• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP

MASLAHAT LIL UMMAT

(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan

Tengaran, Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

Nur Salim

NIM : 211 11 020

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP

MASLAHAT LIL UMMAT

(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan

Tengaran, Kabupaten Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh GelarSarjana Hukum Islam

Oleh:

Nur Salim

NIM : 211 11 020

JURUSAN AHWAL AL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar

Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Di sampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan

koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa :

Nama : Nur Salim

NIM : 211 11 020

Judul : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)

dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 26 Juni 2015

Pembimbing,

Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

(5)

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT

(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang )

Oleh

Nur Salim

NIM: 21111020

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.

Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.

Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.

Salatiga, 11 Agustus 2015

Dekan Fakultas Syari‟ah

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Salim

NIM : 21111020

Jurusan : Ahwal Al-Syakhshiyyah

Fakultas : Syari‟ah

Judul Skripsi : PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN

KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT (Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang)

menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,

bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang

terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 26 Juni 2015 Yang menyatakan,

(7)

MOTTO

“Hiduplah dengan petunjuk hati nurani mu,niscaya engkau akan selamat!” “Hidupkanlah hidupmu dengan kesibukan dan kesuksesan!”

“Investasikan hidupmu untuk meraih ridla-Nya!”

“Bahagiakanlah ibundamu, niscaya engkau akan dapatkan kebahagiaan hakiki!”

“Cinta itu memang indah, namun ketahuilah bahwa cinta-Nya itu Maha Indah!”

“Keluarlah dari kamarmu, nikmatilah kekuasaan dan keindahan pemandangan yang Allah cipatakan!”

(8)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada Sang Maha Cinta, Allah Swt, Nabi

Muhammad Saw, Ibunda Siti Asiyah, Ayahanda Isrofi, Guru Pembuka hatiku

Habib Abdillah Al-Aydrus, Kakak Musyafa‟, Kakak Rofiqoh, Adik Azizah,

Sahabat sekaligus motivatorku M. Syukron Rofiq; Semua teman-temanku di

organisasi LDK Darul Amal IAIN Salatiga, Al-Khidmah Kampus Kota Salatiga,

JQH Al-Furqon IAIN Salatiga, PMII Komisariat Joko Tingkir Salatiga, Ma‟had

Al-Ishlaah Tingkir Lor, Ma‟had IAIN Salatiga, guru-guru MI Al-Manaar Bener

Tengaran yang senantiasa memotivasiku; Semua dosen, karyawan dan

teman-teman baik di kampus satu maupun kampus dua, khususnya Safitri Nur Annisah,

Puji Tri Utami yang senantiasa menyemangatiku; Asatidz-asatidzah, tetanggaku

yang menyayangiku, warga desaku yang ramah, dan semua teman wanita yang

pernah aku kenal terutama yang membuatku tegar dalam menghadapi beberapa

masalah. Terimakasih atas dukungan kalian semua, aku mampu menyelesaikan

perjuanganku menuju gelar sarjana Hukum Islam dan menjadi orang yang besar

seperti sekarang ini, Semoga amal-amal kalian dicatat sebagai amal yang

(9)

KATA PENGANTAR

Dengan Asma Allah Yang Maha Penyayang.Segala puji hanya milik Allah

swt atas segala kenikmatan yang bersifat lahir maupun batin yang senantiasa

diberikan kepada kita. Shalawat salam semoga senantiasa Allah swt limpahkan

kepada teladan kita, Nabi Muhammad saw beserta keluarga, keturunan, dan para

sahabat beliau. Semoga Allah memberikan ampunan_Nya kepada para pemimpin

yang adil, serta kaum mukminin dan mukminat yang setia kepada ajaran Allah

dan Rasul-Nya.

Kita perlu mengerti akan pentingnya pengelolaan zakat fitrah secara baik,

benar dan tepat sasaran. Maka pengelolaan yang berdasarkan hukum positif dan

hukum Islam sangatlah diperlukan untuk teru diperhatikan baik hal yang disebut

sebagai rukun maupun syaratnya. Sehingga kemaslahatan masyarakat akan

tercapai.

Dalam hal ini peneliti mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Rachmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga.

3. Bapak Syukron Makmun, M. Si selaku Kajur Ahwal Al- Syakhshiyyah

IAIN Salatiga.

4. Ibu Evi Ariyani, M. H selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

6. Seluruh dosen IAIN Salatiga dan karyawan akademik yang tidak dapat

saya sebut satu persatu.

7. Bapak Moh. Khusen, M. Ag. M. A beserta staf jajarannya selaku Wakil

Rektor di Bidang Kemahasiswaan.

8. Seluruh pegawai perpustakaan kampus IAIN Salatiga.

(10)

10.Warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten

Semarang, dan

11.Keluarga tercinta di rumah.

Yang bersedia memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan do‟a sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.Peneliti menyadari karya tulis ini masih

banyak kekurangan di dalamnya. Maka peneliti mengharapkan kritik dan saran

para pembaca untuk perbaikan karya tulis ini.

Salatiga, 26 Mei 2015

(11)

ABSTRAK

Salim, Nur. 2015. Pengelolaan Zakat Fitrah Berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat (Studi Kasus Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah.Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati.

Kata Kunci: Pengelolaan, Zakat fitrah, dan Konsep Maslahat.

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan potensi zakat dan pencarian kembali dalil-dalil untuk memperbaiki administrasi dan pengelolaan yang sudah terlaksana di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang selama bertahun-tahun. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?, (2) Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa Tengaran?, (3) Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?, dan (4) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?

(12)
(13)

1. Pengertian Pengelolaan……….. 29

A. Kondisi Geografis Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang ……… 48

B. Kondisi Sosial dan Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang……… 49

1. Kondisi Sosial Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………... 49

2. Kondisi Keberagamaan Masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang………... 50

C. Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Fitrah……….. 52

1. SejarahPengelolaan Zakat Fitrah……… 52

2. Tata Cara Pengelolaan Zakat Fitrah……… 52

3. Pandangan Masyarakat terhadap Pengelolaan Zakat Fitrah… 55

a. Pandangan Panitia Musyawarah……… 55

A. Analisis Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru Berdasarkan Hukum Positif………. 64

(14)

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(15)

PENGESAHAN

Skripsi Berjudul:

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH BERDASARKAN KONSEP MASLAHAT LIL UMMAT

(Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang )

Oleh

Nur Salim

NIM: 21111020

telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Selasa, 11 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

Sekretaris Penguji : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag.

Penguji I : Nafis Irkhami, M.Ag., MA.

Penguji II : Luthfiana Zahriani, SH., MH.

Salatiga, 11 Agustus 2015

Dekan Fakultas Syari‟ah

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Harta adalah karunia dan amanah yang diberikan oleh Allah Swt

kepada manusia.Harta bukanlah menjadi hak pribadi saja. Dia memiliki

fungsi sosial, artinya selain menjadi hak individu, dia juga harus

ditasharufkan kepada individu yang lain.Manusia dibekali dengan akal

yang mampu mengarahkan mereka untuk hidup dan bertahan hidup.Cara

untuk bertahan hidup adalah dengan mengelola kekayaan alam dan

kekayaan berupa harta.

Dalam pandangan Islam terhadap harta itu sangat ideal.Islam

mengajarkan kepada umatnya agar mempunyai etos kerja yang tinggi,

bekerja dan mencari harta dengan sungguh-sungguh. Pada saat yang sama,

harta itu harus dibelanjakan dengan baik, untuk beribadah, untuk sanak

keluarga dan sebagiannya lagi disedekahkan kepada yang membutuhkan.

(Yusuf, 2004: v)

Ada bagian harta untuk orang lain yang memerlukannya karena dia

memiliki fungsi sosial tadi.Dalam Islam dikenal dengan zakat, infaq, dan

shadaqah.Zakat, infaq dan shadaqah merupakan salah satu ketetapan-Nya

yang menyangkut harta. Karena Allah SWT menjadikan harta benda

sebagai sarana kehidupan untuk manusia seluruhnya, maka ia harus

(17)

Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang seringkali ditemukan

dalam Al-Qur‟an disandingkan dengan kewajiban shalat.Hal ini diatur

dalam QS. Al-Baqarah: 43 yang berbunyi:



“Dan dirikanlah shalat, dan bayarkanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk!”

Zakat dalam Islam dibagi menjadi dua.Yaitu zakat fitrah dan zakat

mal.Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk

bahan makanan pokok sesuai kadarnya. Sementara zakat mal adalah zakat

yang dikeluarkan oleh muzakki dalam bentuk barang/ benda sesuai kadar

dan nishabnya.

Berbicara mengenai zakat fitrah yang berupa makanan pokok tadi,

tentunya harus sesuai dengan kadarnya yaitu sebesar 2,5 kilogram atau

sebanyak 3,5 liter. Zakat fitrah ini biasanya dikeluarkan pada tanggal 1

Ramadhan hingga malam 1 Syawal atau maksimal sebelum shalat idhul

fitri. Yusuf (2004: 49) menjelaskan bahwa kadar zakat fitrah untuk tiap

orang, jika dibayar dalam bentuk biji-bijian makanan, seperti beras,

gandum, atau jagung adalah sebanyak satu sha‟ (setara dengan 3,5 liter).

Jika dibayar dalam bentuk uang, besarnya adalah senilai harga 3,5 liter

biji-bijian makanan tersebut.

Zakat fitrah ini diberikan/diperuntukkan kepada 8 asnaf yang

disebut dengan mustahiq. Mereka yang disebut sebagai mustahiq meliputi:

(18)

pengelola zakat), sabilillah (orang yang berjuang untuk agama Allah),

ibnu sabil (orang yang mengabdikan diri untuk kemajuan Islam), hamba

sahaya, dan muallaf (orang yang baru masuk Islam).

Hal ini sudah diatur dalam QS. At-Taubah: 60 yang berbunyi:

  

     “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Zakat bertujuan untuk mensejahterakan umat, sebagai ungkapan

rasa syukur karena telah diberikan nikmat dan sebagai sarana untuk

mendekatkan diri kepada Allah.swt. Dalam perkembangannya, Negara

Indonesia membentuk sebuah lembaga pengelola zakat yang diberi nama

BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Hanya lembaga tersebut yang

dilegalkan untuk mengelola zakat.Hal ini sesuai dengan amanah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Zakat.Namun kenyataan yang

terjadi di negara ini setiap desa membentuk lembaga pengelola zakat

mandiri seperti halnya yang dilakukan oleh takmir masjid.

Terkadang dalam pengelolaannya, zakat ini diberikan secara

merata dan didistribusikan bukan hanya untuk 8 asnaf tetapi semua warga

yang ada.Seperti halnya yang terjadi di sekolah-sekolah dan di

desa-desa.Tidak berbeda dengan yang terjadi di Desa Tengaran. Ada sebuah

(19)

Tengaran, Kabupaten Semarang dimana zakat dikumpulkan di malam hari

raya Idul Fitri, ditakar kembali dengan kadar sesuai jumlah anggota

keluarga mustahiq (kaum dhuafa) dan didistribusikan secara merata tanpa

melihat latar belakang profesi apakah dia tergolong 8 asnaf atau tidak.

Terkadang juga beras yang dibayarkan sebagai zakat diperuntukkan

kepada keluarga janda kaya ataupun orang tua yang memiliki jaminan

sosial atau jaminan dana pensiun. Sehingga kurang sesuai dengan

tuntuanan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah.

Akan tetapi hal ini sudah menjadi tradisi turun-menurun semenjak

Penjajahan Belanda dan disepakati oleh tokoh agama yang ada di

desa.Mereka mendasarkan pada prinsip maslahat lil ummat.Atau dapat

dikatakan sebagai mensejahterakan warga desa melalui zakat. Maka

dalam hal ini saya mencoba mengangkatnya dalam sebuah penelitian

skripsi dengan judul : ”Pengelolaan Zakat Fitrah berdasarkan Konsep

Maslahat Lil Ummat: Studi Kasus di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,

Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru, Desa

Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang?

2. Apa faktor-faktor penyebab tokoh agama desa Tengaran menerapkan prinsip

(20)

3. Bagaimanakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah

menurut warga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang?

4. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil ummat ini

berkaitan dengan pengelolaan zakat fitrah?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan zakat fitrah di Dusun Kaliwaru,

Desa Tengaran, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang.

2. Untuk mengetahui alasan mengapa tokoh agama Desa Tengaran memilih

prinsip maslahah lil ummat dalam pengelolaan zakat fitrah di Desa

Tengaran.

3. Untuk mengetahui konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat

fitrah menurut waga Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten

Semarang.

4. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap prinsip maslahah lil

ummat berkaitan dengan zakat fitrah.

D. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai

berikut:

1. Manfaat Teoretis:

(21)

b. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu Mata Kuliah Hukum

Zakat dan Wakaf khususnya tentang pengelolaan zakat fitrah.

c. Sebagai bahan referensi pembelajaran ilmu tentang pengelolaan zakat

fitrah bagi masyarakat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca

Dapat menambah wawasan tentang pengelolaan zakat fitrah serta

bahan diskusi fikih kontemporer mengenai zakat fitrah dan

problematikanya.

b. Bagi peneliti

1. Menerapkan ilmu yang didapatkan dari Mata Kuliah Hukum Zakat

dan Wakaf dalam menjawab persoalan zakat fitrah di masyarakat

khususnya di Desa Tengaran.

2. Menambah pengalaman berharga dari kegiatan penelitian yang

terkait dengan pengelolaan zakat fitrah yang dilakukan di Dusun

Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.

3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana strata

satu (S.1) dalam bidang hukum perdata Islam (syari‟ah).

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan,

(22)

penelitian. Maka dari itu, peneliti akan memberikan beberapa gambaran

pengertian mengenai ruang lingkup dalam penelitian sebagaimana berikut ini:

1. Menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,

Pengelolaan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan

pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat.

2. Zakat adalah nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta‟ala yang

dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin. Dinamakan zakat karena di

dalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat, membersihkan

jiwa dan memupuknya dengan pelbagai kebaikan (Sabiq. 1978: 5).

Sementara menurut UU No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,

zakat diartikan sebagai harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang

muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak

menerimanya sesuai dengan syariat Islam.

Sementara zakat fitrah berarti zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap

muslim, baik yang masih kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa,

laki-laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,

dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri

(Farkhani, 2013: 111).

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat fitrah adalah

kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian dalam pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap

(23)

laki-laki maupun perempuan dan orang merdeka maupun hamba sahaya,

dikeluarkan pada akhir bulan Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri.

3. Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat dan

menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara‟

(Haroen, 1996: 114).

4. Ummat adalah khalayak umum, publik, orang banyak. Hal ini

disarikan dari pengertian maslahah al-„Ammah, yaitu kemaslahatan

yang menyangkut kepentingan orang banyak (Haroen. 1996: 116).

Sehingga maslahat lil ummat dapat diartikan sebagai sistem dalam

usaha mengambil manfaat dan menolak kemadharatan guna

kepentingan orang banyak dalam rangka menjaga tujuan-tujuan syara‟.

5. Tinjauan Pustaka

Setelah penulis melaksanakan penelusuran literatur yang membahas

mengenai zakat fitrah dan pengelolaannya, penulis telah menemukan

beberapa referensi khususnya dari skripsi dan buku. Diantaranya yang dapat

dijadikan sumber telaah pustaka adalah sebagai berikut:

Dalam skripsi yang berjudul UrgensiTa‟mir Masjid dalam Pengelolaan Zakat

Pasca Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Zakat di takmir Masjid Al-Huda Dukuh Ledok, Nurul Hidayah

Dukuh Jurang Gunting dan Al-Musyarofah Dukuh Cebongan Kota Salatiga

STAIN Salatiga 2012 Achmad Saifudin menjelaskan pengelolaan zakat yang

(24)

Jurang Gunting dan Dukuh Cebongan. Penelitiannya terfokus pada mengapa

masyarakat khususnya takmir masjid membentuk panitia pengumpul zakat

dalam mengelola zakat tanpa ijin dari pejabat yang berwenang. Padahal

sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat pasal 18 ayat 1 bahwa pembentukan LAZ wajib mendapat ijin dari

menteri atau pejabat yang berwenang.Sementara itu, masyarakat di Dukuh

Ledok, Dukuh Jurang Gunting, dan Dukuh Cebongan melakukan pengelolaan

zakat secara swakelola karena adanya sikap kurang percaya dengan UPZ

resmi dan kekhawatiran warga jika penyaluran zakat kurang tepat sasaran.

Dia menjelaskan bahwa kinerja ta‟mir masjid dalam pengelolaan zakat

memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai kantong pengentasan

kemiskinan meski cakupan kerja dalam lingkup lokal dan akibat hukum bagi

takmir masjid yang melakukan pengelolaan zakat secara swadaya belum

dapat dilaksanakan. Apabila dilaksanakan, maka banyak ketua takmir masjid

yang akan dikenai hukuman pidana kurungan dan dikenai denda.

KemudianCatur Dyah Handayani dalam skripsi yang berjudul

Peranan Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Salatiga Terhadap Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Tahun 2003-2006 STAIN Salatiga Tahun 2006

menjelaskan tentang peran BAZ Kota Salatiga dalam mengelola zakat untuk

memberdayakan perekonomian umat khususnya di Kota Salatiga dari tahun

2003 hingga 2006. Dari hasil penelitiannya, BAZ melakukan pengumpulan

dana zakat yang dipungut dari para pegawai dan karyawan di wilayah Kota

(25)

rekening 1.033.00075.2. dan didistribusikan kepada asnaf dengan prosentase

50% untuk fakir miskin, 40% untuk sabilillah, dan 10% untuk ibnusabil,

muallaf dan ghorim. Selain itu, dengan adanya wadah BAZ ini, warga

Salatiga bisa saling menolong saudaranya (mustahiq), BAZ telah

memaksimalkan kerja dalam organisasinya dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat khususnya fakir miskin dan memperbaiki kualitas

Sumber Daya Manusia yaitu dengan pemberian bantuan bagi siswa SD, MI,

dan SMP di Salatiga.

Muhammad Fauzi dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan

Penyaluran Zakat Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Zakat (Studi Kasus di Desa Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten

Magelang) STAIN Salatiga Tahun 2012 menjelaskan bahwa selama ini

potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal dan belum

dikelola secara profesional. Sementara Pelaksanaan penyaluran zakat di Desa

Salamkanci Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang sudah sesuai

syari‟at dan ketentuan undang-undang yang berlaku dimana pengurus BAZIS

menggunakan sistem pasif dan sistem aktif. UU No. 23 Tahun 2011 belum

memberikan pengaruh positif di Kabupaten Magelang dibuktikan dengan

belum adanya kantor sendiri bagi lembaga-lembaga pengelola zakat tidak

terkecuali di Desa Salamkanci. Dalam hal mewujudkan kesejahteraan

masyarakat dan penanggulangan kemiskinan sebagaimana diamanahkan di

UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 3 ayat (2), tidak mudah dilaksanakan oleh

(26)

akan kewajiban zakat, sifat manusia yang kikir, pembenturan kepentingan

selain membayar zakat mereka juga membayar tagihan listrik, PDAM, kredit

motor dan sebagainya. Kemudian masalah faktor pendukung dalam

pelaksanaan penyaluran zakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat

adalah adanya peraturan daerah sebagai landasan bagi BAZIS dalam

pengelolaan zakat, banyaknya ulama‟ sebagai fasilitator dalam pengelolaan

zakat, SDM yang terampil dan profesional, pengelolaan zakat yang tertata

dengan baik dan fasilitas dana operasional, sarana kerja dan dukungan

kebijakan yang memadai.

Rina Yatimatul Faizah dalam skripsi yang berjudul “Pelaksanaan dan

Pengelolaan Zakat Profesi dalam Tinjauan Fiqh dan Perundang-undangan di

Indonesia (Studi di LAZIS PT. PLN (Persero) APJ Salatiga” STAIN Salatiga

Tahun 2012)menjelaskan bahwa mekanisme penghimpunan zakat di PT. PLN

unit layanan Kota Salatiga dilakukan berdasarkan Surat Keterangan General

Manager PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa

Yogyakarta Nomor: 059.K/GM.DJTY/2005. Zakat tersebut diambil dari 2,5

% dari gaji bersih karyawan setiap bulannya. Kinerja LAZIS sudah cukup

profesional dan optimal dalam pengelolaan dan pendistribusian dalam

membantu masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan.

Tri Wahyu Hidayati dalam penelitiannya yang berjudul “Implikasi

UU No. 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia: (Studi

terhadap Lembaga Pengelola Zakat di Jawa Tengah)” menjelaskan bahwa

(27)

yang memahaminya secara detail dan ada pula yang hanya secara global saja.

Ada beberapa BAZ dan LAZ yang menyambut Undang-undang ini dengan

menunggu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan lanjut, ada pula

beberapa LAZ yang tidak menyetujui beberapa pasal di dalamnya

menyangkut keberadaan LAZ itu sendiri. Belum ada perubahan yang

signifikan terhadap BAZ dan LAZ dalam melaksanakan pengelolaan zakat

berdasarkan UU terbaru, sehingga mereka masih menggunakan UU No. 38

tahun 1999.Hal ini dikarenakan UU No. 23 Tahun 2011 masih menunggu PP

dan uji materi dari Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Zakat dinyatakan bahwasanya amil zakat memiliki peran untuk melakukan

sosialisasi kepada masyarakat dalam hal mengumpulkan, mengambil dan

mendistribusikan kepada mustahiq secara tepat sasaran dan benar caranya.

Sementara dalam Pasal 17 menjelaskan fungsi dari amil itu sendiri yakni

untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaanpengumpulan, pendistribusian

dan pendayagunaanzakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.Maka dari itu,

sangatlah perlu adanya pengawasan dan pendidikan berkala terhadap amil

dalam hal pengelolaan dan pendistribusian ini.

Sementara itu, peneliti akan memfokuskan penelitian dalam melihat

bagaimana tata cara pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah dengan

menggunakan konsep maslahat lil ummat beserta faktor-faktor yang

menjadikan mereka bersikukuh untuk membagikan zakat fitrah yang

(28)

kepada orang-orang kaya. Peneliti juga akan mengkaji secara mendalam

mengenai sistem yang telah dibangun bertahun-tahun dalam hal pengelolaan

zakat fitrah yang menerapkan prinsip kesetaraan dan kemerataan khususnya

di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang.

6. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai

berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Metode dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada makna,

penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu),

lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan

sehari-hari (Munawaroh: 2012: 17).

Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah

pendekatan sosiologis dan yuridis-normatif. Pendekatan sosiologis

merupakan pendekatan yang menggunakan berbagai metode

pengumpulan data, diantaranya metode pengamatan, metode

wawancara, metode analisis life history, metode analisis folklore,

metode mencatat mimpi, metode survei lintas budaya dan

metode-metode lain (Bungin, 2011: 94). Dalam hal ini peneliti akan

(29)

pendekatan yuridis-normatif adalah pendekatan yang digunakan untuk

menemukan apakah suatu perbuatan hukum sesuai dengan

perundang-undangan yang berlaku atau tidak.Dengan pendeketan ini dapat

diketahui apakah konsep maslahat lil ummat dalam pengelolaan zakat

sesuai dengan perundang-undangan dan hukum Islam.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran,

Kabupaten Semarang.Peneliti bertindak sebagai pengumpul data sekaligus

terjun langsung dan mewawancarai masyarakat Dusun Kaliwaru, Desa

Tengaran, Kabupaten Semarang.

3. Sumber data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data sebagai berikut:

a. Data Primer

Merupakan keterangan atau fakta yang terjadi di lapangan. Data

primer ini dapat diperoleh langsung dari tindakan panitia pengelola

zakat Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang yang

kurang sesuai dengan tuntunan hukum Islam, melainkan berdasarkan

ijtihad tokoh agama desa melalui prinsip maslahat lil ummat.

b. Data Sekunder

Merupakan data yang mencakup dokumen-dokumen resmi baik berupa

buku, majalah, artikel, hasil penelitian sebelumnya atau media lain

(30)

4. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus

pengumpul data.Instrumen yang peneliti gunakan adalah alat tulis, dan alat

dokumentasi.Akan tetapi instrumen tersebut hanyalah sebagai

pendukung.Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan mutlak

diperlukan.Kehadiran peneliti disini adalah untuk mencari data-data

mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat fitrah berdasarkan konsep

maslahat lil ummatdan dokumen-dokumen yang dapat dijadikan bahan

analisis serta untuk melakukan wawancara terhadap panitia zakat fitrah

guna menggali keterangan yang diperlukan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipakai oleh peneliti dalam mengkaji objek adalah

dengan metode wawancara (interview). Menurut Mulyana (2004: 180),

wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Maslikhah, 2013:

321). Wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan beberapa

narasumber diantaranya:

a. Panitia pendata muzakki dan mustahiq untuk mengetahui kalkulasi

kadar zakat yang telah terjadi beberapa tahun ke belakang.

b. Panitia musyawarah pemutus muzakki dan mustahiq dalam hal ini tokoh

agama Desa Tengaran guna mengetahui tata cara penunjukan mana

(31)

c. Panitia pengumpul zakat fitrah guna mengetahui tata carapengelolaan

zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.

d. Panitia distributor/pembagi zakat fitrah untuk mengetahui cara

pendistribusian zakat fitrah.

e. Tokoh agama dan tokoh masyarakat guna mengetahui manfaat dari

pengelolaan zakat fitrah melalui konsep maslahat lil ummat.

6. Analisis Data

Dalam melakukan penganalisisan data, peneliti menggunakan

metode analisis model alir Mells-Huberman yakni dengan mengumpulkan

dan menyajikan data yang ada, lalu direduksi data yang tidak digunakan.

Jika perlu ada yang ditambah, maka peneliti akan kembali ke lapangan

untuk mengumpulkan data, direduksi lagi dan didapatkan kesimpulan

akhir. Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan,

penyederhanaan, abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang

terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis (Emzir, 2011: 130).

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam,

memilih, memokuskan, membuang dan menyusun data dalam suatu cara

dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan diverifikasikan (Emzir.

2011: 130). Dengan kata lain reduksi data digunakan untuk

menyederhanakan dan mentransformasikan data kualitatif dalam aneka

macam cara: melalui seleksi ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat,

menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas dan sebagainya

(32)

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Hal ini bertujuan untuk memahami apa yang sedang terjadi dan

apa yang harus dilakukan – lebih jauh menganalisis ataukah mengambil

tindakan - berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari

penyajian-penyajian tersebut. (Miles dan Huberman, 1992: 17).

Langkah yang terakhir dari model alir ini adalah verifikasi

data.Verifikasi data atau penarikan kesimpulan bertujuan untuk menguji

kebenaran data, kekokohannya dan kecocokannya yang pada akhirnya

disebut validitas (Miles dan Huberman. 1992: 19).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti tidak hanya menerima informasi mentah dari satu informan

saja.melainkan dengan mengadakan konfirmasi ke informan lain mengenai

data yang diberikan oleh informan pertama. Hal ini merupakan salah satu

dari jenis strategi triangulasi (Patton. 2006: 279).Peneliti juga tidak

menerima data yang janggal atau bisa dikatakan menggunakan data yang

benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

8. Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti melakukan penelitian

pendahuluan ke Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten Semarang

untuk mencari data awal mengenai kasus pengelolaan zakat fitrah

berdasarkan konsep maslahat lil ummat.Kemudian peneliti melakukan

(33)

peneliti melakukan penelitian yang sebenarnya dan menyusunnya dalam

bentuk laporan hasil penelitian (skripsi).

7. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran umum yang lebih jelas mengenai penelitian ini,

peneliti akan menyajikannya dalam sistematika penulisan penelitian sebagai

berikut:

BAB I adalah Pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah,

tinjauan pustaka, metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis

penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data dan

sistematika penulisan.

BAB II adalah Zakat Fitrah dan Konsep Maslahat Lil Ummat. Bab ini

menjelaskan pembahasan tentang pengelolaan zakat fitrah yang meliputi

pengertian zakat, macam-macam zakat, hikmah zakat fitrah, harta yang wajib

dizakati, kadar dan syarat-syarat zakat fitrah, serta tata cara pelaksanaan

pembagian zakat. Dalam bab ini juga akan dijelaskan tentang konsep

maslahat.

BAB III adalah Kondisi Sosial, Keberagamaan dan Tata Cara

Pengelolaan Zakat Fitrah di Dusun Kaliwaru.Bab ini menjelaskan tentang

gambaran umum kondisi sosial masyarakat di sekitar Dusun Kaliwaru, Desa

Tengaran Kabupaten Semarang yang meliputi: letak geografis Dusun

(34)

beragama dan sosialnya, serta kondisi umum Dusun Kaliwaru yang meliputi

sejarah berdiri dan program tahunan dalam pengelolaan zakat fitrah.

BAB IV adalah Tinjauan Hukum Islam Mengenai Pengelolaan Zakat

Fitrah berdasarkan Konsep Maslahat Lil Ummat.Bab ini menjelaskan analisis

pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan zakat melalui konsep

maslahat lil ummat, analisis dampak pengelolaan zakat fitrah sebagai upaya

kemaslahatan masyarakat di Dusun Kaliwaru, Desa Tengaran, Kabupaten

Semarang.

