• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan secara In Vitro"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA Cobalt

60

UNTUK MERAKIT PADI (

Oryza sativa

)

TAHAN KEKERINGAN SECARA

IN VITRO

INDAH PERMATA DEWI

A24070049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

GAMMA COBALT

UNTUK MERAKIT PADI (

Oryza sativa

)

TAHAN KEKERINGAN SECARA

IN VITRO

Induction of chromosomal mutation by gamma ray irradiation of Cobalt 60 to raft drought tolerant paddy (Oryza sativa) in vitro

Indah Permata Dewi1 dan Ni Made Armini Wiendi2

1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, A24070049

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

ABSTRACT

A lot of people in the world choose rice as their main source of carbohydrate beside maize and wheat. The increasing of world population make increasing of the rice demand. Increasing of the rice demand doesn’t followed by the rice supply. In order to solve that problem, researcher try to find a new paddy cultivar which is can be planted in dry area. This research aims to study the osmotic pressure that still can be accepted by paddy var. Sintanur, to study LD50 (lethal dose 50) value in the paddy especially in Sintanur and to study the interaction between irradiation and the osmotic pressure. In this research, paddy var. Sintanur is irradiated by gamma ray of Cobalt60 at six dosages 0 Gray, 100 Gray, 200 Gray, 300 Gray, 400 Gray, 500 Gray. Then each irradiated seed is planted at four kind of mediums that contains Polyethylene glycol (PEG) at four levels of concentration are I0 (0 g/l PEG), I1 (116,538 g/l PEG), I2 (174,6 g/l PEG) and I3 (219,547 g/l PEG). Based on the data analyzed, the highest PEG concentration for drought tolerant selection in paddy var. Sintanur is 174,674 g/l PEG. There is an interaction between irradiation and PEG medium that influencing plant height and shoot multiplication. LD 50 (lethal dose 50) of paddy var. Sintanur is 375 Gy.

(3)

RINGKASAN

INDAH PERMATA DEWI. Induksi Mutasi Kromosom dengan Iradiasi Sinar Gamma Cobalt60 untuk Merakit Padi (Oryza sativa) Tahan Kekeringan secara In Vitro. (Dibimbing oleh Ni Made Armini Wiendi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis iradiasi yang paling optimal bagi padi khususnya varietas Sintanur, mengetahui tekanan osmotik (cekaman kekeringan) yang masih dapat diterima padi varietas Sintanur (padi dapat tumbuh dengan baik), serta diperoleh galur-galur baru yang tahan terhadap kekeringan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor dari bulan Juli 2011 sampai dengan Februari 2012.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan menggunakan dua faktor yaitu dosis iradiasi dan konsentrasi PEG (polyethylene glycol) yang diberikan. Faktor dosis iradiasi terdiri dari lima taraf yaitu R0 = 0

Gray, R1=100 Gray, R2=200 Gray, R3=300 Gray, R4=400 Gray, dan R5=500 Gray. Faktor konsentrasi PEG terdiri dari empat taraf yaitu I0= 0 g/l, I1= 174,6 g/l (-0,2 bar), I2= 174,674 g/l (-0,4 bar) dan I3= 219,547 g/l (-0,6 bar). Sebagai kelompok, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 ulangan yang terdiri dari 10 benih, sehingga terdapat 1200 satuan amatan. Setelah tanaman berumur satu bulan dilakukan subkultur. Media dasar yang digunakan yaitu media Murashige dan Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA dan BAP.

Persentase kecambah terkontaminasi cendawan mulai terjadi sejak satu minggu setelah tanam. Kontaminasi semakin meningkat setelah dilakukan subkultur. Kontaminasi pada media seleksi kekeringan (dengan penambahan PEG) lebih cepat menyebar dibandingkan pada media tanpa PEG. Kontaminasi tertinggi terjadi pada perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 300 Gray pada minggu kedelapan yaitu sebesar 50,5%.

(4)

dengan kecambah tanpa iradiasi. Iradiasi yang diberikan selain mempengaruhi daya berkecambah, juga memberikan pengaruh pada tinggi kecambah, jumlah anakan dan morfologi tanaman. Dosis iradiasi yang diberikan menyebabkan tinggi kecambah lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol (tanpa iradiasi). Keragaman yang dihasilkan oleh iradiasi dan media seleksi kekeringan termasuk ke dalam kategori sangat luas.

Perlakuan media seleksi kekeringan dengan PEG memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah anakan pada minggu kedua hingga minggu kedelapan. Kecambah yang ditanam pada media seleksi kekeringan memiliki tinggi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kecambah yang ditanam pada media kontrol. Kecambah yang ditanam pada media tanpa PEG (0g/l) memiliki jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan kecambah yang ditanam pada media seleksi. Kondisi ini disebabkan tanaman yang ditanam pada media seleksi mengalami gangguan metabolisme sehingga pertumbuhannya tidak maksimal. Konsentrasi PEG paling optimal yang digunakan untuk seleksi kekeringan padi varietas Sintanur adalah 174,674 g/l PEG.

Interaksi yang dihasilkan antara media dengan iradiasi sinar gamma Cobalt60 termasuk ke dalam kategori agak luas pada peubah jumlah anakan dan agak sempit pada peubah tinggi kecambah. Interaksi antara iradiasi sinar gamma dan media seleksi kekeringan memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi kecambah serta jumlah anakan.

(5)

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA Cobalt

60

UNTUK MERAKIT PADI (

Oryza sativa

)

TAHAN KEKERINGAN SECARA

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

INDAH PERMATA DEWI

A24070049

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul

: INDUKSI

MUTASI

KROMOSOM

DENGAN

IRADIASI SINAR GAMMA Cobalt

60

UNTUK

MERAKIT

PADI

(

Oryza

sativa

)

TAHAN

KEKERINGAN SECARA

IN VITRO

Nama

: INDAH PERMATA DEWI

NIM

: A24070049

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS NIP. 19610412 198703 2 003

Mengetahui.

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 22 Oktober 1989. Penulis merupakan anak kedua dari bapak Sugeng Widodo dan ibu Sumarsih.

Tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya di SDN Ciriung 02 Cibinong. Kemudian penulis melanjutkan studi di SMPN 5 Bogor hingga tahun 2004. Setelah itu penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Bogor hingga tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima menjadi mahasiswa IPB melalui jalur USMI dengan jurusan Agronomi dan Hortikultura.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan segala rahmat-Nya penelitian induksi mutasi kromosom dengan iradiasi sinar gamma Cobalt 60 untuk merakit padi (Oryza sativa) tahan kekeringan secara in vitro dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Umi, abi, kakak, adik dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik materi, dukungan semangat serta doa.

3. Bapak Dr. Ir Ade Wachjar, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan nasihat serta bimbingan.

4. Bapak Prayitno yang telah banyak membantu pada saat melakukan iradiasi benih.

5. Keluarga Lab. Kultur jaringan tanaman: Yudia, Alfia, Tika, Neneng, Mega, Kokoh Limas, Kak Asep, Mba Ai, Bu Irni, Dwi, Eka, Mba Ardha, Kak Yudi, Teh Eneng dan Risa yang telah banyak memberikan waktu, tenaga serta dukungannya.

6. Resti, Dian, Dita, Liju, Indri, Indah, Elfa dan Sophie yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungannya.

7. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 44.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas perhatian, dukungan, doa dan bantuan kepada penulis selama ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Agustus 2012

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ii

DAFTAR GAMBAR... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 3

Hipotesis... 3

TINJAUAN PUSTAKA... 4

Kebutuhan Air Padi dan Tekanan Osmotik Padi... 6

Perakitan Varietas Tanaman melalui Mutasi Kromosom... 7

Polyethylene Glycol (PEG) sebagai Agen Seleksi Ketahanan Kekeringan……… 11

BAHAN DAN METODE... 13

Waktu dan Tempat... 13

Alat dan Bahan... 13

Metode Pelaksanaan... 13

Pelaksanaan Percobaan... 14

Pengamatan... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

Kondisi Umum... 18

Kontaminasi... 19

Daya Berkecambah... 20

Kematian pada Kecambah... 22

Tinggi Kecambah... 25

Jumlah Anakan... 29

Jumlah Akar... 33

Keragaman fenotipe padi varietas Sintanur Hasil Iradiasi... 34

KESIMPULAN... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Persentase kontaminasi eksplan kultur padi varietas Sintanur setelah

iradiasi sinar gamma Cobalt60 secara in vitro... 20 2 Persentase daya berkecambah benih padi varietas Sintanur yang telah

diberi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dengan metode

UKDdp... 21 3 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh iradiasi Cobalt60 dan PEG terhadap

tinggi kecambah padi varietas Sintanur... 26 4 Pengaruh perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap rata-rata

tinggi kecambah pada minggu pertama dan kelima... 27 5 Pengaruh perlakuan media PEG terhadap rata-rata tinggi

kecambah... 28 6 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan iradiasi Cobalt60 dan

media PEG terhadap jumlah anakan padi varietas Sintanur... 31 7 Pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap rata-rata jumlah

anakan padi varietas Sintanur... 32 8 Pengaruh media perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG terhadap

rata-rata jumlah anakan padi varietas Sintanur... 33 9 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah

dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60... 34 10 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan

dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60... 35 11 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah

dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG... 36 12 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Penampilan fenotipe padi varietas Sintanur yang di tanam di

lahan sawah (Deptan, 2001)... 5 2 Tahapan proses pembentukan embrio pada padi. A. Tahap

globular. B. Tahap koleoptil. C. Tahap vegetatif awal. D. Tahap

pendewasaan (kiri-kanan)………. 6

3 Kecambah padi varietas Sintanur yang dikecambahkan dengan

metode UKDdp. A. Kecambah normal; B. Kecambah abnormal. 17 4 Kultur in vitro padi hasil iradiasi Cobalt60 pada media PEG

yang terkontaminasi... 19 5 Grafik pengaruh dosis iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap

persentase kematian kecambah padi... 22 6 Kecambah padi yang memperlihatkan tanda kematian

(kecambah menghitam): sebelum subkultur pada media tanpa perlakuan PEG (kiri) dan sesudah subkultur pada media

perlakuan PEG (kanan)... 23 7 Reaksi tanaman bila diberikan cekaman kekeringan dengan

periode tertentu. (De Carvalho, 2008)... 25 8 Perbandingan tinggi tanaman hasil pengecambahan dengan cara

UKDDP. Kiri ke kanan: R0: 0 Gy, R1: 100Gy, R2: 200 Gy, R3:

300 Gy, R4: 400 Gy dan R5: 500 Gy... 26 9 Perbandingan daun yang tumbuh dari benih yang telah

diiradiasi dan yang tidak diiradiasi pada media PEG 116,538

g/l... 29 10 Grafik perbandingan jumlah anakan padi varietas Sintanur

terbanyak setelah iradiasi sinar gamma Cobalt60 pada

masing-masing perlakuan media dengan penambahan PEG (8 MST)... 30 11 Multiplikasi anakan terbanyak yang diberi perlakuan iradiasi

sinar gamma Cobalt60 dosis 400 Gy pada media tanpa PEG. A.

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Perbandingan perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media PEG dengan jumlah anakan terbanyak pada padi varietas

Sintanur pada 8MST... 44 2 Sidik ragam pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media

seleksi dengan PEG serta interaksi media dan iradiasi terhadap

jumlah anakan... 45 3 Sidik ragam pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media

seleksi dengan PEG serta interaksi media dan iradiasi terhadap

tinggi kecambah... 47 4 Persentase kematian kecambah hingga minggu kelima setelah

tanam (MST) pada media I0... 47 5 Perbandingan pertumbuhan kecambah setelah iradiasi Cobalt60

pada media seleksi kekeringan dengan PEG berumur 1 MST... 48 6 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah

anakan dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma

Cobalt60... 49 7 Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah

anakan dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan

PEG... 50 8 Perbandingan perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dan media

PEG dengan jumlah anakan total pada padi varietas Sintanur

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan salah satu sumber karbohidrat utama penduduk dunia selain jagung dan gandum. Pemilihan beras sebagai makanan pokok karena kandungan gizinya tinggi, mudahnya proses pengolahan hingga siap dikonsumsi, serta rasanya yang enak dibandingkan sumber kabohidrat lain. Keunggulan beras dengan sumber karbohidrat lain terletak pada kandungan lisinnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber karbohidrat lain (Hanny, 2004). Rasa beras yang enak disebabkan oleh kandungan amilosa dan amilopektin pada beras. Posisi beras sebagai salah satu makanan pokok di dunia menyebabkan kenaikan permintaan seiring dengan pertambahan penduduk dunia.

(14)

Pertambahan penduduk yang kian pesat menyebabkan porsi lahan persawahan berkurang. Menurut Apriyantono (2004), berkurangnya lahan untuk persawahan karena konversi lahan menjadi perumahan dan industri akibat kebijakan pemerintah daerah. Laju konversi lahan persawahan di indonesia mencapai 100 ribu ha per tahun (Manggiasih dan Rosalina, 2011). Berkurangnya lahan persawahan tidak hanya disebabkan oleh adanya konversi lahan, berubahnya iklim global juga ikut berperan serta. Salah satu akibat dari perubahan iklim adalah meluasnya lahan kering di Indonesia yang belum termanfaatkan seperti yang terjadi di daerah Aceh dan Nusa Tenggara Barat (Bakar, et al., 2010 dan Masnun 2011). Meluasnya lahan kering di Indonesia menyebabkan banyaknya pemuliaan tanaman yang dilakukan untuk menghasilkan varietas yang tahan dan toleran tumbuh pada lahan marjinal (lahan bercekaman).

Perakitan varietas baru dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara konvensional dan secara in vitro. Perakitan melalui cara in vitro dapat dilakukan dengan cara menyeleksi tanaman yang telah diberikan perlakuan khusus seperti menambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) dan bahan kimia lainnya. Menurut Rai et al., 2011, bahan kimia yang digunakan untuk menyeleksi tanaman secara in

vitro diantaranya adalah NaCl untuk menginduksi ketahanan terhadap salinitas.

Seleksi karakter ketahanan terhadap kekeringan dapat dilakukan dengan memberikan PEG (polyethylene glycol) dan manitol. Pemberian FCF (Fungal Culture Filtrate) atau asam fusarat pada media tanam in vitro akan memberikan

(15)

tingkat sel dan untuk melakukan perbanyakan tidak perlu menunggu tanaman bereproduksi.

Luasnya lahan marjinal di Indonesia yang belum termanfaatkan dengan baik merupakan peluang bagi pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas padi yang toleran. Peluang tersebut didukung dengan ekspor beras premium dan beras organik Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi Internasional (Apriyantono, 2008). Selain itu, hambatan waktu untuk merakit suatu varietas baru dapat diatasi dengan menggunakan teknik pemuliaan secara in vitro sehingga waktu yang diperlukan menjadi lebih singkat. Dengan memanfaatkan peluang di atas, diharapkan ditemukannya varietas padi yang tahan bila ditanam pada lahan kering sehingga produktivitas lahan kering dapat meningkat.

Tujuan

Percobaan ini dilakukan untuk mempelajari dosis iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap induksi keragaman genetik pada padi varietas Sintanur, mempelajari tekanan osmotik (cekaman kekeringan) yang masih dapat diterima padi varietas Sintanur hasil induksi mutasi genetik serta diharapkan diperoleh galur-galur baru yang tahan terhadap kekeringan.

Hipotesis

1. Diduga terdapat dosis iradiasi yang menyebabkan LD-50 (lethal dose 50) pada kecambah padi varietas Sintanur.

2. Diduga terdapat interaksi antara perlakuan dosis iradiasi dan konsentrasi PEG terhadap mutan yang dihasilkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

(17)

Gambar 1. Penampilan fenotipe padi varietas Sintanur yang di tanam di lahan sawah (Deptan, 2001)

Proses pembentukan embrio pada padi memberikan gambaran ilustrasi pada tipe tanaman monokotil. Proses embriogenesis pada padi terdiri dari lima tahap yaitu:

1. Tahap zigotik. Pada tahap ini terjadi peleburan antara sel telur dengan sperma. 2. Tahap globular. Tahap ini terjadi pada 2-4 hari setelah penyerbukan. Pada

tahap ini terjadi pembagian pembentukan jaringan apikal dan basal oleh sel, sehingga terbentuk embrio globular yang terdiri dari beberapa lapisan .

3. Tahap koleoptil. Tahapan ini terjadi pada hari kelima setelah penyerbukan. Pada tahap ini terjadi pembentukan koleoptil, meristem apikal tunas dan akar, serta pembentukan radicle (akar embrionik).

4. Tahap vegetatif awal. Tahapan ini terjadi pada 6-10 hari setelah penyerbukan. Meristem apikal pucuk mulai menginisiasi pembentukan beberapa daun vegetatif.

(18)

Gambar 2. Tahapan proses pembentukan embrio pada padi. A. Tahap globular. B. Tahap koleoptil. C. Tahap vegetatif awal. D. Tahap pendewasaan (kiri-kanan)

Kebutuhan Air Padi dan Tekanan Osmotik Padi

Menurut Ibrahim (2001), nilai rata-rata Eto (Evapotranspirasi potensial) di daerah Jawa Barat dan Banten adalah 6,28 mm/hari, sedangkan nilai Eto yang seharusnya terjadi di daerah tropis adalah 6,5 mm/hari. Ibrahim (2001) juga menyatakan bahwa rasio rata-rata ETo terhadap pengukuran pada lisimeter adalah 0,97. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kahowna et al. (2007), padi di daerah Pakistan membutuhkan irigasi sebanyak 4987 m3/ha untuk menghasilkan gabah sebanyak 3,257 ton/ha. Tanaman padi yang ditanam di Indonesia membutuhkan curah hujan minimal 200 mm/bulan atau sebanyak 2000 mm per tahun yang terdistribusi selama 4 bulan agar dapat tumbuh dengan baik (Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2000).

Cekaman kekeringan pada padi dataran rendah varietas IR20 dan IR72 telah diteliti oleh Wopereis, Kropff, Maligaya, dan Tuong tahun 1992 dengan cara menanam padi pada pot PVC (polyvinyl chloride). Berdasarkan penelitian tersebut, titik kritis tekanan osmotik tanaman padi yang berada pada pertengahan fase pertumbuhan disaat musim kemarau berkisar antara -50 kPa (kilopascal) hingga -160 kPa. Pada musim hujan, titik kritis tekanan osmotik berkisar antara -50 kPa hingga -260 kPa (pada umur tanaman yang sama). Apabila permukaan air tanah diturunkan menjadi <-200 kPa, akan mengakibatkan penggulungan daun pada semua varietas dan perlakuan. Penggulungan daun secara penuh akan terjadi bila tekanan osmotik turun hingga -1 Mpa (megapascal) atau lebih rendah. Tanaman

(19)

padi bila terkena cekaman kekeringan maka akan menyebabkan penurunan luas daun serta terjadi hambatan pada produksi hijauan (daun). Selain itu, kekerigan akan menyebabkan penutupan stomata sehingga fotosintesis akan berkurang. Terhambatnya fotosintesis akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan proses pembungaan akan terhambat. Selain itu, kekeringan juga mampu mengurangi jumlah malai yang terbentuk serta meningkatkan angka kematian malai sehingga jumlah bulir yang dihasilkan akan menurun (Wopereis et al., 1996).

Perakitan Varietas Tanaman melalui Mutasi Kromosom

Perakitan varietas dalam pemuliaan tanaman dapat dilakukan secara konvensional maupun secara kultur in vitro. Perakitan varietas melalui pemuliaan konvensional salah satunya dapat dilakukan dengan melakukan persilangan, sedangkan pemuliaan tanaman melalui kutur in vitro dapat dilakukan melalui: 1. Variasi somaklonal yang menyebabkan penyimpangan pada pembelahan sel

kalus dan suspensi sel sehingga muncul sifat yang tidak tampak pada induk asalnya.

2. Mutasi dan transformasi seperti mutasi pada klorofil yang menyebabkan tanaman menjadi albino.

3. Hibridisasi somatik, dan lain-lain (Hartman et al., 1990).

Perbanyakan vegetatif secara kultur jaringan dapat dilakukan dengan cara kultur meristem, perbanyakan tunas samping, induksi tunas adventif, organogenesis, embriogenesis somatik. Pemuliaan padi secara in vitro lebih banyak menggunakan teknik kultur kalus (Musa, 2008) dan perbanyakan tunas samping. Perbanyakan dengan tunas samping lebih sering digunakan karena menggunakan bahan perbanyakan yang lebih besar bila dibandingkan dengan perbanyakan dengan menggunakan jaringan meristem (Hartman et al., 1990). Sistem perbanyakan dengan menggunakan tunas samping terdiri dari empat tahapan yaitu:

(20)

dihasilkan pada tahap ini dipengaruhi oleh dominansi apikal masing-masing tanaman.

2. Multiplikasi. Pada tahap ini tunas samping akan diperbanyak dan dipisahkan atau subkultur. Perbanyakan tunas samping dilakukan dengan mengatur konsentrasi dan rasio sitokinin terhadap auksin.

3. Pretransplanting. Tahap ini dilakukan untuk mempersiapkan tunas mikro sebelum dipindahkan dari lingkungan aseptik menuju lingkungan luar (lapang). Pada tahap ini tunas yang akan dipindahtanamkan akan diakarkan terlebih dahulu pada media yang mengandung konsentrasi auksin tinggi dan kandungan sitoknin rendah.

4. Pindah tanam dan aklimatisasi. Pada tahap ini tanaman akan mengalami pergantian kondisi dari heterotrof menjadi autotrof. Tanaman yang akan dipindahtanamkan harus memiliki tingkat kelembaban tinggi dan secara bertahap ditaruh pada kondisi lapang (Hartman, et al., 1990).

Induksi mutasi pada tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan baik mutagen kimia maupun mutagen fisik. Mutagen fisik maupun kimia memiliki beberapa kekurangan dan kelebihan. Penggunaan mutagen fisik memiliki kelebihan yaitu energi penetrasi yang tinggi sehingga mampu menyebabkan mutasi pada multisel jaringan tanaman. Percobaan induksi mutasi menggunakan mutagen fisik dapat dengan mudah dilakukan percobaan ulang dengan cara yang sama bila dosis dan dosis rata-rata diketahui. Keunggulan lainnya adalah prosedur kerja yang lebih aman baik untuk peneliti maupun lingkungan dibandingkan dengan penggunaan mutagen kimia. Akan tetapi penggunaan mutagen fisik memiliki kekurangan seperti menyebabkan kerusakan pada kromosom lebih banyak dibandingkan dengan mutagen kimia. Mutasi yang disebabkan oleh mutagen fisik memiliki frekuensi mutasi lebih rendah dibandingkan dengan mutasi akibat mutagen kimia. Pada kultur in vitro, mutagen fisik juga menyebabkan terbentuknya pengaruh kimia pada media yang dapat bersifat racun bagi tanaman sehingga tanaman harus dipindahkan ke media baru (Harten, 1990).

(21)

elektromagnet. Gelombang yang biasa digunakan adalah ultraviolet, sinar-x dan sinar gamma. Sinar gamma dan sinar-x memiliki energi yang cukup tinggi untuk mengionisasi atom pada molekul yang terpapar. Selain cara di atas, radiasi juga dapat terjadi secara alami. Sumber-sumber radiasi secara alami adalah:

1. Radon.

2. Radiasi dari dalam tubuh manusia. 3. Radiasi matahari dan kosmik.

4. Radiasi dari bebatuan, tanah dan air tanah (Harten, 1998).

Dosis radiasi yang diterima merupakan jumlah energi yang diterima dan diserap objek dari sumber pada saat proses radiasi. Unit radiasi dinyatakan dalam beberapa satuan, yaitu:

1. Joule.

2. Electronvolt.

3. Roentgen atau Röntgen (R) merupakan unit spesial lama yang digunakan untuk menyatakan kuantitas dari ionisasi yang terjadi di udara.

4. Gray (Gy) merupakan satuan unit radiasi yang sesuai dengan standar internasional (SI), yang mana 1 Gy = 100 rad. Dosis radiasi yang diterima objek biasa dinyatakan dalam satuan Gy.min-1 atau Gy.s-1.

5. Rad merupakan satuan lama yang digunakan untuk menyatakan dosis radiasi yang diterima. Satuan yang biasa dipakai adalah rad.s-1 atau rad.min-1 yang menyatakan jumlah radiasi yang diterima selama waktu tertentu.

6. Sievert (Sv) merupakan satuan SI yang digunakan untuk menyatakan pengaruh biologi yang ditimbulkan oleh radiasi sebesar 1 gray bagi manusia. 7. Rem (röntgen equivalen man) merupakan satuan unit radiasi lama yang

penggunaannya serupa dengan sievert.

8. Becquerel (Bq) merupakan satuan SI yang menyatakan aktivitas dari radionuklida atau radioaktivitas.

(22)

10. LET (Linear Energy Transfer) merupakan energi per unit perlakuan yang memberikan ukuran untuk kepadatan energi yang dikeluarkan oleh partikel selama perlakuan (radiasi).

Dosis yang diterima oleh objek dipengaruhi oleh jarak antara sumber dan objek radiasi. Dosis yang diterima berbanding terbalik dengan jarak sehingga semakin besar jarak antara sumber dan objek maka radiasi yang diterima akan semakin kecil (Harten, 1998).

Radiasi sinar gamma ditemukan oleh fisikawan Perancis, Henri Becquerel tahun 1896. Henri menemukan sinar gamma dipancarkan oleh radium-226 yang merupakan bagian dari perombakan rantai uranium. Radiasi sinar gamma memiliki energi ionisasi yang sangat tinggi sehingga mampu menembus beberapa jenis materi termasuk jaringan tubuh manusia. Sinar gamma berbeda dengan sinar-x pada sasaran atau target ionisasi. Target radiasi sinar gamma adalah nukleus sedangkan target sinar-x adalah elektron yang melingkupi inti (nukleus) (Environmental Protection Agency, 2010).

Sumber radiasi sinar gamma yang sering digunakan adalah Cessium-137, Cobalt-60 dan Technetium-99m. Cessium-137 biasa digunakan untuk pengobatan kanker, mengukur dan mengendalikan aliran cairan pada proses industri, menyelidiki jenis minyak pada sumur minyak bawah tanah, mengukur kepadatan tanah pada lokasi konstruksi, serta meastikan keakuratan isi pada pengemasan makanan, obat dan produk lain. Cobalt-60 banyak digunakan untuk sterilisasi peralatan medis, pasturisasi makanan tertentu, pengobatan kanker, dan mengukur ketebalan logam pada penggilingan baja. Technetium-99m menggunakan isotop radioaktif untuk studi diagnostik. Komposisi kimia yang berbeda digunakan untuk menggambarkan organ otak, tulang, hati, limpa, ginjal dan aliran darah (Environmental Protection Agency, 2010).

(23)

kandungan air, kondisi selama penyimpanan setelah radiasi dan temperatur (Harten, 1998). Iradiasi sinar gamma pada wasabi menurunkan kemampuan regenerasi eksplan. Semakin tinggi dosis maka kemampuan regenerasi semakin menurun. (Hung dan Johnson, 2008).

Polyethylene Glycol (PEG) sebagai Agen Seleksi Ketahanan Kekeringan Polyethylene glycol (PEG) digunakan dalam bidang pertanian untuk

menyeleksi tanaman yang tahan cekaman kekeringan, karena tidak semua somaklonal hasil kultur jaringan tahan terhadap kekeringan (Bouslama, 1984). PEG merupakan polimer hasil kondensasi dari oksida etilen dan air yang memiliki rumus kimia H(OCH2CH2)nOH. Nilai n pada rumus kimia polietilen berkisar

antara 4 hingga 180. Polimer yang memiliki nilai n=2 (dietilen glikol) hingga n=4 (tetraetilen glikol) dapat terbentuk secara alami. Polimer yang memiliki berat molekul (BM) lebih rendah dari 700 memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, berwujud cair dengan titk beku -100C (dietilen glikol). Sementara untuk polimer yang memiliki BM lebih dari 1000 memiliki bentuk padat di suhu ruang dan memiliki titik leleh tertinggi 670C (untuk polietilen dengan n=180). Polyethylene glycol dapat larut dalam air dan beberapa pelarut organik termasuk hidrokarbon

aromatik (non alifatik). Polyethylene glycol juga memiliki sifat tidak beracun, tidak berbau, tidak bereaksi dengan senyawa lain (netral), non volatil dan tidak menyebabkan iritasi (Chemicalland, 2010).

Cekaman lingkungan dapat memberikan pengaruh fisiologi dan biokimia yang berbeda-beda pada tanaman. Pengaruh yang diterima pada tanaman bergantung pada mekanisme metabolisme masing-masing tanaman. Respon tanaman padi terhadap cekaman kekeringan adalah dengan cara memproduksi sitotoksik ROS (reactive oxygen species) seperti superoksida (O2-), hidrogen

peroksida (H2O2) dan gugus hidroksi (OH-). Ketiga molekul tersebut dapat

(24)

tocopherols, antosianin, flavonoid, karotenoid. ROS juga memproduksi enzim

seperti SOD (superoxide dismutase) yang merubah superoksida menjadi peroksida dan air, katalase (mengubah H2O2 menjadi air dan oksigen), GPX (guaiacol

peroxidase), ascorbate peroksidase dan glutathione reductase. Berdasarkan

penelitian Basu et. al. (2010), beberapa varietas padi yang diberi perlakuan induksi kekeringan akan memiliki klorofil lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal. Selain itu, produksi peroksida pada tanaman padi yang mengalami induksi kekeringan akan meningkat, hal yang sama juga terjadi pada pembentukan senyawa MDA (Malondialdehyde), LOX (Lipoxygenase) dan senyawa oksida. Akan tetapi, induksi cekaman kekeringan pada tanaman padi akan meningkatkan sintesis senyawa antosianin, flavonoid dan fenolik.

(25)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Induksi mutasi kromosom padi dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Atom dan Nuklir (PATIR-BATAN), Jakarta Selatan.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan media tanam, bahan tanaman dan bahan sterilisasi. Bahan yang digunakan sebagai media tanam adalah larutan media tanam MS (Murashige-Skoog), NAA dan BAP untuk menginduksi pembentukan tunas, agar-agar, serta Polyethylene glycol (PEG) 6000 sebagai penginduksi cekaman kekeringan pada eksplan. Bahan tanaman yang dipakai adalah benih padi varietas Sintanur yang diperoleh dari Balai Penelitian Padi (BALITPA) Sukamandi. Benih berasal dari hasil panen pada musim tanam kedua tahun 2009. Bahan sterilisasi yang digunakan adalah Sodium Hipoklorit (NaClO3) 5% dan alkohol. Bahan lain yang digunakan adalah aquades, spirtus,

alkohol 70%, tissue dan plastik wrap. Alat yang dipakai untuk penelitian ini adalah alat iradiasi gamma Chamber, botol kultur, alat-alat kultur, autoclave dan Laminar Air Flow Cabinet.

Metode Pelaksanaan

(26)

Jumlah PEG yang dibutuhkan untuk menginduksi cekaman kekeringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Y = Tekanan osmotik (bar) C = Konsentrasi PEG 6000 (g/l)

T = Suhu (0C) (Michel dan Kaufmann, 1973).

Perlakuan konsentrasi PEG terdiri dari empat taraf yaitu I0= 0 g/l, I1= 116,538 g/l (-0,2 bar), I2= 174,674 g/l (-0,4bar) dan I3= 219,547 g/l (-0,6 bar). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 ulangan yang terdiri dari 10 benih sebagai eksplan yang diamati sehingga terdapat 1200 satuan amatan. Model rancangan percobaan yang digunakan adalah:

Yijk = pengamatan pada dosis iradiasi ke-i, konsentrasi PEG ke-j, dan ulangan

ke-k;

μ = rataan umum;

αi = pengaruh dosis iradiasi ke-i, i = 1,...,5;

βj = pengaruh konsentrasi PEG ke-j, j = 1,...,5;

εijk = pengaruh acak pada dosis iradiasi ke-i, konsentarsi PEG ke-j dan

ulangan ke-k, k = 1,...,10 (Gomez dan Gomez, 1995).

Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan uji F serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Pelaksanaan Percobaan

(27)

menggunakan kertas sebelum dimasukkan ke dalam autoclave. Setelah disterilisasi, botol kultur disimpan pada rak bersih, kering dan tertutup. Sedangkan untuk alat tanam disimpan dalam oven untuk mencegah menempelnya sumber kontaminan pada alat kultur. Sterilisasi Laminar Air Flow Cabinet dilakukan dengan menggunakan sinar UV selama 1 jam sebelum digunakan atau dengan membersihkannya dengan menggunakan alkohol 70%.

Persiapan Media Tanam. Media tanam yang dipakai untuk kultur in vitro setelah benih diiradiasi adalah jenis Murashige-Skoog, (1962) dengan zat pengatur tumbuh NAA 0,1 mg/l dan BAP 1 mg/l serta penambahan PEG. PEG yang diberikan sesuai dengan tingkat cekaman pada masing-masing perlakuan. Tahapan pembuatan media dimulai dengan memipet larutan stok sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan untuk membuat 1 liter media. Selanjutnya media ditambahkan gula, zat pengatur tumbuh dan PEG sesuai perlakuan. Setelah itu, media ditambahkan aquades hingga mencapai 1 liter. Kemudian larutan media yang telah bervolume 1 liter diukur pHnya. Media tanpa penambahan PEG, pH media adalah sebesar 5,9. Sedangkan media seleksi dengan PEG, pH media adalah sebesar 6,2. Untuk mengatur pH media digunakan HCl 1 N dan KOH 1 N. Media yang telah diukur pHnya ditambahkan agar-agar dan dimasak hingga mendidih. Setelah itu media dimasukkan ke dalam botol kultur bervolume 200 ml yang telah disterilisasi sebanyak 20 ml serta ditutup dengan plastik bening tahan panas dan karet. Media yang telah ditutup disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 20 menit lalu disimpan pada rak penyimpanan media.

Iradiasi Bahan Tanam. Benih yang digunakan sebagai bahan tanaman diiradiasi terlebih dahulu sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Iradiasi dilakukan pada bulan Maret 2011 di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Atom dan Nuklir (PATIR-BATAN), Jakarta Selatan. Benih diiradiasi menggunakan gamma chamber dengan sumber iradiasi berasal dari Cobalt60. Masing-masing dosis iradiasi dilakukan pada 300 butir benih yang telah dimasukkan ke dalam botol kultur bervolume 200 ml.

(28)

memaksimalkan kerja bahan sterilan yang digunakan. Benih selanjutnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas dengan air bersih. Selanjutnya benih direndam dengan alkohol 70% selama 10 menit sambil dikocok. Setelah 10 menit, benih dibilas dengan aquadestilata steril dan direndam kembali sebentar ke dalam alkohol 70%. Setelah itu, benih direndam dalam larutan sodium hipoklorit konsentrasi 50 % selama 30 menit dan kemudian direndam kembali dalam larutan sodium hipoklorit 10% selama 15 menit. Benih yang telah disterilisasi langsung ditanam pada masing-masing media perlakuan yang telah disiapkan.

Pindah Tanam. Pindah tanam dilakukan setelah bibit/planlet berumur satu bulan setelah kultur atau setelah benih bertunas dan diulang setiap satu bulan sekali untuk mencegah kematian karena kekurangan unsur hara. Bila planlet yang akan dipindah tanam memiliki lebih dari dua tunas maka dilakukan pemisahan terlebih dahulu.

Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada masing-masing sampel meliputi:

1. LD 50 iradiasi yang diamati dengan cara menghitung benih yang berkecambah setelah ditanam pada media kultur mulai dari minggu pertama hingga minggu sebelum pindah tanam. Kriteria benih yang tumbuh yaitu benih berkecambah. 2. Tinggi tunas diamati dengan cara mengukur tinggi tanaman. Pengukuran

dilakukan mulai dari akar hingga daun tertinggi. Pengamatan tinggi tunas akan dilakukan pada saat subkultur untuk mengurangi kesalahan paralaks pada saat pengukuran serta mengurangi persentase kontaminasi.

