• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Persepsi merupakan proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti dari dunia ini (Kotler, 2000). Persepsi setiap orang terhadap suatu obyek akan berbeda-beda, oleh karena itu persepsi mempunyai sifat subyektif. Persepsi yang dibentuk seseorang akan mempengaruhi memorinya. Persepsi terhadap mutu pelayanan akan mencerminkan kepuasan pasien yang terbentuk dari interaksi antara pasien dan petugas kesehatan. Kepuasan diartikan sebagai tingkat perasaaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakan dengan harapannya. Kepuasan pasien merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mengevaluasi mutu pelayanan rumah sakit (Suprapto,2001).

Mutu pelayanan rumah sakit erat kaitannya dengan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Kondisi masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering yang dialami masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Masyarakat semakin kritis dan berani mengajukan tuntutan, keinginan, dan aspirasinya. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pelanggan, organisasi rumah sakit harus melakukan empat hal sebagai berikut: (1) mengidentifikasi siapa pelanggannya, (2) memahami tingkat harapan pelanggan atas kualitas pelayanan, (3) memahami strategi kualitas layanan pelanggan, (4) memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan (Tjiptono, 2008).

Kualitas jasa atau kualitas pelayanan didefinisikan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2003). Menurut

(2)

Azwar (2000), ukuran pelayanan kesehatan yang bermutu pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai hubungan dokter-pasien (doctor-patient relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan memilih (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektivitas pelayanan (effectiveness) dan keamanan tindakan (safety). Kualitas pelayanan adalah tingkat perbandingan antara harapan pasien dengan persepsi mereka. Untuk menjamin adanya kualitas pelayanan yang baik adalah dengan memenuhi harapan pasien dari sebuah pelayanan (Zeithaml et al, 2000).

Tuberkulosis (TB) merupakan kedaruratan global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. (WHO, 2009). Kunci keberhasilan pengobatan TB salah satunya adalah kepatuhan penderita. Kemungkinan ketidakpatuhan penderita selama pengobatan TB sangatlah besar. Ketidakpatuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah faktor penderita, pelayanan kesehatan, obat, dan faktor lingkungan (Aditama, 2002). Oleh karena itu perlu peran aktif tenaga kesehatan dan penderita sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai.

Pelayanan kesehatan pada pasien TB sangat penting karena akan berpengaruh pada pengobatan yang dilakukan. Adanya kemungkinan pengobatan yang gagal ataupun putus obat, maka dibutuhkan kondisi dimana pasien TB dapat merasakan kenyamanan dalam pengobatannya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan maka pasien akan membandingkan jasa yang diterima dengan yang diharapkan, jika mendapatkan jasa sesuai bahkan lebih dari yang diharapkan, maka mutu pelayanan kesehatan dapat dipersepsikan baik oleh pasien (Supranto, 2001).

Adanya kemungkinan pengobatan yang gagal ataupun putus obat akibat dari ketidak patuhan pasien, maka dibutuhkan kondisi dimana pasien TB dapat merasakan kenyamanan dalam pengobatannya maka untuk mendapatan gambaran apakah pelayanan kesehatan sebagai suatu standar yang dapat diterima dan mendukung usaha untuk perbaikan mutu dan mendukung partisipasi pasien

(3)

yang lebih besar dalam pelayanan kesehatan dibutuhkan usaha untuk mengukur kepuasan pasien dan pengalaman dalam suatu rumah sakit umum (Draper et al, 2001). Pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dalam Fandy Tjiptono (1996) terdapat beberapa metode, antara lain: Sistem Keluhan dan Saran, Survey Kepuasan Pelanggan, Ghost Shopping, Lost Customer Analysis.

WHO telah mengembangkan suatu instrumen untuk mengukur suatu kualitas pelayanan yang dispesifikkan ke dalam detail jenis penyakitnya, beberapa diantaranya adalah penyakit kronis, termasuk TB yang mulai dikembangkan di negara-negara seperti Kenya, Malawi, dan Uganda, namun masih jarang digunakan di komunitas TB lainnya atau di Negara lainnya. Instrumen ini dikenal dengan QUOTE-TB (Quality of Care as seen through the Eyes of the Patient) untuk mengukur performance pelayanan TB dari perspektif pasien pada sarana/fasilitas kesehatan dan untuk menfokuskan intervensi perbaikan kualitas pada level yang berbeda dari pelayanan kesehatan. Aplikasi QUOTE-TB pada level fasilitas/sarana kesehatan bertujuan untuk mengidentifikasi pengalaman pasien dari performance pelayanan TB dan untuk memilih aspek aspek yang membutuhkan perbaikan dari perspektif pasien (WHO, 2009).

Studi Girange dan Festenstein (1993) serta Jaramillo (1999) menunjukkan bahwa perspektif pasien sering tidak dipertimbangkan pada program pengendalian TB. Perspektif pasien merupakan unsur penting dalam perencanaan dan pembentukan program TB yang di dalamnya mencakup desentralisasi, integrasi pengobatan TB dengan layanan lainnya serta evaluasi program dengan pendekatan diagnostik (Needham dan Bowman, 2004). Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan instrumen ini untuk menilai persepsi pasien TB terhadap pelayanan TB yang telah diterimanya di sarana pelayanan kesehatan salah satunya rumah sakit.

Di Indonesia TB masih menjadi masalah yang cukup besar, dari data WHO Tahun 2010 angka insidensi semua tipe TB, 450.000 kasus atau 189 per 100.000 penduduk, angka prevalensi semua tipe TB, 690.000 atau 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian TB, 64.000 atau 27 per 100.000 penduduk atau 175 orang per hari (WHO, 2010). Penderita TB terus meningkat karena setiap

(4)

satu penderita TB menular (BTA positif) akan mentransmisikan kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya, sehingga perlu adanya upaya penanggulangan secara optimal, terpadu dan menyeluruh (Umar, 2002). Untuk menanggulangi masalah TB di Indonesia, strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO dan Bank Dunia, harus diekspansi dan diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait (Depkes RI, 2007).

Pada awal tahun 1995 WHO telah merekomendasikan DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) sebagai strategi dalam penanggulangan TB. Strategi DOTS telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective), yang terdiri dari 5 komponen kunci yaitu: (1) Komitmen politis, (2) Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, (3) Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan, (4) Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu, (5) Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

Pengembangan strategi DOTS sampai dengan tahun 2010 telah dilaksanakan di seluruh provinsi (33 provinsi) pada 502 kabupaten/ kota yang ada. Pada sarana fasilitas kesehatan secara kuantitatif strategi DOTS telah dilaksanakan di Puskesmas (96%) dan di rumah sakit (40%) baik rumah sakit pemerintah, swasta, BUMN, TNI-POLRI, BBKPM/BKPM dan RSTP (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan Riskesda tahun 2010, rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang paling sering dimanfaatkan penderita TB baik untuk pemeriksaan dahak dan foto paru dibanding Puskesmas dan praktek dokter (Riskesdas, 2010). Menurut Depkes RI (2008), rumah sakit memiliki potensi besar dalam penemuan pasien tuberkulosis (case finding). Namun jika dibandingkan dengan puskesmas, rumah sakit memilki kesulitan dalam menjaga keteraturan dan keberlangsungan pengobatan pasien (case holding). Permasalahan yang utama dalam memperluas sistem jaringan DOTS di rumah sakit adalah mutu pelayanan DOTS yang rendah sehingga mengakibatkan tingginya angka putus berobat dan rendahnya keberhasilan pengobatan. Pemusatan perhatian pada kinerja pelayanan DOTS di

(5)

rumah sakit sangatlah relevan untuk menekan dan menurunkan kejadian resistensi terhadap obat TB.

Mengukur kualitas pelayanan rumah sakit merupakan hal sulit dan banyak masalah dalam teknologi informasi, jika mungkin data tersedia namun masih dalam bentuk data adminstratif/manual dan tidak berkaitan, sehingga kualitas pelayanan RS menjadi buruk. Kurangnya sumber daya manusia dan fasilitas yang kurang memadai untuk melakukan pelayanan rumah sakit yang berkualitas, khususnya untuk penyakit TB yang tergolong banyak penderitanya tidak mencerminkan kesuksesan program DOTS. Melainkan kurangnya dana dan koordinasi sumber daya. Situasi ini diperparah dengan tingginya prevalensi HIV-AIDS di penderita TB dewasa (Hongoro et al., 2005)

Rumah sakit adalah suatu institusi penyelenggara pelayanan kesehatan yang merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah (Trisnantoro, 2000). Hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan dari para pemakai jasa pelayanan kesehatan atau pasien yang memandang bahwa rumah sakit harus lebih mampu dalam hal pemberian pelayanan medik dalam upaya penyembuhan dan pemulihan yang berkualitas, cepat tanggap atas keluhan serta penyediaan pelayanan kesehatan yang nyaman (Ristrini, 2005).

Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir adalah RSUD Tipe C sebagai pusat rujukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir, yang memiliki fasilitas pelayanan umum dan spesialis, Instalasi rawat inap dan rawat jalan, instalasi kamar operasi, laboratorium, gizi, farmasi. Jumlah tempat tidur yang dimiliki berjumlah 204 TT. RSUD Kayuagung termasuk salah satu rumah sakit yang telah ikut dalam program strategi DOTS sejak tahun 2000. Jumlah Pasien TB yang dilayani di RSUD Kayuagung dari tahun 2010-2012 cenderung terjadi penurunan, dapat dilihat pada table berikut

(6)

Tabel 1. Data pasien TB RSUD Kayuagung Tahun 2010 2011 2012 Jumlah Kunjungan 1527 1425 1223 Kasus Baru 1120 1235 1095 Angka Kesembuhan(%) 23 17,4 26,8 Kambuh 13,2 16,7 19,3 Meninggal 0,5 1,3 2 Drop Out 10 8,5 8

Dengan menurunnya jumlah kunjungan pasien TB di RSUD Kayuagung tentu perlu diketahui karakteristik pengguna jasa pelayanan dan hubungannya dengan persepsi mereka terhadap kualitas pelayanan yang selama ini telah diberikan. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi dasar evaluasi kualitas pelayanan RSUD Kayuagung kedepannya.

TB merupakan penyakit kronik yang membutuhkan kunjungan yang lama dan berkesinambungan pada sebuah fasilitas kesehatan, kecenderungan untuk pasien tidak mematuhi aturan berobat cukup besar yang dapat menyebabkan pasien drop out. Untuk memperbaiki kesinambungan pengobatan TB, penting mengetahui persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan, karena itu diperlukan pengukuran kualitas pelayanan.

(7)

B. Rumusan Masalah

Evaluasi tentang kualitas pelayanan TB dirumah sakit yang ditinjau dari persepsi pasien masih dirasa kurang, oleh karenanya peneliti ingin mengemukakan masalah :

Bagaimana kualitas pelayanan TB dirumah sakit berdasarkan persepsi pasien?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum :

Untuk mendeskripsikan persepsi pasien terhadap pelayanan TB di RSUD Kayuagung Ogan Komering Ilir.

2. Tujuan khusus

a. Mengukur importance kualitas pelayanan TB di RSUD Kayuagung Ogan Komering Ilir.

b. Mengukur performance kualitas pelayanan TB di RSUD Kayuagung Ogan Komering Ilir

c. Mengukur quality impact dari hasil performance dan importance

D. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan rumah sakit untuk mengevaluasi jam buka pelayanan untuk pasien TB.

2. Hasil penelitian dapat digunakan petugas pelayanan untuk memperbaiki penyampaian informasi tentang TB kepada pasien agar lebih efektif dan efisien.

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat, sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan TB dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat sehingga akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan khususnya TB pada masyarakat.

(8)

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan TB dengan strategi DOTS sebelumnya telah dilakukan oleh

1. Farsida (2011), Kualitas Layanan Tuberkulosis ditinjau dari sudut pandang pasien dirumah sakit pemerintah dan swasta di Jakarta Utara, Tesis S2 MMR UGM.

2. Davidson, et al (1999) Patient Satisfaction With Care at Directly Observed Therapy Programs for Tuberculosis in New York City. Penelitian ini mengukur kepuasan pasien yang diterapi dengan strategi DOTS di kota New York. Kepuasan yang diukur berdasarkan kepuasan kepada provider pemberi pelayanan seperti dokter, perawat, pekerja sosial, rujukan dan peer group. Level importance yang diukur melalui transportasi, dukungan makanan, voucher makanan, sedangkan uji penelitian ini menggunakan uji chi-square.

3. Ghanis (2013), Persepsi Pasien Terhadapa Kualitas Pelayanan TB di RSUD Serang dan RS Citra Medika Ciruas Provinsi Banten. Tesis S2 MMR UGM 4. Eticha, et.al. (2014), Patients’ perspectives of the quality of tuberculosis

treatment service in South Ethiopia. American Journal of Nursing Science Pada penelitian yang akan saya lakukan terdapat perbedaan, antara lain:

Lokasi penelitian, dilakukan di Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan, dimana penelitian sebelumnya dilakukan di Jakarta dan Banten yang sangat berbeda dengan wilayah Palembang dari tingkat kepadatan penduduk, adat istiadat , kebiasaan sosial budaya dll, sehingga akan mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Penelitian sebelumnya membandingkan antara Rumah Sakit Swasta dan Pemerintah, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan adalah pada satu Rumah Sakit Umum Daerah milik pemerintah.

Gambar

Tabel 1. Data pasien TB RSUD Kayuagung      Tahun     2010  2011  2012  Jumlah Kunjungan   1527  1425  1223  Kasus Baru  1120  1235  1095  Angka Kesembuhan(%)  23  17,4  26,8  Kambuh  13,2  16,7  19,3  Meninggal  0,5  1,3  2  Drop Out   10  8,5  8

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model dari riset operasi yaitu goal programming dapat diaplikasikan dalam menyelesaikan masalah pelayanan kesehatan (health service) dengan keadaan pasien

Mendapatkan gambaran kemampuan tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bidang kesehatan ditinjau dari segi rasio jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah

Alur pelayanan untuk pelayanan kesehatan khusus di Klinik Intan adalah pasien melakukan pendaftaran dan berobat ke BP Umum, jika pasien berasal dari komunitas berresiko maka

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Dinas Kesehatan Kota Padang dalam perbaikan pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas tenaga kesehatan dalam

Biaya pelayanan tindakan medik operatif pada pasien BPJS kesehatan tidak sesuai dengan tarif INA-DRG jika dilihat dari komponen biayanya maka biaya operasi khusus memiliki

Lebih lanjut Nie et al, (2008) menyatakan perlunya evaluasi bagaimana pelayanan kesehatan yang diterima, dan bagaimana sistem perawatan kesehatan terbaik agar

Pusat pelayanan kesehatan strata pertama, menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (kontinu)

dan/ atau jasa yang diproduksi, serta pelayanan yang maksimal kepada konsumen , sehingga konsumen akan mendapatkan jaminan kepastian hukum, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang