PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Nur Salim
NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP
MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh GelarSarjana Hukum Islam
Oleh:
Nur Salim
NIM : 211 11 020
JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
KepadaYth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Di sampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan
koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Salim
NIM : 211 11 020
Judul : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 26 Juni 2015
Pembimbing,
Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang )
Oleh
Nur Salim
NIM: 21111020
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.
Salatiga, 11 Agustus 2015
Dekan Fakultas Syari‟ah
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Salim
NIM : 21111020
Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyyah
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN
KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 26 Juni 2015 Yang menyatakan,
MOTTO
“Hiduplah dengan petunjuk hati nurani mu,niscaya engkau akan selamat!” “Hidupkanlah hidupmu dengan kesibukan dan kesuksesan!”
“Investasikan hidupmu untuk meraih ridla-Nya!”
“Bahagiakanlah ibundamu, niscaya engkau akan dapatkan kebahagiaan hakiki!”
“Cinta itu memang indah, namun ketahuilah bahwa cinta-Nya itu Maha Indah!”
“Keluarlah dari kamarmu, nikmatilah kekuasaan dan keindahan pemandangan yang Allah cipatakan!”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Cinta, Allah Swt, Nabi
Muhammad Saw, Ibunda Siti Asiyah, Ayahanda Isrofi, Guru Pembuka hatiku
Habib Abdillah Al-Aydrus, Kakak Musyafa‟, Kakak Rofiqoh, Adik Azizah,
Sahabat sekaligus motivatorku M. Syukron Rofiq; Semua teman-temanku di
organisasi LDK Darul Amal IAIN Salatiga, Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga,
JQH Al-Furqon IAIN Salatiga, PMII Komisariat Joko Tingkir Salatiga, Ma‟had
Al-Ishlaah Tingkir Lor, Ma‟had IAIN Salatiga, guru-guru MI Al-Manaar Bener
Tengaran yang senantiasa memotivasiku; Semua dosen, karyawan dan
teman-teman baik di kampus satu maupun kampus dua, khususnya Safitri Nur Annisah,
Puji Tri Utami yang senantiasa menyemangatiku; Asatidz-asatidzah, tetanggaku
yang menyayangiku, warga desaku yang ramah, dan semua teman wanita yang
pernah aku kenal terutama yang membuatku tegar dalam menghadapi beberapa
masalah. Terimakasih atas dukungan kalian semua, aku mampu menyelesaikan
perjuanganku menuju gelar sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar
seperti sekarang ini, Semoga amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang
KATA PENGANTAR
Dengan Asma Allah Yang Maha Penyayang.Segala puji hanya milik Allah
swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa
diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan
kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, keturunan, dan para
sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan_Nya kepada para pemimpin
yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah
dan Rasul-Nya.
Kita perlu mengerti akan pentingnya pengelolaan zakat fitrah secara baik,
benar dan tepat sasaran. Maka pengelolaan yang berdasarkan hukum positif dan
hukum Islam sangatlah diperlukan untuk teru diperhatikan baik hal yang disebut
sebagai rukun maupun syaratnya. Sehingga kemaslahatan masyarakat akan
tercapai.
Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.
3. Bapak Syukron Makmun, M. Si selaku Kajur Ahwal Al- Syakhshiyyah
IAIN Salatiga.
4. Ibu Evi Ariyani, M. H selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
6. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik yang tidak dapat
saya sebut satu persatu.
7. Bapak Moh. Khusen, M. Ag. M. A beserta staf jajarannya selaku Wakil
Rektor di Bidang Kemahasiswaan.
8. Seluruh pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatiga.
10.Warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten
Semarang, dan
11.Keluarga tercinta di rumah.
Yang bersedia memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan do‟a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.Peneliti menyadari karya tulis ini masih
banyak kekurangan di dalamnya. Maka peneliti mengharapkan kritik dan saran
para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini.
Salatiga, 26 Mei 2015
ABSTRAK
Salim, Nur. 2015. Pengelolaan Zakat Fitrah Berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat (Studi Kasus Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati.
Kata Kunci: Pengelolaan, Zakat fitrah, dan Konsep Maslahat.
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan potensi zakat dan pencarian kembali dalil-dalil untuk memperbaiki administrasi dan pengelolaan yang sudah terlaksana di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang selama bertahun-tahun. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?, (2) Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran?, (3) Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?, dan (4) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?
1. Pengertian Pengelolaan……….. 29
A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang ……… 48
B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang……… 49
1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………... 49
2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………... 50
C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah……….. 52
1. SejarahPengelolaan Zakat Fitrah……… 52
2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah……… 52
3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah… 55
a. Pandangan Panitia Musyawarah……… 55
A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Positif………. 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT
(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang )
Oleh
Nur Salim
NIM: 21111020
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.
Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.
Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.
Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.
Salatiga, 11 Agustus 2015
Dekan Fakultas Syari‟ah
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Harta adalah karunia dan amanah yang diberikan oleh Allah Swt
kepada manusia.Harta bukanlah menjadi hak pribadi saja. Dia memiliki
fungsi sosial, artinya selain menjadi hak individu, dia juga harus
ditasharufkan kepada individu yang lain.Manusia dibekali dengan akal
yang mampu mengarahkan mereka untuk hidup dan bertahan hidup.Cara
untuk bertahan hidup adalah dengan mengelola kekayaan alam dan
kekayaan berupa harta.
Dalam pandangan Islam terhadap harta itu sangat ideal.Islam
mengajarkan kepada umatnya agar mempunyai etos kerja yang tinggi,
bekerja dan mencari harta dengan sungguh-sungguh. Pada saat yang sama,
harta itu harus dibelanjakan dengan baik, untuk beribadah, untuk sanak
keluarga dan sebagiannya lagi disedekahkan kepada yang membutuhkan.
(Yusuf, 2004: v)
Ada bagian harta untuk orang lain yang memerlukannya karena dia
memiliki fungsi sosial tadi.Dalam Islam dikenal dengan zakat, infaq, dan
shadaqah.Zakat, infaq dan shadaqah merupakan salah satu ketetapan-Nya
yang menyangkut harta. Karena Allah SWT menjadikan harta benda
sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia harus
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang seringkali ditemukan
dalam Al-Qur‟an disandingkan dengan kewajiban shalat.Hal ini diatur
dalam QS. Al-Baqarah: 43 yang berbunyi:
“Dan dirikanlah shalat, dan bayarkanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk!”
Zakat dalam Islam dibagi menjadi dua.Yaitu zakat fitrah dan zakat
mal.Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk
bahan makanan pokok sesuai kadarnya. Sementara zakat mal adalah zakat
yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk barang/ benda sesuai kadar
dan nishabnya.
Berbicara mengenai zakat fitrah yang berupa makanan pokok tadi,
tentunya harus sesuai dengan kadarnya yaitu sebesar 2,5 kilogram atau
sebanyak 3,5 liter. Zakat fitrah ini biasanya dikeluarkan pada tanggal 1
Ramadhan hingga malam 1 Syawal atau maksimal sebelum shalat idhul
fitri. Yusuf (2004: 49) menjelaskan bahwa kadar zakat fitrah untuk tiap
orang, jika dibayar dalam bentuk biji-bijian makanan, seperti beras,
gandum, atau jagung adalah sebanyak satu sha‟ (setara dengan 3,5 liter).
Jika dibayar dalam bentuk uang, besarnya adalah senilai harga 3,5 liter
biji-bijian makanan tersebut.
Zakat fitrah ini diberikan/diperuntukkan kepada 8 asnaf yang
disebut dengan mustahiq. Mereka yang disebut sebagai mustahiq meliputi:
pengelola zakat), sabilillah (orang yang berjuang untuk agama Allah),
ibnu sabil (orang yang mengabdikan diri untuk kemajuan Islam), hamba
sahaya, dan muallaf (orang yang baru masuk Islam).
Hal ini sudah diatur dalam QS. At-Taubah: 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Zakat bertujuan untuk mensejahterakan umat, sebagai ungkapan
rasa syukur karena telah diberikan nikmat dan sebagai sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah.swt. Dalam perkembangannya, Negara
Indonesia membentuk sebuah lembaga pengelola zakat yang diberi nama
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Hanya lembaga tersebut yang
dilegalkan untuk mengelola zakat.Hal ini sesuai dengan amanah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat.Namun kenyataan yang
terjadi di negara ini setiap desa membentuk lembaga pengelola zakat
mandiri seperti halnya yang dilakukan oleh takmir masjid.
Terkadang dalam pengelolaannya, zakat ini diberikan secara
merata dan didistribusikan bukan hanya untuk 8 asnaf tetapi semua warga
yang ada.Seperti halnya yang terjadi di sekolah-sekolah dan di
desa-desa.Tidak berbeda dengan yang terjadi di Desa Tengaran. Ada sebuah
Tengaran, Kabupaten Semarang dimana zakat dikumpulkan di malam hari
raya Idul Fitri, ditakar kembali dengan kadar sesuai jumlah anggota
keluarga mustahiq (kaum dhuafa) dan didistribusikan secara merata tanpa
melihat latar belakang profesi apakah dia tergolong 8 asnaf atau tidak.
Terkadang juga beras yang dibayarkan sebagai zakat diperuntukkan
kepada keluarga janda kaya ataupun orang tua yang memiliki jaminan
sosial atau jaminan dana pensiun. Sehingga kurang sesuai dengan
tuntuanan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah.
Akan tetapi hal ini sudah menjadi tradisi turun-menurun semenjak
Penjajahan Belanda dan disepakati oleh tokoh agama yang ada di
desa.Mereka mendasarkan pada prinsip maslahat lil ummat.Atau dapat
dikatakan sebagai mensejahterakan warga desa melalui zakat. Maka
dalam hal ini saya mencoba mengangkatnya dalam sebuah penelitian
skripsi dengan judul : ”Pengelolaan Zakat Fitrah berdasarkan Konsep
Maslahat Lil Ummat: Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?
2. Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip
3. Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah
menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?
4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini
berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru,
Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui alasan mengapa tokoh agama Desa Tengaran memilih
prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa
Tengaran.
3. Untuk mengetahui konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat
fitrah menurut waga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten
Semarang.
4. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil
ummat berkaitan dengan zakat fitrah.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis:
b. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu Mata Kuliah Hukum
Zakat dan Wakaf khususnya tentang pengelolaan zakat fitrah.
c. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu tentang pengelolaan zakat
fitrah bagi masyarakat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pembaca
Dapat menambah wawasan tentang pengelolaan zakat fitrah serta
bahan diskusi fikih kontemporer mengenai zakat fitrah dan
problematikanya.
b. Bagi peneliti
1. Menerapkan ilmu yang didapatkan dari Mata Kuliah Hukum Zakat
dan Wakaf dalam menjawab persoalan zakat fitrah di masyarakat
khususnya di Desa Tengaran.
2. Menambah pengalaman berharga dari kegiatan penelitian yang
terkait dengan pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di Dusun
Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.
3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata
satu (S.1) dalam bidang hukum perdata Islam (syari‟ah).
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan,
penelitian. Maka dari itu, peneliti akan memberikan beberapa gambaran
pengertian mengenai ruang lingkup dalam penelitian sebagaimana berikut ini:
1. Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,
Pengelolaan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di
dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan
jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebaikan (Sabiq. 1978: 5).
Sementara menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
zakat diartikan sebagai harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Sementara zakat fitrah berarti zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa,
laki-laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,
dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri
(Farkhani, 2013: 111).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat fitrah adalah
kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap
laki-laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,
dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri.
3. Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan
menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟
(Haroen, 1996: 114).
4. Ummat adalah khalayak umum, publik, orang banyak. Hal ini
disarikan dari pengertian maslahah al-„Ammah, yaitu kemaslahatan
yang menyangkut kepentingan orang banyak (Haroen. 1996: 116).
Sehingga maslahat lil ummat dapat diartikan sebagai sistem dalam
usaha mengambil manfaat dan menolak kemadharatan guna
kepentingan orang banyak dalam rangka menjaga tujuan-tujuan syara‟.
5. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melaksanakan penelusuran literatur yang membahas
mengenai zakat fitrah dan pengelolaannya, penulis telah menemukan
beberapa referensi khususnya dari skripsi dan buku. Diantaranya yang dapat
dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut:
Dalam skripsi yang berjudul UrgensiTa‟mir Masjid dalam Pengelolaan Zakat
Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat di takmir Masjid Al-Huda Dukuh Ledok, Nurul Hidayah
Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga
STAIN Salatiga 2012 Achmad Saifudin menjelaskan pengelolaan zakat yang
Jurang Gunting dan Dukuh Cebongan. Penelitiannya terfokus pada mengapa
masyarakat khususnya takmir masjid membentuk panitia pengumpul zakat
dalam mengelola zakat tanpa ijin dari pejabat yang berwenang. Padahal
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat pasal 18 ayat 1 bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat ijin dari
menteri atau pejabat yang berwenang.Sementara itu, masyarakat di Dukuh
Ledok, Dukuh Jurang Gunting, dan Dukuh Cebongan melakukan pengelolaan
zakat secara swakelola karena adanya sikap kurang percaya dengan UPZ
resmi dan kekhawatiran warga jika penyaluran zakat kurang tepat sasaran.
Dia menjelaskan bahwa kinerja ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat
memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai kantong pengentasan
kemiskinan meski cakupan kerja dalam lingkup lokal dan akibat hukum bagi
takmir masjid yang melakukan pengelolaan zakat secara swadaya belum
dapat dilaksanakan. Apabila dilaksanakan, maka banyak ketua takmir masjid
yang akan dikenai hukuman pidana kurungan dan dikenai denda.
KemudianCatur Dyah Handayani dalam skripsi yang berjudul
Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Salatiga Terhadap Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Tahun 2003-2006 STAIN Salatiga Tahun 2006
menjelaskan tentang peran BAZ Kota Salatiga dalam mengelola zakat untuk
memberdayakan perekonomian umat khususnya di Kota Salatiga dari tahun
2003 hingga 2006. Dari hasil penelitiannya, BAZ melakukan pengumpulan
dana zakat yang dipungut dari para pegawai dan karyawan di wilayah Kota
rekening 1.033.00075.2. dan didistribusikan kepada asnaf dengan prosentase
50% untuk fakir miskin, 40% untuk sabilillah, dan 10% untuk ibnusabil,
muallaf dan ghorim. Selain itu, dengan adanya wadah BAZ ini, warga
Salatiga bisa saling menolong saudaranya (mustahiq), BAZ telah
memaksimalkan kerja dalam organisasinya dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya fakir miskin dan memperbaiki kualitas
Sumber Daya Manusia yaitu dengan pemberian bantuan bagi siswa SD, MI,
dan SMP di Salatiga.
Muhammad Fauzi dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan
Penyaluran Zakat Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat (Studi Kasus di Desa Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten
Magelang) STAIN Salatiga Tahun 2012 menjelaskan bahwa selama ini
potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum
dikelola secara profesional. Sementara Pelaksanaan penyaluran zakat di Desa
Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang sudah sesuai
syari‟at dan ketentuan undang-undang yang berlaku dimana pengurus BAZIS
menggunakan sistem pasif dan sistem aktif. UU No. 23 Tahun 2011 belum
memberikan pengaruh positif di Kabupaten Magelang dibuktikan dengan
belum adanya kantor sendiri bagi lembaga-lembaga pengelola zakat tidak
terkecuali di Desa Salamkanci. Dalam hal mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagaimana diamanahkan di
UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 3 ayat (2), tidak mudah dilaksanakan oleh
akan kewajiban zakat, sifat manusia yang kikir, pembenturan kepentingan
selain membayar zakat mereka juga membayar tagihan listrik, PDAM, kredit
motor dan sebagainya. Kemudian masalah faktor pendukung dalam
pelaksanaan penyaluran zakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat
adalah adanya peraturan daerah sebagai landasan bagi BAZIS dalam
pengelolaan zakat, banyaknya ulama‟ sebagai fasilitator dalam pengelolaan
zakat, SDM yang terampil dan profesional, pengelolaan zakat yang tertata
dengan baik dan fasilitas dana operasional, sarana kerja dan dukungan
kebijakan yang memadai.
Rina Yatimatul Faizah dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan dan
Pengelolaan Zakat Profesi dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-undangan di
Indonesia (Studi di LAZIS PT. PLN (Persero) APJ Salatiga” STAIN Salatiga
Tahun 2012)menjelaskan bahwa mekanisme penghimpunan zakat di PT. PLN
unit layanan Kota Salatiga dilakukan berdasarkan Surat Keterangan General
Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Zakat tersebut diambil dari 2,5
% dari gaji bersih karyawan setiap bulannya. Kinerja LAZIS sudah cukup
profesional dan optimal dalam pengelolaan dan pendistribusian dalam
membantu masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan.
Tri Wahyu Hidayati dalam penelitiannya yang berjudul “Implikasi
UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia: (Studi
terhadap Lembaga Pengelola Zakat di Jawa Tengah)” menjelaskan bahwa
yang memahaminya secara detail dan ada pula yang hanya secara global saja.
Ada beberapa BAZ dan LAZ yang menyambut Undang-undang ini dengan
menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan lanjut, ada pula
beberapa LAZ yang tidak menyetujui beberapa pasal di dalamnya
menyangkut keberadaan LAZ itu sendiri. Belum ada perubahan yang
signifikan terhadap BAZ dan LAZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat
berdasarkan UU terbaru, sehingga mereka masih menggunakan UU No. 38
tahun 1999.Hal ini dikarenakan UU No. 23 Tahun 2011 masih menunggu PP
dan uji materi dari Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat dinyatakan bahwasanya amil zakat memiliki peran untuk melakukan
sosialisasi kepada masyarakat dalam hal mengumpulkan, mengambil dan
mendistribusikan kepada mustahiq secara tepat sasaran dan benar caranya.
Sementara dalam Pasal 17 menjelaskan fungsi dari amil itu sendiri yakni
untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.Maka dari itu,
sangatlah perlu adanya pengawasan dan pendidikan berkala terhadap amil
dalam hal pengelolaan dan pendistribusian ini.
Sementara itu, peneliti akan memfokuskan penelitian dalam melihat
bagaimana tata cara pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah dengan
menggunakan konsep maslahat lil ummat beserta faktor-faktor yang
menjadikan mereka bersikukuh untuk membagikan zakat fitrah yang
kepada orang-orang kaya. Peneliti juga akan mengkaji secara mendalam
mengenai sistem yang telah dibangun bertahun-tahun dalam hal pengelolaan
zakat fitrah yang menerapkan prinsip kesetaraan dan kemerataan khususnya
di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.
6. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
a. Metode dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada makna,
penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu),
lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari (Munawaroh: 2012: 17).
Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah
pendekatan sosiologis dan yuridis-normatif. Pendekatan sosiologis
merupakan pendekatan yang menggunakan berbagai metode
pengumpulan data, diantaranya metode pengamatan, metode
wawancara, metode analisis life history, metode analisis folklore,
metode mencatat mimpi, metode survei lintas budaya dan
metode-metode lain (Bungin, 2011: 94). Dalam hal ini peneliti akan
pendekatan yuridis-normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk
menemukan apakah suatu perbuatan hukum sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku atau tidak.Dengan pendeketan ini dapat
diketahui apakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat
sesuai dengan perundang-undangan dan hukum Islam.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,
Kabupaten Semarang.Peneliti bertindak sebagai pengumpul data sekaligus
terjun langsung dan mewawancarai masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran, Kabupaten Semarang.
3. Sumber data
Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut:
a. Data Primer
Merupakan keterangan atau fakta yang terjadi di lapangan. Data
primer ini dapat diperoleh langsung dari tindakan panitia pengelola
zakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang yang
kurang sesuai dengan tuntunan hukum Islam, melainkan berdasarkan
ijtihad tokoh agama desa melalui prinsip maslahat lil ummat.
b. Data Sekunder
Merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi baik berupa
buku, majalah, artikel, hasil penelitian sebelumnya atau media lain
4. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus
pengumpul data.Instrumen yang peneliti gunakan adalah alat tulis, dan alat
dokumentasi.Akan tetapi instrumen tersebut hanyalah sebagai
pendukung.Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak
diperlukan.Kehadiran peneliti disini adalah untuk mencari data-data
mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep
maslahat lil ummatdan dokumen-dokumen yang dapat dijadikan bahan
analisis serta untuk melakukan wawancara terhadap panitia zakat fitrah
guna menggali keterangan yang diperlukan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipakai oleh peneliti dalam mengkaji objek adalah
dengan metode wawancara (interview). Menurut Mulyana (2004: 180),
wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Maslikhah, 2013:
321). Wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa
narasumber diantaranya:
a. Panitia pendata muzakki dan mustahiq untuk mengetahui kalkulasi
kadar zakat yang telah terjadi beberapa tahun ke belakang.
b. Panitia musyawarah pemutus muzakki dan mustahiq dalam hal ini tokoh
agama Desa Tengaran guna mengetahui tata cara penunjukan mana
c. Panitia pengumpul zakat fitrah guna mengetahui tata carapengelolaan
zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.
d. Panitia distributor/pembagi zakat fitrah untuk mengetahui cara
pendistribusian zakat fitrah.
e. Tokoh agama dan tokoh masyarakat guna mengetahui manfaat dari
pengelolaan zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.
6. Analisis Data
Dalam melakukan penganalisisan data, peneliti menggunakan
metode analisis model alir Mells-Huberman yakni dengan mengumpulkan
dan menyajikan data yang ada, lalu direduksi data yang tidak digunakan.
Jika perlu ada yang ditambah, maka peneliti akan kembali ke lapangan
untuk mengumpulkan data, direduksi lagi dan didapatkan kesimpulan
akhir. Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang
terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis (Emzir, 2011: 130).
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam,
memilih, memokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara
dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan (Emzir.
2011: 130). Dengan kata lain reduksi data digunakan untuk
menyederhanakan dan mentransformasikan data kualitatif dalam aneka
macam cara: melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,
menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas dan sebagainya
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Hal ini bertujuan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan
apa yang harus dilakukan – lebih jauh menganalisis ataukah mengambil
tindakan - berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari
penyajian-penyajian tersebut. (Miles dan Huberman, 1992: 17).
Langkah yang terakhir dari model alir ini adalah verifikasi
data.Verifikasi data atau penarikan kesimpulan bertujuan untuk menguji
kebenaran data, kekokohannya dan kecocokannya yang pada akhirnya
disebut validitas (Miles dan Huberman. 1992: 19).
7. Pengecekan Keabsahan Data
Peneliti tidak hanya menerima informasi mentah dari satu informan
saja.melainkan dengan mengadakan konfirmasi ke informan lain mengenai
data yang diberikan oleh informan pertama. Hal ini merupakan salah satu
dari jenis strategi triangulasi (Patton. 2006: 279).Peneliti juga tidak
menerima data yang janggal atau bisa dikatakan menggunakan data yang
benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
8. Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan penelitian
pendahuluan ke Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang
untuk mencari data awal mengenai kasus pengelolaan zakat fitrah
berdasarkan konsep maslahat lil ummat.Kemudian peneliti melakukan
peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya dan menyusunnya dalam
bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).
7. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai penelitian ini,
peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan penelitian sebagai
berikut:
BAB I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,
tinjauan pustaka, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan
sistematika penulisan.
BAB II adalah Zakat Fitrah dan Konsep Maslahat Lil Ummat. Bab ini
menjelaskan pembahasan tentang pengelolaan zakat fitrah yang meliputi
pengertian zakat, macam-macam zakat, hikmah zakat fitrah, harta yang wajib
dizakati, kadar dan syarat-syarat zakat fitrah, serta tata cara pelaksanaan
pembagian zakat. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang konsep
maslahat.
BAB III adalah Kondisi Sosial, Keberagamaan dan Tata Cara
Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru.Bab ini menjelaskan tentang
gambaran umum kondisi sosial masyarakat di sekitar Dusun Kaliwaru, Desa
Tengaran Kabupaten Semarang yang meliputi: letak geografis Dusun
beragama dan sosialnya, serta kondisi umum Dusun Kaliwaru yang meliputi
sejarah berdiri dan program tahunan dalam pengelolaan zakat fitrah.
BAB IV adalah Tinjauan Hukum Islam Mengenai Pengelolaan Zakat
Fitrah berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat.Bab ini menjelaskan analisis
pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan zakat melalui konsep
maslahat lil ummat, analisis dampak pengelolaan zakat fitrah sebagai upaya
kemaslahatan masyarakat di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten
Semarang.
BAB V Kesimpulan dan Saran.Bab ini meliputi: kesimpulan,
saran-saran baik untuk amil zakat fitrah di Dusun Kaliwaru maupun untuk lembaga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Zakat Fitrah
Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah, pujian,
baik.Sementara menurut syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari)
harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian
yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas
kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak
menerimanya (mustahiq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan
mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian
(Zuhayly, 1995:83).
Zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh sesorang dari rezeki yang
diperoleh dari Allah.Swt untuk orang-orang faqir (Farkhani, 2013:103).Zakat
terdiri dari dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat harta (mal).Zakat mal
terdiri dari zakat mata uang, zakat perniagaan, zakat tanaman, zakat ternak,
zakat rikaz (barang temuan), dan zakat profesi. Sementara itu zakat fitrah
adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih
kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-laki maupun perempuan dan
orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan
Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri (Farkhani, 2013: 111).
1. Makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara. (Pendapat ini yang
dianggap paling shahih menurut jumhur ulama).
2. Menguatkan dirinya.
3. Boleh memilih diantara jenis-jenis tersebut. Dalam hal ini seperti beras,
gandum, kacang kedelai, sagu, kurma kering, kurma basah, biji-bijian dan
lain-lain (Qardhawi, 1991: 952).
Syarat benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah:
1. Hendaklah berlebih dari kebutuhan-kebutuhan penting atau vital bagi
seseorang, seperti buat: makan, pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan
sarana untuk mencari nafkah.
2. Berlangsung selama satu tahun masa (tahun hijrah), permulaannya
dihitung saat memiliki nishab, dan harus cukup selama satu tahun penuh.
seandainya terjadi kekurangan di tengah tahun, lalu kembali cukup, maka
permulaan tahun dihitung dari saat cukupnya itu (Sabiq, 1982: 22).
Zakat fitrah itu wajib atas setiap Muslim yang merdeka, yang memiliki
kelebihan makanan selama satu hari satu malam sebanyak satu sha‟ dari
makanannya bersama keluarganya.Zakat itu wajib atas seseorang, baik buat
dirinya, maupun buat keluarga yang menjadi tanggungannya seperti istri dan
anak-anaknya, begitu pun khadam yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah
tangganya (Sabiq. 1982: 154).
Masa membayar zakat fitrah adalah sebelum hari raya atau sebelum
Berkata Ibnu Umar r/a: “Kami dititah oleh Rasulullah saw mengenai zakat
fitrah, agar dibayarkan sebelum orang-orang pergi shalat.” Akan tetapi menurut
Imam Abu Hanifah, boleh memajukannya hingga sebelum Bulan
Puasa.Menurut Imam Syafi‟I boleh memajukannya hingga awal bulan (Sabiq,
1982: 157).
Hukum zakat fitrah dalam madzhab Syafi‟i:
1. Waktu jawaz/boleh yaitu mulai awal puasa Ramadhan hingga awal bulan
Syawal (Ash-Shiddieqy, 1984: 263).
2. Waktu wajib yaitu mulai terbenamnya matahari akhir Ramadhan hingga 1
Syawal. Pagi hari raya dari terbit fajar hingga ke tempat sembahyang hari
raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 261)
3. Waktu sunnat yaitu setelah fajar dan menurut Ibnu Hazm, sebelum
sembahyang hari raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 262).
4. Waktu makruh yaitu setelah shalat idul fitri hingga terbenamnya matahari
pada hari raya itu (BKM, 1991: 119).
5. Waktu haram yaitu setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal
kecuali jika ada udzur syar‟i. Menta‟khirkan zakat sesudah sembahyang
hari raya, hukumnya haram ( Ash-Shiddieqy, 1984:261)
Sayyid Sabiq (1982:..) menerangkan lebih jauh tentang mustahiq zakat.
Mereka itu adalah sebagai berikut:
1. Orang fakir, yaitu orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan tidak
mendapatkan apa yang mereka perlukan. Kebalikannya adalah orang kaya
2. Orang miskin, yaitu orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi tidak
dapat memenuhi kebutuhannya. Jika mereka tidak memiliki benda yang
dapat dijual untuk membayar zakat, maka mereka berhak untuk
mendapatkan zakat.
3. Amil zakat, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat.
4. Golongan muallaf, yaitu orang-orang yang diusahakan merangkul dan
menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan
belum mantapnya keimanan mereka atau buat menolak bencana yang
mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil
keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.
5. Untuk memerdekakan budak belian, yaitu budak mukatab yakni budak
yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga
dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa.
6. Orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang berutang dan sukar untuk
membayarnya. Baik utang untuk mendamaikan sengketa, menjamin utang
orang lain hingga harus menghabiskan hartanya untuk keperluan itu, atau
orang yang terpaksa hutang untuk keperluan hidup atau membebaskan
dirinya dari maksiat.
7. Untuk biaya di jalan Allah Swt, yaitu jalan yang menyampaikan kepada
keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Menurut jumhur,
mereka adalah orang yang berperang sukarelawan. Mereka berhak
8. Ibnu Sabil, atau orang yang bepergian demi kemaslahatan umum, yang
manfaatnya kembali pada agama Islam. Mereka adalah musafir yang
terputus dari negerinya, diberi zakat yang akan dapat membantunya
mencapai maksud, jika tidak sedikitpun dari hartanya yang tersisa,
disebabkan kemiskinan yang dialaminya.
Penjelasan di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an Surat At-Taubah
ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Zakat ini berguna untuk membersihkan harta sekaligus jiwa dari
sifat-sifat tercela terutama sifat-sifat kikir dan suka menumpuk harta.Selain itu, zakat
berguna untuk memperpendek atau menghilangkan kesenjangan ekonomi.
Berikut ini hikmah dari zakat fitrah:
Pertama, yang berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan
Ramadhan.Mereka tidak lepas dari omongan dan perbuatan yang tidak ada
manfaatnya, dan dilarang oleh Allah Swt.
Berdasarkan hikmah yang pertama di atas, maka kedatangan kewajiban zakat
membersihkan orang dari kemadharatan yang menimpa dirinya, atau
membersihkan kekotoran puasanya, atau menambal segala yang kurang,
sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu adakan menghilangkan segala yang
kotor.
Kedua, yang berhubungan dengan masyarakat, menumbuhkan rasa kecintaan
orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkannya.Dalam hal ini
orang-orang yang berpuasa tidak melupakan mereka yang membutuhkan
pertolongan dan menghindarkan orang miskin dari perbuatan meminta-minta
(Qardhawi, 1991: 925-926).
Sementara menurut Zuhayly (1995: 86-88), hikmah zakat meliputi:
Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan
para pendosa dan pencuri.
Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang
yang sangat memerlukan bantuan.Zakat bisa mendorong mereka untuk
bekerja dengan semangat-ketika mereka mampu melakukannya-dan bisa
mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak.
Ketiga, zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, melatih
seorang Muslim untuk menjadi pemberi dan bersikap dermawan.
Pengelolaan di Masa Nabi Muhammad SAW.
Zakat diperintahkan kepada umat Islam melalui ajaran Nabi
Muhammad.Meskipun pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad sudah
pernah diwajibkan kepada umat Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya‟qub (QS. Al
Isa (QS. Maryam: 31), dan seluruh umat dari golongan ahli kitab secara
umum (QS. Al-Bayyinah: 5).
Awal pemerintahan Nabi Muhammad dalam memimpin Islam, zakat
diwajibkan untuk penduduk di Madinah.Meskipun kepedulian terhadap kaum
miskin sudah dituntunkan di Makkah (Hidayati. 2013: 11).Dalam sebuah
riwayat, Nabi Muhammad Saw telah menginstruksikan Mu‟adz bin Jabal r.a
untuk menjadi kadhi di Yaman, beliau memerintahkan untuk berdakwah demi
kalimat tauhid kepada golongan Ahli Kitab.Jika mereka menerimanya, maka
diserukanlah perintah shalat dan perintah zakat.Setelah itu do‟a merupakan
sesuatu yang disunahkan.Riwayat dari Ibnu Abbas .ra ini menjadi dasar ijma‟
shahabat dalam rangka pengelolaan zakat.
Rasulullah Saw mengumpulkan zakat dari orang-orang yang datang
langsung di hadapan beliau, yang menyerahkan zakat kepada Nabi secara
sukarela dan tidak terpaksa (Abu Zahrah. 1995: 133).Dari para penerima,
Nabi juga memerintahkan kepada mereka untuk mendoakan para muzakki.
Kewajiban zakat di Makkah adalah tidak dibatasi berapa besar harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harus
dizakatkan.Setelah menginjak tahun kedua setelah hijrah, baru dirincikan
besar dan jumlah setiap jenis harta yang wajib dizakati (Sabiq. 1982: 7). Hal
ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari sebagai berikut:
ekor kambing. Apabila ternak unta mencapai dua puluh lima ekor jumlah ternak mencapai enam puluh satu ekor hingga tujuh puluh lima ekor, maka zakatnya adalah seekor unta jaz‟ah. Apabila ternak unta mencapai tujuh puluh enam ekor hingga sembilan puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina labun.Apabila jumlah ternak unta mencapai sembilan puluh satu ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina hiqqah yang siap didatangi unta pejantan. Apabila jumlah ternak unta mencapai lebih seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah tiap-tipa lima puluh ekor seekor unta hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki ternak unta selain empat ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali pemiliknya menghendaki.Mangenai sedekah ternak kambing yang berada dalam penggembalaannya, apabila jumlahnya empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya seekor kambing.Apabila jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor hingga mencapai dua ratus ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing.Apabila jumlah ternak kambing mencapai lebih dari tiga ratus ekor, maka tiap-tipa seratus ekor kambing adalah seekor kambing.Apabila jumlah kambing gembalaan seseorang kurang dari empat puluh ekor, misalnya kurang satu ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali jika pemiliknya menghendaki. Tidak boleh mengelompokkan ternak yang terpisah-pisah, tidak boleh pula memisahkan ternak yang bersatu karena khawatir akan terkena sedekah. Bila ternak dimiliki dua orang yang berserikat, maka kedua pemilik harus saling merujuk dengan cara yang adil. Hewan yang telah berusia lanjut, cacat, dan pejantan tidak boleh digunakan untuk sedekah kecuali jika pemungut sedekah menghendakinya (mengizinkannya).Mengenai zakat logam dan perak, bila jumlahnya mencapai dua ratus dirham, maka zakatnya adalah dua setengah persen.Apabila jumlah logam perak hanya seratus sembilan puluh dirham, maka tidak perlu sedekah kecuali bila pemiliknya yang menghendaki. Dan barangsiapa yang memiliki ternak unta dalam jumlah yang mewajibkan membayar sedekah berupa seekor unta
jadz‟ah, sedangkan ia tidak memiliki unta jadz‟ah, tetapi hanya memiliki unta hiqqah, maka untuk hiqqah diterima dengan ditambah dua ekor kambing-bilamana ia memiliki dua ekor kambing-atau uang sebesar dua puluh dirham. Barangsiapa yang meiliki ternak dengan jumlah yang mewajibkannya membayar sedekah berupa unta hiqqah, sedangkan ia tidak memiliki unta hiqqah, tetapi hanya meiliki unta
Rasulullah pernah menarik zakat atas berbagai harta kekayaan secara
keseluruhan baik itu berupa hewan ternak, hasil panen maupun emas dan
hasil niaga.Beliau menghimpunkan zakat emas dan hasil niaga melalui
orang-orang yang datang secara langsung.(Abu Zahrah. 1995: 136).Sehingga konsep
amil belum terpikirkan kala itu.Intinya adalah zakat dibayarkan langsung
kepada imam.
Zakat fitrah lebih utama jika dikeluarkan sebelum orang-orang keluar
pergi shalat „ied. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Umar. ra. Zakat
fitrah ini dibayarkan guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin dan agar
orang-orang miskin tidak mengemis.Karena mereka merupakan golongan
yang paling utama untuk menerimanya.Hal ini didasarkan pada hadis riwayat
Baihaqi dan Daruquthni.
Sementara itu, di era Madinah, hukum zakat yang lebih terperinci
diturunkan. Yang meliputi siapa saja yang wajib mengeluarkan zakat, siapa
yang berhak menerima zakat, tata cara menunaikannya dan jenis harta yang
diwajibkan zakat, termasuk zakat fitrah. Baginda Rasul juga melantik para
amil zakat dan membagikannya ke seluruh wilayah pemerintahan Islam.
Sebelum wafat, beliau juga meninggalkan wasiat kepada khalifah
selanjutnya, Abu Bakar r.a untuk menarik zakat madu.Beliau
memperkenalkan prinsip pembagian tugas dan elemen penguat dalam
pengelolaan zakat dengan adanya amil. Beliau mengamanahkan kepada Bilal
Bin Rabbah r.a untuk menjaga ketika Zubair bin Awwam r.a dilantik sebagai
juru audit dan pendaftar, Uttab bin Usayd r.a sebagai amil di Kota Makkah,
Huzaimah bin Yaman r.a di Kota Hijaz dan Abdullah bin Rawahar r.a di Kota
Khaibar. Beliau juga meletakkan konsep fauran (segera) dalam hal penarikan
zakat.(www. umarfarouq.blogspot.com)
B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah 1. Pengertian Pengelolaan
Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,
Pengelolaan adalah adalah kegiatan perencanaan,pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalampengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaanzakat. Sementara itu dalam pasal dua dan tiga dijelaskan
bahwa pengelolaan zakat meliputi asas-asas sebagai berikut:
a. Syariat Islam; artinya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi
Muhammad. Saw melalui bimbingan para imam fikih meliputi empat
madzhab: Maliki, Hanafi, Syaf‟i, dan Hanbali.
b. Amanah; artinya dalam mengelola zakat, harus dapat dipercaya oleh
masyarakat baik dari sisi pelaksanaan maupun
pertanggungjawabannya.
c. Kemanfaatan; artinya dilakukan sepenuhnya untuk memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi mustahiq zakat.
d. Keadilan; artinya dilakukan secara non-diskriminatif atau tidak
e. Kepastian hukum; artinya adanya kepastian hukum bagi muzakki dan
mustahiq zakat.
f. Terintegrasi; artinya dilaksanakan secara hierarkis dari pusat
(BAZNAS) hingga ke daerah-daerah (BAZDA, LAZ, UPZ) dalam
upaya peningkatan pengelolaan dan
g. Akuntabilitas; artinya dapat dipertanggungjawabkan pelaporan
pelaksanaannya dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.
Pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat
zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan.
Sistem Pemungutan Zakat menurut Mursyidi (2006: 100) adalah
sebagai berikut:
a. Self assessment, yaitu zakat dihitung dan dibayarkan sendiri oleh
muzakki atau disampaikan ke lembaga swadaya masyarakat atau
badan amil zakat untuk dialokasikan kepada yang berhak. Disini zakat
merupakan kewajiban yang pelaksanaannya merupakan kesadaran
orang Islam yang berkewajiban. Dengan kata lain tidak ada
pemaksaan oleh pihak yang berwenang. Muzakkiakan berurusan
langsung dengan Allah Swt dan para mustahiq. Sistem ini didasari
pada penjelasan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan
b. Official assessment, yaitu zakat akan dihitung dan dialokasikan oleh
pihak yang berwenang, misalnya badan-badan yang ditunjuk oleh
pemerintah. Ini dapat dilakukan apabila penyelenggara pemerintahan
adalah pihak-pihak yang dianggap berwenang berdasarkan syari‟at
Islam dan sudah menjadi kebijakan umum. Disini muzakki hanya
memberikan informasi tentang kekayaannya kepada para pihak penilai
dan penghitung zakat kekayaan. Sistem ini didasari pada perintah
Allah Swt kepada para penguasa yang berwenang untuk mengambil
(khudz) sebagian dari kekayaan orang Islam yang berkecukupan.
2. Pengertian Distribusi
Distribusi adalah penyaluran atau pembagian sesuatu kepada pihak
yang berkepentingan. Sementara sistem distribusi zakat merupakan
kumpulan atau komponen baik fisik maupun nonfisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk
menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam
meraih tujuan sosial ekonomi dari pemungutan zakat (Mursyidi, 2006:
169).
Misi distribusi zakat adalah menciptakan masyarakat muslim yang
kokoh baik di bidang ekonomi maupun nonekonomi. Untuk
melaksanakan misi tersebut, perlu adanya sistem alokasi zakat yang
Sistem tersebut mencakup:
a. Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang
memadai sebagai indikator praktek yang adil.
b. Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan
kepada kelompok mustahiq.
c. Sistem informasi muzakki dan mustahiq (SIMM).
d. Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.
Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Zakat, dalam rangka
pengelolaan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal dilaksanakan
oleh Badan Amil Zakat Nasional atau lebih dikenal sebagai BAZNAS
(dulu disebut dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah/BAZIS).
Berdasarkan Pasal 7, dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS ini
menjalankan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu juga bertugas untuk
membuat pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.
Dalam amanat UU Zakat yang baru ini, dijelaskan bahwa
masyarakat diperbolehkan untuk membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)
guna membantu BAZNAS. Dan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 29
ayat (3), LAZ ini wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS dan pemerintah secara berkala. Namun pada kenyataan yang
baik itu secara kelompok atau dikoordinir di masjid-masjid melalui
kepengurusan takmir.
Dalam Pasal 38 dijelaskan bahwa dilarang bagi setiap orang yang
sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan penghimpunan,
pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa ijin pejabat yang
berwenang. Dia akan ditindak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dengan
pidana paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
Dengan penjelasan Pasal 66 PP Nomer 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2011 tentang Zakat,
bahwa: “(1) Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum
terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan pengelolaan zakat dapat
dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim
ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla sebagai amil zakat.(2)
Kegiatan Pengelolaan Zakat oleh amil zakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada kepala
kantor urusan agama kecamatan.” Maka dari itu, pengelolaan di dusun
-dusun yang dikelola secara mandiri melalui kepengurusan takmir itu
diperbolehkan oleh negara.
Maka dari itu, masalah penditribusian harus dilaksanakan sesuai
dengan syari‟at Islam meskipun dilakukan oleh panitia/ amil mandiri.
dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Zuhayly (1995: 278-279) menjelaskan bahwa apabila yang
membagikan zakat itu adalah imam, dia harus membaginya menjadi
delapan bagian.Yang pertama kali mengambil bagian itu seharusnya
adalah panitia zakat, karena dia mengambilnya sebagai ganti jerih payah
yang dikeluarkannya untuk memungut zakat. Adapun
kelompok-kelompok yang lain mengambil zakat atas dasar kesamaan hak diantara
mereka. Dan jika yang membagikan zakat itu adalah pemilik harta itu
sendiri atau orang yang mewakilinya, gugurlah hak panitia zakat itu,
kemudian dibagikan kepada tujuh kelompok yang tersisa jika semua
kelompok itu masih ada; jika tidak, zakat itu hanya dibagikan kepada
kelompok yang ada saja.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri jika umat Islam melakukan
optimalisasi fungsi sosial masjid dalam hal penggalangan dan penyaluran
zakat. Mufraini (2006:134) menjelaskan dalam bukunya Akuntansi dan
Manajemen Zakat, bahwa ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan dalam
mengoptimalkan pola kerja ta‟mir masjid khususnya dalam tataran zakat,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kelembagaan masjid, yang diwakili oleh ta‟mir masjid ataupun yang
lainnya, dapat mencoba membuat database kesejahteraan dan
kemiskinan para jama‟ahnya. Sehingga dapat dijadikan acuan yang
pengembangan sistem informasi pengumpulan dan penyeluran zakat
dan sebagai jalan untuk menjadikan zakat terdistribusikan secara tepat
sasaran.
2. Organisasi ta‟mir masjid atau yang lainnya menyusun kalender
pelaksanaan zakat terpadu, baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal,
untuk mengingatkan jama‟ah surplus calon muzakkiakan waktu haul.
3. Organisasi kelembagaan masjid dapat menjadi corong pengeras suara
sistem komunikasi masa untuk sosialisasi pelaksanaan kewajiban
zakat yang sekarang terus digalakkan. Terutama oleh lembaga
BAZ/LAZ, seperti halnya dompet dhuafa sebagai contoh.
Menurut Madzhab Syafi‟i, membolehkan zakat fitrah dibayarkan
kepada tiga orang fakir atau miskin, sedangkan al-Rawyani dari Madzhab
Syafi‟i berpendapat bahwa zakat itu hendaknya dibagikan kepada paling
tidak tiga kelompok yang berhak menerima zakat. Menurut madzhab
Hanafi, Maliki, dan Hanbali, zakat boleh dibagikan hanya kepada satu
kelompok saja.Bahkan Madzhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan
pembayaran zakat kepada satu orang dari delapan kelompok yang
ada.Dan menurut Madzhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang
sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok lainnya merupakan
C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih 1. Pengertian Maslahat
Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat
dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan
syara‟ (Haroen, 1996: 114). Tujuan syara‟ itu dijelaskan lebih lanjut oleh
Al-Ghazali bahwa tujuan yang harus dipelihara ada lima bentuk yaitu:
memelihara agama, jiwa, akal, keturuanan dan harta. Apabila seseorang
melakukan perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek
tujuan syara‟ di atas, maka dinamakan maslahah(Haroen, 1996: 114).
Sementara menurut Al-Khwarizmi memberikan definisi yang
hampir sama dengan definisi Al-Ghazali, yaitu memelihara tujuan syara‟
(dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari
manusia (Syarifuddin. 2011: 346). Menurut Imam Al-Syatibi,
kemaslahatan itu tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia dengan
kemaslahatan akhirat. Jadi intinya jika seseorang hendak mencapai
kemaslahatan dunia, dia harus melakukannya demi kemaslahatan akhirat
pula (Haroen, 1996: 114).Sementara menurut Abdul Wahhab Khalaf
menjelaskan: “maslahat yaitu maslahah yang ketentuan hukumnya tidak
digariskan oleh Tuhan dan tidak ada dalil syara‟ yang menunjukkan
tentang kebolehan dan tidaknya maslahah tersebut.”(Zuhri, 2011:81).
Menurut ahli ushul fikih, Maslahat adalah menetapkan hukum
suatu masalah yang tidak ada nasnya atau tidak ada ijma‟ terhadapnya,
dijelaskan ataupun dilarang). Abu Zahrah dalam kitabnya usul fikih
menyebutkan: “maslahah atau istishlah yaitu segala kemaslahatan yang
sejalan dengan tujuan-tujuan syar‟i (dalam menentukan hukum) dan
kepadanya tidak ada dalil khusus yang menunujuk tentang diakui atau
tidaknya (Zuhri, 2011: 82).
At-Tufy menetapkan bahwa maslahat adalah dalil syar‟i dalam
bidang muamalat (Salam, dkk.1994: 116-117). Jadi dapat disimpulkan
dari beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama dan pakar
ushul fikih bahwa maslahat itu adalah hal-hal yang bersifat baik untuk
manusia meskipun tidak dijelaskan dalam nash ataupun syara‟.
Sebagai contoh maslahah ini dapat kita ketahui, misalnya dalam
pengumpulan Al-Qur‟an dalam Mushaf Utsmani, memerangi
pembangkang zakat di zaman Abu Bakar, pewarisan kekhalifahan dari
Abu Bakar kepada Umar, pencetakan mata uang, pencatatan pernikahan
(Zuhri, 2011: 85). Kesemuanya ini tidak dijelaskan melalui dalil-dalil
nash dan syara‟ akan tetapi bertujuan baik bagi manusia di dunia dan
akhirat.
Adapun maslahah yang dikehendaki oleh suasana sekeliling
kenyataan-kenyataan baru yang datang setelah terputusnya wahyu,
sedangkan syari‟ belum mensyari‟atkan hukum untuk merealisir
maslahah-maslahah tersebut, dan juga tidak terdapat dalil syari‟
mengenai pengakuan atau pembatalan maslahah-maslahah tersebut, maka
pembentukan hukum melalui maslahah mursalah ini adalah menjadikan
fikih dan hukum islam mampu dinamis dan mengikuti perputaran zaman
(tidak beku/jumud dalam ijtihad) (Khalaf, 1996: 133).
2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih
Adapun menurut para ulama, alasan mereka menerima maslahat
sebagai dalil syar‟i, diantaranya ialah:
a. Kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah.
Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan
manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurna syari‟at itu,
atau bekulah syari‟at Islam itu. Padahal nyatanya tidak demikian.
b. Kalau diamati benar-benar, para sahabat dan tabi‟in serta imam-imam
mujtahid, mereka telah menetapkan hukum-hukum dengan
berdasarkan pada kemaslahatan. Abu Bakar Ash-Shidiq
memerintahkan untuk menyusun mushaf yang tadinya belum
berkumpul. Demikian pula tindakannya memerangi orang yang
ingkar dan enggan membayar zakat.
Lalu maslahat ini masih memiliki syarat jika dijadikan
hujjah/dasar keputusan. Biasanya, manusia akan terganggu dengan
adanya campur tangan nafsu dalam memutuskan suatu perkara. Maka
dari itu, syarat-syarat berhujjah dengan maslahat antara lain:
a. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan
hakiki. Maksudnya maslahah yang bisa mendatangkan kemanfaatan