• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesehatan Jiwa

2.1.1 Pengertian Kesehatan Jiwa

Menurut UU No. 18 tahun 2004, tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. World Health Organization (WHO) tahun 2016, mendefinisikan seseorang dikatakan sehat jiwa jika memiliki karakteristik positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya, merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain serta terbebas dari stress yang serius.

2.1.2 Aspek Kesehatan

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016, seseorang dikatakan sehat jika memiliki tiga aspek berikut.

1. Kesehatan Fisik atau Jasmani

Kesehatan fisik merupakan definisi sehat yang umum diartikan oleh masyarakat yaitu terhindar dari penyakit yang menyerang, ditandai dengan keadaan tubuh yang bugar dan berfungsi secara normal sehingga mampu melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik. Keadaan fisik yang lemah dapat secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang, sehingga sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik atau jasmani dengan cara melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur, mengkonsumsi makanan yang sehat, istirahat cukup dan tidak merokok 2. Kesehatan Mental

(2)

Kesehatan mental penting dijaga karena jika seseorang terganggu kesehatan mentalnya dapat mengalami gangguan kemampuan berfikir, stress, dan ketidakmampuan mengontrol emosi yang dapat mengarah pada perilaku buruk. Kesehatan mental meliputi tiga hal yaitu pikiran, emosioal dan spiritual yang ketiganya harus berjalan beriringan, sehingga menciptakan kondisi mental yang seimbang. Penyakit mental dapat menyebabkan permasalah yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi dengan sesama manusia tetapi juga dapat berpengaruh pada pekerjaan, prestasi dan menurunnya produktivitas. Stress, gangguan kecemasan dan depresi merupakan salah satu kondisi yang umum terjadi berkaitan dengan gangguan kondisi mental.

3. Kesejahteraan Sosial

Seseorang dikatakan sejahtera sosial apabila mampu membentuk hubungan intrapersonal dengan orang lain, mampu beradaptasi dan bersikap positif terhadap berbagai situasi sosial yang terjadi di masyarakat. Kesejahteraan sosial juga mecakup pemenuhan kebutuhan hidup seseorang yaitu perasaan aman, tentram, nyaman dan bahagia serta dapat mencukupi kebutuhan ekonomi berupa sandang, pangan dan papan.

2.1.3 Kriteria Kesehatan Jiwa

Menurut Yahoda dalam (Yosep&Sutini, 2014) individu yang sehat jiwa ditandai dengan hal-hal sebagai berikut.

1. Sikap Positif Terhadap Diri sendiri

Sikap ini merupakan sikap yang baik terhadap diri sendiri, yaitu tidak merasakan harga diri yang rendah, tidak memiliki pemikiran negatif tentang kondisi kesehatan diri, dan selalu optimis dengan kemampuan diri, hal tersebut sangat berdampak pada tingkat kepercayaan diri seseorang. Hal ini menjadi penting pada individu yang insecure atau selalu memikirkan kekurangan yang ada pada dirinya. Berprasangka positif terhadap diri sendiri juga merupakan wujud dari sikap kita dalam menghargai diri sendiri, dan sebuah bentuk keyakinan akan kemampuan

(3)

diri seseorang. Sikap tersebut akan tercermin pada tindakan yang dilakukan seseorang dalam mengambil sebuah keputusan.

2. Tumbuh Kembang dan Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan hal yang terbaik yang individu tersebut bisa lakukan. Aktualisasi diri juga bisa didefinisikan sebagai cara mengembangkan potensi diri dari suatu hal yang bisa dikerjakan. Dengan aktualisasi diri tersebut manusia akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan keinginan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.

3. Integrasi (Keseimbangan atau Keutuhan)

Keseimbangan yang dimaksud adalah bagaimana seseorang mampu dalam pengendalian emosi. Pengendalian emosi menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari untuk mengontrol stress ketika menemui masalah. Jika seseorang tidak mampu menyeimbangkan emosi dalam kehidupan, maka kemungkinan untuk terjadi stress akan lebih tinggi.

4. Otonomi

Seseorang dengan sehat jiwa akan mampu menyelesaikan setiap masalah kehidupan sehingga tidak ada ketergantungan dengan sesuatu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, misalnya ketergantungan kepada orang lain, ketergantungan terhadap obat-obatan dan lain-lain.

5. Persepsi Realitas

Seseorang mampu membedakan lamunan dan kenyataan sehingga setiap perilaku dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh oleh dirinya dan orang lain. Dapat menekan dan mengorganisir emosi sehingga emosi konsisten dengan pengalaman, selain itu juga mempunyai pikiran yang logis dan persepsi yang akurat sehingga terbebas dari penyimpangan kebutuhan, memiliki empati dan kepekaan sosial.

2.1.4 Masalah Kesehatan Jiwa

Kesehatan jiwa merupakan fondasi utama dalam upaya membangun manusia seutuhnya, akan tetapi di era globalisasi saat ini angka peningkatan gangguan jiwa sangat tinggi hal ini disebabkan karena pemicu stress yang semakin kompleks.

(4)

Menurut (Rosidawati & Batubara Irwan, 2009) ada beberapa masalah kesehatan jiwa yang dinggap remeh oleh masyarakat padahal hal ini sangat berpengaruh pada individu yang bersangkutan dan lingkungan sekitarnya, antara lain

1. Kecemasan

Kecemasan adalah perasaan yang difus, yang sangat tidak menyenangkan, tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan bahaya atau frustasi yang mengancam dan membahayakan rasa aman kehidupan individu. Kecemasan dapat diklasisikasikan menjadi tiga hal yaitu kecemasan ringan, kecemasan sedang dan kecemasan berat. Hal ini sangat umum terjadi pada seseorang jika individu tersebut mampu mengatasi tanda dan gejala yang muncul, akan tetapi pada tingkatan kecemasan berat biasanya individu tidak mampu mengatasinya. Respon fisiologis yang muncul antara lain ketegangan otot yang sangat berat, hiperventilasi, kontak mata yang buruk, pengeluaran keringat yang berlebih, berbicara dengan cepat dan nada tinggi.

2. Depresi

Depresi adalah jenis perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik yaitu rasa murung, tidak bahagia, putus asa serta komponen somatik berupa konstipasi, anoreksia tekanan darah dan denyut nadi menurun. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang terkena depesi anatara lain ketidak seimbangan zat kimia otak, perubahan hormon, kejadian traumatis dimasa lalu, memiliki penyakit kronis, kecanduan obat-obatan atau alkohol dan kekurangan gizi. Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai dengan faktor pencetusnya.

3. Insomnia

Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gangguan tidur kerap kali dialami masyarakat urban yang selalu hidup dengan penuh aktivitas yang padat yang seringkali dianggap sepele,

(5)

padahal faktanya insomnia merupakan gejala awal adanya gangguan kesehatan mental seperti stress, depresi, gangguan kecemasan, bahkan skizofrenia. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek, dalam beberapa kasus insomnia dpat menjadi kronis apabila terjadi kepada individu yang mengalami stress akut.

4. Dimensia

Dimensia merupakan gangguan mental yang berlangsung progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan organic jaringan otak dan sering kali terjadi pada usia lanjut. Berdasarkan penyebabnya dimensia dibagi menjadi tiga jenis yaitu dimensia Alzheimer yang disebabkan oleh kerusakan otak yang tidak diketahui, dimensia vascular yang disebabkan oleh kerusakan otak karena penyakit stroke multiple, dan dimensia lain yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 dan tumor otak. Gejala awal dimensia berupa lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan rigan dalam pola berbicara biasanya penderita menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menggunakan kata kata yang tepat.

2.2 Gangguan Jiwa

2.2.1 Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah suatu penyimpangan proses pikir, alam perasaan, dan perilaku seseorang. Menurut (Stuart & Sundeen,1998) dalam (Denny Thong et al, 2013) gangguan jiwa adalah sebuah penakit dengan manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetic, fisik atau kimiawi, atau biologis.

2.2.2 Penyebab Gangguan Jiwa

Sumber penyebab gangguan jiwa menurut (Ruang Utari RSMM, 2019) dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur yang terus menerus saling mempengaruhi yaitu

(6)

Faktor somatik adalah suatu gangguan pada neurotransmiter dan pengaruh genetik serta bisa juga disebabkan karena perbedaan anatomi tubuh dari setiap individu dalam menerima reseptor ke hipotalamus. Bisa juga diakibatkan karena gangguan pada tingkat kematangan dan perkembangan organik serta faktor prenatal dan perinatal.

2. Faktor Psikologik (Psikogenik)

Faktor psikologik ini sangat kompleks antara lain disebabkan karena interaksi ibu dengan anak yang kurang baik sehingga kehilangan rasa percaya, rasa aman dan nyaman bahkan sampai keadaan terputus hubungan antara ibu dan anak, peranan ayah yang kurang dalam keluarga dan persaingan antara saudara kandung juga menyebabkan sesorang beresiko terkena gangguan jiwa. Selain itu faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan mempengaruhi individu dalam menghadapi masalah.

3. Faktor Sosio Budaya

Sosioal dan kebudayaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi pertubuhan dan perkembangan kepribadian seseorang. Misalnya kestabilan keluarga, pola mengasuh anak, tingkat ekonomi dan tempat tinggal, atau bahkan masalah kelompok minoritas berupa prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, kesejahteraan yang kurang memadahi. Pengaruh keagamaan dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat tidak bisa dipungkiri juga sangat bepengaruh terhadap perkembangan mental individu.

2.2.3 Ciri-ciri Orang dengan Gangguan Jiwa

Menurut (Kusumawati, 2010) ciri-ciri orang dengan gangguan jiwa antara lain.

1. Menarik Diri dari Lingkungan Sosial

Merupakan sebuah gangguan kepribadian yang ditandai dengan kebiasaan menyendiri, kehilangan hubungan akrab dengan orang lain sehingga tidak mampu mengungkapkan rasa dan pikiran. Munculnya imajinasi memicu timbulnya fantasi-fantasi semu yang membuat kondisi seseorang menjadi semakin parah dan akhirnya terindikasi gangguan jiwa.

(7)

2. Ketidakmampuan Berorientasi Waktu, Orang dan Tempat

Individu tidak mampu mengingat dimana dia berada, pukul berapa dan dengan siapa di saat itu, hal ini disebabkan karena memori pada otaknya hanya berputar-putar pada masalah yang dia pikirkan saat itu, sehingga tidak mampu mengenali waktu dan tempat.

3. Penurunan Daya Ingat dan Kognitif

Disebabkan karena penurunan memori dan perubahan cara berfikir sehingga tampak pada perubahan perilaku dan cara berbicara, misalnya ketidakmampuan melakukan perhitungan sederhana.

4. Defisit Perawatan Diri

Orang dengan gangguan jiwa tidak mampu merawat dirinya sendiri dan berpenampilan yang baik, hal ini dikarenakan gambaran yang ada pada dirinya negativ sehingga mereka menganggap merawat diri itu tidak penting, bahkan pada kondisi gangguan jiwa berat orang dengan gangguan jiwa tidak berpakaian atau telanjang dan berkeliaran dimana-mana

5. Ketidakstabilan Emosi

Orang dengan gangguan jiwa tidak mampu mempertahankan mood sehingga ketika ada stimulus yang ringan mereka bisa saja langsung marah bahkan merasa senang atau sedih yang berlebihan.

6. Berperilaku Aneh

Melakukan tindakan-tindakan aneh yang tidak biasa dilakukan oleh orang normal seperti berbicara sendiri, tertawa dan menangis sendiri, megurung diri di tempat yang sepi, beraktivitas tanpa tujuan yang jelas.

2.2.4 Gejala Orang dengan Gangguan Jiwa

Beberapa tanda dan gejala orang dengan gangguan jiwa menurut (Yosep,2014) sebagai berikut

1. Gangguan Kognisi

Kognisi adalah suatu proses mental di mana seseorang menyadari dan mampu mempertahankan hubungan dengan lingkungan luarnya. Proses kognisi meliputi

(8)

- Gangguan persespsi 2. Gangguan Perhatian

Bentuk gangguan perhatian berupa distraktiblility yaitu perhatian yang mudah dialihkan oleh rangsang yang tidak berarti seperti suara nyamuk, suara orang bejalan, dan sebagainya. Bentuk gangguan perhatian yang kedua yaitu aproseksia yaitu suatu keadaan dimana terdapat ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun terhadap situasi atau keadaan tanpa memandang pentingnya masalah tersebut. Gangguan perhatian yang ketiga yaitu hyperproseksia adalah suatu keadaan dimana terjadinya pemusatan atau konsentrasi perhatian yang berlebihan, sehingga sangat mempersempit persepsi yang ada

3. Gangguan Ingatan

Ketidak sanggupan seseorang untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Faktor yang mempengaruhi gangguan ingatan adalah keadaan jasmani (kelelahan, sakit, kegelisahan) dan umur. Usia 50 tahun ke atas fungsi ingatan akan berkurang secara bertahap. 4. Gangguan Asosisasi

Asosiasi adalah proses mental dimana perasaan, kesan, atau gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respon, yang memang sebelumnya berkaitan dengannya.

5. Gangguan Pertimbangan

Pertimbangan adalah proses mental yang membandingkan atau menilai beberapa pilihan dalam suatu kerja atau tindakan dengan memberikan nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut, yang harus diperhatikan dalam penilaian ini adalah kebenaran dalam melakukan tindakan yang baik, benar dan sesuai dengan kepentingan.

6. Gangguan Pikiran

Berpikir adalah proses mempersatukan ide, menghubungkan ide, membentuk ide baru, dan membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses ini meliputi pertimbangan pemahaman, ingatan, serta penalaran. Proses pikir yang normal mengandung arus ide, simbol, dan asosiasi terarah sesuai tujuan.

(9)

7. Gangguan Kesadaran

Kesadaran adalah kemampuan seserang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri melalui panca indera dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.

8. Gangguan Orientasi

Gangguan orientasi atau disorientasi adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengenal lingkungannya serta hubungannya dengan waktu, ruang, dan terhadap dirinya serta orang lain.

9. Gangguan Kemauan

Kemauan adalah proses di mana seseorang memiliki keinginan dipertimbangkan lalu diputuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai tujuan.

10. Gangguan Emosi dan Afek

Emosi adalah pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organik, serta bentuk manifestasi yang keluar disertai oleh banyak komponen fisiologik yang berlangsung singkat. Sedangakan afek adalah perasaan emosional yang menyenangkan atau tidak yang menyertai suatu pikiran yang berlagsung secara lama. 11. Gangguan Psikomotor

Psikomotor adalah Gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa meliputi kondisi perilaku motorik atau aspek motorik dari dari suatu perilaku. Bentuk gangguan psikomotor antara lain

- Aktivitas yang meningkat - Aktivitas yang menurun - Aktivitas yang tidak sesuai - Aktivitas yang berulang-ulang - Negativism

- Aversi

2.2.5 Klasifikasi Orang dengan Gangguan Jiwa

Menurut (Kusumawati, 2010) gangguan jiwa secara umum diklasifikasikan menjadi dua yaitu

(10)

1. Psikotik

Gangguan jiwa psikotik merupakan gangguan otak organik ditandai dengan hilangnya kemampuan menilai realita, ditandai dengan munculnya waham (delusi) dan halusinasi, contohnya skizofrenia dan dimensia.

- Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan berbagai tingkat kepribadian disorganisasi yang mengurangi kemampuan individu untuk bekerja secara efektif dan untukberkomunikasi dengan orang lain. Gejala klinis skizofrenia dapat muncul berupa bingung, depresi, menarik diri atau cemas - Dimensia merupakan gangguan mental yang berlangsung

progresif, lambat, dan serius yang disebabkan oleh kerusakan organic jaringan otak dan sering kali terjadi pada usia lanjut. Berdasarkan penyebabnya dimensia dibagi menjadi tiga jenis yaitu dimensia Alzheimer yang disebabkan oleh kerusakan otak yang tidak diketahui, dimensia vascular yang disebabkan oleh kerusakan otak karena penyakit stroke multiple, dan dimensia lain yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 dan tumor otak.

- Waham

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat.

- Halusinasi

Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Tipe halusinasi yang paling sering muncul adalah halusinasi pendengaran (Audiotory-hearing voices or sounds), penglihatan (Visual-seeing persons or thing), penciuman (Olfactory-smelling odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes).

(11)

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang disertai komponen psikologik (rasa susah, murung, sedih, putus asa, tidak bahagia). Depresi merupakan manifestasi gangguan fungsi sosial dan fungsi fisik yang hebat, lama dan menetap pada individu yang bersangkutan.

2. Non-psikotik (Neurotik)

Gangguan jiwa neurotik merupakan sindrom perilaku yang berhubungan dengan fisiologis dan faktor fisik. Umumnya penderita tidak menyadari bahwa ada hubungan anatar gejala-gejala yang dirasakan dengan konflik emosinya. Gangguan ini tanpa ditandai kehilangan intrapsikis atau peristiwa kehidupan yang menyebabkan kecemasan, dengan gejala-gejala obsesi, fobia, dan kompulsif.

2.2.6 Fase-fase Gangguan Jiwa

Menurut (Aiyub, 2018) Gangguan jiwa umumnya dimulai dari 1. Fase Prodromal

Pada fase ini belum muncul gejala gangguan jiwa yang spesifik seperti halusinasi atau waham. Gejala yang muncul berupa self care, gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran, kecemasan dan kesulitan mengambil keputusan. Fase ini mulai muncul 6 bulan – 1 tahun sebelum gejala skizofren, pada fase ini penderita tidak menyadari bahwansannya mereka sedang terkena gejala awal skizofren sehingga tidak ada terapi yang diberikan. Bila penderita dan keluarga menyadari akan kelainan yang dirasakan oleh penderita dan medapatkan pendampingan psikososial, maka proses gangguan jiwa dapat ditangani sehingga tidak berlanjut ke fase krisis atau akut.

2. Fase Aktif atau Krisis

Pada fase ini mulai muncul gejala psikotik seperti halusinasi, gangguan berbiara, delusi atau waham, gangguan proses berfikir dan disertai dengan neurokimiawi. Pada fase krisis ini biasanya penderita dibawa oleh pihak keluarga ke rumah sakit jiwa atau puskesmas untuk berobat jalan. Penderita akan mendapatkan terapi obat berupa obat anti gangguan jiwa.

(12)

Bila penderita mendapatkan dukungan berupa lingkungan fisik yang nyaman, tenang dan lingkungan sosial yang bersahabat, tanpa kekerasan, diskriminasi dan lain-lain, kemungkinan besar penderita akan sembuh. 3. Fase Residual

Fase residual ini umumnya penderita akan mengalami dua gejala yaitu gangguan afek dan gangguan peran yang memungkinkan serangan dapat terjadi kembali. Dalam perjalanan gangguannya, penderita mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu pada fase ini penderita harus menekan terjadinya kekambuhan.

