• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI DOSIS PUPUK KANDANG DAN KERAPATAN TANAM DALAM SISTEM TUMPANGSARI GARUT - JAGUNG TERHADAP PRODUKSI GARUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI DOSIS PUPUK KANDANG DAN KERAPATAN TANAM DALAM SISTEM TUMPANGSARI GARUT - JAGUNG TERHADAP PRODUKSI GARUT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DOSIS PUPUK KANDANG DAN KERAPATAN TANAM DALAM SISTEM TUMPANGSARI GARUT - JAGUNG TERHADAP

PRODUKSI GARUT

THE TEST DOSAGE FERTILIZER CAGES AND DENSITY PLANTING IN INTERCROPPING SYSTEM ARROWROOT - CORN

ON PRODUCTION OF ARROWROOT Oleh :

Siswadi dan Teguh Yuwono Fakultas Pertanian Unisri Surakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang, kerapatan jagung dalam sistem tumpangsari, dan pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang dengan kerapatan jagung dalam sistem tumpangsari terhadap hasil garut. Rancangan baku yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor 1 adalah pupuk kandang dengan 4 taraf dan faktor 2 adalah kerapatan tanam dengan 3 taraf. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam, dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan total, berat umbi per rumpun, dan produksi umbi per petak, (2) kerapatan tanam jagung berpengaruh nyata terhadap parameter berat umbi per rumpun dan produksi umbi per petak, (3) interaksi antara dosis pupuk kandang dan kerapatan tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman garut

Kata Kunci : garut, pupuk kandang, kerapatan tanam, produksi

ABSTRACT

These research aimed to know the effect of cages fertilizer dosage, effect of planting density, and effect of the interaction against the production of arrowroot. The design standard used was randomized complete block design (RCBD) are arranged in factorial, consisting of 2 factors, namely dosage of cages fertilizer and the density cropping, and each combination treatment was replicated 3 times. Data were analyzed using analysis of variance, followed by honestly significant difference test (HSD) at 5% level. The results showed that (1) application of cages fertilizer significantly affected to plant height, number tillers of total, weight of tubers per hill; and tubers production per plot ; (2) application of planting density affect weight of tubers per hill and production of tubers per plot, (3) interaction did not affect significantly to the production of tubers per plot.

Keywords : arrowroot, cages fertilizer, planting density, production PENDAHULUAN

Garut (Marantha arumdinaceae L.)

garut dapat digunakan sebagai bahan baku makanan dan minuman, farmasi atau

(2)

obat-karton. Selain itu, pati garut dapat digunakan sebagai campuran bedak, campuran obat penyakit panas dalam, obat borok, bahan pengikat tablet dan ektender pada perekat sintetis. Dibandingkan pati lainnya, bentuk serat garut lebih pendek sehingga mudah dicerna dan dapat dijadikan makanan bayi dan anak penyandang autis dan sindrom down, serta diet bagi manula dan pasien dalam masa penyembuhan. Tepung garut dapat diolah menjadi makanan tradisional ataupun makanan olahan lain seperti layaknya terigu, seperti semprit garut, kastengel garut, emping garut dan aneka olahan lainnya.

Pati dan tepung garut dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu hingga 50−100%. Kandungan karbohidrat dan zat besi tepung garut lebih tinggi dan lemaknya lebih rendah dibanding tepung terigu dan beras, sedangkan jumlah kalorinya hampir sama. Pati atau tepung garut bertekstur halus dan mudah dicerna.

Ini berarti garut sungguh layak untuk dikonsumsi.

Pengembangan garut telah dilakukan oleh para petani di Desa Pranggong, Kecamatan Andong, Boyolali pada dua jenis tanah yang dominan di desa tersebut yaitu tanah grumosol dan tanah rendzina. Pada tanah rendzina, produktivitas garut lebih baik daripada tanah grumosol, namun belum optimal.

Penyebabnya antara lain sifat fisik tanah yang kurang baik dan kesuburan tanah yang rendah. Hal ini disebabkan karena hara P dan K terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi sifat fisik dan kesuburan tanah tersebut adalah pemberian pupuk kandang. Hasil penelitian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta menunjukkan bahwa pemberian pupuk kompos mampu menaikkan hasil umbi garut dibanding penggunaan pupuk kimia tanpa kompos (Balai Pengkaijan Teknologi Pertanian Yogyakarta dalam Djaafar et. al., 2010).

Penanaman garut di Desa Pranggong dilakukan di lahan terbuka atau iklim mikro yang berbeda dengan yang ditanam di bawah naungan atau di bawah tegakan karena tanaman garut menghendaki kondisi ternaung. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhayati et al. (2003), bahwa tanaman garut dapat turnbuh di tempat yang ternaungi tanpa menurunkan kualitas maupun karakteristiknya. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah penanaman garut secara tumpangsari dengan tanaman jagung.

Hasil penelitian Masykiaji (2010) menunjukkan bahwa jagung lokal Madura berpotensi sebagai penaung bagi tanaman

(3)

garut di lahan terbuka karena mulai umur 3 sampai 13 minggu setelah tanam, tanaman jagung mampu memiliki tinggi 2 – 3 kali tanaman garut

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang, kerapatan tanam, dan pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang dengan kerapatan tanam jagung dalam sistem tumpangsari terhadap produksi garut.

METODE PENELITIAN 1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan, antara lain : umbi dan anakan garut berasal dari Desa Pranggong, benih jagung, pupuk kandang kotoran sapi, pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk daun Gandasil D, biotamax, dan Furadan-3G. Sedangkan alat yang digunakan antara lain : polybag berukuran 20 x 30 cm, cangkul, tali rafia, meteran, jangka sorong, gunting, alat tulis, ember, alat penyemprot, timbangan, oven, talenan, dan label.

2. Rancangan Penelitian

Rancangan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial terdiri dari 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Adapun kedua faktor tersebut adalah :

a. Faktor dosis pupuk kandang (D), terdiri atas 4 taraf, yaitu :

D1 = 10 t/ha (100 g/tanaman) D2 = 20 t/ha (200 g/tanaman) D3 = 30 t/ha (300 g/tanaman) D4 = 40 t/ha (400 g/tanaman)

b. Faktor kerapatan tanam (K) teridiri atas 3 taraf, yaitu :

K0 = Tanaman garut saja

K1 = 1 baris jagung dan 1 baris garut K2 = 1 baris jagung dan 2 baris garut Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis ragam dengan taraf nyata 5%. Sedangkan analisis selanjutnya untuk mengetahui perlakuan-perlakuan yang berbeda dan tidak berbeda nyata digunakan uji beda nyata jujur pada taraf 5%(Gaspersz, 1991 ; Steel. dan Torrie, 1989 ; Sugandi dan Sugiarto, 1994)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Hasil analisis ragam (Tabel 1) memperlihatkan bahwa perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan total, berat umbi per rumpun, produksi umbi per petak. Perlakuan kerapatan tanam juga berpengaruh terhadap berat umbi per rumpun dan produksi umbi per petak. Sedangkan interaksi tidak berpengaruh terhadap produksi garut.

(4)

Tabel 2 memperlihatkan bahwa pemberian pupuk kandang dengan dosis 20 t/ha dapat meningkatkan tinggi tanaman secara optimal yaitu rata-rata 109,3 cm ; dosis 40 t/ha akan meningkatkan jumlah anakan total terbanyak yaitu rata-rata 5,22 batang dan berat umbi per rumpun terberat yaitu rata-rata 42,50 g ; dosis 30 t/ha dapat meningkatkan produksi umbi per petak

terberat yaitu rata-rata 1626.10 g. Selain itu, Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa kerapatan tanaman K1 (1 baris jagung dan 1 baris garut) dapat meningkatkan berat umbi per rumpun dan produksi umbi per petak secara optimal yaitu berturut-turut 35,60 g dan 1484,77 g.

Tabel 1. Rekapan Hasil Analisis Ragam Parameter Pengamatan Perlakuan Dosis pupuk kandang (D) Kerapatan Tanam (K) Interaksi (DK) 1. Tinggi tanaman * ns ns

2. Jumlah anakan total * ns ns

3. Jumlah umbi per rumpun ns ns ns

4. Berat umbi per rumpun ** ** ns

5. Produksi umbi per petak ** ** ns

Keterangan : ns = tidak nyata * = nyata ** = sangat nyata

Tabel 2. Rata-rata Hasil Garut Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang dan Kerapatan Tanam Perlakuan Rata-Rata Hasil Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan total (batang) Jumlah umbi per rumpunn (buah) Berat umbi per rumpun (g) Produksi umbi per petak (g) D1 94,4 a 4,31 a 5,64 a 30.20 a 1162,60 a D2 109,3 b 4,72 ab 5,67 a 30.90 a 1271,90 a D3 115,4 b 4,83 ab 5,94 a 35.60 a 1533.50 b D4 121,2 b 5,22 b 6,11 a 42.50 b 1626.10 b K0 107,3 A 4,63 A 5,69 A 29,83 A 1105,19 A K1 107,8 A 4,94 A 5,90 A 35,60 B 1484,77 B K2 115,2 A 4,75 A 5,94 A 38,94 B 1605,62 B Keterangan :

1. Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama berarti tidak nyata. 2. Huruf kecil untuk pengujian dosis pupuk kandang (D).

3. Huruf besar untuk pengujian kerapatan tanam (K).

(5)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk kandang berpengaruh nyata

terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah anakan total, berat umbi per rumpun, dan produksi umbi per petak, sebagaimana ter;ihat pada Gambar 1, 2, 3, dan 4.

Gambar 1. Diagram Batang Untuk Tinggi Tanaman Garut Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Gambar 1 menunjukkan bahwa pada

pemberian pupuk kandang dengan dosis 20 t/ha telah dapat mencukupi kebutuhan tanaman akan unsur hara sehingga apabila

dosisnya ditingkatkan lagi maka tidak akan mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman secara nyata.

Gambar 2. Diagram Batang Untuk Jumlah Anakan Total Tanaman Garut Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang

0 20 40 60 80 100 120 140 D1 D2 D3 D4 a b b b T inggi T anaman (cm )

Dosis Pupuk Kandang

D1 = 10 t/ha D2 = 20 t/ha D3 = 30 t/ha D4 = 40 t/ha

0 1 2 3 4 5 6 D1 D2 D3 D4 a ab ab b Juml ah A nak an T ot al ( batang )

Dosis Pupuk Kandang

D1 = 10 t/ha D2 = 20 t/ha D3 = 30 t/ha D4 = 40 t/ha

(6)

Gambar 2 menunjukkan bahwa tidak terjadinya peningkatan jumlah anakan total secara nyata pada dosis 20 dan 30 t/ha diduga karena pemberian pupuk kandang dengan dosis tersebut belum mencukupi kebutuhan tanaman. Peningkatan jumlah anakan secara nyata baru terjadi setelah pemberian pupuk kandang ditingkatkan dosisnya menjadi 40 t/ha. Hal ini sejalan dengan pendapat Maruapey dan Faesal (2010) yang menyatakan bahwa respon tanaman terhadap pemberian pupuk akan meningkat bila menggunakan dosis pupuk yang tepat.

Pada Gambar 3, terlihat bahwa pengaruh terbaik terhadap berat umbi per rumpun diperoleh pada pemberian pupuk kandang dengan dosis 40 t/ha karena dapat menghasilkan berat umbi per rumpun tertinggi. Apabila pupuk kandang

diberikan dengan dosis yang lebih rendah (20 dan 30 t/ha) maka akan merugikan karena akan menghasilkan berat umbi yang sama dengan dosis 10 t/ha yang menghasilkan berat umbi terendah

Kondisi yang relatif berbeda terlihat pada Gambar 4, bahwa pengaruh terbaik terhadap produksis umbi per petak diperoleh pada pemberian pupuk kandang dengan dosis 40 t/ha karena dapat menghasilkan produksi umbi per petak tertinggi. Apabila pupuk kandang diberikan dengan dosis yang lebih rendah (30 t/ha) maka produksi umbi per petak yang dihasilkan berkurang. Sebaliknya, apabila pupuk kandang diberikan dengan dosis yang lebih rendah (20 dan10 t/ha) maka akan merugikan karena produksi umbi per petak yang dihasilkan sangat berkurang

Gambar 3. Diagram Batang Untuk Berat Umbi per Rumpun Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 D1 D2 D3 D4 a a a b B er at U m bi per R umpun (g)

Dosis Pupuk Kandang

D1 = 10 t/ha D2 = 20 t/ha D3 = 30 t/ha D4 = 40 t/ha

(7)

Gambar 4. Diagram Batang Untuk Produksi Umbi per Petak Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Berdasarkan hasil analisis tanah di

Laboratorium Fakultas Pertanian UNS diketahui bahwa tanah rendzina di lokasi penelitian memiliki sifat fisik tanah yang kurang baik dan kesuburan tanah yang rendah karena memiliki kandungan N total 0,31% (sedang), P2O5 9,89 ppm (sangat rendah), K2O 0,23 me % (rendah), bahan organik 2,78% (rendah), pH 8,23 (agak alkalis), bertekstur liat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dapat memperbaiki kesuburan tanah rendzina sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman garut, meningkatkan jumlah anakan total, meningkatkan berat umbi per rumpun, dan

meningkatkan produktivitas umbi per petak. Hal ini sejalan dengan pendapat Suteja dan Karta Sapoetra (1987) bahwa pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah sehingga menjadi faktor-faktor yang menjamin kesuburan tanah.

Musnamar (2003) menyatakan bahwa pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya, yaitu unsur hara makro seperti nitrogen, fospor dan kalium, serta unsur-unsur lainnya seperti kalsium, magnesium dan sulfur. Lingga dan Marsono (2004) menambahkan bahwa pada pertumbuhan vegetatif tanaman yang ditunjukkan dengan pertambahan tinggi 0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00 1400,00 1600,00 1800,00 D1 D2 D3 D4 a a b b P roduk si U m bi per P et ak

Dosis Pupuk Kandang

D1 = 10 t/ha D2 = 20 t/ha D3 = 30 t/ha D4 = 40 t/ha

(8)

tanaman, unsur hara yang berperan penting adalah nitrogen. Selain itu, menurut Anisyah et. al. (2014) unsur hara nitrogen juga berperan penting dalam proses pembentukan anakan. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Setyamidjaja (1986) bahwa nitrogen berperan dalam merangsang pertumbuhan tinggi tanaman dan merangsang tumbuhnya anakan. Hal ini berarti jika unsur hara nitrogen yang diberikan melalui pupuk kandang mencukupi kebutuhan tanaman garut maka tanaman akam mampu menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah anakan yang optimal.

Selain unsur hara nitrogen, phosphor (P) juga berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi garut. Menurut Nyakpa et. al. (1988), P sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman terutama dalam menstimulir pertumbuhan dan perkembangan umbi akar. Sedangkan pengaruh P terhadap produksi tanaman dapat merupakan tingginya produksi tanaman atau bahan kering.

Unsur hara kalium (K) juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi garut, yaitu terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, hasil umbi dan kualitas umbi. K berperanan penting dalam memperlancar aktivitas fotosintesis

sehingga akan meningkatkan bahan kering umbi dan kadar tepung umbi (Nyakpa et.

al., 1988 ; Setyamidjaja, 1986).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa pemberian pupuk kandang dengan dosis 20 – 40 t/ha selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah juga dapat menambah tersedianya unsur hara (Soepardi, 1983 dalam Mayadewi, 2007), sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman garut menjadi lebih baik.

2. Pengaruh Kerapatan Tanam Jagung Terhadap Produksi Garut

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan kerapatan tanam jagung berpengaruh nyata terhadap parameter berat umbi per rumpun dan produksi umbi per petak, sebagaimana ter;ihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Pada Gambar 5, terlihat bahwa pengaruh terbaik terhadap berat umbi per rumpun diperoleh pada kerapatan tanam lebar atau K2 (1 baris jagung dan 2 baris garut) karena dapat menghasilkan berat umbi per rumpun yang tertinggi. Apabila kerapatan tanam jagung di persempit menjadi K1 (1 baris jagung dan 1 baris garut) maka cenderung menurunkan berat umbi per rumpun walaupun tidak nyata dibanding K2.

(9)

Gambar 5. Diagram Batang Untuk Berat Umbi per Rumpun Akibat Perlakuan Kerapatan Tanam Jagung

Kondisi yang relatif sama juga terlihat pada Gambar 6, bahwa pengaruh terbaik terhadap produksi umbi per petak diperoleh pada kerapatan tanam lebar atau K2 (1 baris jagung dan 2 baris garut) karena dapat menghasilkan produksi umbi

per petak yang tertinggi. Apabila kerapatan tanam jagung di persempit menjadi K1 (1 baris jagung dan 1 baris garut) maka akan menurunkan produksi umbi per petak walaupun tidak berbeda dengan K2.

Gambar 6. Diagram Batang Untuk Produksi Umbi per Petak 0 5 10 15 20 25 30 35 40 K1 K2 K3 a b b B erat U m bi per R um pun (g)

Kerapatan Tanam Jagung

K1 = tanaman garut saja K2 = 1 baris jagung dan

1 baris garut K3 = 1 baris jagung dan

2 baris garut 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 K1 K2 K3 a b b Produ k si U m bi per Petak ( g)

Kerapatan Tanam Jagung

K1 = tanaman garut saja K2 = 1 baris jagung dan

1 baris garut K3 = 1 baris jagung dan

(10)

Adanya produksi umbi garut terbaik pada kerapatan tanam K2, sangat ditentukan oleh berat umbi per rumpun dan populasi garut per petak yang lebih banyak. Populasi garut pada K2 adalah 35 rumpun per petak dan K1 adalah 28 rumpun per petak. Ini berarti, semakin meningkat berat umbi per rumpun dan semakin banyak populasi garut per petak maka akan semakin meningkat pula produksi umbi garut per petak.

Selain itu, diperolehnya produksi umbi garut tertinggi pada kerapatan K2 menunjukkan bahwa pengaturan kedua tanaman cukup baik sehingga tercapai kerapatan optimal di mana pada kerapatan tersebut diduga tidak terjadi kompetisi antara tanaman jagung dan tanaman garut, baik kompetisi terhadap cahaya matahari maupun kompetisi terhadap unsur hara dan air.

Tidak terjadinya kompetisi terhadap cahaya matahari pada tanaman jagung sangat dimungkinkan karena tanaman jagung memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding tanaman garut sehingga tanaman jagung dapat memanfaatkan cahaya matahari secara langsung tanpa ternaungi. Hal ini sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman jagung yang menghendaki cahaya matahari langsung, sebab jika tidak maka akan mengurangi hasil (Effendi, 1984). Sedangkan tidak terjadinya kompetisi

terhadap unsur hara dan air kemungkinan karena sistem perakarannya yang berbeda : jagung memiliki sistem perakaran dalam (Effendi, 1984) sedangkan garut memiliki sistem perakaran dangkal.

3. Pengaruh Interaksi Terhadap Produksi Garut

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan kerapatan tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman garut. Kenyataan ini membuktikan bahwa pengaruh dari berbagai taraf kerapatan tanam, tidak dipengaruhi oleh berbagai taraf dosis pupuk kandang ; begitu pula sebaliknya. Hal ini diduga karena terjadi kekurangan air akibat kekeringan yang terjadi hampir di sepanjang masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hal ini menyebabkan penyerapan unsur hara menjadi tidak efisien sehingga akan menghambat pertumbuhan tanaman, dalam hal ini cadangan makanan sangat kurang dihasilkan oleh daun. Menurut Harjadi (2002), proses fotosintesis akan berlangsung secara sempurna apabila tersedia unsur hara, air dan sinar martahari yang cukup. Ini berarti kurangnya fotosintat menyebabkan organ-organ yang membutuhkan energi mengadakan kompetisi yang sama dalam tubuh tanaman, sehingga walaupun dilakukan pemberian pupuk kandang yang tinggi

(11)

yang dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman, itu tidak memberikan arti yang besar terhadap organ-organ pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disusun kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan total, berat umbi per rumpun, dan produksi umbi per petak

2. Kerapatan tanam jagung berpengaruh nyata terhadap parameter berat umbi per rumpun dan produksi umbi per petak.

3. Interaksi antara dosis pupuk kandang dan kerapatan tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman garut

DAFTAR PUSTAKA

Anisyah F., Sipayung R., Hanum C. 2014.

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah dengan Pemberian Berbagai Pupuk Organik.Jurnal

Online Agroekoteknologi. Issn No. 2337-6597.

Djaafar, T.F., Sarjiman, dan Arlyna B.Pustika., 2010. Pengembangan

Budi Daya Tanaman Garut dan Teknologi Pengolahannya untuk Mendukung Ketahanan Pangan.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Jurnal Litbang Pertanian, 29(1), 2010 Effendi, S. 1984. Bercocok Tanam Jagung.

Jasaguna. Jakarta. 96 Hal.

Gaspersz, V., 1991. Teknik Analisis Dalam

Penelitian Percobaan. Bandung :

Tarsito, 623.

Harjadi. S.S., 2002. Pengantar Agronomi, PT. Gramedias Pustaka Utama. Jakarta. 197 hal.

Lingga, Pinus dan Marsono. 2004.

Petunjuk Penggunaan Pupuk.

Penebar Swadaya. Jakarta

Masykiaji, R.A.S.Z., 2010. Potensi Jagung

Lokal Madura Tambin Sebagai Penaung dalam Proses Adaptasi Garut di Lahan Terbuka. Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Trunojoyo, Madura. Embriyo, vol. 7. No.1. Juni, 2010.

Maruapey, A dan Faesal, S. 2010.

Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman

Serealia, Maros. p. 205-218.

Mayadewi NA. 2007. Pengaruh Jenis

Pupuk Kandang dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Gulma dan Hasil Jagung Manis.

Agritrop26(4):153–159. http://ejournal.unud.ac.id

Musnamar, E. I., . 2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta

(12)

Nurhayati, H., Sudiarto, Gusmaini, dan M. Rahardjo. 2003. Daya hasil

umbi-umbian dan pati beberapa aksesi garut (Marantha arundinacea L.) pada beberapa tingkat naungan.

Jurnal Ilmiah Pertanian IX(2): 17−25 Gakuryoku Persada.

Nyakpa, M. Y., A.M Lubis, M. A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G. B. Hong, dan N. Hakim. 1988.

Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hlm

Setyamidjaja, D., 1986. Pupuk dan

Pemupukan. CV Simplex. Jakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1989.

Prinsip dan Prosedur Statistika (Suatu Pendekatan Biometrik)

Penerjemah B. Sumantri. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 748 hal Sugandi, E., dan Sugiarto., 1994.

Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Andi

Offset. 238 hal

Suteja dan Kartasaputra, 1987. Bertanam

Sayuran Penting di Indonesia.

Gambar

Gambar 2. Diagram Batang Untuk Jumlah Anakan Total Tanaman Garut                Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang
Gambar  2  menunjukkan  bahwa  tidak  terjadinya  peningkatan  jumlah  anakan  total  secara  nyata  pada  dosis  20  dan  30  t/ha  diduga  karena  pemberian  pupuk  kandang  dengan  dosis  tersebut  belum  mencukupi  kebutuhan  tanaman
Gambar 4. Diagram Batang Untuk Produksi Umbi per Petak                Akibat Perlakuan Dosis Pupuk Kandang  Berdasarkan  hasil  analisis  tanah  di
Gambar 5. Diagram Batang Untuk Berat Umbi per Rumpun                Akibat Perlakuan Kerapatan Tanam Jagung

Referensi

Dokumen terkait

Studi Literatur dari buku – buku tentang fasilitas perawatan kecantikan dan kebugaran tubuh untuk mencari data tentang pengertian, karakteristik, bentuk kegiatan

Peraturan Daerah Kota Dumai Nomor 24 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Terminal dan Retribusi Terminal, pada saat ditetapkan belum terdapat ketentuan tegas yang

Karena topik pembahasan dalam penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana suatu program pemerintah menjadi acuan dalam peningkatan pendapatan asli desa (PAD)

Selain itu, jumlah CMC- Na yang tidak terlalu besar dalam formula dengan perbandingan 30:70 menjadikan formula dengan perbandingan ini tidak mempunyai viskositas yang

Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah untuk membangun sebuah Aplikasi Pendataan Pelatihan Manajemen Kepegawaian pada Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang ini yang

sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).. Disamping itu, ternak sapi

Dari hasil observasi awal yang telah dilakukan, MTS Nurul Hikam Kesambirampak Kapongan Situbondo terpilih menjadi mitra kegiatan PKM dikarenakan kemampuan dan

Ada beberapa kelebihan dalam model pembelajaran Index Card Match menurut Sanjaya (2008:163), diantaranya: 1. Menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan pembelajaran, 2. Materi