• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Keragaman Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Dengan Iradiasi Sinar Gamma Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Keragaman Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) Dengan Iradiasi Sinar Gamma Secara In Vitro"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI KERAGAMAN DUA VARIETAS KRISAN

(

Dendranthema grandiflora

Tzvelev) DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA SECARA

IN VITRO

SADEWI MAHARANI

A24060470

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

SADEWI MAHARANI. Induksi Keragaman Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro. (Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA).

Induksi mutasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Induksi mutasi melalui iradiasi sinar gamma yang dikombinasikan dengan kultur in vitro efektif untuk memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan pemuliaan konvensional (persilangan buatan). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev), meningkatkan keragaman genetik serta mendapatkan mutan krisan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pemuliaan krisan lebih lanjut.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Perlakuan iradiasi sinar gamma dilakukan di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilaksanakan di Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga November 2010.

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah dua varietas krisan, yaitu Puspita Nusantara dan Dewi Ratih. Faktor kedua adalah lima dosis iradiasi sinar gamma, yaitu 0 (kontrol), 20, 40, 60, dan 80 Gy. Sumber eksplan yang digunakan untuk iradiasi sinar gamma adalah tunas pucuk krisan berumur 1 minggu setelah tanam (MST).

(3)

Perlakuan iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata menghambat pertumbuhan tanaman krisan in vitro. Semakin tinggi dosis iradiasi yang diberikan, secara nyata semakin menghambat pertambahan tinggi tunas, pembentukan daun dan tunas pada kedua varietas, kecuali jumlah akar. Jumlah akar dipengaruhi oleh varietas krisan.

Jumlah kloroplas dipengaruhi oleh interaksi antara varietas dengan dosis iradiasi sinar gamma, sedangkan jumlah dan ukuran stomata berupa panjang dan lebar dipengaruhi oleh faktor tunggal dari varietas dan dosis iradiasi. Varietas Puspita Nusantara memiliki jumlah stomata yang lebih sedikit (13.96 stomata) dibandingkan dengan varietas Dewi Ratih (19.25 stomata), tetapi memiliki panjang (46.14 µm) dan lebar (32.98 µm) stomata yang lebih besar jika dibandingkan dengan varietas Dewi Ratih (37.60 dan 25.11 µm). Semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma maka ukuran panjang dan lebar stomata akan mengalami peningkatan.

Nilai LD50 planlet krisan varietas Dewi Ratih berada pada dosis 22.22 Gy,

sedangkan varietas Puspita Nusantara pada dosis 22.85 Gy. Berdasarkan keragaman fenotipik, dosis iradiasi sinar gamma 20 Gy pada kedua varietas krisan

(4)

grandiflora Tzvelev)

DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO

The Variation Induction of Two Varieties of Chrysanthemum (Dendranthema grandiflora Tzvelev)

with Gamma Irradiation by In Vitro

Sadewi Maharani1, Nurul Khumaida2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB

Abstract

The research aims were to study the effect of gamma irradiation doses on Chrysanthemum (Dendranthema grandiflora Tzvelev) and increasing the genetic diversit. The research were conducted at IPB Tissue Culture Laboratory, BATAN Laboratory, and IPB Micro Tehnique Laboratory, during February–November 2010. This research used completely randomized design with two factors. The first factor is varieties of Chrysanthemum, including Dewi Ratih and Puspita Nusantara. The second factor is five doses of gamma irradiation (0, 20, 40, 60, 80 Gy). The result showed that the interaction between varieties with doses of gamma irradiation affected growth of plants and the number of chloroplast in guard cell. The number and size (length and width) of stomata were influenced by a varieties and and irradiation dose as a single factor. Increasing doses of gamma irradiation could increase the length and width of stomata. LD50 of krisan planlets were obtained 22.22 Gy for Dewi Ratih and 22.85 Gy for Puspita Nusantara. The gamma radiation dose 20 Gy produced 13 potential mutant on Dewi Ratih and Puspita Nusantara varieties. Putative mutants characteristic showed small leaves and no serrated, reddish stems, stunted, rosette, and variegata leaves.

(5)

INDUKSI KERAGAMAN DUA VARIETAS KRISAN

(

Dendranthema grandiflora

Tzvelev) DENGAN IRADIASI SINAR

GAMMA SECARA

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

SADEWI MAHARANI

A24060470

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

Judul : INDUKSI KERAGAMAN DUA VARIETAS KRISAN (Dendranthema grandiflora Tzvelev) DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO

Nama : SADEWI MAHARANI

NIM : A24060470

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi NIP. 19650719 199512 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah pada 18 April 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Munandar dan Ibu Sri Yustiaty.

Riwayat pendidikan penulis dimulai tahun 1994 di SD Negeri Inpres Palu. Penulis melanjutkan sekolah di SD Kintelan II pada tahun 1999, Yogyakarta. Setelah lulus tahun 2000, penulis melanjutkan studi di SMP 1 Palu hingga tahun 2003. Penulis menyelesaikan studi di SMA 1 Palu pada tahun 2006.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Induksi Keragaman Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro”. Iradiasi sinar gamma terhadap dua varietas krisan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan keragaman genetik pada tanaman, khususnya tanaman hias. Variasi yang dihasilkan akibat iradiasi diharapkan akan menghasilkan mutan krisan yang unik dan berbeda dengan induknya sehingga akan memperkaya koleksi plasma nutfah tanaman hias.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi sebagai pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan penelitian, dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi dan Dr. Ir. Desta Wirnas, MSi sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

3. Dr. Dewi Sukma, SP. MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberi arahan dan bimbingan akademik.

4. Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI) atas bantuan penyediaan bahan penelitian berupa planlet krisan varietas Dewi Ratih dan Puspita Nusantara. 5. Staf Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman dan Mikro Teknik Departemen

Agronomi dan Hortikultura atas bantuan dan kerja samanya.

6. Kedua orang tua yang selalu memberikan semangat kepada penulis dan semua keluarga yang telah memberikan bantuan dorongan yang tulus.

7. Kukuh Roxa, Megaria, Ester Yentina, Eka Sari, Anif, dan semua rekan AGH atas bantuan dan motivasinya.

Semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.

(9)

DAFTAR ISI

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Krisan... 4

Varietas Krisan ... 8

Kultur Jaringan Tanaman ... 9

Induksi Mutasi pada Tanaman Hias ... 11

Iradiasi Sinar Gamma ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 19

Pengamatan ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Kondisi Umum ... 25

Persentase Eksplan Bertunas, Eksplan Berakar, dan Eksplan Berkalus .. 29

Tinggi Tunas ... 30

Jumlah Daun ... 33

Jumlah Tunas ... 36

Jumlah Akar ... 38

LD50 pada Krisan In Vitro ... 41

Keragaman Morfologi Tanaman ... 43

Jumlah Stomata dan Jumlah Kloroplas pada Sel Penjaga Krisan In Vitro setelah Iradiasi Sinar Gamma ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

Kesimpulan ... 55

Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam ... 26 2. Jumlah dan persentase eksplan bertunas, eksplan berakar, dan

eksplan berkalus pada 12 MSI ... 29 3. Interaksi antara varietas dengan dosis iradiasi terhadap tinggi

tunas krisan pada 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 MSI ... 31 4. Faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap tinggi

tunas krisan pada 1, 2, 3, dan 4 MSI ... 32 5. Interaksi antara varietas dengan dosis iradiasi terhadap jumlah

daun tanaman krisan pada 2, 3, 4, 5, dan 6 MSI ... 34 6. Faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah daun

tanaman pada 1, 7, 8, 9, 10, 11, dan 12 MSI ... 35 7. Interaksi antara varietas dengan dosis iradiasi terhadap jumlah

tunas pada 1, 2, 3, dan 12 MSI ... 36 8. Faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah tunas

tanaman pada 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11 MSI ... 38 9. Interaksi antara varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah akar

pada 1, 2, dan 3 MSI ... 39 10. Faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah akar

tanaman krisan pada 4, 6, 8, 10, dan 12 MSI ... 39 11. Jumlah planlet hidup hingga 14 MSI ... 41 12. Keragaman morfologi planlet krisan hasil iradiasi sinar gamma .... 43 13. Koefisien keragaman fenotipik peubah yang diamati ... 47 14. Faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tipe Floret pada Krisan ... 5

2. Bentuk Bunga Krisan ... 6

3. Varietas Krisan ... 8

4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian ... 18

5. Alur Kegiatan Penelitian ... 24

6. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro sebelum Perlakuan Iradiasi (1 MSI) ... 25

7. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara yang Terkontaminasi ... 28

8. Keragaan Akar Krisan In Vitro Varietas (A) Puspita Nusantara dan (B) Dewi Ratih pada Dosis 20 Gy saat 7 MSI ... 30

9. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro Varietas Dewi Ratih pada Beberapa Dosis Iradiasi saat 2 MSI ... 32

10. Planlet Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara saat 8 MSI ... 37

11. LD50 Krisan In Vitro Varietas Dewi Ratih.... 41

12. LD50 Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara... 41

13. Morfologi Daun Planlet Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara (PN) dan Dewi Ratih (DR) pada Dosis 0 Gy dan 20 Gy saat 12 MSI ... 44

14. Mutan (putatif) Krisan In Vitro Varietas Dewi Ratih pada Dosis 20 Gy ... 45

15. Mutan (putatif) Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara pada dosis 80 Gy ... 46

16. Ukuran Daun Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara pada Dosis 0 Gy saat 4 MSI ... 46

17. Warna Kalus Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara saat 3 MSI ... 49

18. Struktur Stomata Krisan In Vitro Kontrol Varietas Puspita Nusantara ... 50

(12)
(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi Media Murashige-Skoog (MS) ... 62 2. Sidik Ragam Tinggi Tunas Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 63 3. Sidik Ragam Jumlah Daun Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 64 4. Sidik Ragam Jumlah Tunas Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 65 5. Sidik Ragam Jumlah Akar Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 66 6. Sidik Ragam Jumlah Stomata Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 67 7. Sidik Ragam Jumlah Kloroplas Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 67 8. Sidik Ragam Panjang Stomata Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

Sinar Gamma ... 67 9. Sidik Ragam Lebar Stomata Krisan In Vitro Pengaruh Iradiasi

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) atau dikenal juga dengan seruni merupakan salah satu jenis tanaman hias populer yang digunakan sebagai bunga potong dan tanaman pot. Tanaman ini mempunyai bentuk mahkota yang beragam dan warna bunga yang bervariasi. Selain digunakan sebagai tanaman hias, krisan juga berpotensi digunakan sebagai tanaman obat tradisional.

Krisan adalah komoditas penting dalam perdagangan tanaman hias dunia. Tanaman ini merupakan tanaman subtropis, namun telah banyak dikembangkan di daerah tropis, salah satunya di Indonesia. Daerah sentra produsen krisan di Indonesia antara lain Cipanas, Cisarua, Batu, Nangkojajar, Sukabumi, Lembang, Bandungan, dan Brastagi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi tanaman krisan di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun untuk memenuhi permintaan konsumen yang juga semakin meningkat. Tahun 2007 produksi krisan sebesar 63 716 256 tangkai dan terus meningkat hingga mencapai 107 847 072 tangkai pada tahun 2009.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya permintaan konsumen terhadap tanaman hias adalah keragaman bentuk dan warna bunga. Hal ini menuntut para pemulia tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru yang mempunyai bentuk serta warna bunga yang lebih beraneka ragam. Varietas baru tersebut dapat diperoleh secara konvensional melalui persilangan buatan, namun membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga dilakukan induksi mutasi sebagai salah satu upaya untuk menginduksi keragaman genetik tanaman dalam waktu yang lebih singkat. Induksi mutasi bertujuan untuk memperoleh krisan yang unik, baik bentuk maupun warna bunga karena selain kualitas dan mutu, tanaman hias akan bernilai ekonomis tinggi apabila memiliki keunikan tersendiri.

(15)

atau mutagen biologis. Perlakuan induksi mutasi dengan menggunakan mutagen fisik lebih efektif daripada menggunakan mutagen kimia.

Kultur jaringan (in vitro) merupakan suatu teknik menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman pada lingkungan aseptik dengan menggunakan media buatan untuk berkembang menjadi tanaman sempurna. Induksi mutasi melalui kultur in vitro efektif untuk membantu pemuliaan baik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif maupun secara generatif karena dapat memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Perubahan karakter dan perubahan genetik dapat terjadi pada fase sel maupun kalus pada tahap kultur in vitro karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi.

Salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan adalah keseimbangan antara zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa organik bukan hara yang dalam jumlah sedikit (<1 µM) dapat mendorong, menghambat dan merubah proses fisiologis tanaman. ZPT pada tanaman terdiri dari enam kelompok yaitu auksin, giberilin, sitokinin, etilen, asam absisat (ABA), dan retardan dengan ciri khas serta berpengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis tanaman. Menurut Wattimena (1998), sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah benzil amino purin (BAP) karena sifatnya lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, bisa disterilisasi, dan efektif.

Sinar gamma merupakan salah satu mutagen fisik yang lebih banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Menurut Crowder (2006), sinar gamma mempunyai energi iradiasi tinggi, yaitu di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewatinya.

Ionisasi menyebabkan basa-basa dalam DNA salah berpasangan sehingga menyebabkan terjadinya mutasi gen. Rantai kromosom yang terputus akibat iradiasi pengion dapat mengubah struktur kromosom. Adanya perubahan atau kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang dapat menyebabkan munculnya keragaman pada tanaman yang diiradiasi (Van Harten, 1998).

(16)

bahwa kisaran dosis iradiasi sinar gamma pada berbagai jenis tanaman hias yang telah dicobakan berada pada selang yang cukup lebar, yaitu antara 25-120 Gray. Pada tanaman krisan, sekitar 50% varietas yang ada adalah hasil induksi mutasi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mempelajari pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap keragaman genetik dua varietas krisan secara in vitro.

2. Meningkatkan keragaman genetik krisan (Dendranthema grandiflora

Tzvelev).

3. Mendapatkan mutan krisan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan pemuliaan krisan lebih lanjut.

Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Terdapat dosis iradiasi yang dapat meningkatkan keragaman genetik dua varietas krisan secara in vitro.

2. Terdapat perbedaan respon dua varietas krisan terhadap perlakuan iradiasi yang diberikan.

3. Terdapat interaksi antara varietas krisan dengan dosis iradiasi sinar gamma 4. Terdapat mutan krisan yang potensial untuk dikembangkan sebagai bahan

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Krisan

Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) berasal dari dataran Cina dan merupakan tanaman semusim atau tahunan yang sangat menarik dengan beragam jenis, bentuk, ukuran, dan warnanya. Krisan dapat disebut tanaman semusim bila siklus hidupnya selesai setelah bunga dipanen. Hal ini berbeda dengan krisan tahunan yang perlu dilakukan pemangkasan untuk menumbuhkan tunas-tunas baru agar dapat tumbuh kembali (Allard, 1960).

Secara taksonomi, krisan dklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonaceae Ordo : Asterales (Compositae) Famili : Asteraceae

Genus : Chrysanthemum/ Dendranthema

Spesies : Dendranthema grandiflora Tzvelev

Krisan merupakan tanaman herba atau semak. Menurut Cahyono (1999) bunga krisan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe spray dan standard. Tipe spray yaitu dari satu cabang tanaman tumbuh beberapa cabang bunga lateral (10-20 kuntum). Bunga terminal dari tipe ini akan tumbuh lebih cepat dibandingkan bunga lateral. Berbeda dengan tipe spray, pada tipe standard dari satu cabang hanya tumbuh satu bunga.

(18)

Gambar 1. Tipe Floret pada Krisan: (A) Ray Floret dan (B) Disc Floret

Sumber: www. plantzafrica.com

Bentuk bunga krisan berdasarkan perbedaan mahkotanya yang beragam. Variasi bentuk bunga tersebut antara lain single, anemone, pompon, decorative, spider, dan large-flowered incurve (bunga besar). Karakteristik bunga single

adalah pada tiap tangkai hanya terdapat satu kuntum bunga, piringan bunga sempit, dan susunan mahkota bunga hanya satu lapis (Gambar 2a). Pada bunga

anemone, bentuk bunga mirip bunga single tetapi piringan dasar bunga lebar dan tebal (Gambar 2b). Bunga pompon, bentuk bunga bulat seperti bola, mahkota bunga menyebar ke semua arah, dan piringan dasar bunga tidak tampak (Gambar 2c). Bentuk bunga decorative bulat mirip pompon, tetapi mahkota bunga bertumpuk rapat, di tengah pendek, dan bagian tepi memanjang (Gambar 2d). Bunga spider, mahkota relatif panjang seperti tabung dan melengkung di ujung (Gambar 2e). Pada bunga besar setiap tangkai terdapat satu kuntum bunga berukuran besar dengan diameter lebih dari 10 cm. Piringan dasar tidak tampak dan mahkota bunga memiliki banyak variasi, antara lain melekuk ke dalam atau keluar, pipih, panjang, berbentuk sendok, dan lain-lain (Gambar 2f) (Purwanto dan Martini, 2009).