2.2.7 Dampak Orang dengan Gangguan Jiwa

Dampak yang paling dirasakan oleh orang dengan gangguan jiwa menurut (Putriyani & Sari, 2014) adalah respon negatif dan penolakan yang dilakukan oleh lingkungan masyarakat. Masyarakat menganggap orang dengan gangguan jiwa harus dijauhi dan dipinggirkan, padahal tindakan tersebut membuat orang dengan gangguan jiwa merasa tertekan dan membuat kondisinya semakin buruk.

Besarnya penolakan masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa membuat mereka rentan terhadap kekerasan, baik kekerasan fisik maupun mental. Kekerasan fisik menurut (Subu et al., 2018) yang diterima orang dengan gangguan jiwa adalah pemukulan dan pemasungan. Sedangkan kekerasan mental berupa bullying verbal yamg kerap kali dilakukan masyarakat.

2.2.8 Pencegahan Gangguan Jiwa

Tidak semua gangguan mental bisa dicegah, namun ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meminimalkan resiko gangguan jiwa, yaitu

1. Kelola stress dengan baik

2. Berbagi cerita kepada teman atau keluarga ketika ada masalah 3. Menjalin hubungan baik dengan sesama

4. Batasi konsumsi alkohol dan kafein 5. Pola tidur yang baik

6. Konsumsi obat-obatan sesuai dengan resep dokter, dosis dan pemakaian

(13)

7. Jika ada tanda-tanda gangguan jiwa segera konsultasi ke dokter supaya ada penanganan dini.

2.3 Stigma

2.3.1 Pengertian Stigma

Menurut (Putriyani & Sari, 2014) stigma adalah label atau sebutan berbeda yang diberikan masyarakat kepada seseorang berupa pemikiran atau pandangan yang negatif. Stigma merupakan ungkapan atas ketidakwajaran dan keburukan status moral yang dimiliki seseorang, yang mengacu kepada atribut untuk memperburuk citra seseorang.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, stigma adalah ciri negatif yang menempel pada diri seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa merupakan sebuah fenomena sosial yang berkembang di masyarakat terhadap individu yang mengalami gangguan jiwa serta menunujukkan abnormalitas pada perilakunya, serta dipandang memiliki identitas sosial yang menyimpang sehingga membuat masyarakat tidak dapat menerima dan menyebabkan sikap masyarakat kepada orang dengan gangguan jiwa cenderung diskriminatif.

Menurut Jones (1984) dalam (Bagus, Agung, Pramana, Yohanes, & Herdiyanto, 2018) stigma merupakan penilaian masyarakat terhadap perilaku orang lain atau karakter yang menunjukkan ketidakwajaran. Fenomena ini sangat kuat yang terjadi di lingkungan masyarakat dikarenakan pengaruh nilai yang berkembang di lingkungan yang sangat beragam identitas sosialnya. Stigma diberikan pada suatu kondisi yang memalukan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sehingga menyebabkan seseorang yang terkena stigma tersebut melakukan penarikan diri dari lingkungan sosial.

Menurut Goffman (1963) dalam (Khairiyah, 2018) menyatakan “stigma as a sign or a mark that designates the bearer as “spoiled” and therefore as valued less than normal people” stigma adalah tanda atau ciri yang menandakan pemiliknya membawa sesuatu yang buruk dan oleh karena itu dinilai lebih rendah dibandingkan orang normal.

(14)

2.3.2 Penyebab Stigma Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa

Penelitian yang dilakukan oleh (Herdiyanto, 2017) menyebutkan bahwa penyebab munculnya stigma publik terhadap orang dengan gangguan jiwa disebabkan oleh

1. Kepercayaan (Kultural dan religi)

Masyarakat yang masih berpegang teguh pada nilai budaya yang kuat akan memberikan stigma lebih besar terhadap orang dengan gangguan jiwa. Hal ini dikarenakan mereka menganggap orang dengan gangguan jiwa sedang dirasuki oleh makhluk halus atau roh jahat, sehingga orang dengan gangguan jiwa harus dijauhi dan dipinggirkan dari lingkungan. Akibatnya orang dengan gangguan jiwa pada fase awal muncul tanda dan gejala tidak dibawa ke professional medis akan tetapi dibawa ke dukun atau orang pintar yang menyebabkan keadaan orang dengan gangguan jiwa semakin buruk.

2. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan seseorang juga sangat berpengaruh pada muncul nya stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa. Individu yang kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa akan memberikan labeling negatif yang berujung dengan tindakan diskriminatif dan terkesan memojokkan, pada faktanya orang dengan gangguan jiwa sama dengan pasien umum yang mengidap penyakit medis, mereka bisa disembuhkan dengan pengobatan medis. Banyaknya informasi yang salah terhadap orang dengan gangguan jiwa juga menyebabkan tingginya angka stigma terhadap ODGJ.

3. Pengalaman

Masyarakat pada umumnya tidak memiliki pengalaman yang cukup untuk berinteraksi dan bersosialisasi secara langsung dengan orang dengan gangguan jiwa, hal ini menyebabkan munculnya mindset bahwa orang dengan gangguan jiwa menakutkan, membahayakan keselamatan orang lain dan berkeliaran di jalan.

(15)

2.3.3 Bentuk Stigma Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa

Bentuk stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa menurut (Asti et al., 2016) dibagi menjadi dua, yaitu self stigma dan public stigma. Public stigma yaitu labeling negatif yang muncul dari lingkungan masyarakat yang mengacu pada sikap-sikap negatif berupa diskriminasi, bulliying verbal, tindak kekerasan baik kekerasan fisik maupun mental. Self stigma yaitu labeling negatif yang muncul dari dalam diri orang jiwa tersebut, self stigma bisa muncul dikarenakan konsekwensi negatif akibat sikap publik yang tidak bisa menerima kehadiran orang dengan gangguan jiwa.

Bentuk stigma menurut Goffman (2005) dalam (Yusuf, Tristiana, Nihayati, Fitryasari, & Hilfida, 2016) dibagi menjadi dua tipe, yaitu stigma dalam bentuk sikap dan stigma dalam bentuk perilaku. Diantara kedua tipe stigma tersebut, stigma perilaku lebih banyak diberikan oleh masyarakat kepada orang dengan gangguan jiwa, bentuk sikap yang kerap dilakukan berupa pengolokan atau bulliying verbal. Stigma dalam bentuk perilaku lebih sedikit dilakukan oleh masyarakat dibandingkan stigma dalam bentuk sikap. Akan tetapi dampak yang ditimbulkan oleh stigma dalam bentuk perilaku sangat merugikan. Orang dengan gangguan jiwa seringkali menerima tindakan kekerasan yang tidak manusiawi oleh masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh (Yusuf et al., 2016) ternyata tidak hanya lingkungan masyarakat saja yang memberikan stigma, keluarga juga mempunyai pengaruh besar terhadap stigma yang diberikan kepada anggota keluarga yang menderita gangguan jiwa. Banyak keluarga yang merasa malu dan terbebani memiliki anggota keluarga dengan penyakit jiwa, hal ini membuat orang dengan gangguan jiwa merasa semakin tertekan dengan kondisinya.

2.3.4 Dampak Stigma

Dampak stigma menurut (Subu et al., 2018) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dampak yang dirasakan oleh orang dengan gangguan jiwa itu sendiri dan dampak yang dirasakan oleh pihak keluarga. Tingginya angka stigma public terhadap orang dengan gangguan jiwa menyebabkan mereka rentan terhadap

(16)

kekerasan baik kekerasan fisik maupun mental. Kekerasan fisik berupa pemukulan, pengancaman, kekerasan seksual, dan bahkan pemasungan yang dilakukan oleh pihak keluarga. Sedangkan kekerasan mental yang dilakukan masyarakat biasanya berupa bulliying verbal, pengucapan kata-kata kotor, dan penolakan.

Stigmatisasi yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa juga berdampak pada pengobatan yang sedang berjalan, semakin tinggi stigma yang dirasakan oleh orang dengan gangguan jiwa maka semakin lama proses penyembuhan penyakitnya. Hal ini dapat berakibat pada gangguan yang lebih parah sehingga dapat berdampak pada kekambuhan yang lebih cepat, perlu adanya dukungan dari lingkungan masyarakat dan pihak keluarga untuk mengembalikan kondisinya agar stabil.

2.3.6 Penanganan Stigma di Masyarakat

Menghilangkan stigma tentang gangguan jiwa di masyarakat memang sangat sulit, namun kita perlu untuk berusaha menurunkan stigma tersebut dengan harapan di masa yang akan datang stigma tersebut akan hilang. Penanganan stigma tersebut memerlukan pendidikan dan kemauan yang keras dari individu-individu dimasyarakat dan meemrlukan keberanian yang besar untuk ikut serta dalam penanganan tersebut (Nurjannah, 2014). Beberapa kegiatan atau program yang dapat dilakukan untuk mengurangi stigma gangguan jiwa antara lain:Melakukan kampanye Pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa. Kampanye tersebut dapat dilakukan di masyarakat melalui program desa siaga ataupun media massa. Kita berikan akses seluas-luasnya bagi masyarakat ataupun wartawan secara akurat dan terbaru tentang kesehatan jiwa. Menanamkan Pendidikan kesehatan tentang kesehatan jiwa sejak dini melalui sekolah-sekolah. Pendidikan tersebut dapat dilakukan atau dimasukkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah atau melalui kegiatan ekstrakulikuler. Melibatkan keluarga ataupun masyarakat dalam pelaksanaan tindakan terhadap pasien gangguan jiwa sehingga kesadaran keluarga dan masyarakat tentang cara pandang mereka terhadap orang dengan gangguan jiwa berubah dan dapat membantu menanganinya. Pemerintah ataupun lembaga swasta perlu memberikan

(17)

kesempatan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuan kepada orang yang mengalami gangguan jiwa atauun orang-orang yang telah sembuh dari gangguan jiwa. Kita sebagai individu tenaga kesehatan harus menunjukan atau memberi contoh kepada masyakat bahwa kita tidak melakukan stigma tersebut. Kita harus menantang kesalahpahaman tentang gangguan jiwa dan menunjukan fakta bahwa penyakit mental sangatlah umum terlebih di era saat ini dan penyakit tersebut dapat disembuhkan dengan penanganan yang tepat.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan anugerah yang begitu berharga untuk saya yang berupa kesehatan, keselamatan, kekuatan, ilmu yang

w1,w2 = bobot yang ditentukan secara empiris. Pembobotan untuk nilai w1 dan w2 ditentukan oleh peneliti berdasarkan hasil rata-rata interview tambahan kepada responden

Diusulkan wilayah- wilayah baru tersebut menjadi kawasan ekonomi khusus (KEK), yang telah memiliki potensi untuk dikembangkan segera. Prasyarat pengembangan KEK adalah pertama,

Pada program entitas regional di Kabupaten Murung Raya lebih kepada pembenahan dan pengembangan dari sistem yang sudah ada dan direncanakan untuk dapat melayani kota/kabupaten

Objektif pertama kajian ini ialah untuk meneliti motif yang mendorong pelajar pascasiswazah antarabangsa memilih Malaysia sebagai destinasi pengajian sebelum pelaksanaan

Dewasa ini dakwah melalui media cetak sudah banyak dipergunakan oleh organisasi-organisasi Islam terutama melalui buletin jum’at seperti halnya organisasi Hizbuttahrir yang ada

Sukron, M., 2016, Pengaruh Pemberian Sirup Tepung Kanji terhadap Integritas Mukosa Lambung Studi Eksperimental pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Dinduksi

Judul Tugas Akhir (TA) :Analisis Kontribusi Pajak Penerangan Jalan Terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2012-2015v. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa