• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya."

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAKAN KOMUNIKATIF KONSUMEN PRODUK WARDAH DI SURABAYA

Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)

Oleh:

Angi Putri Angrainingsih NIM. B76213057

UNIVERSIRAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Angi Putri Angrainingsih, B76213057, 2017. Tindakan Komunikatif Konsumen

Produk Wardah di Surabaya.

Kata Kunci: Tindakan Komunikatif, Konsumen, Wardah

Penampilan masih menjadi suatu hal yang sensitif bagi perempuan muslimah, terutama mengenai kecantikan. Berbagai macam cara dilakukan untuk menambah nilai kecantikannya, salah satunya adalah dengan mengonsumsi produk kosmetik. Wardah sebagai produk kosmetik yang memiliki brand image

halal menjadi kosmetik pilhan perempuan muslimah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan interaksi simbolik untuk melihat bagaimana pemahaman dan rasionalisasi yang dibangun dan dimiliki oleh konsumen Wardah. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif untuk menjelaskan data penelitian. Teori yang digunakan adalah teori tindakan komunikatif yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas.

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah (1) bahwa Produk Wardah dipilih perempuan muslim karena adanya klaim halal dan aman dengan bukti sertifikat halal dari MUI dan ijin edar resmi dari BPOM sehingga memungkinkan muslimah dapat mengkuti tren dengan gaya busana ala hijabers; (2) Konsumen Wardah dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikasi saat melakukan aktivitas konsumsi produk Wardah karena memenuhi kriteria keempat validitas klaim; dan (3) konsumen Wardah mampu memberikan kesepemahaman dan kesepakatan rasional bahwa produk Wardah dapat menambah kecantikan dan kepercayaan diri.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB I :PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 9

F. Definisi Konsep ... 12

1. Tindakan Komunikatif ... 12

2. Rasionalisasi Perilaku Konsumen Wardah ... 13

G. Kerangka Pikir Penelitian ... 15

H. Metode Penelitian ... 17

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 17

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian...18

3. Jenis dan Sumber Data ... 20

4. Tahap-Tahap Penelitian ... 20

5. Teknik Pengumpulan Data ... 22

6. Teknik Analisis Data ... 23

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 23

I. Sistematika Pembahasan ... 24

BAB II : PEREMPUAN, KONSUMSI, DAN TINDAKAN KOMUNIKATIF A. Kajian Pustaka ... 52

1. Perempuan dan Produk Kecantikan ... 52

a. Konstruksi Kecantikan dalam Masyarakat……….27

b. Munculnya Produk Kecantikan………..31

c. Produk Kecantikan dan Kehidupan Sosial………..35

2. Budaya Konsumsi Masyarakat ... 37

a. Perilaku Konsumen dalam Kehidupan Sosial……….38

b. Konsumsi dan Komunikasi……….41

c. Rasionalisasi Konsumsi dan Tindakan Komunikasi…………...43

(8)

BAB III : TINDAKAN KOMUNIKATIF KONSUMEN WARDAH

A. Profil Data ... 52

1. Subyek Penelitian ... 52

2. Obyek Penelitian ... 59

3. Lokasi Penelitian ... 60

B. Deskripsi Hasil ... 61

1. Dasar Rasionalisasi Konsumen Wardah ... 62

a. Kebutuhan Tampil Cantik………...62

b. Keunggulan Produk Wardah………..68

c. Halal………71

d. Mengikuti Trend……….72

2. Tindakan Komunikasi Konsumen Wardah di Surabaya ... 75

a. Menjadi Kolektor Produk Wardah………..75

b. Selalu Up Date Produk Tebaru Wardah……….77

c. Merasa Aman dan Nyaman……….78

d. Selalu Merasa Cocok dengan Produk Wardah………...80

e. Gaya Hidup Islami………..83

BAB IV : INTERPRETASI HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian ... 85

1. Keyakinan terhadap produk Wardah sebagai instrumen kecantikan ... 86

2. Keinginan untuk tampil trendi namun tetap islami ... 89

3. Selalu up date produk Wardah ... 90

4. Bertindak konsumtif ... 92

B. Konfirmasi Temuan dengan Teori ... 95

BAB V: PENUTUP A.Simpulan ... 103

B.Rekomendasi ... 104

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Kebutuhan primer manusia adalah sandang, pangan, dan papan.

Ketiga kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan prioritas yang harus

ditamakan. Semakin berkembangnya teknologi di berbagai bidang

menjadikan banyak kebutuhan sekunder dan tersier yang beralih status

menjadi kebutuhan primer. Salah satu kebutuhan tersier yang beralih

prioritasnya adalah kebutuhan akan penampilan.

Kebutuhan akan penampilan ada masa kini bukan hanya soal pakaian

saja. Segala hal yang menunjang penampilan menjadi kebutuhan yang tak

dapat ditinggalkan terutama untuk sebagian besar masyarakat, salah

satunya adalah masalah kecantikan. Kecantikan dipandang sebagai

anugerah terindah bagi seorang perempuan. Tak ada yang lebih diimpikan

oleh perempuan selain tampil cantik dan memesona dihadapan lawan

jenisnya. Karena itu, kecantikan begitu dipuja, sehingga rasanya apa saja

akan dipertaruhkan demi menebus “tampil cantik”1

.

Berbagai macam cara dilakukan oleh wanita agar selalu tampil

cantik dan menarik, salah satu cara yang dilakukan oleh sekian banyak

wanita adalah menggunakan produk kosmetik. Penggunaan produk

kecantikan dipilih karena dianggap sebagai cara termudah dan simpel

sehingga memungkinkan untuk dilakukan sendiri. Selain itu, penggunaan

1

(10)

2

produk kosmetik terbilang sebagai cara yang tidak terlalu menguras biaya

dan aman.

Kecantikan adalah sebuah kategori yang terstandarisasi. Ketika

sebuah produk diluncurkan, sebuah strategi bisnis yang merupakan bagian

dari kapitalisasi akan membentuk suatu konstruksi pemahaman makna

yang disebut sebagai cantik. Perkembangan teknologi di segala bidang

membuat semakin banyak merek dan produk kosmetik bermunculan

dengan berbagai variasi dan keunggulan yang menarik. Semakin banyak

merek dapat menyulitkan dan memudahkan konsumen untuk memilih

produk mana yang akan digunakan.

Segala yang berhubungan dengan penampilan dapat dikatakan

sebagai salah satu topik yang sensitif, terutama penggunaan produk

kosmetik dan produk perawatan kulit. Dikatakan sensitif karena efek dari

penggunaan produk kecantikan merupakan efek berjangka panjang, dan

tentunya efek yang memberikan keuntungan yang diinginkan, bukan efek

yang merugikan seperti timbulnya jerawat atau efek iritasi kulit lainnya.

Berwajah cantik dan bertubuh ramping bukanlah estetika yang

sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan untuk mendapatkan

pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat2. Dengan adanya

konstruksi kecantikan dalam kehidupan masyarakat menjadikan

perempuan menempatkan aspek penampilan diatas aspek yang lainnya.

Bukan hanya dalam kehidupan sosial, kecantikan atau penampilan yang

menarik menjadi sebuah senjata bagi wanita dalam dunia pekerjaan. Pada

2

(11)

3

jaman sekarang, penampilan dapat disebut sebagai kekuatan. Dengan

penampilan yang memukau dapat menjadi jaminan seseorang

mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Mencari informasi mengenai produk kecantikan kini bukanlah hal

yang sulit, calon konsumen dapat mencari informasi melalui berbagai

media massa. Baik itu media cetak, elektronik, maupun media internet.

Produsen kosmetik menggunakan media massa tersebut untuk memberikan

informasi mengenai produk yang dipasarkan, informasi yang diberikan

oleh produsen melalui media disebut dengan iklan.

Iklan ditayangkan dengan metode repetisi, yakni pengulangan secara

terus-menerus sehingga audiens iklan akan memiliki memori yang

mendalam mengenai iklan tersebut. Dalam iklan produk kecantikan,

audiens disuguhkan dengan rekaya visual yang menunjukkan seakan-akan

dengan menggunakan produk yang diiklankan akan timbul rasa

kepercayaan diri serta kebahagiaan akan kesempuranaan fisik. Selain

iklan, perusahaan dapat membangun hubungan komunikasi dengan

konsumen melalui media massa.

