• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq)

2.1.1. Botani

Klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai sejak empat abad yang lalu (abad ke-16) dan dilanjutkan pada abad-abad selanjutnya. Seperti halnya dengan upaya pengklasifikasian jenis-jenis tumbuhan lainnya ataupun hewan, para ahli berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini dapat di mengerti, karena di masa lampau ilmu taksonomi maupun ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya belum berkembang seperti sekarang (Mangoensokerjo, 2008).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq ) diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Pteropsida Kelas : Angiospermae Sub Kelas : Monocotyledonae Ordo : Spadifciflorae Famili : Palmae Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq

2.1.2. Morfologi a) Akar

Akar berfungsi untuk menunjang stuktur batang di atas tanah, penyerapan air dan unsur-unsur hara dari dalam tanah, serta sebagai salah satu alat respirasi.Sistem perakaran kelapa sawit merupakan sistem akar serabut, terdiri dari akar primer, akar skunder, akar tersier dan akar kuarterner (Pahan.2015).

(2)

5

1. Akar primer umumnya berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan menghujam kedalam tanah dengan sudut beragam.

2. Akar sekunder berdiameter 2-4 mm. 3. Akar tersier berdiameter 0,7-0,2 mm.

4. Akar kuarter berdiameter 0,1-0,3 mm,panjangnya hanya 1-4 mm dan tidak berlignin (zat kayu).

b) Batang

Bakal batang disebut plumula (seperti tombak kecil). Tanaman kelapa sawit berbatang lurus tidak bercabang. Pada tanaman dewasa diameternya 45-60 cm. Bagian bawah batang biasanya lebih gemuk, disebut bonggol dengan diameter 60-100 cm. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belim terlihat karena msih tertutup pelepah yang belum ditunas. Kemudian batang mulai meninggi dengan kecepatan tumbuh 35-70 cm/tahun (Lubis, 2008).

c) Daun

Tanaman kelapa sawit memiliki daun (frond) yang menyerupai bulu burung atau ayam. Anak-anak daun (foliege leaflet) tersusun berbaris dua sampai ke ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilan nya sangat mirip dengan tanaman salak, hanya saja durinya tidak terlalu keras dan tajam. Bentuk daunnya termasuk majemuk menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Adi, 2015).

Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian:

1. Kumpulan anak daun (leflets) yang memiliki helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).

2. Racihis yang merupakan tempat anak daun merekat.

(3)

6

4. Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang. Luas daun meningkat secara progresif pada umur sekitar 8-10 tahun setelah tanam.

Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah daun yang panjang nya 7,5-9 meter dengan jumlah daun yang tumbuh di kedua sisi berkisar 250-400 helai. Pohon kelapa sawit normal dan sehat yang dibudidayakan, pada satu batang terdapat 40-50 pelepah daun luas permukaan daun akan berinteraksi dengan tingkat produktivitas tanaman. Semakin luas permukaan atau semakin banyak jumlah daun maka produksi akan meningkat karena proses fotosintesis akan berjalan dengan baik. Pohon kelapa sawit normal dan sehat dibudidayakan, biasanya tanaman kelapa sawit mempunyai 40-55 daun. Jika tidak dipangkas biasanya lebih 60 daun. Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2-3 helai daun setiap bulan, sedangkan yang muda menghasilkan 4-4 daun setiap bulan. Produksi daun dipengaruhi oleh faktor umur, lingkungan genetik, iklim (Adi, 2015).

d) Bunga

Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Artinya, bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang sama. Walaupun demikian, kadang-kadang di jumpai juga bunga betina pada satu tandan (hermaprodit). Bunga muncul dari ketiak daun, setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral. Bunga jantan maupun bunga betina mempunyai ibu tangkai bunga yang merupakan struktur pendukung spikelet. Infloresen di bedakan berdasarkan morfologi spikelet. Berdasarkan irisaan pada bunga yang belum mekar (immature), infloresen jantan dan betina berasal dari struktur yang sama (Pahan, 2008).

(4)

7

e) Buah

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dan hitam, ungu, hingga merah. Warna-warna itu tergantung pada bibit yang digunakan. Buah sawit bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Buah ini tersusun dari:

1. Kulit buah yang licin dan keras (epicrap)

2. Daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak.

3. Kulit biji (endocrap) atau cangkang yang berwarna hitam dan keras.

4. Daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak.

Buah yang sangat muda berwarna hijau pucat. Semakin tua warrnanya brubah menjadi hijau kehitaman, kemudian menjadi kuning muda, dan setelah matang menjadi merah kuning (oranye). Jika sudah berwarna oranye, buah mulai rontok dan berjatuhan (buah leles) (Hartanto, 2011).

Menurut (Lubis, 2008) buah kelapa sawit juga tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicrap), daging buah (mesocrap) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocarp) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo).

Buah kelapa sawit adalah buah batu (drupa) yang tidak bertangkai (sessile). Buah kelapa sawit tersusun dalam satu tandan dan memerlukan waktu 5,5 – 6,0 bulan dari saat penyerbukan sampai matang panen. Dalam 1 rangkaian terdapat ± 1800 buah yang terdiri dari buah luar, buah tengah dan buah dalam yang ukurannya kecil karena posisi yang terjepit mengakibatkan tidak berkembang dengan baik. Berat satu buah bervariasi 15 - 30 g, panjang 3 - 5 cm. Buah matang yang lepas dari tandan disebut brondolan (Lubis, 2008).

(5)

8

2.2. Potensi Produksi Tanaman Kelapa Sawit

Setiap kelas kesesuaian lahan dapat dikaitkan dengan produksi kelapa sawit yang dapat dicapai. Produktivitas tanaman kelapa sawit berdasarkan kelas lahan pada umur 3 sampai 25 tahun disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Potensi Produksi Menurut Kelas Lahan

Keterangan : KKL : Kelas Kesesuaian Lahan Sumber : Lubis, 2008

RJT : Rerata Jumlah Tandan (Pohon/Tahun) RBT : Rerata Berat Tandan (Kg)

TBS : Tandan Buah Segar (Ton/ Ha/ Thn) UMUR (Tahun) KKL S1 KKL S2 KKL S3 RJT RBT TBS RJT RBT TBS RJT RBT TBS 3 21.6 3.2 9.0 18.1 3.1 7.3 17.9 3.0 6.2 4 19.2 6.0 15.0 17.6 5.9 13.5 17.4 5.3 12.0 5 18.5 7.5 18.0 17.3 7.1 16.0 16.6 6.7 14.5 6 16.2 10.0 21.1 15.1 9.4 18.5 15.4 8.5 17.0 7 16.0 12.5 26.0 15.0 11.8 23.0 15.7 10.0 22.0 8 15.3 15.1 30.0 14.9 13.2 25.5 14.8 12.7 24.5 9 14.0 17.0 31.0 13.1 16.5 28.0 12.9 15.5 26.0 10 12.9 18.5 31.0 12.3 17.5 28.0 12.5 16.0 26.0 11 12.2 19.6 31.0 11.6 18.5 28.0 11.5 17.4 26.0 12 11.6 20.5 31.0 11.0 19.5 28.0 10.8 18.5 26.0 13 11.3 21.1 31.0 10.8 20.0 28.0 10.3 19.5 26.0 14 10.3 22.5 30.0 10.1 20.5 27.0 9.6 20.0 25.0 15 9.3 23.0 27.9 9.2 21.8 26.0 9.1 20.6 24.5 16 8.5 24.5 27.1 8.5 23.1 25.5 8.3 21.8 23.5 17 8.0 25.0 26.0 7.8 24.1 24.5 7.4 23.0 22.0 18 7.4 26.0 24.9 7.2 25.2 23.5 6.7 24.2 21.0 19 6.7 27.5 24.1 6.6 26.4 22.5 6.0 25.5 20.0 20 6.2 28.5 23.1 5.9 27.8 21.5 5.5 26.6 19.0 21 5.8 29.0 21.9 5.6 28.6 21.0 5.1 27.4 18.0 22 5.1 30.0 19.8 5.0 29.4 19.0 4.6 28.4 17.0 23 4.8 30.5 18.9 4.6 30.1 18.0 4.2 29.4 16.0 24 4.4 31.9 18.1 4.2 31.0 17.0 3.8 30.4 15.0 25 3.9 32.4 17.1 3.8 32.0 16.0 3.6 31.2 14.0 Jumlah 249.0 481.1 553.0 235.0 463.0 505.3 228.0 442.0 461.2 Rerata 10.8 20.9 24.0 10.2 20.1 22.0 9.9 19.2 20.0

(6)

9

2.3. Busuk Pangkal Batang (Ganoderma boninense)

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit atau sering juga disebut penyakit G.boninense merupakan penyakit yang sulit dideteksi pada stadia ini. Gejala awal penyakit ini sulit dideteksi dikarenakan perkembangan nya yang lambat dan di karenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal (Susanto, 2012).

Klasifikasi Ganoderma boninense adalah sebagai berikut: Dunia : Fungi

Filum : Basidiomycota Kelas : Agarimycetes Ordo : Polyporales Familia : Ganodermateceae Genus : Ganoderma boninense Spesies : Ganoderma boninense Pat.

Pada dasarnya penyakit Busuk pangkal batang (Ganoderma boninense) adalah organisme perusak kayu yang menyerang tunggul-tunggul pohon atau jaringan tua yang mendekati kematian. Miselium hanya dapat berkembang aktif dalam tunggul-tunggul tersebut dan dalam jaringan tua, dan tidak dapat tumbuh pada tunggul-tunggul yang tertinggal di lapangan, tetapi bersama-sama dengan Ganoderma tersebut berkembang pula sejumlah besar jenis mikroflora lainnya. Lahan bekas hutan atau kebun karet tersebut jika kemudian di tanami kelapa sawit, kemungkinan terjadi kontak antara akar kelapa sawit dengan Ganoderma yang hidup pada tunggul-tunggul yang tersisa di lahan tersebut sangat kecil (Mangoensoekarjo, 2008).

Busuk pangkal batang (Ganoderma boninense) merupakan patogen yang paling dominan yang menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (basal stem rot) dan busuk batang atas (upper stem rot) pada tanaman kelapa sawit. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini sangat besar baik secara

(7)

10

langsung maupun tidak langsung. Di beberapa perkebunan di Indonesia, penyakit ini telah menyebabkan kematian kelapa sawit hingga 80% atau lebih dari populasi. Penurunan produksi tandan buah segar adalah sebesar 0,16 ton/ha/setiap tanaman mati. Kejadian penyakit yang sekitar 1% di Indonesia dapat menyebabkan kerugian sekitar 256 juta USD per tahun. Dengan demikian, penyakit ini menjadi paling merugikan di Indonesia dan Malaysia (Susanto, 2015).

Busuk pangkal batang terjadi akibat serangan jamur melalui akar. Jamur Ganoderma yang menyerang antara lain, G. aplanatum, G. chalceum, G. miniatocincium, G. pseudoferreum, G. tornatum dan G. boninense. Badan buah jamur bervariasi, dari coklat muda ke coklat tua, dikelilingi garis putih dan nampak mengikat, khususnya saat muda (Turner, 2006)

2.3.1. Gejala Penyakit Ganoderma

Gejala utama penyakit Ganoderma adalah terhambatnya pertumbuhan, warna daun menjadi hijau pucat dan busuk pada batang tanaman. Pada tanaman belum menghasilkan, gejala awal ditandai dengan penguningan tanaman atau daun terbawah diikuti dengan nekrosis yang menyebar keseluruh daun. Gejala-gejala ini mrip dengan gejala yang disebabkan defisiensi hara, kekeringan, tanaman di daerah tergenang, atau gejala serangan rayap. Oleh sebab itu perlu diperhatikan informasi tambahan untuk mendiagnosa penyakit ini. Pada tanaman dewasa, semua pelepah menjadi pucat, semua daun dan pelepah mengering, daun tombak tidak membuka (terjadinya akumulasi daun tombak) dan suatu saat tanaman akan mati (Susanto, 2012).

Pada awal serangan, tanaman kadang-kadang masih menghasilkan tandan tetapi jumlahnya jauh berkurang dibandingkan dengan tanaman sehat. Pola sebaran penyakit tidak beraturan tetapi tanaman cenderung berkelompok beberapa pohon, dan jika satu pohon sakit dengan gejala berat atau telah

(8)

11

tumbang maka ada kecenderungan tanaman di sekelilingnya juga sakit dengan gejala lebih ringan (Purba, 2009).

Serangan Ganoderma terhadap pohon-pohon kelapa sawit dimulai dengan infeksi akar, dan meselium kemudian menjadi menjalar ke pangkal batang, setelah itu penjalaran berlanjut sepanjang batang. Perkembangan jamur pada pangkal batang mengakibatkan berkurangnya aliaran air dan unsur hara, dan laju pengurangan semakin lama semakin besar. Oleh karena itu gejala yang tampak dari luar adalah layu daun dan gejala kekurangan hara (Mangoensoekarjo, 2008).

Penyakit busuk pangkal batang (BPB) kelapa sawit atau juga sering disebut penyakit Ganoderma merupakan penyakit yang sulit dideteksi pada stadia ini. Gejala awal penyakit sulit dideteksi dikarenakan perkembangannya yang lambat dan dikarenakan gejala eksternal berbeda dengan gejala internal. Sangat mudah untuk mengidentifikasi gejala di tanaman dewasa atau saat telah membentuk tanda penyakit berupa tubuh buah, konsekuensinya, penyakit jadi lebih sulit dikendalikan (Susanto, 2012).

Gejala yang umum dijumpai pada perkebunan kelapa sawit Secara mikroskopik, gejala internal dari akar yang terserang Ganoderma sama dengan batang yang terinfeksi. Jaringan korteks dari akar yang terinfeksi berubah menjadi coklat sampai putih. Pada serangan lanjutan, jaringan korteks menjadi rapuh dan mudah hancur. Jaringan stele akar terinfeksi menjadi hitam padaserangan berat. Hifa umumnya berada pada jaringan korteks, endodermis, perisel, xilem, dan floem. Klamidospora sering dibentuk untuk bertahan hidup pada kondisi ekstrim. Tanda lain dari penyakit ialah munculnya tubuh buah atau basidiokarp pada pangkal batang kelapa sawit (Susanto, 2012).

(9)

12

Pada tanaman tua, gejala awal terlihat pada daun kelapa sawit yang menunjukkan warna hijau pucat, seperti kekurangan air dan unsur hara. Pada tajuk di tandai dengan mengumpulnya daun pupus yang tidak membuka dengan jumlah yang lebih dari empat buah. Penyakit Busuk pangkal batang (Ganoderma boninense) dapat menyerang tanaman muda (4 tahun). Gejala awal dimulai dari pelepah daun yang berwarna pucat seperti kekurangan hara tetapi jumlah pelepah terbatas hanya pada beberapa pelepah yang terdapat di pucuk (Lubis, 2008).

Untuk mendiagnosa penyakit Ganoderma yang paling akurat adalah dengan melihat munculnya tanda penyakit berupa tubuh buah Ganoderma. Morfologi warna dan bentuk tubuh buah Ganoderma di tanaman kelapa sawit sangat bervariasi. Variasi ini sangat di pengaruhi oleh lingkungannya. Pada tanaman muda, tubuh buah relatif jarang muncul, sedangkan pada substrat yang lebih keras misalnya tanaman tua maka peluang munculnya tubuh buah juga akan semakin besar (Susanto, 2012).

2.3.2. Mekanisme Penyerangan Ganoderma

Terdapat tiga cara yang memungkinkan jamur dapat meyebar langsung menuju tanaman inang, yaitu: kontak akar, basidiospora, dan inokulum sekunder yang bebas di dalam tanah. Tidak hanya di tanah mineral, di tanah gambut perkembangan penyakit Ganoderma juga lebih cepat. Laju infeksi yang lebih cepat ini diduga akibat peran mekanisme lain penyebaran Ganoderma yang melalui basidiospora (Susanto dkk, 2013).

Insiden penyakit berkaitan dengan tanaman atau vegetasi awal sebelum kelapa sawit. Pada tanaman eks hutan atau karet, penyakit mulai terlihat pada tanaman berumur 9-10 tahun dan serangannya dapat mencapai 25-40 % ketika diremajakan. Sedangkan Pada pertanaman kelapa sawit, penyakit muncul lebih dini, pada umur 1-3 tahun, tetapi sebahagian besar umur 4-6

(10)

13

tahun. Insiden selanjutnya meningkat dengan cepat dan pertambahan serangan tertinggi terjadi pada umur 8-13 tahun (Purba, 2009).

Tingginya kemunculan penyakit Ganoderma pada lahan gambut juga kemungkinan besar disebabkan oleh basidiospora sebagai agen penyebar, dan lahan gambut umumnya cocok untuk perkembangan Ganoderma. pola kemunculan gejala pada perekebunan kelapa sawit di lahan gambut juga berbeda. Gejala serangan busuk batang atas (BPA) lebih sering terjadi, bahkan sampai lebih dari 63% (Susanto dkk.,2008).

Perbandingan busuk pangkal batang dan busuk batang atas sangat berhubungan dengan jenis lahan gambut dan tergenang atau tidaknya dalam satu tahun. Saat tanah gambut mulai mendekati tanah mineral, busuk pangkal batang akan meningkat, sebaliknya busuk batang atas akan menurun.lahan tergenang akan menyebabkan Ganoderma mati dan memperkuat mekanisme busuk batang atas. Pola penyebaran basidiospora melalui udara membuat busuk batang atas sebagai gejala penyakit Ganoderma (Susanto, 2012).

2.3.3. Tingkat Kerugian Yang Di Timbulkan

Pada akhir-akhir ini diketahui bahwa patogen menyerang tanaman sawit belum menghasilkan (berumur ± 1 tahun). Kejadian penyakit cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya generasi tanaman sawit. Gejala penyakit muncul lebih awal dan lebih berat pada generasi ketiga dan keempat. Kejadian penyakit pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan pada generasi pertama, kedua, ketiga, dan keempat masing-masing adalah 0, 4, 7, dan 11%. (Susanto, 2012).

Interaksi antara Ganoderma dan kelapa sawit dimulai sejak introduksi kelapa sawit pada tahun 1848 di kebun Raya Bogor. Selama kurang lebih 163 tahun, interaksi keduanya berjalan secara intensif, apalagi kelapa sawit di tanam secara monokultur dalam skala yang sangat luas (Susanto,2012).

(11)

14

Selama dekade terakhir, penyakit Ganoderma telah menjadi permasalahan serius di perkebunan kelapa sawit khususnya yang telah generasi kedua atau lebih. Pada saat ini kejadian penyakit Ganoderma telah menyebabkan kerugian hasil yang sangat signifikan. Ada dua macam kerugian yang disebabkan oleh Ganoderma, kerugian langsung dan tidak langsung. Kerugian langsung berhubungan dengan produksi yang rendah karena kematian tanaman, sedangkan kerugian tidak langsung berhubungan dengan penurunan berat buah dari buah kelapa sawit. Ganoderma yang menyerang tanaman membuat berat batang tanaman menjadi berkurang yang pada akhirnya membuat tanaman tidak berbuah (Susanto,2012).

Tingginya kejadian penyakit Ganoderma telah banyak dilaporkan di Indonesia. pada beberapa kebun tua di Indonesia, kejaian penyakit dapat mencapai 80% dan sangat menurunkan produksi. Di perkebunan Indonesia hasil sensus menunjukan bahwa pada kelapa sawit umur dibawah 6 tahun mempunyai kejadian penyakit berkisar 0-1,5%. Kejadian penyakit sangat meningkat secara drastis pada tanaman yang lebih dari 16 tahun yang mempunyai kejadian penyakit 13-18%. Sedangkan kejadian penyakit pada tanaman menghasilkan pada generasi pertama, dan ketiga masing-masing adalah 17, 18, dan 75%, Kejadian penyakit yang tinngi menyebabkan banyak perkebunan mempercepat penanaman ulang (replanting) meskipun tanaman sawit masih berumur 14 tahun (Susanto,2012).

Penurunan hasil tandan buah segar adalah 0,16 ton/ha untuk setiap tanaman yang mati. Jika tegakan berkurang sebesar 50% maka rata-rata penurunan TBS sebesar 35%. Kejadian penyakit Ganoderma sebesar 1% menyebabkan kerugian sebesar 256 juta per tahun (Darmono,2011).

2.4. Metode Pengendalian Ganoderma

Pembersihan sumber infeksi sebelum penanaman ulang, pencegahan penyebaran penyakit dalam kebun menggunakan sensus pokok terhadap

(12)

15

tanaman umur empat tahun ke atas. Pengobatan dengan fungisida untuk menghambat laju intensitas serangan pada pokok yang sakit (Pahan, 2008). Sampai saat ini sudah banyak usaha untuk mengendalikan penyakit BPB, tetapi mengalami kegagalan. Pengendalian-pengendalian tersebut meliputi pengendalian secara kultur teknis, mekanis, dan kimiawi. Kegagalan pengendalian banyak disebabkan oleh sifat patogen Ganoderma boninense. Patogen ini bersifat tular tanah sehinngga apabila dikendalikan dengan fungisida, maka fungisida ini kemungkinan tidak efektif karena pengaruh sifat fisik dan kimia tanah atau terdetegradasi oleh mikroflora di dalam tanah sebelum mencapai sasaran. Disamping itu patogen ini juga mempunyai beberapa macam alat untuk bertahan dalam kondisi ekstrim seperti miselium resisten, basidiospora, klamidospora serta mempunyai kisaran inang yang luas. Oleh karena itu, pengendalian secara kimiawi dan mekanis menjadi sangat tidak efektif (Susanto dkk,2008).

Pembersihan sumber infeksi sebelum penanaman ulang, pencegahan penyebaran penyakit dalam kebun menggunakan sensus pokok terhadap tanaman umur empat tahun ke atas. Pengobatan dengan fungisida untuk menghambat laju intensitas serangan pada pokok yang sakit (Pahan, 2008).

2.4.1. Pengendalian Kultur Teknis dan Mekanis

Untuk mengurangi serangan Ganoderma, pangkal batang kelapa sawit perlu dibumbun dengan tanah. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghindari infestasi basidiospora ke batang kelapa sawit, serta menopang secara fisik batang tanaman kelapa sawit. Pembuatan parit di sekeliling tanaman sakit dimaksudkan untuk mengurangi kontak akar tanaman sakit dan sehat. Pembumbunan tanah pada pangkal batang dapat memperpanjang umur produksi selama 2 tahun. Pengurangan sumber inokulum di kebun dilaksanakan dengan pengumpulan dan pembakaran tubuh buah. Sebelum penanaman tanaman baru, tunggul-tunggul atau sisa tanaman dibongkar secara mekanis ataupun secara kimiawi. Parit isolasi untuk mencegah

(13)

16

penularan juga memberikan pengaruh terhadap penyebaran penyakit. Hal ini disebabkan kesulitan kita menentukan daerah penyebaran Ganoderma.(Susanto, 2008).

Gambar 2.1. Pembumbunan Kelapa Sawit (Sumber : Munandar, 2017)

2.4.2. Pengendalian Kimiawi

Pengendalian kimiawi telah banyak dilakukan di perkebunan kelapa sawit, baik dengan metode absorpsi akar maupun penyiraman dalam tanah. Berdasarkan percobaan pada tingkat laboratorium, banyak ditemukan fungisida yang efektif menekan Ganoderma boninse, tetapi apabila diaplikasikan dilapangan mengalami kegagalan. Fungisida Triazole yaitu triadimenol, triadimefon, tridemorph efektif menghambat pertumbuhan miselium Ganoderma boninense dengan konsentrasi berturut-turut 5,10 dan 25 g/ml. Pengendalian Ganoderma boninense dengan menggunakan fumigan Dazoment. Pemberian 500 g Dazoment per tanaman kelapa sawit dapat menahan pembentukan tubuh buah Ganoderma selama 3 bulan. Pnelitian terakhir menunjukan bahwa fungisida berbahan aktif carboxin ataupun quintozene lebih efektif daripada Dazoment (Susanto, 2008).

(14)

17

2.4.3. Pengendalian Biologi

Pengendalian Penyakit BPB secara biologi, walaupun kecil telah dilakukan. Kemungkinan untuk mengendalikan Ganoderma pada pertanaman yang telah terserang dapat didekati dengan memanipulasi agens biologi. Beberapa agens antagonis yang memberi harapan adalah Trichoderma. Penggunaan agens biologi lebih banyak digunakan sebagai pencegahan. Hal ini disebabkan Trichoderma tidak mampu mengikuti perkembangan akar kelapa sawit sehat (Susanto,dkk,2008).

Strategi Pengendalian pada tanaman belum menghasilkan (TBM). Pada saat ini, banyak kebun kelapa sawit yang belum menerapkan sistem lubang tanam besar. Oleh karenanya, tanaman TBM masih banyak yang terserang Ganoderma. Penggunaan sistem lubang tanam besar bertujuan mengurangi sumber inokulum Ganoderma hingga seminimal mungkin pada titik penanaman kelapa sawit (Priwairatama,dkk, 2014).

Gambar 2.2. lubang tanam besar (Sumber : Munandar, 2017)

Ukuran lubang sama yaitu 3x3x0,8 m dengan lubang tanam standar 0,6x0,6x0,6 m. pemberian tandan kosong kelapa sawit 400 kg/lubang/tahun dan pemberian jamur Trichoderma sebanyak 400 g/lubang (Susanto, 2008).

(15)

18

Strategi pengendalian pada tanaman menghasilkan (TM) Prinsip yang diterapkan pada tanaman kelapa sawit TM yang sudah terinfeksi Ganoderma adalah mencegah penularan pada tanaman tetangganya dan memperpanjang umur tanaman untuk terus berproduksi. Untuk memperpanjang umur produksi dapat dilakukan pembumbunan pangkal batang yang sebelumnya dilakukan pembedaan bagian sakit. Tujuan kegiatan ini adalah untuk merangsang pertumbuhan akar baru sehingga dapat lebih menopang tanaman. Sedangkan untuk mencegah penularan dilakukan sanitasi batang atau akar dengan cara; batang dicincang kemudian di bakar dan dilanjutkan dengan pembongkaran tunggul kemudian dibuat lubang 2x2x0,8 m (Susanto, 2008).

Gambar

Tabel 2.1.  Potensi Produksi Menurut Kelas Lahan
Gambar 2.1. Pembumbunan Kelapa Sawit  (Sumber : Munandar, 2017)
Gambar 2.2. lubang tanam besar  (Sumber : Munandar, 2017)

Referensi

Dokumen terkait

Proses Belajar Mengajar Pada SMP IT Rohmatul Ummah Kudus” telah dilaksanakan dengan tujuan merancang suatu sistem informasi pengolahan sistem penilaian berbasis komputer

Dan hasil belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan menggunakan modul pada kelas X BKP 1 (kelas eksperimen) diperoleh rata-rata kelas nilai hasil

Respon pasien terhadap nyeri akut dengan nyeri kronis biasanya berbeda, Pada pasien nyeri kronik biasanya karena nyeri yang begitu lama yang dialami membuat pasien letih untuk

Salah satu penyakit penting pada tanaman sawit adalah Busuk Pangkal Batang (BPB) kelapa sawit yang disebabkan oleh Ganoderma boninense yang merupakan penyakit

Dalam Anggaran Rumah Tangga ini, yang dimaksud dengan :.. a) KKG PAI SD Kecamatan Ngaliyan adalah suatu wadah organisasi profesi guru; Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI)

Berdasarkan interaksi pada sekolah baik antara model pembelajaran (PMK dan PMB) dengan kelompok siswa, ternyata hasil belajar siswa sekolah baik lebih tinggi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan tidak