IDENTIFIKASI ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN DAN
HASIL KEDELAI PADA BEBERAPA POLA TANAM
DI KAWASAN HUTAN JATI MUDA
Bambang PrayudiBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
ABSTRAK
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi kedelai dengan kontribusi sebesar 14,2% terhadap produksi nasional, sehingga diharapkan dapat berperan dalam memenuhi target produksi nasional menuju swasembada kedelai 2014. Dalam upaya perluasan areal tanam, lahan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan tegakan jati muda berpeluang dan terbukti dapat menjadi sumber pertumbuhan baru kedelai. Salah satu kendala yang masih membelit petani kedelai adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk dapat mengelola OPT utama kedelai di kawasan hutan jati muda dengan baik, telah dilaksanakan pengkajian identifikasi dan mengukur intansitas serangan OPT pada beberapa pola tanam di lahan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, pada Febtuari–Juli 2012, menggunakan varietas Grobogan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa jenis OPT utama kedelai pada lahan yang baru dimanfaatkan untuk kedelai berbeda dengan yang telah lama diusahakan untuk padi gogo maupun jagung. OPT utama kedelai yang ditanam di lahan yang baru dimanfaatkan adalah belalang (Locusta sp.) dan ulat grayak (Spodoptera litura); pada lahan setelah padi gogo adalah kepik hijau (Nezara viridula), penggerek polong (Etiella zinckenella), dan virus mosaik kedelai; dan pada lahan setelah jagung adalah penggerek polong (E. zinckenella) dan virus mosaik kedelai. Kehilangan hasil kedelai akibat serangan OPT mencapai 58,6–61,0%. Keberhasilan pengelolaan OPT kedelai di kawasan hutan jati muda memerlukan upaya iden-tifikasi OPT secara akurat, pemantauan perkembangan OPT secara rutin, taktik pengendalian yang komprehensif dan komplementer, dan partisipasi aktif petani.
Kata kunci: hutan jati muda, kedelai, OPT
ABSTRACT
Identification of crop pests attack and soybean yields on several cropping patterns in young teak forests. Central Java is one of the central areas of soybean production with about 14.2% contribution of the national soybean production, which is expected to play a role in national targets towards self-sufficiency in soybean production in 2014. In the expansion of planting area, Perum Perhutani Unit I Central Java’s land with young teak stands have a chance and proved to be a source of soybean new growth. One of the main obstacles still twisted soybean farmers are crop pests attack. To manage the major pest of soybean in young teak forests properly, identification and assessment has been carried out to measure pest attacks intencity on some cropping patterns in Forest Management Unit (FMU) Telawa, on Februari up to July 2012, using a Grobogan variety. The study showed that the major pests of soybean in the new land which has been used in contrast to long cultivated upland rice and maize. Major pest of soybeans grown in the new land are locust (Locusta sp.) and armyworms (Spodoptera litura); on land after upland rice are green ladybugs (Nezara
viridula), pod borer (Etiella zinckenella) and soybean mosaic virus; and the field after maize are
pod borer (E. zinckenella) and soybean mosaic virus. Soybean yield losses due to pests attack reach 58.6 to 61.0%. For the successful management of soybean pests in young teak forests requires effort to identify the pest accurately, pest monitoring developments on a regular basis,
participation of farmers.
Keywords: young teak forests, soybean, crop pests attack
PENDAHULUAN
Sumbangan kedelai dalam penyediaan bahan pangan yang bernilai gizi tinggi cukup besar, karena mengandung protein nabati tinggi dan asam amino yang lebih lengkap dari bahan pangan lainnya. Kedelai merupakan bahan utama tempe, tahu, kecap, susu kedelai, dan tauco. Karena itu konsumsi kedelai di Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, dan kesadaran masyarakat akan nilai gizi makanan (Badan Litbang Pertanian 2007).
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi kedelai dengan kontribusi 14,2% terhadap produksi nasional, sehingga diharapkan dapat berperan dalam memenuhi target produksi nasional menuju swasembada kedelai 2014. Sejak tahun 2008, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah telah melakukan upaya peningkatan produksi kedelai, antara lain melalui program percepatan penerapan peningkatan mutu intensifikasi (PMI) dan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), mendo-rong optimalisasi pemanfaatan lahan, perluasan areal tanam, pengembangan penangkar dan produsen benih kedelai, serta memantapkan sistem jaringan benih antarlapang (Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah 2008). Namun peningkatan produksi dapat mengimbangi peningkatan laju permintaan.
Upaya pengembangan kedelai yang lebih nyata diarahkan melalui peningkatan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Perluasan areal tanam dilakukan melalui pening-katan indeks pertanaman (IP) di lahan sawah irigasi dan tadah hujan, lahan kering yang diberakan dengan sistem monokultur maupun tumpangsari, areal tanam perkebunan, dan hutan yang belum menghasilkan (tegakan muda), sementara upaya peningkatan produk-tivitas dilakukan melalui penggunaan varietas unggul bermutu serta budidaya kedelai yang baik dan benar. Upaya perluasan areal dan peningkatan produktivitas dihadapkan pada rendahnya nilai kompetitif kedelai dibandingkan dengan komoditas pangan lainnya, terlebih pada lahan sawah irigasi, tadah hujan, dan lahan kering (Prasetyo 2011).
Salah satu terobosan peningkatan areal kedelai adalah di areal hutan Perum Perhutani yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan termasuk kedelai di areal hutan perhutani Jawa Tengah seluas 108.451 ha (Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah 2011). Sebagai sarana untuk mendiseminasikan inovasi teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan, Adhie et al. (2011) dan Prayudi et al. (2012) menyatakan bahwa gelar teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan jati muda di Ngawi dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa memberikan hasil yang baik.
Kendala utama bagi petani kedelai di kawasan hutan jati muda yang masih memerlu-kan pendampingan yang intensif adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Dari hasil pengamatan pendahuluan diperoleh informasi bahwa jenis dan intensitas serangan OPT kedelai berbeda antar kawasan, terutama kawasan yang baru dimanfaatkan untuk ditanami kedelai, dibandingkan dengan kawasan yang sudah biasa ditanami padi gogo atau jagung. Dengan informasi pendahuluan tersebut, telah dilaksanakan pengkajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis dan intensitas serangan OPT pada
pertana-man kedelai, dan hasil yang dicapai pada beberapa pola tanam di kawasan hutan jati muda.
METODOLOGI
Pengkajian identifikasi OPT kedelai (khususnya varietas Grobogan) dilaksanakan dalam Wilayah KPH Telawa dengan tegakan jati muda (2–3 tahun), di Desa Guwo dan Bodeh, pada Februari–Juli 2012. Pengamatan OPT kedelai dilakukan pada lahan dengan kondisi sebagai berikut: (a) baru pertama kali dimanfaatkan dan ditanami kedelai, (b) ditanam setelah padi gogo, dan (c) ditanam setelah jagung, masing masing pada petak seluas 100 m2, dengan dua ulangan. Pertanaman kedelai tersebut tidak dikendalikan dari
serangan OPT, dan ditanam agak terpisah dengan pertanaman petani lainnya. Jenis OPT yang ada selama pertumbuhan tanaman diinventarisasi dan diidentifikasi (Kalshoven 1981, Puslitbangtan 1990, Semangun 1991, Tengkano dan Soehardjan 1993, Soedjadi et
al. 1993, Marwoto et al. 2006). Selanjutnya ditentukan intensitas serangan setiap OPT
yang ada, dengan rumus sebagai berikut.
1. Apabila OPT mengakibatkan kematian tanaman dipakai rumus a
IS = ––––– X 100% b
di mana IS : intensitas serangan OPT, a : Jumlah tanaman yang terserang, b : Jumlah tanaman yang diamati
2. Apabila OPT mengakibatkan kerusakan sebagian tanaman, terlebih dulu dilakukan skoring tingkat kerusakan dari tidak ada serangan sampai kerusakan paling berat, selanjutnya digunakan rumus:
∑ (ni x vi)
IS = -–––––––––– x 100% N x V
di mana IS : intensitas serangan OPT ni : Jumlah tanaman dengan skor i vi : Nilai skor pada tanaman ke-i N : Jumlah Tanaman yang diamati V : Nilai skor tertinggi
Besarnya kehilangan hasil tanaman kedelai pada masing-masing pola tanam akibat serangan OPT ditentukan dengan membandingkan hasil yang dicapai pada petak yang dikendalikan dari serangan OPT dan petak yang tidak dikendalikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Intensitas Serangan OPT Kedelai
Hasil pengkajian menunjukkan telah diidentifikasi 13 jenis OPT pada tanaman kedelai yang diusahakan di kawasan hutan jati muda. Pada Tabel 1 terlihat bahwa keberadaan OPT pada lahan yang baru dimanfaatkan berbeda dengan lahan yang telah dimanfaatkan
faatkan untuk kedelai tidak ditemukan lalat bibit (O. phaseoli) dan kutu kebul (B. tabaci), tetapi serangga belalang (Locusta sp.) merupakan hama yang dominan, diikuti oleh ulat grayak (S. litura).
Fakta tersebut memberikan indikasi bahwa belalang maupun ulat grayak yang bersifat polifag telah eksis di kawasan hutan sebelum kedelai diusahakan. Kedua jenis OPT ter-sebut mampu bertahan hidup dengan vegetasi yang tumbuh di bawah tegakan jati muda. Sementara sembilan jenis OPT lainnya menunjukkan intensitas serangan relatif sama dan merupakan OPT yang potensial berkembang pada pertanaman kedelai yang akan datang.
Pada pertanaman kedelai setelah padi gogo, OPT yang dominan adalah virus mosaik kedelai, kepik hijau (N. viridula), dan penggerek polong (E. zinckenella), diikuti oleh layu kecambah (R. solani), Aphis (A. glycines), dan ulat penggulung daun (L. indicata). Tujuh jenis OPT lainnya menunjukkan intensitas serangan yang relatif sama. Virus mosaik kedelai berkembang pesat karena patogen dapat menular melalui biji dan ditularkan oleh
A. glycines (Puslitbangtan 1990, Semangun 1991, Soejadi et al. 1993). Kepik hijau juga
merupakan OPT yang dominan karena kepik hijau dapat berkembang dengan baik pada tanaman padi gogo. Ketidakcermatan mengantisipasi kepik hijau pada padi gogo berakibat tingginya intensitas serangan hama ini pada kedelai.
Tabel 1. Jenis dan intensitas serangan organisme pengganggu tanaman kedelai varietas Grobo-gan pada beberapa pola tanam di kawasan hutan denGrobo-gan tegakan jati muda. Telawa, 2012.
Intensitas serangan pada pola tanam
Jenis OPT Baru
dimanfaatkan
Setelah padi gogo
Setelah jagung
Lalat bibit (Ophiomya phaseoli) - * *
Layu kecambah (Rhizoctonia solani) * ** **
Aphis (Aphis glycines) * ** **
Kutu kebul (Bemisia tabaci) - * *
Karat daun (Phakopsora pachirrhyzi) * * *
Belalang (Locusta sp.) *** * **
Ulat grayak (Spodoptera litura) ** * *
Ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) * ** **
Pustul bakteri (Xanthomonas axonopodis) * * *
Virus mosaik kedelai (Virus) * *** ***
Kepik polong (Riptortus linearis) * * *
Kepik hijau (Nezara viridula) * *** **
Penggerek polong (Etiella zinckenella) * *** ***
-) tidak ditemukan, *) intensitas serangan <1–10%, **) intensitas serangan >10–25%, ***) intensitas serangan >25–50%.
Penggerek polong juga merupakan OPT dominan. Hal ini disebabkan pada saat ber-usahatani padi gogo, petani juga menanam kacang tanah dan kacang panjang yang juga merupakan inang penggerek polong kedelai. Umumnya petani tidak pernah melakukan pengendalian OPT tersebut pada kacang tanah maupun kacang panjang, sehingga OPT berkembang lebih lanjut pada tanaman kedelai. Layu kecambah (R. solani) merupakan penyakit yang potensial berkembang lebih lanjut. Hal ini disebabkan patogen dapat ber-kembang pada pelepah daun padi gogo. Apabila jerami padi gogo yang terdapat patogen
dimanfaatkan untuk mulsa kedelai, besar kemungkinan patogen menular dari jerami padi ke kedelai, seperti yang dilaporkan Prayudi et al. (2002).
Pada pertanaman kedelai setelah jagung, OPT yang dominan adalah virus mosaik kedelai dan penggerek polong (E. zinckenella), diikuti oleh layu kecambah (R.solani), Aphis (A. glycines), belalang (Locusta sp.), ulat penggulung daun (L. indicata), dan kepik hijau (N. viridula). Virus mosaik kedelai berkembang pesat karena patogen dapat menular melalui biji, dan ditularkan oleh A. glycine. Penggerek polong juga merupakan OPT dominan. Hal ini disebabkan pada saat melakukan usahatani jagung, petani juga mena-nam secara selingan kacang tanah dan kacang panjang yang juga merupakan inang penggerek polong kedelai. Umumnya petani tidak pernah melakukan pengendalian OPT tersebut pada kacang tanah maupun kacang panjang, sehingga OPT berkembang lebih lanjut pada tanaman kedelai. Layu kecambah (R. solani) merupakan penyakit yang potensial untuk dapat berkembang lebih lanjut. Hal ini disebabkan patogen dapat berkembang pada pelepah daun jagung bahkan sampai pada tongkol. Apabila jerami jagung yang terdapat patogen dimanfaatkan untuk mulsa kedelai, besar kemungkinan patogen menular dari jerami jagung ke kedelai.
Hasil Kedelai
Hasil kedelai pada petak yang tidak dikendalikan dengan petak yang dikendalikan dari OPT disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kehilangan hasil kedelai varietas Grobogan akibat serangan OPT di kawasan hutan jati muda. Telawa, 2012.
Hasil kedelai (t/ha) Pola tanam
Dikendalikan Tidak dikendalikan
Kehilangan hasil kedelai akibat serangan OPT (t/ha)
Baru dimanfaatkan 1,28 0,53 0,75 (58,6%)
Setelah padi gogo 1,62 0,64 0,98 (60,5%)
Setelah jagung 1,54 0,60 0,94 (61,0%)
Dari data tersebut diperoleh informasi bahwa kehilangan hasil akibat serangan 13 jenis OPT cukup besar (58,6–61,0%). Hal ini terutama disebabkan oleh kerusakan tanaman, terutama daun dan polong (biji), bahkan tanaman mati. Soekarna dan Harnoto (1993) menyatakan bahwa kerusakan daun yang parah mengakibatkan tanaman tidak mampu melakukan fungsi fisiologi dengan maksimal, bahkan terhenti melakukan berfotosintesis proses pengisian polong terhenti. Biji yang rusak dan tidak menarik menyebabkan harganya rendah di pasaran.
Pengendalian OPT utama dilaksanakan dengan menggunakan karbosulfan 25,5% sebagai perawatan benih untuk mengendalikan hama lalat bibit. Penyemprotan satu kali sipermetrin 15 g/l bertujuan untuk mengendalikan hama perusak daun, dan dua kali penyemprotan deltametrin 25 g/l untuk mengendalikan hama perusak polong, sesuai dengan anjuran Marwoto et al. (2006). Untuk antisipasi OPT pada usahatani kedelai selanjutnya, diperlukan strategi pengendalian yang komprehensif dan ramah lingkungan.