BAB V Kesimpulan dan Saran.Bab ini meliputi: kesimpulan,

saran-saran baik untuk amil zakat fitrah di Dusun Kaliwaru maupun untuk lembaga

(35)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Zakat Fitrah

Zakat secara bahasa berarti tumbuh dan bertambah, pujian,

baik.Sementara menurut syara‟ berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari)

harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan “Mengeluarkan sebagian

yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas

kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak

menerimanya (mustahiq)-nya. Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan

mencapai haul (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian

(Zuhayly, 1995:83).

Zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan oleh sesorang dari rezeki yang

diperoleh dari Allah.Swt untuk orang-orang faqir (Farkhani, 2013:103).Zakat

terdiri dari dua macam yaitu zakat fitrah dan zakat harta (mal).Zakat mal

terdiri dari zakat mata uang, zakat perniagaan, zakat tanaman, zakat ternak,

zakat rikaz (barang temuan), dan zakat profesi. Sementara itu zakat fitrah

adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim, baik yang masih

kecil (dalam kandungan) atau telah dewasa, laki-laki maupun perempuan dan

orang merdeka maupun hamba sahaya, dikeluarkan pada akhir bulan

Ramadhan sampai menjelang shalat idul fitri (Farkhani, 2013: 111).

(36)

1. Makanan pokok, yang menguatkan di suatu negara. (Pendapat ini yang

dianggap paling shahih menurut jumhur ulama).

2. Menguatkan dirinya.

3. Boleh memilih diantara jenis-jenis tersebut. Dalam hal ini seperti beras,

gandum, kacang kedelai, sagu, kurma kering, kurma basah, biji-bijian dan

lain-lain (Qardhawi, 1991: 952).

Syarat benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah:

1. Hendaklah berlebih dari kebutuhan-kebutuhan penting atau vital bagi

seseorang, seperti buat: makan, pakaian, tempat kediaman, kendaraan dan

sarana untuk mencari nafkah.

2. Berlangsung selama satu tahun masa (tahun hijrah), permulaannya

dihitung saat memiliki nishab, dan harus cukup selama satu tahun penuh.

seandainya terjadi kekurangan di tengah tahun, lalu kembali cukup, maka

permulaan tahun dihitung dari saat cukupnya itu (Sabiq, 1982: 22).

Zakat fitrah itu wajib atas setiap Muslim yang merdeka, yang memiliki

kelebihan makanan selama satu hari satu malam sebanyak satu sha‟ dari

makanannya bersama keluarganya.Zakat itu wajib atas seseorang, baik buat

dirinya, maupun buat keluarga yang menjadi tanggungannya seperti istri dan

anak-anaknya, begitu pun khadam yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah

tangganya (Sabiq. 1982: 154).

Masa membayar zakat fitrah adalah sebelum hari raya atau sebelum

(37)

Berkata Ibnu Umar r/a: “Kami dititah oleh Rasulullah saw mengenai zakat

fitrah, agar dibayarkan sebelum orang-orang pergi shalat.” Akan tetapi menurut

Imam Abu Hanifah, boleh memajukannya hingga sebelum Bulan

Puasa.Menurut Imam Syafi‟I boleh memajukannya hingga awal bulan (Sabiq,

1982: 157).

Hukum zakat fitrah dalam madzhab Syafi‟i:

1. Waktu jawaz/boleh yaitu mulai awal puasa Ramadhan hingga awal bulan

Syawal (Ash-Shiddieqy, 1984: 263).

2. Waktu wajib yaitu mulai terbenamnya matahari akhir Ramadhan hingga 1

Syawal. Pagi hari raya dari terbit fajar hingga ke tempat sembahyang hari

raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 261)

3. Waktu sunnat yaitu setelah fajar dan menurut Ibnu Hazm, sebelum

sembahyang hari raya (Ash-Shiddieqy, 1984: 262).

4. Waktu makruh yaitu setelah shalat idul fitri hingga terbenamnya matahari

pada hari raya itu (BKM, 1991: 119).

5. Waktu haram yaitu setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 1 Syawal

kecuali jika ada udzur syar‟i. Menta‟khirkan zakat sesudah sembahyang

hari raya, hukumnya haram ( Ash-Shiddieqy, 1984:261)

Sayyid Sabiq (1982:..) menerangkan lebih jauh tentang mustahiq zakat.

Mereka itu adalah sebagai berikut:

1. Orang fakir, yaitu orang-orang yang berada dalam kebutuhan dan tidak

mendapatkan apa yang mereka perlukan. Kebalikannya adalah orang kaya

(38)

2. Orang miskin, yaitu orang-orang yang memiliki pekerjaan tetapi tidak

dapat memenuhi kebutuhannya. Jika mereka tidak memiliki benda yang

dapat dijual untuk membayar zakat, maka mereka berhak untuk

mendapatkan zakat.

3. Amil zakat, yaitu orang-orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan

membagikan zakat.

4. Golongan muallaf, yaitu orang-orang yang diusahakan merangkul dan

menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman disebabkan

belum mantapnya keimanan mereka atau buat menolak bencana yang

mungkin mereka lakukan terhadap kaum Muslimin, dan mengambil

keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka.

5. Untuk memerdekakan budak belian, yaitu budak mukatab yakni budak

yang telah dijanjikan oleh tuannya akan merdeka bila telah melunasi harga

dirinya yang telah ditetapkan, dan budak-budak biasa.

6. Orang yang berhutang, yaitu orang-orang yang berutang dan sukar untuk

membayarnya. Baik utang untuk mendamaikan sengketa, menjamin utang

orang lain hingga harus menghabiskan hartanya untuk keperluan itu, atau

orang yang terpaksa hutang untuk keperluan hidup atau membebaskan

dirinya dari maksiat.

7. Untuk biaya di jalan Allah Swt, yaitu jalan yang menyampaikan kepada

keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Menurut jumhur,

mereka adalah orang yang berperang sukarelawan. Mereka berhak

(39)

8. Ibnu Sabil, atau orang yang bepergian demi kemaslahatan umum, yang

manfaatnya kembali pada agama Islam. Mereka adalah musafir yang

terputus dari negerinya, diberi zakat yang akan dapat membantunya

mencapai maksud, jika tidak sedikitpun dari hartanya yang tersisa,

disebabkan kemiskinan yang dialaminya.

Penjelasan di atas didasarkan pada ayat Al-Qur‟an Surat At-Taubah

ayat 60 yang berbunyi:

   

   

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin , pengurus-pengurus zakat (amil/panitia), para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Zakat ini berguna untuk membersihkan harta sekaligus jiwa dari

sifat-sifat tercela terutama sifat-sifat kikir dan suka menumpuk harta.Selain itu, zakat

berguna untuk memperpendek atau menghilangkan kesenjangan ekonomi.

Berikut ini hikmah dari zakat fitrah:

Pertama, yang berhubungan dengan orang yang berpuasa pada bulan

Ramadhan.Mereka tidak lepas dari omongan dan perbuatan yang tidak ada

manfaatnya, dan dilarang oleh Allah Swt.

Berdasarkan hikmah yang pertama di atas, maka kedatangan kewajiban zakat

(40)

membersihkan orang dari kemadharatan yang menimpa dirinya, atau

membersihkan kekotoran puasanya, atau menambal segala yang kurang,

sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu adakan menghilangkan segala yang

kotor.

Kedua, yang berhubungan dengan masyarakat, menumbuhkan rasa kecintaan

orang-orang miskin dan orang-orang yang membutuhkannya.Dalam hal ini

orang-orang yang berpuasa tidak melupakan mereka yang membutuhkan

pertolongan dan menghindarkan orang miskin dari perbuatan meminta-minta

(Qardhawi, 1991: 925-926).

Sementara menurut Zuhayly (1995: 86-88), hikmah zakat meliputi:

Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan

para pendosa dan pencuri.

Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang

yang sangat memerlukan bantuan.Zakat bisa mendorong mereka untuk

bekerja dengan semangat-ketika mereka mampu melakukannya-dan bisa

mendorong mereka untuk meraih kehidupan yang layak.

Ketiga, zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, melatih

seorang Muslim untuk menjadi pemberi dan bersikap dermawan.

Pengelolaan di Masa Nabi Muhammad SAW.

Zakat diperintahkan kepada umat Islam melalui ajaran Nabi

Muhammad.Meskipun pada masa-masa sebelum Nabi Muhammad sudah

pernah diwajibkan kepada umat Nabi Ibrahim, Ishaq, dan Ya‟qub (QS. Al

(41)

Isa (QS. Maryam: 31), dan seluruh umat dari golongan ahli kitab secara

umum (QS. Al-Bayyinah: 5).

Awal pemerintahan Nabi Muhammad dalam memimpin Islam, zakat

diwajibkan untuk penduduk di Madinah.Meskipun kepedulian terhadap kaum

miskin sudah dituntunkan di Makkah (Hidayati. 2013: 11).Dalam sebuah

riwayat, Nabi Muhammad Saw telah menginstruksikan Mu‟adz bin Jabal r.a

untuk menjadi kadhi di Yaman, beliau memerintahkan untuk berdakwah demi

kalimat tauhid kepada golongan Ahli Kitab.Jika mereka menerimanya, maka

diserukanlah perintah shalat dan perintah zakat.Setelah itu do‟a merupakan

sesuatu yang disunahkan.Riwayat dari Ibnu Abbas .ra ini menjadi dasar ijma‟

shahabat dalam rangka pengelolaan zakat.

Rasulullah Saw mengumpulkan zakat dari orang-orang yang datang

langsung di hadapan beliau, yang menyerahkan zakat kepada Nabi secara

sukarela dan tidak terpaksa (Abu Zahrah. 1995: 133).Dari para penerima,

Nabi juga memerintahkan kepada mereka untuk mendoakan para muzakki.

Kewajiban zakat di Makkah adalah tidak dibatasi berapa besar harta

yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak pula jumlah yang harus

dizakatkan.Setelah menginjak tahun kedua setelah hijrah, baru dirincikan

besar dan jumlah setiap jenis harta yang wajib dizakati (Sabiq. 1982: 7). Hal

ini dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari sebagai berikut:

(42)

ekor kambing. Apabila ternak unta mencapai dua puluh lima ekor jumlah ternak mencapai enam puluh satu ekor hingga tujuh puluh lima ekor, maka zakatnya adalah seekor unta jaz‟ah. Apabila ternak unta mencapai tujuh puluh enam ekor hingga sembilan puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina labun.Apabila jumlah ternak unta mencapai sembilan puluh satu ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah dua ekor unta betina hiqqah yang siap didatangi unta pejantan. Apabila jumlah ternak unta mencapai lebih seratus dua puluh ekor, maka zakatnya adalah tiap-tipa lima puluh ekor seekor unta hiqqah. Dan barangsiapa yang tidak memiliki ternak unta selain empat ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali pemiliknya menghendaki.Mangenai sedekah ternak kambing yang berada dalam penggembalaannya, apabila jumlahnya empat puluh ekor hingga seratus dua puluh ekor, maka zakatnya seekor kambing.Apabila jumlahnya lebih dari seratus dua puluh ekor hingga mencapai dua ratus ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing.Apabila jumlah ternak kambing mencapai lebih dari tiga ratus ekor, maka tiap-tipa seratus ekor kambing adalah seekor kambing.Apabila jumlah kambing gembalaan seseorang kurang dari empat puluh ekor, misalnya kurang satu ekor, maka tidak perlu sedekah kecuali jika pemiliknya menghendaki. Tidak boleh mengelompokkan ternak yang terpisah-pisah, tidak boleh pula memisahkan ternak yang bersatu karena khawatir akan terkena sedekah. Bila ternak dimiliki dua orang yang berserikat, maka kedua pemilik harus saling merujuk dengan cara yang adil. Hewan yang telah berusia lanjut, cacat, dan pejantan tidak boleh digunakan untuk sedekah kecuali jika pemungut sedekah menghendakinya (mengizinkannya).Mengenai zakat logam dan perak, bila jumlahnya mencapai dua ratus dirham, maka zakatnya adalah dua setengah persen.Apabila jumlah logam perak hanya seratus sembilan puluh dirham, maka tidak perlu sedekah kecuali bila pemiliknya yang menghendaki. Dan barangsiapa yang memiliki ternak unta dalam jumlah yang mewajibkan membayar sedekah berupa seekor unta

jadz‟ah, sedangkan ia tidak memiliki unta jadz‟ah, tetapi hanya memiliki unta hiqqah, maka untuk hiqqah diterima dengan ditambah dua ekor kambing-bilamana ia memiliki dua ekor kambing-atau uang sebesar dua puluh dirham. Barangsiapa yang meiliki ternak dengan jumlah yang mewajibkannya membayar sedekah berupa unta hiqqah, sedangkan ia tidak memiliki unta hiqqah, tetapi hanya meiliki unta

(43)

Rasulullah pernah menarik zakat atas berbagai harta kekayaan secara

keseluruhan baik itu berupa hewan ternak, hasil panen maupun emas dan

hasil niaga.Beliau menghimpunkan zakat emas dan hasil niaga melalui

orang-orang yang datang secara langsung.(Abu Zahrah. 1995: 136).Sehingga konsep

amil belum terpikirkan kala itu.Intinya adalah zakat dibayarkan langsung

kepada imam.

Zakat fitrah lebih utama jika dikeluarkan sebelum orang-orang keluar

pergi shalat „ied. Hal ini didasarkan pada hadis riwayat Ibnu Umar. ra. Zakat

fitrah ini dibayarkan guna mencukupi kebutuhan orang-orang miskin dan agar

orang-orang miskin tidak mengemis.Karena mereka merupakan golongan

yang paling utama untuk menerimanya.Hal ini didasarkan pada hadis riwayat

Baihaqi dan Daruquthni.

Sementara itu, di era Madinah, hukum zakat yang lebih terperinci

diturunkan. Yang meliputi siapa saja yang wajib mengeluarkan zakat, siapa

yang berhak menerima zakat, tata cara menunaikannya dan jenis harta yang

diwajibkan zakat, termasuk zakat fitrah. Baginda Rasul juga melantik para

amil zakat dan membagikannya ke seluruh wilayah pemerintahan Islam.

Sebelum wafat, beliau juga meninggalkan wasiat kepada khalifah

selanjutnya, Abu Bakar r.a untuk menarik zakat madu.Beliau

memperkenalkan prinsip pembagian tugas dan elemen penguat dalam

pengelolaan zakat dengan adanya amil. Beliau mengamanahkan kepada Bilal

Bin Rabbah r.a untuk menjaga ketika Zubair bin Awwam r.a dilantik sebagai

(44)

juru audit dan pendaftar, Uttab bin Usayd r.a sebagai amil di Kota Makkah,

Huzaimah bin Yaman r.a di Kota Hijaz dan Abdullah bin Rawahar r.a di Kota

Khaibar. Beliau juga meletakkan konsep fauran (segera) dalam hal penarikan

zakat.(www. umarfarouq.blogspot.com)

B. Pengertian Pengelolaan dan Distribusi Zakat Fitrah 1. Pengertian Pengelolaan

Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat,

Pengelolaan adalah adalah kegiatan perencanaan,pelaksanaan, dan

pengoordinasian dalampengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaanzakat. Sementara itu dalam pasal dua dan tiga dijelaskan

bahwa pengelolaan zakat meliputi asas-asas sebagai berikut:

a. Syariat Islam; artinya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Nabi

Muhammad. Saw melalui bimbingan para imam fikih meliputi empat

madzhab: Maliki, Hanafi, Syaf‟i, dan Hanbali.

b. Amanah; artinya dalam mengelola zakat, harus dapat dipercaya oleh

masyarakat baik dari sisi pelaksanaan maupun

pertanggungjawabannya.

c. Kemanfaatan; artinya dilakukan sepenuhnya untuk memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi mustahiq zakat.

d. Keadilan; artinya dilakukan secara non-diskriminatif atau tidak

(45)

e. Kepastian hukum; artinya adanya kepastian hukum bagi muzakki dan

mustahiq zakat.

f. Terintegrasi; artinya dilaksanakan secara hierarkis dari pusat

(BAZNAS) hingga ke daerah-daerah (BAZDA, LAZ, UPZ) dalam

upaya peningkatan pengelolaan dan

g. Akuntabilitas; artinya dapat dipertanggungjawabkan pelaporan

pelaksanaannya dan dapat diakses secara mudah oleh masyarakat.

Pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pelayanandalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat

zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan

kemiskinan.

Sistem Pemungutan Zakat menurut Mursyidi (2006: 100) adalah

sebagai berikut:

a. Self assessment, yaitu zakat dihitung dan dibayarkan sendiri oleh

muzakki atau disampaikan ke lembaga swadaya masyarakat atau

badan amil zakat untuk dialokasikan kepada yang berhak. Disini zakat

merupakan kewajiban yang pelaksanaannya merupakan kesadaran

orang Islam yang berkewajiban. Dengan kata lain tidak ada

pemaksaan oleh pihak yang berwenang. Muzakkiakan berurusan

langsung dengan Allah Swt dan para mustahiq. Sistem ini didasari

pada penjelasan kewajiban seorang muslim yang harus mengeluarkan

(46)

b. Official assessment, yaitu zakat akan dihitung dan dialokasikan oleh

pihak yang berwenang, misalnya badan-badan yang ditunjuk oleh

pemerintah. Ini dapat dilakukan apabila penyelenggara pemerintahan

adalah pihak-pihak yang dianggap berwenang berdasarkan syari‟at

Islam dan sudah menjadi kebijakan umum. Disini muzakki hanya

memberikan informasi tentang kekayaannya kepada para pihak penilai

dan penghitung zakat kekayaan. Sistem ini didasari pada perintah

Allah Swt kepada para penguasa yang berwenang untuk mengambil

(khudz) sebagian dari kekayaan orang Islam yang berkecukupan.

2. Pengertian Distribusi

Distribusi adalah penyaluran atau pembagian sesuatu kepada pihak

yang berkepentingan. Sementara sistem distribusi zakat merupakan

kumpulan atau komponen baik fisik maupun nonfisik yang saling

berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk

menyalurkan zakat yang terkumpul kepada pihak-pihak tertentu dalam

meraih tujuan sosial ekonomi dari pemungutan zakat (Mursyidi, 2006:

169).

Misi distribusi zakat adalah menciptakan masyarakat muslim yang

kokoh baik di bidang ekonomi maupun nonekonomi. Untuk

melaksanakan misi tersebut, perlu adanya sistem alokasi zakat yang

(47)

Sistem tersebut mencakup:

a. Prosedur alokasi zakat yang mencerminkan pengendalian yang

memadai sebagai indikator praktek yang adil.

b. Sistem seleksi mustahiq dan penetapan kadar zakat yang dialokasikan

kepada kelompok mustahiq.

c. Sistem informasi muzakki dan mustahiq (SIMM).

d. Sistem dokumentasi dan pelaporan yang memadai.

Menurut UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Zakat, dalam rangka

pengelolaan zakat, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal dilaksanakan

oleh Badan Amil Zakat Nasional atau lebih dikenal sebagai BAZNAS

(dulu disebut dengan Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah/BAZIS).

Berdasarkan Pasal 7, dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS ini

menjalankan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu juga bertugas untuk

membuat pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan

zakat.

Dalam amanat UU Zakat yang baru ini, dijelaskan bahwa

masyarakat diperbolehkan untuk membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ)

guna membantu BAZNAS. Dan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 29

ayat (3), LAZ ini wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan

zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada

BAZNAS dan pemerintah secara berkala. Namun pada kenyataan yang

(48)

baik itu secara kelompok atau dikoordinir di masjid-masjid melalui

kepengurusan takmir.

Dalam Pasal 38 dijelaskan bahwa dilarang bagi setiap orang yang

sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan penghimpunan,

pendistribusian atau pendayagunaan zakat tanpa ijin pejabat yang

berwenang. Dia akan ditindak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dengan

pidana paling lama satu tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.

50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Dengan penjelasan Pasal 66 PP Nomer 14 Tahun 2014 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2011 tentang Zakat,

bahwa: “(1) Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum

terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan pengelolaan zakat dapat

dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim

ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla sebagai amil zakat.(2)

Kegiatan Pengelolaan Zakat oleh amil zakat sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan memberitahukan secara tertulis kepada kepala

kantor urusan agama kecamatan.” Maka dari itu, pengelolaan di dusun

-dusun yang dikelola secara mandiri melalui kepengurusan takmir itu

diperbolehkan oleh negara.

Maka dari itu, masalah penditribusian harus dilaksanakan sesuai

dengan syari‟at Islam meskipun dilakukan oleh panitia/ amil mandiri.

(49)

dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip

pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.

Zuhayly (1995: 278-279) menjelaskan bahwa apabila yang

membagikan zakat itu adalah imam, dia harus membaginya menjadi

delapan bagian.Yang pertama kali mengambil bagian itu seharusnya

adalah panitia zakat, karena dia mengambilnya sebagai ganti jerih payah

yang dikeluarkannya untuk memungut zakat. Adapun

kelompok-kelompok yang lain mengambil zakat atas dasar kesamaan hak diantara

mereka. Dan jika yang membagikan zakat itu adalah pemilik harta itu

sendiri atau orang yang mewakilinya, gugurlah hak panitia zakat itu,

kemudian dibagikan kepada tujuh kelompok yang tersisa jika semua

kelompok itu masih ada; jika tidak, zakat itu hanya dibagikan kepada

kelompok yang ada saja.

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri jika umat Islam melakukan

optimalisasi fungsi sosial masjid dalam hal penggalangan dan penyaluran

zakat. Mufraini (2006:134) menjelaskan dalam bukunya Akuntansi dan

Manajemen Zakat, bahwa ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan dalam

mengoptimalkan pola kerja ta‟mir masjid khususnya dalam tataran zakat,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Kelembagaan masjid, yang diwakili oleh ta‟mir masjid ataupun yang

lainnya, dapat mencoba membuat database kesejahteraan dan

kemiskinan para jama‟ahnya. Sehingga dapat dijadikan acuan yang

(50)

pengembangan sistem informasi pengumpulan dan penyeluran zakat

dan sebagai jalan untuk menjadikan zakat terdistribusikan secara tepat

sasaran.

2. Organisasi ta‟mir masjid atau yang lainnya menyusun kalender

pelaksanaan zakat terpadu, baik untuk zakat fitrah maupun zakat mal,

untuk mengingatkan jama‟ah surplus calon muzakkiakan waktu haul.

3. Organisasi kelembagaan masjid dapat menjadi corong pengeras suara

sistem komunikasi masa untuk sosialisasi pelaksanaan kewajiban

zakat yang sekarang terus digalakkan. Terutama oleh lembaga

BAZ/LAZ, seperti halnya dompet dhuafa sebagai contoh.

Menurut Madzhab Syafi‟i, membolehkan zakat fitrah dibayarkan

kepada tiga orang fakir atau miskin, sedangkan al-Rawyani dari Madzhab

Syafi‟i berpendapat bahwa zakat itu hendaknya dibagikan kepada paling

tidak tiga kelompok yang berhak menerima zakat. Menurut madzhab

Hanafi, Maliki, dan Hanbali, zakat boleh dibagikan hanya kepada satu

kelompok saja.Bahkan Madzhab Hanafi dan Maliki memperbolehkan

pembayaran zakat kepada satu orang dari delapan kelompok yang

ada.Dan menurut Madzhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang

sangat memerlukan dibandingkan dengan kelompok lainnya merupakan

(51)

C. Konsep Maslahat Menurut Ushul Fikih 1. Pengertian Maslahat

Maslahat menurut Imam Al-Ghazali adalah mengambil manfaat

dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan

syara‟ (Haroen, 1996: 114). Tujuan syara‟ itu dijelaskan lebih lanjut oleh

Al-Ghazali bahwa tujuan yang harus dipelihara ada lima bentuk yaitu:

memelihara agama, jiwa, akal, keturuanan dan harta. Apabila seseorang

melakukan perbuatan yang pada intinya untuk memelihara kelima aspek

tujuan syara‟ di atas, maka dinamakan maslahah(Haroen, 1996: 114).

Sementara menurut Al-Khwarizmi memberikan definisi yang

hampir sama dengan definisi Al-Ghazali, yaitu memelihara tujuan syara‟

(dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari

manusia (Syarifuddin. 2011: 346). Menurut Imam Al-Syatibi,

kemaslahatan itu tidak dibedakan antara kemaslahatan dunia dengan

kemaslahatan akhirat. Jadi intinya jika seseorang hendak mencapai

kemaslahatan dunia, dia harus melakukannya demi kemaslahatan akhirat

pula (Haroen, 1996: 114).Sementara menurut Abdul Wahhab Khalaf

menjelaskan: “maslahat yaitu maslahah yang ketentuan hukumnya tidak

digariskan oleh Tuhan dan tidak ada dalil syara‟ yang menunjukkan

tentang kebolehan dan tidaknya maslahah tersebut.”(Zuhri, 2011:81).

Menurut ahli ushul fikih, Maslahat adalah menetapkan hukum

suatu masalah yang tidak ada nasnya atau tidak ada ijma‟ terhadapnya,

(52)

dijelaskan ataupun dilarang). Abu Zahrah dalam kitabnya usul fikih

menyebutkan: “maslahah atau istishlah yaitu segala kemaslahatan yang

sejalan dengan tujuan-tujuan syar‟i (dalam menentukan hukum) dan

kepadanya tidak ada dalil khusus yang menunujuk tentang diakui atau

tidaknya (Zuhri, 2011: 82).

At-Tufy menetapkan bahwa maslahat adalah dalil syar‟i dalam

bidang muamalat (Salam, dkk.1994: 116-117). Jadi dapat disimpulkan

dari beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ulama dan pakar

ushul fikih bahwa maslahat itu adalah hal-hal yang bersifat baik untuk

manusia meskipun tidak dijelaskan dalam nash ataupun syara‟.

Sebagai contoh maslahah ini dapat kita ketahui, misalnya dalam

pengumpulan Al-Qur‟an dalam Mushaf Utsmani, memerangi

pembangkang zakat di zaman Abu Bakar, pewarisan kekhalifahan dari

Abu Bakar kepada Umar, pencetakan mata uang, pencatatan pernikahan

(Zuhri, 2011: 85). Kesemuanya ini tidak dijelaskan melalui dalil-dalil

nash dan syara‟ akan tetapi bertujuan baik bagi manusia di dunia dan

akhirat.

Adapun maslahah yang dikehendaki oleh suasana sekeliling

kenyataan-kenyataan baru yang datang setelah terputusnya wahyu,

sedangkan syari‟ belum mensyari‟atkan hukum untuk merealisir

maslahah-maslahah tersebut, dan juga tidak terdapat dalil syari‟

mengenai pengakuan atau pembatalan maslahah-maslahah tersebut, maka

(53)

pembentukan hukum melalui maslahah mursalah ini adalah menjadikan

fikih dan hukum islam mampu dinamis dan mengikuti perputaran zaman

(tidak beku/jumud dalam ijtihad) (Khalaf, 1996: 133).

2. Konsep Maslahat dalam Ushul Fikih

Adapun menurut para ulama, alasan mereka menerima maslahat

sebagai dalil syar‟i, diantaranya ialah:

a. Kemaslahatan yang diharapkan manusia itu tumbuh dan bertambah.

Sekiranya hukum tidak menampung untuk menetapkan kemaslahatan

manusia yang dapat diterima, berarti kurang sempurna syari‟at itu,

atau bekulah syari‟at Islam itu. Padahal nyatanya tidak demikian.

b. Kalau diamati benar-benar, para sahabat dan tabi‟in serta imam-imam

mujtahid, mereka telah menetapkan hukum-hukum dengan

berdasarkan pada kemaslahatan. Abu Bakar Ash-Shidiq

memerintahkan untuk menyusun mushaf yang tadinya belum

berkumpul. Demikian pula tindakannya memerangi orang yang

ingkar dan enggan membayar zakat.

Lalu maslahat ini masih memiliki syarat jika dijadikan

hujjah/dasar keputusan. Biasanya, manusia akan terganggu dengan

adanya campur tangan nafsu dalam memutuskan suatu perkara. Maka

dari itu, syarat-syarat berhujjah dengan maslahat antara lain:

a. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahat itu harus kemaslahatan

hakiki. Maksudnya maslahah yang bisa mendatangkan kemanfaatan

Referensi

Dokumen terkait

in Bank Loan Loss Reserve Levels”, The Accounting Review.. Fahmi,

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang membelajarkan siswa untuk berkomunikasi dengan baik dan benar. Komunikasi dapat dilakukan baik secara lisan maupun

dengan pelajaran. 2) Membaca atau mendiskusikan gejala alam yang baru terjadi. 3) Bertanya tentang beberapa peristiwa alam, sosial, budaya, ekonomi, politik, teknologi

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dalam hal ini adala guru pendidikan pancasila dan

(Studi Komprehensif Kinerja Power Generation Ditinjau dari Nilai Entropi Siklus Uap dengan Melihat Pengaruh Jumlah Udara Pembakaran).. Diajukan Untuk Memenuhi Syarat

Apakah saudara/i mampu untuk bekerja sama dengan pegawai lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang

“fungsi dan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk membentuk warga negara yang baik ( to be a good citizenship ) serdas, terampil, dan berkarakter

Sehubungan dengan Pelelangan Paket Pekerjaan Peningkatan D.I Kuta Batu (100 Ha) pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Aceh Tenggara Sumber Dana