• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Potensi pariwisata di Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai dieksplorasi sejak tahun 1980-an. Daya tarik wisata tidak hanya terdapat di Pulau Lombok dengan potensi wisata Pantai Senggigi dan Gili Trawangannya tetapi juga ada di Pulau Sumbawa yaitu potensi wisata Pulau Moyo yang telah dikenal sejak tahun 1990-an deng1990-an fasilitas wisata y1990-ang s1990-angat privasi. Keberada1990-an pulau Moyo di dunia pariwisata sudah tidak asing lagi sebab pulau tersebut telah banyak dikunjungi oleh wisatawan asing dan juga selebriti kelas dunia seperti mendiang Putri Lady Diana, Mick Jagger dan petenis dunia Maria Sharapova.

Pembangunan di NTB dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan dan pemberdayagunaan semua potensi yang dimiliki oleh daerah dengan mengacu pada RPJPD Provinsi NTB Tahun 2005-2025. Program dan visi pembangunan Provinsi NTB dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2010-2014 adalah terwujudnya masyarakat “NTB Bersaing” yang artinya beriman, dan berdayasaing. Pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Nusa Tenggara Barat dalam RPJMD antara lain difokuskan pada peningkatan daya tarik investasi, penguatan daya saing ekspor, pengembangan produktivitas Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta penguatan daya tarik wisata. Kepariwisataan Nusa Tenggara Barat mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an namun pengembangan potensi-potensi yang ada belum dilakukan secara merata dan maksimal.

(2)

Perkembangan pariwisata dunia telah berdampak pada pertumbuhan ekonomi serta meningkatnya penerimaan devisa tanpa kecuali Indonesia. Salah satu upaya untuk memperkokoh perekonomian Indonesia adalah dengan meningkatkan penerimaan devisa, di mana salah satu sektor potensialnya adalah pariwisata (Muljadi, 2012). Sebagai sektor pembangunan yang multidimensional, pembangunan pariwisata nusantara yang mempunyai potensi dampak pengganda (multiplier effect) yang relatif besar, sebagai pendorong pembangunan untuk meningkatkan penerimaan devisa termasuk perkembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat.

Keberadaan pariwisata Nusa Tenggara Barat sangat diuntungkan karena letaknya berdekatan dengan Bali yang telah berkembang dan dikenal di seluruh dunia. Bali juga menjadi barometer dan etalase Indonesia dalam industri kepariwisataan. Selain itu, Bali juga merupakan pintu masuk wisatawan dunia datang ke Indonesia. Peluang tersebut dimanfaatkan oleh pengembangan pariwisata Nusa Tenggara Barat yang dalam sepuluh tahun terahir melakukan pembenahan dan semakin percaya diri sebagai salah satu destinasi wisata yang mulai dilirik keberadaannya. Letak NTB yang sangat strategis berada diapit oleh Nusa Tenggara Timur dengan Taman Wisata Nasional Pulau Komodo dan Bali yang merupakan daerah tujuan wisata Internasional di sebelah Barat serta Tanah Toraja dengan budayanya yang sangat unik berada di sebelah utara.

Beroperasinya Bandara Internasional Lombok (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah sejak tanggal 1 Oktober 2011 menggantikan bandara sebelumnya yaitu Bandara Selaparang di Mataram dan dibukanya beberapa jalur penerbangan

(3)

baru baik domestik maupun internasional merupakan salah satu peluang terhadap perkembangan kepariwisataan NTB. Mengingat jarak bandara tersebut dengan Sumbawa yang cukup dekat, yaitu sekitar 3 jam perjalanan, maka hal ini tentu menjadi peluang serta angin segar bagi perkembangan kepariwisataan di Sumbawa.

Hal tersebut didukung dengan dibukanya beberapa jalur penerbangan baru seperti Lombok-Perth (Ausatralia) dengan maskapai Jet Star sejak tanggal 16 Oktober 2013, kemudian Lombok-Singapura dengan maskapai Silk Air, Air Asia, dan Singapore Airline dan jalur penerbangan Lombok-Kuala Lumpur (Malaysia). Dibukanya beberapa jalur penerbangan tersebut yang sebelumnya tidak ada di Bandara Selaparang (Mataram) diharapkan mampu meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Sumbawa.

