• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MUTASI INDUKSI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA SPESIES PHILODENDRON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MUTASI INDUKSI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA SPESIES PHILODENDRON"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MUTASI INDUKSI DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA SPESIES

PHILODENDRON (Philodendron bipinnatifidum

cv. crocodile teeth dan P. xanadu)

Oleh

RIA MELINA

A34404069

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

RIA MELINA. Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap

Keragaan Dua Spesies Philodendron (Philodendron bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P. xanadu). Di bawah bimbingan SYARIFAH IIS AISYAH.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui pengaruh sinar gamma terhadap keragaan dari dua spesies philodendron dan (2) Mendapatkan tanaman philodendron mutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pemuliaan tanaman philodendron lebih lanjut.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai dengan Januari 2008, di Rumah Sere, Kebun Percobaan Desa Kayu Manis, Bogor. Perlakuan iradiasi sinar gamma dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi , Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe philodendron yang terdiri dari dua spesies yaitu P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P xanadu. Faktor kedua adalah dosis iradiasi yang terdiri dari 11 taraf yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Gy. Setiap perlakuan terdiri dari 9 tanaman, sehingga jumlah tanaman yang diperlukan sebanyak 198 tanaman.

Pengamatan dilakukan terhadap persentase tanaman hidup, tinggi tanaman, jumlah daun pertanaman, ukuran daun yang meliputi panjang dan lebar daun, keragaan daun yang meliputi bentuk dan warna daun, serta frekuensi mutan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap spesies philodendron memberikan respon yang berbeda terhadap dosis iradiasi yang diberikan. Iradiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun (panjang dan lebar daun). Persentase tanaman hidup pada P. xanadu lebih rendah jika dibandingkan P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth. Persentase tanaman hidup pada P. xanadu (V2) dengan perlakuan dosis 20 Gy dan 40 Gy hanya mencapai 22.22%.

Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth dosis 10 Gy secara nyata mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Pada semua peubah yang diamati, semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan semakin terhambat pertumbuhan tanaman dan semakin berbeda terhadap kontrol (0 Gy) kecuali pada dosis 10 Gy yang justru menginduksi pertambahan hampir pada semua peubah yang diamati.

Secara kualitatif radiasi sinar gamma mampu mengubah keragaan dari kedua spesies philodendron yang diuji. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies philodendron yang diuji. Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth terjadi perubahan warna daun yang semula hijau menjadi kemerahan dan bentuk daun menjadi tidak bergerigi. Pada P. xanadu terjadi perubahan warna daun yang semula hijau menjadi berwarna kekuningan dan bentuk daunnya menjadi membulat (bulat hati). Frekuensi mutan yang dihasilkan P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth lebih besar dibandingkan pada P. xanadu, mencapai 100% pada dosis iradiasi 40-100 Gy.

(3)

PENGARUH MUTASI INDUKSI DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA TERHADAP KERAGAAN DUA SPESIES

PHILODENDRON (Philodendron bipinnatifidum

cv. crocodile teeth dan P. xanadu)

Skripsi

s

ebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh RIA MELINA

A34404069

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(4)

Judul Skripsi : PENGARUH MUTASI INDUKSI DENGAN

IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP

KERAGAAN DUA SPESIES PHILODENDRON (Philodendron bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P. xanadu)

Nama Mahasiswa : Ria Melina

NRP : A34404069

Menyetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr NIP. 131 956 695

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Duri, Riau pada tanggal 3 Mei 1986 dari

pasangan Bapak H. Yahya Nasution (Alm) dan Ibu Hj. Siti Hajar. Penulis mengawali masa pendidikan di Taman Kanak-kanak Asyiah 2 Duri pada tahun 1991-1992, lalu melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) 010 Mandau dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis kembali melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 3 Mandau hingga tahun 2001. Kemudian penulis kembali melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 2 Mandau dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi Pemuliaan dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, Penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya kegiatan Himagron on The Field, Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan 2008, Panitia Seminar Biodiesel sebagai Sumber Energi Alternatif dari Pertanian Indonesia, Magang Liburan di Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik, menjadi pengurus Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor dari tahun 2004-2007 dan pengurus Rukun Keluarga Pelajar Mahasiswa Bengkalis (RKPMB) Bogor dari tahun 2004-2007 serta Badan Pengawas Organisasi RKPMB pada periode 2007/2008. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Dua Spesies Philodendron (Philodendron

bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P. xanadu)” di bawah bimbingan Dr. Ir.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, tiada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya. Ungkapan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul ”Pengaruh Mutasi Induksi dengan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Keragaan Dua Spesies Philodendron (Philodendron

bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P. Xanadu” sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, penulis sepenuhnya sadar akan banyaknya dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena itu ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya penulis ucapkan kepada :

1. Kedua orang tuaku H. Yahya Nasution (Alm) dan Hj. Siti Hajar. Setiap Do’a, limpahan kasih dan restumu, petuah dan teladanmu, perjuangan dan pengorbananmu, keprihatinan dan kesahajaanmu, ceria bahagia dan duka deritamu, motivasi dan dukunganmu, adalah warna hidupku. Setiap kalian adalah semangat, langkah, batu pijak, anugerah, sejarah dan masa depan hidupku dalam meraih cita-citaku. Semoga penulis dapat memberikan yang terbaik untuk membalas semuanya.

2. Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSc. Agr sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memotivasi, mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Andri Ernawati, MAgr. Sc sebagai dosen pembimbing akademik sekaligus sebagai salah satu dosen penguji ujian skripsi, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama kuliah di IPB.

4. Dr. M. Syukur, MS. yang telah bersedia menjadi salah satu dosen penguji pada ujian skripsi, yang telah memberikan kritik, saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

(7)

6. Kakak-kakak dan abang-abangku, Buk Wati dan Mas Memed, B’Bichi dan K’Meita, B’Kiev, Buk Epi dan B’Yopi, Buk Wita, B’Is, B’Chan, Buk Reyka dan adikku Roy’Sarang Tawon’ serta keponakan-keponakanku yang lucu Bowo, Aldi, Ferdyan, Rival, Salhan, Adam, yang tak henti-hentinya memberikan do’a, kasih sayang, dukungan, semangat, motivasi dan keceriaan. 7. K’ Yenni, K’ Tika, K’ Iis, Cik Rudi’Qsook’, B’Monank, B’ Tathan, B’ Willi,

K’ N&K, Nani, K’ Opank, Ridho, Anam, Stya, Ade, Eki, Pipin, Isa dan rekan-rekan di IKPMR dan RKPMB atas bantuan, motivasi, persahabatan dan kekeluargaannya selama ini. Terima kasih banyak untuk semuanya.

8. Q family (Nene’pipit’, Papi’isa’, Mame’nope’, Tulang’pendi’ Abang’arfan’, Rahma, Yanti’tante bonding’, Rika, Yuni, Ncuse), Efi, Astri, Pifit, Yono, Pak Ir, Wencoy, Feti, Farah, Mega, Lela, Ridho, Taufik dan seluruh teman-teman di kelas Pemuliaan dan Teknologi Benih untuk warna-warni persahabatan, dan kerjasamanya selama kuliah di IPB.

9. Mba Diah, K’ Fera dan Devi, Ika, Dewi dan Indah atas semua bantuannya. 10. Keluarga dan para pekerja Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, M.Sc. Agr. yang telah

banyak membantu penulis selama penelitian.

11. Berbagai pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan masukan yang konstruktif, agar skripsi ini berguna bagi orang banyak.

Bogor, Mei 2008

(8)

DAFTAR ISI PENDAHULUAN Latar Belakang………... 1 Tujuan………..… 2 Hipotesis……….. 2 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Philodendron………..……….. 3

Syarat Tumbuh………... 4

Perbanyakan Tanaman Philodendron……….. 5

Induksi Mutasi………... 5

Iradasi Sinar Gamma……… 7

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian………... 9

Bahan dan Alat……… 9

Rancangan Penelitian………... 9

Pelaksanaan Penelitian……….………...10

Pengamatan………..………...11

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum………12

Pengamatan Peubah Utama……… 13

Persentase Tanaman Hidup……… 15

Tinggi Tanaman………... 17

Ukuran Daun………...….. 19

Jumlah Daun………...………… 22

Keragaan Daun……….……….. 23

. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………. 29

Saran………... 29 DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Rekapitulasi Hasil Uji F Peubah Kuantitatif Karakter Philodendron…… 14

2. Rata-rata Tinggi Tanaman pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji……….. 17

3. Pengaruh Dosis Iradiasi terhadap Peubah Tinggi Tanaman……….. 18

4. Rata-rata Panjang Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuj... 19

5. Rata-rata Lebar Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji…. 20 6. Pengaruh Dosis Iradiasi Terhadap Peubah Panjang Daun……… 20

7. Pengaruh Dosis Iradiasi Terhadap Peubah Lebar Daun……… 20

8. Rata-rata Jumlah Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji… 22 9. Pengaruh Dosis Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Peubah Jumlah Daun… 22 10. Frekuensi Mutan dan Warna Daun Dua Spesies Philodendron pada Beberapa Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma………. 26

Nomor Halaman Lampiran 1. Sidik Ragam Panjang Daun 2 MST………34

2. Sidik Ragam Panjang Daun 4 MST………34

3. Sidik Ragam Panjang Daun 6 MST………34

4. Sidik Ragam Panjang Daun 8 MST………34

5. Sidik Ragam Panjang Daun 10 MST………..34

6. Sidik Ragam Panjang Daun 12 MST………..35

7. Sidik Ragam Panjang Daun 14 MST………..35

8. Sidik Ragam Panjang Daun 16 MST………..35

9. Sidik Ragam Panjang Daun 18 MST………..35

10. Sidik Ragam Lebar Daun 2 MST………35

11. Sidik Ragam Lebar Daun 4 MST………... 36

12. Sidik Ragam Lebar Daun 6 MST………... 36

13. Sidik Ragam Lebar Daun 8 MST………...36

14. Sidik Ragam Lebar Daun 10 MST………. 36

(10)

Nomor Halaman Lampiran

16. Sidik Ragam Lebar Daun 14 MST………. 37

17. Sidik Ragam Lebar Daun 16 MST………..37

18. Sidik Ragam Lebar Daun 18 MST………..37

19. Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST………..37

20. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST………..37

21. Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST………..38

22. Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST………..38

23. Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST………38

24. Sidik Ragam Jumlah Daun 12 MST………38

25. Sidik Ragam Jumlah Daun 14 MST………38

26. Sidik Ragam Jumlah Daun 16 MST………39

27. Sidik Ragam Jumlah Daun 18 MST………39

28. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST………...39

29. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST……….39

30. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST……….39

31. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 8 MST……….40

32. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 10 MST………...40

33. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 12 MST………...40

34. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 14 MST………...40

35. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 16 MST………...40

36. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 18 MST………...41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Perbandingan Salah Satu Dosis Iradiasi Sinar Gamma terhadap

Tanaman Kontrol pada 4 MSI (Minggu Setelah Iradiasi)……… 12 2. Salah Satu Hama dan Gejala Serangan……….………. 13 3. Grafik Perbandingan Persentase Tanaman Hidup Kedua Spesies

Philodendron terhadap Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma pada

18MSI………. 16

4. Perbandingan Tinggi Tanaman kontrol terhadap 10 Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma pada Dua Spesies Philodendron………..…. 18 5. Perbandingan Ukuran Daun Tanaman Kontrol Terhadap 10 Perlakuan

Dosis Iradiasi Sinar Gamma………... 21 6. Fenomena Diplontic Selection pada P. bipinnatifidum cv. crocodile

teeth pada Dosis 10 Gy……….. 24 7. Keragaman Daun Dua Spesies Philodendron pada Dosis 10 Gy………. 25 8. Sel Mutan yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir Pengamatan

(18 MSI) pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth Dosis

Iradiasi 70 Gy………. 28

9. Sel Mutan Yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir Pengamatan (18 MSI) pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth Dosis 100 Gy…….. 28 10. Sel Mutan yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir Pengamatan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman philodendron merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang memiliki daya tarik pada daunnya yang indah. Warna daunnya bervariasi, mulai dari warna hijau muda kekuningan, hijau gelap, ungu hingga merah pekat. Bentuk daunnya juga beragam yaitu berbentuk lonjong berujung lancip, berbentuk hati atau jantung dan menjari, memberikan keindahan tersendiri. Warna dan bentuk yang beragam ini memberikan pesona keanggunan yang menyejukkan mata bagi siapapun yang melihatnya (Agriculturesupercamp, 2007).

Tanaman philodendron cocok untuk dijadikan sebagai tanaman hias dalam ruangan (indoor plant). Hal ini disebabkan oleh bentuknya yang menawan, sifatnya yang toleran terhadap cahaya dengan intensitas rendah dan juga efektif menyerap polutan. Tanaman ini juga dapat menambah nilai estetika. Daunnya yang unik dan tergolong tahan layu membuat tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai daun potong pada suatu rangkaian bunga (Siong dan Budiana, 2007).

Menurut Kusumo, et al. (1990), nilai estetika dan ekonomi suatu jenis tanaman hias dapat ditentukan oleh keragaman suatu tanaman. Keragaman tersebut dapat berupa keragaman bentuk, warna, ukuran bunga, aroma dan penampilan yang lebih memenuhi selera konsumen atau juga memiliki hal-hal lain yang dianggap sebagai suatu keistimewaan, misalnya sifat variegata. Keragaman tersebut dapat diciptakan melalui berbagai cara, diantaranya persilangan antar spesies atau varietas, poliploidisasi, mutasi, variasi somaklonal dan kombinasi antar cara-cara tersebut.

Mutasi merupakan suatu perubahan yang terjadi pada materi genetik suatu makhluk hidup yang terjadi secara tiba-tiba, acak dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup yang bersifat mewaris (heritable). Mutasi dapat terjadi secara spontan dan juga melalui induksi (Nasir, 2002; Puspodarsono, 1988; BATAN, 2007). Mutasi induksi merupakan suatu terobosan sifat dalam pemuliaan tanaman yang menjanjikan karena mutasi induksi ini dapat menunjang perolehan varietas baru yang bermanfaat bagi perkembangan dunia usaha. Mutasi induksi ini dapat terjadi secara fisik maupun kimia (Soedjono, 2003).

(13)

Dalam penelitian ini dilakukan mutasi induksi iradiasi dengan menggunakan mutagen sinar gamma untuk menginduksi keragaman pada tanaman philodendron. Menurut Van Harten (1998), sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki tipe energi radiasi tinggi di atas 10 MeV, sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi molekul yang dilewatinya. Iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan terjadinya perubahan formasi atau struktur kromosom dan gen. Adanya kerusakan genetik tersebut dapat menimbulkan beberapa perubahan karakter yang mendorong terbentuknya keragaman baru.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh sinar gamma terhadap keragaan dari dua spesies philodendron.

2. Mendapatkan tanaman philodendron mutan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pemuliaan tanaman philodendron lebih lanjut.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Pemberian dosis iradiasi yang berbeda dapat mempengaruhi keragaan tanaman philodendron.

2. Terdapat mutan philodendron yang memiliki karakter yang potensial untuk dijadikan sebagai bahan pemuliaan tanaman lebih lanjut.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Philodendron

Tanaman philodendron termasuk ke dalam famili Araceae dan berkerabat dekat dengan aglaonema, anthurium, dan caladium. Habitat asal philodendron adalah hutan tropis di Amerika Selatan yang kemudian menyebar ke belahan dunia termasuk Indonesia. Klasifikasi lengkap tanaman philodendron adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2007):

Divisi : Spermatohyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledone

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Philodendron

Terdapat dua tipe pertumbuhan philodendron, yaitu tipe memanjat/merambat (climbers) dan tipe tumbuh tegak dengan ruas pendek-pendek (shrubs). Batang philodendron tidak berkayu (herbaceus), beruas-ruas dan berbentuk tunggal dengan bagian ujung tumbuh ke atas. Pada jenis yang merambat, daun tumbuh berhadap-hadapan pada tiap buku dan batang terus tumbuh menjulang ke atas hingga setinggi 3 m, bahkan lebih. Pada philodendron yang tumbuh tegak, batang menyembul di atas tanah membentuk suatu rumpun (Wikipedia, 2007; Lingga, 2007).

Bentuk daun philodendron bervariasi mulai dari sempit memanjang (Philodendron martianum) sampai bulat panjang (Philodendron williamsii) atau lonjong dengan ujung meruncing (Philodendron ”Golden ball”). Beberapa jenis berbentuk hati (Philodendron corcovandense) atau menjari seperti daun pepaya (Philodendron selloum). Daun philodendron memiliki tulang daun yang melintang dengan helaian daun. Helaian daunnya berwarna-warni, mulai dari kuning kehijauan, hijau muda, hijau tua, ungu hingga merah pekat. Tebal daunnya bervariasi mulai dari tipis hingga tebal berdaging. Daun melekat pada batang dengan kedudukan satu helai setiap ruas dan saling melintang secara teratur dan tidak mudah rontok sehingga daun hanya gugur apabila telah tua, tanaman

(15)

terserang penyakit fisiologis ataupun akibat serangan patogen. Daun ini baru muncul sekitar 1-1,5 bulan (Siong dan Budiana, 2007; Lingga, 2007).

Menurut Siong dan Budiana (2007), akar tanaman ini muncul di bagian pangkal batang dan setiap ruas di bawah tangkai daun/akar udara yang sering disebut akar napas (aerial root). Akar napas ini tampak jelas pada philodendron merambat, tetapi jarang terlihat pada philodendron perdu kecuali setelah tanaman berukuran cukup besar. Akar utama philodendron berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara, sedangkan akar napas berfungsi untuk memanjat atau menempel pada benda lain yang ada di sekitarnya. Bunga philodendron terdiri dari 2 bagian utama, yaitu seludang (spatha) dan tongkol (spadix). Seludang adalah bagian yang menjadi pelindung terluar tongkol yang berbentuk bulat. Philodendron ini termasuk tanaman berumah satu (monoceus) dimana bunga jantan dan betina ada dalam satu tanaman, tetapi keduanya tidak bisa menyerbuk sendiri. Penyerbukan dibantu oleh Coleoptera. Tanaman ini juga memiliki buah yang berwarna kuning, orange atau hijau saat masak. Dalam buah terdapat banyak biji yang berbentuk oval. Buah ini siap dipanen setelah 4-6 bulan sejak terjadi penyerbukan.

