BANDUNG TEGALLEGA
Oleh :
HAFIZH FAKHRUDDIN H24051039
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
bimbingan Erlin Trisyulianti, Sjafri Mangkuprawira dan Ratih Maria Dhewi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega, (2) Menganalisis persepsi pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajaran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega dan (3) Memberikan rekomendasi sebagai implikasi manajerial bagi pimpinan KPP Pratama Bandung Tegallega untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran organisasi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam analisis ini yaitu data primer berasal dari kuesioner learning organization
profile serta wawancara dan data sekunder berasal dari hasil studi pustaka.
Sedangkan metode analisis data menggunakan uji Mann-Whitney dengan software SPSS versi 16.0 untuk mengetahui perbedaan persepsi pimpinan dan non pimpinan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega dipersepsikan baik oleh seluruh karyawan dilihat dari berbagai karakteristik (jenis kelamin, usia, masa kerja, tingkat pendidikan, tingkat golongan dan pembagian kerja) bahkan dipersepsikan sangat baik oleh karyawan dengan tingkat golongan IVa-IVd dan hanya karyawan dari sub/seksi bagian umum yang mempersepsikan cukup baik. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajaran pada beberapa sub indikator yaitu budaya, strategi, pegawai, manajer dan akuisisi pengetahuan. Sedangkan sub indikator lain yang meliputi pembelajaran individu, pembelajaran kelompok, pembelajaran organisasi, visi, struktur, pelanggan,
supplier, mitra kerja, masyarakat, penciptaan pengetahuan, penyimpanan
pengetahuan, penyebaran dan pengunaan pengetahuan, teknologi informasi, pembelajaran berdasarkan teknologi, dan sistem pendukung kinerja elektronik tidak terdapat perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan.
BANDUNG TEGALLEGA
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
HAFIZH FAKHRUDDIN H24051039
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BANDUNG TEGALLEGA Nama : Hafizh Fakhruddin
NIM : H24051039
Menyetujui, Pembimbing I
(Erlin Trisyulianti, STP, MSi) NIP : 19730712 199702 2001
Pembimbing II
(Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira) NIP : 130 345 014
Pembimbing III
(Ratih Maria Dhewi, SP, MM)
Mengetahui,
Ketua Departemen Manajemen
(Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc) NIP :19610123 198601 1002
Penulis dilahirkan di kota yang terkenal karena WarTegnya (Warung Tegal) yaitu Tegal pada tanggal 28 November 1986. Kedua orang tua memberi nama Hafizh Fakhruddin yaitu anak ke tujuh dari tujuh bersaudara pasangan Untung Sukardi (alm) dan Rochanah.
Penulis memulai pendidikan formal di SD Muhammadiyah Slawi, Tegal pada tahun 1993. Tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di MTs Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta dan lulus tahun 2002. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Slawi Kabupaten Tegal tahun 2005, kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai Mahasiswa jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama belajar di IPB penulis juga mendapatkan banyak pelajaran berharga dari beberapa organisasi kemahasiswaan yaitu Ketua Departemen Sosial Kesejahteraan Mahasiswa BEM TPB IPB 2005-2006, Ketua Departemen Sosial Lingkungan Masyarakat BEM FEM IPB 2006-2007, Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Bogor periode 2006-2008, Ketua Bidang Kader IMM Jawa Barat 2008-2010, Shari’a Economic Students Club (SES-C) dan FORMASI FEM IPB. Penulis juga pernah magang di Baitul Mal wa Tamwil (BMT) Tadbirul Ummah, Bogor dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Al Salaam Amal Salman. Penulis juga mengabdikan diri menjadi guru Matematika di SMA Muhammadiyah 1 Ciampea selama 2007-2009 dan guru IPS di SMP Islam Terpadu Al Muttaqien Tamansari tahun ajaran 2009-2010.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas segala rahmat, hidayah serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajaran di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Erlin Trisyulianti, STP, MSi selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan yang berharga. 2. Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan dan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas proses pembelajaran yang dilalui bersama bapak karena banyak pelajaran berharga yang telah penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung
3. Ratih Maria Dhewi, SP. MM. selaku dosen pembimbing III yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan proses pembelajaran yang diterima baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Dra. Siti Rahmawati, MPd selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji, memberi saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
5. Bapak Narul Mulya selaku Kepala Bagian Umum KPP Pratama Bandung Tegallega yang telah memberi kesempatan bagi penulis melakukan penelitian. 6. Seluruh karyawan KPP Pratama Bandung Tegallega yang telah meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner untuk penyusunan skripsi ini.
7. Ema, Abah Untung Sukardi (alm), Mas Agus dan keluarga, Mas Zae dan keluarga, Lik Drajat dan keluarga, Mba Eti dan seluruh saudaraku tercinta yang telah memberikan curahan kasih sayang, doa yang tulus, motivasi, dan
dukungan baik materiil maupun moril untuk menguatkan langkah mendapatkan gelar Sarjana.
8. IMMawan dan IMMawati DPD IMM Jawa Barat khususnya teh Ana, Kang Rizki, kang Alfadl dan teh Lidya atas ukhuwah yang terjalin dan perjuangan penuh kenangan melewati suka dan duka demi Islam melalui IMM..
9. IMMawan dan IMMawati Bogor (Mba Nia, Mas Udin, Mizan, Rima, Syahrul, Gilang, Fia, Iza dkk) atas persaudaraan, keceriaan dan motivasi selama ini. Mari perjuangkan Islam melalui IMM Bogor, Ganbatte adik-adikku... thx juga buat d’ Tiar yang sering gabung dengan IMM Bogor.
10. IMMawan dan IMMawati Korps Instuktur Nasional atas perjuangan kaderisasi dan pembelajaran SDM dalam Darul Arqam.
11. Ditha Pianingtyas atas motivasi dan kepercayaan yang terjalin selama ini, moga bisa jadi Muslimah Shalihah dan Bunda Teladan di masa datang.
12. Kepala Sekolah (Bapak Suhardin, S.Ag, MPd) dan Dewan Guru SMP IT Al Muttaqien yang hampir satu tahun berjuang bersama di bidang pendidikan. 13. Kepala Sekolah, Dewan Guru dan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 1
Ciampea atas kenangan dan jalinan ukhuwah selama ini.
14. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Manajemen, FEM IPB. 15. Teman-teman Manajemen 42 atas persaudaraan dan kebersamaan yang
membuat kenangan indah dan tak terlupakan selama kuliah.
16. Teman-teman satu bimbingan (Tawang, Tia, Siska, Phia, Dhea, Tidar, Yohana, Alfha, dan Anggi) yang telah berjuang bersama-sama. Jangan menyerah dan tetap semangat!
