• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. mahasiswa. Jenjang pendidikan yang lazim disebut kuliah ini cukup banyak diminati karena

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. mahasiswa. Jenjang pendidikan yang lazim disebut kuliah ini cukup banyak diminati karena"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perguruan tinggi merupakan suatu jenjang pendidikan setelah sekolah menengah atas atau kejuruan yang dilalui sebagian besar siswa di Indonesia, dengan peserta didik yang disebut mahasiswa. Jenjang pendidikan yang lazim disebut kuliah ini cukup banyak diminati karena merupakan salah satu jalur yang dapat menghubungkan peserta didiknya ke dalam dunia kerja. Pada subjek orang Indonesia, keinginan dan kebutuhan untuk memasuki perguruan tinggi cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari jumlah mahasiswa baru pada perguruan tinggi negeri maupun swasta yang mengalami peningkatan cukup signifikan pada setiap tahunnya. Berdasarkan data dari kementerian pendidikan nasional, pada tahun 2009/2010 mahasiswa baru yang masuk di perguruan tinggi pada jenjang S1 sebanyak 1.024.379, sementara pada tahun 2010/2011 sebanyak 1.089.365, dan pada tahun 2011/2012 sebanyak 1.142.835 (www.pdsp.kemdikbud.go.id, 2010; www.rehab.pdsp. kemdikbud.go.id, 2011; www.kemdikbud.go.id 2012). Motivasi individu untuk menjadi mahasiswa pun beragam, seperti kesempatan mendapat pekerjaan yang lebih baik, meraih pencapaian hidup yang lebih tinggi, membangun ekonomi keluarga, serta meraih kesuksesan dalam berbagai bidang di hidupnya.

Peningkatan minat pelajar untuk menjadi mahasiswa rupanya tidak selalu diiringi dengan hal positif dari mahasiswa itu sendiri. Beberapa tahun terakhir ini banyak pemberitaan di media massa maupun media sosial yang menyebutkan mengenai perilaku mahasiswa di Indonesia yang kurang positif. Hal-hal seperti peningkatan penggunaan narkoba (www.bnn.go.id, 2013; www.tempo.co, 20 Agustus 2014) yang diikuti dengan infeksi HIV/AIDS, serta perilaku aborsi (www.aids.ina.org, 12 Maret 2010), banyak terjadi dan

(2)

dialami di kalangan mahasiswa. Kebanyakan kasus ini dapat terjadi dipicu oleh hasutan teman, pelarian dari masalah hidup, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan mahasiswa tersebut tidak memiliki tujuan hidup yang jelas dan terarah. Selain itu, tingkat determinasi diri pada mahasiswa dalam mengambil keputusan mengenai jalan hidup apa yang akan diambil juga dipertanyakan karena dapat dengan begitu mudahnya mengikuti hasutan teman.

Di samping itu, sorotan berita mengenai kasus kekerasan pada mahasiswa juga marak terjadi, seperti yang terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) pada tahun 2013. Mahasiswa yang setiap tahun mendapat perlakuan yang cukup keras dari kakak angkatannya, memiliki kecenderungan untuk meneruskan kepada adik angkatannya. (www.megapolitan.kompas.com, 2014) Tindakan pembalasan “dendam” ini menunjukkan rendahnya tingkat penerimaan atas masalah yang dirasa belum selesai di masa lalu. Belum lagi, banyak terjadi demonstrasi anarkis yang dilakukan oleh mahasiswa. Demonstrasi ini dapat dipicu oleh berbagai hal, misalnya kebijakan pemimpin yang kurang mementingkan kesejahteraan rakyat dan seringkali memiliki dampak yang cenderung merugikan. Hal ini menyebabkan meluapnya emosi mahasiswa dan terjadilah demonstrasi anarkis itu. Penyebabnya adalah karena adanya ketidakmampuan mahasiswa dalam mengubah sudut pandangnya terhadap keadaan yang terjadi maupun karena mahasiswa tidak memiliki kuasa untuk mengubah keadaan itu sendiri (keadaan ekonomi, politik, sosial, dan budaya). Berbagai hal di atas menyiratkan bahwa mahasiswa tersebut cenderung memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah.

Kesejahteraan psikologis adalah suatu kajian ilmu psikologi positif mengenai bagaimana penilaian manusia mengenai kelebihan dan kekurangan dalam dirinya serta pengembangan potensi optimal yang dimiliki (Ryff, 1989). Kesejahteraan psikologis dapat terbentuk dari 6 dimensi yaitu penerimaan diri, tujuan hidup, hubungan positif dengan orang lain, memiliki otonomi, penguasaan sekitar, dan pengembangan diri. Berfungsinya keenam

(3)

dimensi tersebut dalam diri individu menunjukkan bahwa ia sejahtera secara psikologis, sehingga ia akan lebih mampu untuk menghadapi segala permasalahan dalam hidupnya serta mengambil makna dari peristiwa yang terjadi. Pada mahasiswa, kesejahteraan psikologis merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Evans dan Greenway (2010) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan unsur penting yang perlu ditumbuhkan pada mahasiswa agar dapat menguatkan keterikatan secara penuh dalam menghadapi tanggung jawab dan mencapai potensinya.

Selain kasus yang telah dijabarkan sebelumnya, telah banyak terjadi kasus lain yang menimpa mahasiswa indonesia yaitu kasus bunuh diri. Pada tahun 2014 ini, ada berbagai macam kasus bunuh diri pada mahasiswa. Hal ini terjadi disebabkan oleh berbagai hal, misalnya karena ketidakmampuan mahasiswa dalam menyelesaikan skripsi (www.tribunnews.com, 14 April 2014), merasa jenuh dengan tugas-tugas kampus yang terlalu menguras pikirannya sehingga tidak tahu harus berbuat apa karena hanya memikirkan urusan kuliah saja (www.nasional.inilah.com, 12 September 2011), sampai mahasiswa yang gantung diri di kamarnya karena baru saja mengalami putus cinta (www.nonstop-online.com, 21 November 2012). Berbagai hal di atas menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa individu tersebut menganggap bahwa dia tidak memiliki tujuan hidup yang jelas dan bisa dituju, serta yang bisa dipikirkan hanyalah masalah yang dialami. Selain itu, dapat dilihat bahwa penguasaan diri mahasiswa terhadap situasi yang terjadi cukup rendah, hal ini dikarenakan adanya rasa tidak mampu untuk mengatasi permasalahan tersebut. Lalu, otonomi atau kemampuan determinasi diri pada mahasiswa tersebut juga rendah, karena tidak mampu memilih hal tepat yang harus dilakukan dalam mencari jalan keluar dari tekanan permasalahan yang ada. Apabila ditinjau dari keseluruhan hal yang terjadi di atas, dapat ditarik benang merah bahwa ada satu hal yang

(4)

serupa menjadi penyebab dari kesejahteraan psikologis yang rendah pada mahasiswa, yaitu stres.

Selye (1956) menyatakan bahwa stres merupakan respon individu terhadap situasi atau stimulus yang mengancam. Stres merupakan respon natural dari suatu kejadian, yang berarti adalah hampir setiap hari individu dapat merasakan stres, termasuk mahasiswa. Stres juga merupakan hal yang lumrah terjadi, namun hal tersebut tidak dapat dianggap remeh apabila tingkat stres yang dirasakan pada individu cukup tinggi. Beberapa data epidemiologi dari penelitian Bayram dan Bilgel (2008) mengindikasikan bahwa mahasiswa mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel pemuda atau orang dewasa lainnya. Stres pada mahasiswa tidak bisa dianggap enteng karena apabila mahasiswa tidak dapat menemukan cara untuk mengelola beban dan stres yang dirasakan, dampak yang didapat cukup dirasa merugikan.

Stres pada mahasiswa dapat dipicu berbagai hal yang terjadi dalam kehidupannya, seperti masa peralihan dari remaja menuju dewasa, menjalani tugas perkembangan, serta kegiatan sehari-hari yang dilakukan. Dilihat dari aspek rentang perkembangan manusia, mahasiswa berada dalam rentang usia yang mengalami masa peralihan dari usia remaja akhir hingga dewasa awal yaitu berkisar antara 18 hingga 22 tahun. Erikson (1950) membagi rentang perkembangan manusia menjadi beberapa tahap yang dinamai tahapan psikososial. Ia menjelaskan bahwa usia dewasa awal (yaitu usia 20-40 tahun) termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physiologically transition), transisi secara intelektual (cognitive transition), serta transisi peran sosial (social role transition). Pada kisaran usia tersebut, tentu mahasiswa akan menjalani berbagai perubahan dalam hidup serta adanya pergantian peran dan tanggung jawab yang semakin besar dan rumit.

Arnett (2000) memberikan gambaran mengenai tahapan peralihan antara remaja akhir dan dewasa awal sebagai emerging adults atau mengawali munculnya kedewasaan. Tahap ini

(5)

mencakup beberapa arti dan tujuan, yaitu usia untuk mencari jati diri (terutama dalam bidang percintaan dan pekerjaan), usia masa ketidakstabilan, usia untuk fokus pada kemandirian diri, usia untuk merasakan berada diantara dua peran yaitu remaja dan dewasa, dan usia yang penuh kemungkinan dan keoptimisan. Masa peralihan ini perlu diperhatikan karena pada tahap ini individu akan mengalami perubahan dalam banyak hal, seperti pencarian jati diri ingin menjadi orang yang seperti apa dan menentukan sendiri apa yang harus dilakukan dalam urusan sekolah, cinta, dan pekerjaan. Mahasiswa diharapkan menjadi pengambil keputusan dan dimulai dari pilihan untuk hidupnya sendiri, sebelum akhirnya memutuskan untuk menjalani hidup bersama pasangannya dan menentukan arah kehidupan keluarga. Salah satu tahap yang akan dilalui terkait hal tersebut adalah terjalinnya hubungan romantis antara mahasiswa dengan seseorang yang spesial. Namun, dinamika yang terjadi terkait hubungan romantis pada mahasiswa dapat beragam dan tidak selalu mengalami hal yang menyenangkan, mulai dari kebimbangan hati karena belum mempunyai pasangan, ketidakstabilan status hubungan, ataupun berpacaran jarak jauh. Hal ini menimbulkan fenomena “galau” yang beberapa tahun terakhir cukup sering terjadi di kalangan mahasiswa.

Sementara itu, dari aspek perannya sebagai mahasiswa, Chickering (1969) menyatakan ada 7 tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. Tujuh tugas perkembangan yang disebut juga 7 vektor itu terdiri dari (1) kompetensi dalam meraih kemampuan dan kesuksesan, (2) mengontrol emosi, (3) menjadi pribadi yang mandiri, (4) mendapatkan jati diri, (5) memperluas hubungan interpersonal, (6) memperjelas tujuan dan makna hidup, dan (7) mengembangkan integritas.

Pada mahasiswa, khususnya di Fakultas Psikologi UGM, telah diterapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sejak tahun 2011. Kurikulum ini berfokus pada pencapaian kompetensi mahasiswa dalam penguasaan ilmu, dan hal itu akan berperan pada kemampuan mahasiswa menganalisa suatu masalah dan mencari penyelesaian masalah. Metode

(6)

pembelajaran yang diterapkan berfokus pada Student-Centered Learning (SCL), dimana mahasiswa mempelajari dan mendapat bahan mengenai suatu materi secara mandiri melalui internet maupun literatur lain. Penguasaan kompetensi dengan cara SCL membantu mahasiswa untuk terbiasa menghadapi berbagai perbedaan pendapat, menyampaikan ide-ide dan pikirannya, mempertahankan pendapat atau berpikir kreatif lainnya(www.psikologi.ugm.ac.id, 17 November 2011). Namun di sisi lain, mahasiswa dapat merasakan tanggung jawab yang lebih besar terkait perkuliahan karena adanya tuntutan mahasiswa untuk lebih mandiri dalam mencari sumber materi pembelajaran. Hal tersebut menimbulkan tantangan untuk mahasiswa dapat menyesuaikan diri dengan metode pembelajaran yang harus dihadapi. Selain itu, mahasiswa pun dapat berpotensi mengalami burnout dengan siklus tugas kuliah mandiri maupun berkelompok yang diberikan terus menerus dalam kurun waktu satu minggu. Di samping itu, jam perkuliahan yang dilalui mahasiswa pun cukup padat karena adanya perubahan sistem pembelajaran dari sistem SKS (Satuan Kredit Semester) menjadi sistem Blok. Berdasarkan penjabaran mengenai tugas perkembangan dan masa peralihan mahasiswa, serta adanya perubahan pada kurikulum perkuliahan, dapat disimpulkan bahwa hal-hal tersebut ditinjau dapat menjadi salah satu sumber stres pada mahasiswa.

Kesejahteraan psikologis mahasiswa dapat dipengaruhi oleh stres secara langsung maupun tidak langsung. misalnya saja hubungan antara stres, depresi, dan kesejahteraan psikologis. Seperti yang diketahui, stres memiliki hubungan dengan depresi, dimana pada penelitian Pratiwi (2012) ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat stres diikuti dengan semakin tingginya tingkat depresi pada mahasiswa. Depresi diindikasikan dengan keinginan yang rendah untuk melakukan sesuatu dan menurunkan motivasi dalam berbagai bidang, dimana hal itu sangat berlawanan dengan konsep kesejahteraan psikologis mengenai pencapaian potensi optimal individu. Selain itu, stres yang dirasakan mahasiswa dapat memberikan hambatan dalam kaitannya dengan fungsi kognitif yang terganggu (misal: hambatan dalam proses

(7)

pembuatan keputusan, memori, dll.) dan perubahan perilaku (misal: menarik diri dari lingkungan, dll). Sementara itu, kesejahteraan psikologis merupakan kajian mengenai bagaimana individu dapat mencapai pencapaian potensi optimal yang dapat dilihat dari keinginan untuk terus bertumbuh dan mengembangkan diri, dapat membina hubungan yang baik dengan sesama, dapat menerima kelebihan dan kekurangan diri apa adanya, Maka dari itu, stres merupakan salah satu hal yang dianggap dapat mengancam dan merugikan bagi kesejahteraan psikologis mahasiswa.

Pada berbagai penelitian sebelumnya, telah dilakukan penelitian dengan topik utama mengenai stres dengan kesejahteraan psikologis di berbagai negara. Sebagian besar dari penelitian tersebut menggunakan subjek pekerja atau karyawan (Yunus dan Mahajar, 2011), maupun mahasiswa yang berasal dari kluster kesehatan yaitu fakultas kedokteran, keperawatan, dan gizi (Nikmat, Mohamad, Razali, dan Omar, 2010; Qiao, Li, dan Hu 2011). Di Indonesia sendiri, belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara stres dengan kesejahteraan psikologis mahasiswa. Hal tersebut menimbulkan ketertarikan peneliti untuk melihat kesejahteraan psikologis pada mahasiswa ditinjau dari stres yang dirasakan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat stres dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa, serta meneliti hubungan antara stres dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(8)

Manfaat teoritis dari hasil pada penelitian ini adalah dapat menjadi salah satu acuan empirik dan memperluas khasanah keilmuan, khususnya pada bidang psikologi klinis. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi studi awal mengenai topik stres dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa untuk selanjutnya dapat dikembangkan oleh peneliti berikutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dengan adanya gambaran mengenai stres, kesejahteraan psikologis, dan hubungan antara stres dan kesejahteraan psikologis pada mahasiswa, maka dapat dijadikan acuan untuk institusi maupun individu untuk melakukan dan mendapatkan penanganan yang tepat sesuai dengan kondisi yang terjadi, baik preventif maupun kuratif.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka kegiatan Sertifikasi Guru dalam Jabatan Tahun 2012 untuk guru-guru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 115 UM

Akidah Akhlak) dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMA Ulul Albab Sepanjang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, sedanglcan

Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang,

Bantuan untuk Kesejahteraan Perangkat Desa diberikan satu tahim sekali pada Bulan Agustus dan masing-masing Perangkat Desa menerima Rp 150.000,00 (Seratus Lima Puluh Ribu

Pada akhirnya kondisi tersebut berdampak pada anak-anak, yaitu anak tumbuh dan berkembang dengan kurang memiliki jiwa sosial terutama sikap toleransi terhadap

Perencanaan dan Formulasi Alternatif Strategi Berdasarkan hasil matriks I/E yang menggambarkan kondisi organisasi pada sel IV dimana posisi organisasi tumbuh (grow) dan

Salah satu kasus pembukaan lahan masyarakat dalam kawasan hutan juga terjadi pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas yang berada pada wilayah Propinsi Sulawesi

Valbury Asia Securities hanya sebagai informasi dan bukan ditujukan untuk memberikan rekomendasi kepada siapa pun untuk membeli atau.. menjual suatu