Syarat Tumbuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman philodendron, diantaranya yaitu sinar matahari, suhu dan kelembaban. Faktor sinar matahari yang berpengaruh yaitu intensitas, lama penyinaran, dan kualitas sinar. Tanaman ini tumbuh subur di tempat yang teduh dengan intensitas cahaya sedang. Cahaya yang terlalu kuat akan menghanguskan daun dan jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan kematian. Sebaliknya, jika kekurangan cahaya dapat mengakibatkan tanaman tidak berkembang dengan baik, daunnya akan hijau pucat, lemas dan lunak. Intensitas cahaya yang bagus untuk tanaman ini yaitu berkisar antara 15-30% cahaya matahari penuh, dan memiliki lama penyinaran 8-10 jam sehari (Siong dan Budiana, 2007)

Menurut Siong dan Budiana (2007), suhu yang cocok untuk pertumbuhan philodendron yaitu berkisar antara 24-29˚C. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan dehidrasi yang dapat menghambat pertumbuhan. Apabila suhu tinggi maka harus diimbangi dengan kelembaban yang tinggi dan sirkulasi udara

(16)

yang baik. Kelembaban yang bagus untuk pertumbuhan philodendron yaitu kelembaban sedang yang berkisar antara 50-75%. Agar tanaman philodendron tumbuh baik maka ketiga faktor tersebut harus diperhatikan dengan baik.

Perbanyakan Tanaman Philodendron

Perbanyakan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan

philodendron. Hal yang paling penting diperhatikan dalam perbanyakan philodendron adalah bahan induk yang digunakan, sebab induk yang baik akan mempengaruhi keberhasilan perbanyakan. Syarat-syarat tanaman philodendron yang dipakai sebagai bahan induk antara lain : tanaman tersebut harus memiliki asal usul yang jelas, harus benar-benar sehat dari hama dan penyakit, sudah dewasa, bunga betina berkembang dengan baik. Penggunaan tanaman induk yang masih kecil atau pada masa pertumbuhan vegetatif akan memperlambat waktu berbunga tanaman baru yang dihasilkan (Siong dan Budiana, 2007).

Dilihat dari struktur tanamannya, philodendron dapat diperbanyak dengan cara generatif ataupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan biji yang didahului dengan penyerbukan bunga. Sementara perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek batang dan pucuk, serta dengan pemisahan anakan/rumpun. Teknik perbanyakan dengan cara stek merupakan salah satu cara yang efisien dan efektif untuk memenuhi kebutuhan bibit philodendron dalam skala besar dalam waktu yang singkat dan mudah (www.kebunkembang.com, 2007).

Induksi Mutasi

Variasi genetik memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan keragaman genetik suatu tanaman. Upaya meningkatkan keragaman genetik suatu tanaman dapat diperoleh melalui beberapa metode pemuliaan, antara lain introduksi, seleksi, hibridisasi dan mutasi.

Mutasi adalah perubahan dalam struktur gen yang terjadi secara spontan maupun buatan dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia. Mutasi gen dapat memunculkan fenotipe mutan yang berbeda dengan fenotipe tetuanya dan bersifat mewaris (heritable) (Nasir,2002). Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman

(17)

dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengalami pembelahan sel, misalnya pada tunas, biji, dan bagian tanaman yang lain (Puspodarsono, 1988).

Mutasi secara umum dibedakan menjadi dua yaitu mutasi alami dan mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan di alam (spontaneous

mutation) dan berkaitan dengan faktor lingkungan. Mutasi secara alami ini terjadi

secara lambat dan terus-menerus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengakumulasikan mutan dalam populasi alami (BATAN, 2007).

Mutasi buatan merupakan mutasi yang secara sengaja dilakukan sebagai salah satu cara untuk menimbulkan keragaman genetik. Mutasi secara buatan ini dapat dilakukan melalui induksi (induced mutation) baik secara fisik, kimiawi, maupun biologi. Mutasi secara fisik yaitu dengan pemakaian bahan radioaktif, penggunaan radiasi nuklir dan reaktor yang menggunakan bahan bakar yang bersifat radioaktif. Mutasi secara kimia dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa kimia yang bersifat mutagen, diantaranya: colchicin, dietil sulfat (DES), etilenamin (EI), nitroso etil urea (ENH), nitroso metil urea (MNH), dan etil metansulfonat (EMS) (Broertjes dan Van Harten, 1988).

Menurut Van Harten (1982), beberapa alasan kuat mengapa iradiasi memiliki peran penting dalam peningkatan keragaman tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, antara lain : 1) iradiasi memungkinkan untuk meningkatkan hanya satu karakter saja pada suatu kultivar, tanpa mengubah karakter maupun genetik yang lainnya, 2) sebagian besar tanaman yang diperbanyak secara vegetatif memiliki sifat heterozygous, sehingga dapat menghasilkan karagaman yang tinggi setelah diradiasi, 3) teknik pertumbuhan tunas adventif dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro, sehingga mempermudah dalam proses screening di lapang, dan 4) iradiasi merupakan satu-satunya cara untuk meningkatkan keragaman pada tanaman steril dan apomiktik.

Selain kelebihan di atas, mutasi juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu mutasi hanya mempengaruhi secara efektif gen-gen yang sudah ada. Mutasi tidak dapat membentuk gen baru. Sifat mutasi yang acak dan tidak dapat diarahkan untuk bekerja pada gen yang spesifik juga merupakan batasan dalam penggunaan mutasi. Hal ini menyebabkan hasil yang akan didapat dari proses mutasi tidak

(18)

dapat diramalkan. Selain itu, kerusakan pada struktur genetik akibat mutasi dapat berubah normal kembali sebelum termanifestasi sebagai mutasi dan terekspresi sebagai fenotipe mutan (Micke dan Donini, 1993; Syas, 1995).

Iradiasi Sinar Gamma

Dewasa ini sinar gamma merupakan mutagen iradiasi yang paling banyak digunakan untuk menginduksi tanaman guna menghasilkan mutan. Sinar gamma ditemukan pada tahun 1900 oleh P. Villard setelah ditemukannya sinar alpha dan beta oleh E. Rutherford dan F. Soddy (Van Harten, 1998).

Sinar gamma merupakan sebuah bentuk energi dari radiasi elektromagnetik yang diproduksi oleh radioaktivitas/proses nuklir atau subatomik lainya seperti elektron-positron (Wikipedia, 2007). Menurut Van Harten (1998), sinar gamma merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih pendek dari sinar X, yang berarti menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang lebih tinggi. Tingkat radiasi energi sinar gamma yang dihasilkan dari reaktor nuklir mencapai lebih dari 10 MeV. Daya tembusnya ke dalam jaringan sangat dalam mencapai beberapa sentimeter (cm) dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya.

Unsur radioaktif yang sering digunakan untuk menghasilkan sinar gamma diantaranya adalah 60Co dan 137Cs. Menurut Van Harten (1998), Cobalt-60 memiliki 2 puncak spektrum energi radiasi yaitu pada 1,33 dan 1,7 MeV, dengan waktu paruh 5,27 tahun. Cesium-137 adalah jenis monoenergi dengan energi 0,66 MeV dan waktu paruh 33 tahun. Keuntungan menggunakan radioisotop 137Cs ini adalah masa paruh waktunya yang lebih lama dibandingkan dengan 60Co dan energi sinar gamma yang dikeluarkan lebih sedikit sehingga lebih aman, namun dibalik itu 137Cs memiliki daya penetrasi yang tinggi ke dalam jaringan.

Gray adalah satuan SI yang digunakan untuk dosis radiasi. Kesatuan dosis radiasi adalah banyaknya energi yang diserap terhadap suatu benda atau target. Satuan Gray sebanding dengan 102 rad (radiation absorbed dose) atau 1 Gy setara dengan 100 rad (Van Harten, 1998).

Menurut Welsh dan Mogea (1981), kecepatan mutasi bervariasi sesuai dengan dosis mutagen, semakin tinggi dosis mutagen maka akan semakin sering

(19)

terjadi mutasi dan semakin sering pula terjadi pemunculan kromosom dan kematian gen yang tidak diharapkan. Dosis yang diharapkan efektif yaitu yang hanya mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan. Dosis ini disebut juga dosis letal 50 atau Lethal Dosis 50 (LD 50).

Di Indonesia, peningkatan keragaman tanaman yang diperbanyak secara vegetatif menggunakan iradiasi telah banyak dilakukan. Saat ini telah terdapat beberapa penelitian iradiasi yang berhasil meningkatkan keragaman, seperti pemberian radiasi dosis rendah (500 rad) secara nyata dapat merangsang munculnya tunas, akar, dan jumlah akar yang terbentuk pada tunas-tunas in vitro gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook) (Prasetyorini, 1991). Selain itu Pratiwi (1995) mengungkapkan bahwa pemberian dosis radiasi 1500 rad mampu merangsang laju pembentukan tunas dan meningkatkan produksi daun secara optimum, sedangkan dosis iradiasi di atas 1500 rad yaitu 2500 rad menyebabkan pertumbuhan daun terhambat dan mengalami vitrifikasi serta pertumbuhan planlet yang roset pada tanaman stevia (Stevia rebaudiana). Wulandari (2001) juga menyatakan bahwa dosis optimum untuk meningkatkan keragaman morfologi tanaman krisan adalah pada dosis 10 Gy dengan persentase kemunculan mutan tertinggi pada dosis 20 Gy.

(20)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan desa Kayu Manis, Bogor pada bulan September 2007 hingga Januari 2008. Pelaksanaan iradiasi sinar gamma dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet yang sudah diaklimatisasi dari dua spesies philodendron yaitu philodendron gigi buaya (Philodendron bipinnatifidum cv. crocodile teeth) dan P. xanadu. Bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah media tanam (Super Metan Plus) yang merupakan campuran dari tanah, kompos, pupuk kandang (2:1:1), pupuk NPK (Dekastar plus), pupuk daun (Gandasil D), Pestisida organik.

Peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain: Gamma

Chamber 4000A, paranet 65%, polybag, meteran, gunting tanaman, sprayer,

gembor, label dan The Royal Horticulture Society Colour Chart (RHCC).

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah genotipe philodendron yang terdiri dari dua spesies yaitu P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth dan P. xanadu. Faktor kedua adalah dosis iradiasi yang terdiri dari 11 taraf dosis yaitu 0, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, 100 Gy. Penelitian ini memakai 2 spesies yang masing-masing terdiri dari 11 taraf perlakuan, setiap perlakuan terdiri dari 9 tanaman, sehingga jumlah tanaman yang diperlukan sebanyak 198 tanaman.

Model matematis rancangan yang digunakan yaitu : Yijk = µ + αi + ßj + (αß)ij + εijk

(21)

Dimana:

Yijk = Nilai pengamatan pengaruh genotipe ke-i, dosis radiasi ke-j, ulangan ke-k µ = Nilai rataan populasi

αi = Pengaruh varietas ke-i, {i = 1, 2}

ßj = Pengaruh dosis iradiasi ke-j, {j = 1, 2, …, 11}

(αß)ij = Pengaruh interaksi varietas ke-i dengan dosis iradiasi ke-j

εijk = Pengaruh galat percobaan varietas ke-i, dosis ke-j dan ulangan ke-k Data yang diperoleh diuji dengan uji F. Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.

Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: 1. Tahap persiapan

Kegiatan ini meliputi persiapan tempat dan media tanam. Media tanam yang merupakan campuran tanah, kompos, pupuk kandang (2:1:1) dimasukkan ke dalam polybag yang telah disiapkan. Polybag-polybag tersebut disusun sesuai dengan taraf perlakukan dan dilakukan pelabelan.

2. Tahap Iradiasi

Akar bibit tanaman philodendron dibersihkan dari media tanah, lalu tanaman dimasukkan ke dalam kantong kertas yang telah diberi label sesuai dengan taraf iradiasinya. Tanaman kontrol juga diberi perlakuan yang sama. Masing-masing kantong terdiri dari 9 tanaman. Setelah itu tanaman diiradiasi dengan menggunakan alat Gamma Chamber 4000A. Lamanya waktu iradiasi sesuai dengan dosisnya (Lampiran 37).

3. Tahap Pemeliharaan

Tanaman yang sudah diiradiasi tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam

polybag dengan media campuran tanah, pupuk kandang, dan kompos. Tanaman

ini diletakkan di dalam rumah sere dengan paranet 65% . Untuk pemeliharaan tanaman, penyiraman dilakukan dua hari sekali yaitu pada pagi hari. Pupuk NPK diberikan satu bulan sekali, sedangkan pupuk daun (gandasil D) diberikan setiap satu minggu sekali. Untuk mencegah serangan hama dan penyakit dilakukan

(22)

penyemprotan pestisida organik yang diberikan sebulan sekali dengan dosis anjuran.

Pengamatan

Peubah yang diamati antara lain:

• Persentase tanaman hidup, dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang hidup dibagi dengan jumlah total tanaman untuk masing-masing spesies.

• Tinggi tanaman (cm), dihitung dari pangkal batang utama sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali selama empat bulan. • Jumlah daun per tanaman.

• Ukuran daun yang meliputi panjang dan lebar daun (cm), dihitung pada daun yang terpanjang dan terlebar. Pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali selama empat bulan.

• Keragaman daun yang meliputi bentuk dan warna daun.

• Frekuensi mutan, dihitung dari jumlah tanaman mutan yang muncul dibagi dengan jumlah total tanaman dari masing-masing spesies.

(23)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Penelitian yang dilaksanakan di kebun percobaan desa Kayu Manis ini berada pada ketinggian 250 meter di atas permukaan laut (mdpl). Penelitian dilakukan mulai bulan September 2007 hingga Januari 2008 dengan suhu harian berkisar antara 21.1-32.8˚C dan kelembaban antara 77-81%. Curah hujan pada bulan pengamatan berkisar antara 205.9 mm/bulan (terendah di bulan September) hingga 476 mm/bulan (tertinggi di bulan Desember).

Tanaman philodendron yang digunakan merupakan hasil dari planlet yang sudah diaklimatisasi selama lebih kurang 2 bulan. Pada awal pertumbuhan (3 MSI), tanaman sudah mulai menunjukkan adanya keragaman antar dosis iradiasi, sedangkan kondisi tanaman dalam dosis yang sama masih dapat dikatakan seragam (Gambar 1).

Pengamatan sampai dengan umur 4 MSI, belum ditemukan adanya tanaman yang mati, tetapi pada P. xanadu (V2) mulai menunjukkan gejala klorosis daun yang ditandai dengan menguningnya daun (Gambar 1b). Tanaman baru menunjukkan adanya kematian pada 8 MSI, khususnya pada P. xanadu (V2) dan semakin bertambah jumlahnya dengan bertambahnya umur tanaman.

(a) (b) Gambar 1. Perbandingan Salah Satu Dosis Iradiasi Sinar Gamma terhadap

Tanaman Kontrol pada 4 MSI (Minggu Setelah Iradiasi),

(a) P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth (V1), (b) P. xanadu (V2) Mulai dari awal hingga akhir pengamatan, serangan hama lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan serangan penyakit. Hama yang menyerang pertanaman diantaranya yaitu keong (siput bercangkang) yang menyerang daun, kutu putih dan trips. Hama keong memakan daun philodendron dan meninggalkan bekas seperti gigitan ulat, sehingga membuat penampilan daun menjadi tidak

(24)

menarik (Gambar 2). Pengendalian yang dilakukan yaitu pengendalian secara manual dengan memunguti hama keong tersebut. Hama lain yang menyerang tanaman yaitu kutu putih dan trips yang ditemukan di daerah ketiak daun, tetapi hama ini tidak sampai menghambat pertumbuhan tanaman karena langsung dikendalikan dengan menyemprotkan pestisida organik.

(a) (b)

Gambar 2.Salah Satu Hama dan Gejala Serangan; (a) Hama Keong yang Menyerang Pertanaman, (b) Tanaman yang Terserang Hama Keong. Gulma yang banyak tumbuh pada media tanam umumnya dari golongan gulma berdaun lebar, diantaranya yaitu Phyllanthus niruri. Selain gulma berdaun lebar juga ditemukan gulma dari golongan teki yaitu Cyperus sp. dan gulma dari golongan rumput-rumputan yaitu Imperata cylindrica atau yang dikenal dengan alang-alang. Pengendalian gulma tersebut dilakukan secara mekanis yaitu dengan penyiangan atau pencabutan gulma yang tumbuh secara teratur, sehingga gulma tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman philodendron.

Pengamatan Peubah Utama

Hasil uji F pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua peubah menghasilkan perbedaan yang nyata pada interaksi antara spesies philodendron dengan perlakuan dosis iradiasi. Pada spesies philodendron terdapat perbedaan yang nyata hampir di semua peubah yang diamati, kecuali pada peubah tinggi tanaman 16 MSI (Minggu Setelah Iradiasi). Pada perlakuan dosis iradiasi sinar gamma juga menunjukkan adanya perbedaan yang nyata hampir di semua peubah yang diamati, kecuali pada peubah jumlah daun pada 2 MSI. Hal ini diduga karena kedua spesies memberikan respon yang berbeda terhadap perlakuan iradiasi.

(25)

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Peubah Kuantitatif Karakter Philodendron

Peubah Spesies Dosis Iradiasi Spesies*Dosis Tinggi Tanaman 2 MSI ** * * 4 MSI ** ** * 6 MSI ** * ** 8 MSI ** ** ** 10 MSI ** ** ** 12 MSI ** ** ** 14 MSI ** ** ** 16 MSI tn ** ** 18 MSI ** ** ** Panjang Daun 2 MSI ** ** ** 4 MSI ** ** ** 6 MSI ** ** ** 8 MSI ** * ** 10 MSI ** * ** 12 MSI ** ** ** 14 MSI ** ** ** 16 MSI ** ** ** 18 MSI ** ** ** Lebar Daun 2 MSI ** ** ** 4 MSI ** ** ** 6 MSI ** * ** 8 MSI ** ** ** 10 MSI ** ** ** 12 MSI ** ** ** 14 MSI ** ** ** 16 MSI ** ** ** 18 MSI ** ** ** Jumlah Daun 2 MSI ** tn ** 4 MSI ** * ** 6 MSI ** * ** 8 MSI ** ** ** 10 MSI ** ** ** 12 MSI ** ** ** 14 MSI ** ** ** 16 MSI ** ** ** 18 MSI ** ** **

(26)

Minggu Setelah Iradiasi (MSI), data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

Pengaruh dosis yang nyata menunjukkan bahwa respon tanaman berbeda menurut tingkat dosis yang diberikan. Tanaman yang diberikan dosis tinggi akan menunjukkan respon yang berbeda dengan tanaman yang diberikan dosis rendah. Semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar menunjukkan perbedaan dengan kontrol.

Persentase Tanaman Hidup

Pada pengamatan persentase tanaman yang mati selama satu bulan

pertama setelah iradiasi, tidak ditemukan adanya tanaman yang mati pada kedua spesies yang diamati, dengan kata lain semua tanaman 100% hidup. Tanaman baru menunjukkan gejala kematian pada 8 MSI yaitu pada P. xanadu (V2), sedangkan pada P. bipinnatifidum cv crocodile teeth (V1) baru menunjukkan adanya kematian pada 14 MSI.

Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma pada P. xanadu (V2) dengan dosis 20 Gy dan 40 Gy dapat mengurangi kemampuan

tanaman untuk hidup. Persentase tanaman hidup pada P. xanadu (V2) ini dengan perlakuan dosis 20 Gy dan 40 Gy hanya mencapai 22.22% . Hal ini diduga disebabkan oleh radiosensitivitas dari P. xanadu (V2) yang cukup tinggi.

Broerjes dan Van Harten (1988) mengemukakan bahwa radiosensitivitas bervariasi antar spesies tanaman. Perbedaan dalam radiosensitivitas antar spesies bahkan di antara kultivar ataupun galur-galur pemuliaan secara langsung berkaitan dengan genetiknya. Menurut Sparrow et al. (1961) serta Grosch dan Hopwood (1979) radiosensitivitas suatu spesies tanaman tergantung pada isi inti sel (semakin banyak kandungan DNA, semakin sensitif tanaman), jumlah kromosom (semakin sedikit jumlah kromosom, semakin sensitif tanaman), tingkat ploidi (semakin tinggi tingkat ploidi, semakin rendah sensitivitasnya). Selain faktor genetik (internal) tersebut, kondisi iklim dan lingkungan yang berbeda pada sebelum dan sesudah perlakuan juga ikut berpengaruh. Van Harten (1998) menyatakan bahwa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap radiosensitivitas antara lain oksigen, kandungan air, kondisi dan lama penyimpanan setelah perlakuan iradiasi serta temperatur.

(27)

(a)

(b)

Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Tanaman Hidup Kedua Spesies Philodendron terhadap Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma pada 18 MSI (a dan b).

Dari grafik di atas, pada 18 MSI P. bipinnatifidum cv crocodile teeth (V1) memiliki persentase hidup yang paling tinggi dibandingkan dengan P. xanadu (V2). Hal ini berarti bahwa P. bipinnatifidum cv crocodile teeth (V1) memiliki radiosensitivitas (tingkat kepekaan) yang paling rendah terhadap iradiasi sinar gamma jika dibandingkan dengan P. xanadu (V2).

Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), dosis yang diberikan tergantung dari radiosensitivitas dari masing-masing spesies secara umum dan bagian tanaman yang digunakan serta fase pertumbuhan tanaman pada khususnya. Bagian tanaman yang masih harus menghasilkan tunas dan akar baru (stek belum berakar, potongan daun segar, dan sebagainya) lebih sensitif daripada bagian tanaman yang sudah berakar dan bertunas. Menurut Soedjono (2003) dosis

(28)

iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung jenis tanaman, fase pertumbuhan, ukuran, kekerasan dan bahan yang akan dimutasi.

Hasil penelitian wulandari (2001) pada tanaman krisan menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman hidup dibandingkan kontrol. Dosis 20 Gy dan 30 Gy berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda pengaruh antar kedua perlakuan, dengan persentase tanaman hidup terendah didapat pada perlakuan dosis 40 Gy. Demikian juga dengan hasil penelitian Hapsari (2004) pada tanaman melati, terdapat kombinasi yang sangat nyata antara dosis iradiasi sinar gamma dan spesies melati terhadap persentase tanaman hidup. Perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis 50 Gy dan 55 Gy mengurangi kemampuan tanaman untuk hidup pada semua spesies melati yang digunakan.

Tinggi Tanaman

Kedua spesies philodendron berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman (Tabel 2). Dari awal pengamatan sampai dengan 14 MSI, P. xanadu memiliki rataan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth, tetapi pada 18 MSI P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth memiliki rataan tinggi tanaman yang lebih tinggi daripada P. xanadu.

Tabel 2. Rata-Rata Tinggi Tanaman pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji

Spesies Tinggi Tanaman (Cm)

2 MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 18 MSI V1 1.58b 1.64b 1.69b \1.72b 1.74b 1.79b 1.84b 1.90a

V2 2.06a 2.13a 2.16a 2.18a 2.13a 2.09a 2.04a 1.71b

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

Dari Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan dosis iradiasi sinar gamma menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap rata-rata tinggi tanaman. Dari awal pengamatan sampai dengan 10 MSI, dosis iradiasi 60 Gy memiliki rataan tinggi tanaman tertinggi, namun setelah 10 MSI tinggi tanaman mengalami penurunan. Pada 12 MSI tanaman tertinggi berada pada dosis iradiasi 10 Gy, tetapi setelah 16 MSI rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada kontrol dan tidak berbeda nyata dengan dosis iradiasi 10 Gy. Seluruh nilai rata-rata tinggi

(29)

tanaman sepuluh perlakuan iradiasi sinar gamma berada di bawah nilai rata-rata kontrol. Dengan kata lain, pertumbuhan tinggi tanaman philodendron yang diradiasi lebih lambat dari pertumbuhan tinggi tanaman kontrol. Semakin tinggi dosis iradiasi maka tinggi tanaman semakin berkurang kecuali pada dosis 10 Gy yang justru menginduksi pertambahan tinggi tanaman (Gambar 4).

Tabel 3. Pengaruh Dosis Iradiasi terhadap Peubah Tinggi Tanaman.

Dosis Tinggi Tanaman (cm)

(Gray) 2MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI 0 1.89ab 1.93ab 1.96abc 1.97abc 1. 96ab 2.05ab 2.32a 2.50a 2.62a 10 1.83abc 1.93ab 1.98ab 2.01ab 2.02ab 2.11a 2.23ab 2.46a 2.55a 20 1.81abc 1.89abcd 1.94abcd 1.98abc 1.99ab 2.00abc 1.95c 1.46d 1.56bc 30 1.81abc 1.89abcd 1.93abcd 1.96abc 1.94ab 1.95abc 1.79cd 1.74bcd 1.71bc 40 1.83abc 1.88abcd 1.92abcd 1.95abc 1.91ab 1.79c 1.67d 1.60cd 1.42c 50 1.78bc 1.84bcd 1.89bcd 1.91bc 1.91ab 1.87bc 1.80cd 1.74bcd 1.68bc 60 1.92a 1.99a 2.02a 2.05a 2.06a 2.08ab 2.04bc 1.74bcd 1.53bc 70 1.73c 1.79d 1.84d 1.87cd 1.89b 1.93abc 1.95c 1.89bc 1.79bc 80 1.74c 1.81cd 1.85cd 1.78d 1.70c 1.59d 1.59d 1.60cd 1.52bc 90 1.85abc 1.89abcd 1.94abcd 1.97abc 1.98ab 2.02ab 2.04bc 2.04b 1.77bc 100 1.87ab 1.92abc 1.96abcd 1.99abc 1.99ab 2.01ab 2.03bd 1.98b 1.86b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5)

(a)

(b)

(30)

Iradiasi Sinar Gamma pada Dua Spesies Philodendron, (a) P.

bipinnatifidum cv crocodile teeth (V1), (b) P. xanadu (V2).

Hasil Penelitian Aryani (1990) dan Sukartini (1992) mengemukakan bahwa menurunnya tinggi tanaman dengan meningkatnya dosis iradiasi pada subang gladiol disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan sel-sel maristem pucuk akibat energi radiasi yang tinggi. Namun selain penghambatan tinggi tanaman, iradiasi sinar gamma pada dosis tertentu mampu merangsang pertumbuhan tinggi tanaman. Perlakuan iradiasi sinar gamma dosis 10 Gy pada tanaman gladiol secara nyata merangsang pertumbuhan tinggi tanaman.

Terhambatnya pertumbuhan tinggi tanaman philodendron diduga karena adanya penghambatan aktivitas hormon pertumbuhan tanaman. Perlakuan Iradiasi dapat mempengaruhi aktivitas hormon tumbuh tanaman, antara lain hormon auksin (Levitt, 1980). Penghambatan pertumbuhan suatu tanaman tidak selalu berarti negatif karena dapat menimbulkan keragaman baru bagi tanaman tersebut dalam hal ukuran tanaman, yaitu didapatnya ukuran tanaman yang lebih kecil (kerdil). Grosch dan Hopwood (1979) juga menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan pengkerdilan tanaman karena dapat menghambat aktivitas pembelahan dan perpanjangan sel-sel meristem, termasuk sel-sel meristem pucuk tanaman.

Ukuran Daun

Kedua spesies philodendron menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap peubah ukuran daun, baik itu panjang daun maupun lebar daun. Dari awal (2 MSI) sampai dengan akhir pengamatan (18 MSI), P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth (V1) memiliki rata-rata daun terpanjang dan daun terlebar.

Tabel 4. Rata-rata Panjang Daun pada Kedua spesies Philodendron yang Diuji.

Spesies Panjang Daun (Cm)

2 MSI 4 MSI 6MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI

V1 2.74a 2.77a 2.79a 2.79a 2.80a 2.80a 2.83a 2.88a 2.89a V2 1.67b 1.69b 1.72b 1.74b 1.74b 1.71b 1.66b 1.56b 1.47b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

(31)

Tabel 5. Rata-rata Lebar Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji.

spesies Lebar Daun (Cm)

2 MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI V1 1.54a 1.56a 1.57a 1.57a 1.58a 1.59a 1.60a 1.62a 1.63a V2 1.46b 1.49b 1.49b 1.49b 1.49b 1.45b 1.41b 1.32b 1.24b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

Tabel 6. Pengaruh Dosis Iradiasi Terhadap Peubah Panjang Daun.