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah memberikan balasan pahala atas kebaikannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2010
No Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... ... x I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
1.5. Manfaat Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1. Pengertian Organisasi Pembelajar ... 7
2.2. Karakteristik Organisasi Pembelajar... 7
2.3. Model Sistem Organisasi Pembelajar... 9
2.3.1 Sub Sistem Pembelajaran ... 11
2.3.2 Sub Sistem Transformasi Organisasi ... 14
2.3.3 Sub Sistem Pemberdayaan Manusia ... 15
2.3.4 Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan... 16
2.3.5 Sub Sistem Penerapan Teknologi ... 18
2.4. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 19
III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 22
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 24
3.3. Hipotesis ... 25
3.4. Definisi Operasional ... 26
IV. METODE PENELITIAN ... 30
4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
4.2. Jenis dan Sumber Data ... 30
4.3. Metode Pengambilan Sampel ... 30
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5. Metode Skala Pengukuran ... 31
4.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 32
4.6.1 Uji Validitas Kuesioner ... 32
4.6.2 Uji Reliabilitas Kuesioner ... 33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
5.1. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega 5.1.1 Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega ... 35
5.1.2 Kantor Pelayanan Pajak Pratama ... 37
5.1.3 Visi, Misi, Motto, Slogan dan Etos Kerja Pelayanan KPP Pratama Bandung Tegallega ... 39
5.1.4 Struktur Organisasi, Fungsi dan Tugas KPP Pratama Bandung Tegallega ... 40
5.1.5 Tata Ruang, Sarana dan Fasilitas KPP Pratama Bandung Tegallega 42 5.2. Karakteristik Responden ... 42
5.3. Analisis Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega ... 43
5.3.1 Tingkat Penerapan Sub Sistem Dinamika Pembelajaran ... 43
5.3.2 Tingkat Penerapan Sub Sistem Transformasi Organisasi ... 48
5.3.3 Tingkat Penerapan Sub Sistem Pemberdayaan Manusia ... 53
5.3.4 Tingkat Penerapan Sub Sistem Pengelolaaan Pengetahuan ... 57
5.3.5 Tingkat Penerapan Sub Sistem Penerapan Teknologi... 61
5.4. Perbandingan Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajaran pada KPP Pratama Bandung Tegallega dengan hasil penelitian Marquadt …… 64
5.5. Analisis Persepsi Pimpinan dan Non Pimpinan... 67
VI. IMPLIKASI MANAJERIAL ... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Kisi-kisi instrument penelitian ... 31 2. Tingkat reliabilitas metode Alpha Cronbach. ... 34 3. Karakteristik karyawan ... 43 4. Contoh perhitungan range result sub sistem dinamika pembelajaran
dengan responden karyawan laki-laki ... 44 5. Persepsi karyawan terhadap tingkat penerapan sub sistem dinamika
pembelajaran berdasarkan karakteristik karyawan... 45 6. Persepsi karyawan terhadap tingkat penerapan sub sistem transformasi
organisasi berdasarkan karakteristik karyawan... 49 7. Persepsi karyawan terhadap tingkat penerapan sub sistem pemberdayaan
manusia berdasarkan karakteristik karyawan... 53 8. Persepi karyawan terhadap tingkat penerapan sub sistem pengelolaan
pengetahuan berdasarkan karakteristik karyawan... 58 9. Persepsi karyawan terhadap tingkat penerapan sub sistem penerapan
teknologi berdasarkan karakteristik karyawan... 62 10. Penerapan model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama
Bandung Tegallega berdasarkan karakteristik responden dan hasil
penelitian Marquardt ... 65 11. Analisis persepsi pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan
model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega … 67 12. Program yang sudah dilakukan dan rekomendasi program bagi
No Halaman
1. Model sistem organisasi pembelajaran ... 10
2. Sub sistem dinamika pembelajaran ... 13
3. Sub sistem transformasi organisasi ... 14
4. Sub sistem pemberdayaan manusia ... 16
5. Sub sistem pengelolaan pengetahuan ... 18
6. Sub sistem penerapan teknologi ... 19
7. Kerangka pemikiran konseptual ...23
No Halaman
1. Kuesioner penelitian ... 75
2. Struktur organisasi KPP Pratama Bandung Tegallega ... 82
3. Uji validitas dan uji reliabilitas ... 83
1.1. Latar Belakang
Kompetisi antar perusahaan semakin hari semakin kompetitif. Keberhasilan sebuah perusahaan salah satunya diukur oleh usia perusahaan tersebut. Usia ini antara lain menggambarkan daya tahan suatu perusahaan dalam kompetisi. Gambaran ketatnya persaingan yang diindikasikan oleh usia perusahaan dapat disimak dari apa yang diungkapkan oleh Scott (2000) bahwa rata-rata usia perusahaan yang masuk dalam daftar Fortune 100 hanya berkisar 42 tahun. Majalah Fortune 500 menyebutkan bahwa “25% perusahaan bangkrut setiap 10 tahun” dan hanya beberapa perusahaan berumur panjang termasuk yang terakhir ini adalah Stora (Swedia, 800 tahun), Sumitomo (Jepang, 400 tahun), Du Pont (AS, 195 tahun), Pilkington (Inggris, 171 tahun) (Sangkala, 2007).
Organisasi pada dasarnya seperti mahluk hidup yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan. Perubahan lingkungan strategik organisasi yang sangat cepat dalam berbagai dimensi, seperti teknologi, sosial, ekonomi, perundangan, dan globalisasi menuntut organisasi untuk mampu beradaptasi pada perubahan itu. Apabila organisasi terlambat untuk berubah maka dapat memungkinkan menurunkan kinerja organisasi.
Organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka akan selalu mengalami perubahan. Sasaran dari perubahan adalah untuk menciptakan sistem yang mampu bertahan dalam situasi perubahan yang terus terjadi agar organisasi dapat bertahan hidup dan bertumbuhkembang. Organisasi pembelajaran sangat dibutuhkan manajemen perusahaan terutama dalam menghadapi perubahan lingkungan yang cepat, termasuk perkembangan pengetahuan dan teknologi.
Pada awalnya organisasi pembelajaran hanya dikembangkan di sektor privat. Keberhasilan penerapan pada sektor privat kemudian diadopsi dan diterapkan di sektor publik. Adaptasi sistem dan penerapan organisasi
pembelajaran di sektor publik terjadi karena sektor privat dan sektor publik memiliki kemiripan dalam fungsi-fungsi manajemen yaitu planning,
organizing, actuating dan controlling.
Salah satu organisasi publik yang telah berhasil mentransformasikan dirinya menjadi organisasi pembelajaran adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Reformasi perpajakan dengan program utama modernisasi dan reformasi pelayanan perpajakan telah memperlihatkan hasil. Hal ini terbukti dengan terjadinya kenaikan realisasi pajak sebesar 34%, menjadi Rp 571 triliun pada tahun 2008, pencapaian tertinggi sepanjang sejarah RI. Realisasi penerimaan pajak (tidak termasuk PPh migas) pada tahun 2005 mencapai Rp 263,35 triliun, tahun 2006 Rp 314,86 triliun, target APBN 2007 Rp 411,32 triliun, APBNP 2007 sebesar Rp 395,25 triliun (Majalah Berita Pajak, 2009).
Beberapa ahli manajemen menyatakan keberhasilan penerapan organisasi pembelajaran dan memberi dukungan terhadap penerapan organisasi pembelajaran di sektor publik. Osborne, Gaebler, Plastrick, Kettl, Tapscott dan Lovell menyatakan bahwa dengan organisasi pembelajaran, organisasi publik akan lebih costumer oriented, hierarki lebih pendek, pekerjaan berpusat pada kerja kelompok, efektif, memiliki daya tanggap, akuntabilitas pegawai publik meningkat serta organisasi publik akan menjadi pusat jaringan dengan kegiatan utama melakukan pengendalian dan penggerakkan (Agus Joko Purwanto, 2007).
Modernisasi perpajakan oleh DJP diawali dengan restrukturisasi fungsi operasional (pelayanan kepada wajib pajak) melalui pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar yang diikuti pendirian KPP Madya dan KPP Pratama. Selain itu, pada awal tahun 2009 dibentuk kantor khusus pelayanan pajak untuk orang-orang kaya atau pengusaha di Indonesia yang disebut High Wealth Individual Tax Office (KPP HWI/KPP WP OP Besar).
Sejak dimulai pada tahun 2002, reformasi perpajakan telah berhasil mengubah institusi DJP menjadi lebih baik. Indikator keberhasilan reformasi perpajakan dapat dilihat setidaknya dari dua hal mendasar:
perubahan persepsi masyarakat terhadap institusi Direktorat Jenderal Pajak dan keberhasilan pencapaian target penerimaan pajak. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Transparency International tahun 2006, maka DJP masuk dalam kategori sebagai intitusi yang dinilai paling korup dengan tingkat inisiatif meminta suap mencapai 76%. Tahun 2008, DJP tidak masuk lagi dalam daftar institusi yang dinilai paling korup di Indonesia (Bisnis Indonesia, 2 Juni 2009).
Dampak reformasi perpajakan juga dapat dilihat dari peningkatan wajib pajak dan penerimaan pajak. Dibandingkan dengan tahun 2004, tahun 2009 jumlah wajib pajak orang pribadi meningkat 252,7 persen menjadi 11 juta orang. Dibandingkan jumlah wajib pajak orang pribadi pada tahun 1999 yang hanya 1,3 juta orang dengan tahun 2009 peningkatannya lebih besar lagi, yakni 746,2 persen. Jumlah wajib pajak badan pada tahun 2009 juga menigkat 87,74 persen (dibandingkan dengan tahun 2004) atau 216,7 persen (dibandingkan dengan tahun 1999) menjadi 1,9 juta institusi. Dilihat dari segi penerimaan pajak, dibandingkan dengan tahun 2004, pajak penghasilan di luar minyak dan gas pada akhir tahun lalu tercatat naik 160,9 persen ke Rp 250,5 triliun. Pajak penghasilan minyak dan gas meningkat 252 persen menjadi Rp 77,1 triliun. Sedangkan pajak pertambahan nilai meningkat 104,5 persen ke Rp 209,6 triliun (Tempo Interaktif, 18 Maret 2009).
Reformasi Perpajakan merupakan langkah strategis yang telah dilakukan DJP untuk menjadi organisasi pembelajaran. Tidak hanya reformasi di bidang administrasi dengan melakukan modernisasi administrasi perpajakan, reformasi juga lakukan di bidang peraturan atau kebijakan dengan melakukan amandemen Undang-Undang Perpajakan dan bidang pengawasan dengan pengadaan Bank Data Nasional. Berbagai program reformasi telah dilakukan dan akan terus dilakukan oleh DJP agar mencapai visinya menjadi institusi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi.
Reformasi jilid satu telah usai dan kini memasuki reformasi jilid dua. Tahun 2009 adalah tahun dicanangkannya reformasi perpajakan jilid dua,
yaitu dimulai dengan reformasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Reformasi bidang SDM ini meliputi pembenahan mutu, integritas serta militansi SDM perpajakan melalui peningkatan pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi reformasi jilid satu dari perspektif tingkat penerapan organisasi pembelajaran di lingkungan DJP agar dapat dilakukan evaluasi dan sumbang saran guna perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang.
1.2. Rumusan Masalah
Reformasi perpajakan secara komprehensif dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan menjalankan tiga hal yaitu di bidang administrasi dengan melakukan Modernisasi Administrasi Perpajakan, di bidang peraturan atau kebijakan dengan melakukan Amandemen Undang-Undang Perpajakan dan yang terakhir yaitu bidang pengawasan dengan pengadaan Bank Data Nasional. Reformasi di tiga hal tersebut membawa perubahan positif bagi DJP.
Modernisasi perpajakan sebagai bagian dari reformasi perpajakan menjadi hal yang menarik dan trend di lingkungan DJP. Ada nuansa tersendiri yang membuatnya menjadi lebih teknis, fokus dan dinamis sejalan reformasi perpajakan itu sendiri (Liberti Pandiangan, 2008).
Pada tanggal 28 Agustus 2007, terjadi penggabungan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka) menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. Tugas dan fungsi yang ada pada KPP, KP PBB, dan Karipka bergabung pada seksi-seksi yang ada pada KPP Pratama Bandung Tegallega sehingga terjadi banyak perubahan baik dalam struktur organisasi, tugas dan fungsi, sistem kerja, sumber daya manusia dan sarana kantor.
Setiap organisasi merupakan organisasi pembelajaran namun setiap organisasi memiliki perbedaan tingkat penerapan organisasi pembelajaran. Sejak terjadi penggabungan KPP, KP PBB, dan Karipka akibat reformasi perpajakan maka terjadi peningkatan penerapan organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega. Hal tersebut dapat dilihat dari struktur
organisasi, sistem kerja, dan budaya kerja yang berlaku dan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatannya. KPP Pratama Bandung Tegallega juga meraih predikat sebagai KPP Pratama terbaik ketiga se-Indonesia pada tahun 2008 dan menjadi salah satu KPP Pratama Percontohan pada tahun 2009.
Penerapan model sistem organisasi pembelajaran seharusnya dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh elemen yang ada dalam suatu organisasi baik pimpinan maupun non pimpinan. Pada beberapa organisasi seringkali terjadi perbedaan persepsi mengenai penerapan model sistem organisasi pembelajar dilihat dari persepsi pimpinan dengan non pimpinan.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang dan judul dari penelitian ini, maka dirumuskan masalah yang menjadi arah penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega?
2. Bagaimana persepsi pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega?
3. Rekomendasi apa yang dapat diberikan sebagai implikasi manajerial bagi pimpinan KPP Pratama Bandung Tegallega untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran organisasi?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega.
2. Menganalisis persepsi pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan model sistem organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega.
3. Memberikan rekomendasi sebagai implikasi manajerial bagi pimpinan KPP Pratama Bandung Tegallega untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran organisasi.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas dan menggali secara mendalam potensi model sistem organisasi pembelajaran melalui sub sistem dinamika pembelajaran, sub sistem transformasi organisasi, sub sistem pemberdayaan manusia, sub sistem pengelolaan pengetahuan dan sub sistem penerapan teknologi. Selain itu, juga melihat persepsi dan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegalllega.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang penerapan model sistem organisasi pembelajaran di sektor publik khususnya di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
2. Praktisi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan maupun sumbang saran bagi pimpinan organisasi khususnya pimpinan KPP Pratama Bandung Tegallega dalam membuat kebijakan pengembangan organisasi agar terjadi peningkatan penerapan model sistem organisasi pembelajaran yang berimplikasi pada peningkatan kinerja organisasi.
2.1. Pengertian Organisasi Pembelajaran
Jargon learning organization atau terjemahannya organisasi pembelajaran berkembang secara eksponensial setelah dipopulerkan oleh Peter Senge dalam buku Fifth Dicipline. Berikut ini ada beberapa pendapat mengenai definisi organisasi pembelajaran:
Learning organization means the continuous testing of experience and the transformation of that experience into knowledge-accessible to the whole organization, and relevant to its core purpose (Senge, 1994).
Learning Organization that are continually transforming themselfes to better manage knowledge, utilize technology, empower people and expand learning to better adapt and success in the changing environment
(Marquardt, 1996).
Garvin (2000) mendefinisikan organisasi pembelajaran sebagai organisasi yang memiliki kemampuan untuk menciptakan, mendapatkan dan memindahkan pengetahuan serta memodifikasi perilaku organisasi untuk merefleksikan pengetahuan dan wawasan baru.
