• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Palestina merupakan daerah yang seolah tidak pernah aman, senantiasa

bergejolak dan terjadi pertumpahan darah akibat dari perebutan kekuasaan.1

Sengketa bersenjata yang berkecamuk hingga saat ini antara Israel dan

Palestina dipandang sebagai permasalahan klasik dalam hubungan

internasional. Berbagai pelanggaran hukum perang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dalam sengketa bersenjata tersebut. Dalam perkembangannya, sejumlah pihak lebih menganggap Israel sebagai pihak yang paling nyata melakukan pelanggaran Hukum Humaniter.

Salah satu masalah yang mengemuka adalah aneksasi de facto yang terjadi di Tepi Barat Palestina dimana Israel terus melakukan pembangunan

pemukiman Yahudi sejak tahun 1967,2 yang dipandang sebagai pelanggaran

atas Pasal 43 Konvensi Den Haag ke-IV tahun 1907. Hal ini juga telah dinyatakan oleh Mahkamah Internasional dalam Advisory Opinion mengenai

1 Lihat Rabbi Shabsi Bulman, 2010, Perjanjian Rahasia Yahudi Palestina, Pustaka Solomon, Yogyakarta, h.7

2

Islam Times, 2013, “Menteri Israel Desak Aneksasi Tepi Barat”,

http://www.islamtimes.org/vdcezv8xzjh8wfi.rabj.txt, diakses terakhir tanggal 11 Maret 2014

(2)

2

Palestinian Wall bahwa pembangunan dinding pemisah Palestina bertentangan dengan ketentuan yang relevan dari Konvensi Den Haag tahun 1907 dan Konvensi Jenewa Keempat, bahwa mereka menghalangi kebebasan pergerakan penduduk wilayah sebagaimana dijamin oleh Kovenan Internasional hak-hak Sipil dan Politik, dan pembangunan dinding pemisah tersebut menghambat hak untuk bekerja, kesehatan, pendidikan dan standar hidup yang layak sebagaimana dicanangkan dalam Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi,

Sosial dan Budaya dan konvensi Hak Anak .3

Masalah serius dalam sengketa bersenjata tersebut adalah terjadinya sejumlah serangan yang justru mengakibatkan jatuhnya korban di kalangan penduduk sipil khususnya anak-anak dan perempuan serta hancurnya sejumlah obyek sipil. Hukum Humaniter sendiri sesungguhnya telah mengatur bahwa orang sipil (civilian) dan objek sipil (civil object) tidak boleh diserang.

Banyak yang terjadi seusai Perang Enam Hari yang mengubah nasib bangsa Palestina. Berbagai konflik bersenjata terus mewarnai hubungan Palestina dan Israel. Namun, perlu juga dicatat bahwa berbagai upaya untuk mendamaikan kedua bangsa ini juga terus diupayakan meski kerap berakhir dengan kegagalan. Salah satunya adalah Perjanjian Oslo ini yang mendasari

3 International Court of Justice, “Legal Consequences of the Construction of a Wall in the Occupied Palestinian Territory”,

http://www.icj-cij.org/docket/index.php?pr=71&code=mwp&p1=3&p2=4&p3=6, diakses terakhir tanggal 26 Februari 2014

(3)

3

terbentuknya pemerintahan Otoritas Palestina yang membawahi Jalur Gaza dan Tepi Barat. Di bawah perjanjian ini Palestina mulai mendapat wewenang memerintah di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Palestina bahkan sudah bisa membentuk perangkat pemerintahan, kepolisian, parlemen, dan institusi pemerintahan lain.

