil sehingga menuju nol dan selanjutnya medan magnetiknya dibalik dengan arah berlawanan. Dari kurva histeresis didapatkan beberapa parameter – parameter yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui sifat magnetik suatu bahan, yaitu:

• Magnetisasi Saturasi (Ms) merupakan intensitas saturasi maksimum dari magnetisasi. Ms merupakan keadaan disaat terjadi kejenuhan yaitu ketika nilai medan magnet B akan tetap konstan ketika medan eksternal H dinaikkan terus. • Magnetisasi Remanensi (Mr) merupakan sisa remanensi bahan magnetik

(39)

21

ketika intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.

• Medan Koersif (Hc) merupakan medan yang diperlukan untuk membuat nilai magnetisasi menjadi nol. Semakin besar nilai medan koersif, maka semakin kuat sifat kemagnetan bahan trsebut.

2.9.1 Kemagnetan GO dan rGO

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarkar dkk (2014) tentang sifat kemagnetan Grafit oksida (GO) dan grafena oksida tereduksi (rGO) menunjukkan bahwa kedua sampel tersebut bersifat superparamagnetik yang lemah. Sifat superparamagnetik ini ditunjukkan oleh kurva Zero Field Cooled (ZFC) dan kurva Field Cooled (FC). Mulai dari suhu blocking TB, dua kurva secara bertahap berpisah yaitu, kurva ZFC membungkuk ke bawah dan kurva FC bergerak ke atas. Perpisahan kurva tersebut secara bertahap meningkat dengan penurunan suhu sampai suhu terendah yaitu 5K. Pemisahan kurva FC dari kurva ZFC dikaitkan dengan evolusi magnetisasi dengan waktu (relaksasi sementara). Proses relaksasi ini dikarenakan adanya energi penghalang magnetik anisotropi. Hal ini yang berkaitan dengan sifat dari superparamagnetik. Namun dalam kasus grafena, energi anisotropi tidak diperkirakan karena penjelasan teoretikalnya

(40)

22

masih kurang. Kemudian sifat superparamagnetik ini diperkuat dengan kurva histeresis hubungan antara momen magnetik (M) dengan medan magnet eksternal (H) yang ditunjukkan pada Gambar 2.13 (a) dan (b).

Berdasarkan kurva pada Gambar 2.13 diketahui nilai medan koersif (HRCR)

sekitar ~210Oe (untuk GO) dan ~120Oe (untuk rGO) pada suhu 5K. Nilai HRCR

sangat kecil (~30Oe) untuk kedua sampel pada suhu 300K. Nilai magnetisasi sampel rGO (MRmaxR=0,06 emu/gr) menunjukkan nilai relatif lebih rendah dari

(a)

(b)

(a)

Gambar 2.13 Kurva histeresis (a) GO ; (b) rGO

(41)

23

momen magnetik GO (Mmax= 0,20 emu/gr). Ini jelas menunjukkan bahwa gugus fungsi oksigen yang terkait yaitu O-H, yang ikut bertanggung jawab atas karakteristik magnetik dari GO. Karena gugus fungsi O-H secara bertahap dihilangkan selama proses reduksi untuk pembuatan rGO, karena itulah momen magnetiknya rendah. Sekelompok cacat yang disebabkan oleh momen magnetik (unit spin) ditambah dengan interaksi feromagnetik dapat berperilaku sebagai satu domain. Adanya cluster domain tunggal inilah yang menyebabkan sifat superparamagnetik pada sampel GO dan rGO. Selain dari cluster domain tunggal diindikasikan ada cacat lain yang disebabkan oleh momen (unit spin) dan interaksi feromagnetik, sehingga sampel GO dan rGO ini memiliki daerah feromagnetik dan superparamagnetik.

(42)

24

(43)

25 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Bahan

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempurung kelapa tua yang dijadikan arang dan aquades.

3.1.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gelas ukur, tabung reaksi mortar, spatula, kertas saring, neraca digital, furnace, alat ultrasonik, dan

hotplate. Untuk menganalisis sampel FTIR (Fourier Transform Infra-Red),

Spektroskopi Raman, Energy Dispersive X-Ray (EDX) dan VSM(Vibrating Sample Magnetometer).

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Preparasi Arang Tempurung Kelapa

Langkah pertama dari penelitian ini adalah menyiapkan tempurung kelapa tua kering yang sudah dibersihkan serabutnya dan dibakar sampai menjadi arang tempurung kelapa.

3.2.2 Pembuatan Serbuk Arang Tempurung Kelapa

Langkah kedua tempurung kelapa yang sudah menjadi arang dihaluskan dengan menggunakan mortar. Untuk mendapatkan serbuk arang kelapa yang sangat halus, dilakukan penyaringan serbuk kelapa dengan kertas saring berukuran 500 mesh. Tempurung kelapa ini dijadikan serbuk halus agar distribusi panas pada saat karbonisasi merata. Selain ini agar diperoleh serbuk arang tempurung kelapa yang homogen.

3.2.3 Pemanasan Tempurung Kelapa

Proses karbonisasi atau pemanasan tempurung kelapa dilakukan dengan variasi perlakuan suhu yaitu 400oC, 600oC, 700oC, 800oC dan 1000oC dengan waktu penahanan 5 jam. Semua variasi proses pemanasan dilakukan di udara bebas. Proses pemanasan / furnace dilakukan di laboratorium fisika zat keramik jurusan fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

(44)

26 3.2.4 Penyayatan Tempurung Kelapa

Proses penyayatan ini dilakukan dengan mengultrasonik arang tempurung kelapa yang sudah berupa serbuk dengan variasi waktu dalam larutan aquades. Variasi waktu yang digunakan 2, 5, dan 10 jam. Menambah waktu dalam ultrasonik diharapkan dapat membuat jarak antar layer pada rGO meningkat sehingga ikatannnya mudah lepas dan layer semakin tipis. Proses ultrasonik dilakukan di laboratorium fisika zat padat jurusan fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

3.2.5 Karakterisasi

Setelah proses penyayatan, sampel dikeringkan menggunakan hotplate pada suhu 90oC.Sampel yang akan dikarakterisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu bentuk pelet dan bentuk serbuk. Pada penelitian ini dilakukan beberapa karakterisasi bahan uji menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra-Red), Spektroskopi Raman, Energy Dispersive X – Ray (EDX), dan VSM (Vibrating Sample Magnetometer).

Analisis gugus fungsi, identifikasi material yang belum diketahui, menentukan kualitas dan intensitas suatu komponen dalam bahan dapat dilakukan menggunakan uji FTIR (Fourier Transform Infrared). Pengujian FTIR ini dilakukan di laboratorium karakterisasi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Merk alat yang digunakan adalah FTIR tipe 8400S SHIMADZU. Rentang panjang gelombang yang digunakan yaitu antara 500 cm-1 sampai dengan 4000 cm-1 .FTIR menghasilkan data berupa grafik intensitas terhadap panjang gelombang. Intensitas menunjukkan tingkatan jumlah senyawa sedangkan panjang gelombang menunjukkan jenis senyawa yang terdapat dalam bahan. FTIR yang digunakan dalam pengujian tampak seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Seperangkat peralatan FTIR

(45)

27

Karakterisasi dengan spektroskopi raman pada prinsipnya sama dengan uji XRD yaitu bertujuan untuk mengetahui fasa yang terbentuk berdasarkan pola grafiknya. Berdasarkan penelitian yang telah ada untuk menganalisa fasa grafena yang memiliki ukuran tipis, spektroskopi raman mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk mampu menembus sampai orde lapisan tipis. Pada spektroskopi raman akan dihasilkan puncak pita D(Defek), G(Grafitik), dan 2D yang menunjukkan identifikasi pola grafena. Pada penelitian ini semua sampel di karakterisasi dengan spektroskopi raman. Alat karakterisasi ini terdapat di Laboratorium Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM-BATAN), Serpong, Tangerang.

Karakterisasi sifat magnetik rGO dilakukan dengan uji VSM (Vibrating Sample Magnetometer). Karakterisasi VSM menghasilkan kurva histeresis yang menunjukkan hubungan antara magnetisasi (M) suatu bahan terhadap medan magnetik (H) yang menimbulkan magnetisasi tersebut. Uji VSM dilakukan di Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju Badan Tenaga Nuklir Nasional (PSTBM- BATAN) Serpong, Tangerang dengan tipe OXFORD VSM 1.2H.

Gambar 3.2 Seperangkat alat Spektroskopi Raman

Gambar 3.3 Seperangkat alat VSM 27

(46)

28

Uji Energy Dispersive X-Ray (EDX) dilakukan untuk mengetahui komposisi – komposisi unsur yang terkandung dalam sampel. Selain itu pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah magnetisasi yang terdapat dalam sampel berasal dari unsur logam dalam tempurung kelapa atau dari cacat yang terdapat didalamnya. Pengujian EDX di Pusat Riset Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Merk EDX yang digunakan adalah Carl Zeiss dengan tipe Evo MA 10.

Gambar 3.4 Seperangkat alat EDX

(47)

29 3.3 Diagram Alir Penelitian

Berdasarkan studi literatur mengenai grafena dari serbuk tempurung kelapa, maka ditetapkan diagram alir penelitian seperti berikut ini :

Gambar 3.4 Diagram Aliran Penelitian Analisis Data dan Pembahasan

Kesimpulan

Spektroskopi Raman FTIR VSM

Proses Pengeringan (90oC) bentuk pelet

Proses Pengeringan (90oC) bentuk serbuk

Preparasi Arang Tempurung Kelapa

Pembuatan Serbuk Arang Tempurung Kelapa

Pemanasan selama 5 jam dengan suhu 400oC, 600 oC, 700 oC, 800 oC, 10000C

Proses Penyayatan /ultrasonikasi dengan variasi waktu 2, 5, dan 10

jam dalam larutan aquades

Proses Penyayatan/ultrasonikasi dengan 10 jam dalam larutan

aquades

(48)

30

(49)

31 BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kondisi Sampel

Bahan dasar pada penelitian ini adalah tempurung dari jenis kelapa tua (Cocus Nucifera) yang diberi perlakuan panas dan penyayatan. Pemilihan tempurung kelapa tua dikarenakan memiliki impuritas (pengotor) lebih sedikit dibandingkan tempurung kelapa muda. Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan.

Tahap pertama yaitu preparasi serbuk tempurung kelapa,berawal dari pemilihan tempurung kelapa lalu membersihkan serabutnya. Selanjutnya, tempurung kelapa dibakar dalam atmosfer udara bebas dan diperoleh arang tempurung kelapa. Proses pembakaran tempurung kelapa menjadi arang dapat meningkatkan kandungan karbon dan mengurangi unsur – unsur impuritas yang mudah menguap. Arang hasil pembakaran dioven pada suhu 150oC selama 24 jam untuk mengurangi kadar air pada arang tempurung kelapa. Selanjutnya arang tempurung kelapa dihaluskan dengan menggunakan mortar dan diayak dengan menggunakan saringan berukuran 500 mesh. Proses pengayakan ini bertujuan untuk menghomogenkan ukuran sampel.

Tahap kedua arang tempurung kelapa mengalami proses karbonisasi pada atmosfer udara bebas menggunakan furnace dengan variasi temperatur 400oC, 600oC, 700oC, 800oC, dan 1000oC dengan waktu penahananan selama 5 jam. Suhu dan waktu pada proses karbonisasi berpengaruh pada sifat – sifat arang tempurung kelapa yaitu, ukuran dan distribusi pori, ukuran partikel dan kandungan bahan pencampur (mouisture). Tujuan dari proses karbonisasi adalah untuk menghilangkan unsur – unsur bukan karbon yang terkandung dalam tempurung kelapa seperti hidrogen (H), oksigen (O).

Tahap terakhir yaitu proses penyayatan dengan menggunakan ultrasonic

cleaner dan larutan aquades. Proses ini bertujuan untuk menyayat lapisan –

lapisan rGO sehingga menjadi lapisan yang lebih tipis. Proses penyayatan ini menggunakan variasi waktu 2, 5, dan 10 jam. Setelah proses penyayatan dilanjutkan proses pengeringan sampel dengan menggunakan hotplate pada suhu 90oC sampai dihasilkan sampel dalam bentuk serbuk. Pada penelitian ini terdapat

(50)

32

15 variasi sampel yang siap dikarakterisasi dengan spektroskopi raman, dan 5 sampel diantaranya dikarakterisasi dengan FTIR dan VSM.

4.2 Analisis Data Spektroskopi Raman

Pada penelitian ini digunakan Spektrometer Raman dengan merek Bruker versi Senterra R200-785 dengan panjang gelombang yang ditembakkan pada sampel sebesar 785 nm. Tinjauan data hasil karakterisasinya dibagi menjadi dua bagian yaitu analisa kualitatif yang menunjukkan kecocokan letak puncak data hasil penelitian dengan referensi dan analisa kuantitatif yang menunjukkan kecocokan nilai rasio intensitas puncak defek dengan puncak grafitik (ID/IG) antara data hasil penelitian dengan referensi.

4.2.1 Analisis Kualitatif Grafik Spektroskopi Raman

Setelah ditembak dengan laser, diperoleh data Raman yang menunjukkan hubungan antara intensitas Raman dengan panjang gelombang yang disajikan dalam bentuk grafik. Terdapat dua puncak pada grafik Raman yaitu puncak D (Defect) dan puncak G (Grafitic). Puncak D yang berada di sekitar panjang gelombang 1320 cm-1,munculnya puncak ini menunjukkan adanya cacat/defek yang terdapat pada material, berupa gangguan pada ikatan sp2 yaitu kekosongan, struktur wrinkle, heptagon dan pentagon ring, dan juga adanya gugus fungsional lain seperti O dan H. Puncak berikutnya yang berada di sekitar panjang gelombang 1590 cm-1 yaitu puncak G menunjukkan adanya karakteristik grafitik dari material. Puncak ini muncul karena adanya pergerakan peregangan dari ikatan sp2 pada atom karbon.

Gambar 4.1 (a), (b), dan (c) menunjukkan data Raman pada sampel yang di berikan perlakuan penyayatan pada 3 variasi waktu dan 5 variasi temperatur. Pada semua variasi, terdapat dua puncak utama (D dan G ) dengan intensitas dan bilangan gelombang yang berbeda. Namun, perbedaan bilangan gelombang tidak terlalu signifikan dan masih berada dalam rentang puncak utama. Dari semua variasi sampel Intensitas puncak paling tinggi terjadi pada temperatur 400oC, disusul kemudian pada temperatur 700oC, 600oC, dan 800oC. Intensitas terendah pada temperatur 1000oC. Perubahan intensitas terjadi karena adanya proses

(51)

33

perubahan fasa akibat perlakuan panas. Penurunan intensitas tidak berpengaruh pada penampakan puncak utama yang timbul yang juga terdapat dua puncak utama pada seluruh variasi temperatur.

4.2.2 Analisis Kuantitatif Grafik Spektroskopi Raman

Analisis kuantitatif pada Raman yaitu menentukan nilai perbandingan intensitas puncak D (ID) dengan intensitas puncak G (IG). Perhitungan ID/IG

Gambar 4. 1 Grafik data Raman rGO pada variasi temperatur dengan waktu penyayatan :

(a). 2 jam ; (b). 5 jam ; dan (c). 10 jam

(a) (b)

(c)

(52)

34

dilakukan dengan menggunakan nilai tinggi puncak D dibagi dengan nilai tinggi puncak G. Nilai rasio ID/IG merepresentasikan besarnya tingkat kecacatan (defect) pada sampel. Cacat dapat berasal dari kekosongan pada ikatan karbon. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rajagopalan and Chung (2014) nilai ID/IG pada grafena oksida(GO) dan grafena oksida tereduksi(rGO) yang direduksi secara kimia berturut – turut adalah 0,97 dan 1,4. Penelitian lain (Liu et al., 2013) diperoleh nilai ID/IG pada GO dan rGO yang disintesis dengan metode Hummer berturut – turut 0,90 dan 1,12. Uddin et al (2015) yang juga mensintesis GO dan rGO dengan metode Hummer memperoleh nilai ID/IG berturut – turut 1,04 dan 1,21. Dari beberapa penelitian tersebut dapat diketahui bahwa nilai ID/IG dibawah 1(satu) merupakan rentang nilai ID/IG GO sedangkan rentang nilai ID/IG pada rGO diatas 1(satu). Pada penelitian ini diperoleh nilai ID/IG pada rentang ~1,1 sampai ~1,7 (gambar 4.2) hal ini mengindikasikan bahwa sampel pada semua variasi merupakan rGO.

34

Gambar 4.2 Nilai ID/IG pada semua variasi temperatur

(53)

35

Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa hampir pada semua sampel mengalami peningkatan nilai ID/IG seiring dengan bertambahnya temperatur pemanasan. Nilai ID/IG terendah terdapat pada sampel dengan temperatur pemanasan 400oC dan nilai ID/IG tinggi pada temperatur 800oC dan 1000oC Sedangkan untuk perlakuan waktu penyayatan tidak memberikan pengaruh yang konstan pada besarnya nilai ID/IG. Artinya tidak terdapat kesebandingan antara nilai ID/IG terhadap bertambahnya maupun berkurangnya waktu penyayatan. Hal ini disebabkan perbedaan waktu penyayatan yang kurang signifikan. Namun dari keseluruhan sampel, waktu penyayatan yang memberikan nilai ID/IG terbesar adalah pada waktu 10 jam.Sehingga untuk karakterisasi lebih lanjut dipilih sampel dengan waktu penyayatan 10 jam pada semua variasi temperatur.