Beberapa definisi di atas memberikan kesimpulan bahwa organisasi pembelajaran adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana memfasilitasi anggotanya agar mampu berkembang dan mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha mencapai hasil yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan bersama baik kebutuhan organisasi maupun individu di dalamnya.
2.2. Karakteristik Organisasi Pembelajaran
Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajaran memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Marquardt dan Reynolds (1994) adalah :
1. Setiap individu yang belajar, perkembangannya terkait dengan organisasi pembelajaran dan pengembangan organisasi.
3. Berbagai kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan belajar. 4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi merupakan
bagian terpenting untuk menciptakan organisasi pembelajaran. 5. Bagian mendasar adalah berpikir sistem.
6. Organisasi pembelajaran yang berkelanjutan menyebabkan keadaan yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi.
Watkins dan Marsick mengungkapkan karakteristik pada learning
organization dimana proses learning terjadi pada individual, tim, organisasi
hingga komunitas yang melakukan interaksi dengan organisasi. Learning adalah sebuah proses strategis yang kontinu, dan berintegrasi dengan pekerjaan. Hasil dari learning adalah perubahan dalam hal knowledge,
belief, dan behavior. Learning juga meningkatkan kapasitas organisasi
dalam melakukan inovasi dan pertumbuhan. Organisasi ini memiliki sistem yang mengedepankan learning.
Farago dan Skyrme (diacu Ginting, 2004) mengatakan bahwa organisasi pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berorientasi pada masa depan dan hal-hal yang sifatnya eksternal atau di luar dari diri organisasi
2. Arus dan pertukaran informasi yang jelas dan bebas
3. Adanya komitmen untuk belajar dan usaha individu untuk
mengembangkan diri
4. Memberdayakan dan meningkatkan individu-individu di dalam organisasi
5. Mengembangkan iklim keterbukaan dan rasa saling percaya 6. Belajar dari pengalaman
Beberapa uraian di atas memberikan kesimpulan bahwa karakteristik organisasi pembelajaran adalah keyakinan individu secara proaktif meningkatkan keinginan diri, berusaha maju dan terus belajar dengan menciptakan iklim organisasi yang terbuka dan arus informasi yang jelas. Kondisi ini nantinya akan menghasilkan proses yang berkesinambungan dengan tetap mengacu pada kondisi internal organisasi yang pada akhirnya mengacu pada kondisi dan tuntutan eksternal di luar organisasi.
2.3. Model Sistem Organisasi Pembelajaran
Peter Senge (2002) mengemukakan bahwa sangat diperlukan lima faktor disiplin pembelajaran yang harus diwujudkan dan dikembangkan dalam terciptanya organisasi pembelajaran, yaitu:
1. Disiplin personal mastery (individu yang ahli dibidangnya), antara lain menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Penguasaan pribadi juga merupakan kegiatan belajar untuk meningkatkan kapasitas pribadi kita, untuk menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan suatu lingkungan organisasi yang mendorong semua anggotanya untuk mengembangkan diri ke arah sasaran dan tujuan organisasi.
2. Disiplin shared vision (berbagi visi), menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun suatu rasa komitmen bersama dengan menetapkan gambaran-gambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus menetapkan prinsip-prinsip serta rencana-rencana jangka panjang sebagai arahan bertindak para anggotanya.
3. Disiplin mental models (model mental), menggambarkan kemampuan
para anggota organisasi untuk melakukan perenungan,
mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia yang dilandasi oleh prinsip serta nilai yang sarat dengan moral dan etika. Disiplin model mental berpengaruh pada kemampuan seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan mengapa dan bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan atau tindakan. 4. Disiplin system thinking (berpikir sistematik), menggambarkan
kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya. Dengan berpikir sistematik kita dapat:
a. Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis, sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi
b. Melakukan analisis dan sekaligus mampu menyususn kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar.
c. Melihat bagaimana kita sebaiknya mengubah sistem-sistem yang ada agar proses belajar dan tindakan organisasi dapat dilakukan dengan lebih efektif.
5. Disiplin team learning (tim pembelajar), merupakan suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu membangun kapasitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar jumlah dari kemampuan individual para anggotanya.
Model sistem organisasi pembelajaran juga telah dikembangkan oleh Marquardt. Terdapat perbedaan antara model Peter Senge (1990)
dengan model Marquardt. Marquardt (1996) menggambarkan model
sistem organisasi pembelajaran secara matematis berupa gambar irisan antara learning (pembelajaran), organization (organisasi), people (anggota organisasi), knowledge (pengetahuan), dan technology (teknologi) dengan pembelajaran terletak dipusat irisan. Model yang dikembangkan Marquardt sering digunakan sebagai dasar dari penelitian organisasi pembelajaran dengan pengembangan lebih lanjut dan telah diujicobakan penerapannya di 500 organisasi dunia.
Gambar 1. Model sistem organisasi pembelajaran (Marquardt, 1996)
Dinamika Pembelajaran Penerapan Teknologi Pemberdayaan Manusia Transformasi Organisasi Pengelolaan Pengetahuan
Gambar 1 menunjukkan adanya keterkaitan yang tidak terpisahkan antar sub dalam model sistem organisasi pembelajaran yang terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Gambar tersebut menjelaskan bahwa proses pembelajaran juga merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Jika proses pembelajaran dalam organisai pembelajar terjadi, akan terjadi perubahan persepsi, prilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia maupun organisasi. Kelima sub sistem tersebut diuraikan sebagaimana berikut:
2.3.1 Sub Sistem Dinamika Pembelajaran
Terdapat tiga hal pokok untuk membangun organisasi pembelajaran pada sebuah organisasi (Marquardt, 1996):
1. Tingkatan Pembelajaran a. Pembelajaran individu
Pembelajaran yang berkenaan dengan perubahan keahlian, cara pandang, pengetahuan, pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu melalui pembelajaran mandiri, cara pandang instruksi teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990) organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki kemauan untuk belajar tetapi jika individunya tidak ingin belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajaran. Namun jika individunya ingin belajar maka akan terwujud organisasi pembelajaran.
b. Pembelajaran Kelompok
Pembelajaran yang menitikberatkan peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi melalui kelompok-kelompok yang terdapat pada organisasi. Pembelajaran kelompok dapat menghadirkan penemuan baru dalam pemecahan masalah secara bersama melalui komunikasi kolektif dan pemikiran yang dibangun bersama sehingga kreativitas yang konstruktif dalam bekerja terwujud sebagai bentuk kemandirian organisasi.
c. Pembelajaran Organisasi
Pembelajaran organisasi menekankan bagaimana meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan cara pandang dan produktivitas serta komitmen bersama.
2. Jenis Pembelajaran a. Pembelajaran Adaptif
Sistem pembelajaran dari pengalaman dan reflektif. Sistem pembelajaran ini lebih menganggap bahwa suatu kesalahan merupakan hal yang dapat dipelajari yang selanjutnya digunakan dalam pemecahan masalah-masalah yang serupa. Pembelajaran juga dapat dilakukan dari kesalahan-kesalahan pihak lain yang selanjutnya dicermati dan dipelajari.
b. Pembelajaran Antisipatif
Proses perolehan pengetahuan dengan analisis cara pandang ke depan. c. Pembelajaran Dutro
Pembelajaran melalui derajat refleksi pada intensitas kegiatan atau kejadian dalam organisasi. Biasanya pembelajaran tipe ini menempatkan semua kejadian-kejadian dalam organisasi sebagai bahan untuk memperoleh perubahan sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.
d. Pembelajaran Tindakan
Pembelajaran melalui tindakan dengan pemecahan permasalahan yang ada dengan metode yang lebih baik dan memungkinkan terjadinya penyebaran pembelajaran dalam organisasi dengan menanggapi perubahan yang lebih cepat dan efektif. Seperti pepatah: There is no
learning without action and no action without learning. Action Learning begitu berperan dalam suatu pembelajaran yang mana
memiliki dua manfaat besar yaitu (1) pengembangan keahlian dan pengetahuan melalui proses refleksi atas tindakan yang diambil pada saat penyelesaian masalah yang nyata dan (2) perubahan organisasi yang terjadi menyebabkan setiap individu menempatkan permasalahan organisasi dari perspektif baru.