Sepanjang tahun 2012 militer Israel juga melakukan serangan pada malam hari saat penduduk Gaza Palestina tidak memiliki lampu, pada siang hari saat penduduk sedang ramai berjalan kaki, serta pada saat mereka sedang sibuk berbelanja di pasar tradisional untuk kehidupan makan mereka

sehari-hari.4 Hal ini jelas melanggar Konvensi Den Haag 1907 yang melarang

penyerangan terhadap pemukiman atau bangunan-bangunan yang tidak

dipertahankan.5

Israel juga menggunakan bom fosfor putih yang ketika meledak akan

menimbulkan korban dalam jumlah besar.6 Hal ini belum termasuk ancaman

penggunaan senjata nuklir. Padahal, penggunaan senjata-senjata yang

4 Republika Online, 2012, “Israel Kembali Rutin Menyerang Jalur Gaza”, http://m.republika.co.id/berita/komunitas/alamsemesta/12/03/15/m0wyas-israel-kembali-rutin-menyerang-jalur-gaza, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014

5 Pasal 25 Konvensi Den Haag 1907 menyebutkan penyerangan atau pemboman dengan alat apapun tehadap kota-kota, kampung-kampung, atau bangunan-bangunan yang tidak dipertahankan adalah dilarang.

6SuaraMerdeka.com, 2012, “Nestapa Kemanusiaan Gaza”,

(4)

4

berbahaya telah dilarang berdasarkan Pasal 23 Konvensi Den Haag dengan maksud untuk mengurangi dampak penderitaan yang tidak perlu.

Fakta yang lebih mencengangkan adalah Israel menggunakan tawanan Palestina sebagai subyek percobaan kesehatan ilmiah, termasuk memaksa mereka meminum minuman yang menggandung uranium dalam rangka

tindakan percobaan.7 Dalam keadaan putus asa, rakyat Palestina terpaksa

menggunakan apa yang disebut sebagai aksi teror.8

Keadaan sengketa bersenjata ini ternyata terus memakan korban jiwa baik dari pihak sipil maupun kombatan. Sejumlah prinsip hukum humaniter tampak telah dilanggar tanpa adanya sanksi. Salah satu prinsip yang paling sering tidak diperhatikan oleh para kombatan adalah prinsip proporsionalitas. Prinsip ini menentukan pelarangan terhadap penyerangan yang bisa diperkirakan bakal menimbukan kerugian ikutan berupa korban tewas sipil, korban luka sipil, atau kerusakan obyek sipil, atau gabungan ketiga hal tersebut,

7

Suara Media, 2012, “Ribuan Tahanan Palestina Jadi Kelinci Percobaan Obat Israel”, http://www.suaramedia.com/berita-dunia/timur-tengah/44004-ribuan-tahanan-palestina-jadi-kelinci-percobaan-obat-israel-html, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014

8 Republika Online, 2012, “Israel Kembali Rutin Menyerang Jalur Gaza”,

http://m.republika.co.id/berita/komunitas/alamsemesta/12/03/15/m0wyas-israel-kembali-rutin-menyerang-jalur-gaza, diakses terakhir tanggal 20 Januari 2014

(5)

5

yang merupakan hal yang berlebihan dibandingkan dengan keuntungan militer

yang konkrit dan langsung yang ingin dicapai.9

Hal ini sangatlah menarik untuk dikaji dari perspektif hukum humaniter internasional. Oleh karena itu, penulis berkeinginan menulis skripsi yang berjudul Pelanggaran Asas-Asas Hukum Humaniter Dalam Sengketa Bersenjata di Palestina.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis mengemukakan dua rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dalam Hukum Humaniter

khususnya prinsip proporsionalitas?

2. Bagaimana sanksi terhadap pelanggaran prinsip proporsionalitas dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan tujuan yang objektif maka pembahasan dan analisa dalam penelitian ini akan membatasi ruang lingkup masalah pada kedudukan

(6)

6

Hukum Humaniter dan terkait mengenai permasalahan mengenai pelanggaran-pelanggaran dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Jalur Gaza.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang diharapkan penulis adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Secara umum tujuan dilakukannya penulisan ini adalah untuk menuangkan pikiran secara ilmiah dalam bentuk skripsi mengenai Pelanggaran Prinsip Proporsionalitas dalam Sengketa Bersenjata di Palestina.

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalis perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dalam Hukum Humaniter khususnya prinsip proposionalitas.

2. Untuk menganalisis bentuk sanksi terhadap pelanggaran prinsip proporsionalitas dalam sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza.