A

(19)

Gambar 2. Bentuk Bunga Krisan: (A) Single, (B) Anemone, (C) Pompon, (D)

Decorative, (E) Spider, dan (F) Bunga Besar

Sumber: (A) www.cyrosellaflower.wordpress.com; (B dan D) www.balithi.litbang.deptan.go.id; (C) www.arifs.blogspot.ugm.ac.id; (E) www.teysaigaday.blogspot.com; (F) www.wuryan.wordpress.com

A B

D C

(20)

Tanaman krisan merupakan tanaman hari pendek (short day plant) yang membutuhkan panjang hari dengan batas kritis 13.5-16 jam. Krisan akan tetap tumbuh vegetatif bila panjang hari yang diterima lebih dari batas kritisnya dan akan terinduksi ke fase generatif (inisiasi bunga) bila panjang hari yang diterima kurang dari batas kritisnya. Di Indonesia panjang hari dan panjang malam hampir sama yaitu 12 jam sehingga diperlukan penambahan cahaya dengan tujuan memperpanjang fase vegetatif agar bagian vegetatif tanaman dapat tumbuh kuat dan dapat mengatur ketinggian tanaman. Oleh sebab itu, perlu bantuan cahaya dari lampu TL dan lampu pijar. Menurut Marwoto (1999), penyinaran paling baik di tengah malam antara jam 22.30–01.00 dengan lampu 150 watt untuk areal 9 meter persegi, dan lampu dipasang setinggi 1.5 meter dari permukaan tanah.

Krisan berasal dari daerah subtropis sehingga suhu yang terlalu tinggi merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan tanaman. Suhu terbaik untuk pertumbuhan krisan di daerah tropis adalah 20-26°C (siang hari) dan 18°C (malam hari) dengan kelembaban udara 70-80% (Rukmana dan Mulyana, 1997). Toleransi kisaran suhu untuk tetap tumbuh baik adalah antara 17-30°C. Suhu yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan sehingga menimbulkan pertumbuhan vegetatif yang berkepanjangan, sedangkan suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan bunga yang dihasilkan cenderung berwarna kusam, pucat dan memudar.

Bunga krisan dibudidayakan oleh petani kecil hingga pengusaha besar pada lahan dengan ketinggian 600-1 200 meter di atas permukaan laut (m dpl). Tanaman ini tumbuh baik pada tanah dengan drainase baik, tekstur liat berpasir dengan pH sedikit asam (5.5-6.7) dan mengandung bahan organik tinggi.

(21)

Varietas Krisan

Varietas tanaman krisan di Indonesia umumnya merupakan hibrida yang berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jepang. Krisan yang dibudidayakan di Indonesia merupakan jenis krisan lokal, yaitu krisan yang berasal dari luar negeri tetapi telah lama dan beradaptasi di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) telah merakit sekitar 24 varietas baru seperti Puspita Nusantara, Sakuntala, Dewi Ratih, Dewi Sartika, Pitaloka, Nyi Ageng Serang, Puspita Pelangi, dan Puspita Asri.

Gambar 3. Varietas Krisan: (A) Dewi Ratih dan (B) Puspita Nusantara Sumber: www.balithi.litbang.deptan.go.id

Krisan varietas Dewi Ratih (Gambar 3A) dengan dirilis tahun 2000 dengan tim pemulia Budi Marwoto, Jan de Jong, dkk. Varietas ini memiliki tipe bunga spray yang mempunyai warna bunga pita ungu dengan bentuk bunga tunggal. Tinggi tanaman mencapai 79.14 cm, bentuk daun lonjong menjari, lekukan dangkal, tepi bergerigi. Diameter bunga berukuran 6.5 cm dengan panjang tangkai 74.40 cm. Umur tanaman 104-109 hari. Inisiasi bunga terjadi 39.14 hari setelah hari panjang. Lama kesegaran bunga dalam vas (vase life) 14 hari. Varietas ini adaptif pada dataran medium dan dataran tinggi2).

Krisan varietas Puspita Nusantara (Gambar 3B) dengan nama genus

Chrysanthemum morifolium Ramat dirilis tahun 2003 dengan tim pemulia Budi _________________

2)

www.balithi.litbang.deptan.go.id [19 Desember 2009]

(22)

Marwoto, Lia Sanjaya, dkk. Varietas ini memiliki tipe bunga spray dengan bentuk bunga tunggal. Tinggi tanaman 84-121 cm, tidak menyemak, warna batang hijau. Warna hijau daun bagian atas sedang, warna permukaan bawah daun kuning hijau. Varietas Puspita Nusantara adalah hasil persilangan antara Town Talk dan Saraswati. Umur tanaman krisan varietas Puspita Nusantara 104-109 hari. Inisiasi bunga 33 hari setelah penyinaran buatan dihentikan. Varietas ini memiliki ketahanan terhadap penyakit tanaman induk produktif yaitu penyakit karat. Adaptif pada dataran medium dan dataran tinggi. Lama kesegaran bunga dalam vas (vase life) selama 14 hari2).

Kultur Jaringan Tanaman

Pemuliaan konvensional melalui persilangan buatan dapat menghasilkan populasi F1 yang memiliki kombinasi sifat positif dari kedua tetuanya. Namun, untuk mendapatkan suatu kombinasi sifat yang diinginkan harus dibentuk populasi persilangan yang sangat banyak, terlebih bila para pemulia berhadapan dengan komoditas tanaman hias poliploid, seperti krisan. Dengan demikian untuk menghasilkan varietas unggul, maka frekuensi persilangan harus ditingkatkan.

Menurut Sanjaya, et. al. (2004), persilangan konvensional membutuhkan tenaga kerja, waktu dan biaya yang sangat besar. Selain itu, krisan mempunyai sistem self incompability tinggi yang menyebabkan banyak persilangan antar individu di dalam dan di luar kerabat tidak sukses. Keberhasilan hibridisasi berkisar 5% sampai 50% persilangan dalam kerabat yang kompatibel. Oleh karena itu, induksi mutasi secara in vitro merupakan alternatif yang digunakan pemulia tanaman untuk meningkatkan keragaman tanaman.

(23)

Dasar teori kultur jaringan adalah totipotensi sel, dimana setiap sel memiliki kemampuan membentuk tanaman lengkap. Keberhasilan dalam metode

in vitro dipengaruhi oleh media kultur yang digunakan. Media kultur yang umum digunakan adalah Murashige dan Skoog (Lampiran 1). Media MS mengandung jumlah hara anorganik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur.

Menurut Wattimena et al. (2011), teknik kultur jaringan memiliki beberapa manfaat dalam pemuliaan tanaman, yaitu 1) manipulasi jumlah kromosom melalui bahan kimia tertentu dan meregenerasikan jaringan tertentu seperti endosperm (3n); 2) produksi tanaman haploid dan dihaploid yang homogenus melalui kultur antera atau mikrospora; 3) polinasi in vitro dan pertumbuhan embrio yang secara normal mengalami abortif; 4) hibridisasi somatik melalui teknik fusi protoplas; 5) induksi variasi somaklonal; dan 6) transfer DNA atau organel untuk memperoleh sifat tertentu yang diinginkan. Selain itu, teknik kultur jaringan dapat digunakan untuk produksi metabolit sekunder seperti shikonin, saponin, dan lain-lainya.

Menurut Maluszynki et al. (1995), induksi mutasi yang dikombinasikan dengan kultur in vitro efektif untuk membantu pemuliaan baik pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif maupun secara generatif karena dapat memperbaiki karakter suatu spesies dan memacu keragaman genetik yang lebih tinggi. Perubahan karakter dan perubahan genetik dapat terjadi pada fase sel maupun kalus pada tahap kultur in vitro karena adanya sel-sel yang mengalami mutasi. Metode in vitro tidak hanya digunakan dalam perbanyakan tanaman secara cepat dan masal, namun juga dilakukan untuk eliminasi virus, produksi bahan metabolit sekunder, preservasi atau penyimpanan plasma nutfah dan perbaikan tanaman.

(24)

Induksi Mutasi pada Tanaman Hias

Variasi genetik mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan keragaman genetik suatu tanaman. Crowder (2006) menyatakan bahwa variasi genetik dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu koleksi, introduksi, hibridisasi, dan induksi mutasi. Salah satu metode yang dianggap efektif untuk menimbulkan keragaman, khususnya pada tanaman yang diperbanyak secara vegetatif adalah melalui induksi mutasi, karena dapat mengubah satu atau beberapa karakter tanpa mengubah karakteristik kultivar asalnya.

Menurut Poespodarsono (1988), mutasi adalah suatu perubahan baik terhadap gen tunggal, sejumlah gen atau terhadap susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, tetapi lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif tumbuh dan membelah (jaringan meristem) seperti tunas.