3. Keterampilan pembelajaran
Menurut Peter Senge (1990) ada lima faktor disiplin pembelajaran yaitu shared vision (bersama visi), mental models (model mental), team
learning (tim pembelajar), personal mastery (individu yang ahli
dibidangnya), dan system thinking (berpikir sistematik). Visi bersama menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat anggotanya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang disepakati. Mental model menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan, mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika.
Tim pembelajar merupakan suatu keahlian para anggota organisasi untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu membangun kapasitas real yang jauh lebih besar dari pada sekedar jumlah dari kemampuan individual para anggotanya. Personal mastery menunjukkan kemampuan untuk senantiasa mengklarifikasi dan mendalami visi pribadi, memfokuskan energi, mengembangkan kesabaran, dan memandang realitas secara objektif. Berpikir sistematik menggambarkan kemampuan untuk melihat organisasi sebagai satu kesatuan dari seluruh komponen yang membentuk atau mempengaruhinya.
Gambar 2. Sub sistem dinamika pembelajaran (Marquardt, 1996) Sub Sistem Dinamika Pembelajaran Jenis : - Adaptif - Antisipatif - Dutro - Tindakan Keterampilan : - Berpikir sistem - Mental models - Keahlian personal - Pembelajaran tim - Berbagi visi - Dialog Tingkatan : - Individu - Kelompok - Organisasi
2.3.2 Sub Sistem Transformasi Organisasi
Organisasi dalam hal ini diartikan sebagai tempat proses pembelajaran berlangsung. Organisasi dikatakan juga sebagai sekumpulan orang-orang yang di dalamnya terdapat komponen dan elemen termasuk struktur, individu dan kelompok yang melakukan proses belajar itu sendiri. Organisasi dalam upayanya untuk tumbuh dan berkembang menajdi organisasi pembelajaran harus mengatur dirinya sendiri melalui empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran.
Gambar 3. Sub sistem transformasi organisasi (Marquardt, 1996)
Dalam sistem transformasi organisasi dapat diwujudkan dalam empat aspek keberhasilan organisasi pembelajaran yaitu:
1. Budaya
Komponen yang terdapat dalam budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dimiliki organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan dari organisasi. Di dalam organisasi pembelajaran budaya memegang peranan penting untuk keberhasilan organisasi. Budaya belajar dari individu harus diciptakan agar menjadi sebuah kebiasaan sehingga terbentuk pembelajaran organsasi. Melalui budaya belajar organisasi akan memliki kondisi sehingga pembelajaran menjadi dihargai, diberi penghargaan dan
tanggung jawab terhadap pembelajaran secara keseluruhan.
Kepercayaan dan kebiasaan belajar berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru dan berani mengambil resiko yang dapat dipertanggungjawabkan. Budaya komitmen pimpinan terhadap pengembangan dan pelatihan pegawai serta kreativitas akan membentuk
Sub Sistem Transformasi Organisasi Struktur Visi Budaya Strategi
sehingga secara keseluruhan akan mendukung terbentuknya organisasi pembelajaran
2. Visi
Visi merupakan harapan, tujuan dan arah masa depan sebuah organisasi serta menggambarkan apa yang akan dicapai organisasi di masa mendatang. Organisasi tanpa visi yang jelas akan mempunyai arah dan tujuan yang tidak jelas pula pada akhirnya.
3. Strategi
Strategi merupakan rencana, tindakan, metodologi, teknik dan langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Dengan menjadi organisasi pembelajaran maka segala prioritas tindakan-tindakan akan tertuju pada aktivitas pembelajaran seperti mengakui, menghargai dan membangkitkan peluang pembelajaran serta ruang dan lingkungan untuk kepentingan pembelajaran.
4. Struktur
Struktur menggambarkan keadaan pembagian tanggungjawab dan wewenang suatu pekerjaan yang terdapat dalam organisasi dimana pada organisasi pembelajaran hirarki dikurangi dengan memiliki batasan dan diharapkan mampu mempengaruhi kelancaran proses pembelajaran di setiap lini yang ada dalam organisasi.
2.3.3 Sub Sistem Pemberdayaan Manusia
Sumber daya manusia merupakan hal yang paling utama dalam organisasi karena melalui perilaku dan kemampuan individu yang akan mencerminkan perilaku organisasi. Dalam sub sistem pemberdayaan manusia terdapat enam komponen yakni; pegawai, manajer/pimpinan, konsumen/pelanggan, supplier, masyarakat, dan mitra (Marquardt, 1996).
Upaya pemberdayaan manusia dalam hal ini pegawai atau individu diperlakukan layaknya manusia, bebas berkreasi dan memaksimalkan pendelegasian wewenang dan tanggungjawab, melibatkan seluruh upaya pengembangan strategi dan perencanaan dengan suatu kesinambungan kebutuhan individu di dalam organisasi.
Selain individu dan pegawai, pemimpin organisasi memegang peranan penting dalam keberhasilan penberdayaan manusia. Pemimpin yang mempunyai cara pandang luas dan ke masa depan sesuai kepentingan perubahan. Gaya atau model kepemimpinan yang diperlukan dalam organisasi pembelajaran adalah kepemimpinan transformasional yaitu kepemimpinan yang memiliki gaya memberdayakan SDM, melayani sebagai temen belajar, instruktur, koordinator dan selalu memberikan bimbingan dalam pembelajaran.
Pelanggan dalam organisasi pembelajaran sebagai input dari berbagai informasi yang berharga untuk memperbaiki kualitas pelayanan karenanya harus mendapat perhatian yang serius. Misalnya memberi kesepatan belajar mengenal produk, menemukan inovasi, dan memberikan saran-saran.
Keberhasilan organisasi tergantung juga pada jaringan yang ada. Jaringan tersebut mencakup mitra kerja, masyarakat, supplier dan seluruh
stake holder untuk membangun ikatan yang global menjadi kebutuhan
organisasi memperluas wawasan, peningkatan produk dan layanan. Keterlibatan peran masyarakat pada proses belajar adalah hal yang sangat penting terutama untuk meningkatkan citra organisasi dan melayani masyarakat dalam mengantisipasi perubahan di dalam dan di luar organisasi agar selalu tanggap keinginan dan kepentingan masyarakat.
Gambar 4. Sub sistem pemberdayaan manusia (Marquardt, 1996)
2.3.4 Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan
Pengetahuan menjadi lebih penting bagi organisasi dibandingkan dengan sumber daya keuangan, teknologi atau aset perusahaan lainnya
Sub Sistem Pemberdayaan Manusia Pegawai Pelanggan Manajer Mitra Kerja Masyarakat Supplier
(Marquardt, 1996). Pengetahuan dilihat sebagai sumber daya utama dalam penyelenggaraan organisasi. Organisasi dapat menerima pengetahuan dari dua sumber, yakni internal dan eksternal. Dengan pengetahuan, memungkinkan organisasi untuk tumbuh dan berkembang.
Terdapat beberapa komponen dari sub sistem pengelolaan pengetahuan, yaitu :
1. Penguasaan dan Akuisisi Pengetahuan
Pengumpulan input berupa informasi dan data dari internal dan eksternal organisasi. Organisasi pembelajaran memerlukan penguasaan dan akuisisi sebagai alat untuk mentransformasikan pengetahuan yang dibutuhkan organisasi.
2. Penciptaan pengetahuan
Dalam hal penciptaan pengetahuan Ikujiro Nonaka (1995), seorang ahli manajemen, mengatakan dalam bukunya bahwa perusahaan yang sukses adalah yang konsisten menciptakan pengetahuan baru, membaginya keseluruh organisasi, dan semua orang tahu akan teknologi baru dan hasilnya.
Nonaka pun membagi 4 bagian untuk menggambarkan suatu pengetahuan, yaitu: (1) Tacit to Tacit Creation of Knowledge, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang ditularkan kepada orang lain melalui bekerja bersama sehingga dapat dilihat dan dicontoh (2)
Explicit to Explicit Creation of Knowledge, yaitu pengetahun yang
diperoleh dari kombinasi dengan memperbaiki pengetahuan yang telah ada (3) Tacit to Explicit Creation of Knowledge, yaitu pengetahuan yang didapat dari memformalisasikan pengetahuan yang ada pada diri seseorang (4) Explicit to Tacit Creation of Knowledge, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara menanamkan pengetahuan tertulis atau informasi kepada seseorang.
3. Penyebaran dan penggunaan pengetahuan
Dalam penyebaran pengetahuan ini dapat dilakukan melalui beberapa hal, secara sengaja dilakukan maupun tidak sengaja. Proses ini menurut (Marquardt, 1996) yaitu melalui intentional transfer (sengaja
dilakukan) : (1) komunikasi individu (2) melakukan pelatihan melalui kursus-kursus (3) konferensi internal (4) briefing (5) publikasi internal (6) kegiatan pariwisata (7) mutasi kerja (8) Mentoring. Di samping itu juga melalui unintentional transfer (tidak sengaja dilakukan) yaitu dengan melakukan rotasi kerja, sejarah kerja, tugas-tugas dan keterkaitan jaringan informal.
4. Penyimpanan dan pencarian pengetahuan
Suatu organisasi pertama kali harus menentukan apa yang penting untuk dipertahankan dan kemudian bagaimana cara yang terbaik untuk mempertahankan itu. Organisasi memberi arti informasi dan data pada cerminan, riset, dan percobaan. Penyimpanan pengetahuan melibatkan teknis (merekam dan database) dan proses-proses manusia (konsensus memori individu dan kolektif). Pengetahuan yang disimpan seharusnya:
a. Disimpan dan tersusun sehingga sistem dapat temukan dan menyampaikannya dengan cepat dan dengan tepat.
b. Dibagi menjadi kategori-kategori seperti fakta-fakta, kebijakan-kebijakan, atau memeriksa prosedur di satu learning-needs basis c. Diorganisir sedemikian hingga, sehingga itu dapat dikirimkan
dalam suatu cara singkat dan jelas bersih untuk pemakai.
d. Tepat waktu , akurat, dan tersedia untuk mereka yang memerlukan.
Gambar 5. Sub sistem pengelolaan pengetahuan (Marquardt, 1996)
2.3.5 Sub Sistem Penerapan Teknologi
Perkembangan teknologi yang semakin pesat berdampak terhadap meningkatnya kompetisi. Hal ini mengharuskan organisasi untuk
terus-Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan Penyimpanan Akuisisi Penyebaran Penciptaan
menerus merubah perilakunya dalam menjalankan organisasi sesuai dengan tuntutan jaman. Teknologi terus berubah maka suatu organisasi mau tidak mau harus dapat memanfaatkan teknologi yang ada untuk kepentingan pembelajaran agar dapat bertahan dan berkembang. Dalam sub sistem penerapan teknologi terdapat tiga komponen yakni; teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan sistem pendukung kinerja elektronik.
Gambar 6. Sub sistem penerapan teknologi (Marquardt, 1996)
2.4. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
Purwanto (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Kajian Learning
Organization pada Organisasi Publik bertujuan untuk mengetahui apa saja
yang harus dimiliki organisasi publik agar learning organization dapat diterapkan pada organisasi tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agar learning dapat berlangsung dalam suatu organisasi maka organisasi harus menyediakan fasilitas berupa struktur organisasi yang mampu memberikan keleluasaan bagi tim untuk melakukan pengembangan. Keleluasaan ini penting sebab tanpa adanya keleluasaan, individu tidak akan mampu melakukan learning. Untuk itu organisasi harus menyediakan berbagai fasilitas termasuk program kegiatan yang merangsang staf untuk melaksanakan idenya, agar proses pembelajaran pada segala tingkat dapat berlangsung.
Arubusman (2004), dalam penelitiannya tentang Analisis tingkat penerapan model organisasi pembelajar dalam rangka membangun organisasi pembelajar di Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, diketahui bahwa tingkat penerapan Organisasi Pembelajaran Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran memperoleh nilai rata-rata 25,12 berarti tingkat penerapannya sudah "BAIK"
Sub Sistem Penerapan Teknologi Pembelajaran Berbasis Teknologi Sistem Pendukung Kinerja Elektronik Teknologi Informasi
berdasarkan range-result yang diberikan oleh Marquardt bahwa 24-31 = Good/BAIK. Secara terperinci nilai rata-rata untuk masing-masing sub-sistem organisasi pembelajaran di Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran adalah sebagai berikut; (1) sub sistem Dinamika Pembelajaran 24,67 (2) sistem Transformasi Organisasi 25,47 (3) sub-sistem Pemberdayaan Manusia 25,67 (4) sub-sub-sistem Pengelolaan Pengelahuan 25,58 dan (5) sub-sistem Aplikasi Teknologi 24,20. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan instrumen penelitian kuesioner yang mengukur variabel tingkat penerapan dari organisasi pembelajaran yaitu learning organization profile dari Marquardt.
Pamungkas (2003) dalam tesisnya dengan judul Pengetahuan dan Praktek Learning Organization (Organisasi Pembelajar) pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Kerajinan dan Batik (BBKB), diketahui bahwa secara keseluruhan tingkat organisasi pembelajaran di BBKB belum optimal. Hasil analisis dari learning organization profile menunjukkan bahwa di BBKB keseluruhan sub sistem berada pada tingkatan diterapkan sekedarnya. Hal ini diperkuat dengan jumlah karyawan yang berpendapat profil organisasi pembelajaran sedikit sekali diterapkan atau tidak sama sekali menduduki peringkat dua (2) pada semua subsistem, kecuali subsistem transformasi organisasi dimana peringkat dua (2) adalah pernyataan diterapkan secara luas.
Ridhwan (2003) dalam penelitiannya tentang Penerapan Organisasi Pembelajar pada Dirjen Perlindungan HAM Direktorat Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, dapat diketahui bahwa secara umum tingkat penerapan konsep organisasi pembelajaran di Direktorat Kehakiman dan HAM masih rendah dan masih terdapat perbedaan maupun kesenjangan antara hasil yang didapat dengan hasil yang diinginkan. Hal tersebut dapat dilihat dari (1) penerapan organisasi pembelajaran pada Direktorat Kehakiman dan HAM masih sejauh diterapkan pada sebagian kecil sebanyak 30,88 % (2) masih sejauh diterapkan pada bagian-bagian tertentu sebanyak 24,46 % sedangkan (3) belum diterapkan sebanyak 19,25 %.