Seiring dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi dan

informasi menjadikan masyarakat semakin kritis terhadap segala hal, salah

satunya dengan iklan. Jika dahulu masyarakat percaya bahwa informasi

yang diberikan oleh iklan adalah benar, namun kini iklan hanya dianggap

sebagai media informasi yang mengandung informasi tentang suatu produk

(12)

4

Salah satu brand kecantikan lokal Indonesia yang memiliki Beauty Advisor (BA) dan Beauty Agent adalah Wardah. BA Wardah merupakan karyawan yang memiliki tugas menjelaskan bagaimana penggunaan

produk yang benar, sedangkan Beauty Agent Wardah adalah brand ambassador produk Wardah yang memiliki tugas serupa dengan Beauty Advisor sehingga konsumen dapat menghindari resiko iritasi atas penggunaan produk.

Tidak hanya melalui iklan, Wardah memiliki kegiatan beauty class

dengan berbagai media partner untuk lebih memperkenalkan produk ke calon konsumen. Disinilah para konsumen dan calon konsumen berkumpul

dan mempelajari teknik menggunkan make up hingga berdiskusi dengan sesama konsumen ataupun BA Wardah sehingga hasil yang

mengecewakan akan penggunaan produk dapat dihindari. Semakin

minimnya kekecewaan akan pembelian produk akan semakin

meningkatkan brand trust yang tentunya akan menjadikan produk semakin unggul dan bertahan. Brand image yang dibangun Wardah sebagai kosmetik halal merupakan daya tarik yang membuat calon konsumen

penasaran dan menumbuhkan minat untuk mengonsumsi produk Wardah.

Beberapa hal diatas adalah termasuk bagaimana proses perilaku

konsumen Wardah. Perilaku konsumen adalah sebuah kegiatan yang

berhubungan dengan pembelian dan penggunaan sebuah produk atau jasa.

Konsumen merupakan bagian terpenting dalam suatu kegiatan produksi,

karena proses produksi tidak akan berlangsung jika produk tersebut tidak

(13)

5

rasionalisasi konsumsi, dimana setiap tindakan memiliki asas rasionalitas

sehingga perilaku yang dihasilkan dapat diterima.

Dengan alasan tersebut, sebuah brand akan melakukan berbagai macam hal untuk mempertahkan konsumen mereka. Begitu pula dengan

Wardah, adanya BA di setiap counter serta adanya kegiatan yang menyediakan tempat bagi konsumen untuk mempelajari produk

menunjukkan bahwa Wardah berusaha mempertahankan dan menambah

konsumen dengan meningkatkan komunikasi antara BA dengan konsumen

maupun antar sesama konsumen.

Selain „kota Pahlawan’ Surabaya juga pernah mendapatkan julukan

kota „Budi Pamarinda’ yang memiliki kepanjangan: Budaya (bu),

Pendidikan (di), Pariwisata (pa), Maritim (ma), Industri (in), dan

Perdagangan (da)3. Dilihat dari perngertian tersebut, dapat dikatakan

dengan banyaknya lembaga pendidikan, sektor perdagangan dan industri

serta didukung dengan fakta bahwa kota Surabaya merupakan kota

terbesar kedua di Indonesia membuat kota Surabaya menjadi tujuan

banyak pendatang untuk menuntut ilmu dan mencari pekerjaan.

Salah satunya adalah kelurahan Jemur Wonosari yang termasuk

dalam kecamatan Wonocolo. Lokasi yang strategis yakni dengan tiga

kampus yakni UIN Sunan Ampel Surabaya, Universitas NU Surabaya dan

Universitas Sunan Giri serta dekat dengan sektor industry SIER

menjadikan banyak pendatang yang memutuskan untuk bertempat tinggal

di Jemur Wonosari.

3

Yousri Raja Agam, Surabaya Kota Multijuluk: Surabaya Memiliki Banyak Julukan,

(14)

6

Banyaknya mahasiswi universitas Islam dan pekerja muslim yang

bertempat tinggal di Jemur Wonosari menjadi salah satu alasan banyaknya

reseller dan retailer kosmetik Wardah. Hal tersebut dikarenakan kecenderungan perempuan muda senantiasa ingin tampil cantik dalam

penampilan sehari-harinya, salah satunya adalah dengan menggunakan

kosmetik.

Konsumsi menjadikan manusia seperti sarang laba-laba, yang

membeli produk, gaya, gaya hidup, apapun sesuai dengan irama

pergantiannya yang tinggi, tanpa dapat mengartikan semuanya dengan

tujuan hidup yang hakiki4. Konsumsi kini menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari penciptaan “gaya hidup”, yaitu gaya atau pola dalam

konsumsi dan penggunaan waktu, ruang, uang, dan barang, yang dimuati

dengan makna simbol tertentu. Dewasa ini, lebih sering ditemui seseorang

membeli sebuah produk bukan karena tingkat kebutuhan akan produk

tersebut, justru lebih ke nilai pemenuhan hasrat dan kepuasan yang didapat

setelah ia menggunakan produk tersebut.

Kebutuhan konsumsi yang melibatkan makna-makna simbolik

tertentu memunculkan sebuah budaya baru, yakni budaya konsumerisme.

Budaya konsumerisme adalah budaya konsumsi yang ditopang oleh proses

penciptaan diferensi secara terus-menerus lewat penggunaan citra, tanda,

dan makna simbolik dalam proses konsumsi. Ia juga budaya belanja yang

4

(15)

7

proses perubahan dan perkembang biakannya di dorong oleh logika hasrat

dan keinginan (want), ketimbang logika kebutuhan (need)5.

Calon konsumen akan lebih memilih percaya pada orang terdekatnya

atau seseorang yang ahli dalam suatu hal (yang bukan termasuk orang dari

perusahaan yang bersangkutan) untuk memutuskan sebuah tindakan

konsumsi karena adanya pengalaman yang nyata. Dalam hal ini

pengalaman penggunaan produk oleh orang terdekat dan orang yang telah

lama menggunakan produk serta adanya desakan untuk tampil cantik

menjadi sebuah proses penilaian untuk pengambilan tindakan konsumsi.

Pondok Mahasiswa merupakan salah satu tempat dimana munculnya

tren atau keinginan untuk memiliki dan menggunakan sesuatu yang sama

merupakan hal yang biasa, salah satunya adalah kesamaan produk

kosmetik yang digunakan. Di beberapa pondok mahasiswa yang berada di

Jemur Wonosari, sekitar 85% santri memiliki setidaknya dua produk

Wardah. Banyaknya reseller dan retailer produk Wardah menunjukkan bahwa perempuan yang berada di Jemur Wonosari memiliki kebiasaan

menggunakan dan memiliki ketertarikan terhadap produk Wardah. Adanya

kebiasaan menggunakan dan ketertarikan ini dapat dikatakan dibangun

oleh suatu pemahaman dan rasionalisasi yang akan memunculkan suatu

tindakan komunikasi yang berupa aktivitas membeli, menggunakan, dan

mengonsumsi.

Penampilan menarik bagi perempuan merupakan sebuah kebutuhan,

banyak cara yang dilakukan perempuan untuk mencapai predikat cantik

5

(16)

8

tersebut. Para perempuan juga memiliki pemaknaan tersendiri mengenai

kecantikan. Dari fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Tindakan Komunikatif Konsumen Produk Wardah di

Surabaya” untuk mengetahui bagaimana terbentuknya suatu pemahaman

dan rasionalitas yang dibangun oleh konsumen Wardah dalam suatu

tindakan komunikasi.

B. Fokus Penelitan

Fokus penelitian pada penelitian ini adalah: Bagaimana tindakan

komunikatif konsumen produk Wardah di Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah disebutkan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah: Mengetahui tindakan komunikatif konsumen

produk Wardah di Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis: Pada dasarnya penelitian ini adalah penelitian yang

mengangkat tema kajian tindakan komunikatif dan perilaku konsumen.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan

bagi Ilmu Komunikasi dengan tema kajian serupa.

2. Manfaat Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan bagi pembaca dan masyarakat mengenai bagaimana tindakan

(17)

9

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis mencari referensi

terhadap beberapa penelitian yang memiliki kesamaan baik pada teori

yang digunakan maupun obyek yang akan diteliti.

Dalam penelitian Intan Zainal Bauw yang berjudul Konstruksi

Kecantikan Perempuan Melalui Iklan, merupakan penelitian yang

membahas tentang konstruksi kecantikan. Fokus penelitian yang

digunakan adalah konstruksi kecantikan perempuan dalam iklan. Berbicara

tentang bagaimana rasionalitas dalam masyarakat telah berubah, dewasa

ini masyarakat membeli barang bukan lagi sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan, melainkan lebih sebagai pemenuhan hasrat6. Serta melihat

bagaimana masyarakat memberikan persepsi yang berbeda terhadap iklan

yang ditayangkan oleh Pond’s White Beauty, serta bagaimana iklan

menstimulasi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang sama dengan

apa yang disampaikan oleh iklan. Namun akhirnya, tetap masyarakat lah

yang memiliki hak untuk memilih dan mengutarakan persepsinya

masing-masing.

Kedua, hasil penelitian analisis perilaku konsumen terhadap

kepuasan memilih produk kosmetik Oriflame yang dilakukan oleh Sari

Rosalina Putri menunjukkan bahwa 79,6% kepuasan konsumen

dipengaruhi oleh faktor sosial, pribadi, kebudayaan dan psikologis7. Dari

6

Intan Zainab Bauw, Konstruksi Kecantikan Perempuan Melalui Iklan, Jurnal Komunikasi Analisis Semiotika, 2012.

7

(18)

10

hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa keputusan konsumen

untuk menggunakan atau mengkonsumsi sebuah produk kecantikan

dipengaruhi oleh faktor sosial, dimana faktor sosial ini dapat dikatakan

sebagai pemenuhan kebutuhan untuk pengakuan di masyarakat.

Ketiga, menurut Arif Hidayat dalam Jurnal Dakwah dan

Komunikasinya yang berjudul Bahasa Tubuh: Tanda Dalam Sistem

Komunikasi yang melakukan riset dengan tema bahasa tubuh sebagai

tanda dalam sistem komunikasi, menggunakan tindakan komunikatif

sebagai bahan acuan paradigma dalam riset jurnal ini. Kesimpulan yang di

dapat dari jurnal ini adalah bahwa bahasa tubuh juga memunculkan

bentuk-bentuk pragmatis karena menjadi komunikasi untuk

menyampaikan pesan. Adapun yang membedakannya hanya pada cara

bentuk menyampaikan pesan tersebut, yaitu melalui ekspresi tubuh. Dalam

jurnal ini dikatakan bahwa tindakan komunikatif dapat dilihat melalui

bagaimana masyarakat dalam sebuah lingkup sosial memahami bahasa

tubuh dengan makna dan persepsi yang sama8.

Keempat, Heri Suwignyo menggunakan teori tindakan komunikatif

sebagai alat perang bagi Minke (tokoh dalam narasi Pulau Biru) untuk

menciptakan rasionalisme pada masyarakat dengan menggunakan tulisan

dan kata-kata sehingga dapat menemukan pencapaian pemahaman rasional

tanpa kekerasan. Heri Suwignyo juga menyimpulkan bahwa tuturan

tindakan komunikatif tidak mengembangankan keterampilan melainkan

kepribadian yang secara rasional dapat diterima secara subyektif, normatif,

8

(19)

11

dan obyektif. Orientasi tuturan tindakan komunikatif bukanlah

keberhasilan melainkan pemahaman dan kesepakatan rasional9. Dalam

riset Suwignyo ini, tindakan komunikatif lebih dilihat sebagai sarana

pembentukan nilai rasional dengan pemahaman dan kesepakatan rasional

melalui kata-kata dan bahasa yang digunakan untuk menciptakan opinin

publik.

Terakhir adalah Frida Kusumastuti yang menggunakan teori

tindakan komunikatif untuk menganalisis data dengan cara

menginterpretasi pembicaraan para anggota Online Parent Support Group LDR Teenager & Adult, komunitas yang beranggotakan orang tua bagi penyandang autisme. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti

menunjukkan bahwa orang tua belajar dari sesama anggota group sampai

kemudian menemukan cara untuk melakukan negosiasi dengan pihak

sekolah agar sang anak tetap mendapatkan pendidikan yang baik10. Hasil

penelitian Kusumastuti memberikan fakta bahwa teori tindakan

komunikatif dapat memberikan suatu kesepakatan pemahaman yang

terjalin karena adanya kesaman pengalaman.

Dari berbagai kajian hasil penelitian terdahulu yang telah disebutkan

dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah pemahaman

baru mengenai iklan produk kecantikan dan tindakan komunikatif.

9

Heri Suwignyo, Tuturan Tindakan Komunikatif Subyek Diri dalam Wacana Narasi, Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 2012.

10

(20)

12

F. Definisi Konsep

Definisi konsep dalam penelitian ini dimaksudkan untuk

menghindari kesalahpahaman dalam memmahami

pembatasan-pembatasan yang diuraikan dalam penelitian ini sehingga kalimat yang

digunakan mudah dipahami. Adapun definisi konsep tersebut adalah:

1. Tindakan Komunikatif

Tindakan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

adalah sesuatu yang dilakukan; perbuatan. Sedangkan komunikatif

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti dalam keadaan

saling dapat berhubungan (mudah dihubungi); mudah dipahami

(dimengerti). Secara terminologi, tindakan komunikatif memiliki

artian suatu kegiatan yang dilakukan dalam keadaan saling dapat

dipahami.

Menurut Jurgen Habermas tindakan komunikatif adalah

tindakan yang menunjuk komunikasi interpersonal yang

diorientasikan pada pemahaman bersama dimana masing-masing

partisipan menjadi dirinya sendiri dan bukan sebagai obyek

manipulatif11. Tindakan komunikatif yang dimaksud adalah tindakan

komunikasi seseorang yang didasarkan pada pemahaman dan

rasionalisasi.

Menurut teori ini, ketika seseorang berhubungan dengan

kehidupan, maka dia mengalami salah satu dari 3 relasi pragmatis.

11

(21)

13

Pertama, dengan sesuatu di dunia obyektif (sebagai totalitas entitas

yang memungkinkan adanya penyataan yang benar). Kedua, dengan

sesuatu di dunia sosial (sebagai totalitas hubungan antar pribadi yang

diatur secara sah). Ketiga, dengan sesuatu di dunia subyektif (sebagai

totalitas pengalaman yang akses ke dalamnya hanya dimiliki si

pembicara dan yang dapat ia ungkapkan di hadapan orang banyak).

Tindakan komunikatif dalam penelitian ini adalah pemahaman

dan dasar rasionalitas yang dibangun dan dimiliki oleh konsumen

Wardah ketika melakukan tindakan komunikasi yang berupa

memiliki, membeli dan mengonsumsi produk Wardah. Jadi, teori

tindakan komunikatif dalam penelitian ini digunakan untuk

mengetahui tingkat pemahaman dan rasional seorang konsumen ketika

melakukan tindakan komunikasi.

2. Rasionalisasi Perilaku Konsumen Wardah

Menurut KBBI, perilaku berarti tanggapan atau reaksi individu

terhadap rangsangan atau lingkunga12. Konsumen dalam KBBI adalah

pemakai pengguna atau pemakai barang hasil produksi; penerima

pesan iklan dan pemakai jasa13. Dari kedua pengertian tersebut dapat

disimpulkan bahwa perilaku konsumen memiliki artian reaksi atau

kegiatan seseorang dalam menggunakan barang hasil produksi.

Menurut Suwarman, perilaku konsumen adalah perilaku yang

melibatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan,

12

Kbbi.web.id/perilaku, diakses pada 8 Desember 2016.

13

(22)

14

mengevaluasi serta menghabiskan produk dan jasa yang mereka

harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka14.

Sedangkan Mangkunegara mendefinisikan perilaku konsumen

sebagai tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha

memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis

termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

menentukan tindakan tersebut15.

Dalam penelitian ini perilaku konsumen yang dimaksud adalah

segala tindakan yang berhubungan dengan pembelian dan pemakaian

sebuah produk tertentu baik untuk diri sendiri, keluarga, dan

orang-orang terdekat. Konsumen merupakan bagian terpenting bagi sebuah

perusahaan untuk menunjukkan dan mempertahankan eksistensi

sebuah produk di pasar. Adanya konsumen bahkan membantu

peningkatan penjualan sebuah produk, hal ini dikarenakan banyak

konsumen yang memberikan promosi gratis yang berupa penyampaian

pengalaman penggunaan produk kepada orang lain.

Wardah adalah salah satu brand kosmetik yang di produksi di

oleh PT Pustaka Tradisi Ibu pada tahun 1995 hingga saat ini. Wardah

adalah produk kosmetik Indoensia yang memiliki ciri khas kosmetik

halal dan bahan-bahan alami yang aman bagi kulit konsumen. Dengan

adanya klaim halal dari MUI, menjadikan Wardah identik dengan

kehalalannya dan mayoritas pengguna produk Wardah adalah wanita

14

Ujang Suwarman, Perilaku Konsumen; Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 25

15

(23)

15

muslim yang peduli dengan penampilan. Namun perlu diketahui

bahwa Wardah bukan hanya ditujukan oleh konsumen muslim saja.