Allard (1960) menyatakan bahwa mutasi dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu mutasi alami dan mutasi buatan. Mutagen fisik yang berupa iradiasi dan mutagen kimia adalah agen-agen mutasi yang potensial untuk menginduksi mutasi buatan. Kedua mutagen tersebut dapat menyebabkan perubahan kromosomal, seperti pemotongan dan perubahan susunan kromosom sehingga menyebabkan perubahan genetik yang lebih akurat.

Menurut Welsh (1991), mutasi terjadi karena adanya perubahan urutan nukleotida DNA yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada protein yang dihasilkan. Kecepatan mutasi bervariasi sesuai dosis mutagen yang diberikan. Makin tinggi dosis mutagen, makin besar peluang kemungkinan terjadi mutasi, tetapi juga dapat menyebabkan kematian sel tanaman. Perlakuan mutagen akan mengubah genotip dalam pola acak. Perubahan gen dipengaruhi oleh dosis mutagen, umur dan tipe jaringan, serta faktor fisik (kelembaban dan suhu).

(25)

mutan apapun asalkan unik, menarik, dan stabil akan dapat dijadikan varietas baru yang menguntungkan di pasaran.

Induksi mutasi pada tanaman hias telah dilakukan sejak tahun 1930. Namun, mutasi induksi baru diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1967 sejak berdirinya Instalasi Sinar 60Co di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) dan berkembang secara intensif pada tahun 1972 (Soedjono, 2003).

Saat ini pengembangan induksi mutasi pada tanaman hias, khususnya krisan diarahkan untuk memperoleh tanaman baru yang mempunyai tipe, bentuk, dan warna bunga yang berbeda dengan induknya, umur berbunga relatif pendek, produktivitas bunga yang tinggi, resisten terhadap hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Perkembangan mutan komersial telah banyak dilaporkan selama 30 tahun terakhir. Pada tanaman krisan, sekitar 50% varietas yang ada adalah hasil induksi mutasi.

Iradiasi Sinar Gamma

Mutagen dikelompokkan menjadi mutagen fisik dan mutagen kimia. Mutasi yang banyak dilakukan adalah menggunakan mutagen fisik dengan iradiasi atau penyinaran, terutama yang diaplikasikan pada tanaman hias. Sinar gamma merupakan mutagen fisik yang lebih sering digunakan oleh pemulia tanaman untuk meningkatkan keragaman genetik.

Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang pendek, yaitu 10–0.01 nm dengan sumber utama iradiasi adalah isotop Cobalt-60 (60Co). Sinar gamma dikelompokkan ke dalam gelombang elektromagnetik karena tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Sinar gamma mempunyai energi iradiasi tinggi, yaitu di atas 10 MeV sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang dilewatinya (Crowder, 2006).

(26)

genotipe, bagian tanaman yang digunakan, stadia perkembangan sel tanaman, temperatur dan dosis iradiasi.

Gen merupakan sasaran dari iradiasi. Menurut Aisyah (2006), iradiasi mengionisasi atom-atom dalam jaringan dengan cara melepaskan elektron-elektron dari atomnya. Ionisasi dari iradiasi sinar gamma terjadi menyebar sepanjang jalur ionisasi partikel. Ketika agen ionisasi yang mengandung inti atom (seperti partikel alpha) terlempar akibat iradiasi, ionisasi menjadi lebih rapat terkonsentrasi di daerah tersebut. Ionisasi dapat menyebabkan pengelompokan molekul-molekul di sepanjang jalur ion yang tertinggal karena iradiasi. Pengelompokan baru ini menyebabkan perubahan kimia yang mengarah pada mutasi gen atau pada kerusakan atau pengaturan kembali kromosom.

Pada proses ionisasi, terbentuk radikal positif dan eletron bebas. Elektron terperangkap, dan ion radikal yang sangat tidak stabil dan reaktif dapat bereaksi dengan molekul lain. Elektron bebas yang berada dalam larutan air akan mempolarisasi molekul air menjadi elektron terhidrasi. Radikal bebas yang berasal dari larutan akhirnya akan berekombinasi membentuk molekul yang stabil. Molekul oksigen bereaksi dengan radikal bebas hasil iradiasi membentuk peroxy-radicals.

Ionisasi menyebabkan basa-basa dalam DNA salah berpasangan. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya mutasi gen. Perlakuan dengan iradiasi pengionisasi paling sering menghasilkan mutasi-mutasi dengan dengan cara menginduksi delesi kecil pada DNA (Poespodarsono, 1988). Van Harten (1998) menambahkan bahwa rantai kromosom yang terputus akibar iradiasi pengion dapat mengubah struktur kromosom (delesi, inversi, duplikasi, dan translokasi). Ionisasi yang terjadi pada atau di dekat kromosom dapat mengakibatkan terputusnya ikatan kimia sehingga terjadi perubahan di dalam inti sel, baik perubahan struktur gen, delesi gen atau sekuen-sekuen DNA, patahnya sentromer, kehilangan atau penambahan kromosom, dan sebagainya. Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang dapat menyebabkan munculnya keragaman pada tanaman yang diiradiasi.

(27)

Satuan dosis iradiasi sinar gamma yang umum digunakan adalah rad per detik (radiation absorbed dose) atau Gray (Gy) per detik, yaitu jumlah dosis terserap per satuan waktu. 1 rad = 100 erg/g = 10 joule/kg; 1 Gy = 100 rad = 0.1 krad. Herison et al. (2008) menyatakan bahwa dosis iradiasi untuk meningkatkan keragaman tanaman dipengaruhi oleh radiosensivitas, yaitu tingkat sensitivitas tanaman terhadap iradiasi yang berbeda-beda untuk setiap tanaman.

Tingkat sensitivitas ini dapat diamati dari respon yang diberikan tanaman, baik dari morfologi tanaman, sterilitas, maupun dosis letal (LD50). LD50

merupakan dosis yang dapat mengakibatkan kematian 50% dari populasi yang mendapat perlakuan iradiasi. Mutasi yang diharapkan terletak pada kisaran LD50

atau tepatnya pada dosis sedikit di bawah LD50.

Broertjes dan Van Harten (1988) melaporkan kisaran dosis iradiasi sinar gamma pada berbagai jenis tanaman hias yang telah dicobakan berada pada selang yang masih cukup lebar, yaitu antara 25-120 gray. Datta (2001) menemukan dosis optimum stek pucuk tanaman krisan yang menghasilkan frekuensi mutan tertinggi terdapat pada dosis 25 Gy dan 19.5-22 Gy untuk krisan in vitro. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Wulandari (2001), diperoleh bahwa dosis optimum untuk meningkatkan keragaman morfologi tanaman krisan adalah pada dosis 10 Gy dengan persentase kemunculan mutan tertinggi pada dosis 20 Gy.

Stomata

Stomata merupakan suatu celah pada jaringan epidermis yang berfungsi selama proses fotosintesis. Stomata dibatasi oleh dua sel penjaga yang di dalamnya mengandung kloroplas. Sel penjaga mengontrol diameter stomata dengan cara mengubah bentuk yang akan menyempitkan atau melebarkan celah di antara kedua sel tersebut. Ketika sel penjaga mengambil air melalui osmosis, sel penjaga akan membengkak. Ketika sel kehilangan air, menjadi lembek, serta mengkerut, sel-sel tersebut akan mengecil secara bersamaan kemudian menutup ruangan diantaranya (Campbell, 2004).

(28)

di permukaan epidermis atas, bawah atau berada di kedua permukaannya. Menurut Purwanti (2007), stomata terdapat di kedua permukan daun, tetapi umumnya terdapat pada permukaan bawah dan jumlahnya lebih banyak daripada permukaan atas.

Tanaman yang menerima intensitas cahaya tinggi menghasilkan daun yang lebih kecil, lebih tebal, lebih kompak dengan jumlah stomata lebih sedikit, lapisan kutikula dan dinding sel lebih tebal dengan ruang antar sel lebih kecil, serta tekstur daun keras. Stomata eksplan yang dihasilkan secara in vitro memiliki panjang dan lebar yang relatif sama karena aktifitas respirasi tinggi (Namli dan Ayaz, 2007).

Kloroplas

Kloroplas mengandung materi genetik (gen atau DNA) yang juga dapat termutasi. Energi iradiasi sinar gamma dapat menyebabkan kerusakan atau mutasi gen pada kloroplas. Mutasi pada gen kloroplas dapat menyebabkan kerusakan gen mutan (defective mutant genes) yang kemudian dapat mengganggu proses fotosintesis pada daun (Agustrial, 2008).

Menurut Saria et al. (2000), jumlah kloroplas sel penjaga menentukan tingkat ploidi suatu tanaman. Tanaman semangka diploid mempunyai jumlah kloroplas sel penjaga sebanyak 11–12, yaitu sekitar dua kali lipat dari tanaman haploidnya dengan jumlah 6–7. Pada umumnya, perubahan genetik yang mencakup perubahan tingkat ploidi, dipengaruhi oleh adanya pembelahan sel yang tinggi.

Poliploidi merupakan gejala yang umum dan tersebar luas dalam tumbuhan. Hasil penelitian Perwati (2009) tentang analisis derajat plodi pada

Adiantum raddianum menunjukkan bahwa poliploidi menyebabkan penambahan ukuran sel. Bertambahnya ukuran sel merupakan refleksi dari bertambahnya ukuran vakuola dan kandungan air yang semakin banyak. Selain itu diketahui bahwa terdapat kecenderungan penambahan ukuran stomata dan spora seiring meningkatnya derajat ploidi.

(29)
(30)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi sinar gamma dilakukan di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Pengamatan stomata dilakukan di Laboratorium Mikro Teknik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga November 2010.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan steril dari dua varietas krisan, yaitu Dewi Ratih dan Puspita Nusantara yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Hias (BALITHI). Media dibedakan menjadi dua, yaitu media perbanyakan dan media perlakuan. Komposisi media yang digunakan untuk perbanyakan adalah MS0, sedangkan komposisi media setelah perlakuan adalah MS dengan tambahan ZPT berupa 1 ppm BAP, agar sebagai bahan pemadat media dan sukrosa sebagai sumber karbohidrat. Bahan lain yang digunakan adalah alkohol 70%, aquades, spirtus, chlorox, karet, wrap, dan tisu. Bahan untuk pengamatan stomata adalah selotip dan preparat.

(31)

Gambar 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian; (A) Gamma Chamber

4000A dan (B) Mikroskop Cahaya

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial dengan dua faktor yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor pertama adalah varietas krisan, yaitu Puspita Nusantara dan Dewi Ratih. Faktor kedua adalah dosis iradiasi yang terdiri atas lima taraf, yaitu 0 (kontrol), 20, 40, 60, dan 80 Gy. Terdapat 10 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi terdiri atas 10 ulangan sehingga terdapat 100 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas dua planlet sehingga terdapat 200 planlet.

Model linear aditif rancangan percobaan yang digunakan: Yij = μ + αi+ βj+ (αβ) i j + εi j

i = 1, 2

j = 1, 2, 3, 4, 5

k = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10

Yij = Nilai pengamatan pengaruh faktor varietas i, faktor dosis iradiasi ke-j, dan ulangan ke-k

µ = Rataan umum hasil pengamatan untuk setiap satuan percobaan αi = Pengaruh faktor varietas ke-i

βj = Pengaruh faktor dosis iradiasi ke-j

(αβ) i j = Pengaruh interaksi faktor varietas ke-i dengan faktor dosis iradiasi ke-j ijk = Galat percobaan

(32)

Data yang diperoleh diuji secara statistik dengan uji F. Jika berbeda nyata, maka akan dilakukan uji lanjut dengan DMRT pada dosis 5%. Keragamaan fenotipik (σ2f) dihitung melalui perbandingan antara ragam fenotipik (σ2f) dengan standar deviasi ragam fenotipik (Sd σ2f) dari variabel yang diamati. Nilai ragam fenotipik dihitung berdasarkan Steel and Torie (1995) sebagai berikut:

σ2

Kriteria terhadap keragaman dihitung sebagai berikut: σ2

f ≥ 2* Sd (σ2f) luas σ2

f < 2* Sd (σ2f) sempit

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksaan penelitian terdiri atas lima tahap, yaitu tahap persiapan, perbanyakan planlet, perlakuan iradiasi sinar gamma, penanaman eksplan setelah iradiasi, dan pengamatan stomata serta kloroplas (Gambar 5).

1. Tahap Persiapan

a) Sterilisasi Alat dan Media

Sterilisasi bertujuan untuk membersihkan alat dan media yang akan digunakan dalam penelitian. Peralatan tanam dan botol kultur yang telah dicuci bersih dimasukkan ke dalam autoklaf dengan tekanan 17.5 psi (pound per square inch) dan suhu 121oC. Sterilisasi peralatan dilakukan selama 30 menit, sedangkan sterilisasi media dilakukan selama 15 menit.

(33)

bahan-bahan yang akan digunakan juga disemprotkan dengan alkohol 70% sebelum dimasukkan ke dalam laminar.

b) Pembuatan Media Perbanyakan dan Media Perlakuan

Media perbanyakan yang digunakan adalah media MS0 dengan komposisi sesuai standar (Lampiran 1). Tahap awal adalah pembuatan larutan stok yang terdiri atas laruran stok A, B, C, D, E, F, Vitamin, dan Myo-Inositol untuk volume larutan 1 liter. Sukrosa ditambahkan sebagai sumber energi dan agar sebagai bahan pemadat media. pH media diatur hingga mencapai 5,8 dengan menambahkan HCI atau NaOH.

Media kultur yang digunakan setelah perlakuan iradiasi adalah MS padat yang ditambahkan 1 ppm BAP. pH media diatur hingga mencapai 6. Media dimasukkan ke dalam botol kultur lalu ditutup dengan plastik bening dan diberi label sesuai perlakuan. Botol kultur yang telah berisi media disterilisasi dengan autoklaf pada tekanan 17.5 psi dan suhu 121oC selama 20 menit, kemudian disimpan di ruang kultur.

2. Perbanyakan Eksplan

Perbanyakan eksplan dengan tunas dilakukan selama delapan minggu menggunakan media MS0. Setiap satu botol kultur terdiri atas lima eksplan krisan. Perbanyakan dilakukan di dalam laminar air flow cabinet yang telah disterilisasi dengan alkohol 70% dan disinari dengan UV selama satu jam. Alat yang digunakan disterilisasi dengan alkohol 70% terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam laminar.

Setelah eksplan krisan mencukupi 200 eksplan, lalu dilakukan persiapan untuk perlakuan iradiasi sinar gamma, yaitu penyeragaman tinggi dan jumlah daun pada media MS0. Eksplan yang digunakan adalah tunas pucuk dari eksplan krisan dengan panjang 0.5 cm dengan 2-3 daun. Setiap satu botol kultur hanya terdiri dari dua eksplan krisan.

(34)

3. Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma

Eksplan krisan yang telah berumur 1 MST (minggu setelah tanam) dengan tinggi 1 cm diberi perlakuan iradiasi. Iradiasi dilakukan di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi (PATIR) dengan menggunakan alat

Gamma Chamber 4000A pada dosis 20, 40, 60 dan 80 Gy, kecuali eksplan yang akan dijadikan kontrol (0 Gy).

4. Penanaman Eksplan Setelah Iradiasi

Tunas pucuk krisan yang telah diiradiasi sesuai dosis perlakuan segera disubkultur pada media perlakuan berupa MS dengan tambahan 1 ppm BAP, pada hari yang sama. Hal ini disebabkan karena media yang terkena iradiasi bersifat toksik bagi tanaman. Setiap satu botol kultur hanya terdiri dari dua eksplan krisan agar tidak terjadi persaingan nutrisi antar eksplan dan memudahkan dalam pengamatan.

Subkultur dilakukan setelah 10 MSI (minggu setelah iradiasi) dengan cara memindahkan eksplan ke media baru dengan komposisi yang sama dengan media perlakuan. Hal ini bertujuan untuk mencukupi hara yang dibutuhkan oleh tanaman karena nutrisi yang ada pada media sebelumnya telah diserap tanaman.

5. Pengujian Stomata dan Kloroplas

(35)

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 0-12 MSI terhadap dua peubah, yaitu:

1. Kuantitatif, pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali dari 0-12 MSI. Variabel yang diamati antara lain :

• Persentase kontaminasi

Pengamatan dilakukan pada 1 MSI terhadap tanaman dan media yang terkontaminasi oleh cendawan atau bakteri.

• Waktu munculnya tunas, akar, dan kalus pertama

Pengamatan dilakukan pada 1 hari setelah iradiasi (HST) untuk mengetahui waktu terbentuknya tunas, akar, dan kalus pertama kali.

• Tinggi tunas

Tinggi tunas diukur dari permukaan media sampai titik tumbuh tanpa mengeluarkan planlet dari botol kultur.

• Jumlah dan persentase eksplan bertunas

Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah dan persentase eksplan yang membentuk tunas.

• Jumlah dan persentase eksplan berkalus

Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah dan persentase eksplan yang membentuk kalus.