4.3 Analisis Data FTIR (Fourier Transform Infra-Red)

Karakterisasi FTIR (Fourier Transfor Infra-Red) dilakukan untuk mengetahui jenis ikatan gugus fungsi dalam suatu senyawa. FTIR merupakan salah satu alat spektroskopi yang menggunakan metode tranformasi fourier untuk mengukur resapan spektrum inframerah yang dipancarkan dari sumber menuju material uji pada berbagai bilangan gelombang. Keluaran yang diperoleh dari spektroskopi FTIR ini yaitu berupa grafik pola puncak-puncak dari interaksi setiap molekul dalam material uji yang menyerap energi dari spektrum inframerah yang ditunjukkan dengan grafik hubungan prosentase transmisi (%T) terhadap bilangan gelombang (cm-1). Masing-masing atom molekul yang saling berikatan

Suhu(oC) Nilai ID/IG

2 jam 5 jam 10 jam

400 1,189 1,218 1,144

600 1,298 1,210 1,272

700 1,498 1,298 1,450

800 1,505 1,569 1,719

1000 1,591 1,746 1,654

Tabel 4.1 Nilai ID/IG pada semua variasi temperatur pemanasan

dan waktu penyayatan

(54)

36

memiliki nilai resapan energi spektrum inframerah masing-masing. Pengujian FTIR ini dilakukan pada ke-5 sampel serbuk arang tempurung kelapa hasil dari proses pemanasan pada suhu 4000C, 6000C, 7000C, 8000C, dan 10000C dengan waktu penyayatan 10 jam. grafik spektrum inframerah dari masing-masing sampel nantinya akan dicocokkan dengan pola grafik spektrum inframerah dari grafena oksida tereduksi. Gambar 4.3 (a), (b), (c), (d), dan (e) merupakan grafik hasil FTIR pada semua variasi temperatur.

(b) (a)

(55)

37

Gambar 4.3 Grafik Data FTIR pada temperatur (a).400oC ; (b).600 oC ; (c). 700 oC ;

(d).800 oC ; dan (e).1000 oC (d)

(e) (c)

(56)

38

Dari grafik FTIR dapat terlihat bahwa jumlah ikatan gugus fungsi karbon semakin berkurang seiring dengan penambahan temperatur pemanasan. Ketajaman puncak yang muncul juga semakin melemah dengan bertambahnya temperatur pemanasan. Pada temperatur 400oC muncul puncak- puncak tajam dan dalam di beberapa posisi bilangan gelombang. Hal ini berarti pada suhu 400oC masih terkandung banyak unsur impuritas seperti klor (Cl), ikatan – ikatan antara atom karbon – hidrogen (C-H), karbon – oksigen (C=O, C-O), nitrogen dengan hidrogen (N-H), serta oksigen – hidrogen (O-H). Pada suhu ini ikatan antara atom karbon dan oksigen yang membentuk ikatan CO2 juga masih berada pada posisi bilangan tertentu yang merupakan hasil dari spektrum background. Pada temperatur pemanasan 400oC dihasilkan pola FTIR yang serupa dengan material grafena oksida tereduksi.

Pada variasi temperatur 600oC jumlah ikatan yang muncul lebih sedikit jika dibandingkan dengan ikatan pada temperatur 400oC. Ketajaman puncaknya juga melemah. Impuritas seperti klor (Cl) masih ada pada temperatur ini. Ikatan karbon – oksigen (C=O), serta ikatan karbon – hidrogen (C-H) juga terdapat pada temperatur ini. Pada temperatur 700oC ikatan yang muncul hampir sama dengan ikatan pada temperatur 600oC. Pada temperatur 700oC ini muncul kembali ikatan N-H dan O-H serta background FTIR berupa CO2. Pada temperatur ini tidak muncul ikatan tunggal karbon C-C.