Dari pengertan diatas, dalam penelitian ini yang dimaksud

dengan konsumen Wardah adalah orang-orang yang menggunakan

brand produk Wardah baik bagi diri sendiri maupun keluarganya

untuk menunjang penampilan. Konsumen Wardah yang diteliti dalam

penelitian ini adalah perempuan yang memiliki aktifitas dikelurahan

Jemur Wonosari, Wonocolo.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Bagan 1.1 (Kerangka Pikir Penelitian) Sumber: hasil olahan data

Bagan diatas menggambarkan bagaimana perempuan

mengartikulasikan kecantikan dengan menggunakan produk kosmetik. Fenomena kecantikan di

masyarakat Produk

Wardah

Rasionalisasi

(Motif konsumsi)

Budget

Konsumen Wardah

(Tindakan Komunikatif)

(24)

16

Artikulasi kecantikan pada perempuan disebabkan oleh femoneman

kecantikan yang tumbuh di masyarakat, dimana fenomena tersebut

dimanfaatkan sebagai peluang oleh produsen kecantikan Wardah.

Penelitian ini akan melihat bagaimana rasionalisasi konsumsi oleh

perempuan yang menggunakan produk Wardah, serta bagaimana

perempuan mengartikulasikan kecantikannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori tindakan

komunikatif. Tindakan komunikatif merupakan teori komunikasi yang

termasuk dalam komunikasi interpersonal yang diorientasikan pada

pemahaman bersama dimana masing-masing partisipan menjadi dirinya

sendiri dan bukan sebagai obyek manipulatif16.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas ini,

mengemukakan bahwa setiap komunikasi yang sehat adalah komunikasi

dimana setiap partisipan komunikasi bebas untuk menerima atau menolak

sebuah pernyataan tanpa adanya ketakutan akan intimidasi, yang mana tiap

partisipan komunikasi memiliki kesempatan yang sama untuk bicara,

membuat keputusan-keputusan, self-presentations, klaim normatif, dan menentang pendapat partisipan lain.

Teori tindakan komunikatif yang dikemukakan oleh Jurgen

Habermas menjadi teori utama yang digunakan dalam mengkaji

rasionalisasi konsumen yang dibentuk oleh kegiatan komunikasi yang

dilakukan konsumen Wardah di Kelurahan Jemur Wonosari Kecamatan

Wonocolo, Surabaya. Secara kontekstual, teori tindakan komunikatif

16

(25)

17

digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman dan dasar rasionalitas

seseorang ketika melakukan tindakan komunikasi.

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan interaksionalisme

simbolik, menurut Moleong pendekatan ini berasumsi bahwa

pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Obyek, orang, situasi,

dan peristiwa tidak memiliki pengertiannya sendiri, sebaliknya

pengertian itu diberikan untuk mereka. Pengertian yang diberikan

orang pada pengalaman dan proses penafsirannya adalah esensial serta

menentukan dan bukan bersifat kebetulan atau bersifat kurang penting

terhadap pengalaman itu17.

Pendekatan interaksionalisme simbolik digunakan untuk melihat

bagaimana terbentuknya pemahaman dan rasionalisasi yang dibangun

dan dimiliki oleh konsumen Wardah yang menghasilkan perilaku atau

tindakan komunikasi.

Jenis penelitian ini adalah kualitatif, karena penelitian ini

merupakan penelitian yang memaparkan dan menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.

17

(26)

18

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian ini adalah konsumen Wardah yang telah

menggunakan setidaknya tiga varian produk Wardah selama lebih dari

tiga bulan. Dalam penelitian ini ada 9 orang perempuan yang menjadi

subyek, disebutkan dalam table berikut ini.

No. Nama Usia

(Tahun)

Lama

Pemakaian

produk

Jumlah

Produk

yang

Digunakan

Aktivitas

1. Nur Fitrianti 21 1,5 tahun 3 produk Mahasiswi

2. Ana

Khazana 22 2 tahun 4 produk

Mahasiswi,

Entrepreneur

3. Mella Ismail 22 3,5 tahun >10

produk MC

4. Ma’ul

Fauziyah 23 3,5 tahun >7 produk Mahasiswi

5. Ulin Ni’mah 21 3 tahun 7 produk Konselor

Siswa

6. Nisa Mahin 22 4 tahun > 10

produk Karyawan

7. Atika Vania 22 3,5 tahun 5 produk Karyawan

8. Ajeng Ayu 20 2 tahun 6 produk Mahasiswi

9. Nafa

[image:26.595.140.518.233.634.2]

Sahariyah 22 1,5 tahun 4 produk Mahasiswi

Tabel 1.1 Daftar Informan

Sumber: Hasil Olahan Data Peneliti

Obyek penelitian ini adalah rasionalisasi konsumen dalam

(27)

19

sebagai alasan melakukan tindakan konsumsi produk Wardah,

rasionalitas yang dimaksud tidak sama dengan motif konsumsi.

Melainkan bagaiama tindakan tersebut dapat terjadi berdasarkan

pemahaman seseorang tentang suatu hal.

Penelitian ini berlokasi di kelurahan Jemur Wonosari

Kecamatan Wonocolo, Surabaya. Lokasi tersebut diambil karena

beberapa alasan, diantaranya adalah:

a. Dikelurahan Jemur Wonosari terdapat 3 toko kosmetik yang

mejual produk Wardah sebagai produk utama, yakni sekitar

10-15%. Angka tersebut lebih banyak jika dibandingkan produk

lainnya yang memiliki jumlah kurang dari 10% dari skala jumlah

produk lainnya.

b. Peminat produk Wardah lebih banyak dari pada produk lainnya.

c. Banyak reseller online kosmetik yang menjual produk Wardah dengan konsumen warga Jemur Wonosari.

d. Mayoritas perempuan berhijab di kelurahan Jemur Wonosari yang

sesuai dengan brand image Wardah yakni kosmetik halal yang

diperuntukkan bagi para Muslimah.

e. Banyak penduduk sementara yang tinggal di lokasi dengan

mengontrak atau kos merupakan perempuan yang beraktifitas

(28)

20

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data

pertama atau tangan pertama di lapangan18. Data sekunder adalah data

yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah

berjenjang melalui sumber tangan kedua atau ketiga dapat juga

dikatakan sebagai sumber data pelengkap dan pelengkap data utama.

Menurut Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti

dokumen dan lain-lain19. Dalam penelitian ini data utama adalah

kata-kata informan selama wawancara dan tindakan informan yang

didapatkan saat observasi.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1) Tahap Pra Lapangan

Dalam penelitian ini, tahap pra lapangan yang dilakukan

adalah mencari topik dan menyusun rancangan penelitian serta

menentukan lokasi penelitian. Setelah didapatkan topik dan lokasi,

penulis memilih informan atau narasumber yang sesuai dengan

criteria informan yang diperlukan, dalam hal ini adalah infroman

18

Rosady Ruslan, Metode Penelitian dan Komunikasi (Jakarta: PT Raja Frafindo Persada, 2006), hlm. 26-28.

19

(29)

21

yang merupakan konsumen produk kosmetik Wardah. Aktivitas

terakhir dalam tahap pra lapangan adalah mempersiapkan alat yang

diperlukan untuk penelitian seperti alat-alat tulis, voice recorder

dan kamera guna membuat sumber data yang berupa dokumentasi.

2) Tahap Pekerjaan Lapangan

Dalam tahap ini, penulis fokus pada pengumpulan data dari

lapangan, dimana prosesnya adalah dengan memahami latar

penelitian dan mempersiapkan diri untuk turun secara langsung

menuju lokasi penelitian dan mendekati subyek penelitian. Dalam

tahap ini aktivitas yang dilakukan oleh penulis adalah memahami

fenomena secara mendalam serta mencari data secara akurat.

3) Tahap Pengumpulan dan Analisis Data

Tahap ketiga merupakan pengumpulan dan analisis data,

pada tahap ini penulis melakukan proses pengumpulan data dengan

metode pengumpulan data yang dipilih, yaitu dengan melakukan

pencarian refensi, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Sedangkan pada tahap analisis data, penulis melakukan

pengecekan dan memeriksa keabsahan data dengan fenomena

maupun dokumentasi untuk membuktikan keabsahan data yang

telah diumpulkan. Dengan terkumpulnya data secara valid

(30)

22

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang masalah yang akan diteliti,

maka penulis menggunakan beberapa metode antara lain:

1) Observasi

Observasi yang dilakukan adalah dengan pengamatan dan

pencatatan secara sistematis serta lengkap. Observasi yang

dilakukan tidak hanya dengan pengamatan saja, namun juga

memusatkan perhatian pada satu subyek penelitian secara

mendalam.

2) Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan teknik wawancara dengan pertanyaan

terbuka dan tertutup, serta dilakukan dalam situasi yang santai dan

akrab dengan informan sehingga diharapkan data yang didapat

adalah valid dan relevan.

3) Dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah dengan pencatatan data yang didapatkan di lapangan seperti

surat keterangan, buku pribadi, rekaman hasil wawancara, serta

hasil pengambilan gambar selama penelitian dilakukan di

(31)

23

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan tiga tahapan analisis , yaitu:

1. Pengumpulan data, dimulai dari berbagai sumber yaitu dari

beberapa informan, dan pengamatan langsung yang sudah

dituliskan dalam catatan lapangan, transkip wawancara, dan

dokumentasi. Setelah dibaca dan dipelajari serta ditelaah maka

langkah berikutnya mengadakan reduksi data yang dilakukan

dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi yang akan membuat

rangkuman inti.

2. Kategorisasi data atau penyaringan data, yang selanjutnya

menyusun dalam satu-satuan yang kemudian diintegrasikan pada

langkah berikutnya, dengan membuat koding. Koding merupakan

simbol dan singkatan yang ditetapkan pada sekelompok kata-kata

yang bisa serupa kalimat atau paragraf dari catatan di lapangan20.

3. Penyajian data, dalam tahapan ini yang dilakukan adalah

menyajikan data yang telah didapat dan mengaitkan data yang telah

ada dengan rumusan masalah yang diteliti.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Di dalam sebuah penelitian, untuk mendapatkan hasil yang

valid, diperlukan pemeriksaan keabsahan data setelah data terkumpul.

20

(32)

24

Untuk memperoleh keabsahan temuan peneliti perlu meneliti

kreadibilitas data dengan menggunakan teknik ketekunan pengamatan.

Teknik ketekunan pengamatan ini dilakukan dengan

mengadakan observasi secara terus menerus terhadap obyek penelitian

guna memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktifitas

yang sedang berlangsung di lokasi penelitian. Dalam hal ini berkaitan

dengan tindakan komunikatif konsumen produk Wardah di Kelurahan

Wonocolo Jemur Wonosari Kecamatan Surabaya.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh gambaran permulaan terhadap hasil penelitian

ini, maka perlu dikemukakan sistematika penelitian sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN

Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian terdahulu,

definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

2) BAB II KAJIAN TEORETIS

Bab ini merupakan landasan teori yang digunakan dalam

penyusunan penelitian yang bekaitan dengan definisi rasionalisasi

konsumsi dan tindakan komunikatif konsumen produk kosmetik

Wardah di Surabaya.

(33)

25

Bab ini menguraikan tentang subyek dan lokasi penelitian, dan

deskripsi data hasil penelitian yang telah dilakukan, yakni mengenai

tindakan komunikatif konsumen Wardah di Surabaya.

4) BAB IV ANALISIS DATA

Bab ini berisi hasil temuan penelitian yang telah dilakukan, dan

konfirmasi temuan dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini,

yakni teori tindakan komunikatif.

5) BAB V PENUTUP

Penutup menguraikan tentang kesimpulan akhir dari penelitian,

keterbatasan penelitian yang dilakukan serta rekomendasi dari

(34)

BAB II

PEREMPUAN, KONSUMSI, DAN TINDAKAN KOMUNIKATIF

A. Kajian Pustaka

1. Perempuan dan Produk Kecantikan

Perempuan dan kecantikan sejak jaman dahulu merupakan dua

hal yang tak terpisahkan. Kecantikan yang selalu di sandingkan

dengan perempuan memiliki banyak arti. Kecantikan perempuan yang

sering disebutkan dalam kehidupan bersosial adalah mengenai

penampilan, walaupun sebernarnya kecantikan tidak hanya mengenai

penampilan semata. Tutur kata, tindakan dan sikap juga merupakan

elemen perempuan yang masih dapat diungkapakan dengan

kecantikan.

Dalam sebuah bait teks anonim pupuh Asmaradana

menyebutkan “Hendaklah perempuan pandai menghias diri baik lahir

maupun batin, agar terjaga nama baik pribadinya”1

. Bait tersebut

dapat diartikan bahwa perempuan yang pandai berhias (bersolek,

merawat diri) dengan sikap dan tutur kata yang baik, nama baiknya

akan terjaga.

Makna kecantikan yang tumbuh dalam masyarakat menjadikan

perempuan mau tak mau harus mendapatkan predikat “cantik” untuk

dapat diakui dalam kehidupan sosial. Beruntung bagi mereka yang

1

(35)

27

memang terlahir cantik, namun tidak semua perempuan memiliki

keberuntungan tersebut.

Dengan adanya konstruksi kecantikan yang telah lama tumbuh

dalam masyarakat ditambah dengan kemajuan teknologi dan ilmu

pengetahuan, produk kecantikan hadir untuk mengubah penampilan

hingga kehidupan perempuan. Produk kecantikan bagi sebagian

perempuan dapat menjadi penolong yang sangat berarti, hal ini

dikarenakan kebutuhuan seseorang untuk diakui oleh orang lain dalam

kehidupan sosial.

a. Konstruksi Kecantikan dalam Masyarakat

Kecantikan pada dasarnya tidak hanya mengenai penampilan

fisik saja, namun tindak tutur dan perilaku juga dapat dikatakan

sebagai bentuk dari kecantikan bagi seorang perempuan. Dalam

masyarakat jaman dahulu, keelokan wajah dan tubuh bukanlah

satu-satunya penentu seorang perempuan berhak mendapatkan

predikat “cantik”, pembawaan diri dan tutur kata merupakan hal

yang lebih penting. Namun seiring dengan perkembangan

teknologi, masyarakat modern menilai perempuan berhak

mendapat predikat cantik hanya semata dilihat dari keelokan paras

dan tubuhnya saja.

Jika melihat tayangan iklan di media massa, banyak produk

menggunakan perempuan meskipun produk tersebut tidak ada

(36)

28

perempuan merupakan selling point bagi produk tersebut. Sosok perempuan yang dihadirkan oleh media seakan memiliki standar

yang sama, bertubuh langsing dan proporsional, berkulit putih,

hidung mancung serta bibit yang indah.

Seringnya media menyuguhkan standar kecantikan

perempuan, maka konstruksi akan kecantikan perempuan yang

tumbuh dalam masyarakat tidak dapat dihindari. Iklan dalam

media ditayangkan dengan metode repitisi dengan maksud

khalayak dapat menerima dan mengingat informasi dari iklan

tersebut, namun dengan banyaknya penggunaan perempuan sebagai

selling point menumbuhkan sebuah konstruksi dalam masyarakat itu sendiri. Menurut Levels of Processing Craik & Lockhart menjelaskan bahwa informasi adalah factor utama yang

mempengaruhi seberapa dalam individu mengingat informasi

tersebut2.

Dengan semakin banyaknya iklan yang mengeksploitasi

“kecantikan” wanita, masyarakat memiliki sebuah kontruksi sosial

mengenai kecantikan yang disetujui oleh hampir seluruh kalangan

masyarakat. Pendapat mengenai kecantikan perempuan yang

dibentuk oleh media dan berlaku dimasyarakat adalah sebagai

berikut3:

1. Gemuk itu tidak indah dan menyebabkan penurunan rasa

percaya diri dalam penampilan fisik.

2

Annastasia Melliana, Menjelajah Tubuh: Perempuan dan Mitos Kecantikan (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2006), hlm. 2.

3

(37)

29

2. Bentuk tubuh dan berat badan merupakan persoalan perempuan

yang paling sering disorot oleh masyarakat.

3. Bentuk tubuh yang ideal adalah langsing (langsing=cantik),

tidak kelebihan lemak pada bagian-bagian tubuh

(proporsional), perut datar, payudara kencang, pinggang berlekuk liku, pantat sintal.

4. Perempuan memang selayaknya bertubuh indah, karena bentuk

fisik merupakan kebanggan perempuan dalam bermasyarakat

dan berkeluarga.

5. Perempuan wajib merawat tubuh dan penampilan fisiknya

secara keseluruhan agar tetap menarik di hadapan pasangan.

Dengan kata lain body image perempuan sangat dipengaruhi oleh penilaian atau persepsi dari pasangan. Jadi, perempuan

dikondisikan untuk menghargai tubuhnya dengan tidak terlepas

dari pandangan atau penilaian pasangan.

Banyak studi melaporkan, pada umunya orang berasusmsi

bahwa perempuan yang menarik fisiknya tidak hanya digemari dan

disukai sebagai pasangan kencan atau teman, namun juga

diasosiasikan dengan hal-hal baik4. Melihat realitas yang dibangun

oleh masyarakat tersebut membuat sebagian besar perempuan

selalu memastikan penampilan mereka adalah yang terbaik. Akibat

pandangan mengenai kecantikan yang telah universal dalam

masyarakat, seorang perempuan dapat diakatakan memilki

4

(38)

30

kehidupan sejahtera adalah mereka yang berwajah cantik, berkulit

putih, dan bertubuh langsing.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perempuan

dapat menjadi selling point, tidak hanya di iklan saja melainkan juga di penjualan secara langsung. Hal tersebut dapat dilihat dari

bagaimana sebuah perusahaan memilih kandidat SPG (Sales Promotion Girl) untuk meningkatkan citra dan nilai penjualan mereka.

Oleh masyarakat, mereka yang dianggap tidak menarik

diperlakukan seakan-akan kekuranganv enarikan tersebut mewakili

kepribadian mereka secara keseluruhan. Sering terjadi di

masyarakat, perempuan lebih banyak dinilai dan dipuji dari

penampilan fisiknya daripada kualitas pribadi lainnya. Saat

stereotip ini semakin ekstrim, muncul kemarahan, kebencian, dan

kejengkelan pada perempuan yang tidak dilahirkan cantik tetapi

ikut terperangkap dalam mitos kecantikan5.

Megutip pendapat Dewi Candraningrum (seorang aktivis

feminis dan seniman) tentang fenomena kecantikan: “Pada abad

modern, pandangan masyarakat atas tubuh dan seksualitas telah

bergeser. Dari yang suci dan sakral menjadi murahan. Perempuan

dijajar di mal dan supermarket. Kecantikan mereka didikte oleh

produk kosmetik dan fashion, bukan diukur dari integritas dan

karya.”

5

(39)

31

Pada faktanya, masyarakat modern lebih memandang

kecantikan melalui penampilan. Tak jarang banyak perempuan

yang mengalami pengalaman tak mengenakkan karena penampilan.

Salah satu contohnya adalah dalam sebuah antrian yang tak terarah,

perempuan yang memiliki penampilan lebih menarik dan cantik

akan lebih dulu dilayani daripada perempuan lain yang telah

mengantri lama.

Kenyataan tersebut pada akhirnya menimbulkan pemikiran

dalam diri perempuan untuk selalu tampil menarik dan cantik

bagaimanapun caranya agar tidak mendapat perlakuan yang tidak

mengenakkan.

b. Munculnya Produk Kecantikan

Fenomena kecantikan sebagai bagian dari gaya hidup

perempuan, keberadaannya telah dirasakan sejak berabad-abad

yang lalu. Secara tradisional teknik perawatan tubuh sudah dikenal

sebagai bagian dari unsur kebudayaan masyarakat. Setiap negara

pada setiap masa memiliki ciri khasnya sendiri tentang bagaimana

para perempuan melakukan perawatan untuk wajah dan tubuh

mereka.

Di jaman Mesir Kuno, Cleopatra merupakan seorang ratu

yang namanya melegenda dan bahkan dijadikan ikon kecantikan

pada jaman dahulu. Cleopatra memang dikenal sangat cantik

sehingga dengan mudah menaklukan hati laki-laki yang

(40)

32

Sosok Cleopatra selalu divisualisasikan sebagai perempuan

cantik nan elegan yang menggunakan riasan penuh di wajahnya.

Bedak, blush on, eye liner, eye shadow dan lipstick telah digunakan oleh Cleopatra sebelum adanya teknologi seperti sekarang.

Bedanya dengan kosmetik jaman sekarang, adalah bahan yang

digunakan jauh dari unsur kimia. Misalnya untuk lipstick warna

merah, Cleopatra menggunakan ekstrak kumbang carmine dan

semut6.

Jika Cleopatra menjadi ikon kecantikan Mesir Kuno, maka di

Indonesia tepatnya di pulau Jawa Ken Dedes adalah simbol dari

kecantikan Jawa pada jaman kerajaan Singosari. Menurut sejarah,

kecantikan Ken Dedes mampu menyebabkan pertumpahan darah

di tanah Jawa hanya untuk memperebutkan Ken Dedes yang

memiliki keindahan fisik menyerupai bidadari.

Berbeda dengan Cleopatra, kecantikan Ken Dedes bukan

terletak pada riasan wajahnya. Ken Dedes merupakan seorang putri

yang panda merawat keindahan kulit dan tubuhnya. Selain

keindahan tubuh, keharuman atau aroma merupakan daya tarik

utama dari Ken Dedes. Bahan yang digunakan Ken Dedes untuk

mendapatkan wewangian tersebut adalah bahan alami yang

memiliki aroma harum, baik bunga maupun bahan-bahan lainnya.

Di Mesir Kuno saat masa pemerintahan Dinasti Fir’aun,

ditemukan tulisan-tulisan sejarah yang berhubungan dengan

6

(41)

33

kecantikan dan cara-cara perawatannya berikut obat-obat dan

bahan-bahan yang sudah dikenal baik7. Temuan-temuan tersebut

menjadi bukti bahwa eksistensi kecantikan merupakan kebutuhan

setiap wanita disepanjang masa.

Berwajah cantik dan bertubuh ramping bukanlah estetika

yang sifatnya privat, melainkan keinginan perempuan untuk

mendapatkan pengakuan sosial yang dituntut oleh masyarakat8.

Namun tidak semua perempuan dilahirkan dengan fisik yang

dituntut oleh masyrakat tersebut. Melihat bagaimana kebutuhan

akan kecantikan, dengan adanya teknologi serta penemuan

mengenai fakta kecantikan yang telah ada membuat banyak

produsen kosmetik mengembangkan produk kecantikan sebagai

alternative untuk perempuan agar dapat tampil lebih cantik.

Kosmetik yang diproduksi oleh para produsen memiliki

beragam jenis. Begitu banyak varian kegunaan sesuai dengan

keluhan kulit para perempuan. Produk kosmetik yang paling

banyak diproduksi karena diminati oleh perempuan adalah jenis

produk yang dapat memutihkan kulit, terutama kulit wajah.

Jika melihat iklan yang muncul beberapa tahun terakhir,

wacana kulit putih sangat mendominasi. Pemutih muncul tidak saja

dalam bentuk krim, tetapi juga krim pembersih, sabun, body

lotion,dan bedak9. Memiliki kulit putih merupakan impian semua

7

Dikutip dari unggahan facebook CamillaCosmetic tanggal 26 Desember 2012.

8

Annastasia Melliana, Menjelajah Tubuh… hlm. 5.

9

Aquarini Priyatna Prambasmoro, Kajian Budaya Feminis; Tubuh, Sastra, dan Budaya Pop

(42)

34

wanita, hal ini terjadi karena kulit putih dianggap sebagai superior

dalam masyarakat. Untuk mendapatkan kesan “superior” tersebut

berbagai cara dilakukan oleh perempuan. Dari penggunaan krim

pemutih, bedak, hingga suntik putih dan operasi plastik.

Masyarakat yang terlanjur menilai kesuksesan perempuan

dilihat dari penampilan fisiknya membuat perempuan sukses harus

selalu tampil indah dan cantik. Untuk tuntutan tersebut, perempuan

sangat bergantung pada merek-merek fashion dan produk

kecantikan, terutama make up. Jika dahulu, riasan wajah hanya membutuhkan bedak dan lipstick sebagai riasan sehari-hari, maka

kini mascara, eye liner, concealer, alas bedak, dan alis merupakan riasan sehari-hari yang wajib digunakan oleh perempuan. Bahkan

jaman sekarang, akan sangat jarang ditemui perempuan di tempat

umum tanpa menggunakan riasan alis.

