• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi telah mengubah perilaku media dan para penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di dunia maya. Setiap orang dapat menjadi produsen informasi atau berita, meskipun kebenarannya belum tentu valid. Keuntungan yang didapat adalah dari segi kecepatan untuk mengunggah berita ke tengah masyarakat menjadi sangat cepat. Perkembangan teknologi berkaitan erat dengan perkembangan media. Mulai dari media cetak, media elektronik seperti televisi dan radio, hingga saat ini yang sangat berkembang adalah media online atau internet.

Internet sendiri tumbuh sebagai media baru yang dijadikan alternatif menjalankan jurnalisme yang lebih bebas. Internet disebut sebagai medium massa demokratis karena banyak orang dapat menciptakan isi internet sendiri-sendiri. Hampir semua orang bisa menempatkan situs di internet (Vivian, 2008: 279).

Namun sayangnya, tidak semua perkembangan teknologi informasi ini membawa dampak yang positif untuk kegiatan jurnalistik maupun untuk masyarakat yang mengonsumsi arus berita-berita tersebut di setiap harinya. Sekarang ini

(2)

2

masyarakat sedang mengalami overload information. Bahkan, hal yang terjadi saat ini, penumpukan informasi ini disebut juga dengan information disaster.

Berkembangnya dunia maya khususnya internet memang telah membawa perubahan kualitas kehidupan masyarakat. Masyarakat kini bukan lagi pihak pasif yang hanya bisa menerima informasi begitu saja, namun masyarakat juga bisa menjadi produsen informasi dengan hadirnya laman gratis seperti blog atau wadah berbagai sosial media. Peristiwa yang terjadi di dunia dapat dengan sangat cepat diketahui oleh bagian dunia lain dengan adanya internet, dan juga tidak lepas dari masyarakat yang mengirimkannya ke dunia maya sehingga informasinya bisa langsung dikonsumsi oleh semua orang.

Pada era informasi sekarang ini, masyarakat menjadi semakin giat berlomba-lomba mengonsumsi informasi. Bahkan untuk mencapai kepuasannya, masyarakat bukan hanya sampai di tahap mengonsumsi informasi saja, namun sampai kepada tahap memroduksi informasi dan juga memberi komentar kepada artikel yang dibacanya. Hal ini tidak mengherankan karena kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan informasi tersebut didukung dengan perkembangan teknologi komunikasi seperti internet dan juga perkembangan dunia jurnalistik.

Internet menjadikan setiap orang bebas mengakses berita apapun yang dibutuhkannya. Selain itu munculnya internet mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih aktif untuk berbagi informasi ke dunia luar melalui dunia maya. Hal ini sangat

(3)

3

menarik karena setiap orang berlomba-lomba membuat informasi yang menarik dari berbagai peristiwa mulai dari tulisan sebuah artikel, foto, hingga video. Kegiatan jurnalis seperti ini sudah dilakukan juga oleh warga.

Orang yang menyebarkan informasi tanpa mengikuti pelatihan jurnalistik terlebih dahulu disebut dengan jurnalis warga (Rosenberry, 2009: 69). Proses dimana seseorang yang bukan berasal dari jurnalis profesional namun memberikan kontribusi kepada media sering disebut jurnalisme warga. Sedangkan mereka yang melakukan semuanya itu disebut dengan jurnalis warga. Terkadang informasi dari jurnalis warga lebih cepat daripada jurnalis konvesional. Hal ini karena spontanitas mereka dalam merekam peristiwa yang terjadi saat berada di tempat kejadian. Dalam banyak hal jurnalis warga justru membantu kita dalam mendapatkan tambahan informasi, namun keberadaannya tetap tidak dapat menggantikan media konvensional (Quinn, 2008: 43).

Fenomena munculnya jurnalisme warga adalah kemajuan dan perkembangan teknologi komunikasi yang memudahkan khalayak dalam mengakses dan memberikan informasi kepada media. Sehingga semangat partisipatoris yang melibatkan publik dalam mendefinisikan isu semakin terakomodasi. Selain itu, kemajuan teknologi alat rekam, internet, streaming media membuat akses publik untuk memasuki ranah jurnalistik semakin terbuka (Suwandi, 2010: 28).

(4)

4

Jurnalisme warga diketahui juga sebagai participatory journalism, yang berarti kegiatan warga yang memainkan peran dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarkan berita maupun informasi Bowman & Willis, 2003: 19).

Berbagai macam peristiwa di dunia yang terjadi di seluruh penjuru dunia ini, membuat pihak media atau pers tidak bisa mengambil alih segala peristiwa yang ada. Sehingga akan ada begitu banyak hal yang terlewatkan jika media hanya mengandalkan pers saja. Maka dari itu, sekarang ini media juga mengambil produk yang dihasilkan dari praktik jurnalis warga. Media memberdayakan jurnalis warga sebagai media partner.

Bicara tentang jurnalisme warga maka berkaitan juga dengan media online. Media online sebagai media arus utama (mainstream) baru muncul di pertengahan 1990-an dan blog dimana warga dimungkinkan memiliki media online-nya sendiri baru membumi di awal tahun 2000-an. Jika kasus LA Riot itu terjadi sekarang, maka warga yang menjadi saksi mata akan ramai melaporkannya di blog pribadi maupun blog keroyokan (blog sosial), atau bahkan mendiskusikannya di situs pertemanan (Nugraha, 2012: 8).

Contoh fenomenal warga yang melaporkan yang dialaminya adalah peristiwa bom London tahun 2005, serangan teroris di Mumbai tahun 2008, dan, di Tanah Air, saat tsunami menerjang tahun 2004. Pada kasus bom London, gambar bergerak

(5)

5

(video) yang paling ”hidup” adalah hasil bidikan seorang warga lewat ponsel berkamera miliknya. Mata kamera itu merekam kepanikan massa beberapa detik setelah bom meledak di stasiun bawah tanah. Stasiun televisi BBC menayangkan momen ini setelah mengambilnya dari sebuah blog dimana warga mengunggah di blog miliknya (Nugraha, 2012: xiii).

Di Indonesia sendiri, beberapa media mainstream yang mewadahi kegiatan jurnalisme warga adalah radio Sonora, radio Elshinta, dan Citizen 6. Ternyata fenomena jurnalisme warga tidak hanya mendukung pengarusutamaan pergerakan informasi di dunia media, namun masyarakat turut aktif terlibat pada peristiwa di sekitarnya. Tapi yang patut dipertegas adalah menyangkut proses dan etika dari jurnalisme warga ketika menangkap peristiwa dan menjadikannya informasi.

Meskipun ada opini yang menyatakan bahwa apa yang dilaporkan jurnalis warga itu lebih karena faktor keberuntungan semata, bukan karena keterhandalan seorang jurnalis warga untuk mendapatkan peristiwa. Namun hal ini tidak menjadi suatu kendala bagi media resmi untuk menggunakan produk yang dihasilkan oleh jurnalis warga.

Dedy Nur Hidayat, pakar komunikasi Universitas Indonesia menyebutkan, blog atau mailing list hanya efektif di lingkungan terbatas. Masalah kredibilitas dari para blogger juga patut dipertanyakan sehingga untuk informasi penting yang dapat dipertanggungjawabkan orang tetap mengandalkan media massa (Nugraha, 2012: 14).

(6)

6

Masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada jurnalistik. Sejak tahun 2003 kepercayaan publik kepada media menurun drastis hingga 80%. Salah contohnya adalah penurunan kepercayaan masyarakat Inggris kepada stasiun berita BBC dari angka 81% menjadi 60%, masyarakat Inggris tidak percaya lagi berita yang disajikan oleh BBC (Greenslade, 2010).

Dari sinilah awal pemikiran masyarakat untuk memilih setiap berita yang dikonsumsinya. Karena masyarakat sudah semakin kritis dengan pemberitaan yang dilakukan oleh media resmi, maka masyarakat pada saat ini cenderung mengamati dan mengambil kesimpulan sendiri atas suatu peristiwa. Setiap warga tidak lagi menjadi konsumer informasi, tapi menjadi produsen informasi.

Di Indonesia sendiri masyarakat yang berpendidikan sudah bisa memilih dan menilai secara kritis informasi apa yang benar atau menyesatkan. Namun, karena mayoritas masyarakat di Indonesia belom memiliki pendidikan yang cukup, mereka cenderung menelan bulat-bulat informasi yang disajikan media.

Kebebasan jurnalis warga dalam menghasilkan informasi untuk masyarakat hanya dibatasi oleh etika dan norma dirinya sendiri. Setiap jurnalis warga harus memiliki kesadaran moral yang tinggi dalam memraktikkan kegiatan jurnalisme warga agar tidak berdampak buruk bagi masyarakat, karena jurnalisme warga memiliki kekuatan yang sangat besar dalam memberikan informasi untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

(7)

7

Namun kenyataannya, masyarakat Indonesia terlalu cepat beralih untuk masuk ke era informasi. Sehingga belum mendapatkan cukup bekal pengetahuan tentang etika bermedia. Kurangnya kesadaran bermedia atau yang biasa disebut media literacy tentu sangat membahayakan masyarakat Indonesia dalam menjalani kehidupan di era informasi ini.

Dalam perkembangannya, jurnalisme warga masih menimbulkan perdebatan. Ada yang memperdebatkan apakah jurnalisme warga masuk dalam kategori jurnalistik atau tidak karena masalah kredibilitas dan proffesionalitas warga dalam proses pemberitaan (Yudhapramesti, 2007:33).

Kurangnya pendidikan dan kesadaran etika bermedia atau yang dikenal dengan media literacy menjadikan kegiatan jurnalisme warga sebagai sebuah ancaman bagi kepentingan publik. Pelaku jurnalisme warga hanya memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh dunia maya tanpa disertai tanggung jawab atas konten yang dimuat. Fasilitas yang tersedia untuk mengakses dan memroduksi informasi tidak sepenuhnya digunakan dengan benar. Bahkan seringkali disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Seorang jurnalis warga yang sudah terdaftar pada sosial blog sekalipun masih bisa digugat oleh pihak yang merasa dirugikan. Padahal sosial blog seperti VIVAlog sudah mengatur jurnalisme warga yang menjadi membernya dengan Code of Conduct atau peraturan mainnya sendiri. Lantas, bagaimana dengan praktik jurnalis warga

(8)

8

yang memanfaatkan free blog, siapakah yang harus bertanggung jawab ketika ada permasalahan mengingat bahwa jurnalis profesional yang sudah memiliki aturan yang jelas pun tak jarang masih melakukan pelanggaran.

Masalah yang muncul dalam praktik jurnalisme warga terkait dengan etika beraneka ragam, mulai pencemaran nama baik hingga plagiator dari berita yang dibuat oleh jurnalis warga lain. Pemberitaan jurnalis warga memang belum terjamin kredibilitasannya. Bahkan bisa terjadi penyesatan informasi di tengah masyarakat. Dari sini dapat dilihat, hak dan kewajiban dari jurnalis warga dapat mengganggu hak orang lain dalam mendapatkan informasi yang tepat di ruang media.

Meskipun jurnalis warga sangat berbeda dengan jurnalis profesional, namun Dewan Pers sudah mengeluarkan Pedoman Pemberitaan Media Siber yang sudah ditetapkan pada 26 Maret 2012. Pedoman ini mengatur segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan Undang-Undang Pers dan Standar Perusahaan Pers yang ditetapkan Dewan Pers (Sumber: Pedoman Pemberitaan Media Siber (http://www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/pedoman/?id=494).

Sebenarnya saat ini memang sudah ada upaya penyusunan kode etik untuk jurnalisme warga. Kode etik jurnalisme warga merupakan aturan baku yang harus dipatuhi oleh setiap jurnalisme warga dalam mencari berita, pendapat, foto maupun video kemudian menyusunnya menjadi karya jurnalisme warga dan menyiarkan atau

(9)

9

mempublikasikannya melalui berbagai media massa dan jejaring sosial. Adanya kode etik jurnalisme warga bertujuan untuk menjaga profesionalitas para jurnalisme warga dalam menghasilkan karya jurnalisme warga, sehingga tidak menghasilkan informai yang menyesatkan dan membahayakan publik. Maka demi tegaknya harkat dan martabat maupun mutu dari hasil karya pewarta warga, Persatuan Pewarta warga Indonesia (PPWI) sebagai organisasi terbesar yang mewadahi para jurnalisme warga di Indonesia yang didirikan pada 11 November 2007 menetapkan Kode Etik Jurnalisme warga yang harus ditaati dan dilaksanakan secara konsisten (media.kompasiana.com).

Belum terbentuknya kode etik yang diperuntukan kepada jurnalisme warga secara khusus membuat Code of Conduct dari setiap platform jurnalisme warga menjadi satu-satunya dasar bagi jurnalis warga dalam melakukan kegiatannya. Code of Conduct disusun oleh setiap organisasi agar setiap member mampu mencapai kode etik yang sesungguhnya. Namun sayangnya, tidak semua orang mau membaca apalagi memahami Code of Conduct yang tersedia. Sehingga dari sinilah muncul berbagai pelanggaran yang menghasilkan kepada persoalan.

Hanya saja yang menjadi persoalan serius adalah ketika melakukan kegiatannya, jurnalis warga tidak dibekali Code of Conducts dari manajemen perusahaan dan code of ethics dari organisasi profesi, sebagaimana jurnalis profesional (Nugraha, 2012: 116). Yang menjadi dilemma saat ini adalah landasan etika jurnalis warga itu sendiri yang menjadi pedoman ketika mereka melakukan

(10)

10

kegiatan jurnalistik. Jikalaupun sudah dibuat kode etik untuk jurnalisme warga, namun bagaimana semua masyarakat bisa sadar dan menaati kode etik tersebut mengingat siapa saja bisa menjadi jurnalis warga.

Salah satu media yang memfasilitasi kegiatan praktik jurnalis warga adalah VIVAlog. Mungkin platform blog satu ini berbeda dengan platform blog yang disediakan oleh media-media pada umumnya. VIVAlog ini merupakan blog aggregator. Blog jenis ini membuat setiap penggunanya mendapat kesempatan untuk memperoleh pembaca atau pengunjung blog secara tetap. Selain itu juga, dengan blog aggregator ini akan membuat pengguna blog dapat tetap selalu terlihat oleh pembaca.

Aggregator blog adalah sebuah website khusus yang di dalamnya berisi kumpulan tulisan-tulisan terakhir yang ditulis oleh member-member aggregator tersebut pada blognya masing-masing. Dengan begitu, kita dapat melihat update terakhir dari beberapa blog secara langsung tanpa harus menggunakan rss feeds ataupun membuka blog mereka satu per satu (http://teknoinfo.web.id/kumpulan-blog-agregator-indonesia/).

Sejauh pengamatan peneliti, hingga saat ini belum ada kritikan atau hujatan khusus di media online VIVAlog atas praktik jurnalisme warganya. Meskipun belum ada etika baku untuk menjalankan praktik jurnalisme warga, namun VIVAlog memiliki Code of Conduct untuk diterapkan bagi setiap anggotanya. Berarti dapat dikatakan bahwa self regulatory control VIVAlog adalah Code of Counduct-nya.

(11)

11

Maka rumusan penelitian ini terkait dengan Analisis Penerapan Code of

Conduct VIVAlog pada Praktik Jurnalisme Warga di Media Online.

1.2. Perumusan Masalah

 Bagaimana persoalan etika dalam praktik jurnalisme warga media online di VIVAlog?

 Standar apa saja yang digunakan VIVAlog dalam menerapkan atau menjalankan Code of Conduct dalam praktik jurnalisme warga tersebut?

 Bentuk-bentuk pelanggaran apa saja yang muncul dalam penerapan Code of Conduct VIVAlog pada praktik jurnalisme warga tersebut?

 Solusi apa saja yang dilakukan VIVAlog melalui Code of Conduct-nya untuk meminimalkan pelanggaran etika jurnalisme warga di media online tersebut?

1.3. Tujuan Penelitian

(12)

12

1. Mengetahui persoalan etika dalam praktik jurnalisme warga di VIVAlog.

2. Mengetahui standar yang digunakan VIVAlog dalam menerapkan atau menjalankan Code of Conduct dalam praktik jurnalisme warga tersebut

3. Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran yang muncul dalam penerapan Code of Conduct VIVAlog pada praktik jurnalisme warga tersebut.

4. Mengetahui solusi yang dilakukan VIVAlog melalui Code of Conduct-nya untuk meminimalkan pelanggaran etika jurnalisme warga di media online tersebut.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Signifikansi Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pengembangan konsep-konsep, teori-teori, maupun hipotesis-hipotesis yang berkaitan dengan ilmu komunikasi konsentrasi jurnalistik dalam penerapan kode etik jurnalisme warga di tengah masyarakat dan bagi penelitian dengan topik jurnalisme warga selanjutnya.

(13)

13 1.4.2. Signifikansi Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada khalayak, para pemilik media konvensional, jurnalisme warga, dan setiap orang yang bergelut di bidang jurnalistik. Selain itu juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk praktisi komunikasi, khususnya di bidang jurnalistik.

Referensi

Dokumen terkait

Daftar semua asumsi selalu ada pertanyaan dimana user tidak dapat menjawab dengan tepat, dan hanya dapat menjawab yang bersifat sementara jika asumsi tersebut mempunyai pengaruh

Kegiatan Bedah Buku, Sharing dan Digitalisasi merupakan beberapa hal yang bisa dilakukan dalam rangka menerapkan Manajemen Pengetahuan pada Perpustakaan.. Untuk lembaga STAIN

Penelitian kedua adalah skripsi dari Dewanto Try Hutomo yang berjudul “Peranan United Nations High Commissioner For Refugees (UNHCR) Terhadap Perlindungan Pengungsi

Variable adalah suatu pengenal (identifier) yang digunakan untuk mewakili suatu nilai tertentu di dalam proses program. Berbeda dengan konstanta yang nilainya selalu tetap.

Syukur Alhamdulillah dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi berupa karya tulis ilmiah yang berjudul “Analisa Drop

Dalam beberapa kejadian gempa bumi di kota besar di Indonesia, seperti di Aceh, Jogja dan Padang, telah dijumpai bahwa kerusakan bangunan dan besarnya korban jiwa yang terjadi tidak

pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam pencapaian

Untuk meningkatkan relevansi query terhadap hasil perankingan dokumen dengan preferensi dari pengguna maka, dibutuhkan pembobotan yang juga mempertimbangkan hubungan