• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu hasil dan belajar. Sebelumnya akan diuraikan mengenai penjabaran kedua kata tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata “hasil” berarti sesuatu yang terjadi karena usaha. Sedangkan “belajar” memiliki makna berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dari pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa hasil belajar merupakan suatu kepandaian atau ilmu yang diperoleh dengan suatu usaha yaitu proses pembelajaran.

Menurut Juliah dalam Abdul Haris (2004: 15), “hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik peserta didik sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya”.

Sudjana (2004: 15) berpendapat bahwa “hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Menurut Nawawi dalam Ibrahim. H (2007: 39) menyatakan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”.

Berdasarkan pengertian hasil belajar yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, kepandaian, tingkat keberhasilan yang dimiliki peserta didik setelah memperoleh pembelajaran dengan cara menerima materi atau menerima pengalaman belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor sebagai hasil tes dari sejumlah materi yang telah diterima. 2.1.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Slameto (2008: 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua, yaitu :

(2)

a. Faktor-faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik. Faktor ini meliputi :

1) Faktor jasmaniah

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit.

2) Faktor psikologis

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yakni: a)Intelegensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. b)Perhatian yaitu keaktifan peserta didik yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada suatu objek atau sekumpulan objek. c)Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. d)Bakat adalah kemampuan untuk belajar. e)Motif harus diperhatikan agar dapat belajar dengan baik saat belajar. f)Kematangan adalah suatu tingkat pertumbuhan seseorang. g)Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi.

3) Faktor kelelahan

Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.

b. Faktor-faktor ekstern

Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar peserta didik. Faktor ini meliputi :

1) Faktor keluarga

Faktor keluarga meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan keadaan ekonomi keluarga.

2) Faktor sekolah

Faktor sekolah meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik lain, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.

3) Faktor masyarakat

Faktor masyarakat meliputi: kegiatan peserta didik dalam masyarakat misalnya peserta didik ikut dalam organisasi masyarakat, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain.

(3)

2.1.2 Pembelajaran IPA

Pembelajaran merupakan salah satu tindakan pendidikan yang dilakukan di dalam kelas. Tindakan pembelajaran ini dilakukan oleh guru dan juga peserta didik. Guru dituntut untuk dapat menciptakan suatu proses interaksi yang mampu mewujudkan kegiatan pembelajaran menjadi lebih optimal. Dengan demikian guru harus berkompeten dalam mengembangkan suatu pembelajaran. Salah satu kemampuan guru dapat dibuktikan dengan mengembangkan pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Di dalam pembelajaran IPA guru dapat melakukan percobaan ataupun kegiatan lain yang sekiranya mampu menumbuh kembangkan semangat, dan ketertarikan peserta didik dalam memahami materi pelajaran IPA.

Menurut Sutrisno dalam Ahmad Susanto (2013: 167) hakikat pembelajaran IPA terdiri dari :

a. IPA sebagai Produk

IPA sebagai produk yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk, antara lain : fakta-fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori ilmiah.

b. IPA sebagai Proses

IPA sebagai proses adalah suatu proses untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam, adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan ketrampilan proses sains yaitu ketrampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan.

c. IPA sebagai Sikap

IPA sebagai sikap adalah adalah suatu sikap yang harus dimiliki seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian dan mengkomunikasikan hasil penelitiannya. Adapun sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA adalah sikap ingin tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas dan disiplin.

Dari uraian hakikat IPA dapat dipahami bahwa pembelajaran IPA adalah pembelajaran yang berdasarkan pada fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori ilmiah, dimana pengetahuan yang didapat adalah hasil dari mengamati, mengukur, mengklasifikasikan dan menyimpulkan tentang fakta, konsep, prinsip hukum, dan teori-teori ilmiah yang telah diketahui. Sehingga nantinya dapat menumbuhkan sikap ilmiah pada diri seseorang dintaranya adalah sikap ingin

(4)

tahu, ingin mendapatkan sesuatu yang baru, kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas dan disiplin.

2.1.2.1 Pengertian IPA

Menurut Wahyana dalam Trianto (2014: 136), “IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah”.

Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi mengemukakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”.

Menurut Iskandar (2001: 1), “IPA adalah pengetahuan manusia yang luas yang didapatkan dengan cara observasi dan eksperimen sistematik, serta dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori”.

Berdasarkan pengertian IPA menurut beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa IPA adalah Ilmu pengetahuan yang berkonsep pembelajaran alam yang tersusun secara sistematis dan mempunyai hubungan yang luas terkait dengan kehidupan manusia, IPA merupakan kumpulan dari pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, aturan, hukum dan teori-teori ilmiah yang diperoleh melalui suatu proses penemuan sebagai hasil eksperimen.

2.1.3 Model Pembelajaran Discovery Learning

2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning Menurut Jerome Bruner dalam Markaban (2006: 9) :

Pembelajaran Discovery Learning adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang peserta didik dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga peserta didik dapat mencari jalan pemecahannya dan yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas”.

(5)

Menurut Oemar Hamalik dalam Illahi, Moh. Takdir (2012: 29) :

Belajar penemuan (Discovery) adalah belajar yang terjadi sebagai proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual peserta didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan.

Dalam implementasi kurikulum 2013 pengertian dari model Discovery Learning adalah “teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan peserta didik mengorganisasikan sendiri”.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan oleh beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran untuk mengembangkan cara belajar peserta didik aktif dengan menemukan sendiri penyelesaian atas permasalahan yang mereka alami serta mampu mengorganisasikan sendiri pengetahuan yang mereka dapatkan dari hasil pengalaman yang mereka peroleh.

2.1.3.2 Tujuan Model Pembelajaran Discovery Learning

Ilahi Moh Takdir (2012: 43) mengemukakan ada beberapa tujuan model pembelajaran Discovery Learning :

a. Untuk mengembangkan kreativitas, kreativitas terbagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1) Kreativitas sebagai gaya hidup, yaitu kemampuan atau proses yang dilakukan oleh seseorang dalam belajar melalui pengalaman-pengalaman yang membawa ia kepada arah kebaikan dan pertumbuhan diri, sesuatu yang bermanfaat bagi masa depan sehingga akan dihasilkan suatu pengalaman yang fenomenal untuk dijadikan bahan renungan dalam mengembangkan kemampuannya.

2) Kreativitas sebagai karya tersendiri, yaitu kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang bermakna, berharga dan bermanfaat bagi pengembangan potensi seseorang.

3) Kreativitas sebagai proses intelektual, yaitu kemampuan untuk dapat menghasilkan suatu pengetahuan-pengetahuan baru, gagasan-gagasan brilian dan kemampuan untuk berfikir secara lebih inovatif dalam menghadapi persoalan.

b. Untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam belajar, Discovery Learning melibatkan langsung mental dan fisik untuk memperoleh hasil dari suatu kesimpulan permasalahan yang sedang diperbincangkan.

(6)

c. Untuk mengembangkan kemampuan berfikir rasional dan kritis, mengembangkan kemampuan seseorang dalam menggunakan prinsip dan dasar-dasar dalam menjawab suatu pertanyaan sekaligus mengembangkan kekuatan logika seseorang dalam memahami suatu persoalan.

d. Untuk meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran, dengan keterlibatan secara langsung, maka para peserta didik dituntut untuk memaksimalkan kegiatan belajar dengan penuh keseriusan dan kecermatan. Sebab, bagaimanapun juga, keaktifan menjadi salah satu modal utama dalam memahami materi pelajaran. e. Untuk belajar memecahkan masalah, memecahkan masalah adalah

cara belajar yang mengharuskan pelaksana untuk menemukan jawaban dari persoalan yang sedang dihadapi.

f. Untuk mendapatkan inovasi dalam proses pembelajara, inovasi pembelajaran yang dimaksud dalam hal ini adalah strategi pembelajaran yang menunjukkan pembelajaran demokratis bagi keleluasaan peserta didik, guna mengekspresikan gagasan yang berkaitan dengan efektivitas pembelajaran.

2.1.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning Kelebihan model pembelajaran Discovery Learning, menurut (Kemendikbud, 2013: 66), yaitu :

a. Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan dan proses kognitif.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

d. Model ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

e. Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

f. Model ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. g. Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif

mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. h. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi

proses belajar yang baru.

i. Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri..

j. Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar dan dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

(7)

menggunakan model pembelajaran Discovery Learning juga memiliki kelebihan lain. Menurut Ilahi Moh Takdir (2012: 70) berikut adalah kelebihan dari model pembelajaran Discovery Learning :

a. Dalam penyampaian bahan Discovery Learning, digunakan kegiatan dan pengalaman langsung. Kegiatan dan pengalaman tersebut akan lebih menarik perhatian peserta didik dan memungkinkan pembentukan konsep-konsep abstrak yang mempunyai makna.

b. Discovery Learning lebih realistis dan mempunyai makna. Sebab, para peserta didik dapat bekerja langsung dengan contoh-contoh nyata. Mereka langsung menerapkan berbagai bahan uji coba yang diberikan guru, sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan kemampuan intelektual yang dimiliki.

c. Discovery Learning merupakan model pemecahan masalah. Para peserta didik langsung menerapkan prinsip dan langkah awal dalam pemecahan masalah. Melalui strategi ini, mereka mempunyai peluang untuk belajar lebih intens dalam memecahkan masalah, sehingga dapat berguna dalam menghadapi kehidupan dikemudian hari. Discovery Learning yang menitikberatkan pada kemampuan memecahkan masalah sangat relevan dengan perkembangan maa kini, dimana kita dituntut untuk berfikir solutif mengenai suatu persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Itulah sebabnya, Discovery Learning perlu diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, sehingga memungkinkan peserta didik untuk menjawab persoalan kehidupan yang lebih kompleks.

d. Dengan sejumlah transfer secara langsung, maka kegiatan Discovery Learning akan lebih mudah diserap oleh peserta didik dalam memahami kondisi tertentu yang berkenaan dengan aktivitas pembelajaran.

e. Discovery Learning banyak memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar. Kegiatan demikian akan banyak membangkitkan motivasi belajar, karena disesuaikan dengan minat dan kebutuhan mereka sendiri.

Menurut Ilahi Moh. Takdir (2012: 72), ada beberapa kelemahan dari model pembelajaran Discovery Learning, diantaranya :

a. Berkenaan dengan waktu. Belajar-mengajar menggunakan Discovery Learning membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan metode langsung. Hal ini disebabkan untuk bisa memahami strategi ini, dibutuhkan tahapan-tahapan yang panjang dan kemampuan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.

b. Bagi peserta didik yang berusia muda, kemampuan berfikir rasional mereka masih terbatas. Dalam belajar Discovery Learning, sering mereka menggunakan empirisnya yang sangat subjektif untuk memperkuat pelaksanaan prakonsepnya. Hal ini disebabkan usia

(8)

mereka yang muda masih membutuhkan kematangan dalam berfikir rasional mengenai suatu konsep atau teori. Kemampuan berfikir rasional dapat mempermudah pemahaman Discovery Learning yang memerlukan kemampuan intelektual.

c. Kesukaran dalam menggunakan faktor subjektifitas ini menimbulkan kesukaran dalam memahami suatu persoalan yang berkenaan dengan pengajaran Discovery Learning.

d. Faktor kebudayaan dan kebiasaan. Belajar Discovery Learning menuntut kemandirian, kepercayaan kepada dirinya sendiri, dan kebiasaan bertindak sebagai subjek. Tuntutan terhadap pembelajaran Discovery Learning, sesungguhnya membutuhkan kebiasaan yang sesuai dengan kondisi peserta didik. Tuntutan-tuntutan tersebut, setidaknya akan memberikan keterpaksaan yang tidak biasa dilakukan dengan menggunakan sebuah aktivitas yang biasa dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Discovery Learning tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran Discovery Learning yang melibatkan peserta didik secara langsung dalam proses pembelajarannya, tidak selamanya mempermudah pembelajaran. Kelemahan model pembelajaran Discovery Learning menjadi sebuah permasalahan tersendiri dalam pembelajaran. Oleh karena itu kelebihan dan kelemahan Discovery Learning membutuhkan sebuah komunikasi yang saling berkesinambungan dan sejalan dengan kebutuhan peserta didik dalam memahami Discovery Learning sebagai model pembelajaran.

2.1.3.4 Langkah-langkah dan Prosedur Model Pembelajaran Discovery Learning. Langkah-langkah pokok pembelajaran Discovery Learning Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam Trianto (2014: 83) yaitu :

a. Adanya masalah yang akan dipecahkan.

Setiap strategi yang diterapkan pasti memerlukan analisis persoalan mengenai topik pembahasan yang sedang diperbincangkan. Dari persoalan itu, dapat dicari pemecahan masalah secara keseluruhan. b. Sesuai dengan kemampuan kognitif peserta didik.

Tingkat pengetahuan peserta didik dalam memahami pelajaran merupakan langkah utama dalam model Discovery Learning.

c. Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara jelas.

Setiap persoalan yang disajikan dalam penerapan Discovery Learning, mestinya diupayakan dalam kerangka yang jelas. Hal ini dimaksudkan agar penerapan Discovery Learning dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan rencana.

(9)

d. Harus tersedia alat atau bahan yang diperlukan.

Semua alat dan bahan yang digunakan dalam penerapan Discovery Learning bertujuan mempermudah pemahanan peserta didik dalam memahami materi pelajaran. Alat atau bahan tersebut bisa berupa media pembelajaran yang berbentuk audio visual atau media visual. e. Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa.

Suasan kelas yang mendukung akan mempermudah keterlibatan arus berfikir peserta didik dalam kegiatan belajar-mengajar.

f. Guru memberi kesempatan peserta didik untuk mengumpulkan data. Dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan data maka akan semakin mempermudah pemahaman pembelajaran Discovery Learning, karena secara faktual peserta didik akan memperoleh pengetahuan baru.

g. Harus dapat memberikan jawaban secara tepat sesuai dengan data yang diperlukan peserta didik.

Menurut Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya dalam Ilahi Moh. Takdir (2005: 22) secara garis besar prosedur pembelajaran Discovery Learning terdiri dari 6 tahapan yakni :

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Tahap dimana peserta didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang menimbulkan kebingungan, kemudian dilanjutkan dengan pemberian rangsangan oleh guru kepada peserta didik agar timbul keinginan pada diri peserta didik untuk menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang telah disajikan. Guru dapat memberikan rangsangan dengan cara mengajukan pertanyaan/permasalahan, atau meminta peserta didik untuk membaca sendiri uraian yang memuat tentang permasalahan yang dimaksud. Stimulasi ini bertujuan untuk mengkondisikan peserta didik untuk siap melakukan proses interaksi dalam kegiatan pembelajarn yang dapat membantu mereka mengembangkan dan mengeksplorasi bahan.

b. Problem Statemant (Pernyataan/Identifikasi Masalah)

Pada tahap ini guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang mereka hadapi. Kemudian peserta didik merumuskan suatu hipotesis (jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi). Tujuan dari tahap ini adalah untuk melatih peserta didik agar terbiasa untuk merumuskan jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi.

c. Data Collektion (Pengumpulan Data)

Untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah peserta didik buat, mereka diberi kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, seperti membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan nara sumber, melakuakn uji coba sendiri, dan lain sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik menjadi belajar secara

(10)

aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalah yang dihadapi, sehingga secara otomatis peserta didik telah menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang mereka miliki. d. Data Processing (Pengolahan Data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan mengolah semua informasi yang diperoleh peserta didik baik dari hasil membaca, wawancara, observasi dan sebagainya lalu diklasifikasikan, ditabulasi, dan bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Pengolahan data disebut juga dengan pengcodeaan/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan dapat pengetahuan baru tentang alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapatkan pembuktian secara logis. e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan atau jawaban alternatif, dihubungkan dengan hasil data precessing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada, pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya dicek terlebih dahulu, apakah terjawab atau tidak dan apakah terbukti dengan benar atau tidak sehingga hasilnya akan memuaskan.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan)

Tahap Generalization (Menarik Kesimpulan) adalah proses menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau jawaban permasalahan yang sama dengan memperhatikan hasil verification. Berdasarkan hasil pembuktian maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah peserta didik belajar menarik kesimpulan/generalisasi peserta didik harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

Berdasarkan langkah dan tahapan dalam model pembelajaran Discovery Learning yang telah diuraikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa sintak dari model pembelajaran Discovery Learning adalah :

a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)

Adanya penyajian masalah yang diberikan oleh guru kepada peserta didik untuk dianalisis dan dicari penyelesaiannya.

(11)

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memberikan hipotesis (dugaan sementara) mengenai permasalahan yang disajikan.

c. Data Collektion (Pengumpulan Data)

Peserta didik diberi kesempatan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang mereka buat dengan cara mengumpulkan berbagai data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang disajikan.

d. Data Processing (Pengolahan Data)

Semua data yang telah terkumpul kemudian diolah oleh peserta didik sehingga membentuk suatu konsep yang melahirkan jawaban atau alternatif penyelesaian dari permasalahan yang peserta didik hadapi.

e. Verification (Pembuktian)

Peserta didik mencocokkan kembali, membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang peserta didik buat dengan alternatif penyelesaian pada data processing.

f. Generalization (Menarik Kesimpulan)

Peserta didik bersama guru menarik kesimpulan mengambil satu jawaban yang tepat dan sesuai dengan penyelesaian permasalahan yang disajikan.

2.1.4 Media Visual

Salah satu sumber belajar yang dapat menunjang kegiatan pembelajaran adalah media. Penggunaan media sederhana dalam pengajaran bisa membuat peserta didik belajar dengan lebih tekun dalam suasana yang menyenangkan. Media berguna untuk mempermudah penyampaian materi dari guru sekaligus memberikan penampilan materi yang nyata sehingga dapat memberikan makna pada diri peserta didik. Inilah yang nantinya akan menciptakan suatu pembelajaran yang aktif dan juga kreatif serta inovatif.

Menurut Sanjaya (2008: 244), “media pembelajaran dapat dikatakan sebagai alat yang bisa merangsang peserta didik untuk terjadinya proses belajar. Media tidak hanya berupa alat atau bahan, tetapi juga hal-hal lain yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan”.

Menurut Daryanto (1993: 27), “media visual adalah semua alat peraga yang digunakan dalam proses belajar yang bisa dinikmati lewat panca indera”.

(12)

“Media visual adalah media yang memberikan gambaran menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak, media visual bersifat realistis dan dapat dirasakan oleh sebagian besar panca indera terutama oleh indera penglihatan”. http://septimartiana.blogspot.com

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa media visual merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat memberikan gambaran secara konkrit atau nyata tentang isi dari materi pembelajaran yang dapat dirasakan oleh sebagian besar panca indera terutama oleh indera penglihatan.

2.1.4.2 Fungsi Media

Menurut Gerlach dan Ely dalam Ibrahim (2001: 246) fungsi media adalah : a. Memperoleh gambaran yang jelas dan nyata tentang benda atau hal-hal yang sukar diamati secara langsung karena ukurannya terlalu besar atau terlalu kecil.

b. Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara langsung.

c. Dapat dengan mudah membandingkan sesuatu. Dengan bantuan gambar, model atau foto peserta didik dapat membandingkan dua benda yang berbeda.

d. Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu objek secara serempak.

e. Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat dan temponya masing-masing.

Media pembelajaran yang dikemas dengan baik dapat menarik perhatian peserta didik dan memotivasi peserta didik untuk belajar serta mengingatkan kembali akan pengetahuan dan ketrampilan yang sudah dipelajari. Media pembelajaran dapat menghubungkan kembali antara konsep-konsep yang sudah diketahui dengan konsep-konsep yang akan dipelajari. Dengan demikian keberadaan media pembelajaran adalah sebagai alat bantu maupun media pengajaran yang dapat bermanfaat bagi peserta didik untuk memperoleh informasi dan memperjelas informasi.

(13)

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya :

Penelitian yang dilaksanakan oleh Slamet Sulbani dengan skripsinya yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA dengan Model Pembelajaran Discovery Learning pada Siswa Kelas IV MI Muhammadiyah Nogosari Girimulyo Kulon Progo Yogyakarta” Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan prestasi belajar IPA pada materi perubahan penampakan pada bumi dan benda langit pada siswa kelas IV MI Muhammadiyah Nogosari Girimulyo Kulon Progo Yogyakarta. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, dengan subyek penelitian siswa kelas IV MI Muhammadiyah Nogosari Girimulyo Kulon Progo Yogyakarta. Hal ini terbukti adanya peningkatan nilai rata-rata sebanyak 20,00, nilai tersebut didapat dari nilai rata-rata sebelum dilakukan pembelajaran dengan model Discovery Learning 58,57. Sedangkan nilai rata-rata sesudah dilakukan pembelajaran dengan model Discovery Learning adalah 78,57%.

Penelitian lain yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning adalah Ina Azariya Yupita dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Discovery untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa serta hasil belajar siswa kelas IV SD N Surabaya. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan yang diperoleh pada tiap siklusnya. Pada siklus I aktivitas guru mencapai 78,57%, aktivitas siswa 66,07%, dan hasil belajar siswa 63,69%. Pada siklus II aktivitas guru mencapai 83,90%, aktivitas siswa 78,60%, dan hasil belajar siswa 77,77%. Dan pada siklus III aktivitas guru mencapai 91,07%, aktivitas siswa 87,05%, dan hasil belajar siswa 94,44%.

Penelitian lainnya yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning adalah penelitian yang dilakukan oleh Naviah Yunari dengan judul penelitiannya “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model

(14)

Discovery Learning Materi Gerak Benda di Kelas III SD N 1 Wonorejo

Kecamatan Pagerwojo Kabupaten Tulungagung”. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan menerapkan model Discovery Learning, diperoleh peningkatan hasil belajar IPA materi gerak benda pada siswa di kelas III. Peningkatan hasil belajar dari pra siklus, siklus I ke siklus II sebagai berikut, Pada tahap pra siklus rata-rata nilai kelas 53,73 dengan prosentase ketuntasan 32%. Siklus I dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 3,16 dengan peningkatan persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 10%. Siklus II dari pertemuan 1 ke pertemuan 2 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 9,22 dengan peningkatan prosentase ketuntasan secara klasikal sebesar 16%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar IPA setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery learning.

Penelitian lainnya lagi yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning adalah penelitian yang dilakukan oleh Yulis Purwanti dengan judul penelitiannya “Penerapan Model Discovery Learning dalam pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Bagian-bagian Tumbuhan Pada Siswa Kelas II SDN Pringo Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang”. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model Discovery Learning. Sebelum tindakan nilai rata-rata 65 dengan ketuntasan 60%. Setelah penerapan model Discovery Learning nilai rata-rata siswa pada siklus I naik menjadi 79 dengan ketuntasan belajar 80%. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 87,5 dengan ketuntasan belajar 100%. Penerapan model Discovery Learning juga meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Rata-rata skor keaktifan siswa pada siklus I 3,5 atau 75% dan dikatakan baik, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 3,75 atau 93,75% dan dikatakan sangat baik.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Nugroho dengan skripsinya yang berjudul “Pemanfaatan Media Audio Visual untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA pada Siswa Kelas V SDN Kemiriswu 2 Pasuruan”. Hasil penelitian pembelajaran menggunakan media Audio Visual pada desain pembelajaran

(15)

didapat pada siklus I rata-rata sebesar 83% dan pada siklus II sebesar 94% dan pada penerapannya diperoleh hasil nilai tindakan guru mengajar pada siklus I rata-rata sebesar 79 % dan pada siklus II sebesar 92 %. Pada aktivitas dan hasil belajar pelajaran IPA siswa kelas V SDN Kemirisewu 2 Kec. Pandaan Kab. Pasuruan. Hal itu ditunjukan rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 44% meningkat menjadi 89% pada siklus II. Sedangkan ketuntasan hasil belajar siswa sebelum tindakan sebesar 33,33%, pada siklus I sebesar 57,14% dan meningkat menjadi 85,71 pada siklus II. Dengan demikian penerapan media Audio Visual dapat meningkatkan aktivitas dan belajar siswa

2.3 Kerangka Berpikir

Pada pra siklus guru menggunakan banyak ceramah dalam kegiatan pembelajarannya sehingga membuat peserta didik menjadi bosan dan ramai sendiri ketika guru menjelaskan materi di depan kelas, banyak peserta didik yang masih malas dan malu-malu ketika ditunjuk oleh guru untuk maju ke depan kelas. Hal itulah yang menghambat proses pembelajaran dan membuat hasil belajar IPA peserta didik rendah. Banyak peserta didik yang memperoleh nilai dibawah KKM (≥ 76). Untuk menanggapi masalah tersebut, perlu adanya tindakan agar hasil belajar meningkat. Pemikiran peneliti adalah dengan menerapkan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media visual pada mata pelajaran IPA ini selain mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik, juga mampu membuat peserta didik aktif untuk mengikuti pembelajaran.

Dengan model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media visual, peserta didik dituntut untuk dapat menemukan sendiri jawaban atau penyelesaian dari permasalahan yang peserta didik alami, serta mampu mengorganisasikan sendiri pengetahuan yang peserta didik dapatkan dari hasil pengalaman yang mereka peroleh. Peserta didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang kemudian dianalisis dan dicari penyelesaiannya. Sebelum peserta didik mengetahu jawaban yang benar mereka diberi kesempatan untuk memberikan hipotesis (dugaan sementara) mengenai permasalahan yang disajikan. Selanjutnya peserta didik diminta untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang mereka buat dengan cara mengumpulkan berbagai data dan informasi kemudian semua data

(16)

yang terkumpul diolah sehingga membentuk suatu konsep yang melahirkan jawaban atau alternatif penyelesaian yang benar dan lebih logis. Peserta didik mencocokkan kembali, membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang mereka buat dengan alternatif penyelesaian yang lebih logis. Lalu guru bersama peserta didik menarik kesimpulan, mengambil satu jawaban yang yang tepat dan sesuai dengan penyelesaian permasalahan yang disajikan. Melalui kegiatan pembelajaran yang seperti ini maka proses pembelajaran akan dapat berlangsung dengan baik, peserta didik akan lebih mudah dalam memahami materi. Karena proses pembelajaran berlangsung dengan baik dan peserta didik dapat lebih mudah dalam memahami materi, maka hasil belajar peserta didik juga akan meningkat.

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah melalui model pembelajaran Discovery Learning berbantuan media visual pada mata pelajaran IPA diduga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas 5 SD N Bringin 2 Kabupaten Semarang Tahun 2014/2015.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang anemia defesiensi dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet Fe di Desa Pulau Banyak Barat

Tahap Pengumpulan Data Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data-data yang dapat dijadikan. sebagai sumber website

Kualitas adalah masalah pertimbangan atau diputuskan oleh pelanggan, yang berarti bahwa kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen produk

Pemberian pupuk organik cair Super Bionik pada tanaman memberikan keuntungan, yaitu akan memberikan respons yang positif jika konsentrasi yang diberikan tepat dan

Film PVDF yang ditempelkan pada pelat akan mengubah gaya ini menjadi muatan listrik yang oleh charge amplifier akan diubah menjadi tegangan sehingga dapat dideteksi oleh

homeschooling yaitu (1) anak akan benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan belajar, (2) objek yang dipelajari sangat beragam dan luas, (3) orang tua berperan

Puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala anugerah dan berkat yang melimpah bagi penulis sehingga penulisan karya tulis ilmiah dengan judul

Hal tersebut menunjukkan bahwa angka asam minyak biji Callophyllum inophyllum dan Ceiba pentandra yang didapatkan pada penelitian ini hanya melebihi sedikit dari