KESIMPULAN
Jenis dan intensitas serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) utama kedelai yang diusahakan di kawasan hutan jati muda pada lahan yang baru dimanfaatkan untuk
Pengendalian OPT untuk mempertahankan stabilitas hasil kedelai di kawasan hutan jati muda cukup efektif dengan mengaplikasikan insektisida berbahan aktif karbosulfan 25,5%, beta sipermetrin 15 g/l, dan deltametrin 25 g/l sesuai jenis OPT sasaran.
SARAN
Keberhasilan pengelolaan OPT kedelai di kawasan hutan jati muda memerlukan identifikasi OPT secara akurat, pemantauan perkembangan OPT secara rutin, dan taktik pengendalian yang komprehensif dan komplementer, serta partisipasi aktif petani.
DAFTAR PUSTAKA
Adhie, M., Marwoto, T. Sundari, G. Wahyu, A. Inayati, A. Taufik, C. Prahoro, E. Marsudi, J.S. Utomo dan A. Musaddad. (2011). Sosialisasi dan Gelar Teknologi Budidaya Mendukung Pencanangan Tanam Perdana Kedelai di Kawasan Hutan Jati. Laporan Kegiatan. Balikabi, Malang. 37 p.
Badan Litbang Pertanian, 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah. 2008. Rencana Strategis Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah 2008–20013. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah, Ungaran.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta. Marwoto; S. Hardaningsih, dan A. Taufik. 2006. Hama, Penyakit, dan Masalah Hara pada
Tanaman Kedelai. Identifikasi dan Pengendaliannya. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 67 p.
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. 2011. Laporan Tahunan Perum Perhutani Jawa Tengah Tahun 2011. Semarang. 293 p.
Prasetyo, T. 2011. Manajemen Usaha Tani Kedelai Berwawasan Agribisnis. Makalah pada Semiloka Nasional 14 Juli 2011. Dukungan untuk Pemberdayaan Petani dalam Pengem-bangan Agribisnis Pedesaan. Semarang. 10 p.
Prayudi, B. (2002). Efek Dosis Trichoderma harzianum dalam Pengendalian Penyakit Layu Semai terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai di Lahan Rawa. pp: 165–171. Dalam Prayudi. B., A. Jumberi, M. Sarwani, I. Noor (Ed.) Prosiding Seminar Nasional Pertanian Lahan Kering dan Lahan Rawa. Banjarbaru.
Prayudi, B., T. Sudaryono, Suprapto, T. Prasetyo, A. Hermawan, dan Yulianto. (2012). Sosiali-sasi dan Gelar Teknologi Budidaya Kedelai di Kawasan Hutan Jati Muda di Jawa Tengah. Laporan Hasil Kegiatan BPTP Jawa Tengah, Ungaran. 42 p.
Puslitbang Tanaman Pangan. 1990. Petunjuk Bergambar untuk Identifikasi Hama dan Penyakit Kedelai di Indonesia. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. 115 p.
Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada Univ. Press. 449 p.
Soedjadi, M., M. Amir., dan R. Martoatmodjo. 1993. Penyakit Kedelai dan Penanggulang-annya. pp: 331–356. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, Yuswadi. (Ed.). Kedelai. Cetakan kedua. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Soekarna, D. dan Harnoto. 1993. Pengendalian Hama Kedelai. hlm 319–330. Dalam Soma-atmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, Yuswadi. (Ed.). Kedelai. Cetakan kedua. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Tengkano, W dan M. Soehardjan. 1993. Jenis Hama Utama pada Berbagai Fase Pertumbuhan Tanaman Kedelai. hlm 295–318. Dalam Somaatmadja, S., M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, Yuswadi. (Ed.). Kedelai. Cetakan kedua. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.