• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN PEMBEBANAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN PEMBEBANAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Seminar Tugas Akhir

PARTICLE SWARM OPTIMIZATION UNTUK OPTIMASI PENJADWALAN

PEMBEBANAN PADA UNIT PEMBANGKIT PLTG DI PLTGU TAMBAK LOROK

Basuki Sri Wantoro[1], Hermawan[2], Susatyo Handoko[2]

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

[1]ukikaja@yahoo.co.id

Abstract

Generator scheduling is an important part in the power systems operation. In the absence of good scheduling can lead to huge costs incurred in the operation of power systems, especially on the generation side, and can cause lack of coordination in meeting the needs of the load and distribution of electric power. Optimization of generator scheduling can be obtained by using artificial intelligence techniques such as Particle Swarm Optimization (PSO).

In this final project, optimization method of Particle Swarm Optimization (PSO) solved by using Matlab software and the characteristics of a power plant generating units is determined by the method of Least Squares Parabolic Approach proposed to the solution of generator scheduling problems on a power plant generating units (GTG) in block 1 Tambak Lorok Power Plant.

From the simulation results of optimization with PSO method showed good performance. Greatest savings obtained on the power requirements (demand) between 90 ≤ P ≤ 210 MW is above 1000 liters / hour, while at the power requirements (demand) between 210 <P ≤ 315 MW obtained a smaller savings are below 1000 liters / hour. The simulation results are identical with other optimization methods such as Genetic Algorithm and Lagrange Multiplier.

Keywords: Optimal generator scheduling, PSO, Genetic Algorithms, Lagrange Multiplier.

I. P

ENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangkitan tenaga listrik merupakan komponen biaya terbesar didalam suatu sistem tenaga listrik. Sedangkan pada unit-unit pembangkit tenaga listrik memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam hal biaya pembangkitannya. Untuk mendapatkan pengoperasian yang optimal dalam memenuhi kebutuhan beban maka penjadwalan pengoperasian suatu generator pada pembangkit dan koordinasi antar pembangkitan sangat diperlukan dalam upaya melakukan optimalisasi pembebanan yang bertujuan untuk memperoleh biaya operasi yang optimal dan ekonomis dengan memperhatikan batasan-batasan dari kapasitas unit pembangkit itu sendiri.

Salah satu teknik solusi untuk menyelesaikan permasalahan optimalisasi ini yaitu dengan menggunakan teknik Particle Swarm Optimization (PSO). Banyak penelitian telah dilakukan dengan menggunakan metode optimasi PSO,diantaranya metode PSO dengan pendekatan

Constriction Factor[5,7] dan metode optimasi Modified

Improved PSO pada pembangkit termal sistem 500kV

Jawa-Bali[6].

Kelebihan utama algoritma PSO adalah mempunyai konsep yang sederhana, mudah diimplementasikan, dan efisien dalam perhitungan jika dibandingkan dengan algoritma matematika dan teknik optimisasi heuristik lainnya.

PLTGU Tambak Lorok merupakan salah satu pembangkit yang mensuplai kebutuhan tenaga listrik di sistem jawa-bali. Pada penelitian sebelumnya digunakan metode Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) sebagai solusi dari masalah penjadwalan pembebanan pada unit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok [2].

Dalam penelitian ini, metode PSO digunakan untuk menyelesaikan optimal pembebanan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok. Untuk melihat

tingkat kekakuratannya maka hasil simulasi dengan PSO akan dibandingkan dengan metode Algorima Genetika dan metode konvensional Lagrange Mulptiplier.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam tugas akhir ini yaitu :

1 Menentukan nilai optimal penjadwalan beban pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dengan metode Particle Swarm Optimazion (PSO). 2 Membandingkan keakuratan hasil dari simulasi yang di

dapat dengan metode pembanding Algoritma Genetik dan Lagrange Multiplier.

3 Menghitung biaya penghematan yang didapat bila simulasi ini diaplikasikan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk Dalam pembuatan tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut :

1. Metode solusi untuk masalah optimalisasi penjadwalan pembebanan generator menggunakan metode Particle Swarm Optimization (PSO).

2. Tidak membahas metode Algoritma Genetika dan Lagrange Multiplier sebagai metode pembanding dari hasil metode Particle Swarm Optimization.

3. Aplikasi dari metode ini ditujukan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dengan memperhatikan batasan dari kapasitas unit pembangkit. 4. Tidak membahas daya yang dihasilkan pada STG apabila unit PLTG dioperasikan pada sistem Combined

Cycle.

5. Karakteristik unit PLTG pada blok 1 PLTGU Tambak Lorok ditentukan dengan metode pendekatan Least

(2)

6. Data yang digunakan adalah data 3 bulan terakhir pengoperasian unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok sebelum Reserve Shut Down (RSH). 7. Software yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah

Matlab 7.6 (R2008a).

II. D

ASAR

T

EORI

2.1 Operasi Ekonomis Sistem Tenaga[1,2] 2.1.1 Biaya Operasi Pembangkit Thermal

Biaya pengoperasian pembangkit tergantung dari beberapa hal antara lain effisiensi biaya bahan bakar dan rugi-rugi yang terjadi pada saluran transmisi. Setiap unit pembangkit dalam suatu stasiun mempunyai karakteristik tersendiri dalam pengoperasiannya. Dengan mengetahui perbedaan karakteristik inilah optimalisasi pengoperasian pembangkit dapat diperoleh.

Secara umum, biaya pengoperasian pembangkit dalam hal ini adalah biaya bahan bakar yang digunakan digambarkan oleh fungsi kuadrat dari daya aktif yang dibangkitkan pada generator sebagaimana yang ditunjukan pada gambar 2.1

Hubungan antara biaya bahan bakar terhadap daya aktif yang dihasilkan pembangkit dirumuskan oleh persamaan sebagai berikut :

... (1) Dengan,

= biaya bahan bakar (masukan unit i), dollar/jam = daya yang dihasilkan (keluaran unit i), MW = karakteristik unit pembangkit

Gambar 2.1 Kurva karakteristik biaya bahan bakar

(Ci) terhadap daya aktif (Pi)

2.1.2 Optimasi Operasi Pembangkit Dengan Mengabaikan Rugi-Rugi Dan Memperhitungkan Batasan Pada Generator[1,2,7,8]

Pada umumnya pengoperasian pembangkit mem punyai batasan daya yang dibangkitkan. Generator dari setiap unit pembangkit seharusnya membangkitkan daya tidak melebihi nilai maksimumnya serta tidak boleh dioperasikan untuk membangkitkan daya dibawah nilai minimumnya. Untuk itu diperlukan suatu optimasi pengoperasian pembangkit agar biaya pengoperasian yang diperlukan tetap ekonomis. Misalnya batas minim dan maksimum dari suatu unit pembangkit adalah sebagai berikut :

i=1,…..

... (2)

2.2 Particle Swarm Optimazion (PSO)[4] 2.2.1 Dasar PSO

Particle Swarm Optimazion (PSO) adalah teknik

optimasi berdasarkan populasi stokastik yang terinspirasi oleh perilaku sosial kawanan burung atau kawanan ikan.

PSO memiliki banyak kesamaan dengan teknik komputasi evolusi seperti algoritma genetika. Sistem ini diinisialisasi dengan populasi secara acak dan mencari solusi optimal dengan memperbarui generasi.

Dalam PSO, solusi potensial yang disebut partikel, bergerak melalui penelusuran ruang dengan velocity yang dinamis hingga ditemukan posisi yang relatif tidak berubah, atau sampai keterbatasan komputasi terlampaui. Oleh karena itu, particle-particle mempunyai kecenderungan untuk bergerak ke area penelusuran yang lebih baik setelah melewati proses penelusuran.

Beberapa istilah umum yang digunakan dalam PSO dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Swarm : populasi dari suatu algoritma.

2. Particle : anggota (individu) pada suatu swarm.

3. Pbest (Personal Best) : posisi Pbest suatu particle yang menunjukkan posisi particle yang dipersiapkan untuk mendapatkan suatu solusi yang terbaik.

4. Gbest (Global Best) : posisi terbaik particle pada swarm atau posisi terbaik diantara Pbest yang ada.

5. Velocity (V) : kecepatan yang menggerakkan proses optimasi yang menentukan arah dimana particle diperlukan untuk berpindah dan memperbaiki posisinya semula.

6. Learning Rates (C1 dan C2) : suatu konstanta untuk menilai kemampuan particle (C1) dan kemampuan sosial swarm (C2) yang menunjukkan bobot dari particle terhadap memorinya. Nilai C1 dan C2 antara 0-2.

7. Inertia Weight (θ) : parameter yang digunakan untuk mengontrol dampak dari adanya velocity.

2.2.2 Algoritma PSO

Algoritma dari PSO yaitu :

1. Menentukan ukuran swarm dan menentukan nilai awal masing-masing partikel secara random.

2. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan untuk setiap partikel. 3. Menentukan kecepatan / velocity mula-mula.

4. Menghitung Pbest dan Gbest mula-mula.

5. Menghitung kecepatan pada iterasi berikutnya dengan Persamaan (3).

Vj(i) = θ Vj (i - 1) + c1 r1 [ Pbest,j - Xj (i-1) ] + c2 r2

[Gbest - Xj (i-1)] ... (3) Dengan,

(

) ... (4) i = iterasi; j = 1,2,3,...,N; r1 dan r2 adalah bilangan random; θmax dan θmin adalah random.

6. Menentukan posisi partikel pada iterasi berikutnya menggunakan Persamaan (5).

Xj(i) = Xj(i – 1) + Vj(i) ...(5) 7. Mengevaluasi nilai fungsi tujuan pada iterasi

selanjutnya.

8. Mengupdate Pbest dan Gbest.

9. Mengecek apakah solusi sudah optimal atau belum. Bila sudah optimal, maka proses algoritma berhenti, namun bila belum optimal maka kembali ke langkah 5.

III. P

ERANCANGAN

S

ISTEM

3.1 Pemodelan Unit-Unit Pembangkit[2]

Pemodelan unit pembangkit menunjukan karakteristik dari suatu unit pembangkit. Dalam membuat pemodelan ini biaya-biaya operasi dari setiap variable unit

(3)

tersebut harus dinyatakan sebagai fungsi keluaran daya dan dimasukan kedalam rumus biaya bahan bakar. Grafik yang menunjukan pemodelan dari suatu unit pembangkit merupakan pemetaan (plot) antara fungsi bahan bakar yang diperlukan terhadap keluaran daya dari unit tersebut.

Dari data lapangan yang diperoleh, karakteristik bahan bakar yang dibutuhkan terhadap daya keluarannya pada PLTG unit 1, 2 dan 3 di PLTGU blok 1 Tambak Lorok dapat dilihat pada gambar 3.1, 3.2, dan 3.3.

Gambar 3.1 Grafik karakteristik pembangkit unit 1, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW) Gambar 3.1 menunjukan kurva karakteristik pembangkit unit 1 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :

C1= 11539,596 + 0,1697564 P + (1,168 x 10-6) P2

Gambar 3.2 Grafik karakteristik pembangkit unit 2, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW) Gambar 3.2 menunjukan kurva karakteristik pembangkit unit 2 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :

C2= 16346,351 + 0,015187438 P + (2,3297 x 10-6)

Gambar 3.3 Grafik karakteristik pembangkit unit 3, Konsumsi

bahan bakar (liter/jam) terhadap Daya (KW)

Gambar 3.3 menunjukan kurva karakteristik pembangkit unit 3 dimana dari gambar tersebut diperoleh persamaan sebagai berikut :

C3= 13978,2174 + 0,11871682 P + (1,3703 x 10-6) P2

3.2 Pembuatan Program Simulasi

Perancangan program simulasi optimasi ini menggunakan program Matlab 7.6 (R2008a) dengan metode optimasi algoritma PSO (Particle Swarm

Optimization). Algoritma pembuatan program simulasi

ditunjukkan pada Gambar 3.4. di bawah ini :

Mulai

Inisialisasi Parameter

Inisialisasi Posisi Individu Secara Acak

Inisialisasi Velocity Individu Secara acak

Evaluasi Fungsi Objektif Pada Individu i

Update Velocity Individu i, Vik+1

Update Posisi Individu i, Xik+1

Update Pbest dan Gbest

Stopping Criteria Terpenuhi? Hasil/Output Selesai Tidak Ya

Gambar 3.4 Algoritma Pembuatan Program Simulasi

Program simulasi ini dibuat dalam 7 tahap, tahap pertama adalah inisialisasi parameter, tahap kedua adalah inisialisasi individu secara acak, tahap ketiga adalah inisialisasi velocity individu secara acak, tahap keempat adalah evaluasi fungsi objektif pada individu-i, tahap kelima adalah update velocity individu-i, tahap keenam adalah update posisi individu-i, tahap ketujuh adalah update Pbest dan Gbest. Sedangkan untuk nilai C1 dan C2 adalah 2 dan θmax , θmin masing-masing adalah 0,5 dan 0,1.

Pada program simulasi ini, fungsi objektif yang digunakan adalah untuk meminimalkan nilai total konsumsi bahan bakar (CTot) yang dibutuhkan untuk permintaan daya tertentu, dimana fungsi objektif pada algoritma PSO ini adalah sebagai berikut

...(6)

…...(7)

Dimana, CTot = total konsumsi bahan bakar (liter/jam) terhadap total daya (KW)

(4)

IV. P

ENGUJIAN DAN ANALISIS

4.1 Hasil Simulasi PSO

4.1.1 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 30 ≤ P < 60 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 30 ≤ P < 60 MW, maka hanya ada satu kemungkinan unit pembangkit GTG yang beroperasi, karena untuk mengoperasikan dua atau tiga unit pembangkit GTG secara bersama-sama tidak mungkin dilakukan karena tidak memenuhi syarat pembebanan minimum operasi pembangkit yaitu minimum 30 MW. Hasil simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada table 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Beban 30 ≤ P < 60 MW

4.1.2 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 60 ≤ P < 90 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 60 ≤ P < 90 MW, maka ada dua pola kemungkinan unit pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya dengan satu unit pembangkit GTG atau dengan dua unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Sedangkan untuk mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG secara bersama-sama tidak mungkin dilakukan karena tidak memenuhi syarat pembebanan minimum operasi pembangkit yaitu minimum 30 MW. Hasil simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Beban 60 ≤ P < 90 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat kebutuhan beban (demand) antara 60 ≤ P < 90 MW dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal yaitu yang hanya mengoperasikan satu unit pembangkit GTG saja.

4.1.3 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 90 ≤ P ≤ 105 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 90 ≤ P ≤ 105 MW, maka ada tiga pola kemungkinan unit pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya dengan satu unit pembangkit GTG atau dengan dua unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama atau dengan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Hasil simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Beban 90 ≤ P ≤ 105 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat kebutuhan beban (demand) antara 90 ≤ P ≤ 105 MW dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal yaitu yang hanya mengoperasikan satu unit pembangkit GTG saja.

4.1.4 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 105 < P ≤ 210 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 105 < P ≤ 210 MW, maka ada dua pola kemungkinan unit pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya dengan dua unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama atau dengan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Hasil simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Beban 105 < P ≤ 210 MW

Dari hasil simulasi metode PSO pada saat kebutuhan beban (demand) antara 105 < P ≤ 210 MW dihasilkan pola pengoperasian pembangkit yang optimal yaitu yang mengoperasikan dua unit pembangkit GTG secara bersama-sama.

4.1.4 Hasil Simulasi PSO Pada Beban 210 < P ≤ 315 MW

Pada saat kebutuhan daya (demand) antara 210 < P ≤ 315 MW, maka hanya ada satu pola kemungkinan unit pembangkit GTG yang beroperasi yaitu beroperasi hanya

(5)

dengan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama. Hasil simulasi metode PSO pada kebutuhan daya ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Beban 210 < P ≤ 315 MW

4.2 Hasil Pembanding Simulasi PSO

4.2.1 Hasil Perbandingan Simulasi Metode PSO, Algoritma Genetik dan Iterasi Lambda

Metode optimasi PSO, Algoritma Genetik dan Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) merupakan metode optimasi yang dapat digunakan untuk solusi dari masalah economy dispatch. Hasil perbandingan antara metode PSO, Algoritma genetik dan Iterasi Lambda dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Perbandingan PSO, Algen dan Iterasi Lambda

Gambar 4.1 Grafik perbandingan konsumsi BBM terhadap

Daya (MW), antara metode optimasi PSO,Algen dan Iterasi Lambda

Dari tabel 4.6 dan grafik 4.1 diatas dapat dilihat hasil perbandingan simulasi antara metode optimasi PSO, Algen dan Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) memiliki kemampuan yang identik sama.

Metode optimasi Algoritma PSO memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode Algoritma Genetik diantaranya yaitu algotrima yang lebih sederhana, iterasi yang jauh lebih cepat dalam mendapatkan nilai optimum dan fleksibilas pencarian lebih tinggi karna memiliki operator bobot inersia (inertia

weight) yang dapat diatur sesuai kebutuhan.

Sedangkan metode optimasi Lagrange Multiplier (Iterasi Lambda) merupakan metode optimasi dengan basis perhitungan secara matematis dengan angka-angka yang pasti.

4.2.2 Hasil Perbandingan Simulasi Metode PSO Dengan Pendistribusian Beban Merata

Dalam memenuhi kebutuhan daya (demand), pola operasi yang dilakukan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok umumnya adalah dengan menggunakan pola operasi pendistribusian beban secara merata. Artinya pengoperasian unit pembangkit diberikan beban yang sama pada masing-masing unit pembangkit yang beroperasi.

Apabila kebutuhan daya (demand) tertentu di asumsikan dipenuhi dengan cara pendistribusian beban merata pada masing-masing unit pembangkit GTG maka dari hasil perbandingan antara simulasi metode PSO dengan pendistribusian beban merata dapat dilihat penghematan yang didapat yaitu dengan melihat selisih dari biaya pembangkitan (konsumsi BBM) pada beban tertentu yang didapatkan antara metode PSO dengan metode pendistribusian beban merata.

Untuk mengoperasikan setiap unit pembangkit GTG memiliki syarat minimum pembebanan yaitu 30 MW, berdasarkan hal tersebut maka data perbandingan yang dilakukan untuk permintaan beban (demand) tertentu dengan mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG secara bersama-sama yaitu dimulai pada saat kebutuhan beban minimal (demand) 90 MW sampai dengan maksimal 315 MW. Hasil perbandingan antara metode PSO dengan pendistribusian beban merata dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut.

(6)

Tabel 4.7 Perbandingan PSO dengan Distribusi Beban Merata

Dari tabel 4.7 dapat dilihat penghematan yang didapat pada beban antara 90 ≤ P ≤ 210 MW cukup besar yaitu diatas 1000 liter/jam. Hal ini dikarenakan kurang efisiennya suatu unit pembangkit apabila dibebani dengan beban yang kecil. Pada metode optimasi dengan PSO hanya memilih dua unit pembangkit GTG yang beroperasi secara bersama-sama, sedangkan pada pendistribusian beban merata mengoperasikan tiga unit pembangkit GTG yang dioperasikan secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan daya (demand).

Sedangkan pada beban antara 210 < P ≤ 315 MW didapat penghematan yang cukup kecil yaitu dibawah 1000 liter/jam. Hal ini dikarenakan pada saat kebutuhan

daya (demand) antara 210 < P ≤ 315 MW maka seluruh unit pembangkit GTG beroperasi sehingga penghematan yang didapat lebih kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan daya (demand) antara 90 ≤ P ≤ 210 MW.

Gambar 4.2 Grafik perbandingan konsumsi BBM terhadap

Daya (MW), antara metode optimasi PSO dengan Distribusi Beban Merata

V.

P

ENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengujian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Metode Particle Swarm Optimization (PSO) dapat digunakan untuk solusi dari masalah penjadwalan pembebanan optimal pada unit pembangkit PLTG di PLTGU blok 1 Tambak Lorok.

2. Dari hasil pengujian, untuk penghematan terbesar yang didapat berada pada kebutuhan daya (demand) antara 90 ≤ P ≤ 210 MW yaitu diatas 1000 liter/jam, sedangkan pada saat kebutuhan daya (demand) antara 210 < P ≤ 315 MW didapat penghematan yang lebih kecil yaitu dibawah 1000 liter/jam. 3. Dari hasil pengujian, metode optimasi PSO

menunjukan performa yang baik untuk masalah optimasi penjadwalan pembebanan. Ini dapat dilihat dari hasil perbandingan metode-metode optimasi lain seperti metode Algoritma Genetika dan metode Lagrange Multiplier (iterasi Lambda) yang digunakan sebagai metode pembanding memiliki hasil yang mirip dan identik sama.

5.2 Saran

1 Perlu dikembangkan untuk optimasi penjadwalan pembebanan pada unit pembangkit PLTG di PLTGU Tambak lorok dengan mempertimbangkan daya yang dihasilkan pada Turbin Uap (STG) pada saat pola operasi Combine Cycle.

2 Perlu dikembangkan untuk optimasi penjadwalan pembebanan untuk sistem yang lebih besar dan kompleks dengan mempertimbangkan rugi-rugi pada jaringan.

3 Dapat dikembangkan sistem optimasi penjadwalan pembebanan dengan metode optimasi lainnya seperti metode Ant Colony, Simulated Annealing Algorithm (SAA), Fuzzy System, Tabu Search Algorithm dan lain - lain untuk melihat performa dari masing-masing metode optimasi.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Cekdin,Cekmas, 2007. “Sistem Tenaga Listrik,

Contoh Soal dan Penyelesaian Menggunakan MATLAB”.Yogyakarta : CV Andi Offset

[2] Siswanto,Marno, 2005. “Optimasi Pembagian

Beban Pada Unit Pembangkit PLTG Tambak Lorok Dengan Metode Lagrange Multiplier”.

Skripsi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang : tidak diterbitkan

[3] Wood Allen J, Wollenberg Bruce F, 1996,

“Power Generation, Operational, and Control”,

Second Edition, Jhon Wiley & Sons, Inc

[4] S.A Soliman, A.H. Mantawy, 2010, ”Modern

Optimization Techniques with Application in Electric Power System”. USA : Springers Science

+ Bussines Media,LCC

[5] Maickel Tuegeh, Soeprijanto, Mauridhi H Purnomo, 2009.”Modified Improved Particle

Swarm Optimazion For Optimal Generator Scheduling”.Yogyakarta : Jurnal Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009)

[6] AM. Ilyas, Ontoseno Penangsang, Adi Soeprijanto, 2010.”Optimisasi Economic Dispatch Pembangkit Termal Sistem 500 kV Jawa Bali Menggunakan Modified Improved Particle Swarm Optimization (MIPSO)”.Surabaya : Jurnal

Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS

[7] Shi Yao Lim, Mohammad Montakhab, and Hassan Nouri, 2009.”Economic Dispatch of

Power System Using Particle Swarm Optimization with Constriction Factor”.

International Journal of Innovations in Energy Systems and Power (Vol. 4 no. 2, October 2009)

[8] Kwang Y. Lee, Jong-Bae Park.

2006.”Application of Particle Swarm

Optimization to Economic Dispatch Problem: Advantages And Disanvantages”. IEEE 1-4244-0178-X/06/$20.00

[9] Jong-Bae Park, Ki-Song Lee, Joong Rin Shin, Kwang Y. Lee, 2005.”A Particle Swarm

Optimization For Economic Dispatch With Nonsmooth Cost Fungtions”. IEEE Transactions

On Power System.Vol.20.No.1

BIODATA PENULIS

Basuki Sri Wantoro lahir di

Jakarta pada 21 Februari 1986. Menempuh pendidikan di SDN 11 Ciracas Jakarta, SMPN 9 Jakarta, SMAN 64 Jakarta, D3 Politeknik Negeri Jakarta konsentrasi Teknik Energi dan saat ini sedang menyelesaikan studi Strata-1 di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang dengan mengambil konsntrasi Power / Ketenagaan.

Semarang, Juli 2012 Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Hermawan, DEA NIP. 196002231986021001

Dosen Pembimbing II

Susatyo Handoko,S.T., M.T. NIP. 197305262000121001

Gambar

Tabel 4.2 Beban 60 ≤ P &lt; 90 MW
Gambar 4.1   Grafik  perbandingan  konsumsi  BBM  terhadap  Daya  (MW),  antara  metode  optimasi  PSO,Algen  dan Iterasi Lambda
Tabel 4.7 Perbandingan PSO dengan Distribusi Beban Merata

Referensi

Dokumen terkait

Jenis uji yang dijalankan selama audit energi terinci mencakup uji efisiensi pembakaran, pengukuran suhu dan aliran udara pada peralatan utama yang menggunakan

Unit kompetensi ini berlaku untuk menentukan tim pembuat Hantaran, merencanakan bentuk kerja sama dan melaksanakan kerjasama dengan tim pembuat hantaran yang digunakan untuk

Simpulan penelitian ini adalah self-regulated learning efektif untuk meningkatkan kemandirian pemilihan karier peserta didik Kelas IX SMP Islam Diponegoro

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di Desa Karangpatihan Kecamatan Balong Kabupaten Ponorogo, bahwasannya pola asuh yang diterapkan bagi mereka yang menikah degan

Pria yang mengkonsumsi kopi >6 cangkir per hari justru memiliki tekanan darah yang lebih rendah jika dibandingkan dengan subjek yang mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per

Cake perlakuan 0% berwarna kuning, dikarenakan tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan cake berwarna putih sehingga tidak membuat warna cake menjadi coklat muda

(Jalan Keselamatan). Injil Markus dan Yohanes dalam bahasa Sengoi selesai diterjemah pada tahun 1954. Injil ini kemudiannya telah diterbitkan oleh Persatuan Alkitab

Penelitian kali ini hipotesis atau praduga sementara yang Peneliti simpulkan adalah adanya hubungan antara komunikasi interpersonal dosen dengan mahasiswa