• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO. Abstrak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PADA MANGGIS IN VITRO

Abstrak

Peningkatan keragaman genetik tanaman manggis dapat dilakukan dengan induksi mutasi pada kultur in vitro. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan tanaman, menentukan dosis respon 50 % (DR50), mengetahui keragaman fenotipik. Kalus nodular berasal dari eksplan daun yang ditanam pada medium MS dengan kombinasi 2,2 µM BAP dan 2,27 µM TDZ. Kalus nodular diiradiasi denga n sinar gamma pada level dosis (0, 5 , 10, 15, 20 , 25, 30, 35, 40) Gy, kemudian diregenerasikan pada medium WPM ditambahkan 1,39 µM PVP, 0,8 % agar, 3 % gula pasir dan 2,2 µM BAP.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma dapat mempengaruhi regenerasi kalus nodular membentuk tunas. Persentase kalus nodular membentuk tunas dan jumlah tunas berbanding terbalik dengan peningkatan dosis iradiasi sinar gamma, sedangkan waktu membentuk tunas berbanding lurus dengan peningkatan dosis iradiasi. DR50 pada persentase kalus nodular membentuk tunas adalah 25 Gy, jumlah tunas per kalus terjadi pada dosis 21 Gy dan waktu membentuk tunas adalah 18 Gy. Jumlah tunas total dosis 5 Gy lebih besar (9,1 tunas) dibandingkan dosis 0 Gy (8,6 tunas). Variabel persentase kalus nodular membentuk tunas dan waktu membentuk tunas pada dosis 0–40 Gy memiliki keragaman fenotipik luas, jumlah pasang daun dan jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm dan > 10 mm pada dosis 0–40 Gy memiliki keragaman fenotipik sempit, jumlah tunas per kalus nodular pada dosis 0–15 Gy memiliki keragaman fenotipik luas dan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm pada dosis 0– 25 Gy memiliki keragaman fenotipik luas.

Kata kunci : induksi mutasi, dosis iradiasi sinar gamma, keragaman fenotipik

Pendahuluan

Alternatif program pemuliaan tanaman apomik obligat seperti manggis dapat dilakukan dengan induksi mutasi. Induksi mutasi dapat berkontribusi dalam meningkatkan keragaman genetik tanaman. Selanjutnya dengan melakukan seleksi terarah akan diperoleh mutan yang diharapkan (Brock, 1977).

(2)

Induksi mutasi adalah proses perubahan mendadak pada materi genetik dari suatu sel yang mencakup perubahan pada tingkat gen, molekuler atau kromosom (Poehlman & Sleper, 1995). Induksi mutasi telah banyak digunakan untuk perbaikan genetik beberapa spesies tanaman buah-buahan seperti apel, mangga (Broertjes & van Harten,1988), jeruk (Gmitter et al., 1992), pisang (Novak, 1992; Bhagwat & Duncan, 1998), anggur (Valeria et al., 1997), pear (Predieri et al., 1997).

Kombinasi teknik induksi mutasi dengan kultur in vitro akan diperoleh mutan somatik lebih cepat (Roux, 2004). Keuntungan induksi mutasi pada kultur in vitro dapat mengurangi pembentukan kimera, selanjutnya dengan melakukan multiplikasi akan diperoleh mutan utuh dengan cepat (Predieri et al., 1997), dan mempercepat program pemuliaan tanaman mulai dari pembentukan keragaman genetik, proses seleksi dan multiplikasi genotip yang diharapkan (Maluszinski et al., 1995). Metode induksi mutasi pada kultur in vitro mempunyai keuntungan, yaitu : (1) bahan tanaman dapat diperbanyak dengan cepat sebelum mendapatkan perlakuan untuk mendapatkan ukuran populasi yang besar, (2) melalui teknik perbanyakan akan diperoleh kimera periklinal atau individu homohiston, (3) mutan akan mudah didapatkan dengan memodifikasi kondisi kultur dengan menurunkan kompetisi somatik (Roux, 2004).

Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan tiga tipe regenerasi tanaman in vitro pada manggis yaitu perkecambahan, organogenesis langsung dan organogenesis tidak langsung melalui kalus nodular. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh tipe regenerasi yang efisien, yaitu organogenesis tidak langsung. Induksi kalus nodular menggunakan medium MS dengan kombinasi 2,22 µM BAP dan 2,27

µM TDZ, sedangkan regenerasi tanaman menggunakan medium WPM dengan konsentrasi 2,22 µM BAP. Pada penelitian mutagenesis ini, materi yang digunakan adalah kalus nodular yang diiradiasi dengan sinar gamma. Sampai saat ini belum ada informasi pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap perkembangan kalus nodular dan regenerasi tanaman pada kultur in vitro manggis.

Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap sifat pertumbuhan manggis in vitro dan mengetahui keragaman fenotipik manggis akibat iradiasi sinar gamma. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi

(3)

teknik induksi mutasi pada manggis, memperluas keragaman fenotipik dan memperoleh mutan putatif yang memiliki sifat pertumbuhan yang baik.

Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan iradiasi dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan radiasi (P3TIR) BATAN, sedangkan percobaan kultur jaringan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Molekuler Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) IPB. Waktu percobaan dilaksanakan Juli 2003 sampai dengan April 2004.

Pelaksanaan Percobaan

Kalus nodular berasal dari eksplan daun yang ditanam pada medium MS dengan kombinasi 2,2 µM BAP dan 2,27 µM TDZ. Kalus nodular diiradiasi dengan sinar gamma pada Iradiator Gamma Chamber 4000 A (sumber 60Co) dengan dosis 0 Gy (kontrol), 5 Gy, 10 Gy, 15 Gy, 20 Gy, 25 Gy, 30 Gy, 35 Gy dan 40 Gy. Laju dosis 204,4437 krad/jam (pada April, 2003). Gamma Chamber 4000A terlihat dalam Gambar 29.

Gambar 29. Gamma Chamber 4000 A (sumber 60Co)

(4)

Kalus nodular yang sudah diiradiasi kemudian diregenerasikan menjadi planlet dengan menanam kalus nodular pada medium WPM ditambahkan 1,39 µM PVP, 0,8 % agar murni, 3 % gula pasir, dan 2,2 µM BAP. Perbedaan dosis iradiasi sinar gamma dijadikan sebagai perlakuan dan diulang 30 kali (botol kultur), masing-masing botol kultur terdiri dari empat inokulum.

Percobaan ditata dalam RAL pada saat kalus nodular diregenerasikan menjadi planlet. Kultur dipelihara pada penyinaran 16 jam terang dan suhu 22 0C. Pengamatan dilakukan setelah 20 minggu kultur terhadap variabel persentase jumlah kalus nodular membentuk tunas, jumlah tunas per kalus nodular, jumlah pasang daun, waktu pembentukan tunas dan jumlah panjang tunas. Pengamatan mutasi secara visual dengan mengetahui pertumbuhan tunas dan warna daun.

Untuk mengetahui DR50 digunakan grafik terhadap persentase jumlah kalus nodular yang membentuk tunas, jumlah tunas per kalus nodular dan waktu membentuk tunas. Data ditransformasikan dengan x+0.5, kecuali persentase jumlah kalus nodular yang membentuk tunas ditransformasikan dengan arcsin x. Analisis statistik menggunakan uji F dan dilanjutkan dengan uji gugus berganda Duncan. Analisis data menggunakan program SAS Release 6.12 (SAS Inst., 1996).

Keragaman fenotipik (ó2f) dihitung melalui perbandingan ragam fenotipik dengan standar deviasi ragam fenotipik (Sdó2f ) variabel yang diamati. Nilai ragam fenotipik dihitung menurut Steel & Torrie (1995) sebagai berikut :

X2i – ( X i)2 ó2f =  (n-1)

keterangan : ó2f = ragam fenotipik

X i = nilai rata-rata genotipe ke-1 n = jumlah genotipe yang diuji

Selanjutnya standar deviasi ragam fenotipik (Sd ó2f ) dihitung berdasarkan rumus Anderson dan Brancot (1952) dikutip Daradjat (1987) sebagai berikut :

ó2f Sd ó2f =  (n+1)

(5)

Kriteria penilaian terhadap luas atau sempit dihitung sebagai berikut (Darajat, 1987): Apabila ó2f ≥ 2*Sd ó2f berarti keragaman fenotipiknya luas

Apabila ó2f < 2*Sd ó2f berarti keragaman fenotipiknya sempit

Selanjutnya mutan- mutan manggis tersebut diseleksi dengan menentukan kriteria sebagai berikut persentase kalus nodular membentuk tunas melebihi 50 %, jumlah tunas yang melebihi 5 tunas, jumlah pasang daun yang melebihi 2 pasang daun, waktu membentuk tunas kurang dari 118 hari, jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm melebihi 5 tunas, jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm melebihi 3 tunas dan jumlah tunas yang panjangnya >10 mm melebihi 2 tunas.

Hasil dan Pembahasan

Kalus nodular memberikan respon yang berbeda terhadap variabel yang diamati. Regenerasi dan pertumbuhan tunas pada manggis sangat lambat, sehingga pengamatan terhadap variabel tersebut dilakukan setelah 20 minggu. Kalus nodular yang beregenerasi memperlihatkan warna hijau tua, sedangkan kalus nodular yang berwarna coklat-hitam kecenderungan tidak dapat beregenerasi dan akhirnya mati.

Berdasarkan analisis ragam, Fhitung untuk sumber variasi dosis iradiasi (perlakuan) semua variabel yang diamati menunjukkan berbeda nyata (Lampiran 7), artinya perlakuan dosis iradiasi dapat berpengaruh terhadap regenerasi tunas dari kalus nodular.

Peningkatan perlakuan dosis iradiasi sinar gamma menyebabkan penurunan persentase daya regenerasi kalus nodular membentuk tunas. Pada perlakuan 0 Gy tanaman mengalami pertumbuhan normal dan tidak mengalami kerusakan fisiologis dan perubahan genetik, Terbukti pada perlakuan 0 Gy (kontrol) lebih tinggi dibandingkan perlakuan iradiasi sinar gamma. Sedangkan pada perlakuan iradiasi sinar gamma tanaman akan mengalami kerusakan fisiologis dan terjadi mutasi.

(6)

Terbukti pada perlakukan iradiasi regeneran lebih pendek dibandingkan kontrol. Menurut van Harten (1998), perubahan gen atau kromosom dapat terjadi akibat mutagen fisik atau kimia.

Hubungan persentase kalus nodular membentuk tunas dengan dosis iradiasi dapat menggunakan persamaan regresi linier yaitu Y = 51,05 – 1,06 X, dimana Y adalah persentase kalus nodular membentuk tunas dan X adalah dosis iradiasi sinar gamma (Gambar 30). Hubungan persentase kalus nodular membentuk tunas berbanding terbalik dengan dosis iradiasi sinar gamma. Semakin tinggi dosis iradiasi yang digunakan semakin rendah persentase kalus nodular membentuk tunas. Berdasarkan analisis regresi tersebut setiap peningkatan dosis iradiasi 5 Gy terjadi penurunan persentase kalus nodular membentuk tunas sebesar 7,8 %. Koefisien determinasi (R2) telah diketahui 0,97. Hal ini menunjukkan model regresi yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 30).

0 10 20 30 40 50 60 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Dosis iradiasi sinar gamma (Gy)

Nodul kalus membentuk tunas (%)

Gambar 30. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase kalus nodular membentuk tunas pada medium WPM 2,2 µM BAP dihitung setelah 20 minggu kultur

Sensitivitas radiasi dapat diketahui dengan letal dosis 50 % (LD50) (Roux, 2004) atau proliferasi dosis 50 % (PD50) (Witjaksono & Litz, 2004). Pada dosis respon 100 % ( DR100) didefinisikan sebagai regenerasi tanaman kontrol, sedangkan DR50 didefinisikan sebagai penurunan 50 % dari regenerasi tanaman kontrol. DR50

DR50 menurut persamaan

regresi Y = 51,05-1,06 X R2 = 0,97

(7)

pada persentase kalus nodular yang membentuk tunas terdapat pada perlakuan dosis iradiasi sinar gamma 24 Gy (Gambar 30), karena persentase kalus nodular yang membentuk tunas pada kontrol adalah 54,3 % (DR100), sedangkan pada 25 Gy adalah 25,9 % (DR50). Witjaksono & Litz (2004) menyatakan DR50 pada perkembanga n embrio somatik alpukat diperoleh pada dosis iradiasi sinar gamma 35 Gy. Sedangkan Predieri et al. (2001) menyatakan LD50 tanaman pear diperoleh pada dosis 3,5 Gy dan diperoleh mutan yang mempunyai produktivitas tinggi dan kualitas buah yang baik.

Peningkatan dosis iradiasi dapat menyebabkan jumlah tunas per kalus nodular menjadi berkurang. Hal ini didukung oleh analisis regresi Y = 4,65 – 0,11 X, dimana Y adalah jumlah tunas per kalus nodular dan X adalah dosis iradiasi. Hubungan jumlah tunas per kalus nodular berbanding terbalik dengan dosis iradiasi. Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang digunakan maka jumlah tunas per kalus nodular yang dihasilkan semakin sedikit. Berdasarkan analisis regresi tersebut setiap peningkatan dosis iradiasi 5 Gy terjadi penurunan jumlah tunas per kalus nodular membentuk tunas sebesar 0,5. Koefisien determinasi (R2) adalah 0,91 artinya model regresi yang digunakan sangat sesuai (andal) untuk data tersebut (Gambar 31).

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Dosis iradiasi sinar gamma (Gy)

Jumlah tunas per nodul kalus

Gambar 31 . Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap jumlah tunas per kalus nodular pada medium WPM 2,2 µM BAP dihitung setelah 20 minggu kultur

DR50 menurut persamaan

regresi Y = 4,65-0,11 X R2 = 0,91

(8)

DR50 telah diketahui adalah 21 Gy, karena pada dosis iradiasi 0 Gy jumlah tunas per kalus nodular adalah 4,90 tunas (DR100), sedangkan dosis iradiasi 21 Gy adalah 2,4 tunas (Gambar 31). Menurut Roux (2004), parameter radiasi sensitivitas dan pasca iradiasi yang diukur adalah laju survival dan laju multiplikasi. Pada pisang, LD50 adalah 45 Gy (Mak Chay et al., 2004).

100 105 110 115 120 125 130 135 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Dosis iradiasi sinar gamma (Gy)

Waktu pembentukan tunas (hari)

Gambar 32 . Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap waktu pembentukan tunas pada medium WPM 2,2 µM BAP dihitung setelah 20 minggu kultur

Waktu yang diperlukan kalus nodular membentuk tunas bervariasi rata-rata antara 104,45 – 129,53 hari, pada perlakuan 0 Gy rata-rata 104,5 hari kalus nodular dapat membentuk tunas, sedangkan yang paling lama terdapat pada perlakuan 25 Gy dan 40 Gy, dengan masing- masing 129,5 hari dan 129,4 hari. Waktu yang diperlukan untuk regenerasi membentuk tunas sangat lama. Waktu membentuk tunas pada medium WPM 2,2 µM BAP adalah rata-rata 94,5 hari (Gambar 31). Hal ini menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan tunas pada tanaman manggis sangat lambat yang disebabkan oleh faktor genetik atau iradisi sinar gamma.

Pada perlakuan 0 Gy, 5 Gy dan 10 Gy jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm berjumlah di atas 5, hal ini didukung dengan uji gugus berganda Duncan yang menunjukkan tidak berbeda nyata. Pada jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm

DR50 menurut persamaan

regresi Y = 113,45+0,47 X R2 = 0,60

(9)

perlakuan 0 Gy dan 5 Gy menunjukkan tidak berbeda nyata dengan nilai rata-rata berjumlah > 2, sedangkan perlakuan lainnya jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm berjumlah kurang dari 2, bahkan perlakuan di atas 25 Gy panjang tunas di atas 10 mm berjumlah kurang dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa panjang tunas pada manggis sangat lambat perkembangannya, meskipun ada beberapa planlet yang lebih dari 10 mm, tetapi sangat sedikit. Jumlah pasang daun yang muncul biasanya panjang tunas yang lebih dari 5 mm, sedangkan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm belum muncul daun, sehingga belum dapat dihitung. jumlah tunas yang panjangnya yang paling tinggi pada perlakuan 0 Gy (kontrol), yaitu 1,0 dan dan diikuti perlakuan 5 Gy, yaitu 0,9. Sedangkan yang paling rendah terdapat pada perlakuan 40 Gy, yaitu 0,1. Berdasarkan uji gugus berganda Duncan perlakuan 0 Gy dan 5 Gy jumlah pasang daun menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 %, meskipun nilai rata-rata tersebut berbeda. Perlakuan 10 Gy berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan 15 Gy dan 20 Gy menunjukkan tidak berbeda nyata, begitu juga perlakuan 25 Gy sampai 40 Gy menunjukkan tidak berbeda (Tabel 7).

Tabel 7. Nilai rata-rata dan hasil uji gugus berganda Duncan pada jumlah pasang daun dan jumlah panjang tunas akibat perlakuan iradiasi sinar gamma pada media WPM 2,2 µM BAP setelah 20 minggu kultur

Jumlah tunas yang panjangnya Dosisiradiasi

gamma (Gy)

Jumlah kultur

Jumlah

pasang daun 1-5 mm 6-10mm >10 mm Total/botol

0 29 1,0 a 5,9 a 2,3 a 0,4 ab 8,6 5 27 0,9 a 6,6 a 0,2 a 0,3 ab 9,1 10 26 0,6 b 5,5 a 1,3 b 0,6 a 7,4 15 27 0,3 bc 3,1 b 1,3 b 0,2 bc 4,6 20 26 0,4 bc 3,1 b 1,3 b 0,3 ab 4,7 25 27 0,2 c 1,8 bc 0,9 b 0,2 bc 2,9 30 25 0,1 c 1,2 c 0,6 b 0,1 c 1,9 35 26 0,1 c 0,9 c 0,8 b 0,2 bc 1,9 40 25 0,1 c 0,6 c 0,6 b 0,1 bc 1,3

Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh hurup yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji gugus berganda Duncan pada tara f 5 %

(10)

Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap planlet manggis bersifat individual. Meskipun perlakuan dosis yang sama pada kalus nodular, maka planlet yang dihasilkan belum tentu sama. Kebanyakan pertumbuhan planlet mutan sangat lambat, planlet berukuran pendek, daunnya kecil-kecil. Pada dosis iradiasi sinar gamma 5 Gy terdapat tanaman kimera dimana muncul tunas albino (R-5/2), munculnya tanaman albino frekuensinya sangat rendah (Gambar 33). Pada dosis 10 Gy terdapat tanaman agak pucat dimana terlihat tulang daun (R-10/1). Dosis di atas 30 Gy banyak kalus nodular yang tidak dapat beregenerasi dan cenderung kering dan mati.

Gambar 33. Penampilan regeneran mutan albino pada dosis 5 Gy (R-5/2) (A) dan R-10/1 (B)

Uji Keragaman fenotipik manggis akibat pengaruh dosis iradiasi sinar gamma

Baihaki (1999) menyatakan bahwa untuk mengetahui adanya variasi dari suatu populasi harus dilakukan pengukuran dan analisis mengikuti kaidah statistika. Populasi yang bervariasi akan mempunyai ciri-ciri khusus yang dapat dilihat dari nilai rata-rata, ragam, dan standar deviasi. Iradiasi sinar gamma merupakan mutagen fisik yang dapat menyebabkan peningkatan keragaman dari populasi awal. Krieteria keragaman fenotipik dapat dianalisis dengan membandingkan ragam dari suatu variabel dengan standar deviasi (Anderson & Brancot (1952) dikutip Darajat (1987).

A

B

(11)

Tabel 8. Keragaman fenotipik dan jumlah mutan putatif yang dihasilkan akibat dosis iradiasi sinar gamma menurut variabel persentase kultur membentuk tunas dan jumlah tunas per nodul kalus pada medium WPM 2,2 µM BAP

Persentase nodul kalus membentuk tunas Jumlah tunas per nodul kalus

Dosis Iradiasi (Gray) N Selang (%) ó2f 2*(Sdó 2 f) kriteria keragaman Jumlah mutan putatif selang ó2f 0 29 25-100 965,51 62,78 luas - 1,2 - 4,5 18,46 5 27 25-100 763,54 28,09 luas 13 2,0 - 12,0 8,91 10 26 25-10 826,74 28,43 luas 9 2,3 - 7,5 7,32 15 27 25-75 809,34 56,87 luas 10 1,0 - 5,3 3,93 20 26 25-75 895,33 60,68 luas 6 1,5 - 3,5 2,33 25 27 25-75 764,28 56,29 luas 4 2,0 - 5,2 2,65 30 25 25-50 382,33 37,47 luas 2 2,0 - 4,6 2,88 35 26 25-50 487,89 19,01 luas 2 1,0 - 3,1 2,63 40 25 25-75 511,54 45,23 luas 2 2,0 - 4,0 2,44

Tabel 9. Keragaman fenotipik dan jumlah mutan putatif yang dihasilkan akibat dosis iradiasi sinar gamma menurut variabel jumlah pasang daun dan waktu membentuk tunas pada medium WPM 2,2 µM BAP

Jumlah pasang daun Waktu membentuk tunas

Dosis Iradia si (Gray) N selang ó2f 2*(Sdó 2 f) kriteria keragaman Jumlah mutan putatif Selang (hari) ó2f 0 29 1 - 2 0,62 1,60 sempit - 118 - 136 1797,87 5 27 1 - 2 0,65 1,61 sempit 6 122 - 134 3109,29 10 26 1 - 2 0,48 1,41 sempit 3 111 - 132 2400,74 15 27 1 - 2 0,31 1,11 sempit 1 112 - 132 3931,73 20 26 1 - 1 0,23 0,96 sempit - 117 - 132 4025,92 25 27 1 - 1 0,17 0,85 sempit - 112 - 140 4283,99 30 25 1 - 1 0,07 0,39 sempit - 112 - 140 4000,83 35 26 1 - 1 0,10 0,65 sempit - 119 - 134 4017,34 40 25 1 - 1 0,07 0,54 sempit - 126 - 135 3075,87

(12)

Tabel 10. Keragaman fenotipik dan jumlah mutan putatif yang dihasilkan akibat dosis iradiasi sinar gamma menurut variabel panjang tunas planlet pada medium WPM 2,2 µM BAP

Jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm Jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm Dosis Iradias (Gray) N selang ó2f 2*(Sdó2f) kriteria keraga man Jumla h mutan selan g ó2f 2*(Sdó2f) kriteria keragam an jumlah mutan selang 0 29 2 - 12 16,4 4,06 luas - 1 - 6 2,67 2,84 sempit - 5 27 2 - 15 24,3 10,04 luas 11 1 - 6 3,67 3,84 sempit 5 10 26 2 - 13 15,4 7,96 luas 6 1 - 5 3,24 3,63 sempit 5 15 27 1 - 9 7,18 5,44 luas 6 1 - 4 1,48 2,47 sempit 3 20 26 1 - 9 7,70 5,60 luas 2 1 - 3 1,48 2,39 sempit 2 25 27 1 - 6 4,73 4,2 luas 2 1 - 3 1,47 2,14 sempit 1 30 25 1 - 5 2,95 3,31 sempit 1 1 - 3 0,93 1,72 sempit 1 35 26 1 - 5 2,53 3,01 sempit 1 1 - 3 1,23 2,21 sempit 1 40 25 1 - 4 1,61 2,53 sempit - 1 - 4 1,38 2,35 sempit 1

(13)

Pada Tabel 8, selang persentase kalus nodular membentuk tunas 25 %-100 % untuk perlakuan 0 Gy, 5 Gy dan 10 Gy, sedangkan persentase kalus nodular membentuk tunas 25 % - 75 % untuk perlakuan 20 Gy, 25 Gy dan 40 Gy. Variabel persentase kalus nodular membentuk tunas mempunyai ragam yang lebih besar dari dua kali standar deviasi untuk semua dosis iradiasi, sehingga dikategorikan keragaman fenotipik menjadi luas. Begitu juga, perlakuan 0 Gy (kontrol) juga memiliki keragaman fenotipik luas. Hal ini disebabkan oleh kondisi kalus nodular yang tidak seragam, sehingga tingkat proliferasi kalus nodular berbeda. Begitu juga, dengan adanya perlakuan iradiasi sinar gamma menyebabkan kalus nodular sulit untuk berproliferasi membentuk tunas, namun demikian banyak planlet yang dihasilkan dari kalus nodular yang diiradiasi. Seleksi dilakukan berdasarkan persentase kalus nodular yang membentuk tunas di atas 50 %, sehingga diperoleh 46 mutan putatif berdasarkan variabel tersebut (Tabel 8).

Jumlah tunas per kalus nodular menunjukkan keragaman fenotipik yang luas untuk perlakuan 0 Gy, 5 Gy dan 10 Gy. Sedangkan pada perlakuan 15 Gy sampai 40 Gy menunjukkan keragaman fenotipik sempit. Jumlah tunas per eksplan pada perlakuan 15 Gy sampai 40 Gy memiliki ragam yang relatif kacil berkisar antara 2,44 – 3,93 dan nilai rata-rata < 2,42. Berdasarkan variabel jumlah tunas per kalus nodular diperoleh 18 mutan putatif dengan menyeleksi jumlah tunas di atas 5 tunas per kalus nodular (Tabel 8).

Jumlah pasang daun untuk semua perlakuan memiliki ragam lebih kecil dibandingkan dua kali standar deviasi sehingga dikategorikan variabel tersebut mempunyai keragaman fenotipik sempit, jumlah pasang daun dihitung pada planlet yang mempunyai panjang tunas > 5 mm, sedangkan panjang tunas < 5 mm pasang daun planlet manggis belum muncul, sehingga belum dapat dihitung. Bedasarkan variabel jumlah pasang daun hanya diperoleh 10 mutan yang memiliki > 2 pasang daun (Tabel 9).

Waktu membentuk tunas mempunyai ragam yang lebih besar dari dua kali standar deviasi, sehingga memilki keragaman fenotipik yang luas. Pada perlakuan 0 Gy selang waktu kalus nodular membentuk tunas 118-136 hari, sedangkan

(14)

perlakuan 10 Gy dan 15 Gy masing- masing selang waktu kalus nodular membentuk tunas relatif lebih pendek masing- masing 111-132 hari dan 112-132 hari, berdasarkan variabel waktu membentuk tunas diperoleh 24 mutan putatif dengan kriteria seleksi kalus nodular membentuk tunas <118 hari (Tabel 9). Pada jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm, perlakuan 0 Gy – 25 memiliki ragam yang lebih besar dibandingkan dengan dua kali standar deviasi, sehingga dikategorikan memiliki keragaman fenotipik yang luas, sedangkan perlakuan 30 Gy sampai 40 Gy memiliki keragaman fenotipik yang sempit. Berdasarkan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm diperoleh 29 mutan putatif. Untuk jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm dan > 10 mm memiliki keragaman fenotipik sempit untuk semua perlakuan dosis iradiasi dan diperoleh masing- masing 19 dan 17 mutan putatif (Tabel 10).

Seleksi mutan putatif akan efektif terhadap variabel yang memiliki keragaman fenotipik luas seperti pada persentase kultur membentuk tunas, jumlah tunas, waktu membentuk tunas dan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm. Sedangkan variabel jumlah pasang daun dan jumlah tunas yang panjangnya 5-10 mm dan >10 mm tidak dapat dijadikan kriteria seleksi karena memiliki keragaman fenotipik sempit sehingga mutan yang dihasilkan relatif sedikit. Berdasarkan gabungan variabel yang diamati maka dilakukan seleksi dan ditetapkan 21 genotip mutan putatif dan satu tanaman kontrol yang akan dijadikan sebagai bahan analisis berikutnya (Tabel 11). Tata cara penamaan genotip mutan, yaitu R-5/1, yaitu R menunjukkan Regeneran, angka 5 menunjukkan asal dosis 5 Gy dan angka 1 menunjukkan asal tanaman nomor 1.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dosis iradiasi dapat berpengaruh terhadap regenerasi tanaman manggis in vitro. Gaul (1977) menyatakan kerusakan fisiologis yang disebabkan oleh pengaruh iradiasi sinar gamma, seperti pertumbuhan yang terhambat dan letalitas hanya terjadi pada generasi M1 atau MV1 sedangkan pada generasi selanjutnya yang terjadi perubahan genetik saja. Gustafson & Ekberg (1977) menyatakan iradiasi sinar gamma akan menyebabkan mutasi. Lebih lanjut Gustafson & Ekberg (1977) menyatakan mutasi dapat dikelompokan menjadi tiga kategori, yaitu mutasi genom, mutasi kromosom (termasuk mutasi gen) dan mutasi di luar inti.

(15)

Tabel 11. 21 regeneran mutan putatif hasil seleksi dan satu regeneran kontrol No

.

Regeneran Asal- usul seleksi Ciri khusus mutan 1. Kontrol Tanaman kontrol tunas tinggi, daun lebar 2. R-5/1 Regeneran no. 1 dari dosis 5 Gy tunas pendek, daun kecil, 3. R-5/2 Regeneran no. 2 dari dosis 5 Gy daun tebal, muncul tunas

albino

4. R-5/3 Regeneran no. 3 dari dosis 5 Gy ruas pendek, daun agak kecil 5. R-5/4 Regeneran no. 4 dari dosis 5 Gy tunas agak pendek, daun kecil 6. R-10/1 Regeneran no. 1 dari dosis 10 Gy daun lebar dan agak pucat 7. R-10/2 Regeneran no. 2 dari dosis 10 Gy tunas agak pendek 8. R-10/3 Regeneran no. 3 dari dosis 10 Gy ujung daun cuspidate

9. R-10/4 Regeneran no. 4 dari dosis 10 Gy tunas pendek, daun agak kecil 10. R-15/1 Regeneran no. 1 dari dosis 15 Gy ruas pendek, daun kecil 11. R-15/2 Regeneran no. 2 dari dosis 15 Gy tunas pendek, daun kecil

12. R-15/3 Regeneran no. 3 dari dosis 15 Gy daun tebal,

13. R-20/1 Regeneran no. 1 dari dosis 20 Gy tunas pendek, daun kecil 14. R-20/2 Regeneran no. 2 dari dosis 20 Gy daun lebih kecil,

15. R-20/3 Regeneran no. 3 dari dosis 20 Gy ruas buku pendek, daun kecil 16. R-25/1 Regeneran no. 1 dari dosis 25 Gy tunas pendek, daun kecil, 17. R-25/2 Regeneran no. 2 dari dosis 25 Gy ruas pendek, daun agak lebar 18. R-30/1 Regeneran ke 1 dari dosis 30 Gy ruas pendek, daun kecil 19. R-30/2 Regeneran no. 2 dari dosis 30 Gy ujung daun cuspidate

20. R-35/1 Regeneran no. 1 dari dosis 35 Gy tunas pendek, daun agak kecil 21. R-35/2 Regeneran no. 2 dari dosis 35 Gy internod pendek, daun kecil 22. R-40/1 Regeneran no. 1 dari dosis 40 Gy tunas pendek, daun kecil

Mutasi genom terjadi bila satu atau lebih jumlah set kromosom mengalami penambahan. Mutasi kromosom terbagi menjadi mutasi jumlah kroosom dan struktur kromosom. Mutasi jumlah kromosom terjadi bila terdapat penambahan atau pengurangan jumlah kromosom, sedangkan mutasi struktur kromosom terjadi bila segmen kromosom mengalami pengurangan (delesi), translokasi, duplikasi atau inversi (Gustafson & Ekberg, 1977). Mutasi di luar inti terjadi bila pada organel-organel di luar inti mengalami perubahan seperti DNA plastid, DNA mitokondria dan lain- lain. (Mohr & Schopfer, 1995).

Mohr & Schopfer (1995) menyatakan radiasi pengion (iradiasi gamma) akan menghasilkan ion dan radikal dalam bentuk hidroksil (OH-). Jika radikal hidroksil menempel pada rantai nukleotida dalam DNA, maka utas tunggal DNA akan patah,

(16)

sehingga akan mengalami perubahan gen. Van Harten (1998) menyatakan kerusakan DNA akibat iradiasi sinar gamma dapat berupa transisi atau transversi antara purin dan pirimidin, tali utas tunggal atau ganda patah.

Radiasi pengion sering menyebabkan aberasi kromosom; radiasi pada tahap propase dalam pembelahan sel akan menghasilkan menghasilkan aberasi kromatid (Desrosier & Rosenstock, 1960). Kromosom manggis mengalami aberasi akibat sinar gamma, mengingat jumlah kromosom manggis banyak dan berukuran kecil. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan kromosom, mengingat regeneran mengalamai kesulitan untuk berakar. Selanjutnya Banerji & Datta (1993) menyatakan hasil evaluasi tipe aberasi kromosom pada 15 kultivar krisan yang diiradiasi sinar gamma pada dosis 1,5–2,5 krad terlihat ada gumpalan dan persentase sel yang mengalami aberasi kromosom meningkat dengan adanya dosis iradiasi sinar gamma. Menurut Bhagwat & Duncan (1998), reduksi pertumbuhan 50 % pada pisang terjadi pada dosis 30-40 Gy, sedangkan menurut Novak (1992), dosis sinar gamma dianjurkan 25 Gy untuk pisang diploid, 35 Gy untuk triploid (AAA), 40 Gy untuk AAB dan ABB dan 50 Gy untuk tetraploid (AAAA). Pada jeruk, kalus yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 8 - 16 Gy (Micke & Donini, 1993), pada tanaman krisan, letal dosis 50 % terjadi pada dosis 15 Gy dan muncul mutasi sektoral dam periklinal pada genotipe ‘Borholm’ (Qosim, 1999). Dosis iradiasi gamma yang dianjurkan pada Malus pumila adalah 60-70 Gy, Prunnus cerasus 20-50 Gy, Mangifera indica 10-50 Gy (Broertjes & van Harten, 1988), Citrus sinensis 8-16 Gy, Pyrus communis 50-70 Gy, Sacharum sp. 10-25 Gy, Musa spp. 10-25 Gy (Micke & Donini, 1993). Pada kentang, penggunaan iradiasi gamma dosis rendah 2,5 Gy dapat meningkatkan produksi umbi mikro 38 % dari tanaman kontrol ( Al-Safadi et al., 2000).

Induksi mutasi telah digunakan dalam peningkatan kemampuan genetik pada beberapa tanaman. Kultivar tanaman buah-buahan yang dihasilkan melalui pemuliaan mutasi, seperti mutan pear kultivar ‘Gold Nijisseiki’ tahan terhadap penyakit black spot (Alternaria alternata), apel kultivar ‘McIntosh’ tahan terhadap powdery mildew (Podospora leucotricha), anggur tahan terhadap downy mildew (Plasmopora

(17)

viticola) (van Harten, 1998). Pada tanaman padi karakter yang berhasil dikembangkan adalah hasil, kegenjahan, kualitas biji, toleransi pada blas, adaptabilitas, glutinous endosperm, intensitivitas fotoperiod (FAO/IAEA 1993 dalam Maluszynski at al., 1995).

Kesimpulan dan Saran

Iradiasi sinar gamma dapat berpengaruh terhadap pembentukan tunas adventif, perubahan morfologi serta meningkatkan keragaman fenotipik. DR50 pada persentase kalus nodular membentuk tunas adalah 25 Gy, jumlah tunas per kalus terjadi pada dosis 21 Gy dan waktu membentuk tunas adalah 18 Gy. Jumlah tunas total dosis 5 Gy lebih besar (9,1 tunas) dibandingkan dosis 0 Gy (8,6 tunas). Variabel persentase kalus nodular membentuk tunas dan waktu membentuk tunas pada dosis 0–40 Gy memiliki keragaman fenotipik luas, jumlah pasang daun dan jumlah tunas yang panjangnya 6-10 mm dan > 10 mm pada dosis 0–40 Gy memiliki keragaman fenotipik sempit, jumlah tunas per kalus nodular pada dosis 0–15 Gy memiliki keragaman fenotipik luas dan jumlah tunas yang panjangnya 1-5 mm pada dosis 0– 25 Gy memiliki keragaman fenotipik luas. Pada umumnya regeneran akibat iradiasi sinar gamma memberikan pertumbuhan yang lambat, meskipun ada beberapa regeneran yang memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan kontrol. Pembentukan mutan solid telah tercapai, karena tunas adventif yang muncul berasal dari kalus nodular. DR50 terjadi pada dosis iradiasi sinar gamma 25 Gy. Penggunaan dosis tersebut akan memberikan peluang untuk mendapatkan mutan yang diharapkan semakin besar.

Regeneran yang mengalami perubahan morfologi disarankan untuk diuji kestabilan genetiknya, perubahan tersebut bersifat genetik atau faktor lingkungan.

Gambar

Gambar 33.  Penampilan regeneran mutan albino pada dosis 5 Gy  (R-5/2) (A) dan   R-10/1 (B)
Tabel  8.  Keragaman fenotipik dan jumlah mutan putatif yang dihasilkan akibat dosis  iradiasi sinar gamma menurut  variabel persentase kultur membentuk tunas  dan jumlah tunas per nodul kalus  pada medium WPM  2,2 µM BAP
Tabel 10.  Keragaman fenotipik dan jumlah mutan  putatif  yang dihasilkan akibat  dosis iradiasi sinar gamma menurut  variabel   panjang tunas planlet pada  medium WPM  2,2 µM  BAP
Tabel 11.  21  regeneran mutan  putatif hasil seleksi dan satu  regeneran  kontrol   No

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keragaman melalui iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok Garut.. Kalus diregenerasi melalui tahapan

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari dosis iradiasi sinar gamma Cobalt 60 terhadap induksi keragaman genetik pada padi varietas Sintanur, mempelajari tekanan

Pada generasi MV2, perlakuan iradiasi dengan dosis 20+20 Gy sampai 25+25 Gy tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan

Perubahan morfologi berupa bentuk pangkal batang semu terjadi pada tanaman akibat iradiasi dosis 50 dan 60 Gy, perubahan warna sebagian permukaan daun dan terjadi

Tunas pucuk ( shoot tip ) krisan yang telah diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 20-80 Gy memberikan respon yang berbeda terhadap kemampuan regenerasi eksplan, baik

Pada 10 MSI, dosis iradiasi 10 Gy tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap kontrol, namun berbeda nyata dengan perlakuan dosis iradiasi yang lebih tinggi dimana

Tunas pucuk (shoot tip) eksplan krisan yang telah diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 20-80 Gy memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan, baik

Tunas pucuk (shoot tip) krisan yang telah diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 20-80 Gy memberikan respon yang berbeda terhadap kemampuan regenerasi eksplan, baik