3. Jumlah anakan yang terbentuk serta kondisi morfologi anakan pada masing-masing eksplan. Penghitungan jumlah anakan dilakukan setiap minggu mulai dari minggu pertama hingga minggu akhir pengamatan.

(29)

memiliki akar primer, akar sekunder tidak berkembang serta plumula (calon daun) tidak berkembang.

Gambar 3. Kecambah padi varietas Sintanur yang dikecambahkan dengan metode UKDdp. A. Kecambah normal; B. Kecambah abnormal 5. Persentase keragaman fenotipe (% KKF) (Murdaningsih et al. 1999)

an a a aan a a a ak an ak an

Kategori keragaman berdasarkan % KKF

, < ≤ 24,9 sempit (S)

24,9 < ≤ 49,7 agak sempit (AS)

49,7 < ≤ 74,7 agak luas (AL)

74,7 < ≤ 99,65 luas (L)

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Bahan tanam yang digunakan adalah benih padi varietas Sintanur yang diperoleh dari Balai Penelitian Padi (BALITPA) Sukamandi. Benih berasal dari hasil panen pada musim tanam kedua tahun 2009. Benih diiradiasi pada bulan Maret 2011 dan langsung ditanam pada media perlakuan.

Iradiasi yang diberikan tidak mempengaruhi waktu berkecambah benih, sedangkan perlakuan seleksi kekeringan memberikan pengaruh nyata. Benih yang di tanam pada media tanpa perlakuan seleksi mulai tumbuh saat empat hari setelah tanam, sedangkan benih yang ditanam pada media seleksi I1 (116,538 g/l PEG), I2 (174,674 g/l PEG) dan I3 (219,547 g/l PEG) mulai tumbuh sejak satu minggu setelah tanam. Semakin tinggi konsentrasi PEG maka pertumbuhan eksplan semakin terhambat.

Kontaminasi pada kultur dimulai saat eksplan berumur satu minggu setelah tanam (MST). Kontaminasi pada minggu pertama disebabkan oleh eksplan awal yang dipakai berasal dari benih yang diambil dari lapang, sehingga diduga terjadi kegagalan saat sterilisasi. Kontaminasi eksplan semakin tinggi saat dilakukan subkultur pada eksplan. Kontaminasi saat awal minggu hingga saat subkultur disebabkan oleh cendawan, sedangkan setelah subkultur kontaminasi lebih banyak disebabkan oleh bakteri yang pada beberapa kultur disertai dengan kontaminasi cendawan.

(31)

Kontaminasi

Kontaminasi pada kultur disebabkan baik oleh cendawan maupun bakteri. Sumber kontaminan dapat berasal dari faktor eksternal maupun faktor internal. Kontaminan yang berasal dari eksternal dapat berasal dari kebersihan ruang tanam, alat tanam serta laminar yang digunakan. Faktor luar lain yang mempengaruhi kontaminasi eksplan adalah kurangnya ketelitian pada saat menanam. Kontaminan yang berasal dari faktor internal adalah dari bahan tanam yang digunakan.

Gambar 4. Kultur in vitro padi hasil iradiasi Cobalt60 pada media PEG yang terkontaminasi

Kultur yang menunjukkan kontaminasi pada media padat diselamatkan dengan cara memindahkan eksplan ke media steril. Sedangkan pada kultur yang dilakukan di media cair (media perlakuan) dilakukan dengan cara membilas eksplan yang belum terkontaminasi dengan air steril. Kontaminasi bakteri pada kultur di media cair (Gambar 4) diselamatkan dengan cara membilas eksplan dengan air steril sebanyak tiga sampai empat kali kemudian direndam selama 5 menit dalam larutan sodium hipoklorit 5 %.

Kontaminasi pada kultur mulai terlihat pada saat satu minggu setelah tanam dan semakin meningkat hingga minggu ke delapan (Tabel 1). Kontaminasi semakin meningkat setelah dilakukan subkultur. Kontaminasi yang terjadi didominasi oleh kontaminasi media akibat cendawan. Kontaminasi yang terjadi pada minggu pertama setelah tanam dapat disebabkan oleh kegagalan sterilisasi bahan tanam. Bahan tanam yang digunakan adalah benih padi yang berasal dari

[image:31.595.114.511.261.417.2]
(32)

lapang sehingga kemungkinan kontaminasi masih sangat besar. Media PEG yang cair menyebabkan sulitnya menyelamatkan eksplan yang belum terkontaminasi.

Tabel 1. Persentase kontaminasi eksplan kultur padi varietas Sintanur setelah iradiasi sinar gamma Cobalt 60 secara in vitro

Persentase kontaminasi yang semakin meningkat setelah dilakukan subkultur (Tabel 1) dapat disebabkan oleh kurang bersihnya laminar yang dipakai pada saat subkultur serta terlalu lamanya eksplan berada di luar botol kultur. Eksplan terlalu lama berada di luar botol kultur disebabkan pada saat pengukuran, tinggi eksplan melebihi lebar cawan petri yang digunakan.

Daya Berkecambah

Selain ditanam pada media kultur, benih juga dikecambahkan dengan menggunakan metode uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp). Benih yang dikecambahkan disimpan pada wadah yang telah diatur agar kelembabannya tinggi serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Setelah tujuh hari, hasil uji dapat dilihat dan dikelompokkan ke dalam kriteria kecambah normal, abnormal dan mati. Daya berkecambah benih dilihat dari perbandingan jumlah kecambah normal dengan jumlah kecambah abnormal dan mati. Kecambah dapat dikategorikan sebagai kecambah abnormal jika tidak memiliki akar primer, akar sekunder tidak berkembang serta plumula (calon daun) tidak berkembang.

Iradiasi Cobalt 60 Persentase Kontaminasi Kultur Minggu ke- MST

1 2 3 4 5 6 7 8

... %...

0 Gy 0 5,0 5,0 5,0 5,0 12,5 12,5 21,0

100 Gy 0 10,0 10,0 20,0 20,0 25,0 25,0 25,0 200 Gy 5,0 5,0 5,0 5,0 5,0 24,5 27,0 28,0 300 Gy 5,0 20,0 20,0 20,0 25,0 45,5 50,5 50,5

400 Gy 0 0 0 0 20,0 25,0 25,0 35,5

(33)

Berdasarkan hasil uji UKDdp terhadap daya berkecambah yang telah dilakukan, perlakuan R0 (tanpa iradiasi) memiliki daya berkecambah yang paling tinggi, sedangkan perlakuan R5 (500 Gy) memiliki daya berkecambah yang paling rendah (Tabel 2). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi dosis iradiasi, daya berkecambah benih semakin menurun. Kondisi ini menunjukkan bahwa iradiasi yang dilakukan membuat viabilitas benih semakin menurun. Diperkirakan iradiasi yang dilakukan merusak komponen benih, baik secara sitologi maupun genetik benih.

Tabel 2. Persentase daya berkecambah benih padi varietas Sintanur yang telah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dengan metode UKDdp

Iradiasi Cobalt 60

(Gy) Kecambah Normal (%) Kecambah Abnormal dan Mati (%)

0 94,3 5,7

100 93,3 6,7

200 85,7 14,3

300 80,0 20,0

400 52,3 47,7

500 46,7 53,3

Daya berkecambah benih berbeda dengan LD 50 benih. LD 50 (lethal dosage 50) merupakan dosis iradiasi yang mampu mematikan 50% dari populasi

objek yang diradiasi (Harten, 1998). LD 50 diamati pada benih yang ditanam pada media I0 (media kontrol). Kondisi ini bertujuan untuk meminimalisir pengaruh kematian kecambah karena tekanan osmotik tinggi. Selain itu, LD50 diamati pada saat kultur berumur lima minggu, kondisi ini ditujukan untuk mempelajari kemampuan hidup kecambah setelah diiradiasi oleh sinar gamma.

(34)

200Gy (R2) tingkat kematian kecambah lebih rendah bila dibandingkan dengan tingkat kematian kecambah pada perlakuan iradiasi 100 Gy (R1). Kondisi ini dapat disebabkan oleh kontaminasi kecambah yang terjadi sejak minggu pertama pada perlakuan R2.

Berdasarkan hasil analisis data, dosis iradiasi berpengaruh sangat nyata terhadap persentase kematian kecambah. Pengaruh yang terjadi berupa respon linier dengan persamaan y = 0,139 x - 2,19 dan nilai R2 = 0,86 (Gambar 5). Peningkatan dosis iradiasi meningkatkan persentase kematian kecambah. Berdasarkan persamaan di atas LD 50 bagi padi varietas Sintanur diperoleh pada dosis iradiasi berikut:

.

Gambar 5. Grafik pengaruh dosis iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap persentase kematian kecambah padi

Kematian pada Kecambah

Beberapa benih yang telah ditanam pada media kultur perlahan-lahan memperlihatkan tanda-tanda kematian seperti menghitamnya daun sebelum sempat dilakukan subkultur. Pada beberapa kecambah lainnya, tanda-tanda kematian mulai terlihat setelah dilakukan subkultur. Kecambah yang mulai

0 20 40 60 80

0 100 200 300 400 500

%

K

em

at

ian

Dosis Iradiasi Cobalt60 (Gy) Y = 0,139x - 2,19

[image:34.595.105.483.123.806.2]
(35)

mengalami gejala kematian sebelum dilakukan subkultur (Gambar 6 kiri) dapat disebabkan oleh rusaknya embrio akibat iradiasi sinar gamma yang tinggi maupun proses sterilisasi yang dilakukan. Iradiasi sinar gamma diperkirakan menyebabkan susunan DNA dan membran rusak sehingga kecambah yang diiradiasi tidak mampu bertahan hidup seperti kecambah kontrol (tanpa iradiasi).

Beberapa kecambah yang telah disubkultur mulai berwarna kehitaman terutama pada bagian daun tua, pangkal daun dan akar yang terpotong (Gambar 6 kanan). Pada awalnya hanya bagian yang terluka karena dipotong dengan pisau scalpel saja yang menunjukkan tanda kematian yaitu berwarna menghitam. Akan

tetapi setelah satu minggu kemudian daun muda hingga titik tumbuh menghitam. Menghitamnya kecambah disebabkan oleh proses oksidasi senyawa fenolik yang merupakan rangkaian proses mekanisme pertahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan.

Gambar 6. Kecambah padi yang memperlihatkan tanda kematian (kecambah menghitam): sebelum subkultur pada media tanpa perlakuan PEG (kiri) dan sesudah subkultur pada media perlakuan PEG (kanan) Secara alami, tanaman yang diberi cekaman kekeringan akan membentuk mekanisme ketahanan yaitu dengan cara meningkatkan pembentukan senyawa tertentu seperti antosianin, flavonoid (Basu et al., 2010), superoxide dismutase (SOD), katalase, ascorbate perxidase (APX), guaiacol peroxidase (GPOX), glutathione reductase (GR) serta antioksidan lainnya baik yang bersifat enzimatis

maupun nonenzimatis (Gill dan Tuteja, 2010). Selain memproduksi senyawa antioksidan, cekaman kekeringan membentuk radikal bebas seperti senyawa

Kecambah yang menghitam

[image:35.595.103.515.104.825.2]
(36)

fenolik, senyawa oksigen yang bersifat reaktif (ROS) seperti hidroksil radikal, singlet oksigen, superoksida radikal, hidrogen peroksida (H2O2), serta

malondialdehyde (Basu et al., 2010 dan Gill dan Tuteja, 2010). Senyawa fenolik

yang dikeluarkan oleh tanaman inilah yang dapat menyebabkan tanaman mati. Secara alami, senyawa fenolik merupakan antioksidan yang dikeluarkan tanaman untuk mempertahankan diri jika terkena cekaman baik abiotik maupun biotik (Sakihama et al., 2002). Akan tetapi pada saat tanaman terkena cekaman kekeringan, tanaman juga membentuk fenoksil radikal. Fenoksil radikal terbentuk saat senyawa fenolik teroksidasi oleh oksigen. Fenoksil radikal yang terbentuk ada yang mudah terdegradasi dan ada pula yang sulit terdegradasi. Fenoksil radikal yang sulit terdegradasi inilah yang membahayakan tanaman. Fenoksil radikal yang terbentuk bila berikatan dengan logam Cu dan Fe dapat berbahaya bagi DNA (deoxyribose nucleic acid), lemak dan molekul biologi lainnya (Sakihama et al., 2002).

Selain itu, beberapa senyawa fenolik pada tanaman ada yang bersifat alelopati. Apabila senyawa fenolik yang bersifat alelopati ini terbentuk, maka permeabilitas membran sel akan meningkat dan menyebabkan membran menjadi tidak bersifat selektif lagi. Kondisi ini kemudian dapat menyebabkan keluarnya senyawa komponen sitoplasma sel serta peroksidasi lemak. Pada keadaan tertentu, senyawa fenolik ini mampu menghambat penyerapan hara (Li et al., 2010). Akan tetapi untuk mengetahui secara mendalam mengenai senyawa apa yang dihasilkan oleh padi pada saat terkena cekaman kekeringan serta mekanisme ketahanannya diperlukan penelitian lebih lanjut.

Selain senyawa fenolik, senyawa H2O2 yang dihasilkan oleh tanaman

akan menonaktifkan beberapa enzim yang terkait dengan siklus Calvin pada proses fotosintesis (Smirnoff, 1993). Kondisi ini diduga menyebabkan keseimbangan metabolisme tanaman terganggu dan menimbulkan kematian. Siklus calvin yang terganggu menyebabkan terbentuknya singlet oksigen (O2).

Singlet oksigen terbentuk secara alami pada tanaman seperti pada klorofil,

protoporphyrin IX, serta pada komponen sekunder (quinones, furanocoumarines,

(37)

bersifat elektrofilik sehingga mampu menggantikan ikatan ganda (oksidasi) komponen tanaman seperti asam lemak tak jenuh histidine, methionine, tryptophan dan guanin (Smirnoff, 1993). Diduga oksidasi asam lemak serta

[image:37.595.104.507.110.795.2]

denaturasi protein yang terjadi pada klorofil yang menyebabkan tanaman menjadi kehilangan klorofil dan mati. Pada dasarnya tanaman mampu membentuk senyawa antioksidan untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi kondisi ini terjadi bila tanaman terkena cekaman kekeringan dalam periode waktu yang singkat. Namun apabila tanaman terkena cekaman kekeringan dalam waktu yang relatif lama, tanaman tidak mampu menyeimbangkan pembentukan antioksidan dengan senyawa reaktif oksigen (De Carvalho, 2008) seperti yang tersaji pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaksi tanaman bila diberikan cekaman kekeringan dengan periode tertentu. (De Carvalho, 2008)

Tinggi Kecambah

[image:37.595.112.503.346.562.2]
(38)

minggu pertama belum semua benih berkecambah dan rata-rata pertumbuhannya seragam. Pada minggu kelima setelah tanam mulai terlihat pengaruh dari perlakuan iradiasi dan media yang diberikan. Koefisien keragaman yang tinggi menandakan adanya pengaruh iradiasi yang menyebabkan genetik setiap kecambah berbeda.

Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh iradiasi Cobalt60 dan PEG terhadap tinggi kecambah padi varietas Sintanur

Umur Kecambah

Perlakuan

KK (%) Iradiasi Media Iradiasi*Media

1 MST ** ** ** 29.166

5 MST ** ** ** 61,618

Keterangan: Tanda ** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. KK = koefisien keragaman.

Gambar 8. Perbandingan tinggi tanaman hasil pengecambahan dengan cara UKDDP. Kiri ke kanan: R0: 0 Gy, R1: 100Gy, R2: 200 Gy, R3: 300 Gy, R4: 400 Gy dan R5: 500 Gy

[image:38.595.106.512.99.697.2]
(39)

pertambahan yang paling kecil adalah R5 (Gambar 8). Perlakuan iradiasi sinar gamma sebagian besar memberikan pengaruh pertumbuhan yang lambat (Lampiran 5). Akan tetapi pada minggu kelima, tinggi kecambah pada perlakuan R2 lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi kecambah pada perlakuan R1 (Tabel 4). Kondisi ini membuktikan bahwa pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap tanaman dapat bersifat acak, sehingga diperlukan pembuktian secara genetik untuk melihat mutasi yang terjadi.

Hal yang sama terjadi pada wasabi, pemberian dosis radiasi yang semakin tinggi akan menghambat metabolisme, sehingga akan menghambat pertambahan tinggi eksplan (Hung, 2008). Selain itu, hal yang sama juga terjadi pada Tricyrtis hirta (Japanese toad lily) yang telah diradiasi dengan menggunakan ion 12C+6. Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan, tinggi tunas yang dihasilkan akan semakin pendek (Nakano, et al., 2010).

Tabel 4. Pengaruh perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap rata-rata tinggi kecambah pada minggu pertama dan kelima

Perlakuan Iradiasi Tinggi Kecambah (cm)

1 MST 5 MST

R0: 0 Gy 2,22 a 10,92 a

R1: 100 Gy 1,96 ab 6,55 bc

R2: 200 Gy 1,78 b 7,67 b

R3: 300 Gy 1,93 ab 5,59 bc

R4: 400 Gy 0,93 c 4,78 bc

R5: 500 Gy 0,86 c 3,81 c

Uji F ** **

KK (%) 29.166 61,618

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Tanda ** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. KK = koefisien keragaman.

(40)

acak dan membutuhkan kegiatan subkultur. Subkultur bertujuan memisahkan kimera yang terbentuk hingga tanaman yang dihasilkan memiliki penampilan serta genetik yang seragam. Selain itu, perbedaan penampilan dapat disebabkan oleh respon masing-masing benih terhadap perlakuan berbeda.

Kecambah yang ditanam pada media tanpa PEG (I0) menunjukkan pertambahan tinggi rata-rata yang paling besar (Tabel 5). Kondisi ini disebabkan media I0 tidak ditambahkan PEG sehingga kecambah tidak mengalami hambatan pertumbuhan. Rata-rata tinggi kecambah semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi PEG. Keadaan ini menunjukkan bahwa simulasi cekaman kekeringan yang diberikan menghambat proses pertumbuhan kecambah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa cekaman kekeringan menyebabkan terganggunya proses metabolisme pada tanaman. Terganggunya proses metabolisme menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan mati.

Tabel 5. Pengaruh perlakuan media PEG terhadap rata-rata tinggi kecambah

Media PEG (g/l)

Tinggi Kecambah (cm)

1 MST 5 MST

I0 = 0 3,6 a 15,9 a

I1 = 116,538 1,8 b 7,1 b

I2 = 174,674 1,0 c 2,9 c

I3 = 219,547 0,07 d 0,8 c

Uji F ** **

KK (%) 29.166 61,618

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Tanda ** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. KK = koefisien keragaman.

(41)

sama yaitu R4. Daun yang paling bawah merupakan daun dari kecambah yang tidak diberi perlakuan iradiasi.

Gambar 9. Perbandingan daun yang tumbuh dari benih yang telah diiradiasi dan yang tidak diiradiasi pada media PEG 116,538 g/l

Jumlah Anakan

Selain itu, iradiasi sinar gamma yang diberikan menyebabkan kecambah mampu menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan kecambah yang tidak diberi perlakuan iradiasi (Lampiran 8). Pada media kontrol (I0) planlet yang tidak diberi perlakuan iradiasi (R0) mampu menghasilkan paling banyak 13 anakan pada minggu terakhir. Sedangkan pada kecambah yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma, jumlah anakan terbanyak yang dihasilkan mencapai 54 anakan yaitu pada perlakuan R4 (Gambar 10 dan Gambar 11). Pada media dengan penambahan PEG sebesar 116,538 g/l (I1), jumlah anakan terbanyak dihasilkan oleh perlakuan kontrol yaitu sebesar 23 anakan (Lampiran 1). Perlakuan iradiasi sinar gamma 500 Gy memiliki jumlah anakan tertinggi pada media dengan penambahan 174,674 g/l (I2). Pada media I3 dengan penambahan PEG 219,547 g/l, tidak ada planlet yang mampu membentuk anakan. Kondisi ini dapat disebabkan cekaman kekeringan yang terlalu tinggi menyebabkan kematian pada kecambah.

Perlakuan iradiasi

[image:41.595.115.477.159.384.2]
(42)
[image:42.595.113.497.66.628.2]

Gambar 10. Grafik perbandingan jumlah anakan padi varietas Sintanur terbanyak setelah iradiasi sinar gamma Cobalt60 pada masing-masing perlakuan media dengan penambahan PEG (8 MST)

Gambar 11. Multiplikasi anakan terbanyak yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dosis 400 Gy pada media tanpa PEG. A. Umur 6 MST dan B. Umur 7 MST

Multiplikasi anakan terjadi pada semua perlakuan baik kontrol maupun pada kecambah yang diberi perlakuan iradiasi dan cekaman kekeringan. Multiplikasi anakan terjadi mulai dari minggu kedua setelah tanam seperti yang terlihat pada Tabel 6 dan Lampiran 2. Sebagian besar perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh kepada variabel pengamatan jumlah tunas. Akan tetapi mulai minggu keenam, perlakuan iradiasi tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah tunas. Perlakuan media memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah anakan mulai dari minggu kedua pengamatan hingga minggu terakhir

0 10 20 30 40 50 60

0 100 200 300 400 500

Ju

m

lah

Anak

an

Iradiasi Cobalt60(Gy)

0 g/l PEG

116,538 g/l PEG

174,674 g/l PEG

219,547 g/l PEG

(43)
[image:43.595.114.511.236.453.2]

pengamatan. Koefisien keragaman yang ditunjukkan semakin meningkat dari minggu pertama hingga minggu kedelapan. Koefisien keragaman yang semakin meningkat menunjukkan keragaman semakin terlihat seiring dengan pertambahan umur kultur.

Tabel 6. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan iradiasi Cobalt60 dan media PEG terhadap jumlah anakan padi varietas Sintanur

Umur Kultur Perlakuan KK (%)

Iradiasi Media Iradiasi*Media

1 MST - - - -

2 MST * * ** 7,02

3 MST ** ** ** 3,71

4 MST * ** ** 13,04

5 MST tn ** ** 16,88

6 MST tn ** ** 19,45

7 MST tn ** tn 26,25

8 MST tn ** * 33,78

Keterangan: ** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. * menunjukkan pengaruh nyata menurut uji DMRT taraf 5%. tn = tidak nyata. KK = koefisien keragaman. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan .

(44)

Tabel 7. Pengaruh iradiasi sinar gamma Cobalt60 terhadap rata-rata jumlah anakan padi varietas Sintanur

Perlakuan Iradiasi (Gy)

Umur Kultur (MST)

1 2 3 4 5 6 7 8

0 0 0b 0b 0,1b 0,1b 0,2a 0,3b 0,8a

100 0 0b 0b 0b 0,1b 0,3a 0,5ab 0,8a

200 0 0b 0b 0b 0,1b 0,4a 0,9a 1,1a

300 0 0b 0b 0b 0,1b 0,3a 0,5ab 1a

400 0 0,1a 0,1a 0,3a 0,4a 0,5a 0,7ab 1,5a 500 0 0b 0b 0,2ab 0,3ab 0,4a 0,6ab 0,8a

Uji F - * ** * tn tn tn tn

KK (%) - 7,02 3,71 13,04 16,88 19,45 26,25 33,78

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Angka yang dicetak tebal merupakan rata-rata jumlah anakan terbanyak. ** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. * menunjukkan pengaruh nyata menurut uji DMRT taraf 5%. tn = tidak nyata. KK = koefisien keragaman. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan .

Berbeda dengan benih padi, wasabi yang diiradiasi dengan sinar gamma 10 Gy, 20 Gy, 40 Gy dan 80 Gy memiliki jumlah tunas yang lebih sedikit seiring dengan meningkatnya dosis (Hung, 2008). Akan tetapi berdasarkan penelitian telah dilakukan pada Tricyrtis hirta, iradiasi ion 12C+6 mampu meningkatkan jumlah tunas per kecambah (Nakano et al., 2010). Namun pada saat dosis iradiasi 20 Gy, jumlah tunas lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan dosis 10 Gy (Nakano et al., 2010).

[image:44.595.105.527.147.356.2]
(45)

kecambah akan mati. Pada media seleksi I3 (219,547 g/l PEG), tidak ada kecambah yang mampu membentuk anakan. Kondisi ini dapat disebabkan padi varietas sintanur tidak mampu berkembang biak bila terkena cekaman kekeringan -0,6 bar.

Tabel 8. Pengaruh media perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG terhadap rata-rata jumlah anakan padi varietas Sintanur

Perlakuan PEG (g/l)

Umur Kultur (MST)

1 2 3 4 5 6 7 8

I0=0 0 0,1a 0,1a 0,3a 0,4a 0,7a 1,4a 2,1a I1 = 116,538 0 0b 0b 0,1b 0,1b 0,4b 0,6b 1b I2 = 174,674 0 0b 0b 0,1b 0,1b 0,2bc 0,2c 0,7bc

I3 = 219,547 0 0b 0b 0b 0b 0b 0c 0c

Uji F - * ** ** ** ** ** **

KK (%) - 7,02 3,71 13,04 16,88 19,45 26,25 33,78

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%.** menunjukkan pengaruh yang sangat nyata menurut uji DMRT taraf 1%. * menunjukkan pengaruh nyata menurut uji DMRT taraf 5%. tn = tidak nyata. KK = koefisien keragaman. Data yang dianalisis adalah data yang telah ditransformasi dengan .

Jumlah Akar

(46)

Keragaman Fenotipe Padi Varietas Sintanur Hasil Iradiasi

Iradiasi sinar gamma meningkatkan keragaman tanaman padi var Sintanur terutama jumlah anakan dan tinggi kecambah. Keragaman yang terjadi pada jumlah anakan dan tinggi kecambah termasuk dalam kategori sangat luas. Iradiasi sinar gamma Cobalt60 yang diberikan menyebabkan terbentuknya keragaman fenotipe pada tanaman. Nilai persen KKF yang paling besar terdapat pada kecambah yang diberi perlakuan iradiasi sinar gamma 500 Gy (Tabel 9). Keragaman yang terbentuk pada benih yang diiradiasi semakin meningkat mulai dari minggu pertama hingga kelima setelah tanam. Akan tetapi benih yang tidak diiradiasi mengalami penurunan nilai persen keragamannya. Kondisi yang sama juga terjadi pada perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 200 Gy. Nilai persen KKF yang terbentuk mengalami penurunan pada minggu kelima, kondisi ini dapat disebabkan oleh banyaknya kecambah yang mati karena perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG. Nilai persen koefisien keragaman fenotipe yang tinggi menunjukkan variasi yang terbentuk sangat besar. Nilai variasi yang besar akan memudahkan untuk menemukan tanaman dengan sifat terbaik.

Tabel 9. Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt 60

Perlakuan Iradiasi Cobalt60 (Gy) Umur Kultur (MST)

1 5

... KKF (%) ...

0 101,2769 SL 95,5347 L

100 95,42048 L 116,967 SL

200 95,44336 L 87,14166 L

300 101,3664 SL 112,7508 SL

400 61,42749 AL 131,7654 SL

500 62,68335 AL 153,0616 SL

(47)

Iradiasi sinar gamma Cobalt60 yang diberikan selain menimbulkan keragaman pada tinggi kecambah juga menimbulkan keragaman pada jumlah anakan. Berdasarkan Tabel 10, beberapa perlakuan iradiasi sinar gamma tidak memiliki nilai persen KKF pada minggu kedua dan ketiga. Kondisi ini disebabkan pada minggu kedua dan ketiga kecambah belum membentuk anakan.

Nilai KKF tertinggi pengamatan jumlah anakan terdapat pada perlakuan iradiasi dosis 300 Gy yaitu sebesar 400. Berbeda dengan peubah tinggi tunas, keragaman yang terbentuk pada peubah jumlah anakan diseluruh perlakuan termasuk ke dalam kategori sangat luas. Nilai persen koefisien keragaman pada perlakuan tanpa iradiasi (0 Gy) termasuk ke dalam kategori sangat luas. Kondisi ini menunjukkan bahwa tanpa iradiasi keragaman dapat terbentuk, namun keragaman yang terbentuk menurun pada akhir minggu pengamatan. Meskipun terjadi penurunan nilai KKF pada semua perlakuan iradiasi sinar gamma, namun pada minggu kedelapan pengamatan nilai persen KKF meningkat dari minggu sebelumnya.

Tabel 10. Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan dari setiap populasi perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60

Perlakuan Iradiasi Cobalt60

(Gy)

Umur Kultur (MST)

2 3 4 5 6 7 8

(48)

Akan tetapi pada perlakuan iradiasi sinar gamma Cobalt60 dosis 100 Gy, 200 Gy dan 500 Gy, persentase nilai KKF jumlah anakan meningkat pada akhir minggu pengamatan (8 MST). Pada akhir minggu pengamatan, persentase nilai KKF semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis iradiasi.

Selain perlakuan iradiasi sinar gamma, perlakuan seleksi kekeringan dengan menggunakan PEG juga menimbulkan keragaman fenotipe pada kecambah yang diamati. Akan tetapi nilai persen koefisien keragaman fenotipe yang terbentuk karena perlakuan seleksi kekeringan menggunakan PEG tidak sebesar nilai koefisien keragaman fenotipe yang ditimbulkan oleh iradiasi sinar gamma.

Tabel 11. Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah tinggi kecambah dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG

Perlakuan PEG (g/l) Umur kultur (MST)

1 5

... KKF (%) ...

I0 = 0 58,21 AL 33,89 AS

I1 = 116,538 25,58 AS 110,69 SL

I2 = 174,674 20,56 S 108,58 SL

I3 = 219,547 148,53 SL 25,97 AS

Keterangan: S = sempit; AS = agak sempit; AL = agak luas; L = luas; SL = sangat luas.

(49)

minggu kelima. Nilai persen KKF perlakuan I1 pada minggu kelima lebih tinggi dibandingkan dengan nilai persen KKF pada perlakuan I2 dan I3. Kondisi ini dapat disebabkan oleh semakin banyak kecambah yang mati akibat semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan.

Perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG memberikan pengaruh terhadap keragaman jumlah anakan yang dihasilkan. Nilai persentase koefisien keragaman (KKF) pada perlakuan media tanpa penambahan PEG (0g/l PEG) berada pada kategori luas (Lampiran 7).

Tabel 12. Persen koefisien keragaman fenotipe (KKF) peubah jumlah anakan dari setiap populasi perlakuan seleksi kekeringan dengan PEG

Perlakuan PEG (g/l)

Umur Kultur (MST)

2 4 6 8

... KKF (%) ...

I0=0 297,23 SL 180,69 SL 97,49 L 86,33 L

I1=116,538 - 137,34 SL 100,76 SL 116,66 SL

I2=174,674 - 218,36 SL 177,30 SL 119,32 SL

I3=219,547 - - - -

Keterangan: S = sempit; AS = agak sempit; AL = agak luas; L = luas; SL = sangat luas.

(50)

KESIMPULAN

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Capai target surplus beras 10 juta ton RI harus cetak sawah baru 200 ribu ha/tahun. http://www.neraca.co.id/2011/12/14/ri-harus-cetak-sawah-baru-200-ribu-hatahun/. [12 Agustus 2012]

Apriyantono, A. 2004. Pembangunan pertanian di Indonesia. http://www.deptan. go.id/renbangtan/konsep_pembangunan_pertanian.pdf. [31 Januari 2011] Apriyantono, A. 2008. Masih banyak yang harus dihadapi. http://www.sinartani.

com/sorotan/dr.-ir.-anton-apriyantono-masih-banyak-tantangan-harus-dihadapi-1256527831.htm. [31 Januari 2011]

Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik, Produksi padi, jagung dan kedelai (angka tetap 2011 dan angka ramalan I 2012). Badan Pusat Statistik. Jakarta. 10 hal.

Bakar, B. A., dan A. Azis. 2010. 528 045 Hektar lahan kering di Aceh belum dimanfaatkan. http://nad.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/berita/4-info-aktual/ 115-528045-hektar-lahan-kering-di-aceh-belum-dimanfaatkan. [10 Februari 2011]

Basu, S., A. Roychoudhury, P. P. Saha and D. N. Sengupta. 2010. Differential antioxidative responses of indica rice cultivars to drought stress. Plant Growth Regul. 60:51-59.

Biswas, J., B. Chowdhury, A. Bhattacharya, and A. B. Mandal. 2002. In vitro screening for increased drought tolerance in rice. In Vitro Cell. Dev. Biol. Plant 38: 525-530.

Bouslama, M., and W. T. Schapaugh. 1984. Stress tolerance in soybean. I. Evaluation on three screening techniques for heat and drough tolerance. Crop Sci. 24:993-997.

Chemicalland. 2010. Polyethylene glycol. http://www.chemicalland21.com/ industrialchem/organic/POLYETHYLENE%20GLYCOL.htm. [31 Januari 2010].

De Carvalho, M. H. C., 2008. Review Drought stress and reactive oxygen species. Plant Signaling & Behavior Vol. 3 Issue 3: 156-165.

(52)

Deptan. 2001. Padi aromatik varietas Sintanur. Departemen Pertanian. Ungaran. 2 hal.

Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2000. Budidaya padi. Dinas Pertanian dan Kehutanan. Jogjakarta. 10 hal.

Environmental Protection Agency. 2010. Gamma rays, ionizing & non-ionizing radiation. http://www.epa.gov/radiation/understand/ gamma.html. [09 Februari 2011]

Gill, S. S., and N. Tuteja. 2010. Review: reactive oxygen spesies and antioxidant machinery in abiotic stress tolerance in crop plants. Plant Physiology and Biochemistry 48: 909-930.

Gomez, K. A., and Gomez, A. A. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian (diterjemahkan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research, penerjemah: E. Sjamsudin dan J. S. Baharsjah). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Hartman, H. T., D. E. Kester, and F. T. Davies. 1990. Plant Propagation, Principles and practices. 5th edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. 647p.

Hanny. 2002. Beras makanan pokok sumber protein. http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1028376933,9249. [31 Januari 2011]

Harten, van A. M. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Application. Cambridge: Cambridge University Press. 365p.

Husni, A., M. Kosmiatin dan I. Mariska. 2006. Peningkatan toleransi kedelai sindoro terhadap kekeringan melalui seleksi in vitro. Bul. Agron. 34(1):25-31.

Hung, C. D., K. Johnson, 2008.

Gambar

Gambar 1. Penampilan fenotipe padi varietas Sintanur yang di tanam di lahan
Gambar 2. Tahapan proses pembentukan embrio pada padi. A. Tahap
Gambar 3. Kecambah padi varietas Sintanur yang dikecambahkan dengan
Gambar 4. Kultur in vitro padi hasil iradiasi Cobalt60 pada media PEG yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Induksi Keragaman Genetik melalui Iradiasi Sinar Gamma pada Kalus Embriogenik Hasil Kultur Protoplas Jeruk Siam

Hasil seleksi berdasarkan perubahan akibat iradiasi sinar gamma telah mendapatkan 42 tanaman M1 asal lima genotipe cabai pada kisaran dosis iradiasi dosis letal 50 (LD50)

Penelitian yang dilakukan oleh Royani (2012), induksi mutasi fisik dengan iradiasi sinar gamma memberikan pengaruh perubahan karakter morfologi tanaman sambiloto terutama

Tanaman Cabai yang Gagal Tumbuh Akibat Iradiasi Sinar Gamma juga memperlihatkan respon daya tumbuh benih sorgum dan cabai sama menghasilkan respon linear, sedangkan benih

Penilitian ini menggunakan 2 rancangan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) monofaktor pada tahap induksi kalus dengan faktor berupa dosis iradiasi sinar gamma (0,

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah pemuliaan mutasi, dengan judul Induksi Mutasi Iradiasi Sinar Gamma untuk Pengembangan

Respon planlet hasil iradiasi sinar gamma dan seleksi in vitro pada media arang sekam padi yang diberi larutan PEG 20 % Uji respon planlet hasil iradiasi sinar gamma

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan iradiasi sinar gamma 200 Gy menyebabkan perbedaan karakter pada tanaman mutan yang dibandingkan dengan tetua dan varietas unggul, khususnya