Fenomena tersebut seolah menunjukkan betapa pentingnya

kosmetik bagi perempuan. Brand kosmetik pun semakin berlomba menunjukkan inovasi pada berbagai produk, seakan tidak ingin

kehilangan consumer karena masalah ketidak cocokan brand-brand

tersebut akan membuat alternatif produk yang sejenis sehingga

konsumen dapat memilih kosmetik sesuai dengan kebutuhannya.

Kosmetik memang memiliki peminat yang tak sedikit,

hampir semua perempuan. Namun produk yang menjadi unggulan

masih produk pemutih. Putih direpresentasikan sebagai yang

(43)

35

lebih jauh dimaknai sebagai kecantikan yang diidealkan dan

dinaturalisasi, yang pada saat yang sama juga menaturalisasi

feminitas putih sebagai global dan universal.

Dalam budaya nonputih seperti di Indonesia, citra yang

global dan diidealkan menciptakan celah antara mereka yang

memandang iklan sabun dengan wacana putih yang dibangun di

dalam dan di sekitar iklan sabun itu sendiri. Visibilitas kulit dan

tubuh serta ke-putih-an mereka menjadi suatu fantasi, sesuatu yang

harus dicapai, suatu konsep yang mendefinisikan kecantikan dan

feminitas berdasarkan sesuatu yang dianggap bukan milik atau

bagian dari si pemandang10.

c. Produk Kecantikan dan Kehidupan Sosial

Kesibukan perempuan sekarang masih sama dengan

kesibukan wanita prasejarah. Perempuan masih menumpahkan

seluruh waktu dan perhatian mereka untuk berhias mempercantik

penampilan dan menjaga kerapian diri semaksimal mungkin

dengan berbagai cara11.

Abbas Mahud Al-Aqqad, seorang sastrawan Mesir

mendeskripsikan perempuan sebagai berikut12:

“Wanita memiliki beberapa sifat kekanak-kanakan berupa

kecemburuan yang menggelikan, temperamental (cepat marah), tenggelam dalam kekinian yang dihadapinya, berpadangan pendek dalam menerima fenomena dan

10

Ibid,. Hlm. 330.

11

Ramadhan Hafizh, The Colour of Women; Mengungkap Misteri Wanita (Jakarta: Amza, 2007), hlm. 14.

12

(44)

36

kemasan luar, senang dan benci dengan hal-hal yang diperhatikan, suka meniru-niru apa yang dilihat, kebiasaan menyandarkan permasalahan yang tidak pada tempatnya, suka berubah-ubah emosinya, berbohong jika takut, riya’ jika tamak, egois dengan apa yang disenangi dan disukainya, senang menyelidik dan mengorek-ngorek informasi untuk mengetahui rahasia-rahasia, bangga dan senang sekali jika dipuji dan disanjung-sanjung”.

Pernyataan Al-Aqqad tentang perempuan diatas jika dilihat

dengan kenyataan pada masa sekarang, dapat dikatakan tepat.

Perempuan selalu memiliki kecemburuan kepada perempuan lain,

jika ada perempuan lain dipuji akan kecantikan dan

penampilannya, ia akan cemburu. Melihat iklan ditelevisi, ia ingin

meniru apa yang ditayangkan oleh iklan tersebut. Mengorek-ngorek

informasi rahasia apapun, untuk menjadi bahan gossip. Akan

merasa diatas segalanya ketika dipuji dan disanjung oleh orang

lain.

Menurut pandangan masyarakat, menjadi perempuan berarti

menjadi cantik, dan sebaliknya tidak cantik sangatlah tidak

perempuan. Cantik adalah kata yang sebagian besar mengacu pada

sifat fisikal13. Namun sayangnya tidak semua perempuan dilahirkan

dengan fisik yang cantik. Bagi perempuan yang dilahirkan “tidak

cantik” tersebut, penggunaan produk kosmetik akan sangat

membantu mempercantik penampilan mereka serta perlakuan yang

lebih baik dalam kehidupan sosial.

Freedman mengatakan banyak studi melaporkan, pada

umumnya orang berasumsi bahwa perempuan yang menarik

13

(45)

37

fisiknya tidak hanya disukai dan digemari pasangan kencan atau

teman, namun juga diasosiasikan dengan hal-hal baik14. Hal-hal

baik yang disebutkan misalnya adalah lebih percaya diri dan

pengakuan yang lebih baik dalam masyarakat. Jika melihat

kenyataan lebih banyak pelamar yang memiliki penampilan

menarik berkemungkinan lebih besar diterima daripada pelamar

yang dianggap kurang menarik, meski dalam potensi pelamar yang

dianggap “kurang menarik” lebih memiliki potensi profesi.

Dari sebab tersebut, kosmetik bagi perempuan merupakan it item atau barang yang harus selalu ada di dalam tas mereka. Kosmetik dianggap sebagai alat pembantu penunjang penampilan

bagi perempuan. Masyarakat lebih sering menilai kesuksesan

perempuan dari penampilannya, baik dilihat dari gaya berpakaian

serta penggunaan kosmetik yang rapi dan cantik.

2. Budaya Konsumsi Masyarakat

Konsumsi menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi

masyarakat. Selain untuk pemenuhan kebutuhan, kegiatan konsumsi

juga dapat menjadi sarana bersosialisasi dengan sesama masyarakat.

Kegiatan konsumsi yang dilakukan manusia bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidup atau untuk memperoleh kepuasan

setinggi-tingginya, sehingga akan memunculkan kemakmuran.

Pihak yang melakukan kegiatan konsumsi disebut sebagai

konsumen. Pada masyarakat tradisional, konsumsi yang dilakukan

14

(46)

38

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau kebutuhan

primer saja. Sedangkan pada masyarakat modern, konsumsi yang

dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja

melainkan untuk meningkatkan kesenangan dan pengakuan sosial.

Konsumsi menjadikan manusia seperti sarang laba-laba, yang

membeli produk, gaya, gaya hidup, apapun sesuai dengan irama

pergantiannya yang tinggi, tanpa dapat mengartikan semuanya dengan

tujuan hidup yang hakiki15. Dalam kehidupan masyarakat modern,

kegiatan konsumsi dapat menjadi penilai kelas sosial masyarakat. Hal

tersebut bukan tanpa sebab, sebagian besar masyarakata modern

menilai tingkat sosial mereka dengan merek-merek yang mereka

konsumsi, bahkan tak jarang mereka memiliki komunitas tersendiri

dengan anggota sesama konsumen suatu merek tertentu.

a. Perilaku Konsumen dalam Kehidupan Sosial

Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat

dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan produk atau

jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli

tindakan ini.16 Perilaku konsumen adalah dinamis, berarti bahwa

perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat

luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. Dalam hal studi

perilaku konsumen, salah satu implikasinya adalah bahwa

15

Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Berlari; Mencari Tuhan-Tuhan Digital (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 107.

16

(47)

39

generalisasi perilaku konsumen biasanya terbatas untuk jangka

waktu tertentu, produk, dan individu tertentu17.

Perilaku seorang konsumen tidak dapat dipungkiri

terpengaruhi oleh faktor-faktor sosial. Salah satu faktor sosial yang

mempengaruhi perilaku seorang konsumen adalah kelompok

referensi. Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh

kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak

langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Beberapa

diantaranya kelompok primer, yang dengan adanya interaksi yang

cukup berkesinambungan, seperti keluarga, teman, tetangga dan

teman sejawat18. Seorang konsumen umunya dipengaruhi oleh

kelompok referensi mereka dengan beberapa cara, salah satunya

adalah kelompok referensi memperlihatka pada seseorang perilaku

dan gaya hidup baru.

Konsep diri juga menjadi faktor yang memperngaruhi perilaku

pembelian dan penggunaan produk. Salah satunya adalah

penggunaan produk perawatan diri dan kecantikan sangat

dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap dirinya atau dengan

kata lain, terikat dengan konsep diri.

“Seorang konsumen mungkin merasa tidak nyaman dengan wajahnya yang memiliki beberapa jerawat, jerawat mungkin akan menyebabkan penampilan dirinya kurang memuaskan. Ketidakpuasan penampilan diri yang kurang sempurna karena jerawat akan mendorong konsumen untuk mengubah penampilannya agar lebih sempurna, dia akan membeli produk

kecantikan atau konsultasi ke dokter kulit untuk

17

Ibid., hlm. 3.

18

(48)

40

menyembuhkan atau menyembunyikan jerawat yang

dimilikinya”19

.

Kegiatan konsumsi dan kehidupan sosial memiliki relasi yang

erat, karena dalam melakukan kegiatan konsumsi seorang

konsumen harus berinteraksi dengan penjual barang atau produk

yang akan dibelinya. Keterkaitan hubungan sosial dengan kegiatan

komunikasi tidak hanya terjadi antar penjual dan pembeli saja,

sesama konsumen biasanya melakukan interaksi dengan cara

mendiskusikan dan saling member saran produk yang dibeli.

Konsumsi sering dipengaruhi oleh gaya hidup yang

ditunjukkan orang lain kepada seorang konsumen. Saat seeorang

tertarik dengan gaya hidup tertentu, ia aka melakukan pencarian

informasi dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan

melakukan interkasi sosial dengan individu atau kelompok yang

bersangkutan.

Konsumsi yang berlebihan yang mengarah pada perilaku

konsumsi akan menimbulkan deferensiasi sosial. Diferensi sosial

yang ditimbulkan oleh perilaku konsumtif ini sudah jelas: orang

melakukan konsumsi untuk menciptakan atau mengukuhkan status

sosialnya20. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan konsumsi

bukan lagi sebagai aktifitas yang dilakukan untuk pemenuhan

kebutuhan akan suatu produk. Konsumsi bagi masayarakat modern

telah memiliki pergeseran makna dimana konsumsi seharusnya

19

Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen; Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran

(Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 61.

20

(49)

41

menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan menjadi kegiatan untuk

pemenuhan kepuasan dan pengakuan tingkat sosial serta perstis.

b. Konsumsi dan Komunikasi

Dalam memperoleh informasi mengenai suatu produk, seorang

konsumen dapat sedang berada dalam suatu situasi komunikasi.

Situasi komunikasi adalah suasana atau lingkungan dimana

konsumen mendapatkan informasi atau melakukan komunikasi.

Komunikasi yang dilakukan bisa bersifat pribadi atau nonprobadi.

Konsumen mungkin memperoleh informasi pribadi melalui

komunikasi lisan dengan teman, kerabat, tenaga penjual atau

wiraniaga. Iklan televise, radio, internet, bahan elektronik lainnya

(VCD dan VHS), iklan media cetak (koran, majalah), iklan media

luar ruangan (poster, billboard dan spanduk), brosur, leaflet, dan sebagainya merupakan media komunikasi yang bersifat nonpribadi

yang sering diakses oleh konsumen secara sengaja maupun tidak

sengaja. Informasi mungkin juga diperoleh langsung dari toko

melalui promosi penjualan, pengumuman di rak, dan di depan

toko21.

Peran lain dari komunikasi adalah untuk membedakan

(differentiating) produk yang ditawarkan suatu peruahaan dengan perusahaan lainnya. Upaya membedakan produk ini dilakukan

21

(50)

42

dengan mengomunikasikan pada konsumen bahwa produk yang

ditawarkan berbeda dengan produk lainnya yang sejenis22.

Dari banyaknya jenis komunikasi, yang berhubungan langsung

dengan kegiatan konsumsi adalah komunikasi persuasif. Persuasi

sendiri memiliki arti menggunakan informasi tentang situasi

psikologis dan sosiologis serta kebudayaan dari komunikan, untuk

mempengaruhinya dan mencapai perwujudan dari apa yang

diinginkan message. Tanpa pengetahuan informasi demikian, maka

mesaage dan kegiatan komunikasi akan berhasil sedikit ataupun sama sekali akan gagal23.

Komunikasi persuatif dilakukan oleh perusahaan suatu produk

dengan berbagai macam teknik. Salah satunya adalah dengan

menyediakan Sales Promotion Gilr/Boy untuk memberikan informasi tentang produk terkait dengan konsumen secara pribadi.

Pemasangan iklan dalam berbagai jenis media juga dilakukan untuk

memberikan informasi kepada konsumen secara nonpribadi.

Kegiatan konsumsi pada dasarnya tidak terpisahkan dengan

komunikasi. Setiap konsumen akan selalu melakukan komunikasi

setiap melakukan pembelian, baik secara pribadi maupun

nonpribadi. Yang paling sering terjadi adalah walaupun konsumen

sama sekali tidak melihat iklan ataupun berinteraksi dengan

kelompok referensi, yaitu dengan membaca informasi produk pada

kemasan yang memang disediakan oleh perusahaan.

22

Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen… hlm. 164.

23

(51)

43

Dalam contoh kegiatan diatas, banyak orang

mempresentasikan bahwa tidak ada kegiatan komunikasi yang

dilakukan oleh konsumen tersebut. Namun dengan membaca

informasi produk pada kemasan juga merupakan kegiatan

komunikasi yang dilakukan seorang konsumen dengan

memanfaatkan media kemasan yang disediakan oleh perusahaan.

Komunikasi juga dapat dijadikan sebagai pengingat bagi

konsumen mengenai keberdaan produk, yang pada masa lalu

pernah dilakukan transaksi pertukaran pada produk tersebut. Peran

yang penting dari komunikasi juga berkaitan dengan membujuk

konsumen potensial untuk melakukan pembelian. Pesan yang

disampaikan dalam komunikasi bersifat persuasif, yaitu bagaimana

membujuk konsumen agar mau melakukan tindakan pembelian24.

c. Rasionalisasi Konsumsi dan Tindakan Komunikasi

Pada dasarnya, perilaku konsumen secara umum dibagi

menjadi dua yaitu perilaku konsumen yang bersifat rasional dan

perilaku konsumen yang bersifat irasional. Perilaku rasional

konsumen adalah tindakan konsumen yang melakukan aktivitas

konsumsi dengan mengedepankan aspek-aspek konsumen secara

umum, yaitu pada tingkat kebutuhan, daya guna, dan kepentingan.

Perilaku irasional adalah tindakan konsumen yang terbujuk oleh

iming-iming diskon atau marketing suatu produk.

24

(52)

44

Kegitan konsumsi selalu dihubungkan dalam hal ekonomi, hal

ini dikarenakan dalam kegiatan konsumsi, konsumen melakukan

sebuah pertimbangan untuk membeli suatu produk. Rasional adalah

menurut pikiran yang sehat, patut, layak. Tindakan seseorang

menjadi rasional adalah suatu dorongan untuk bertindak menurut

pikiran yang sehat, patut, dan layak25. Rasionalitas adalah hal yang

penting bagi kehidupan manusia. Adam Smith menyatakan tentang

rasionalitas konsusmi dalam perspektif ekonomi:

“Masyarakat yang kapitalistik dan rasional pada umumnya baru membeli dan mengkonsumsi sesuatu ketika mereka

membutuhkan, dan itu dengan dasar pertimbangan yang serba

rasionalitas; mengkalkulasi untung rugi dan dibayangkan

masyarakat senantiasa mencari komoditas dengan harga

terendah karena disitulah sifat rasional masyarakat bekerja”26

.

Dalam kehidupannya, manusia hidup dalam suatu bentuk relasi

subyek-subyek yang bar

Gambar

Tabel 1.1 Daftar Informan
table manner yang diambilnya.
 Tabel 4.1
Tabel diatas merupakan penggambaran sederhana bagaimana

Referensi

Dokumen terkait

Lower stool merupakan sebuah struktur yang memiliki bentuk seperti kotak dan berfungsi untuk menopang sekat bergelombang pada ujung bawah sekat. Konstruksi stool

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling suka dikunjungi oleh masyrakat asing, namun dengan adanya wabah virus Corona atau covid19, maka semua hal yang berkaitan

Pengaturan parameter-parameter proses gurdi dengan menggunakan PSO yang dapat meminimalkan nilai respon gaya tekan, torsi, delaminasi lubang masuk dan delaminasi lubang

Penerapan VAT Refund ini berkaitan erat dengan pariwisata Indonesia, karena menurut Undang- Undang Nomor 42 Tahun 2009 pasal 16E ayat 1 dan Peraturan Direktorat Jenderal

Alasan konsumen merupakan kebiasaan Keluarga sebanyak 56,7% , memilih karena manfaat sebanyak 83,3%, konsumen mendapatkan informasi dari Anggota Keluarga sebanyak 63,3%,

Selain sumber atau faktor eksternal yang dapat menimbulkan kecemasan pada ibu hamil yang dikemukakan Kartono tahun 2007 tersebut, ada sumber atau faktor lain yang dapat

Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, pada motivasi intrinsik yang dapat meningkatkan suatu kinerja pegawai

Dengan mendeskripsikan kegiatan usaha yang dilakukan pedagang maka akan mengetahui kesungguhan PKL dalam mengelola usaha yang meliputi tanggungan keluarga, pengalaman