(7)

7

1.5. Manfaat Penulisan

Suatu tulisan idealnya memiliki manfaat yang ingin dicapai. Oleh karena itu, ada sejumlah manfaat yang kiranya dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis, yaitu :

a. Manfaat teoritis

1. Meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan hukum baik secara umum maupun terkhusus pada Hukum Internasional. 2. Memperdalam pengetahuan tentang Hukum Humaniter terkait pada bentuk perlindungan hukum yang diterapkan dalam sengketa sengketa bersenjata.

b. Manfaat praktis

1. Bagi para akademisi Hukum Internasional, khususnya Hukum Humaniter Internasional, skripsi ini dapat memberikan informasi mengenai perlindungan hukum terhadap penduduk sipil di Gaza terkait pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional.

2. Bagi ICRC skripsi ini dapat memberikan informasi terkait pemantauan para pihak yang bersengketa dalam kepatuhan tehadap Konvensi Jenewa dan mengorganisir perlindungan bagi korban terutama penduduk sipil.

(8)

8

1.6 Landasan Teoritis

Hukum Internasional dalam masyarakat internasional merupakan tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing

berdaulat.10 Perkembangan masyarakat intenasional dan Hukum Internasional

ditandai dengan kemajuan teknik dalam alat-alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas-batas negara. Kemajuan di dalam teknologi persenjataan menimbulkan masalah-masalah baru dan keharusan

meninjau kembali ketentuan-ketentuan mengenai hukum perang.11

Pelanggaran-pelanggaran yang mengakibatkan perang atau sengketa-agresi dan ketidakberdayaan Hukum Internasional untuk menanggulangi persoalan endemik seperti perlucutan senjata, terorisme intenasional dan perdagangan senjata-senjata konvensional cenderung mendapat perhatian yang

tidak memuaskan.12 Dari hal inilah masyarakat umum mengambil kesimpulan

yang keliru.13

Pelanggaran-pelanggaran perang yang terjadi antara Israel dan Palestina cukup mendapat perhatian yang serius di dunia internasional. Banyaknya

10 T. May Rudy, 2002, Hukum Internasional 1, PT Refika Aditama, Bandung, h.42 11

Mochtar Kusumaatmadja, 1976, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung, h.21

12 Lihat J.G. Starke, 2006, Pengantar Hukum Internasional 1 Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta, h. 18

(9)

9

korban sipil yang berjatuhan membuat masyarakat dunia mulai mengecam tindakan Israel yang dinilai lebih banyak melakukan pelangaran perang. Terutama karena seringnya Israel tidak mengindahkan perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh kedua belah pihak. Dalam skripsi ini, penulis menggunakan Teori Mengikat Hukum Internasional sebagai landasan teori. 1.6.1 Ius in bello

Hukum Perang merupakan bagian dari Hukum Internasional dan dewasa ini sebagian besar merupakan hukum tertulis. Prof. Mochtar Kusumaatmadja tidak memberikan definisi. Ia hanya memberikan pembagian

hukum perang yaitu sebagai berikut :14

a. Jus ad bellum, yaitu hukum tentang perang, yaitu hukum yang mengatur dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan senjata.

b. Jus in bello, yaitu hukum yang berlaku dalam perang. Hukum ini dibagi dua lagi, yaitu :

1. Hukum yang mengatur cara diberlakukannya perang (conduct of war) yang biasanya disebut Hague Laws.

2. Hukum yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, yang lazimnya disebut Geneva Laws.

14 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 7

(10)

10

Seperti telah dikemukakan di atas, hukum perang sebagian terbesar dapat ditemukan dalam berbagai perjanjian internasional. Mengingat banyaknya Conventions, maka akan disebutkan beberapa yang penting saja, yaitu:15

1. Declaration of Paris, 1856, yang mengatur perang di laut;

2. Red Cross Convention, 1864 yang memperbaiki kondisi prajurit yang luka-luka di medan pertempuran.

Selanjutnya perlu disebutkan beberapa konvensi yang dihasilkan dalam

Konferensi Perdamaian di the Hague tahun 1907, yaitu sebagai berikut:16

1. Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa Internasional dengan cara damai (Konvensi I).

2. Konvensi mengenai cara mengawali permusuhan (Konvensi III). 3. Konvensi mengenai hukum dan kebiasaan peperangan di darat

(Konvensi IV). Konvensi ini sangat penting karena mengatur segala segi dari peperangan di darat. Konvensi ini sangat penting karena mengatur segala segi dari peperangan di darat. Konvensi ini mempunyai suatu annex, yang dikenal dengan nama Hague Regulations.

15 ibid 16 ibid

(11)

11

4. Konvensi mengenai hak dan kewajiban negara dan orang netral dalam perang di darat (Konvensi V).

Sebagai hasil perkembangan hukum perang sesudah Perang Dunia Kedua

harus dicatat Konvensi Jenewa tahun 1949, yang berjumlah empat, yaitu:17

1. Konvensi untuk perbaikan keadaan yang luka dan sakit dalam Angkatan Perang di medan pertempuran darat;

2. Konvensi perbaikan keadaan anggota Angkatan Perang di Laut yang luka, sakit, dan korban karam;

3. Konvensi tentang perlakuan terhadap tawanan perang; 4. Konvensi tentang perlindungan orang sipil di waktu perang.

Dalam tahun 1977 telah disepakati dua protokol, yaitu: Protocols additional to the Geneva Convention 1949. Kedua protokol tersebut berjudul: 18 1. Protocol I: Protocol relating to the protection of victims of

International Armed Conflicts.

2. Protocol II: Protocol relating to the protection of victims of Non-International Armed Conflicts

Dalam perkembangannya, pada tahun 2005 disepakati Protokol Tambahan III mengenai Adopsi Lambang Pembeda Tambahan.

17 ibid, h. 9 18 ibid

(12)

12

1.6.2 Teori Mengikat Hukum Internasional

T. May Rudy dalam buku Hukum Internasional 1 menjelaskan ada 5 teori mengenai kekuatan mengikat Hukum Internasional. Adapun teori-teori tersebut

sebagai berikut:19

1. Teori Hukum Alam (National Law)

Menurut para penganut ajaran hukum ini, Hukum Internasional itu mengikat karena yaitu tidak lain daripada Hukum Alam yang diterapkan pada kehidupan masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain negara terikat pada hukum internasional dalam hubungan antara mereka satu sama lain, karena hukum intenasional itu merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam. Tokohnya antara lain : Hugo Grotius dan Emmerich Vattel.

2. Teori yang mengatakan bahwa hukum internasional tidak lain daripada hukum tata negara yang mengatur hubungan luar suatu negara. Hukum internasional bukan sesuatu yang lebih tinggi yang mempunyai kekuatan mengikat di luar kemauan negara. Tokohnya yaitu Hegel, George Jellineck, dan Zorn.

3. Teori yang menyandarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada kemauan bersama. Hukum Internasional itu mengikat bagi

(13)

13

negara, bukan karena kehendak mereka satu-persatu untuk terikat, melainkan karena adanya suatu kehendak bersama yang lebihh tinggi dari kehendak masing-masing negaa untuk tunduk pada hukum internasional. Teori ini disebut juga sebagai “VereinBarung Theory”. Tokohnya yang terkenal yaitu Triepel.

4. Teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar hukum internasional. Teori ini bertolak dari ajaran Mazhab Wina yang mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar, memang dapat menerangkan secara logis darimana kaidah hukum internasional itu memperoleh kekuatan mengikatnya, tetapi ajaran ini tidak dapat menerangkan mengapa kaidah dasar itu sendiri mengikat. Tokohnya yaitu Kelsen.

5. Teori yang berdasarkan kekuatan mengikat hukum internasional pada faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia yang dinamakan Fakta-fakta kemasyarakatan. Menurut teori ini dasar kekuatan mengikat hukum internasional terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum ini mutlak perlu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat. Teori ini mendasarkan diri pada Mazhab Prancis dengan tokoh-tokohnya yaitu, Fauchile, Scelle, dan Duguit.

(14)

14

Faktor pengikat non-mateiil lainnya adalah adanya kesamaan asas-asas hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa. Asas-asas pokok hukum yang bersamaan ini yang dalam ajaran mengenai sumber hukum formil dikenal dengan asas-asas hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab merupakan penjelmaan

dari hukum alami (naturrecht).20

Dalam penulisan skripsi ini, teori daya mengikat hukum internasional yang digunakan adalah teori yang mendasarkan asas Pacta Sunt Servanda sebagai kaidah dasar hukum internasional. Asas ini tertuang dalam Pasal 26 Konvensi Wina Tahun 1969 yang menyatakan bahwa setiap perjanjian mengikat para pihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Kaidah ini digunakan karena segala perundingan baik yang dilakukan antara Palestina-Israel maupun yang digagas oleh pihak ketiga lainnya merupakan hasil perundingan yang mengikat kedua belah pihak. Serta hukum kebiasaan internasional yang secara langsung mengikat tanpa perlu adanya ratifikasi terlebih dahulu.

20

(15)

15

1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka atau penelitian hukum

kepustakaan.21 Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup

penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum,

penelitian terhadap sejarah hukum.22

1.7.2 Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa pendekatan yakni :

1. Pendekatan Kasus (The Case Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus

yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi.23 Khususnya

mengenai penerapan Konvensi Jenewa 1949 dalam sengketa bersenjata di Gaza.

21Soerjono Soekanto dkk, 2013, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, h. 38

22Ibid.

23 Amgasussari A.S., “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”,

http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014

(16)

16

2. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)

Pendekatan ini digunakan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang

sedang dihadapi24 dan untuk meneliti sejumlah instrumen internasional

yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam menganalisis sengketa bersenjata yang terjadi di Gaza.

3. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus

yang berkaitan dengan isu hukum yang dihadapi.25 Dalam tulisan ini

pendekatan sejarah digunakan untuk meninjau sejarah awal terjadinya sengketa bersenjata di Palestina.

1.7.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan dasar penelitian hukum normatif mencakup bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier atau penunjang.26 Adapun

24 Amgasussari A.S., “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”,

http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014

25

Amgasussari A.S., “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”,

http://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/, diakses terakhir tanggal 25 Februari 2014

(17)

17

penggunaan bahan-bahan hukum tersebut masing-masing diuraikan sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer yang terdiri atas: 1. Piagam PBB

2. Konvensi Den Haag 1907

3. Konvensi-Konvensi Jenewa (1949) beserta Protokol Tambahan I (1977)

4. Statuta Roma 1998

b. Bahan Hukum Sekunder yang terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang temuat dalam media massa, dan internet dengan menyebutkan nama situsnya yang berkiatan dengan topik skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier yang terdiri dari kamus yang digunakan untuk memperjelas makna dalam topik skripsi ini.

Referensi

Dokumen terkait

Partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya. Pasal

Sebelum melakukan observasi di sekolah, praktikan telah mengikuti rangkaian kegiatan mulai dari microteaching yang merupakan tahapan awal dalam pelaksanaan PPL

Meskipun upaya mem-branding UMKM di Kecamatan Sumpiuh sudah dilaksanakan dengan seringnya pemberitaan lewat media massa, beroperasinya stasiun radio Komunitas Peduli Sumpiuh

Guru tetap yang tidak dapat memenuhi beban kerja minimal 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan maksimal 40 (empat puluh) jam tatap muka per minggu pada satuan pendidikan di mana

(1) Cane chloroplasts as isolated here were considered entirely outer- membrane-free, since they did not have the highly refractive appearance of intact spinach

PENGARUH KOMPETENSI GURU TERHADAP KINERJA GURU ANTARA GURU LULUSAN LPTK DAN NON LPTK DI SMK PASUNDAN 3 BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material.. Konsep materialitas pada

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Contoh 2 yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun