• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.grand"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian ini menggunakan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian teoritis dalam penelitian ini terdiri dari grand theory dan supporting theori.Grand theory yang digunakan adalah teori penetapan tujuan serta teori sikap & perilaku. Sedangkan supporting theory adalah profesionalisme, independensi, komitmen organisasi, dan kinerja auditor. Kajian empiris yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

2.1 Teori Penetapan Tujuan

Teori penetapan tujuan (goal setting theory) ini mula mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini relatif sederhana dimana aturan dasarnya adalah penetapan tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan yang cukup sulit, khusus dan yang pernyataannya jelas dan dapat diterima oleh karyawan, akan menghasilkan unjuk-kerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Di samping itu, teori ini juga menunjukkan adanya keterkaitan antara sasaran dan kinerja. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu.

Goal setting theory berasumsi bahwa ada hubungan langsung antara tujuan yang spesifik dan terukur dengan kinerja. Temuan utama dari goal setting theory adalah bahwa individu yang diberi tujuan yang spesifik dan sulit tapi dapat dicapai memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan yang mudah dan kurang spesifik atau tidak ada tujuan sama sekali. Pada saat yang sama, seseorang juga harus memiliki kemampuan yang cukup dalam menerima tujuan yang ditetapkan dan menerima umpan balik yang berkaitan dengan kinerja (Lunenburg, 2011).

(2)

Goal setting theory juga merupakan bagian dari teori motivasi. Teori ini menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tujuan tinggi akan mempengaruhi kinerja manajerial. Adanya tujuan individu menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukannya, semakin tinggi komitmen karyawan terhadap tujuannya akan mendorong karyawan tersebut untuk melakukan usaha yang lebih keras dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut Lunenburg (2011) tujuan memiliki pengaruh yang luas pada perilaku karyawan dan kinerja dalam organisasi dan praktik manajemen.

Locke dan Latham (2002) menyatakan bahwa sebuah tujuan agar efektif, dibutuhkan ringkasan umpan balik yang mengungkapkan kemajuan manajer dalam mencapai tujuan. Jika mereka tidak tahu bagaimana kemajuannya, akan sulit bagi mereka untuk menyesuaikan tingkat atau arah usaha dalam menyesuaikan strategi kinerja untuk mencocokkan apa yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Dalam penetapan tujuan juga diperlukan keterlibatan dalam perencanaan untuk mengembangkan strategi yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan. Adanya partisipasi dalam penetapan tujuan audit akan menciptakan pertukaran informasi yang memungkinkan pegawai untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai tujuan audit sehingga nantinya dapat mengurangi ambiguitas dalam melakukan pekerjaan mereka.

2.2. Teori Sikap dan Perilaku

Teori sikap dan perilaku dikembangkan oleh Triandis (1971), menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh sikap, aturan-aturan sosial dan kebiasaan. Sikap

(3)

terdiri dari komponen kognitif yaitu keyakinan, komponen afektif yaitu suka atau tidak suka, berkaitan dengan apa yang dirasakan dan komponen perilaku yaitu bagaimana seorang ingin berperilaku terhadap sikap. Robbins (2003) menyatakan bahwa sikap adalah pernyataan evaluatif, baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang obyek, orang, atau peristiwa.Khikmah (2005) menyatakan bahwa sikap memberikan pemahaman tentang tendensi atau kecenderungan untuk bereaksi. Sikap bukan perilaku tetapi lebih pada kesiapan untuk menampilkan suatu perilaku, sehingga berfungsi mengarahkan dan memberikan pedoman bagi perilaku.

Triandis (1971) menegaskan bahwa model perilaku interpersonal yang lebih komprehensif dengan menyatakan faktor-faktor sosial, perasaan dan konsekuensi dirasakan akan mempengaruhi tujuan perilaku. Teori ini berusaha menjelaskan mengenai aspek perilaku manusia dalam suatu organisasi, khususnya pada akuntan publik atau auditor yaitu dengan meneliti bagaimana sikap auditor mengenai profesionalisme, independensi yang akan mempengaruhi kinerja auditor dengan tingkat komitmen organisasi yang berbeda-beda diantara auditor.

2.3. Profesionalisme

Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. “Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak” (Kalbers dan Fogarty, 1995). Profesionalisme yang dimiliki auditor menjadi begitu penting untuk diterapkan dalam melakukan pemeriksaan karena akan memberi pengaruh pada peningkatan

(4)

kinerja auditor. Harapan masyarakat terhadap tuntutan transparansi dan akuntabilitas akan terpenuhi jika auditor dapat menjalankan profesionalisme sehingga masyarakat dapat menilai kinerja auditor (Gautama dan Arfan, 2010). Hardjana (2002) memberikan pengertian bahwa seorang profesional adalah orang yang menjalani profesi sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Dalam hal ini, seorang profesional dipercaya dan dapat diandalkan dalam melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat berjalan lancar, baik dan mendatangkan hasil yang diharapkan.

Kalbers dan Fogarty (1995) menyatakan bahwa terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

a) Pengabdian pada profesi

Hal ini dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.

(5)

Merupakan suatu pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c) Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

d) Keyakinan pada profesi

Merupakan suatu keyakinan bahwa yang palingberwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka. e) Hubungan dengan sesama profesi

Yang dimaksud adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional membangun kesadaran profesional.

2.4. Independensi

Independensi merupakan suatu tindakan baik sikap perbuatan atau mental auditor dalam sepanjang pelaksanaan audit dimana auditor dapat memposisikan dirinya dengan auditeenya secara tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap hasil auditnya. Independen berarti

(6)

akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik (Christiawan, 2002).

Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. The CPA Handbook E.B. Wilcox menyatakan bahwa independensi merupakan suatu standar auditing yang penting, karena opini akuntan independen bertujuan untuk menambah kredibilitas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Jika akuntan tersebut tidak independen terhadap kliennya, maka opininya tidak akan memberikan tambahan apapun (Mautz danSharaf, 1993). Auditor secara intelektual harus jujur, bebas dari kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai kepentingan dengan klien, baik terhadap manajemen maupun pemilik (IAI, 2013: Seksi 220).

Carrey dan Mautz (1961) menyatakan bahwa independensi akuntan publik dari segi integritas dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan meliputi:

1) Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini merupakan bagian integritas profesional.

2) Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi

(7)

juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk menilai mutu jasa audit.

2.5. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasional didefinisikan oleh Durkin dan Bennet (1999) sebagai perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut. Luthans (2006:249) menyatakan bahwa komitmen organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya. Lebih lanjut sikap loyalitas ini diindikasikan dengan tiga hal, yaitu: (1) keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya; (2) kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasinya; (3) keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Komitmen organisasional akan membuat pekerja memberikan yang terbaik kepada organisasi tempat dia bekerja. Pekerja dengan komitmen yang tinggi akan lebih berorientasi pada kerja. Pekerja yang memiliki komitmen organisasional tinggi akan cenderung senang membantu dan dapat bekerjasama.

(8)

Curtis dan Wright (2001) mengemukakan bahwa komitmen didefinisikan sebagai kekuatan identifikasi individu yang berada dalam sebuah organisasi. Jika seseorang memiliki komitmen untuk organisasi, ia akan memiliki identifikasi yang kuat dengan organisasi, memiliki nilai-nilai keanggotaan, setuju dengan tujuan dan sistem nilai, kemungkinan akan tetap di dalamnya, dan akhirnya, siap untuk bekerja keras demi organisasinya.

John dan Taylor (1999); Allen dan Meyer (1991); Sopiah (2008) mengemukakan suatu model anteseden (faktor-faktor yang mendahului) dari komitmen organisasional yaitu:

1) Karakteristik Pribadi

Beberapa karakteristik pribadi dianggap memiliki hubungan dengan komitmen organisasional yaitu usia dan masa kerja, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan jenis kelamin.

2) Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik pekerjaan merupakan posisi pekerjaan, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan peran, self-employment, otonomi, jam kerja, tantangan dalam pekerjaan, serta tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3) Pengalaman Kerja

Pengalaman kerja dipandang sebagai suatu kekuatan sosialisasi utama yang mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan ikatan psikologis dengan organisasi.

(9)

Karakteristik struktural adalah karakteristik yang dikembangkan untuk meningkatkan komitmen individu kepada organisasi, meliputi kemajuan karir dan peluang promosi di masa yang akan datang, besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

Tett dan Meyer (1993); Meyer et al. (1993); Karakus dan Aslan (2008); Luthans (2008:249); Aydogdu dan Asikgil (2011) mengemukakan tiga dimensi dari komitmen organisasi yaitu sebagai berikut:

1) Komitmen afektif (affective comitment)

Komitmen afektif adalah keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapan-harapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Komitmen afektif menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang berkeinginan melakukannya. Karyawan yang mempunyai komitmen afektif yang kuat tetap bekerja dengan organisasi karena mereka menginginkan untuk bekerja pada organisasi itu.

2) Komitmen berkelanjutan (continuance commitment)

Komitmen berkelanjutan merupakan komitmen karyawan yang didasarkan pada pertimbangan apa yang harus dikorbankan bila meninggalkan organisasi atau kerugian yang akan diperoleh karyawan jika tidak

(10)

melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko tinggi karena karyawan merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari gantinya. Karyawan yang mempunyai komitmen berkelanjutan yang tinggi akan berada dalam organisasi karena mereka memang membutuhkan untuk bekerja pada organisasi itu.

3) Komitmen normatif (normative commiment)

Komitmen normatif merupakan komitmen karyawan terhadap organisasinya karena kewajibannya untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis, atau dengan kata lain keyakinan yang dimiliki karyawan tentang tanggung jawabnya terhadap organisasi. Tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Komitmen ini berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam organisasi karena merasa wajib atau sudah seharusnya untuk loyal kepada organisasi tersebut.

2.6. Kinerja Auditor

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang), yaitu hasil kerja secara kualitas

(11)

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. Kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Mangkunegara, 2005:15). Pengertian kinerja auditor menurut Mulyadi dan Kanaka (1998:116) adalah auditor yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan. Kalbers dan Forgarty (1995) mengemukakan bahwa kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti mendefinisikan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepada auditor tersebut atas dasar kecakapan, pengalaman dan ketepatan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas dan ketepatan waktu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar) dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah

(12)

hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan (Trisnaningsih, 2007).

2.7. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Akbar, dkk (2015) pada KAP yang terdaftar di Bandung dimana penelitian tersebut menggunakan data primer berupa kuesioner. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan hasil yang diperoleh bahwa independensi, profesionalisme berpengaruh positif terhadap kinerja auditor baik secara parsial maupun simultan. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Akbar, dkk. adalah terletak pada objek penelitian. Di mana objek penelitian Akbar, dkk yaitu pengaruh independensi dan profesionalisme terhadap kinerja auditor, sedangkan objek penelitian yang dilakukan peneliti adalah pengaruh profesionalisme, independensi terhadap kinerja auditor yang dimoderasi komitmen organisasi.

Selanjutnya Cahyasumirat (2006) melakukan penelitian pada internal auditor PT Bank ABC dengan menggunakan data primer berupa kuesioner yang menunjukkan hasil bahwa variabel profesionalisme dan komitmen organisasi tidak mempengaruhi kinerja internal auditor. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Cahyasumirat adalah sama-sama meneliti kinerja auditor. Tetapi perbedaannya terlihat jelas pada beberapa objek penelitiannya, dimana Cahyasumirat menggunakan objek profesionalisme, komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja internal auditor sedangkan objek penelitian ini adalah

(13)

profesionalisme, independensi, kinerja auditor eksternal dan komitmen organisasi.

Selanjutnya dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Trisnaningsih (2007) dengan sampel sebanyak 510 auditor yang terdapat pada 53 KAP, dimana pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling dan analisis data penelitian menggunakan SEM (Structural Equation Model) dengan program AMOS menunjukkan hasil bahwa 1) pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, melainkan berpengaruh tidak langsung melalui independensi auditor. 2) gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, tetapi komitmen organisasi bukan merupakan intervening variabel dalam hubungan antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja auditor. 3) Budaya organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor, namun secara tidak langsung komitmen organisasi memediasi hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja auditor. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Trisnaningsih adalah menggunakan variabel terikat yang sama yaitu kinerja auditor. Perbedaannya terletak pada jenis variabel komitmen organisasi dalam model penelitian, dimana pada penelitian Trisnaningsih menggunakan komitmen organisasi sebagai variabel mediasisedangkan pada model penelitian yang dilakukan oleh peneliti, komitmen organisasi berperan sebagai variabel moderasi.

Penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Aryani, dkk (2015) pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali menggunakan metode kuesioner dengan mengambil responden sebanyak 55 responden dan analisis data menggunakan regresi linier

(14)

berganda yang menunjukkan hasil bahwa independensi, komitmen organisasi dan etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Penelitian Aryani, dkk (2015) memiliki kesamaan dengan penelitian ini dalam hal mengukur kinerja auditor sedangkan perbedaannya terletak pada penggunaan variabel moderasi berupa komitmen organisasi pada penelitian ini, sedangkan pada penelitian Aryani, dkk (2015) variabel komitmen organisasi digunakan sebagai variabel prediktor atau variabel bebas.

Selanjutnya dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Safitri (2014) menggunakan metode kuesioner dengan mengambil responden sebanyak 90 auditor pada Kantor Akuntan Publik di Pekanbaru, Batam dan Medan dan analisis data dilakukan melalui analisis jalur (Path Analysis) menunjukkan hasil bahwa 1) Independensi auditor berpengaruh signifikan terhadap komitmen organisasi, 2) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Komitmen Organisasi, 3) Independensi Auditor tidak berpengaruh dantidak signifikan terhadap kinerja auditor, 4) Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, 5) Komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor, 6) Komitmen mampu dijadikan variabel intervening untuk pengaruh variabel independensi terhadap kinerja auditor, 7) Komitmen tidak mampu dijadikan variabel intervening untuk pengaruh variabel independensi terhadap kinerja auditor. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Safitri (2014) terletak pada dimensi waktu dan penggunaan variabel komitmen organisasi dimana penelitian oleh Safitri (2014) menggunakan variabel intervening sedangkan pada penelitian ini komitmen organisasi digunakan sebagai variabel pemoderasi.

(15)

Putri dan Suputra (2013) melakukan penelitian pada Kantor Akuntan publik di Bali dengan menggunakan data primer berupa kuesioner dan analisis data menggunakan regresi linier berganda dengan menunjukkan hasil bahwa independensi, profesionalisme dan etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Persamaan antara penelitian Putri dan Suputra (2013) dengan penelitian ini terletak pada penggunaan variabel independensi, profesionalisme dan kinerja auditor. Sedangkan perbedaannya terletak pada dimensi waktu dan penggunaan variabel pemoderasi berupa komitmen organisasi.

(16)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, DESAIN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan mengenai kerangka berpikir, konsep penelitian serta menjelaskan mengenai hipotesis penelitian. Peranan kerangka berpikir berguna agar peneliti mampu menyelesaikan penelitian ini secara sistematis. Berdasarkan kerangka berpikir, peneliti lalu menyusun konsep penelitian yang merupakan hubungan logis antara kajian teoritis dan empiris. Kemudian peneliti menyusun hipotesis

3.1. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah hasil dan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun berdasarkan kajian teori serta kajian empiris yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Kerangka berpikir dalam penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia selalu berdasarkan suatu motivasi dan minat tertentu, yang nantinya akan mempengaruhi kinerja individu tersebut. Teori utama atau grand theory berupa teori penetapan tujuan, dan teori perilaku dan sikap. Teori pendukung (supporting theory) dalam penelitian ini antara lain profesionalisme, independensi, komitmen organisasi, dan kinerja auditor. Kajian empiris yang digunakan dalam penelitian ini berupa beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penelitian yang menjadi pedoman kajian empiris antara lain penelitian dari Akbar, dkk (2015), Cahyasumirat (2006), Trisnaningsih (2001), Aryani, dkk (2015), , Safitri (2014), Putri dan Suputra (2013). Dalam penelitian ini, kajian teori dan

(17)

kajian empiris digunakan untuk mengembangkan rumusan masalah dimana apabila telah tersusun maka dapat dilanjutkan dengan mengembangkan jawaban sementara atau hipotesis. Apabila telah memiliki hipotesis maka peneliti melanjutkan dengan melakukan uji statistik MRA agar memperoleh hasil dari penelitian yang kemudian akan ditarik kesimpulan dan memberi saran secara menyeluruh mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Kerangka berpikir pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1

(18)

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir, kemudian disusun konsep yang menjelaskan hubungan antar variabel antar variabel dalam penelitian ini. Konsep penelitian ini merupakan hubungan logis dari kajian teoritis dan kajian empiris yang telah dijelaskan pada kajian pustaka. Konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.2.

3.3 Hipotesis Penelitian

3.3.1 Pengaruh Profesionalisme Pada Kinerja Auditor

Pada penelitian ini diuji hubungan antara profesionalisme dengan kinerja auditor. Hubungan tersebut didasarkan pada keyakinan seseorang pada profesi auditor akan mencerminkan suatu sikap profesionalisme dalam bekerja yang dapat memotivasi auditor dalam meningkatkan kinerja. Keyakinan tersebut sesuai dengan teori sikap dan perilaku yang menyatakan bahwa sikap merupakan suatu pernyataan evaluatif terhadap kondisi yang sedang dialami yang tentu akan memberikan kecenderungan untuk bereaksi atau berperilaku baik positif maupun negatif. Adanya keyakinan pada profesi tersebut memberikan motivasi bagi

(19)

auditor untuk memberikan hasil pekerjaan serta pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rahmawati (1997) dan Cahyasumirat (2006) juga menyatakan bahwa hubungan dengan sesama profesi berpengaruh terhadap kinerja auditor. Berdasarkan pemikiran diatas, maka hipotesis alternatif sebagai berikut:

H1 : Profesionalisme berpengaruh positif pada kinerja auditor

3.3.2. Pengaruh Independensi Pada Kinerja Auditor

Teori sikap dan perilaku mendefinisikan sikap mampu memberikan pemahaman tentang tendensi atau kecenderungan seseorang untuk bereaksi atau merespon suatu kondisi. Sikap bukan merupakan perilaku tetapi lebih pada kesiapan untuk menampilkan suatu perilaku, sehingga berfungsi mengarahkan dan memberikan pedoman dalam berperilaku. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Bhagat dan Black (2001) menyatakan bahwa suatu perusahaan dengan pimpinan yang independen tidak selalu berarti kinerja perusahaan menjadi lebih baik daripada perusahaan yang lain. Independensi merupakan aspek penting bagi profesionalisme akuntan khususnya dalam membentuk integritas pribadi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena pelayanan jasa akuntan sangat dipengaruhi oleh kepercayaan klien maupun publik secara luas dengan berbagai macam kepentingan yang berbeda. Seorang auditor yang memiliki independensi tinggi

(20)

maka kinerjanya akan menjadi lebih baik. Berdasarkan pemikiran diatas, maka hipotesis alternatif sebagai berikut:

H2 : Independensi berpengaruh positif pada kinerja auditor.

3.3.3. Pengaruh Interaksi Komitmen Organisasi dengan Profesionalisme Pada Kinerja Auditor

Komitmen organisasi didefinisikan oleh Durkin dan Bennet (1999) sebagai perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut. Teori penetapan tujuan (goal setting theory) menyatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan secara spesifik dan dapat diterima oleh seseorang maka orang tersebut akan menunjukkan motivasi dalam memenuhi pencapaian yang telah ditentukan. Luthans (2006:249) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kinerja, kesuksesan dan kebaikan bagi organisasinya.

Pada dasarnya komitmen organisasi merupakan suatu hubungan antara anggota dengan organisasi, misalnya hubungan antara auditor dengan kantor dimana ia bekerja. Hubungan yang baik akan timbul apabila auditor memiliki kesetiaan dan mampu mengidentifikasi dirinya terhadap organisasi.

Berdasarkan pemikiran diatas, makahipotesis alternatif sebagai berikut:

H3 : Komitmen organisasi memperkuat pengaruh profesionalisme pada

(21)

3.3.4. Pengaruh Interaksi Komitmen Organisasi dengan Independensi Pada Kinerja Auditor

Teori sikap dan perilaku menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh sikap, aturan-aturan sosial dan kebiasaan. Auditor yang berperilaku independen dalam melakukan pekerjaan audit dilandasi oleh aturan-aturan standar audit yang mengharuskan seorang auditor untuk memiliki sikap independensi. Berdasarkan sikap tersebut auditor akan cenderung tidak mudah dipengaruhi serta tidak memihak kepentingan siapapun.

Curtis dan Wright (2001) mengemukakan bahwa komitmen didefinisikan sebagai kekuatan identifikasi individu yang berada dalam sebuah organisasi. Jika seseorang memiliki komitmen untuk organisasi, ia akan memiliki identifikasi yang kuat dengan organisasi, memiliki nilai-nilai keanggotaan, setuju dengan tujuan dan sistem nilai, kemungkinan akan tetap di dalamnya, dan akhirnya, siap untuk bekerja keras demi organisasinya. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori penetapan tujuan (goal setting theory) dimana apabila seorang auditor yang memiliki komitmen organisasi yang kuat tentu auditor tersebut akan berpartisipasi dalam proses penetapan tujuan. Partisipasi tersebut akan berdampak pada kerja keras yang akan dilakukan demi tujuan dari organisasi tercapai.

Keberadaan akuntan publik sebagai suatu profesi tidak dapat dipisahkan dari karakteristik independensinya. Akuntan publik selalu dianggap orang yang harus independen. Seorang auditor yang dinilai memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan bekerja keras dalam mencapai ataupun menyelesaikan tugasnya sebagai seorang auditor. Dimana tugas seorang auditor wajib untuk bersikap

(22)

independen dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kinerja dari profesi akuntan publik akan ditentukan oleh independensinya.

Berdasarkan pemikiran diatas, maka hipotesis alternatif sebagai berikut:

H4 : Komitmen organisasi memperkuat pengaruh independensi pada kinerja

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara sebelum dan setelah diberikan teknik Effleurage dan Abdominal Lifting pada 27 responden yang mengalami

Pendidikan juga dapat memengaruhi pengetahuan yang terjadi di dalam diri konsumen muslim Ms Glow, pendidikan formal maupun informal yang terjadi pada salah satu konsumen

Asas Umum Pemerintahan yang baik sesuai Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme

Sementara itu imigran ilegal yang berpendidikan menengah, memiliki motif karena keadaak negara yang tidak kondusif, negara yang terjadi peperangan sehingga mereka

Tujuan dan Manfaat dari penelitian ini adalah menerapkan sistem penilaian ujian essay secara otomatis berbasis web secara online menggunakan metode GLSA, menghasilkan

BAB III (Pembahasan) berisi tentang manajemen operasional wisatawan mancanegara dalam kegiatan cruise lines yang ditangani oleh tim Cruise Asia by Desination Asia Indonesia

Hasil multivariat menunjukkan ada pengaruh antara pengetahuan dengan kepatuhan diet hipertensi dengan nilai P value 0,011 dan responden dengan pengetahuan rendah

47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dapat menjadi dasar kebijaksanaan dalam upaya menjaga pemanfaatan dan pengelolaan danau dan waduk yang tetap