Pada temperatur 800oC dan 1000oC jumlah ikatan yang muncul semakin sedikit dan ketajaman puncaknya semakin melemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan pada sampel dapat mereduksi ikatan yang terdapat pada material. Jenis ikatan yang terdapat pada temperatur 800oC dan 1000oC sama, yaitu ikatan impuritas C=O, N-H dan O-H, serta C-Cl. Namun jumlah ikatan pada temperatur 1000oC lebih sedikit dibandingkan pada temperatur 800oC. Selanjutnya melalui Tabel 4.1 ditunjukkan bahwa adanya cacat pada rGO yang direpresentasikan dengan nilai ID/IG mempengaruhi ikatan – ikatan di dalamnya serta prosentase intensitas transimisinya. Pada Tabel 4.1 diambil sampel pada 3 variasi temperatur untuk dibandingkan prosentase intensitas transmisi pada ikatan – ikatan utamanya.

(57)

39

Ikatan Gugus Fungsi Transmisi (%)

400oC 700oC 1000oC

C=C Alkena 74,649 55,283 54,165

C=O Aldehid & Keton 79,160 57,133 56,270

C-O Alkohol & Fenol 65,798 - -

Dari Tabel 4.1 diketahui bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan, prosentase intensitas transmisi pada ikatan – ikatannya semakin berkurang. Bahkan bertambahnya temperatur tersebut dapat mereduksi ikatannya, terlihat pada ikatan C-O yang tidak muncul pada temperatur 700oC dan 1000oC. Berkurangnya prosentase intensitas transmisi gugus – gugus tersebut seiring dengan meningkatnya nilai ID/IG pada rGO.

4.4 Analisis Komposisi Unsur

Analisis komposisi unsur kimia pada serbuk arang tempurung kelapa dapat dilakukan dengan pengujian Energy Dispersive X-Ray (EDX). Pengujian komposisi unsur kimia ini digunakan untuk mengetahui unsur apa saja yang terdapat dalam serbuk tempurung kelapa yang merupakan bahan organik. Pada penelitian ini tujuan utama pengujian EDX yaitu untuk mengetahui kandungan unsur – unsur magnetik yang terdapat pada rGO berasal dari impuritas atom logam atau dari cacat yang terdapat di dalamnya. Sehingga sampel yang diuji EDX merupakan sampel yang juga di uji nilai kemagnetannya. Tabel 4.2 merupakan nilai prosentase massa dari masing – masing unsur yang terdapat pada tempurung kelapa.

Tabel 4.2 Perbandingan prosentase intensitas transmisi pada ikatan utama rGO

(58)

40

Dari Tabel 4.2 diketahui bahwa prosentase massa unsur Karbon (C) dan Oksigen (O) lebih tinggi dibandingkan prosentase unsur impuritasnya. Prosentase impuritas unsur logam besi (Fe) cukup rendah jika dibandingkan dengan unsur karbon dan oksigen. Selain itu prosentase unsur logam Fe relatif tetap serta tidak ada perbedaan yang signifikan pada variasi temperatur pemanasan.

4.5 Analisis Sifat Magnetik

Untuk mempelajari sifat magnetik bahan dilakukan karakterisasi menggunakan Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Hasil uji VSM akan mendapatkan besaran – besaran sifat magnetik akibat adanya perubahan medan magnetik luar yang digambarkan dengan kurva histeresis dan sifat magnetik bahan akibat variasi temperatur. Dari kurva histeresis dapat diketahui beberapa besaran yang penting untuk mengetahui sifat kemagnetan grafena oksida tereduksi (rGO) yaitu magnetisasi saturasi (Ms), magnetisasi remanensi (Mr) dan medan koersif (Hc).

Magnetisasi saturasi merupakan keadaan kejenuhan saat medan luar dinaikkan terus tetapi nilai magnetisasinya tetap konstan. Nilai Ms ini menunjukkan bahwa material yang diuji memiliki kemampuan untuk mempertahankan kesearahan domain – domain magnetiknya saat dikenai medan magnet eksternal. Magnetisasi remanansi (Mr) merupakan sisa remanansi material magnetik ketika nilai medan magnet luar sama dengan nol. Medan koersif (Hc) adalah medan yang diperlukan untuk membuat nilai magnetisasinya menjadi nol.

Gambar 4.4 merupakan kurva histeresis pada variasi temperatur pemanasan dan waktu penyayatan 10 jam.

Nama Unsur Prosentase Massa (%) 400oC 600oC 700oC 800oC 1000oC Karbon (C) 75,67 82,52 80,55 87,82 78,65 Oksigen (O) 22,23 15,13 16,88 10,08 18,63 Kalium (K) 0,87 0,62 0,71 0,65 0,65 Besi (Fe) 1,25 1,28 1,50 0,99 1,65 Khlor (Cl) 0,56 0,44 0,37 0,46 0,42

Tabel 4.3 Prosentase massa unsur – unsur dalam rGO

(59)

41

Berdasarkan kurva histeresis pada Gambar 4.4 diketahui bahwa perubahan temperatur berpengaruh pada besarnya nilai magnetisasi. Pada temperatur 400oC diperoleh nilai Ms= 0,15608 emu/gr, sedangkan untuk temperatur 600oC nilai Ms= 0,27423 emu/gr. Pada temperatur 700oC peningkatan nilai Ms yang cukup siginifikan dibandingkan dengan dua variasi temperatur sebelumnya yaitu Ms=1,28411 emu/gr. Pada temperatur 800oC nilai Ms = 1,18213 emu/gr, terjadi sedikit penurunan nilai Ms jika dibandingkan dengan nilai Ms pada temperatur 700oC. Nilai Ms terbesar dicapai pada temperatur pemanasan 1000oC yaitu sebesar 2,49347 emu/gr. Terlihat bahwa terjadi kenaikan nilai Ms yang sangat drastis jika dibandingkan dengan rGO yang dipanaskan pada temperatur 400oC. Hal ini disebabkan pada pemanasan dengan temperatur 1000oC dalam atmosfer udara bebas, atom – atom seperti hidrogen dan oksigen terlepas dari ikatannya dengan atom karbon. Terlepasnya atom oksigen dan hidrogen dari ikatan utama grafena menyebabkan elektron dari atom karbon tidak berpasangan. Elektron yang tidak berpasangan ini yang menjadi cacat pada rGO dan dapat menimbulkan momen magnetik. Tabel 4.3 menunjukkan nilai dari magnetisasi remanansi (Mr), dan medan koersif (Hc) yang merepresentasikan sifat magnetik dari rGO. Lebar

Gambar 4.4 Kurva histeresis rGO pada semua variasi temperatur

pemanasan

(60)

42

kurva histeresis yang sempit serta nilai Mr dan Hc yang mendekati nol mengindikasikan bahwa rGO memiliki sifat superparamagnetik.

No Temperatur (oC) Ms (emu/gr) Mr(emu/gr) Hc(T)

1 400 0,15608 -0,05255 0,0670

2 600 0,27423 0,02725 0,00140

3 700 1,28411 0,21618 -0,0229

4 800 1,18213 0,20201 0,00830

5 1000 2,49347 0,13302 0,01660

Gambar 4.5 merupakan grafik hubungan nilai ID/IG terhadap nilai magnetisasi (Ms), yang menunjukkan bahwa kenaikan nilai defect pada rGO yang seiring dengan kenaikan temperatur juga diikuti dengan meningkatnya nilai magnetisasinya.

Gambar 4.5 Grafik hubungan Temperatur terhadap nilai ID/IG dan

nilai magnetisasi (Ms)

Tabel 4.4 Nilai Ms, Mr, dan Hc pada semua variasi temperatur pemanasan

(61)

43

Berdasarkan penelitian sebelumnya (Maulana, 2016) nilai magnetisasi (Ms) yang dihasilkan pada penelitian ini jauh lebih besar. Pada penelitian Maulana (2016) diperoleh nilai magnetisasi (Ms) rGO pada temperatur 400, 700, dan 1000oC berturut – turut adalah 0,15726 emu/gr ; 0,1251 emu/gr ; dan 0,2579 emu/gr.

Perbedaan yang cukup drastis ini dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan yang diberikan pada sampel, yaitu perbedaan waktu penyayatan sampel dimana pada penelitian ini waktu untuk penyayatannya 10 jam sedangkan penelitian sebelumnya 5 jam. Selain itu perbedaan selisih waktu penahanan dalam karbonisasi sebesar 2 jam juga memberikan pengaruh. Jika dibandingkan dengan penelitian Sarkar (2014) nilai magnetisasi pada penelitian ini juga lebih besar, hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan metode serta perlakuan yang diberikan kepada sampel.

Dari bentuk kurva histeresis (Gambar 4.5) yang sempit dapat diketahui bahwa rGO yang diperoleh dari penelitian ini maupun penelitian sebelumnya mengindikasikan bersifat superparamagnetik. Sifat superparamagnetik ini dikarenakan domain bahan rGO yang merupakan atom – atom karbon (C) memiliki ukuran dibawah 10 nm (Maulana, 2016).

Gambar 4.6 Kurva histeresis rGO pada variasi temperatur pemanasan

(Maulana, 2016)

(62)

44

Berdasarkan hasil EDX dapat diketahui bahwa kandungan unsur impuritas logam Fe relatif tidak memiliki kenaikan yang signifikan pada beberapa variasi temperatur. Kenaikan nilai ID/IG (cacat) yang berbanding lurus dengan kenaikan temperatur pemanasan serta nilai magnetisasi tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah kandungan unsur logam Fe. Hal ini mengindikasikan bahwa besarnya nilai magnetisasi pada rGO tidak hanya disebabkan oleh adanya kandungan unsur logam yang terdapat pada sampel, tetapi berasal dari cacat yang terdapat di dalamnya.

(63)

45 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang berjudul “Analisis Cacat dan Sifat Magnetik Grafena Oksida Tereduksi dari Tempurung Kelapa” dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Proses pemanasan dan penyayatan arang tempurung kelapa dapat menghasilkan grafena oksida tereduksi (rGO).

2. Berdasarkan hasil spektroskopi raman diketahui bahwa variasi temperatur pemanasan dan variasi waktu penyayatan memberikan pengaruh pada nilai

defect rGO. Pada temperatur 800oC dan 1000oC semua variasi waktu penyayatan diperoleh nilai ID/IG terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi temperature pemanasan nilai cacat pada rGO bertambah. 3. Hasil FTIR menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan

ikatan molekul pada rGO semakin tereduksi. Ketajaman puncak – puncak pada grafik FTIR yang dihasilkan juga melemah seiring bertambahnya temperatur pemanasan. Selain itu nilai ID/IG yang diperoleh berpengaruh pada ikatan yang dihasilkan pada rGO,khususnya pada prosentase intensitas transmisi ikatan utamanya.

4. Bertambahnya nilai ID/IG pada rGO berpengaruh pada sifat kemagnetannya. Hal ini dapat terlihat dari hasil VSM, yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai ID/IG besar nilai magnetisasinya (Ms) semakin bertambah.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan alat karakterisasi lainnya untuk menghasilkan data yang lebih maksimal. Khususnya mengkonfirmasi kembali nilai magnetisasi dengan menggunakan alat karakterisasi lain.

(64)

46

“Halaman ini sengaja dikosongkan”

Gambar

Gambar 2.1 bagian bagian buah kelapa yang terdiri dari daging buah,  sabut, dan tempurung  (Nugraheni, 2014)
Gambar 2.2  Pola pertumbuhan pola distribusi dari persamaan posisi pada atom  karbon dalam perlakuan panas (Y.Yin dkk,2009)
Gambar 2.3  Berbagai bentuk alotrop karbon, (a).  Grafit, (b). Bucky Ball, (c).  Carbon  Nano Tube (CNT) (d)
Tabel 2.3 Sifat fisik alotrop karbon
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hukum Islam, yaitu khit}a>b (titah) Allah atau sabda Nabi Muhammad yang berhubungan dengan segala amal perbuatan.. mukallaf, baik mengandung perintah, larangan, pilihan, atau

Penelitian ini menemukan bahwa PTK yang dilakukan mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP UNTAN Tahun 2009-2011 tergolong baik karena rata- rata memenuhi 3,67

*ebelum membahas tentang prosedur perhitungan tekanan upstream ataupun don stream akan diuraikan lebih dahulu tentang kurva pressure traverse.ambar 2'1 dan 2'2 adalah

Dalam praktik mediasi di Amerika Serikat atau Inggris, walaupun ada yang beranggapan bahwa yang menentukan media, itu adalah sikap para pihak yang menginginkan

Pengurus Komisi Beasiswa mengucapkan terimakasih kepada seluruh jemaat/Donatur HKBP Kebayoran Baru yang telah bersama-sama mengumpulkan dana memperjuangkan bantuan dana

Alkalinitas adalah kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa penurunan nilai pH larutan, atau dikenal dengan sebutan acid- neutralizing capacity (ANC)

Permasalahan  dasar  adanya  gap  antara  akademi  dan  industri  adalah  karena  karakter  dan  sudut 

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan ridho, karunia, dan rahmat-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “KEMAMPUAN PREDIKSI RASIO KEUANGAN TERHADAP