Berdasarkan potensi sumber daya pariwisata dan letak geografis yang sangat strategis, NTB terus berbenah dan berupaya menggali potensi-potensi di sektor pariwisata dan budaya termasuk potensi pulau-pulau kecil. Nusa Tenggara Barat terdapat 280 pulau-pulau kecil yang menyebar di sepuluh wilayah Kabupaten/Kota yang ada di Pulau Lombok dan Sumbawa. Di Kabupaten Lombok Barat terdapat 38 pulau, Kabupaten Lombok Tengah 20 pulau, Kabupaten Lombok Timur 35 pulau, Kabupaten Sumbawa Barat 15 pulau, Kabupaten Sumbawa 62 pulau, Kabupaten Dompu 23 pulau dan Kabupaten Bima sebanyak 84 pulau. Pulau-pulau kecil tersebut sebagian besar adalah kawasan konservasi perairan laut di NTB. Kawasan konservasi tersebut selain berpotensi untuk perikanan, juga berpotensi sebagai kawasan wisata.

(4)

Regulasi yang mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataa menyebutkan bahwa tujuan kepariwisataan yaitu; meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran, melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan mempererat persahabatan antar bangsa.

Menyadari akan potensi dan daya tariknya sebagai kawasan konservasi perikanan, kehutanan dan pariwisata, maka pemerintah menganggap perlunya dibuat kawasan pulau-pulau kecil sebagai destinasi ekowisata yang terintegrasi untuk mempermudah dalam pengaturan, pengawasan dan upaya dalam memanfaatkan potensi yang ada di setiap daerah untuk kemakmuran masyarakat. Pilihan tersebut sangat tepat karena ketersediaan sumber daya alam dengan memanfaatkan trend pariwisata yang disebut ecotourism yaitu pariwisata berwawasan lingkungan, (Oka Yoety, 2000).

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2013-2028 Kawasan Strategis Pariwisata Daerah (KSPD) yang terdapat di Pulau Sumbawa salah satunya adalah Kawasan Gili Balu sebagai kawasan ekowisata berbasis bahari yang terletak Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB).

(5)

Sumbawa Barat adalah satu dari sepuluh Kabupaten/Kota yang ada di dalam wilayah NTB. KSB merupakan daerah otonomi baru yang dimekarkan dari Kabupaten Sumbawa sejak tahun 2004. Sumber daya alam yang terdapat di KSB sangat besar. Selain sektor pertambangan yang saat ini dikelola oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT), potensi sektor kepariwisataan juga sangat berpeluang untuk dikembangkan.

Sumber daya alam yang terdapat di KSB telah menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di NTB. Dengan ketersedian infra struktur yang memadai dan akses transportasi menuju KSB juga sangat menunjang dalam pemanfaatan potensi-potensi lainnya. Dermaga laut yang ada Kabupaten Sumbawa Barat yaitu Dermaga Benete dan Dermaga Poto Tano untuk mempermudah akses transportasi laut menuju Sumbawa Barat.

Luas wilayah KSB 1.849,00 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 tercatat 114.951 jiwa terdiri dari 58.274 laki-laki dan 56.677 perempuan dan hampir semua penduduk lokal beragama muslim (Badan Pusat Statistik KSB, 2013). Letak Kabupaten Sumbawa Barat juga sangat strategis dalam jalur kepariwisataan di NTB.

Kabupaten Sumbawa Barat memiliki potensi-potensi sumber daya alam dan sumber daya budaya yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Salah satu potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh KSB adalah kawasan ekowisata bahari Gili Balu yang berada di Kecamatan Poto Tano Kabupaten Sumbawa Barat. Kawasan Gili Balu adalah kawasan konservasi yang terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil di antaranya Pulau Kalong, Pulau Namo, Pulau

(6)

Kenawa, Pulau Ular, Pulau Mandiki, Pulau Paserang, Pulau Kambing dan Pulau Belang. Luas daratan pulau-pulau kecil tersebut mencapai 941,19 Ha. Secara keseluruhan, luas daratan dan perairan Gili Balu lebih kurang 6.005,2 Hektar (Sumber: Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan KSB).

Gili Balu memiliki keindahan alam yang sangat menarik dan keberadaannya di tengah-tengah jalur pariwisata nasional lintas Bali, Gili Matra Lombok, Pulau Moyo Sumbawa, dan Pulau Komodo Nusa Tenggara Timur. Gili Balu memiliki potensi panorama pulau dan alam bawah laut dengan berbagai biota dan terumbu karang yang terjaga kelestariannya.

Keindahan alam bahari dengan terumbu karang dan kekayaan biota laut yang sangat berkualitas merupakan potensi besar yang belum dikelola secara maksimal. Potensi tersebut dapat memberikan nilai tambah kawasan Gili Balu dalam pengembangan pariwisata alternatif yaitu ekowisata bahari (marine tourism). Pengelolaan potensi yang ada belum dioptimalkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor internal masyarakat yang meliputi kurangnya sumberdaya manusia di bidang pariwisata dan daya dukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam pengembangan kepariwisataan serta faktor ekternal yang meliputi promosi dan pencitraan daerah sebagai destinasi wisata.

Perlunya dikembangkan sektor kepariwisataan di KSB, dengan harapan mampu memberi kontribusi ekonomi baik bagi Pemerintah Daerah maupun bagi masyarakat setempat. Akan tetapi, apabila dalam pengembangannya tidak direncanakan dengan baik, akan berpotensi merusak lingkungan. Dampak dari

(7)

aktivitas pariwisata tersebut adalah turunnya kualitas serta fungsi lingkungan pantai dan laut karena kurangnya perhatian terhadap lingkungan. Kesadaran dalam usaha memelihara, mengembangkan dan melestarikan alam, khususnya alam laut dengan terumbu karang dan biota lainnya perlu menjadi perhatian dalam pengembangan ekowisata bahari. Terumbu karang adalah ekosistem yang sangat rentan dan mudah mengalami kerusakan, sedangkan proses pemulihannya sangat lambat dalam satu tahun tidak lebih dari satu centi meter dapat dipulihkan (Winaja, 2001).

Pengembangan daerah kepulauan menjadi tujuan wisata perlu digalakkan dan dilestarikan sesuai dengan karakteristik dan potensinya masing-masing. Untuk itu perencanaan dan pengembangan yang efektif diperlukan dengan penataan kebijakan yang jelas dan teruji. Kebijakan dikatakan efektif apabila mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat lokal, lingkungan fisik dan sosial budaya, pananaman modal baik domestik maupun internasional dan wisatawan itu sendiri (Conlin dan Baum, 1995; Wirawan, 2009).

Undang-Undang Otonomi Daerah memberikan kewenangan bagi setiap daerah untuk melakukan perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan pariwisata di daerah masing-masing. Proses dan mekanisme pengambilan keputusan menjadi lebih sederhana dan cepat. Di samping itu peluang untuk melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengembangan pariwisata menjadi lebih terbuka (Damanik dan Weber, 2006).

Berdasarkan PERDA tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumbawa Barat tahun 2012-2031, pembangunan kawasan pariwisata alam

(8)

ditetapkan di Kawasan wisata Danau Rawa Taliwang, Kawasan wisata air terjun Pemurun, Kawasan wisata air terjun Batu Nisung, Kawasan wisata Gua Member, Kawasan wisata Air terjun Sinar Panujan, Kawasan wisata Air terjun Rarak Ronges, Kawasan wisata air terjun Sapura Tangkel, Kawasan wisata Pantai pasir putih Poto Tano, Kawasan wisata pantai Labuhan Balad, Kawasan wisata Pantai Poto Batu, Kawasan wisata Pantai Labuhan Lalar, Kawasan wisata Pantai pasir putih Jereweh, Kawasan wisata Pantai Jelenga, Kawasan wisata Pantai Benete, Kawasan wisata Pantai Maluk, Kawasan wisata bahari Gili Balu, Kawasan wisata Pantai pesin dan Pantai Lawar, Tiu Kelamu Seran, Ai Boro Senayan.

Kawasan Gili Balu dan sekitarnya merupakan kawasan yang dikembangkan menjadi taman wisata bahari dengan segala keindahan alam bawah laut dan pantainya yang hingga sekarang masih terpelihara dengan baik. Kawasan tersebut memiliki daya tarik wisata untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata di Kabupaten Sumbawa Barat. Dalam pengembangannya sebagai daerah tujuan wisata, Kawasan Gili Balu dan masyarakat sekitar dapat dipastikan akan rentan terhadap memungkinkan terjadinya degradari lingkungan wilayah pantai dan laut serta lingkungan sosial masyarakat.

Kecendungan bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mengalami kerusakan akibat adanya aktifitas yang memanfaatkan sumber dayanya secara berlebihan dan juga akibat akumulasi dari kegiatan berbagai sektor di wialyah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kesadaran masyarakat terhadap nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan, terpadu dan berbasis masyarakat relaif kurang. Keterbatasan partisipasi masyarakat dalam

(9)

pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil belum terintegrasi dengan pembangunan diberbagai sektor di daerah tersebut (Suraji, 2009).

Perencanaan dan pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap kerusakan lingkungan, perlu direncanakan dan dikelola secara baik sehingga dampak aktifitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dapat dipertahankan sebagai kawasan konservasi. Pengembangan ekowisata bahari di kawasan Gili Balu dan sekitarnya bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Konservasi alam dapat terjaga dan meminimalkan pengaruh negatif dari pariwisata terhadap alam, serta masyarakat sekitar dapat mengambil bagian dan manfaat dari pengembangan ekowisata Gili Balu tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan pedoman rencana pengembangan dengan pertimbangan permasalahannya sebagai berikut;

1. Apa yang menjadi potensi daya tarik ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat?

2. Bagaimanakah kondisi lingkungan internal dan eksternal pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat?

3. Bagaimanakah strategi dan program pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat?

(10)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk menjelaskan potensi daya tarik ekowisata bahari Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat.

2. Untuk mengetahui kondisi lingkungan internal dilihat dari kekuatan dan kelemahan, serta kondisi eksternal dilihat dari peluang dan ancaman Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat.

3. Untuk menyusun rumusan strategi dan program pengembangan ekowisata bahari Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaan praktis

Pertatama sebagai bahan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Sumbawa Barat dalam mengambil kebijakan pengembangan ekowisata bahari Kawasan Gili Balu, dan kedua sebagai sumber informasi bagi instansi terkait dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata Kabupaten Sumbawa Barat yang berkaitan dengan pengembangan wisata alternatif di Kawasan Gili Balu. Dengan demikian diharapkan Kawasan Gili Balu dan sekitarnya dapat memberikan nilai dan manfaat bagi masyarakat sekitar dengan tetap memperhatikan konservasi alam dan keberlangsungan lingkungan.

(11)

1.4.2 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan daya tarik ekowisata dan wisata alternatif khususnya yang terkait dengan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu dan sekitarnya. Dapat menjadi referensi bagi penelitaian ilmiah selanjutnya terutama penelitian tentang sumber daya pariwisata NTB khususnya potensi wisata yang terdapat di Pulau Sumbawa.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup perencanaan pariwisata di Kawasan Gili Balu, Kabupaten Sumbawa Barat dalam promosi produk wisata alam dan budaya untuk peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan peningkatan sarana dan prasarana pariwisata. Ekowisata dapat dilihat dari tiga persfektif yakni; ekowisata sebagai produk, ekowisata sebagai pasar dan ekowisata sebagai pendekatan pengembangan (Damanik dan Weber, 2006). Dari ketiga persfektif tersebut, maka dapat dirumuskan Strategi Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat dapat dilihat dari sisi potensi alam yang dimiliki, dan dapat diidentifikasi faktor internal berupa kekuatan (strengths) dan faktor kelemahan (weakness), faktor eksternal berupa peluang (opportunities) dan ancaman (treaths) yang dihadapi dalam pengembangan kawasan wisata bahari Gili Balu di Kabupaten Sumbawa Barat. Kemudian faktor-faktor tersebut dipadukan dalam bentuk matrik SWOT.

(12)

Matrik SWOT dapat menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi pengembangan sesuai potensi serta kondisi lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki oleh Kawasan Wisata Bahari Gili Balu di Kabupaten Sumbawa Barat. Dari setiap strategi dapat diimplentasikan kedalam program pengembanagan kawasan tersebut. Program pengembangan tersebut dapat dilaksanakan menjadi projek pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Gili Balu Kabupaten Sumbawa Barat.

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan aplikasi perwalian (E-KRS) berbasis web di Sekolah Tinggi Teknologi Bandung belum ada, sistem yang berjalan dalam proses perwalian masih secara manual sehingga

Variabel faktor pribadi (X2) memiliki thitung sebesar 3,877 > ttabel 1,98. Dari uji ini dapat disimpulkan bahwa variabel faktor pribadi secara parsial berpengaruh terhadap

Vzajemni skladi so predvsem namenjeni investitorjem, ki želijo denarna sredstva investirati v nakup delnic delniških družb in drugih vrednostnih papirjev, a nimajo dovolj znanja

Hasil Uji t atau Uji Parsial – Kepuasan Nasabah Coefficients a Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. Artinya, bahwa variabel kualitas pelayanan

Berdasarkan hasil analisis yang dilaku- kan dalam penelitian ini, beberapa kesimpul- an yang dapat diambil adalah: (1) motivasi, insentif dan promosi jabatan berpengaruh

a) Gunakan bahan kimia pro analisis (pa). b) Gunakan alat gelas bebas kontaminasi. c) Gunakan alat ukur yang terkalibrasi. d) Dikerjakan oleh analis yang kompeten. e)

EOQ merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menemukan jumlah pesanan yang ekonomis, yaitu jumlah pesanan yang memenuhi total biaya persediaan minimal dengan

Kedua, dalam hukum Islam dan fatwa Dewan Syariah Nasional No.02/DSN-MUI/IV/2000 terdapat ketidaksesuaian dengan praktik yang terjadi dalam simpanan qurban yang ada