• Jumlah dan persentase eksplan berakar

Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah dan persentase eksplan yang membentuk akar.

• Jumlah tunas

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas yang dibentuk oleh setiap eksplan.

• Jumlah daun

Pengamatan dilakukan terhadap jumlah daun yang telah membuka sempurna yang dibentuk oleh setiap eksplan.

• Jumlah akar

(36)

• Jumlah stomata dan kloroplas

Jumlah stomata dan kloroplas diamati dengan menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali dengan luas bidang pandang 0.28 mm2. Stomata yang diamati berasal dari permukaan bawah daun. Kloroplas yang diamati merupakan jumlah kloroplas di dalam dua sel penjaga.

2. Kualitatif, pengamatan dilakukan setiap dua minggu sekali sejak 1-12 MSI saat eksplan di dalam botol. Variabel yang diamati antara lain :

• Perubahan warna, ukuran, dan bentuk daun

Pengamatan dilakukan secara visual terhadap warna dan ukuran daun tanpa mengeluarkan tanaman dari botol kultur. Pengamatan terhadap perubahan bentuk daun, yaitu bergerigi, bergelombang atau perubahan lain.

• Perubahan warna batang

(37)

Gambar 5. Alur Kegiatan Penelitian

Perbanyakan planlet

Persiapan alat Persiapan media dan

bahan tanam

Perbanyakan tunas di media dasar (MS0)

Subkultur eksplan setelah iradiasi ke media perlakuan

Pengamatan:

- Jumlah dan persentase kontaminasi - Waktu munculnya akar, tunas, dan

kalus pertama - Tinggi planlet

- Jumlah dan persentase eksplan berkalus, berakar, dan bertunas - Perubahan warna dan ukuran daun - Perubahan warna batang

- Perubahan warna kalus - Jumlah stomata dan kloroplas

Perlakuan iradiasi sinar gamma pada tunas in vitro Stok planlet krisan varietas Dewi Ratih

dan varietas Puspita Nusantara

(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Penelitian diawali dengan perbanyakan planlet krisan dari kedua varietas yang diuji, yaitu varietas Dewi Ratih dan varietas Puspita Nusantara. Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan satu buku tunas, dimana di dalam setiap botol kultur terdiri dari lima eksplan krisan. Media perbanyakan yang digunakan berupa media dasar, yaitu MS0 (Lampiran 1). Penyimpanan eksplan hasil perbanyakan dilakukan di dalam ruang kultur yang bersuhu 18-20oC dengan pencahayaan penuh selama 24 jam.

Eksplan yang digunakan untuk perlakuan iradiasi sinar gamma berupa tunas pucuk yang berumur 1 minggu setelah tanam (MST). Keragaan eksplan seragam dengan rataan tinggi 1 cm, 2-3 daun, warna daun dan batang hijau, belum bertunas, belum berkalus, dan belum berakar (Gambar 6). Tunas yang telah diiradiasi dipindahkan ke media perlakuan, yaitu MS ditambah 1 ppm BAP. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah dari 0 MSI (minggu setelah iradiasi) hingga 12 MSI selama satu minggu sekali.

Gambar 6. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro (A) Varietas Dewi Ratih dan (B) Puspita Nusantara sebelum Perlakuan Iradiasi (1 MSI)

A

(39)

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Dosis Iradiasi, dan Interaksinya terhadap Beberapa Peubah Krisan In Vitro

(40)

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Dosis Iradiasi, dan Interaksinya terhadap Beberapa Peubah Krisan In Vitro (Tabel Lanjutan)

Keterangan: tn = tidak berpengaruh nyata (p > 5%) * = berpengaruh nyata (p < 5%) ** = berpengaruh sangat nyata (p < 1%)

Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1), varietas dan dosis iradiasi berpengaruh nyata terhadap beberapa peubah yang diamati. Varietas berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tunas dan jumlah tunas pada beberapa umur tanaman. Pada peubah jumlah daun, varietas berpengaruh sangat nyata dari 1-6 MSI, sedangkan pada peubah jumlah akar, varietas berpengaruh sangat nyata dari 1-12 MSI. Varietas juga berpengaruh nyata terhadap jumlah, panjang, dan lebar stomata.

Dosis iradiasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas, jumlah daun, jumlah tunas, jumlah kloroplas, jumlah stomata, serta panjang dan lebar stomata. Pada peubah peubah jumlah tunas, dosis iradiasi berpengaruh sangat nyata pada 2-12 MSI. Berbeda halnya dengan jumlah akar, dosis iradiasi yang diberikan hanya berpengaruh sangat nyata pada 1 MSI dan selanjutnya tidak berpengaruh nyata pada peubah tersebut. Hal ini diduga karena iradiasi yang diberikan tidak merusak atau mengganggu pembelahan sel pada akar.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara varietas krisan dengan dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan. Interaksi berpengaruh nyata terhadap peubah tinggi tunas saat 5-12 MSI dan jumlah daun saat 2-6 MSI. Pada peubah jumlah tunas dan jumlah akar, interaksi hanya berpengaruh nyata hanya pada awal pertumbuhan tanaman, yaitu 1-3 MSI, namun selanjutnya tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata. Pada peubah jumlah tunas, interaksi kembali berpengaruh saat 12 MSI. Selain itu, interaksi antara varietas juga berbeda nyata pada peubah jumlah kloroplas krisan in vitro.

(41)

Eksplan setelah diberi perlakuan iradiasi sinar gamma umumnya mengalami penghambatan pertumbuhan, berbeda dengan dosis 0 Gy yang digunakan sebagai kontrol. Beberapa eksplan dengan perlakuan dosis di atas 20 Gy bahkan mengalami perubahan warna daun dari hijau menjadi kecoklatan (browning) dan kemudian terserang mikroorganisme.

Kontaminasi mulai terlihat pada 4 MSI, dengan persentase yang semakin meningkat setiap minggu. Tingkat kontaminasi pada varietas Dewi Ratih dan Puspita Nusantara adalah sebesar 14%. Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung, kontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Planlet masih bisa diselamatkan apabila cendawan atau bakteri belum menyerang bagian dari eksplan. Eksplan tersebut harus disterilisasi kembali dengan menggunakan chlorox 5% dan disimpan di ruang kultur. Namun, sebagian besar cendawan dan bakteri menyerang bagian bawah eksplan sehingga tidak dapat diselamatkan (Gambar 7).

Gambar 7. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara yang Terkontaminasi (A) Cendawan dan (B) Bakteri saat 4 MSI

*Tanda panah menunjukkan kontaminan

Eksplan yang telah disterilisasi dapat menjadi steril kembali atau kemungkinan lainnya adalah eksplan menjadi mati karena tidak tahan terhadap bahan sterilan berupa chlorox 5%. Banyaknya kerusakan pada sel menyebabkan semakin rendahnya peluang suatu tanaman untuk hidup.

Eksplan yang telah mati, baik akibat cendawan dan bakteri dinyatakan sebagai data hilang dan tidak akan diamati pada minggu selanjutnya. Penularan kontaminasi oleh mikroorganisme dalam kultur jaringan dapat menyebabkan

(42)

pertumbuhan eksplan terhambat, pembentukan akar terganggu, mengakibatkan penularan pada kultur steril.

Persentase Eksplan Bertunas, Eksplan Berakar, dan Eksplan Berkalus

Tunas pucuk (shoot tip) eksplan krisan yang telah diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 20-80 Gy memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan eksplan, baik pada varietas Dewi Ratih maupun varietas Puspita Nusantara. Peningkatan dosis iradiasi yang diberikan umumnya menghambat pembentukan tunas, akar, dan kalus serta pertumbuhan eksplan krisan (Tabel 2).

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Eksplan Bertunas, Eksplan Berakar, dan Eksplan Berkalus Krisan In Vitro pada 12 MSI

Varietas Dosis Iradiasi

Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan persentase

Tabel 2 menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma menyebabkan jumlah dan persentase eksplan bertunas, berakar, dan berkalus pada varietas Dewi Ratih menjadi lebih rendah dibandingkan dengan dosis 0 Gy (kontrol). Tunas pertama pada varietas Dewi Ratih, baik 0, 20, 40, dan 60 Gy terbentuk saat 2 MSI, sedangkan perlakuan 80 Gy tunas mulai terbentuk saat 4 MSI. Akar dan kalus pada eksplan varietas Dewi Ratih mulai terbentuk saat 2 MSI untuk semua perlakuan. Peningkatan dosis iradiasi sinar gamma semakin menghambat pembentukan akar dan kalus varietas Dewi Ratih, kecuali pada dosis 20 Gy.

(43)

oleh eksplan yang diberi iradiasi sebesar 20-80 Gy mengalami penghambatan pertumbuhan. Pada perlakuan 80 Gy terdapat beberapa ulangan dimana tunas yang terbentuk tidak mengalami perkembangan hingga pada akhir pengamatan eksplan tersebut mati. Sihombing (2004) melaporkan bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma eksplan krisan dengan dosis 1.0-1.5 krad (1 krad=10 Gy) menyebabkan waktu inisiasi akar lebih lama dan pada dosis yang lebih tinggi mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tunas lateral dan terjadi klorosis.

Menurut Maluszynski et al. (1995), energi yang diserap oleh jaringan tanaman akan menyebabkan sintesis auksin endogen tanaman terganggu, sehingga dalam pertumbuhan tanaman mengalami hambatan. Soedjono (2003) menambahkan dosis iradiasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sel jaringan tanaman rusak dan mengakibatkan sterilitas.

Iradiasi sinar gamma 20-80 Gy tidak memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan akar dan kalus pada varietas Puspita Nusantara. Selain itu, akar lebih cepat terbentuk dan berukuran kecil/tipis saat awal pertumbuhan, bila dibandingkan dengan varietas Dewi Ratih (Gambar 8). Hal ini diduga karena radiasi bersifat acak (Allard, 1960) dan setiap spesies tanaman memiliki tingkat sensitivitas terhadap iradiasi sinar gamma yang berbeda (Datta, 2001).

Gambar 8. Keragaan Akar Krisan In Vitro Varietas (A) Puspita Nusantara dan (B) Dewi Ratih pada Dosis 20 Gy saat 7 MSI

Tinggi Tunas

Tinggi tunas diukur dari permukaan media sampai titik tumbuh tertinggi. Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis iradiasi sinar gamma dengan varietas krisan terhadap peubah tinggi tunas pada 5-12 MSI. Interaksi

(44)

antara varietas dengan dosis iradiasi sinar gamma mempengaruhi tinggi tunas krisan saat 5-12 MSI. Perlakuan terbaik diperoleh pada kombinasi perlakuan varietas Puspita Nusantara-0 Gy yang berbeda nyata dengan semua perlakuan, yaitu 5 cm.

Tabel 3. Interaksi antara Varietas dengan Dosis Iradiasi terhadap Tinggi Tunas Krisan In Vitro pada 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 MSI berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

(45)

Tabel 4. Tinggi Tunas Krisan In Vitro Pengaruh Faktor Tunggal Varietas dan menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

Tabel 4 menunjukkan bahwa varietas dan dosis iradiasi secara tunggal berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas krisan in vitro ditunjukkan saat tanaman berumur 3-4 MSI. Varietas Puspita Nusantara nyata lebih tinggi dan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan varietas Dewi Ratih. Tinggi tunas kedua varietas mulai berbeda nyata saat tanaman berumur 4 MSI.

Dosis iradiasi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas saat 3-4 MSI. Tinggi tunas kedua varietas semakin terhambat seiring peningkatan dosis iradiasi yang diberikan. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan tinggi tunas setiap minggu. Perlakuan 0 Gy (kontrol) pada dua varietas berbeda nyata dengan perlakuan 20, 40, 60, dan 80 Gy, artinya dosis iradiasi berpengaruh nyata terhadap tinggi tunas. Semakin tinggi dosis iradiasi, maka pertumbuhan tinggi tunas semakin terhambat (Gambar 10).

Gambar 9. Kondisi Eksplan Krisan In Vitro Varietas Dewi Ratih pada Beberapa Dosis Iradiasi saat 2 MSI

*a-e : berturut-turut dosis iradiasi 0, 20, 40, 60, dan 80 Gy

(46)

Eksplan yang diiradiasi dengan dosis 20 Gy pada kedua varietas pertumbuhannya masih cukup baik, berbeda dengan perlakuan di atas 20 Gy. Perlakuan 40, 60, dan 80 Gy mengakibatkan penghambatan pertambahan tinggi dari 1 MSI hingga 12 MSI jika dibandingkan dengan kontrol. Hasil penelitian Sihombing (2004) juga menunjukkan hal yang sama bahwa semakin tinggi dosis iradiasi, planlet krisan menjadi lebih pendek dan berbeda nyata dengan kontrol. Pada dosis yang 1.5 krad, tinggi tunas hanya 1.99 cm, sementara pada kontrol mencapai 5.40 cm.

Pengaruh iradiasi sinar gamma adalah terjadinya penghambatan pada pembelahan dan pertambahan jumlah sel. Hal tersebut terjadi karena mutasi menyebabkan penurunan kemampuan sekumpulan sel pada daerah meristem yang juga dapat menyebabkan meningkatnya aktifitas sekumpulan sel lainnya sehingga pertumbuhan eksplan menjadi terganggu (Ichikawa dan Ikosima, 1967). Namun, penghambatan pertumbuhan suatu tanaman tidak selalu berarti negatif karena dapat menimbulkan keragaman baru bagi tanaman tersebut dalam hal ukuran tanaman, yaitu diperoleh ukuran tanaman yang lebih kecil (kerdil).

Jumlah Daun

(47)

Tabel 5. Interaksi antara Varietas dengan Dosis Iradiasi terhadap Jumlah Daun

Peningkatan dosis iradiasi menghambat terbentuknya daun pada kedua varietas krisan yang diuji (Tabel 5). Planlet yang diiradiasi 20 Gy masih dapat membentuk daun dengan baik namun peningkatannya hanya 50% dari peningkatan jumlah daun pada kontrol setiap minggunya. Pertambahan daun mulai terhambat pada dosis 40 Gy sampai 80 Gy, bahkan dosis iradiasi 80 Gy pada varietas Puspita Nusantara menyebabkan tanaman tidak dapat membentuk daun dan cabang baru. Daun pada perlakuan tersebut menjadi berwarna kuning kemudian layu dan akhirnya mengalami kematian.

(48)

Tabel 6. Jumlah Daun Krisan In Vitro Pengaruh Faktor Tunggal Varietas dan menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

Tabel 6 menunjukkan bahwa saat tanaman berumur 1 MSI, varietas merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi jumlah daun tanaman, dimana jumlah daun pada varietas Puspita Nusantara lebih banyak dan berbeda nyata dengan varietas Dewi Ratih, yaitu 5.27 daun. Namun saat tanaman berumur 7-12 MSI jumlah daun dipengaruhi oleh dosis iradiasi sinar gamma. Dosis iradiasi mengakibatkan pertumbuhan jumlah daun menjadi terhambat dibandingkan dosis 0 Gy. Dosis iradiasi yang diberikan mengakibatkan keragaman jumlah daun krisan jika dibandingkan dengan dosis 0 Gy (Gambar 11).

Dalam pengamatan jumlah daun dapat terjadi penurunan apabila dibandingkan dengan pengamatan pada minggu sebelumnya. Hal ini disebabkan karena adanya daun yang gugur dan mati (berwarna kecoklatan) akibat perlakuan iradiasi sinar gamma yang diberikan seperti yang terjadi pada perlakuan 80 Gy varietas Puspita Nusantara saat 12 MSI.

(49)

menghambat proses pembentukan organ. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kerusakan pada sel meristem pada tanaman.

Jumlah Tunas

Tunas yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah tunas baru yang dibentuk oleh eksplan. Tunas pada varietas Dewi Ratih dengan dosis 20-60 Gy mulai terbentuk saat 2 MSI, tetapi pada dosis 80 Gy tunas mulai terbentuk saat 4 MSI. Pada varietas Puspita Nusantara, tunas terbentuk sejak 1 MSI untuk semua perlakuan dengan jumlah tunas tertinggi terdapat pada dosis 0 Gy, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 40 Gy (Tabel 7). Namun pertumbuhan tunas pada dosis 40 Gy tidak berkembang dengan baik, sehingga pada pengamatan selanjutnya jumlah tunas dosis 40 Gy nyata lebih rendah dibandingkan dosis 0 Gy.

Tabel 7. Interaksi antara Varietas dengan Dosis Iradiasi terhadap Jumlah Tunas pada 1, 2, 3, dan 12 MSI

(50)

pada kedua varietas berbeda nyata dengan perlakuan lain, yaitu 2.50 tunas pada varietas Dewi Ratih dan 2 tunas pada varietas Puspita Nusantara.

Dosis iradiasi 20 Gy pada varietas Dewi Ratih menunjukkan bahwa pada 2 MSI jumlah tunas tidak berbeda nyata dengan kontrol dan 40 Gy. Namun tunas berhenti berkembang sejak 8 MSI hingga 12 MSI. Iradiasi diduga menyebabkan kerusakan fisiologis pada sel-sel di dalam jaringan yang tidak dapat memperbaiki diri sehingga pertumbuhan tunas menjadi terhambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tunas yang dihasilkan oleh tanaman hasil iradiasi lebih beragam dari kontrol.

Gambar 10. Planlet Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara pada Dosis (A) 0 Gy dan (B) 20 Gy saat 8 MSI

*Bar = ± 2 cm

Jumlah tunas terbanyak dihasilkan oleh varietas Dewi Ratih-0 Gy, yaitu 2.5 tunas, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah tunas pada varietas Dewi Ratih-20 Gy dan varietas Puspita Nusantara-0 Gy, masing-masing 1.61 dan 2 tunas. Beberapa ulangan pada Puspita Nusantara-20 Gy dapat membentuk tunas dengan jumlah yang lebih banyak jika dibandingkan dengan 0 Gy (Gambar 12). Menurut Van Harten (1998) dosis iradiasi yang rendah dapat memberi pengaruh positif terhadap pertumbuhan tunas karena dosis rendah dapat menyebabkan degradasi auksin sehingga menggeser keseimbangan hormonal ke arah yang mendorong pertumbuhan.

Tabel 8 menunjukkan faktor tunggal varietas dan dosis iradiasi terhadap jumlah tunas tanaman. Varietas hanya berpengaruh nyata saat 7-8 MSI, dimana jumlah tunas varietas Dewi Ratih nyata lebih banyak dibandingkan varietas

(51)

Puspita Nusantara, yaitu 0.93 tunas. Dosis iradiasi sinar gamma mempengaruhi jumlah tunas yang dibentuk oleh tanaman saat 4-11 MSI. Semakin tinggi dosis iradiasi maka pembentukan tunas semakin terhambat. Hasil penelitian Pulungan (2010) menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma 20-50 Gy menghambat pembentukkan tunas baru pada planlet Anthurium Wave of Love.

Tabel 8. Jumlah Tunas Krisan In Vitro Faktor tunggal Varietas dan Dosis menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

Jumlah tunas pada varietas Puspita Nusantara-80 Gy mengalami penurunan sejak 2 MSI dan saat 12 MSI. Pada perlakuan tersebut hanya beberapa ulangan yang membentuk tunas, namun tunas yang dibentuk tidak mengalami perkembangan pada minggu-minggu selanjutnya dan berangsur-angsur mengalami kematian. Hal inilah yang menyebabkan saat 12 MSI jumlah tunas pada perlakuan ini menjadi nol. Dengan demikian, dosis iradiasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

Jumlah Akar

(52)

Interaksi antara varietas dengan dosis iradiasi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah akar pada 1 hingga 3 MSI (Tabel 9). Perlakuan terbaik saat 1-3 MSI diperoleh pada kombinasi perlakuan varietas Puspita Nusantara-80 Gy, yaitu 2.7 akar. Akar yang dibentuk pada varietas Puspita Nusantara-80 Gy berbeda nyata dengan perlakuan lain saat 1 dan 2 MSI, tetapi saat 3 MSI jumlah akar tidak berbeda nyata dengan perlakuan 60 Gy, yaitu 2.1 akar.

Tabel 9. Interaksi antara Varietas dan Dosis Iradiasi terhadap Jumlah Akar

Ket: 1) Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

(53)

Tabel 10. Jumlah Akar Krisan In Vitro Faktor Tunggal Varietas dan Dosis menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada dosis 5%

2) tn = tidak berbeda nyata * = berbeda nyata ** = berbeda sangat nyata

Perbedaan respon terhadap iradiasi sinar gamma yang diperlihatkan kedua varietas sangat terkait dengan karakter masing-masing varietas krisan, dimana antar varietas krisan yang berbeda memiliki tingkat radiosensitivitas yang berbeda pula dalam mengabsorbsi sinar gamma sehingga memberikan perubahan dalam sel akibat iradiasi sinar pengion tersebut yang berbeda pula (Van Harten, 1998). Herison et al. (2008) menambahkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat radiosensitivitas suatu tanaman adalah faktor genetik tanaman tersebut.

(54)

LD50 pada Krisan In Vitro

Tingkat radiosensitivitas suatu tanaman terhadap iradiasi sinar gamma dapat diketahui dengan nilai Lethal Dosis (LD50) dari tanaman tersebut (Herison,

et al., 2008). Semakin rendah LD50 suatu tanaman, maka semakin tinggi tingkat

radiosensitivitasnya.

Tabel 11 memperlihatkan bahwa semakin tinggi dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan, cenderung menurunkan persentase tanaman hidup pada dua varietas krisan in vitro. Persentase krisan in vitro hidup terkecil dihasilkan oleh dosis iradiasi 40, 60, dan 80 Gy. Hal ini sesuai dengan Van Harten (1998) bahwa dosis iradiasi yang tinggi dapat menurunkan kemampuan hidup tanaman.

Tabel 11. Jumlah Planlet Krisan In Vitro yang Hidup hingga 14 MSI

Varietas Dosis Iradiasi

Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan persentase

(55)

keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang.

Gambar 11. LD50 Krisan In Vitro Varietas Dewi Ratih

Gambar 12. LD50 Krisan In Vitro Varietas Puspita Nusantara

(56)

Keragaman Morfologi Tanaman

Pengamatan secara visual menunjukkan beberapa eksplan yang diiradiasi mengalami perubahan ukuran dan warna daun. Herawati dan Setiamihardja (2000) menyatakan bahwa mutasi adalah perubahan susunan atau konstruksi dari gen maupun kromosom suatu individu tanaman sehingga memperlihatkan penyimpangan (perubahan) dari individu asalnya dan bersifat turun-temurun. Mutasi pada tanaman dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada bagian tanaman baik bentuk maupun warnanya juga perubahan pada sifat-sifat lainnya.

Perubahan morfologi planlet mulai terlihat saat 5 MSI. Dosis 20 Gy menghasilkan 6 mutan (putatif) pada varietas Dewi Ratih dan 7 mutan (putatif) pada varietas Puspita Nusantara (Tabel 12). Hal ini sesuai dengan Herison et. al. (2008) bahwa keragaman tertinggi berada di sekitar atau sedikit di bawah nilai LD50. Hasil penelitian Wulandari (2001) juga menunjukan persentase kemunculan

mutan tertinggi pada tanaman krisan terdapat pada dosis 20 Gy.

Tabel 12. Keragaman Morfologi Planlet Krisan In Vitro Hasil Iradiasi Sinar Gamma

Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan persentase

Ukuran daun pada kedua varietas yang diiradiasi dengan dosis 20 Gy menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kontrol dan pinggir daun menjadi tidak

Varietas

20 Pinggir daun tidak bergerigi dan ukuran daun

lebih kecil 3 (30)

20 Batang berwarna hijau kemerahan 1 (10)

20 Kerdil dan membentuk roset 1 (10)

20 Pinggir daun tidak bergerigi dan ukuran daun

lebih kecil 4 (33.33)

20 Batang berwarna merah kehijauan 1 (8.33)

20 Kerdil dan membentuk roset 1 (8.33)

20 Variegata 1 (8.33)

Gambar

Gambar 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian; (A) Gamma Chamber 4000A  dan (B) Mikroskop Cahaya
Gambar 5. Alur Kegiatan Penelitian
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas, Dosis Iradiasi, dan  Interaksinya terhadap Beberapa Peubah Krisan In Vitro
Tabel 3. Interaksi antara Varietas dengan Dosis Iradiasi terhadap Tinggi Tunas Krisan In Vitro pada 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 MSI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika pembilangan suatu pecahan ditambah 1 dan penyebutnya dikurangi 3 akan diperoleh hasil bagi sama dengan 1/2, Jika pembilangnya tidak ditambah maupun dikurangi, tetapi

6) Menilai sejauhmana peran sekolah aktif membenahi masalah kesehatan diri dan kebersihan lingkungan sekolah setelah bekerja sama dengan Tim P3M Politeknik Negeri

mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik. Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan

guru sebagai imam di masjid atau bisa bergantian dengan guru yang lainnya, kami selalu memantau siswa siswi kamu agar mengikuti sholat dhuhur berjamaah sebelum pulang

Kepercayaan Merek (Brand Trust) memiliki pengaruh signifikan terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty), sehingga Geprek Bensu Malang berhasil menstimulus konsumen

Koordinasi diantara petani, tengkulak, distributor dan pedagang sangat penting untuk mewujudkan kelancaran supply chain. Di Kota Medan koordinasi yang ada terbatas

Siswa secara mandiri dapat menjelaskan menyimpulkan pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, menyimpulkan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam

PUSAT PELAYANAN KULIAH KERJA NYATA (P2KKN) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA