BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Banyak hal dalam diskusi tentang kepemimpinan sebuah Negara baik itu kepemimpinan
dalam sebuah Negara yang berlandaskan demokrasi, sosialis, agama bahkan fasis sekalipun.
jika ada seorang pemimpin sudah hal pastinya bahwa ada yang namanya sebuah negara.
Negara yang pada asal-usulnya dibentuk oleh sebuah kelompok dimana untuk memenuhi
kepentingan bersama dengan kesepakatan melalui yang namanya negara tersebut.1
Vatikan dan Iran merupakan dua Negara yang dipimpin oleh seorang yang memiliki
kekuasaan tertinggi pada Negara nya, dimana pada Negara Vatikan merupakan sebuah
kaukus unik, sebuah contoh dari sebuah
Keberhasilan sebuah Negara dapat dilihat dari segi bagaimana seorang memimpin sebuah
negara.
kerajaan di mana fungsi kepala negara, yaitu sang
Paus tidak diwariskan tetapi dipilih untuk seumur hidup oleh dewan Kardinal. Anggota
dewan Kardinal yang dapat memilih adalah mereka yang berumur di bawah 80 tahun.
Pertemuan dewan Kardinal untuk memilih Paus ini disebut konklaf dan dilaksanakan di
Kapel Sistina. Kata konklaf ini berasal dari bahasa Latin cum clavis yang artinya adalah
"dengan kunci". Maksudnya merekalah yang memegang kunci pemilihan. Kata cum clavis ini
juga memiliki arti bahwa para kardinal dikunci di Kapel Sistina selama proses pemilihan
tersebut. Istilah Takhta Suci merujuk kepada otoritas, yurisdiksi dan kedaulatan Paus dan
para penasehatnya dalam memimpin Gereja Katolik Roma. yang mengatur seluruh roda
pemerintahan baik yang bersifat ke luar maupun ke dalam. Pada dasarnya kedua bentuk
hirarki ini saling melengkapi dan mengisi, karena secara umum misi yang diemban Takhta
1
Suci Vatikan adalah misi keagamaan, kemanusiaan, hak azasi manusia, ekumenis dan dialog
dengan agama-agama lain, perdamaian dan kesejahteraan dunia yang didasari oleh nilai-nilai
kemanusiaan dan keagamaan. Sebagai negara berdaulat, Vatikan juga mempunyai hak untuk
mengirim dan menerima diplomat. Para diplomat ini membutuhkan Kedutaan Besar yang
harus berkedudukan di kota Roma karena tidak ada tempat di Vatikan.2
Vatikan berperan sebagai pusat agama Katolik sedunia dan bersifat monarki. Menurut
Kitab Hukum Kanonik Paus adalah Uskup Gereja Roma, yang mewarisi tugas yang secara
istimewa diberikan kepada Santro Petrus, salah seorang murid Yesus. Sehingga Sri Paus
dapat dikatakan adalah Wakil Yesus di dunia, Gereja Universal sekaligus sebagai Kepala
Dewan Uskup. Dewan Uskup beranggotakan para Uskup berdasarkan tahbisan sakramental
dan persekutuan hirarkis merupakan kekuasaa tertinggi didalam Gereja Katolik. Pemerintah
Kota Vatikan memiliki struktur yang unik. Paus adalah kedaulatan negara . Kekuasaan
legislatif dipegang oleh Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan, tubuh Kardinal yang
ditunjuk oleh Paus untuk periode lima tahun . Kekuasaan eksekutif berada di tangan Presiden
komisi, dibantu oleh Sekretaris Jenderal dan Wakil Sekretaris Jenderal. Hubungan luar negeri
negara yang dipercayakan kepada Sekretariat Takhta Suci Negara dan layanan diplomatic.
Namun demikian, Paus memiliki kekuasaan absolut baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif
atas Vatikan saat ini ia adalah satu-satunya raja absolut di Eropa. Pertahanan militer Vatikan
disediakan oleh Italia dan angkatan bersenjatanya, mengingat fakta bahwa Vatikan adalah
sebuah kantong dalam Italia. Vatikan tidak memiliki kekuatan bersenjata sendiri, Garda
Swiss menjadi korps Tahta Suci bertanggung jawab atas keamanan pribadi dari Paus padahal,
seperti berbagai kekuatan Eropa, Paus sebelumnya merekrut tentara bayaran Swiss sebagai
bagian dari tentara untuk Negara-negara Kepausan, Kepausan Garda Swiss didirikan oleh
Paus Julius II pada 22 Januari 1506 sebagai pengawal pribadi Paus dan terus memenuhi
fungsi itu.3
Begitu juga Negara Iran yang juga merupakan negara yang di pimpin oleh pemimpin
agung (supreme leader) berada pada kedudukan tertinggi pada Negara Iran. Pemimpin agung
berfungsi sebagai pengawas dan menjaga kebijakan umum Republik Islam Iran. setelah
pemimpin agung presidenlah yang menjadi orang penting kedua. Pemimpin Agung Iran
bertanggung jawab terhadap kebijakan-kebijakan umum Republik Islam Iran. Ia juga
merupakan ketua pasukan bersenjata, dan badan intelijen Iran, dan mempunyai kuasa mutlak
untuk menyatakan perang. Ketua kehakiman, stasiun radio, dan rangkaian televisi, ketua
polisi, dan tentara. Enam dari dua belas anggota Majelis Wali Iran juga dilantik oleh
Pemimpin Agung. Majelis Wali bertanggung jawab memilih, dan juga memecat Pemimpin
Agung atas justifikasi kelayakan, dan popularitas individu itu. Majelis ini juga bertanggung
jawab memantau tugasan Pemimpin Agung.4
Secara implementatif merancang dan mengarahkan politik dalam negeri dan luar
negeri Iran. SL (supreme leader) juga membawahi The Supreme Council for National
Security (TSCNS), Angkatan Bersenjata, The Nation’s Exigency Council, dan Head of Judiciary. Selain itu, SL juga membawahi dengan mengangkat 6 dari 12 anggota Majelis
wali, lembaga yang melakukan screening dan pengawasan atas kandidat presiden, parlemen,
dan Assembly of Expert hanya terdapat 2 badan eksekutif di Iran yaitu SL dan Presiden.
Akibatnya, Presiden kini langsung memimpin Dewan Menteri. Kandidat presiden harus
disetujui oleh Dewan Wali (Guardian Caouncil). Presiden Iran tidak mengendalikan
angkatan perang. Kewenangan presiden berada di bawah bayang-bayang kuat pengaruh SL.
Kewenangan presiden ada di dalam perancangan kebijakan ekonomi.
3
Ibid. kotavatikan.tumblr.com diakses pada hari minggu 12 april 2015 pukul 13.30 wib
4
Sistem pemerintahan Iran menganut sistem presidensiil dan parlementer, di mana
anggota kabinet ditunjuk/diangkat oleh Presiden tetapi harus mendapat persetujuan dari
Majelis serta bertanggungjawab kepada Presiden dan Majelis. Lembaga Eksekutif Kepala
pemerintahan dijabat seorang Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat untuk masa
jabatan 4 tahun, dapat dipilih kembali maksimal satu kali. Presiden dibantu oleh 9 orang
wakil presiden yang membidangi tugas masing-masing serta 21 menteri anggota kabinet.
Lembaga Legislatif Parlemen Iran (Majelis-e Syura-e Islami ) merupakan lembaga legislatif
yang beranggotakan 290 orang. Anggota Majelis dipilih melalui Pemilu setiap 4 tahun sekali
dengan sistem distrik. Setiap 10 tahun rasio anggota Majelis ditinjau kembali sesuai dengan
jumlah penduduk. Lembaga Judikatif. Kekuasaan tertinggi lembaga peradilan dijabat oleh
Ketua Justisi yang diangkat langsung oleh Leader untuk masa jabatan 5 tahun. Ia haruslah
seorang Ulama Ahli Fiqih (Mujtahid). Eksekutif (Pimpinan agung sebagai kepala
pemerintahan & presiden sebagai kepala negara) Legislatif (Parlemen bikameral terdiri dari
Iran parlemen & Dewan pertahanan) Yudikatif (Mahkamah agung).5
Vatikan dan Iran merupakan Negara yang menjalankan sistem pemerintahan
berdasarkan nilai-nilai agama dan spiritual atau dengan kata lain menerapkan sistem
pemerintahan berdasarkan hukum-hukum Allah dari agama atau teokrasi. Kepemimpinan
Negara Vatikan dan Iran bersifat monarki yakni kekuasaan tertinggi berada pada satu tangan
seseorang, dimana kepemimpinan Vatikan bersifat pada Monarki Absolut Merupakan
monarki yang bersifat autokrat, berkuasan dengan kekuatan sepenuhnya terhadap negara dan
pemerintahan. Sebagai contoh , hak untuk mengubah ataupun menyetujui undang undang
serta membuat aturan semaunya tanpa menunggu persetujuan dari pihak legislatif ataupun
5
rakyatnya6 sedangkan kepemimpinan Negara Iran bersifat Teodemokrasi dimana sebuah
konsep Republik di modifikasi dengan adanya pemerintahan para ulama dan modifikasi ini
menyentuh tiga sendi sitem repubik, meliputi institusi-institusi yang biasa disebut Trias
Politika. Konsep imamah atau dianggap tidak cukup terwakili didalamnya, ada
batas-batasnya, sebagaimana di atur dalam konsep Trias Politka, yang didalamnya kekuasaan
eksekutif bsepenuhnya ditundukkan terhadap kekuasaan legislative. Demikian pula,
kekuasaan yudikatif mempunyai batas-batasnya sendiri yang membuat mereka tidak leluasa
untuk menerapkan hukum islam7. Negera Vatikan dan Iran memiliki kesamaa, dimaan
kekuasaan tertinggi hanya dimiliki seseorang, paus di Vatikan dan Imam (Supreme Leader)
di Iran. Kedua Negara tersebut memiliki perbedaan dalam mengambil sebuah keputusan jika
di Negara Vatikan dalam mengambil sebuah keputusan Paus tidak perlu menunggu dari
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam mengambil andil dalam pembuatan
kebijakan melainkan Paus langsung untuk mengambil tindakan dalam mengambil akan
sebuah keputusan tersebut, berbeda dengan Negara Iran dimana Imam (Supreme Leader)
hanya memberikan fatwa atau penejelasan terhadap suatu masalah terlebih dahulu dan
melibatkan dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam memutuskan sebuah
kebijakan yang memungkinkan pada akhirnya Imamlah yang memutuskannya.8
Negara agama merupakan negara yang menjalankan sistem pemerintahan berdasarkan
nilai agama dan spiritual. Agustinus mengatakan bahwa sesungguhnya Negara itu dibentuk
dan dibangun atas dasar dua cinta. Negara surgawi dibangun atas dasar kasih Allah dan
Negara sekuler dibangun atas dasar cinta-diri. Negara yang dibangun atas dasar kasih Allah
akan mengupayakan segala sesuatu yang baik demi kemuliaan Allah. Negara itu akan selalu
terarah kepada Allah, karena baginya Allah adalah segala-galanya. Sedangkan negara yang
6
Ibid. http://www.apapengertianahli.com/2014/09/sistem-pemerintahan-monarki-dan-bentuk-pemerintahan-monarki.html#_ diakses pada 12 april 2015 pukul 13.15 wib
7
Yamani. 2002. Antara Al-Farabi dan Khomeini. Bandung : Mizan. Hal 127
dibangun atas dasar cinta kasih diri dan mengejar kemuliaan bagi diri endiri. Bukan Allah
yang dimuliakan tetapi manusia. Negara itu senantiasa terarah kepada diri sendiri.
Keuntungan dan kemulian diri merupakan segala-galanya didalam negara sekuler itu.9
Sedangkan menurut Khomeini dalam membentuk Negara dalam pemerintahan Islam
adalah Negara sebagai instrument bagi pelaksanaan undang-undang tuhan dimuka bumi tidak
seperti begara yang menganut demokrasi murni, pada dasarnya tidak ada hak negara, yakni
lembaga legislative sebagai wakil rakyat untuk membuat undang-undang. Otoritas membuat
undang-undang ada ditangan Allah.
10
memberikan kepada hak kepada rakyat menurut
Khomeini suatu perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, karena seperti yang
sebelumnya bahwa yang berhak membuat undang-udang hanya Allah saja. Juga
memberikakan kekuasaan tersebut kepada rakyat akan memaksa negara untuk menerima
perundang-undangan yang boleh jadi buruk tetapi merupakan kemauan rakyat, atau menolak
perundang-undangan yang baik hanya karena bertentangan dengan kehendak rakyat.11
Seperti sebelumnya yang sudah disinggung dalam Negara bahwa dalam menjalankan
sebuah sistem didalam Negara oleh orang-orang yang berada didalamnya, perlu akan
seseorang yang memimpin didalamnya dan mempuyai legitimasi
12
Kedua Negara ini walupun diatur secara teokratis dan punya memiliki persamaan dan
perbedaan dalam konsep kepemimpinannya, oleh karena itu penulis tertarik untuk
membandingkan kedua konsep kepemimpinan ini.
dan berkedudukan pada
tempat tertinggi dalam negara tersebut. Juga bagaimana dalam sebuah Negara yang
menjalankan sebuah sistem didalam Negaranya agar bisa berjalan dengan sangat baik.
9
Ibid. filsafat politik. Hal 308
10
ibid. antara Al-Farabidan Khomeini. Hal 117 11 Ibid. antara Al-Farabi dan Khomeini. Hal 117 12
KBBI. Legitimasi merupakan keterangan yang mengesahkan atau membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yg dimaksud kesahannya.
2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang
dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu diteliti. Perumusan
masalah juga merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaa penelitian apa
saja yang perlu di jawab atau perlu di cari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain
perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup
masalah yang akan diteliti didasarkan pada identifikasi masalah dan pembatasan masalah13
Berdasarkan uraian yang telah dipaprkan dalam latar belakang masalah diatas, maka
dalam penelitian ini yang menjadi perumusan masalah adalah “Bagaimana Perbandingan
Konsep Kepemimpinan Negara Vatikan dan Iran”.
3. Batasan Masalah
Dalam melakukan penellitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap
masalah yang akan dibahas, agar hasil penelitan yang diperoleh tidak menyimpang dari
tujuan yangn ingin dicapai, yaitu suatu karya tulis yang sistematis dan tidak melebar. Maka
batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Perbandingan Konsep Kepemimpinan Negara Vatikan dan Iran (Pasca
Revolusi Iran).
4. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
13
1. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan konsep kepemimpinan Negara Vatikan dan
Iran.
5. Manfaat Penelitian
Setiap penelitain, diharapkan mampu memberikan mamfaat, terlebih lagi untuk
perkembangan ilmu pengeteahuan. Untuk itu yang menjadi mamfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk mengembangakan kemampuan penulis dam menulis karya ilmiah, dan memahami
lebih dalam tentang Kepemimpinan Negara Vatikan dan Iran.
2. Secara Akademis, sebagai suatu tahapan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
berfikir ilmiah dan menuangkan dalam bentuk karya ilmiah dan sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi Strata-1 di Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memeberikan konstribusi dan masukan
yang positif bagi pihak yang terkait dalam penelitian ini.
6. Kerangka Teori
Penggunaan teori dalam sebuah penelitian sangatlah perlu sebagai landasan untuk
menyelesaikan masalah. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan
berfikir dalam memecahkan atau menyoroti permasalahannya, untuk itu perlu menyusun
kerangka teori ang memuat pokok-pokok pikiran yang mengambarkan dari sudut mana
masalah peneliti akan disoroti.14
Adapun teori yang dianggap relevan denga penellitian ini adalah sebagai berikut:
6.1 Teori Kedaulatan Tuhan
14
Dalam terminologi ilmu politik modern, kata kedaulatan digunakan untuk
mengartikan kemaharajaan mutlak atau kekuasaan raja yang paripurna. Kedaulatan memiliki
hak yang tidak dapat diganggu gugat untuk memaksakan perintah-perintahnya kepada semua
rakyat negara yang bersangkutan dan sang rakyat ini memiliki kewajiban mutlak untuk
menaatinya tanpa memerhatikan apakah mereka bersedia atau tidak. Tidak ada media luar
lainnya, kecuali kehendaknya sendiri, yang dapat mengenakan pembatasan pada
kekuasaannya untuk memerintah. Tidak ada rakyat yang memiliki hak mutlak untuk
melawannya atau bertentangan dengan perintah-perintahnya. Hak apapun yang dicabutnya
akan dihapus. Sudah merupakan dalil universal dibidang hukum bahwa setiap hak hukum
hanya tercipta jika pemberi hukum menginginkannya demikian. Oleh karenanya, jika sang
pemberi hukum itu mencabutnya, keberadaannya dilenyapkan, dan sesudahnya hak yang
telah dihapuskan tersebut tidak dapat dituntut. Hukum tercipta melalui kehendak kedaulatan
serta meletakkan semua rakyat negara dibawah kewajiban untuk menaatinya. Tetapi tidak ada
hukum yang mengikat kedaulatan itu sendiri. Dengan kata lain, ia adalah otoritas mutlak, dan
dengan demikian, sepanjang berkaitan dengan perintah-perintahnya, tidak akan dan tidak
boleh muncul pertanyaan-pertanyaan mengenai baik buruk, benar dan salah, dan sebagainya.
Apapun yang dilakukannya adalah dalil, dan tidak seorangpun dapat mempertanyakan
tindakan, perintah serta penegakan perintah- perintah tersebut perilakunya merupakan kriteria
bagi benar dan salah dan tidak seorangpun yang boleh mempertanyakannya.15
Thomas Aquinas, salah seorang pemikir yang intelektualistik dan to koh terbesar
dimasa skolastik yang mengikuti ajaran Aristoteles melalui kontak dengan dunia arab,
membangun realisme perpaduan antara nalar dan iman, kodrat dan adikodrati, f ilsafat serta
teologi. Epistemologi Aquinas adalah uraian
15 Astawa, I Gde Pantja & Suprin Na’a. 2009. Memahami ilmu negara & teori negara. Bandung: PT. Refika
Lanjutan dari epistemologi Aristoteles yang menerima pengetahuan intelektual kebenaran
dan kepastian sebagai suatu kenyataan relasional antara subjek dan obyek. Selain itu
adanya keterbatasan pengetahuan manusia diterima sebagai kenyataan walaupun potensi
pengetahuan tersebut memang tak terbatas.16
Hukum alam merupakan dasar atau landasan bagi hukum-hukum yang sebenarnya
yang tidak dapat diragukan kebenarannya. Salah seo rang yang memiliki konsep teori
hokum alam yang dikemukakan oleh Tohmas Aqui
nas, bahwa teori hukum alam menem patkan manusia sebagai makhluk yang hidup dalam
alam bebas dan setiap manusia mengalami tantangan dan kekacauan. Oleh karena itu,
manusia m ngad kan ikatan untuk membentuk suatu masyarakat politik yang disebut
“negara”. 17
pada alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Thomas dalam hal sebagai berikut: "Hukum alam
tidak lain merupakan partisipasi makhluk rasional dalam hukum abadi (eternal law)" yang
dimaksud dengan makhluk rasional adalah manusia. Diantara semua makhluk ciptaan
Tuhan sungai-su ngai, galaksi, lautan, hewan, tum buhan, hanya manusialah yang berhak
memiliki predikat makhluk rasional, sedang yang lainnya adalah makhluk irrasional. Hanya
manusialah yang dianugerahi Tuhan penalaran, Hukum alam ini beroperasi
intelegensia, dan akal budi (reason). Makhluk lainnya hanya diberi instinct. Thomas
berkeyakinan bahwa dalil-dalil hokum alam dalam manusia berkaitan
dengan masalah-masalah praktis.18
16
Afandi Muchtar. 1977. Ilmu-Ilmu Kenegaraan (Suatu Studi Perbandingan). Bandung. Lembaga Penelitian FISIP UNPAD. Hal 61-62.
17 Syarbaini, Syahrial dkk. 2011. Pengetahuan Dasar Ilmu Politik. Bogor:Ghalia
Indonesia. Hal 29 18
Losco, Joseph & Williams. Leonard. 2005. Political Theory,Kajian Klasik dan Kontemporer. Jakarta : Raja Gravindo Persada. Hal 419
Dalam pandangan Thomas Aquinas, dengan berdasar pada hukum alam tersebut
beliau berpendapat bahwa eksistensi negara bersumber dan sifat alamiah manusia. Salah
satu sifat manusia adalah wataknya yang bersifat
sosial dan politis. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (man is a social
and political animal). Pemikiran Thomas tentang manusia yang disebutnya sebagai
makhluk sosial ini juga dikemukakannya sebagai berikut: "manusia mempunyai suatu
alat yang dimilikinya berdasarkan kodrat alam
yang tidak dipunyai oleh mahluk-mahluk lainnya. Alat itu ialah "akal" atau "fikiran"
(reason).19
dengan manusia lain untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Hal ini semakin
menguatkan pemikiran Thomas yang menjelaskan bahwa instinct dan
Penjelasan tersebut mengimplikasikan bahwa dengan akal yang dimilikinya
tersebut manusia dapat berupaya untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu saja manusia tidak bisa bekerja sendiri. Manusia
memerlukan interaksi, kerjasama
akal budi merupakan dua ciri atau karakteristik kodrati yang menjadikan manusia
sebagai makhluk sosial dan makhluk politik.20
dalam upaya mencapai kebaikan hidup dilakukan sendiri tanpa ada bantuan dari pihak atau
manusia lainnya. Kebutuhan atau ketergantungan manusia kepada manusia lainnya itu dapat
terlihat dalam berbagai aktivitas dalam rangka pemenuhan hidupnya.
Sebagai makhluk sosial dan politik tentu saja
manusia sangat tegantung kepada orang lain. Tidak mungkin manusia dapat mencapai
kepuasan, harapan-harapan dalam angan-angannya
Dalam membahas bentuk negara Thomas Aquinas, lebih sejalan dengan Aristoteles,
hal itu tampak dari dua criteria yang dimunculkan yakni menyangkut jumlah penguasa dan
19 Op, Cit Hal 29
20
tujuan tujuan yang hendak dicapai oleh negara yang bersangkutan (satu orang, beberapa
orang, dari b anyak orang, kem ud ian tujuannya, untuk kepentingan penguasa atau untuk
kepentingan atau kesejaht eraan um um ). Berdasarkan dua kriteria tersebut di atas Thomas
Aquinas mengklasifikasikan bentuk-bentuk negara (pemerintahan) menjadi empat bentuk,
yaitu Monarkhi, Aristokrasi, Timokrasi,dan Demokrasi.
Uraian tentang keempat bentuk negara tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, negara yang diperintah satu orang dan bertujuan mencapai kebaikan bersama dinam
akan Monarki, tetapi bila tujuannya hanya mencapai kebaikan pribadi, penguasanya bengis
dan tidak adil maka negara itu dinamakan Tirani. Kedua, Negara yang diperintah beberapa
orang mulia dan memilki tujuan kebaikan bersama dinamakan Aristokrasi sedang bila tidak,
negara itu dinamakan Oligarki (Dalam Oligarki penguasa negara menindas rakyat nya
melalui represi ekonomi. Penguasa oligarki adalah orang-orang yang memilki harta kekayaan
m elim pah). K etiga, negara yang bertujuan mencapai kebaikan bersama, dijadikan
kebebasan sebagai dasar persamaan politik, kuatnya kontrol kaum jelata terhadap penguasa
dan negara bersangkutan diperintah banyak orang dinamakan Timokrasi atau Politea.
Keempat, bentuk negara yang dipimpin oleh beberapa orang disebut demokrasi. Menurut
Thomas Aquinas bentuk negara demokrasi lebih baik dibandingkan bentuk negara Tirani,
sebab di dalam bentuk Demokrasi memiliki ciri terdapatnya hak kontrol dari warga
masyarakat yang ada dalam pemerintahan tersebut. Negara dengan penguasa tunggal disebut
bentuk negara terbaik. Hal ini dapat dipahami karena sesuai dengan hakikat hokum alam
dalam hal ini b ahwa alam selalu diperintah oleh satu pengendali atau pihak. Ilustrasi yang
dapat menjelaskan pernyataan tersebut misalnya, tubuh manusia yang semua
anggota-anggotanya hanya digerakkan oleh satu faktor atau satu bagian tubuh, yaitu hati.21
21
Rapar, J.H. 2002. Filsafat Politik Plato,Aristoteles, Augustinus, Machiavelli. Jakarta:Raja Grafindo Persada. Hal 62
Selanjutnya menurut Thomas meskipun penguasaan negara oleh satu orang memiliki
keutamaan atau keunggulan seperti dalam sistem kekuasaan monarki model penguasa
tunggal dalam suatu pemerintahan juga memiliki peluang atau potensi untuk menjadi
penguasa tiran. Biasanya penguasa tunggal berubah menjadi tiran karena tidak adanya sistem
pengawasan yang berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kekuasaannya yang berbasiskan
kekuasaan secara turun temurun. Oleh karena itu, untuk menghindari munculnya penguasa
tiran dalam suatu negara menurut Thom s perlu diciptakan beberapa mekanisme sebagai
berikut: Pertama, seorang penguasa tunggal atau raja yang memerintah hendaknya harus
diangkat berdasarkan pemilihan yang dilakukan oleh pem impin-pemimpin masyarakat. Raja
harus dipilih berdasarkan kompetensi dan kualitas pribadi yang dimilikinya (elected).
Kekuasaan yang dimilikinya tidak boleh diperoleh karena warisan dari penguasa sebelumnya.
Oleh karena itu Thomas sangat menolak prinsip kekuasaan ber-dasarkan turunan
(hereditypower). Dengan cara dipilih atau diangkat oleh para pemimpin masyarakat maka
seorang penguasa negara akan berpotensi untuk memiliki suatu tanggung jawab terhadap
pelaksanaan kekuasaan negara. Setelah diangkat, langkah selanjutnya adalah sistem
pemerintahan harus diatur sedemikian rupa sehingga penguasa itu tidak lagi memiliki
kesempatan untuk m njadi seorang tiran. Kedua, mekanisme lain untuk menutup
kemungkinan yang memunculkan potensi lahirnya seorang tiran adalah dengan membatasi
kekuasaan penguasa tunggal yang bersangkutan.Ketiga, kesempatan seorang penguasa untuk
menjadi seorang tiran akan sangat tertutup jika dalam sistem pemerintahan tersebut terdapat
kepemilikan kekuasaan secara bersama-sama, maksudnya adalah terjadinya share of power
dalam sistem pemerintahannya.Hal lain yang perlu dijelaskan berikutnya adalah jika
mekanisme yang telah dilakukan untuk menutup kemungkinan munculnya seorang yang telah
dilaksanakan namun tetap muncul gejala penguasa tiran, Thomas berpendapat bahwa kalau
kasus seperti itu tetap terjadi maka seluruh rakyat yang diperintah boleh mentolerir tirani
tersebut. Alasan yang dapat dijelaskan adalah kalau tirani itu dilawan untuk dijatuhkan maka
akan terjadi suatu malapetaka politik dalam negara tersebut yang tentu saja akibatnya akan
membuat rakyat semakin menderita.Berdasarkan uraian tersebut Thomas Aquinas memiliki
pendapat bahwa bentuk negara atau pemerintahan yang terbaik dipimpin oleh satu orang
(Monarki), hal ini lebih memungkinkan tercip tanya perdamaian dan kesatuan negara
sehingga sifat destruktif dapat dihindari.22
6.2 Teori Perbandingan Politik
Studi perbandingan politik bukan sekedar permulaan bagi ilmu politik, studi
perbandingan juga merupakam permulaan bagi pemahaman dan penilaian politik. Ia bisa
memberikan kepada kita prespektif tentang lembaga, kebaikan dan keburukannya dan apa
yang menyebabkan lembaga itu berbentuk seperti itu. Dalam usaha memahami dan
menjelaskan perbedaan-perbedaan prosedur dan bekerjanya berbagai macam sistem politik
para teoritis telah memperbandingakan negara dengan negara, monarki dengan demokrasi,
pemerintahan konsititusional dengan tirani, rejim tradisoal dengan rejim modern, dan
sebagainya.
Penyempurnaan skema pendekatan fungsional Almond pada ilmu perbandingan
politik menghasilkan enam jenis klasifikasi, termasuk di dalamnya terdapat tiga fungsi asli
pemerintah. Dalam mendapatkan output, harus dilandasi oleh penggabungan artikulasi
kepentingan. Pendekatan Almond akan teoritis sistem bersifat dinamis, menggabungkan
sistem teori politik dengan sistem perkembangan sebagai upaya untuk mencari suatu
pendekatan holistik daripada parsial. Pada dasarnya upaya-upaya perumusan yang dilakukan
oleh Almond merupakan bentuk percobaan untuk memperkuat perumusan
struktural-fungsionalnya dan memadukannnya dengan pendekatan-pendekatan lain secara empiris.23
Kembali kepada pemahaman Almond atas struktur dan fungsi dalam sistem politik di
suatu Negara, dia menyatakan bahwa hampir seluruh negara di jaman modern ini memiliki
keenam macam struktur politik tersebut dan di dalam sistem politik tersebut diperlihatkan
tidak hanya terdiri dari struktur tetapi juga terdiri dari berbagai fungsi, fungsi-fungsi tersebut
diantaranya; Sosialisasi politk, rekrutmen dan komunikasi. Untuk dapat melaksankan
fungsi-fungsi tersebut pemerintah memiliki lembaga-lembaga khusus yang disebut struktur, seperti
parlemen, birokrasi, lembaga adminsitratif dan pengadilan yang masing-masing memiliki
fungsi berbeda. struktur dan fungsi yang ada di dalam sistem ini menjadikan pemerintah
suatu negara dapat dengan leluasa merumuskan, melaksanakan dan implementasi kebijakan.
Almond juga menyebutkan bahwa pada negara-negara demokratis, output dari kemampuan
regulatif, ekstraktif, dan distributif lebih dipengaruhi oleh tuntutan dari kelompok-kelompok
kepentingan sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat demokratis memiliki kemampuan
responsif yang lebih tinggi ketimbang masyarakat non demokratis. Sementara pada sistem
totaliter, output yang dihasilkan kurang responsif pada tuntuan, perilaku regulatif bercorak
paksaan, serta lebih menonjolkan kegiatan ekstraktif dan simbolik maksimal atas sumber
daya masyaraktnya.24
Pemikiran Almond ini dapat kita analisa mengapa struktur harus dikaitkan dengan
fungsi. Hal ini untuk memudahkan kita dalam memahami bagaimana fungsi lembaga
pemerintahan ketika melakukan proses untuuk merumuskan suatu kebijakan dan melihat
bagaimana kinerja pemerintah secara riil. Proses fungsi perlui dipelajari karena fungsi
memainkan peranan dalam mengarahkan pembuatan kebijakan. Dibutuhkan komunikasi
23
Mohtar Masoed. 2001. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Hal 4
24 Hamid, Zulkifly. 2000. Introduction To Political Science. “Pengantar Ke Perbandingan Politik”. PT
sebelum kebijakan dirumuskan, beberapa individu ataupun kelompok dalam pemerintahan
atau masyarakat harus dapat mengutarakan agregasi kepentingan (apa yang mereka butuhkan
dan harapkan dari pembuatan satu kebijakan), komunikasi antara variable komponen terjadi
di dalam proses perumusan output.
Pendapat Gabriel almond dalam menganalisa perbandingan politik harus melalui tiga
tahap yaitu:
1. Tahap mencari informasi tentang sistem politik yang menjadi sasaran penelaahan.
2. Memilah-milah informasi ini berdasarkan klasifikasi tertentu, seperti kelompok
kepentingan atau birokrasi.
3. Menganalisa hasil pengklasifikasian dengan melihat keteraturan (regularities) dan
hubungan-hubungan di antar berbagai variable dalam masing-masing sistem politik.25
Sebagai kerangka konseptual yang dipergunakan dalam analisis perbandingan politik,
analisis sitem yang paling berpengaruh. Seperti yang dijelaskan oleh Easton sistem politik
yang sebagai rangkaian struktur-struktur dan proses yang saling berkaitan yang
menjalankan penjatahan nilai-nilai secara sah. Ada dua jenis input yang termasuk kedalam
sistem politik, yaitu tuntutan dan dukungan. Input-input ini sekaligus juga merupakan atau
informasi yang harus diproses oleh sistem politik, sekaligus juga merupakan energy yang
memungkinkan hidupnya sistem politik itu. Tuntutan-tuntutan muncul akibat dari kenyataan
hidup bahwa kebanyakan barang atau hal yang yang diinginkan atau dianggap bernilai oleh
manusia selalu dalam keadaan terbatas. Input berwujud dukungan memungkinkan
sistempolitik untuk melaksanakan tugasnya memenuhi tuntutan. Perilaku mendukung bisa
merupakan dari sikap atau tindakan terbuka atau terselubung yang mempunyai akibat
mendukung sistem politik.
25
7. Metodologi penelitian 7.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah perbandingan. Metode
perbandingan ini dimaksudkan untuk menguji dan mencari kesalahan hipotesa-hipotesa
empiris Hal ini menyebabkan metode perbandingan lebih menyerupai sebuah metode
pemikiran filsafat politik. Metode perbandingan politik akan menghasilkan kesimpulan yang
independen atau terlepas dari kesimpulan penelitian lain26
7.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi pustaka (library research). Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap
buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya
dengan masalah yang dipecahkan.27 Sehingga nantinya mengahsilkan sebuah kesimpulan
baru yang terbebas dari kesimpulan sebelumnya.
7.3 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat digunakan, antara lain penelitian
perpustakaan (library research), Dengan melakukan studi kepustakaan, peneliti dapat
memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.
maka dari itu penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebgai berikut:
1. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh baik yang belum diolah maupun sudah
diolah, baik dalam bentuk angka atau bentuk uraian. Data diperoleh dari
26
http://angela-n-a-fisip10.web.unair.ac.id/artikel_detail-46251-TPP-Metode%20Perbandingan%20Politik.html diakses pada tanggal 23 maret 2015 pukul 21.04
27
sumber yang memiliki relevansi dengan judul penelitian baik dari buku, artikel,
jurnal, peraturan-peraturan, internet, serta sumber lainnya yang dapat memberikan
referensi tambahan yang berkaitan dengan penelitian ini.
7.4 Teknik Analisa Data
Sesuai dengan metode yang digunakan dalam menganalisis data, pada penelitian ini
teknik analisi data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif, yakni teknik tanpa
menggunakan alat bantu dengan rumus statistic. Metode ini merupakan proses penelitian
yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan
data-data skunder. Setelah data-data skunder terkumpul kemudian penelitian dilanjutkan
dengan menganilisis data secara deskriptif berdasarkan fenomena yang terjadi dilapangan
kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil penelitian.28
8. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci maka penulis menjabarkan
penelitian ini kedalam IV bab dan bebrapa sub-bab. Unutk itu sistematika penulisan
skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini memuat tentang latar belakang dilakukannya penelitian,
perumusann masalah, batasan masalah, tujuan dilakukan penelitain,
kerangka teori, mamfaat penelitian, metodologo enelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data dan sistematika penulisan.
BAB II Profil Negara Vatikan dan Iran
Bab ini memaparkan profil negara Vatikan dan Iran