• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. namun apabila ditinjau dari perspektif emiten disebut cost of capital.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. namun apabila ditinjau dari perspektif emiten disebut cost of capital."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha dewasa ini yang semakin pesat memicu keahlian dan ketelitian investor dalam melakukan investasi. Beragam instrumen investasi ditawarkan kepada para investor, baik dalam bentuk saham, obligasi ataupun reksadana. Pada saat seorang investor menginvestasikan dananya mereka pasti mengharapkan pengembalian dari dana tersebut. Dana pengembalian yang diharapkan oleh investor apabila ditinjau dari perspektif investor disebut return, namun apabila ditinjau dari perspektif emiten disebut cost of capital.

Investasi merupakan mengorbankan dollar sekarang untuk dollar masa mendatang. Untuk mengambil keputusan investasi yang terbaik, seorang investor memerlukan proses investasi. Proses Investasi itu tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah, dalam proses tersebut ditunjukan bahwa bagaimana seharusnya seorang investor melakukan investasi dalam aset, yaitu aset apa yang akan dipilih, seberapa besar investasi tersebut, dan kapan investasi tersebut akan dilakukan (Sharpe, 2005:1).

Semakin beragam instrumen investasi yang ditawarkan kepada investor, maka investor harus memiliki informasi yang lebih banyak lagi untuk mendukung pengambilan keputusan investasinya. Informasi ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui resiko investasi yang dipilih. Untuk memperoleh tingkat return yang tinggi paling tidak seorang investor harus mengetahui informasi perusahaan dengan marketable securities (surat-surat berharga yang mudah diperdagangkan). Selain itu, informasi seputar sumber pendanaan perusahaan juga harus menjadi acuan investor sebelum melakukan investasi, hal ini disebabkan oleh perspektif perusahaan dimana Investor mengharapkan return dari cost of capital perusahaan

(2)

Investasi Obligasi adalah salah satu investasi yang diminati oleh investor. Hal ini disebabkan return yang bersifat tetap yang berasal dari bunga periodik dan pokok obligasi saat jatuh tempo. Apabila dibandingkan dengan instrument investasi lain seperti saham obligasi memiliki beberapa kelebihan. Pembayaran kupon obligasi akan lebih didahulukan dibanding dengan pembayaran deviden untuk para pemegang saham. Apabila dari pembayaran kupon tidak terdapat sisa untuk dividen, maka pemegang saham tidak akan mendapatkan keuntungan dari saham yang dimiliki (Maharti, 2011). Selain itu para pemegang obligasi juga otomatis menjadi pemilik hak pertama atas asset perusahaan apabila perusahaan mengalami likuidasi.

Menurut data dari Kementrian Keuangan pasar obligasi di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat saat ini. Hal ini dikemukakan oleh Asian Development Bank (ADB) yang menyebutkan bahwa pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan tercepat di kawasan Asia pada tahun 2013 dibanding Hongkong, China, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Berdasarkan catatan ADB, pasar obligasi Indonesia mengalami pertumbuhan hingga mencapai 6,8 persen pada akhir kuartal IV-2013, atau tumbuh 20,1 persen jika dibandingkan tahun 2012. Pasar obligasi Indonesia dapat tumbuh 20 persen meskipun pada tahun 2013 sedang terjadi gejolak dan ketidakpastian pada perekonomian global dikawasan Asia. Laporan ADB juga mencatat bahwa obligasi pemerintah mengalami pertumbuhan 7,9 persen pada kuartal IV-2013, atau tumbuh 20,9 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi 90 miliar dolar AS. Pertumbuhan obligasi pemerintah di Indonesia ini didukung oleh obligasi

(3)

pemerintah pusat yang terdiri dari Surat Perbendaharaan Negara dan obligasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, serta Sertifikat Bank Indonesia.