Penelitian-penelitian terdahulu di atas menunjukan bahwa terdapat hubungan antara sistem administrasi perpajakan modern dengan peningkatan kinerja karyawan, organisasi pembelajaran tidak hanya dilakukan di organisasi privat tetapi juga dapat dilakukan di organisasi publik dengan menyediakan struktur organisasi yang mampu memberikan keleluasaan bagi tim untuk melakukan pengembangan dan telah dilakukan penelitian terhadap beberapa organisasi terkait penerapan organisasi pembelajaran dengan menggunakan learning organization profile dari Marquardt.
Beberapa penelitian terdahulu memberikan kontribusi
pembelajaran meliputi variabel penelitian dan teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh penelitian terdahulu yaitu Learning
Organization Profile (LOP) yang diciptakan oleh Marquardt (1996). LOP
mencakup lima sub sistem sebagai indikator dan dipecah menjadi 20 sub indikator seperti yang dikembangkan oleh Watkins dan Marsick (1998). Penelitian ini hanya mengukur tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran di Kantor Pelayanan Pajak Pratama serta mengetahui persepsi pimpinan dan non pimpinan tentang penerapan model sistem organisasi pembelajaran. Hasil kuesioner akan melalui uji validitas dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan uji reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Marquardt (1996) bukan dari Peter Senge (1990) karena konsep Marquardt telah diujicobakan penerapannya di 500 organisasi dunia dan sesuai untuk diterapkan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi prioritas menyangkut modernisasi dan reformasi pelayanan pajak. Modernisasi perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak diawali dengan restrukturisasi fungsi operasional (pelayanan kepada wajib pajak) melalui pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar yang diikuti pendirian KPP Madya dan KPP Pratama.
Salah satu dampak modernisasi dan reformasi pelayanan pajak adalah dikeluarkannya SK DJP Nomor KEP.112/PJ/2007 pada tanggal 28 Agustus 2007 yang berisi tentang penggabungan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karipka) menjadi KPP Pratama Bandung Tegallega yang mentransformasikan dirinya menjadi organisasi pembelajaran.
Organisasi pembelajaran memiliki standar yang disebut learning
organization profile yang dapat dilihat melalui tingkat penerapan sub sistem
dinamika pembelajaran, sub sistem transformasi organisasi, sub sistem pemberdayaan manusia, sub sistem pengelolaan pengetahuan dan sub sistem penerapan teknologi. Semakin baik tingkat penerapan organisasi pembelajaran dapat dilihat dari nilai range result yang semakin tinggi. Tingkat penerapan organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega diukur dengan learning organization profile untuk mengetahui sejauhmana tingkat penerapannya. Apabila organisasi pembelajaran telah diterapkan dengan baik maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada peningkatan kinerja karyawan sehingga akan terjadi peningkatan kinerja organisasi. Kerangka pemikiran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual
Keterangan :
= memiliki hubungan secara langsung = memiliki hubungan secara tidak langsung
KPP Pratama Bandung Tegallega
KP PBB
KPP Karipka
SK DJP Nomor KEP.112/PJ/2007
Perubahan Visi dan Misi KPP Pratama Bandung Tegallega Model Sistem Organisasi Pembelajaran Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega Learning Organization Profile Marquardt (1996) Peningkatan Kinerja Karyawan Peningkatan Kinerja Organisasi
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Model sistem organisasi pembelajaran memiliki standar yang disebut
learning organization profile/kuesioner yang memiliki indikator yang dapat
dilihat melalui tingkat penerapan sub sistem dinamika pembelajaran, sub sistem transformasi organisasi, sub sistem pemberdayaan manusia, sub sistem pengelolaan pengetahuan dan sub sistem penerapan teknologi. Setiap sub sistem memiliki sub indikator tertentu. Sub sistem dinamika pembelajaran memiliki tiga sub indikator yaitu pembelajaran individu, pembelajaran kelompok dan pembelajaran organisasi. sub sistem transformasi organisasi memiliki empat sub indikator yaitu visi, budaya, strategi dan struktur. Sub sistem pemberdayaan manusia memiliki enam sub indikator yaitu pegawai, manajer/pimpinan, konsumen/pelanggan, supplier, masyarakat, dan rekanan/mitra. Sub sistem pengelolaan pengetahuan memiliki empat sub indikator yaitu akuisisi, penciptaan, penyimpanan dan penyebaran & penggunaan pengetahuan. Sub sistem penerapan teknologi memiliki tiga sub indikator yaitu teknologi informasi, pembelajaran berdasarkan teknologi dan sistem pendukung kinerja elektronik.
Semakin baik tingkat penerapan organisasi pembelajaran dapat dilihat dari nilai range result yang semakin tinggi. Bila nilai rata-rata akhir di atas 32 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran sangat baik, 24-31 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran baik, 16-23 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran cukup dan di bawah 16 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran kurang.
Penelitian ini akan meneliti tingkat penerapan organisasi pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega dengan learning organization profile. Dari hasil penelitian akan ditarik kesimpulan berupa saran dan masukan implikasi manajerial yang tepat bagi pimpinan KPP Pratama Bandung Tegallega. Kerangka pemikiran operasional tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Uji persepsi
Gambar 8. Kerangka pemikiran operasional
3.3. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara yang menyatakan adanya perbedaan persepi di antara responden yang diteliti.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan terhadap sub sistem dinamika pembelajaran yang meliputi pembelajaran individu, pembelajaran kelompok dan pembelajaran organisasi.
Dinamika Pembelajaran Pembelajaran Individu Pembelajaran Kelompok Pembelajaran Organisasi Pengelolaan Pengetahuan Penyebaran& penggunaan Penciptaan Penyimpanan Akuisisi Transformasi Organisasi Visi Budaya Strategi Struktur Penerapan Teknologi Pembelajaran berdasarkan Teknologi Teknologi Informasi Sistem Pendukung Kinerja Elektronik Model Sistem Organisasi Pembelajaran Persepsi Pimpinan Persepsi Non Pimpinan Pemberdayaan Manusia Pegawai Supplier Pelanggan Manajer Mitra Kerja Masyarakat
Learning Organization Profile
Marquardt (1996) Range Result Implikasi Manajerial Penerapan Model Sistem Organisasi Pembelajaran di KPP Pratama Bandung Tegallega Sangat Baik Cukup Baik Kurang Baik
2. Ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan terhadap sub sistem transformasi organisasi yang meliputi visi, budaya, strategi dan struktur organisasi.
3. Ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan terhadap sub sistem pemberdayaan manusia yang meliputi pegawai, manajer, pelanggan, supplier, mitra kerja dan masyarakat.
4. Ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan terhadap sub sistem pengelolaan pengatahuan yang meliputi akuisisi, penciptaan penyimpanan, penyebaran dan penggunaan pengetahuan.
5. Ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan non pimpinan terhadap sub sistem penerapan teknologi yang meliputi teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan sistem pendukung kinerja elektronik.
3.4. Definisi Operasional
Penelitian ini hanya membahas satu variabel yaitu menggali secara mendalam potensi model sistem organisasi pembelajaran yang mencakup lima sub sistem sebagai indikator dan dipecah menjadi 20 sub indikator seperti yang dikembangkan oleh Watkins dan Marsick (1998). Setiap indikator yang ada diukur menggunakan skala likert dengan bobot 1-4. Adapun sub indikator dan istilah-istilah yang digunakan didefinisikan sebagai berikut :
1. Model sistem organisasi pembelajaran adalah model sistem organisasi yang dibentuk dengan penyatuan lima sub sistem yaitu dinamika pembelajaran, transformasi organisasi, pemberdayaan manusia,
pengelolaan pengetahuan dan penerapan teknologi dengan
pembelajaran sebagai pusat.
2. Pembelajaran individu adalah proses belajar yang berkenaan dengan perubahan keahlian, cara pandang, pengetahuan, pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh setiap pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega melalui pembelajaran mandiri, cara pandang instruksi teknologi dan observasi.
3. Pembelajaran kelompok adalah proses belajar yang menitikberatkan peningkatan pengetahuan, keahlian dan kompetensi melalui kumpulan beberapa individu yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
4. Pembelajaran organisasi adalah proses belajar yang menekankan bagaimana meningkatkan kemampuan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega, meningkatkan cara pandang dan produktivitas serta komitmen bersama.
5. Visi adalah harapan, tujuan dan arah masa depan sebuah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega serta menggambarkan apa yang akan dicapai di masa mendatang.
6. Budaya organisasi adalah nilai-nilai, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan, kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan yang dimiliki Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
7. Strategi adalah rencana, tindakan, metodologi, teknik dan langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Pratama untuk mencapai suatu tujuan.
8. Struktur adalah gambaran keadaan pembagian tanggungjawab dan wewenang suatu pekerjaan yang terdapat di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
9. Pegawai (non pimpinan) adalah pekerja yang terdaftar bekerja di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
10. Manajer (pimpinan) adalah karyawan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega yang menduduki posisi sebagai kepala kantor atau kepala seksi/bagian.
11. Pelanggan (Wajib Pajak) adalah pengguna produk atau jasa layanan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
12. Supplier adalah pihak yang melakukan kerjasama untuk memasok barang-barang kebutuhan KPP Pratama Bandung Tegallega, misalnya pemasok alat tulis kantor.
13. Mitra Kerja adalah pihak yang melakukan kerjasama secara langsung dengan KPP Pratama Bandung Tegallega terkait urusan perpajakan,
misalnya konsultan pajak, lembaga keuangan, instansi pemerintah dan peneliti tentang perpajakan.
14. Masyarakat adalah kumpulan orang yang berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega baik yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak maupun belum terdaftar.
15. Akuisisi adalah pengumpulan input berupa informasi dan data dari internal dan eksternal Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega.
16. Penciptaan pengetahuan adalah usaha yang dilakukan oleh individu maupun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega untuk membangun ide-ide yang baru dan bermanfaat untuk mengatasi suatu masalah.
17. Penyimpanan pengetahuan adalah suatu proses yang melibatkan teknis (merekam dan database) dan proses-proses manusia (konsensus memori individu dan kolektif).
18. Penyebaran pengetahuan adalah penyebaran informasi di yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
19. Teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi lebih cepat, lebih menyebar dan mudah diakses. 20. Pembelajaran berbasis teknologi adalah pembelajaran oleh yang
menggunakan teknologi untuk mempermudah proses pembelajaran. 21. Sistem pendukung kinerja elektronik adalah sistem yang menggunakan
database (teks, visual dan audio) dan berbasis pengetahuan untuk memperoleh, menyimpan dan mendistribusikan informasi ke seluruh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega guna membantu karyawan mencapai kinerja tertinggi dalam tenggang waktu tercepat yang dimungkinkan dengan dukungan personalia minimum.
22. Learning Organization Profile adalah kuesioner untuk mengukur tingkat penerapan organisasi pembelajaran yang terdiri dari lima subsistem, masing-masing sub sistem terdiri dari 10 pertanyaan dan nilai/skor tertinggi 4 dan terendah 1.
23. Range result adalah nilai rata-rata akhir learning organization profile. Nilai range result diperoleh dari hasil perkalian setiap skala dengan jumlah responden yang memilih skala tersebut. Hasil perkalian tersebut kemudian dibagi dengan jumlah responden dalam penelitian. Bila nilai rata-rata akhir di atas 32 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran sangat baik, 24-31 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran baik, 16-23 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran cukup dan di bawah 16 berarti tingkat penerapan model sistem organisasi pembelajaran kurang (Marquardt, 1996).
4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega di Jalan Soekarno Hatta No 216, Bandung. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa adanya kesediaan Pimpinan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan sesuai dengan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2009.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ini, data atau informasi yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan, wawancara dengan pihak-pihak terkait dan hasil pengisian kuesioner. Data sekunder diperoleh dari pustaka dan literatur yang relevan dengan penelitian, baik dari perusahaan, internet, buku, jurnal, majalah dan bahan penunjang lain.
4.3. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dari penelitian ini merupakan karyawan KPP Pratama Bandung Tegallega. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus. Metode sensus adalah pengambilan data dari semua anggota populasi berarti semua karyawan yang berjumlah 90 orang menjadi sampel penelitian. Hal tersebut sesuai pendapat Arikunto (1992) yang memberikan patokan bahwa apabila subyek penelitian kurang dari 100, maka sampel penelitian lebih baik diambil semua.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bagi penelitian dimana peneliti dapat mengetahui apa yang diperlukan dan bagaimana cara mengukur variabel yang diinginkan (Umar, 2005) Ada
beberapa keuntungan dari penggunaan kuesioner ini, antara lain (1) biaya relatif lebih murah, (2) pemberian instruksi pengisian kuesioner dapat dilakukan oleh yang tidak memiliki keahlian khusus dan (3) survei dapat dilakukan dengan jumlah responden yang besar dan waktu yang relatif singkat. Selain kuesioner juga dilakukan wawancara yang bersifat terbuka kepada pimpinan dan beberapa karyawan sebagai sudut pandang lain sekaligus penguat pengisian kuesioner.
Kuesioner learning organization profile mencakup lima sub sistem sebagai indikator dan dipecah menjadi 20 sub indikator seperti yang dikembangkan oleh Watkins dan Marsick (1998). Indikator dan sub indikator yang digunakan berikut kuesioner yang diajukan tersebut seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No Indikator Sub indikator Item pertanyaan
1 Dinamika Pembelajaran 1. Pembelajaran individu 2. Pembelajaran kelompok 3. Pembelajaran organisasi 1, 2, 3, 4, 5, 6 7, 8, 9 10 2 Transformasi Organisasi 1. Visi 2. Budaya 3. Strategi 4. Struktur 11, 12, 13, 14, 15, 16 17, 18 19, 20 3 Pemberdayaan Manusia
1. Pegawai (non pimpinan) 2. Manajer (pimpinan) 3. Pelanggan (wajib pajak) 4. Supplier 5. Mitra kerja 6. Masyarakat 21, 22 23, 24, 25 26, 27 28 29 30 4 Pengelolaan Pengetahuan 1. Akuisisi 2. Penciptaan 3. Penyimpanan
4. Penyebaran & penggunaan
31, 32, 33 34, 35, 40 36, 37 38, 39 5 Penerapan Teknologi 1. Teknologi informasi 2. Pembelajaran berdasarkan Teknologi
3. Sistem pendukung kinerja elektronik
41, 42 43, 44, 45
46, 47, 48, 49, 50
4.5. Metode Skala Pengukuran
Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden dalam kuesioner adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang terhadap variabel penelitian yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan. Skala