• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI. Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Perilaku Merokok

2.1.1. Definisi Perilaku Merokok

Dalam kamus tthe world book encyclopedia (dalam Widowaty,2008) smoking adalah the drawing of tobaco smoke from a cigarette, a cigar, or a pipe into the mouth and often into the lungs and puffing it out.

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap, baik menggunakan pipa ataupun rokok (Stiopoe, 2000). Asap yang dihisap perokok disebut dengan maintream smoke, sedangkan asap yang keluar dari ujung rokok yang terbakar dan terhisap oleh orang yang ada di sekitar perokok adalah sidestream smoke.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah kegiatan membakar tembakau dari rokok yang melibatkan proses memasukkan asap ke dalam tubuh dengan cara menghisapnya.

(2)

10 Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Chearly, Komasari & Helmi, 2000 (dalam http://tlingus.wordpress.com/) terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu :

1. Tahap Persiapan (Preparatory) : Tahap persiapan muncul sebelum individu pernah mencoba merokok, seperti; Seseorang yang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Mencoba (Initiation) : Tahap ini merupakan tahapan yang paling kritis dari semua tahapan merokok, perintisan merokok yaitu tahap seseorang meneruskan untuk tetap mencoba-coba merokok.

3. Tahap menjadi perokok (becoming smoker) : Tahap ini terjadi ketika individu menjadi perokok, Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebnayak empat batang perhari maka seseorang tersebut mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Mempertahankan Menjadi Perokok (maintenance of smoking) : Tahap ini adalah tahap terakhir ketika faktor psikologis dan mekanisme biologis bersama membentuk pola perilaku merokok, merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pegaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

(3)

11 Gilchrist, Schinke, Bobo dan Snow ( dalam Widowaty 2008) membedakan perokok dalam 3 tipe, yaitu:

1. Experimental Smoker : yaitu orang yang pernah mencoba rokok tetapi

tidak menjadi kebiasaan. Orang yang termasuk dalam kelompok ini biasanya tidak atau belum mengalami kecanduan nikotin.

2. Regular Smoker : yaitu orang yang merokok secara teratur dan telah

menjadi kebiasaan. Seseorang yang menjadi perokok reguler karena telah mengalami kecanduan nikotin.

3. Non Smoker : yaitu orang yang tidak pernah mencoba merokok.

Menurut Boshtam dan Zadegan dalam widowaty (2008) menggolongkan perokok menjadi tiga tipe berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi perharinya:

1. Perokok berat, yang menghisap lebih dari 20 batang rokok dalam sehari. 2. Perokok sedang, yang menghisap 11 - 20 batang rokok dalam sehari. 3. Perokok ringan, yang menghisap dari 10 batang rokok dalam sehari.

Selain itu dalam Brotowasisto (2001) menggolongkan perokok berdasarkan waktu merokoknya, yaitu :

1. Perokok ringan merokok dengan selang waktu merokok 60 menit dari bangun pagi.

2. Perokok sedang dengan selang waktu 31 – 60 menit dari bangun pagi. 3. Perokok berat dengan selang waktu merokok 6 - 30 menit dari bangun

(4)

12 4. Perokok sangat berat dengan selang waktu merokok 5 menit dari bangun

pagi.

2.2. Konformitas

2.2.1. Definisi Konformitas

Menurut Cialdini dan Goldstein ( dalam Taylor, Peplau & Sears, 2006) Konformitas adalah:

“the tendency to change one beliefs or behaviours to match the behaviour of others.”

Definisis tersebut mengatakan bahwa konformitas adalah kecenderungan seseorang untuk mengubah tingkah laku atau kepercayaann agar sesuai dengan tingkah laku orang lain. Definisi tersebut sejalan dengan definisi menurut Baron dan Byrne (2003) yang menyatakan bahwa konformitas adalah suatu jenis pengarauh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada.

Sedangkan Myers (1996) memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu:

A change in behavior or belief as a result of real or imagined group pressure” (p.233)

(5)

13 Konformitas diartikan sebagai perubahan tingkah laku atau keyakinan individu sesuai dengan kelompoknya yang merupakan hasil dari tekanan yang nyata atau tidak nyata dari kelompok. Adaya tekanan tersebut dinyatakan oleh Middlebrook (1980)

“conformity pressure is the pressure to modify what you are say or do to make it correspond with what others say and do.”

Definisi di atas menyatakan tekanan untuk konform adalah tekanan untuk memodifikasi apa yang dikatakan atau dilakukan untuk membuatnya sama dengan yang dikatakan atau dilakukan orang lain.

2.2.2. Jenis Konformitas

Menurut Myers (2005) konformitas dibagi atas dua jenis yaitu: compliance dan acceptance.

1. Compliance

Konformitas compliance adalah bentuk konformitas dimana individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui perilaku tersebut. Hal ini kerena adanya pengaruh sosial normatif (normative social influnce) yang didasarkan pada keinginan individu untuk diterima atau disukai orang lain (Baron, 2005).

2. Acceptance

Konformitas acceptance adalah suatu bentuk konformitas dimana tingkah laku maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok

(6)

14 yang diterima. Konformitas bentuk acceptance terjadi karena adanya pengaruh sosial informasional (informational social influence) didasarkan pada keinginan individu untuk memiliki persepsi yang tepat mengenai dunia sosial (Baron, 2005).

Individu melakukan konformitas dikarenakan mereka berfikir bahwa orang laindalam kelompok memilki lebih banyak informasi yang tidak diketahuinya menurut (Feldman:1985). Sementara Shaw (dalam Feldman:1985) menyatakan konformitas akan meningkat jika seseorang berada dalam situasi yang membingungkan.

2.2.3. Faktor –Faktor Terbentuknya Konformitas

Ada beberapa pendapat terbentuknya Konformitas, diantaranya: Menurut Searst, dkk dalam Rofi’ah (2006) faktor-faktor terbentuknya konformitas compliance, diantaranya :

1. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Individu ingin agar kelompok tempat individu berada menyukainya, menerimanya, dan memperlakukan kita dengan baik. Individu cenderung menyesuaikan diri dengan kelompoknya untuk menghindari perselisihan paham.

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang. Individu yang tidak mau mengikuti apa yang berlaku didalam kelompok akan

(7)

15 menanggung resiko mengalami akibat yang tidak menyenangkan seperti ditolak oleh kelompok atau dikucilkan atau ditolak oleh kelompok.

2. Kekompakan kelompok.

Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Yang dimaksud dengan kekompakan itu sendiri adalah jumlah total kekuatan yang menyebabkan orang tertarik pada suatu kelompok dan yang membuat mereka ingin tetap menjadi anggotanya.

Kekompakkan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. Jika seseorang merasa dekat dengan anggota kelompok yang lain, akan semakin menyenangkan bagi kelompok untuk mengakuinya dan semakin menyakitkan bila kelompok mencelanya.

Konformitas akan semakin meningkat ketika melakukan sesuatu yang berharga. Peningkatan konformitas ini terjadi karena anggotanya tidak ingin disebut sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang telah dijelaskan diatas, karena penyimpangan menimbulkan penolakan dari kelompok.

3. Kesepakatan kelompok

Faktor yang sangat penting terjadinya konfromitas adalah kesepakatan pendapat kelompok.

Individu yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Morris & Miller dalam Sears, dkk:1985) menunjukkan bahwa saat

(8)

16 terjadinya perbedaan pendapat bisa menimbulkan perbedaan. Sehingga akan tampak adanya penurunan tingkat konfromitas.

Penurunan konfromitas yang drastis karena hancurnya kesepakatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya : Pertama, tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang berbeda pendapat itu kurang ahli bila dibandingkan dengan anggota lain. Kedua, bila anggota kelompok yang lain mempunyai pendapat yang sama, keyakinan individu terhadap pendapatnya sendiri akan semakin kuat, dimana keyakinan yang kuat akan menurunkan konfromitas.

4. Ukuran kelompok

Beberapa eksperimen menunjukan bahwa konfromitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat. Didalam eksperimen yang dilakukan oleh Asch pada tahun 1951 (dalam Sears,dkk:1985) disimpulkan bahwa untuk menghasilkan tingkat konfromitas yang paling tinggi, ukuran kelompok yang paling optimal adalah tiga atau empat orang. Pernyataan ini juga didukung oleh beberapa ahli (dalam feldman:1985) yang menyatakan bahwa tekanan untuk melakukan konfromitas pada kelompok meningkat pada saat kelompok terdiri dari tiga atau empat orang.

Menurut Sears, Fredmen dan Peplau (1985) faktor-faktor terbentuknya konformitas acceptance diantaranya :

(9)

17 Faktor utama kepercayaan terhadap kelompok adalah individu percaya kepada informasi yang diberika oleh kelompoknya. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar sebagai sumber informasi yang benar semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. Salah satu faktor penentu kepercayaan terhadap kelompok adalah tingkat keahlian anggotanya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat keahlian kelompok dalam hubungannya dengan individu, semakin tinggi tingkat kepercayaannya dan penghargaan individu terhadap pendapat mereka.

2. Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Salah satu faktor yang mempengaruhi keyakinan individu terhadap kemampuannya adalah tingkat kesulitan penilaian yang dibuat. Semakin sulit penilaian tersebut, semakin rendah rasa percaya diri yang dimiliki individu dan semakin besar kemungkinan bahwa dia akan mengikuti penilaian orang lain.

2.2.4. Alasan Melakukan Konformitas

Ketika individu konform terhadap suatu hal, para psikologi sepakat mengatakan bahwa ada dua alasan yang menyebabkan individu konform terhadap suatu hal, yaitu:

(10)

18 1. Pengaruh sosial normatif

Pengaruh sosial yang bersifat normatif menekan individu untuk konform agar terhindar dari hukuman, mendapatkan penerimaan kelompok, atau terhindar dari rasa malu karena berbeda dari yang lainnya. Menurut Baron & Byrne (2003), yang mendasari konformitas ini adalah keinginan untuk disukai, rasa takut akan penolakan dan penyimpangan.

2. Pengaruh sosial informatif

Pengaruh sosial yang bersifat informatif terjadi saat kita bergantung pada orang lain untuk informasi yang berhubungan dengan realita, sehingga kita konform terhadap terhadap pendapat mayoritas karena menurut kita pendapat atau penilaian mayoritas tersebut benar. Hal yang mendasari konformitas ini adalah keinginan untuk merasa benar. Menurut Taylor, Peplau, dan Sears (2006), kecenderungan untuk melakukan konformitas berdasarkan pengaruh sosial informatif tergantung pada dua aspek, yaitu seberapa besar kepercayaan individu terhadap informasi yang dimiliki kelompok dan seberapa besar kepercayaan dari individu terhadap keputusannya sendiri.

2.2.4. Alasan tidak Melakukan Konformitas

Menurut Baron & Byrne (2003) ada dua alasan mengapa seseorang memilih untuk konform pada suatu hal, yaitu:

(11)

19 1. Kebutuhan akan Individu

Setiapa individu memiliki kebutuhan untuk mempertahankan individualitasnya, keinginan untuk memiliki jati diri sehingga dapat dibedakan oleh orang lain dalam beberapa hal. Dengan mengikuti suatu kehilangan jati dirinya sendiri. Penelitian menemukan bahwa individu dengan tingkat individualis yang tinggi (high-individuation) cenderung tidak mengikuti pandangan mayoritas (Sears, Peplau & Taylor, 1991).

2. Kebutuhan untuk mempertahankan kontrol atas hidup

Sebagai besar orang memiliki kebutuhan untuk mempertahankan kontrol terhadap hal-hal yang terjadi dalam hidupnya. Dengan mengikuti suatu kelompok, yang sebenarnya tidak sesuai dengan dirinya sendiri secara tidak langsung menghambat kebebasan diri dan kontrol pribadi pada individu. Hasil penelitian menunjukan bahwa semakin kuat kebutuhan individu akan kontrol pribadi maka semakin rendah kecenderungan merekan untuk konform terhadap tekanan sosial.

2.3.5. Konformitas pada Remaja

Remaja melakukan konformitas sesuai dengan norma yang ada, dimana untuk menghindari penolakan dan diterima di dalam kelompok. Sebisa mungkin remaja menyesuaikan diri dengan kelompok sebayanya. Pada dasarnya, individu menyesuaikan diri karena dua alasan. Pertama perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat. Kedua ingin diterima secara sosial dan menghindar

(12)

20 penolakan atau celaan. Menurut Sears, dkk (dalam Rofi’ah, 2006) bahwa tingkatan konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan oleh dua aspek situasi, yaitu sejauh mana mutu informasi yang diberikan orang lain adalah benar dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri.

2.3. Remaja

2.3.1. Definisi Remaja

Steinberg (2002) membagi masa remaja kedalam tiga kategori, yaitu: remaja awal, remaja tengah, dan remaja akhir. Periode remaja awal berkisar antara usia 11 hingga 14 tahun, remaja madya berlangsung pada usia kira-kira 15 hingga 18 tahun, dan remaja akhir yang terjadi pada usia 18 hingga 21 tahun (sterinberg, 2002)

Sarwono (2006) mengatakan bahwa mendefinisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan usia remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan sosial-ekonomi maupun pendidikan. Tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional, waktu demikian sebagai pedoman umum, dapat digunakan batasan usia 11 hingga 24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia.

(13)

21 Definisi tentang masa remaja memerlukan pertimbangan tentang usia dan pengaruh faktor sosial-sejarah. Dengan berbagai batasan tersebut remaja (adolescence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock, 2006).

2.3.2. Tahap Perkembangan Remaja

Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap perkembangan remaja:

1. Remaja Awal

Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Pada masa remaja awal ini sulit mengerti dan sulit dimengerti orang dewasa.

2. Remaja Madya

Pada tahap ini sangat membutuhkan teman-teman. Selain itu, pada tahap perkembangan ini remaja sedang berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana. Remaja pria harus mempererat hubungan dengan lawan-lawan lain dari lawan jenis.

(14)

22 Tahap ini adalah konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian hal berikut:

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dalam pengalaman-pengalamanan baru

c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatikan pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain

e. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self dan masyyarakat umum (the public).

2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Sulaeman (dalam Marihanya, 2002) mengatakan bahwa untuk memasuki dunia dewasa, remaja harus mempelajari tugas-tugas dan peranan yang dilakukan oleh orang dewasa. Sulaeman (dalam Marihanya, 2002) selanjutnya mengemukakan tugas-tugas perkembangan yang harus dijalani remaja sebagai berikut:

1. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya, baik yang sejenis maupun berbeda jenis kelamin.

(15)

23 2. Dapat menjelankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin

masing-masing.

3. Menerima kenyataan (realitas) jasmaniahnya serta menggunakan sefektifnya dengan perasaan puas.

4. Mencapai kepuasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. 5. Mencapai kepuasan ekonomi. Ia mampu hidup berdasarkan usaha sendiri. 6. Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu jabatan atau pekerjaaan. 7. Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah

tangga.

8. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang dilakukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat.

9. Memperlihatkan tingkat laku yang sosial dapat di pertanggung jawabkan. 10. Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam

Referensi

Dokumen terkait

Penumbuhan film tipis CuPc di atas substrat SiO 2 dengan metode penguapan hampa udara ( Model JEOL JEE-4X ) telah dilaksanakan dan dikarakterisasi dengan menggunakan

Adalah investor yang apabila dihadapkan pada dua pilihan investasi yang memberikan expected return yang sama dengan risiko yang berbeda, maka ia akan lebih suka

Kesimpulannya adalah bahwa PT TELKOM, Tbk terdapat pengaruh yang signifikan antara CSR terhadap Citra Perusahaan, artinya bahwa kegiatan CSR yang dilakukan

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 346 responden diketahui bahwa konsumen percaya bahwa atribut jeruk lokal yang memiliki kinerja paling baik hingga terendah

Raya Babat – Jombang KM 11, Desa Dradahblumbang

Sebuah masyarakat tidak akan lepas dari unsur kebudayaan, baik dari cerminan karakteristik dari masyarakat tersebut ataupun sebagai sebuah

Selain itu, di bawah tahap pertama, proyek pun mampu meningkatkan kepedulian terhadap masalah pekerja anak dalam kebijakan dan kerangka kerja pemerintah nasional dan daerah;

Peran pemimpin KSM dalam mengembangkan wawasan dan ketrampilan anggota kelompok dirasakan manfaat oleh anggota dalam mengembangkan