Perkembangan pasar obligasi di Indonesia juga telah merambah di beberapa sektor di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari rata-rata perusahaan manufaktur di Indonesia yang telah Go Public yang menerbitkan obligasi sebagi sumber pendanaanya. Menurut Christina, et al., (2010) Dengan semakin berkembangnya pasar obligasi di Indonesia akan mengakibatkan semakin pentingnya ketersediaan informasi bagi investor/kreditor untuk mengukur risiko investasi obligasi. Sedangkan sumber informasi untuk pasar obligasi ini masih dikatakan minim. Hal ini pun diungkapkan oleh Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D. Hadad saat diwawancarai oleh salah satu media mengenai kondisi pasar obligasi di Indonesia pada November sialm (Nugroho, 2014).

Minimnya informasi mengenai investasi obligasi menyebabkan resiko ketidakmampuan debitor untuk melunasi kewajiban obligasi kepada investorsemakin besar. Contohnya kasus di tahun 2009 terdapat beberapa fenomena obligasi yang gagal bayar pada perusahaan yang cukup tekenal. PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) yang perusahaan biasa dikenal sebagai operator Esia ini gagal bayar kupon obligasi (bunga surat utang) senilai Rp 218 miliar. Kupon tersebut merupakan bagian dari obligasi perseroan senilai Rp 3,8 triliun yang jatuh tempo Mei 2015. Seharusnya operator Esia itu membayar kewajibannya pada 7 November 2013 kemarin. Akibatnya, peringkat obligasi perseroan ini pun turun. Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings

(4)

menurunkan peringkat obligasi anak usaha Grup Bakrie ini dari C menjadi CC, seperti dikutip dalam berita pers detik.com, Jumat (8/11/2013).

Tujuan investor/kreditor mengetahui informasi seputar investasi obligasi adalah untuk mengukur resiko investasinya. Resiko ketidakmampuan emiten penerbit obligasi (debitor) membayar nilai pokok dan bunga pinjamannya merupakan resiko yang sangat besar bagi investor/kreditor, hal ini tentunya membuat keberadaan lembaga pemeringkat obligasi di Indonesia menjadi sangat penting dalam membantu investor melakukan estimasi atas resiko tidak terbayarnya pokok dan bunga obligasi (default risk). PT Pemeringkat Efek Indonesia atau yang lebih dikenal dengan istilah Pefindo merupakan salah satu pemeringkat obligasi domestik yang ada di Indonesia, tugas lembaga ini sama lembaga-lembaga pemeringkat obligasi internasional lain seperti Moody’s Investor Service (United State), Standard and Poor’s (United State) dan Fitch Ratings (London).

Lembaga pemeringkat obligasi merupakan lembaga yang memberikan informasi pemeringkat skala resiko, dimana salah satunya adalah sekuritas obligasi sebagai petunjuk sejauh mana keamanan suatu obligasi bagi investor (Nicko, 2011). Lembaga pemeringkat juga memberikan peringkat untuk setiap penerbitan obligasi agar kualitas kinerja obligasi dapat dipahami oleh pemodal, serta perusahaan yang mempunyai kinerja rendah dapat terlihat.

Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa Peringkat obligasi ini mencerminkan persepsi analisis dari kemungkinan perusahaan melunasi atau menyelesaikan pembayaran obligasinya dimasa mendatang. Lembaga

(5)

pemeringkat obligasi domestik di Indonesia yang diakui oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) selain PEFINDO adalah Fitch Rating Indonesia dan PT ICRA Indonesia. Selain informasi dari lembaga pemeringkat, informasi dari lembaga penilai juga amat sangat dibutuhkan untuk menilai kewajaran nilai dari sebuah investasi obligasi. IBPA (Indonesia Bonds Pricing Agency) adalah Lembaga Penilaian Harga Efek (LPHE) independen pertama dan satu-satunya di Indonesia yang fokus melakukan valuasi terhadap efek bersifat utang, sukuk dan efek lainnya di Indonesia. IBPA mendapatkan izin sebagai LPHE dari Bapepam-LK pada Agustus 2009 untuk melakukan penilaian dan penetapan harga pasar wajar (HPW) atas 492 seri jenis instrumen Efek bersifat utang dan Sukuk. Lembaga informasi obligasi lain yang baru-baru ini diluncurkan berupa indeks obligasi yang mengukur kinerja dan tren pergerakan pasar obligasi Indonesia adalah Indonesia Bond Indexes (INDOBeX), lembaga indeks obligasi satu-satunya di Indonesia ini diluncurkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bekerjasama dengan IBPA pada November 2014 silam (Nugroho, 2014). Peluncuran INDOBeX di Indonesia ini salah satu merupakan bukti dari minimnya sumber informasi investasi Obligasi selama ini.

Dalam pemberian peringkat baik terhadap obligasi maupun surat hutang lainnya yang diterbitkan oleh perusahaan di Indonesia, PEFINDO mensyaratkan laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit selama lima tahun terakhir dan sekurang-kurangnya selama dua tahun terakhir oleh KAP yang teregistrasi di Bapepam (Christina et al., 2010). Kualitas sebuah laporan keuangan dapat diukur melalui laba perusahaan tersebut. Laba bersih perusahaan yang terus mengalami

(6)

peningkatan mencerminkan bahwa kondisi investasi perusahaan tersebut memiliki prospek yang bagus. Namun akibat peraturan perpajakan dan akuntansi yang berbeda menyebabkan laba akuntansi dan laba pajak menjadi berbeda. Perbedaan ini dikenal dengan istilah book tax gap (Persada, 2010) atau book tax differences. Akibat adanya fenomena book tax differences ini, perusahaan berpeluang untuk melakukan manajemen laba demi kualitas laporan keuangan perusahaan.

Didalam perbedaan laba akuntansi dengan laba pajak terdapat informasi yang berkaitan dengan kualitas laba yang dapat membantu investor menentukan kualitas laba dan nilai perusahaan. (Tang, 2006). Kegiatan manajemen laba ini tentunya akan berdampak pada resiko default investasi obligasi. Hasil penelitian Crabtree dan Maher (2009) menyatakan bahwa perusahaan yang kan melakukan manajemen laba, akan memiliki persistensi laba yang rendah akibat laba telah menjadi objek manipulasi sehingga semakin meningkatkan resiko perusahaan tidak mampu membayar pokok dan bunga obligasi di masa depan. Hal ini tentunya akan menyebabkan lembaga pemeringkat memberikan memberikan peringkat obligasi yang rendah. Padahal peringkat obligasi yang rendah secara tidak langsung adalah merupakan sinyal resiko default yang besar.

Di dalam penelitian Hanlon (2005) dikatakan bahwa akuntansi keuangan mengklaim bahwa perbedaan antara laba akunatansi sebelum pajak dan laba sesudah pajak (laba fiskal) yang selanjutnya disebut sebagai book tax differences, dapat memberikan informasi tentang laba periode sekarang. Book tax differences dapat menggambarkan diskresi manajemen dalam proses akrual, diantaranya (i) rasio laba sebelum pajak dibagi laba sesudah pajak (laba fiskal) dapat mengukur

(7)

konservatisme akuntansi (Revsine et al, 1999 (dalam Hanlon 2005)); (ii) semakin besar selisih laba akuntansi dan laba fiskal mencerminkan “red-flag” (Palepu et al, (2003) (dalam Hanlon (2005); (iii) perbedaan laba kuntansi dan laba fiskal dapat mendeteksi adanya manipulasi core expenses (beban inti) (Hanlon 2005).

Book Tax Differences ini muncul akibat perbedaan kebijakan manajemen dalam mengumumkan laba. Sebenarnya kebijakan akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya, namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya (fungsi budgeter) akan tetapi sering kali digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesajahteraan dan lain- lain (fungsi mengatur) yang kadang – kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Adanya perbedaan antara laba sebelum pajak (book income) dengan penghasilan kena pajak (taxable income) ini mengidentifikasikan adanya praktik manajemen laba (Christine et al., 2010).

Book Tax Differences bisa terjadi akibat dari perbedaan temporer antara kebijakan perpajakan dan akuntansi dalam hal penetapan Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan ini menimbulkan konsekuensi pajak pada periode berjalan maupun periode yang akan datang, konsekuensi inilah yang diakui sebagai Pajak Tangguhan. Konsekuensi Pajak merupakan efek dari suatu transaksi atau kejadian terhadap Beban Pajak atau Pajak Penghasilan. Sebagaimana yang kita telah ketahui bahwa pendapatan pajak berperan penting dalam pendapatan

(8)

Negara di Indonesia. Maka dari itu ketentuan perpajakan tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan ketentuan keuangan. Book Tax Difference merupakan salah satu topik riset yang diteliti oleh periset pajak dan akuntansi kerena dianggap sebagai ukuran perencanaan pajak, tax avoidance, dan manajemen laba untuk tujuan pajak (Persada, et all, 2010).

Pengakuan suatu aktiva atau kewajiban didalam neraca merupakan suatu pernyataan bahwa perusahaan akan dapat memulihkan nilai tercatat aktiva tersebut atau akan melunasi nilai tercatat kewajiban terkait. Bila hal ini dikaitkan dengan ketentuan perpajakan dan PSAK No 46 (Akuntansi Pajak Penghasilan), Perusahaan diharuskan untuk mengakui adanya kewajiban atau aktiva pajak tangguhan, dengan beberapa pengecualian. PSAK No 46 mengharuskan perusahaan memperlakukan konsekuensi pajak dari suatu transaksi atau kejadian sama dengan cara perusahaan memperlakukan transaksi atau kejadian tersebut. Apabila efeknya diakui dalam laporan laba rugi maka konsekuensi pajaknya harus juga diakui di dalam laporan laba rugi tersebut. Apabila efeknya langsung dibebankan atau dikreditkan kepada rekening di neraca, maka konsekuensi pajaknya harus juga langsung dibebankan atau dikreditkan pada rekening neraca tersebut. Jumlah agregat pajak kini dan pajak tangguhan merupakan beban pajak yang pastinya diperhitungkan dalam Laporan Laba Rugi dan mempengaruhi Laba atau rugi yang disajikan.

Beberapa sumber literatur seperti Crabtree dan Maher (2009), Christina et al. (2010), Fitantri dan Asrori (2014), Fathony (2012), Puspita dan Christine (2012), Christina (2013) juga menggunakan Book Tax Difference ini dalam meneliti Peringkat Obligasi perusahaan. Variabel Book Tax Difference ini diproksikan dengan Pajak Tangguhan dan Rasio antara Laba Akuntansi dengan Laba Fiskal.

(9)

Masing-masing dari variabel ini kemudian diabagi lagi menjadi dua keadaan pembanding. Hal ini didasarkan pada penelitian Crabtree dan Maher (2009) yang menduga bahwa book-tax differences dalam jumlah besar dapat menjadi pertanda kualitas laba perusahaan yang rendah dan kemungkinan perusahaan akan melakukan off-balance sheet financing juga besar (Christina et al., 2010). Keadaan Book Tax Difference yang semakin besar atau Book Income > Taxable Income, dapat terjadi akibat Kewajiban Pajak Tangguhan (Positve Deffered Taxes) dan keadaan dimana Book Tax Difference semakin kecil atau Book Income < Taxable Income dapat terjadi akibat Aktiva Pajak Tangguhan (Negative Deffered Taxes).

Selain itu berdasarkan penelitian Lev dan Nissim (2004) menemukan bahwa perbandingan taxable income dengan book income dapat menjadi indikator kualitas laba yang lebih informatif untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba. Kualitas laba tentunya akan berpengaruh besar terhadap kemampuan perusahaan penerbit obligasi untuk membayar pokok dan bunga obligasi dimasa yang akan datang pada saat jatuh tempo.

Di dalam penelitian ini, Ukuran Perusahaan hadir sebagai variabel pengontrol antara hubungan Book Tax Differences dengan Peringkat Obligasi. Ukuran Perusahaan ini dapat menggambarkan besar asset suatu perusahaan. Makin besar Aset maka resiko default obligasi bisa jadi akan semakin kecil dan peringkat obligasi tentu berpeluang akan naik. Berbeda dengan penelitian Crabtree dan Maher (2009) dan Christina et al. (2010) yang menggunakan variabel pengontrol yang lebih banyak dan lebih kompleks dalam mengidentifikasikan hubungan Book Tax Differences terhadap Peringkat Obligasi ini. Hal ini didasarkan alasan Penulis yang baru pertama

(10)

kali melakukan penelitian. Namun walaupun demikian penelitian ini tetap memiliki ciri khas yaitu memiliki pengendali yang lebih khusus yaitu Ukuran Perusahaan.

Beberapa penelitian sejenis sebenarnya memiliki perbedaan, Crabtree dan Maher (2009) menggunakan data yang peringkat yang dikeluarkan oleh Moody’s Investor Service dan Standard and Poor’s Agency di Amerika Serikat, sedangkan penelitian Christina et al. (2010), Fitantri dan Asrori (2014), Fathony (2012), Puspita dan Christine (2012) dan, Christina (2013) menggunakan data peringkat yang dikeluarkan oleh PEFINDO. Bukan hanya perbedaan yang terdapat pada penelitian sejenis ini, namun juga ketidakkonsistenan hasil penelitian atau sering disebut gap research. Berdasarkan penelitian Christina et al. (2010) yang menggunakan variabel Large Positive and Negative Deffered Taxes (Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai positif dan negatif) dan Small and Large Tax to Book Ratio (Rasio Laba fiskal dan Laba Akuntansi yang besar dan kecil), menunjukan hasil bahwa Book Tax Differences yang bernilai positif dan besar tidak berpengaruh signifikan terhadap peringkat obligasi, sedangkan Book Tax Differences yang bernilai Negatif dan Besar berpengaruh Positif dan Signifikan terhadap Peringkat Obligasi. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Christna (2013) yang menunjukan bahwa Book Tax Difference yang bernilai positif dan besar lah yang berpengaruh signifikan. Pada penelitian Fathony (2012) dan Fitantri dan Asrori (2014) menunjukan bahwa Large Positif and Negatif Deffered Taxes memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Peringkat Obligasi. hal ini bertolak belakang dengan penelitian Crabtee and Maher (2009) dan Puspita Riani & Christine (2012) yang menunjukan Large

(11)

Positive and Negative Deffered Taxes tidak berpengaruh signifikan terhadap Peringkat Obligasi.

Begitupun halnya dengan variabel Small and Large Tax to Book Ratio, hanya penelitian Fitantri dan Asrori (2014) dan Christina (2013) yang menunjukan hubungan yang signifikan dengan Peringkat Obligasi, sedangkan hasil penelitian Crabtee and Maher (2009), Puspita dan Christine (2012),Fathony (2012), dan Christina et al. (2010) menunjukan bahwa variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap Peringkat Obligasi.

Berdasarkan ketidakkonsistenan penelitian dan beberapa penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh Book Tax Differences terhadap Peringkat Obligasi Perusahan dengan objek yang diteliti adalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Indeks KOMPAS100. Alasan mengapa memilih KOMPAS100 sebagai objek penelitian adalah pertama Indeks ini memiliki anggota emiten terbanyak dan harga indeks tertinggi dibandingkan dengan indeks bursa lainnya (PEFINDO25, LQ45 ,Bisnis27) selain indeks IHSG, hal ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan sampel penelitian yang memadai dan berkualitas. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam sebuah skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Book Tax Differences terhadap Peringkat Obligasi Perusahaan dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Kontrol pada Emiten Indeks KOMPAS100 di Bursa Efek Indonesa”.

(12)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1 Apakah Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai positif (Large Positive Deffered Taxes) atau Kewajiban Pajak Tangguhan berpengaruh pada penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia?

2 Apakah Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai Negative (Large Negative Deffered Taxes) atau Manfaat Pajak Tangguhan berpengaruh pada penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia?

3 Apakah Rasio Laba Akuntansi dan Laba Fiskal yang besar (Large Tax to Book Ratio) berpengaruh pada penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia? 4 Apakah Rasio Laba Akuntansi dan Laba Fiskal yang kecil (Small Tax to Book

Ratio) berpengaruh pada penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

1 Mengetahui Pengaruh Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai Positif (Large Positive Deffered Taxes) terhadap Penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia.

2 Mengetahui Pengaruh Pajak Tangguhan yang besar dan bernilai Negatif (Large Negative Deffered Taxes) terhadap Penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia.

(13)

3 Mengetahui Pengaruh Rasio Laba Akuntansi dan Laba fiskal yang besar (Large Tax-to-Book Ratio) terhadap Penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia.

4 Mengetahui Pengaruh Rasio Laba Akuntansi dan Laba fiskal yang kecil (Small Tax-to-Book Ratio) terhadap Penentuan Peringkat Obligasi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

1 Bagi Peneliti dan Calon Peneliti lainnya, diharapkan penelitian ini akan memperkaya wawasan peneliti tentang Penganalisaan Investasi Obligasi yang melibatkan dua sudut pandang yang berbeda, baik itu dari kebijakan akuntansi maupun kebijakan perpajakan. Selain itu, hendaknya penelitian ini dikembangkan oleh para calon peneliti selanjutnya, demi perkembangan ilmu pengetahuan.

2 Bagi Manajemen Perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan transparansi manajemen perusahaan dalam menyajikan Laporan Keuangan sesuai dengan ketentuan akuntansi dan perpajakan yang berlaku. Lebih khusus lagi dalam mengelola Pajak Penghasilan, hendaknya selalu memperhatikan konsekuensi pajak yang berlaku agar tidak merugikan para investor dan pemerintahan.

3 Bagi Investor/ Kreditor, diharapkan penelitian ini menjadikan para investor lebih selektif dan berhati-hati dalam menentukan keputusan investasi. Apabila para Investor memilih Obligasi sebagai Investasinya, maka sebelum berinvestasi, Keadaan Investasi diperusahaan tersebut dan Resiko apa saja

(14)

yang kemungkinan akan ditanggung oleh investor adalah hal yang harus dicermati sebelum berinvestasi dalam Obligasi. dikarenakan Investasi Obligasi ini menhasilkan income yang tetap, maka Investor harus memperhatikan besar Yield yang dihasilkan dari obligasi yang dibeli.

4 Bagi pemerintah, pemerintah dalam hal ini bisa mendapatkan dua peran sekaligus, sebagai pengawas sekaligus penerbit obligasi. Diharapkan Pemerintah menjalankan tugasnya dengan transparansi publik. Penerimaan negara yang berasal dari pajak mengambil andil yang besar dalam total pendapatan negara termasuk pajak. Maka dari itu, sudah semestinya Pemerintah mengelola kebijakan perpajakan dengan baik, agar investor maupun emiten yang memiliki tanggung jawab pajak tidak merasa dirugikan. 5 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan, penelitian ini akan melengkapi penelitian-penelitian terdahulu sehubungan dengan analisis Book Tax Differences terhadap Peringkat Obligasi.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya bijih besi Indonesia ada tiga tipe seperti besi laterit yang paling potensial, diikuti oleh pasir besi dan terakhir besi metasomatik. Dilihat dari langkanya

) kepada anaknya, yaitu air susu yang keluar pertama setelah melahirkan, karena pada um- umnya anak tidak bisa hidup tanpa colostrum tersebut… yang dimaksud

Pada gambar di bawah ini, magnet yang paling kuat adalah .... Sebuah transpormator mempunyai lilitan primer 1000 lilitan, dan lilitan sekunder

Alhamdulillahirobbil’alamiin puji syukur kehadirat Allah SWT, atas karunia nikmat serta hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

Dalam bab ini diuraikan tentang hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilaksanakan di SD Negeri 20 Banda Aceh, yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

Jadi, dengan hasrat untuk melahirkan modal insan yang kreatif, inovatif dan berkemahiran tinggi, m-pembelajaran adalah kaedah pengajaran dan pembelajaran yang digunakan dalam

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap praktek insider trading dalam pasar modal antara lain adalah dengan melakukan pengawasan dan kontrol internal oleh institusi

Perbedaan penelitian Cesaria Yomi dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian yaitu pada Bank Umum Syariah (BUS) periode 2009-2012 dan pada variabel independen