Dosis Panjang Daun (Cm)

(Gray) 2MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI 0 1.95c 1.99c 2.02c 2.09c 2.22ab 2.33a 2.60a 2.79a 2.90a 10 2.25ab 2.29ab 2.30ab 2.32a 2.34a 2.37a 2.56a 2.85a 3.02a 20 2.16b 2.19ab 2.22ab 2.22abc 2.23ab 2.22a 2.12cde 1.83d 1.82c 30 2.23ab 2.26ab 2.28ab 2.28ab 2.28a 2.26a 2.00e 1.98cd 1.97bc 40 2.24ab 2.24ab 2.26ab 2.28ab 2.26a 2.17ab 2.06de 2.01bcd 1.89bc 50 2.28ab 2.30ab 2.33a 2.34a 2.33a 2.28a 2.22cde 2.17bc 2.12bc 60 2.29a 2.32a 2.34a 2.35a 2.35a 2.35a 2.32bcd 2.11bcd 2.03bc 70 2.18ab 2.20ab 2.22ab 2.24ab 2.23ab 2.23a 2.23cde 2.17bc 2.10bc 80 2.15b 2.17b 2.19b 2.15bc 2.08b 2.02b 2.03e 2.00bcd 1.94bc 90 2.18ab 2.22ab 2.22ab 2.24ab 2.23ab 2.24a 2.21cde 2.20bc 2.01bc 100 2.27ab 2.31a 2.33a 2.35a 2.34a 2.35a 2.35abc 2.30b 2.20b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

Tabel 7. Pengaruh Dosis Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Peubah Lebar Daun

Dosi

s Lebar Daun (Cm)

(Gray

) 2MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI 0 1.38c 1.42b 1.44c 1.48bc 1.53a 1.56a 1.71a 1.79a 1.87a 10 1.53ab 1.56a 1.56ab 1.58a 1.58a 1.60a 1.71a 1.81a 1.85a 20 1.46b 1.50a 1.50bc 1.50abc 1.51a 1.51ab 1.47bcd 1.22e 1.23c 30 1.50ab 1.52a 1.53ab 1.54abc 1.54a 1.54ab 1.38cd 1.36bcde 1.37bc 40 1.49ab 1.51a 1.52ab 1.51abc 1.50a 1.42bc 1.35d 1.31de 1.23c 50 1.53ab a 1.56 1.57ab 1.57a 1.56a 1.52ab 1.47bcd 1.42bcd 1.39bc 60 1.56a a 1.57 1.58a 1.57a 1.58a 1.57a 1.54bc 1.39bcde 1.32bc 70 1.49ab a 1.51 1.53ab 1.53abc 1.53a 1.52ab 1.50bcd 1.47bcd 1.41bc

(32)

80 1.48b a 1.50 1.50bc 1.47c 1.40b 1.34c 1.35d 1.35cde 1.29bc 90

1.53a

b 1.54a

1.55a

b 1.56ab 1.56a 1.55a 1.55b 1.54b 1.39bc 100 1.53ab 1.56a 1.57ab 1.57a 1.57a 1.57a 1.56b 1.52bc 1.46b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada klom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata

menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

(a)

(b)

Gambar 5. Perbandingan Ukuran Daun Tanaman Kontrol Terhadap 10 Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma, (a) P. bipinnatividum cv. crocodile teeth (V1) dan (b) P. xanadu (V2).

Pada Tabel 6 terlihat bahwa mulai dari awal (2 MSI) sampai dengan 10 MSI rata-rata panjang daun terpanjang terdapat pada dosis iradiasi 60 Gy. Pada 12 MSI semua perlakuan dosis iradiasi tidak berbeda nyata terhadap peubah panjang daun, kecuali pada dosis iradiasi 40 Gy dan 80 Gy. Setelah 14 MSI, faktor dosis menunjukkan bahwa panjang daun antar sepuluh perlakuan dosis iradiasi memiliki

(33)

rata-rata yang berbeda nyata dengan kontrol, kecuali pada dosis 10 Gy. Pada Tabel 7 juga terlihat bahwa pada 14 MSI lebar daun antar sepuluh perlakuan dosis iradiasi memiliki rata-rata yang berbeda nyata terhadap kontrol, kecuali pada dosis 10 Gy. Seluruh nilai rata-rata panjang dan lebar daun pada perlakuan dosis kecuali dosis 10 Gy berada di bawah nilai rata-rata kontrol, sedangkan pada dosis 10 Gy ukuran daun tidak berbeda nyata dengan kontrol. Dengan kata lain, dosis 10 Gy tidak mempengaruhi ukuran daun, sedangkan di atas dosis 10 Gy pertumbuhan ukuran daun yang diiradiasi lebih lambat dari pada kontrol (Gambar 5).

Jumlah Daun

Kedua spesies philodendron menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun. Dari awal (2 MSI) sampai dengan akhir pengamatan (18 MSI), P.

bipinnatifidum cv. crocodile teeth (V1) memiliki rata-rata jumlah daun terbanyak

dibandingkan P. xanadu (V2). Hal ini menunjukkan bahwa P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth memiliki kemampuan membentuk daun yan lebih baik daripada P.

xanadu.

Tabel 8. Rata-rata Jumlah Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji.

Spesies Jumlah Daun

2 MSI 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 6 MSI 1 18 MSI V1 2.63a 2.63a 2.59a

2.53 a 2.49a 2.49 a 2.35 a 2.34a 2.37a V2 2.48b 2.40b 2.35b 2.29 b 2.22b 2.22 b 2.07 b 1.90b 1.77b

Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √x + 0.5.

Tabei 9. Pengaruh Dosis Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Peubah Jumlah Daun

Dosis Jumlah Daun

(Gray) 4 MSI 6 MSI 8 MSI 10 MSI 12 MSI 14 MSI 16 MSI 18 MSI 0 2.55abcd 2.61a 2.67a 2.83a 2.83a 3.11a 3.31a 3.35a 10 2.60abc 2.56ab 2.59ab 2.71a 2.71a 3.33a 3.51a 3.70a 20 2.48abcd 2.39b 2.36cd 2.30bc 2.30bc 2.17bc 1.74bc 1.92b 30 2.50abcd 2.43ab 2.36cd 2.25bc 2.25bc 1.60d 1.54c 1.55b 40 2.43bcd 2.40b 2.31cd 2.19bc 2.19bc 1.83cd 1.75bc 1.60b 50 2.63ab 2.53ab 2.42bcd 2.30bc 2.30bc 1.99bc 1.84bc 1.75b 60 2.55abcd 2.54ab 2.45abcd 2.35bc 2.35bc 2.10bc 1.92bc 1.76b 70 2.40cd 2.36b 2.26d 2.14c 2.14c 2.00bc 1.86bc 1.75b 80 2.37d 2.38b 2.28d 2.18bc 2.18bc 1.93bcd 1.90bc 1.78b

(34)

90 2.47abcd 2.37b 2.30cd 2.27bc 2.27bc 2.11bc 1.98b 1.80b 100 2.69a 2.62a 2.54abc 2.39b 2.39b 2.23b 2.07b 1.95b Ket : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi √(x + 0.5).

Pada 10 MSI, dosis iradiasi 10 Gy tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata terhadap kontrol, namun berbeda nyata dengan perlakuan dosis iradiasi yang lebih tinggi dimana nilai rata-rata jumlah daun berada di bawah kontrol. Setelah 14 MSI jumlah daun terbanyak terdapat pada dosis iradiasi 10 Gy. Dengan kata lain dosis 10 Gy tidak menghambat pertumbuhan jumlah daun, sedangkan perlakuan dosis di atas 10 Gy dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun (Tabel 9).

Hasil penelitian Sukartini (1992) menunjukkan bahwa jumlah daun yang tumbuh pada tanaman subang gladiol menurun sesuai dengan meningkatnya dosis iradiasi yang diberikan. Penghambatan pertumbuhan ini dikarenakan adanya kerusakan di dalam sel/jaringan yang disebabkan oleh energi radiasi yang tinggi. Demikian juga pada penelitian Hapsari (2004) perlakuan dosis iradiasi sinar gamma yang semakin tinggi secara nyata dapat menghambat pertumbuhan jumlah daun pada tanaman melati. Namun penelitian Wulandari (2001) pada tanaman krisan menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun yang dihasilkan. Dosis iradiasi 20 Gy cenderung menurunkan jumlah daun krisan tetapi pada dosis 10 Gy, jumlah daunnya lebih banyak dibandingkan kontrol.

Keragaan Daun

Iradiasi sinar gamma meningkatkan keragaan daun tanaman philodendron.

Setiap spesies philodendron memberikan tanggap yang berbeda-beda terhadap dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan. Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth yang diberi perlakuan dosis 10 Gy menyebabkan terjadinya malformasi bentuk daun dan semburat putih pada daun (Gambar 7a) pada 8 MSI sebanyak 4 tanaman (44.4%). Warna daunnya juga mulai menunjukkan adanya perbedaan dengan kontrol (Green) menjadi hijau tua (Dark Green). Semburat putih yang terjadi pada 8 MSI tersebut lama kelamaan mulai berkurang dan pada akhir

(35)

pengamatan (18 MSI) kembali tumbuh menjadi normal. Hal ini yang disebut dengan peristiwa diplontic selection (Gambar 6).

Pada situasi diplontic selection, jika sel-sel mutan kalah bersaing dengan sel-sel normal di sekelilingnya, maka pada perkembangan selanjutnya jaringan tanaman akan kembali tumbuh normal. Begitu juga sebaliknya, jika sel-sel mutan yang justru dapat ‘mengalahkan’ sel-sel normal, maka pertumbuhan selanjutnya tanaman akan tumbuh menjadi mutan, sampai pada generasi berikutnya (Aisyah, 2006 ; IAEA, 1977).

Kembalinya karakter mutan menjadi karakter tanaman tetua setelah perlakuan mutagenik, menjadi masalah utama dalam pemuliaan mutasi pada organ somatik. Hal ini terjadi akibat banyaknya sel maristematik pada jaringan yang diradiasi sehingga membuat sel-sel berkompetisi. Pada saat sejumlah mutan telah didapatkan, maka seleksi harus dilakukan pada generasi yang tepat, dimana mutan-mutan yang dihasilkan dari generasi tersebut sudah stabil dan tidak mengalami perubahan lagi akibat fenomena diplontic selection (Aisyah, 2006).

Pada P. xanadu dosis 10 Gy juga menyebabkan terjadinya malformasi bentuk daun, daun menjadi tebal, tegak dan roset (menggumpal) serta mengeriting pada 8 MSI (Gambar 7b) sebanyak 5 tanaman (55.5%). Sampai akhir pengamatan tanaman tetap mengalami malformasi, roset dan mengeriting. Hal ini disebabkan karena sel mutan tetap terekspresi sampai dengan akhir pengamatan, sehinga tanaman ini potensial untuk diteliti lebih lanjut untuk melihat apakah sel mutan tersebut tetap terekspresi sampai generasi berikutnya.

(a) (b)

Gambar 6. Fenomena Diplontic Selection pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth pada Dosis 10 Gy. (a) Gambar Tanaman Kontol (V1D0) dan Dosis 10 Gy (V1D1) pada 12 MSI, (b) Gambar Tanaman Dosis 10 Gy (V1D1) pada 18 MSI.

(36)

Gambar 7. Keragaman Daun Dua Spesies Philodendron pada Dosis 10 Gy (a) P. bipinnatifidum cv crocodile teeth (V1) dan (b) P. xanadu (V2)

Malformasi bentuk daun yang terjadi disebabkan oleh penginduksian sinar gamma yang merusak atau mengganggu siklus perkembangan sel sehingga perkembangan sel pada tanaman menjadi tidak seimbang dan menyebabkan kelainan-kelainan pada bentuk daun (Grosch dan Hopwood, 1979). Nybom (1970) dan Grosch dan Hopwood (1979) juga mengemukakan bahwa tanaman yang diiradiasi kebanyakan memunculkan keanehan pada daun (leaf anomalies) yang meliputi pengkerdilan, penebalan, perubahan bentuk dan struktur, pengkerutan, pelekukan abnormal, pengeritingan tepi daun, penyatuan daun dan terjadi mosaik daun (perubahan warna daun).

Perlakuan dosis di atas 10 Gy pada P. bipinnatifidum cv crocodile teeth menyebabkan terjadinya perubahan warna daun menjadi kemerahan. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin merah merata warna daunnya dan semakin berbeda dengan kontrol. Bentuk daunnya juga berbeda dengan kontrol, daunnya menjadi tidak bergerigi dan ukuran daunnya juga menjadi lebih kecil (Gambar 5). Pada dosis 40 Gy sampai dengan 100 Gy semua tanaman mengalami perubahan warna dengan frekuensi mutan yaitu 100% (Tabel 10).

Perlakuan dosis di atas 10 Gy pada P. xanadu juga menyebabkan terjadinya perubahan warna dan bentuk daun. Warna daun menjadi kekuningan dan bentuk daun menjadi bulat hati dan lebih kecil dari kontrol (Gambar 5). Semakin tinggi dosis yang diberikan semakin kuning merata warna daun dan semakin berbeda dengan kontrol. Jumlah frekuensi mutan yang timbul pada P.

xanadu lebih rendah jika dibandingkan dengan P. bipinnatifidum cv. crocodile

(37)

tanaman hidup P. xanadu lebih kecil jika dibandingkan P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth. Frekuensi mutan tertinggi pada P. xanadu hanya mencapai 77.78% yaitu pada dosis 70 Gy. Jika dilihat dari pengamatan langsung, banyaknya tanaman yang mati pada P. xanadu yang diradiasi ini disebabkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar tanaman akibat mutasi sehingga akar tanaman tidak berkembang sempurna dan penyerapan unsur harapun menjadi terhambat. Tabel 10. Frekuensi Mutan dan Warna Daun Dua Spesies Philodendron pada Beberapa Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma

Dosis P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth P. xanadu Gra y (Gy) Frekuens i

Mutan Warna Daun (RHCC) Frekuensi Mutan Warna Daun (RHCC) 0 0 RHS 137C (Green) 0 RHS 137A (Dark Green) 10 44.40%

RHS 137A (Dark

Green) 55.50% RHS 137A (Dark Green)

20 55.50% RHS 137C (Green) 22.20% RHS 153C (Brown Green) 30 77.70% RHS 31D (Orange Red) 66.67% RHS 153C (Brown Green) 40 100% RHS 31D (Orange Red) 44.40% RHS 12A (Yellow) 50 100% RHS 31D (Orange Red) 55.50% RHS 12A (Yellow) 60 100% RHS 39A (Red Pink) 33.30% RHS 153C (Brown Green) 70 100% RHS 37A (Orange Red) 77.78% RHS 153C (Brown Green) 80 100% RHS 37A (Orange Red) 33.30% RHS 15D (Light Yellow) 90 100% RHS 37A (Orange Red) 66.67% RHS 15D (Light Yellow) 100 100% RHS 37A (Orange Red) 66.67% RHS 20A (Light Yellow)

Sampai dengan akhir pengamatan, perubahan warna daun pada dosis di atas 10 Gy masih tetap bisa diamati. Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth daun tetap berwarna kemerahan, dimana semakin tinggi dosis yang diberikan warna semakin menyebar merata. Pada dosis 60 dan 70 Gy warna merah hanya menyebar dibagian pinggir daun, sementara bagian tengah daun tetap hijau. Hal ini memberikan keunikan tersendiri terhadap keragaan dari tanaman P.

bipnnatifidum cv. crocodile teeth, sehingga potensial untuk diteliti lebih lanjut

untuk melihat apakah perubahan tersebut stabil pada generasi berikutnya (Gambar 8). Pada perlakuan dosis 80, 90 dan 100 Gy pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth menyebabkan terjadinya penyebaran warna merah yang merata pada daun. Warna merah ini tetap bisa teramati sampai dengan akhir pengamatan (18 MSI)

(38)

karena sel mutan tetap terekspresi sampai dengan akhir pengamatan. Hal ini juga memberikan keunikan tersendiri bagi keragaan tanaman P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth, sehingga potensial untuk diteliti lebih lanjut untuk melihat kestabilan dari perubahan warna daun tersebut (Gambar 9).

Pengamatan pada P. xanadu di atas dosis 10 Gy yang menyebabkan terjadinya perubahan warna daun menjadi kekuningan juga dapat diamati sampai akhir pengamatan (18 MSI). Hal ini disebabkan karena pada kompetisi antara sel normal dan sel mutan, sel normal kalah bersaing dengan sel mutan sehingga menyebabkan terekspresinya sel mutan sampai dengan akhir pengamatan (Gambar 10). Tetapi P. xanadu dosis di atas 10 Gy ini kurang potensial untuk dikembangkan karena pada perlakuan ini pertumbuhan akar tanaman terhambat sehingga akar tidak berkembang sempurna dan menyebabkan penyerapan unsur hara juga menjadi terhambat.

Perubahan warna daun yang teramati kemungkinan terjadi karena adanya mutasi yang menyebabkan adanya penyimpangan atau gangguan fisiologi dalam sintesis klorofil pada sel-sel jaringan palisade dan bunga karang mesofil sehingga muncul gejala yan menyerupai defisiensi klorofil pada daun (Wulandari, 2001). Defisiensi klorofil umumnya berkaitan dengan kerusakan bentuk tilakoid. Tanaman dengan defisiensi korofil umumnya mempunyai tilokoid yang normal dalam jumlah kecil (Koh dan Davies, 2001).

Datta (1990) menyatakan bahwa mutasi somatik dapat dideteksi pada generasi pertama dan selanjutnya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk menjaga sucker dan stek dari semua tanaman normal dengan tujuan agar dapat mendeteksi adanya mutasi somatik pada generasi selanjutnya. Kemungkinan untuk mendapatkan mutan solid atau mutasi sektoral yang lebih lebar pada generasi vegetatif selanjutnya lebih besar kemungkinannya. Soedjono (2003) menyebutkan bahwa secara langsung setelah peristiwa mutasi induksi akan terjadi bentuk khimera yang solid pada sel, jaringan atau organ. Seringkali penampakan akibat mutasi baru muncul setelah generasi selanjutnya, yakni pada MV2 atau kelanjutannya.

(39)

(a) (b)

Gambar 8. Sel Mutan yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir Pengamatan (18 MSI) pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth Dosis Iradiasi 70 Gy, (a) Tanaman Kontrol (V1D0) dan Dosis 70 Gy(V1D7) pada 12 MSI; (b) Tanaman Dosis 70 Gy pada 18 MSI

(a) (b)

Gambar 9. Sel Mutan Yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir

Pengamatan (18 MSI) pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth Dosis 100 Gy. (a) Tanaman Kontrol (V1D0) dan Tanaman Dosis 100 Gy (V1D10) pada 12 MSI: (b) Tanaman Dosis 100 Gy pada 18 MSI.

(a) (b)

Gambar 10. Sel Mutan yang Tetap Terekspresi sampai dengan Akhir Pengamatan (18 MSI) pada P. xanadu Dosis 40 Gy. (a). Tanaman Kontrol (V2D0) dan Tanaman Dosis 40 Gy (V2D4) pada 12 MSI; (b) Tanaman Dosis 40 Gy (V2D4) pada 18 MSI.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Setiap spesies philodendron memberikan respon yang berbeda terhadap dosis iradiasi yang diberikan. Iradiasi sinar gamma cenderung menurunkan persentase tanaman hidup, menghambat pertumbuhan tinggi tanaman, menurunkan jumlah daun dan ukuran daun (panjang dan lebar daun).

Persentase tanaman hidup pada spesies P. xanadu lebih rendah jika dibandingkan P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth. Persentase tanaman hidup pada P. xanadu (V2) dengan perlakuan dosis 20 Gy dan 40 Gy hanya mencapai 22.22%.

Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth dosis 10 Gy secara nyata mampu menginduksi pertambahan tinggi tanaman, ukuran daun dan jumlah daun. Pada semua peubah yang diamati, semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan semakin terhambat pertumbuhan tanaman dan semakin berbeda terhadap kontrol (0 Gy) kecuali pada dosis 10 Gy yang justru menginduksi pertambahan hampir pada semua peubah yang diamati.

Secara kualitatif radiasi sinar gamma mampu mengubah keragaan dari kedua spesies philodendron yang diuji. Semakin tinggi dosis yang diberikan, semakin mengubah warna dan bentuk daun dari kedua spesies philodendron yang diuji. Pada P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth terjadi perubahan warna daun yang semula hijau menjadi kemerahan dan bentuk daun menjadi tidak bergerigi. Pada P. xanadu terjadi perubahan warna daun yang semula hijau menjadi berwarna kekuningan dan bentuk daunnya menjadi membulat (bulat hati).

Frekuensi mutan yang dihasilkan P. bipinnatifidum cv. crocodile teeth lebih besar dibandingkan pada P. xanadu, yaitu mencapai 100% pada dosis iradiasi 40-100 Gy.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada generasi M1 kedua spesies philodendron tersebut, untuk melihat kestabilan dari mutan yang dihasilkan. Pada generasi kedua dan selanjutnya perlu dilakukan seleksi terhadap tanaman-tanaman mutan yang dihasilkan. Seleksi dapat diarahkan untuk mendapatkan spesies philodendron dengan fenotipe yang diinginkan.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S.I. 2006. Mutasi Induksi Fisik dan Pengujian Stabilitas Mutan yang Diperbanyak secara Vegetatif pada Anyelir (Dianthus caryophyllus Linn.). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. 191 Hal.

Aryani, F. 1990. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Hasil dan Keragaman Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Broettjes, C. and A.M.V. Harten. 1988. Application of Mutation Breeding Methods in The Improvement of Vegetatively Propagated Crops. Elsevier. Amsterdam. 316p.

Datta, S. K. 1991. Role of mutation breding in floriculture. Plant Mutation Breeding for Crop Improvement 1: 273-281.

Grosch,D.S. and L. E. Hopwood. 1979. Biological Effects of Radiation. 2nd Ed. Academic Press. New York. 338p.

Hapsari, L. 2004. Induksi Mutasi Pada Melati (Jasminum spp.) Melalui Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

http://id.wikipedia.org/wiki/philo, 6 September 2007.

http://id.wikipedia.org/wiki/sinargamma, 15 September 2007.

IAEA (International Atomic Energy Agency). 1977. Manual on Mutation Breeding, 2nd edition. Tech. Report Series No. 119. Joint FAO/IAEA. Vienna: Div. of Atomic Energy in Food and Agriculture. 286 p.

Kusumo, D., P. D. Tjondronegoro., I. Mariska dan Hendratno. 1990. Pengaruh Iradiasi Gamma pada Kultur in Vitro Krisan (Chrysanthemum moryfolium

RAM). Hal 793-800. dalam Risalah Simposium IV PAIR- BATAN. Jakarta.

Koh, Y. C. and F.T. Davies. 2001. Mutagenesis and in vitro culture of Tillandsia

fasciculata Swartz var fasciculata (Bromeliaceae). Scientia Horticulture 87:

225-240.

Levitt, J. 1980. Respon of Plant to Environmental Stresses : Water, Radiation, Salt and Other Stresses. Volume II Academic Press, New York. 607p.

Lingga, L. 2007. Philodendron. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 94 hal.

Micke, A and B. Donini. 1993. Induced Mutations, p.52-62. In M.D. Hayward,. N.D. Bosemark, and I. Romagosa. Plant Breeding : Principles and Prospects. Chapman and Hall. London.

(42)

Nasir, M. 2002. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Direktorat Jenderal perlindungan Tanaman. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 296 hal.

Nybom, N. 1970. Mutation breeding of vegetatively propagated plants. Manual of Mutation Breeding. Technical Reports Series 119: 141-147.

Prasetyorini.1991.Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Jenis Eksplan Terhadap Keragaman Somaklonal pada Tanaman Gerbera (Gebera jamesoii Bolus ex Hook). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pratiwi, P. 1995. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Iradiasi Somaklonal

Tanaman stevia (Stevia rebaudiana). Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Puspodarsono, S. 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. PAU. IPB. Bogor. 169 hal.

Siong, Y.K dan NS. Budiana. 2007. Philodendron ; Tanaman Hias Daun yang Menawan. Cetakan ke-3. Penebar Swadaya. Jakarta. 84 hal.

Soedjono, S. 2003. Aplikasi Mutasi Induksi dan Variasi Somaklonal dalam Pemuliaan Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. 22(2): 71-78.

Sparrow, A. G. 1961. Types of ionizing radiation and their cytogenetic effect, p.55-1005. In Symposium on Mutation and Plant Breeding. Nasional Academy Sciences- National Research Council. Washington, D.C.

Sukartini, T. 1992. Pengaruh Radiasi Corm dengan Sinar Gamma terhadap Keragaman Pertumbuhan dan Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus cv. Queen Occer). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor

Syas,Y. 1995. Teknik Iradiasi pada Tanaman Hias. Album Tanaman Hias Trubus. Edisi 29: 38-42.

Van Harten, A. M. 1982. Mutation Breeding in Vegetatively Propagated Crops with Emphasis on Contributions from The Netherlands. In Induced Variability in Plant Breeding. International Symposium of The Section Mutation and Polyploidy of The European Association for Research of Plant Breeding. Centre for Agriculturan Publishing and Docuentation, Wegeningen. Netherlands.

Van Harten, A.M. 1998. Mutation Breeding, Theory and Practical Aplications. Cambridge University Press. Cabridge. 353 hal.

Welsh dan Mogea. 1981. Dasar-Dasar Genetika Tanaman dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga. Jakarta.

(43)

Wulandari, A. 2001. Induksi Mutasi Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Melalui Iradiasi Stek Pucuk. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

www.agriculturesupercamp.com, 6 September 2007.

www.batan.go.id/patir/pert/pemuliaan, 6 April 2007.

(44)

Gambar

Gambar 2.Salah Satu Hama dan Gejala Serangan; (a) Hama Keong yang      Menyerang Pertanaman, (b) Tanaman yang Terserang Hama Keong
Gambar 3. Grafik Perbandingan Persentase Tanaman Hidup Kedua Spesies        Philodendron terhadap Perlakuan Dosis Iradiasi Sinar Gamma pada         18 MSI (a dan b)
Tabel 3. Pengaruh Dosis Iradiasi terhadap Peubah Tinggi Tanaman.
Tabel 5. Rata-rata Lebar Daun pada Kedua Spesies Philodendron yang Diuji.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman dengan dosis iradiasi 300 Gy memiliki nilai keragaman yang paling tinggi pada genotipe Ranti dan pada genotipe Kudamati 1 terjadi pada tanaman dengan dosis

Dari hasil penelitian Handayati (2006), aplikasi iradiasi sinar gamma pada biakan in vitro mawar mini, telah diperoleh tiga mutan yang memiliki warna dan atau bentuk bunga

Kepok usia 6 minggu dan 10 minggu (M1V1) (M1V2) (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa rerata jumlah tunas hasil iradiasi tidak berbeda nyata dengan kontrol (0 Gy) dan jumlah

Dewanti (2004) menyatakan bahwa perlakuan berbagai dosis iradiasi sinar gamma pada tanaman anyelir tidak menyebabkan perbedaan pada karakter vegetatif beberapa

Benih lada yang diberi perlakuan iradiasi meng- hasilkan 25 dan 50 Gy memiliki jumlah ruas yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (0 Gy), sedangkan fase benih

Perubahan morfologi berupa bentuk pangkal batang semu terjadi pada tanaman akibat iradiasi dosis 50 dan 60 Gy, perubahan warna sebagian permukaan daun dan terjadi

Dewanti (2004) menyatakan bahwa perlakuan berbagai dosis iradiasi sinar gamma pada tanaman anyelir tidak menyebabkan perbedaan pada karakter vegetatif beberapa

Kepok usia 6 minggu dan 10 minggu (M1V1) (M1V2) (Tabel 1 dan 2) menunjukkan bahwa rerata jumlah tunas hasil iradiasi tidak berbeda nyata dengan kontrol (0 Gy) dan jumlah