• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA AHMAD FUADI"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)

Diajukan Oleh:

MUHAMMAD FADHOLI 11110131

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(3)
(4)
(5)
(6)

vi

Selalu optimis

PERSEMBAHAN

Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya

persembahkan kepada:

1. ibunda ( Siti Murtofiah ) dan Ayahanda ( Ahmad Adib ) tercinta yang telah

mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih

sayang serta tidak henti-hentinya mendo‟akan penulis dalam menyelesaikan

studi dan skripsi ini.

2. Saudara-saudaraku ( Muhammad Haris dan M.Lilik Setiawan ) dan calon

belahan jiwaku ( Maftukhatul Munawaroh ) yang telah mendo‟akan penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu mendukung penulis dalam segala

hal.

3. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman MAPALA MITAPASA terima

kasih atas dukungan, do‟a motivasi, perhatian dan kasih sayang yang telah

ikut mewarnai perjalanan proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Siti Asdiqoh,M.Si. yang telah sabar dalam mengarahkan dan

memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini.

5. Seluruh Mahasiswa STAIN Salatiga terutama PAI kelas D angkatan 2010

(7)

vii

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan

rahmat, taufik, dan hidayah-Nya dalam penyusunan skripsi berjudul Nilai-nilai

Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi. Shalawat

dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad yang telah

menerangi dunia dengan kesempurnaan agama Islam.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian kualitatif untuk mengetahui nilai-nilai

pendidikan Islam yang dapat diambil sebagai pelajaran dari Novel Rantau 1

Muara karya Ahmad Fuadi. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait. Pada kesempatan ini,

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam

Negeri (IAIN) Salatiga,

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

3. Dosen Pembimbing Ibu Dra. Siti Asdiqoh,M.Si. atas bimbingan, arahan, dan

motivasi yang diberikan.

4. Bang Fuadi yang telah menginspirasiku baik dalam perkataan maupun dalam

(8)

viii

6. Keluarga besar PAI D 2010 seperjuangan.

7. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,

sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

semoga skripsi ini bermanfaat bagi para Pembaca dan dapat dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Salatiga, 20 Agustus 2015

(9)

ix

Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.

Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, novel Rantau 1 Muara

Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Nilai-nilai pendidikan Islam adalah harga pendidikan menurut ajaran Islam yang berasal dari perintah Allah SWT yang telah diajarkan kepada seluruh umat manusia melalui wahyu-Nya dan utusan-Nya (Nabi dan Rosul-Nya). Beralih ke sastra bahwa salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya.

Demikian, penelitian ini bertujuan untuk meneliti secara mendalam nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam sebuah novel inspiratif karya Ahmad Fuadi, Rantau 1 Muara. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dengan menerapkan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Metode yang digunakan penulis untuk mengumpulkan berbagai sumber data dalam penelitian kali ini adalah metode dokumentasi (documentation research methode). Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengkaji dan melakukan analisis kepustakaan mengenai Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi. Data primer dalam penelitian adalah Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi tahun 2013. Sedangkan untuk sumber data sekunder, penulis mengambil dari kumpulan berbagai artikel, jurnal, diskusi-diskusi book review dan karya tulis lain yang berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual dalam kajian dan analisis. Pada akhirnya, dalam proses analisis data, penulis menggunakan metode deskriptif analisis yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

(10)

x

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. KegunaanPenelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 7

1. Jenis Penelitian... 7

2. Metode Pengumpulan Data... 8

3. Teknik Analisis Data... 8

F. Penegasan Istilah ... 9

1. Nilai Pendidikan Islam ... 9

2. Novel Rantau 1 Muara ... 10

G. Sistematika Penulisan Skripsi ... 10

BAB II BIOGRAFI NASKAH A. Biografi Naskah ... 12

1. Pengertian Novel ... 12

(11)

xi

3. Jenis-jenis Novel ... 25

4. Ciri-ciri Novel ... 26

B. Nilai Pendidikan Islam ... 26

1. Pengertian Nilai ... 26

2. Pengertian Pendidikan Islam ... 27

3. Landasan Nilai Pendidikan Islam ... 29

4. Tujuan Nilai Pendidikan Islam ... 34

5. Jenis Nilai-nilai Pendidikan Islam ... 36

C. Biografi Penulis... 41

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

1. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara ... 70

2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Novel Rantau 1 Muara ... 78

BAB IV PEMBAHASAN

(12)

xii

2. ... Nilai-nilai

Akhlak Madzmumah dalam Novel Rantau 1 Muara ... 91

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Membahas pendidikan tidaklah habis meskipun harus menumpahkan

tinta seluas samudra ke atas kertas seluas langit raya. Karena sejatinya

pendidikan itu akan terus berkembang dan memunculkan diskusi-diskusi

yang berkelanjutan sampai akhir zaman. Namun demikian kiranya penulis

ingin mengutip beberapa definisi pendidikan yang diuraikan oleh beberapa

ahli pendidikan guna mendapat secercah pemahaman tentang makna

pendidikan.

Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie

yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1991: 263) pendidikan adalah “proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,

cara, perbuatan mendidik.”

Menurut Poerwadarminta (Kamus besar bahasa indonesia, 1991: 916),

pendidikan dari segi bahasa dapat diartikan sebagai perbuatan (hal, cara dan

sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau

pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya.

Pada hakekatnya, pendidikan adalah kegiatan formal yang melibatkan guru,

(14)

peserta didik menjadi bertambah pengetahuan, skill dan nilai kepribadiannya

dalam suatu keteraturan kalender akademik (Jumali, dkk, 2004: 19).

Lebih lanjut pendidikan merupakan usaha seorang pendidik guna

mempersiapkan anak didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan bermanfaat

bagi masyarakat. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga,

sekolah dan masyarakat (Zakiah Daradjat, 1995: 35). Sedangkan menurut

Prof. Dr. Azzumardi Azra, MA (dalam Abuddin Nata, 2003: 12) pendidikan

adalah:

“Suatu proses dimana suatu bangsa atau Negara membina dan

mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu. Dengan kesadaran tersebut suatu bangsa atau negara dapat mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek

kehidupan.”

Pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan

dapat diartikan secara sempit dan dapat pula diartikan secara luas. Secara

sempit dapat diartikan “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai

dewasa” (Marribah, 1981: 30).

Adapun pengertian pendidikan secara luas adalah:

“Segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan

pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan

mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat” (Al-Attas, 1984: 60).

Sedangkan kaitannya dengan Islam, maka ada tiga istilah umum yang

sering digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu: at-Tarbiyyah (pengetahuan

(15)

mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai

ilmiah), dan at-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).

Lebih terperinci Syekh A. Naquib al-Attas (1984: 48) memberikan

pengertian bahwa pendidikan Islam adalah:

“Usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala sesuatu dari tatanan penciptaan, sehingga membimbing mereka kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian.”

Adapun M. Yusuf Qardhawi sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr.

Abuddin Nata, MA. (2003: 60) memberikan pengertian:

“Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat

dengan segala kebaikan dan kejahatan, manis dan pahit.”

Setidak-tidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari beberapa

pengertian pendidikan Islam di atas, yaitu:

Pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani.

Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena

itu pembinaan terhadap keduanya harus seimbang (tawazun).

Kedua, Pendidikan Islam berdasarkan konsepsinya pada nilai-nilai

religius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan teologis

sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. Sebagaimana firman Allah:

(16)

dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!” (Qs. Al-Baqarah [2] : 31)

Ayat di atas menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yakni

bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Allah Subhanahu wa

Ta’ala.

Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat

berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang

datang dari luar.

Berdasarkan pengertian dari tiga poin di atas dapat disimpulkan

bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang

agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Lebih lanjut, “nilai” sebatas arti denotifnya dapat dimaknai sebagai

harga (Mulayana, 2004: 7). Yakni, “harga yang diberikan seseorang atau

kelompok terhadap sesuatu” (Djahiri, A. 1996: 16). Namun, ketika nilai

dihubungkan dengan suatu objek sudut pandang tertentu, maka, harga yang

terkandung di dalamnya memiliki pemaknaan yang bermacam-macam. Ada

harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, politik dan

agama.

Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah harga

pendidikan menurut ajaran Islam yang berasal dari perintah Allah SWT yang

telah diajarkan kepada seluruh umat manusia melalui wahyu-Nya dan

(17)

Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya fiksi

yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Menurut Burhan (1988:

3), karya fiksi menceritakan kehidupan manusia dalam interaksi dengan

lingkungan sesama, diri sendiri dan interaksi pengarang dengan Tuhan. Fiksi

merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab,

sekaligus cerita yang memberikan hiburan pada pembaca.

Novel Rantau 1 Muara menceritakan tentang Alif Fikri yang

digambarkan sebagai lelaki yang selalu berjuang keras untuk mendapatkan

setiap apa yang menjadi impiannya. Kita bisa mendapatkan apa yang kita

mimpikan bila kita mau berusaha, dan tentu saja bersabar, sembari terus

berdoa kepada Tuhan. Dia juga sosok yang didambakan banyak orang: suka

bekerja keras, pintar, paham agama, dan baik hati.

Kisah novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi ini adalah tentang

pencarian tempat berkaya, pencarian belahan jiwa dan pencarian dimana

hidup akan bermuara. Pada intinya, pengarang hendak menyampaikan pesan

bahwa kita jangan pernah menyerah dan terus berusaha keras dengan begitu

Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Man Saara Ala Darbi

Washala, siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan adalah mantra

utama dalam novel ini. Dalam novel tersebut banyak nilai-nilai Pendidikan

Agama Islam yang dapat dipetik hikmahnya.

Berdasarkan uaraian latar belakang yang singkat tersebut, penulis

tertarik untuk meneliti dan membahas mengenai nilai-nilai pendidikan Islam

(18)

berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara Karya

Ahmad Fuadi.”

B. Rumusan Masalah

Kisah novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi ini adalah tentang

pencarian tempat berkaya, pencarian belahan jiwa dan pencarian dimana

hidup akan bermuara. Pada intinya, pengarang hendak menyampaikan pesan

bahwa kita jangan pernah menyerah dan terus berusaha keras dengan begitu

Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Berdasarkan latar belakang di atas dan isi novel secara umum, penulis

mengajukan fokus masalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Novel

Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi?

2. Bagaimana karakteristik tokoh utama dalam novel tersebut sesuai dengan

nilai-nilai pendidikan Islam?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan fokus masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan

dari disusunnya penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung

dalam Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi.

2. Untuk mendeskripsikan karakteristik tokoh utama dalam novel tersebut

(19)

D. Kegunaan Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

antara lain:

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan wawasan

bagi penulis khususnya serta para pelajar atau mahasiswa pada

umumnya,tentang keberadaan karya sastra ( khususnya novel ) yang

memuat nilai – nilai pendidikan agama islam. Selain itu diharapkan dapat

memberikan wacana keilmuan media sebagai sarana pembelajaran

pendidikan agama islam.

2. Manfaat secara praktik

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan contoh – contoh atau

teladan dan pelajaran yang berharga bagi penulis serta para pelajar

atau mahasiswa bgaimana tata cara memahami nilai – nilai atau pesan –

pesan yang terkandung dalam sebuah karya sastra.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan

menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze

research). Deskripsi analisis ini mengenai bibiografi yaitu pencarian berupa

fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis,

membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian

(20)

untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa data tertulis setelah

dilakukan analisis pemikiran (content analyze) dari suatu teks, (Robert B dan

Steven J, dalam Moleong, 1995: 31).

2. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan

menggunakan metode dokumentasi (documentation research methode).

Metode dokumentasi yaitu model penelitian dengan mencari data

mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto,

1998: 233). Dari pencarian data model dokumentasi tersebut, diharapkan

terkumpulnya dokumen atau berkas untuk melengkapi seluruh unit kajian

data yang akan diteliti dan dianalisa lebih lanjut.

Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengkaji dan melakukan

analisis kepustakaan mengenai Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad

Fuadi. Data primer dalam penelitian adalah Novel Rantau 1 Muara karya

Ahmad Fuadi tahun 2012.

Sedangkan untuk sumber data sekunder, penulis mengambil dari

kumpulan berbagai artikel, jurnal, diskusi-diskusi book review dan karya

tulis lain yang berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah

intelektual dalam kajian dan analisis.

3. Teknik Analisis Data

Dalam proses analisis data, penulis menggunakan metode

(21)

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Milles

dan Huberman, 1992: 16). Pertama, setelah pengumpulan data selesai,

maka tahap selanjutnya adalah mereduksi data yang telah diperoleh, yaitu

dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan

mengorganisasi data, dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan.

F. Penegasan Istilah

Fungsi dari penegasan istilah adalah untuk mempermudah dalam

memahami skripsi ini dan agar terhindar dari kesalah pahaman di dalam

memahami peristilahan yang ada, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai Pendidikan Islam

a. Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan. (Poerwadarminta, 1991: 677)

b. Pendidikan Islam adalah pendidikan falsafah, dasar dan tujuan, serta

teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan

didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam

Al-Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. (Thoha, 1996: 11)

c. Nilai pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku

individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam

sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan

pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian

banyak profesi dalam masyarakat. (Al-Syaibany, 1979: 399).

Berdasarkan pengertian dia atas Bahwa nilai pendidikan islam

(22)

maksimal sesuai profesi masing – masing tanpa mengesampingkan

ajaran agama islam.

2. Novel Rantau 1 Muara

Rantau 1 Muara adalah novel ke-3 dari trilogi Negeri Lima

Menara. Rantau 1 Muara adalah hikayat tentang bagaimana pencarian

misi hidup walau hidup digelung nestapa tak berkesudahan.Siapa yang

berjalan di jalannya akan samapai di tujuan. Jadi yang dimaksud judul

skripsi ini adalah mengangkat sebuah nilai – nilai pendidikan islam yang

terkandung dalam novel tersebut serta mempelajari bagaimana kita hidup

itu harus selalu bekerja keras sesuai di jalan Allah SWT.

G. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini ditulis dengan mengunakan sistematika yang terdiri dari

lima bab yaitu antara lain:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, definisi

operasional, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

BAB II BIOGRAFI NASKAH

Bab ini akan membahas tentang biografi naskah dan penulis dalam

(23)

BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN

Bab ini akan membahas tentang deskripsi novel Rantau 1 Muara

yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik dalam Novel Rantau 1

Muara serta hasil penelitian dalam novel Rantau 1 Muara.

BAB IV PEMBAHASAN

Dan akhirnya pada bab ini penulis akan memberikan pembahasan

terhadap kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat

dalam Novel Rantau 1 Muara.

BAB V PENUTUP

Bab terakhir ini akan memuat tentang: kesimpulan, dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

(24)
(25)

13 BAB II

BIOGRAFI NASKAH

A. Biografi Naskah 1. Pengertian Novel

Secara etimologis, novel berasal dari kata latin novella yang berarti

kabar atau pemberitahuan. Novella diturunkan menjadi kata inovelis yang

berarti baru. Dapat dikatakan baru karena novel hadir sebagai genre sastra

setelah puisi dan drama yang terlebih dahulu ada. Bentuk novel dapat

dikatakan sama dengan roman karena keduanya sama-sama menceritakan

hal-hal yang terjadi pada kehidupan para tokohnya dan perubahan nasib

para tokohnya.

Secara teoritis roman dan novel dipandang sebagai dua genre

sastra. Persamaan dan perbedaan antar keduanya telah banyak dibicarakan

oleh para kritikus sastra. Dapat dikatakan bahwa roman lebih panjang,

hampir berupa biografi tokohnya, sedangkan novel lebih pendek. Novel

hanya mengambil bagian terpenting dari kehidupan tokohnya. Persamaan

antara keduanya adalah sama-sama memungut bahan cerita dari kehidupan

sehari-hari dunia nyata (Watt, 1966: 14-15 dalam Abdullah, 1990: 1).

Dalam kamus istilah sastra, novel diartikan sebagai prosa rekaan

yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan

serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman, 1984: 53).

(26)

karya sastra yang panjang dan kompleks sifatnya dalam unsur-unsur

utamanya seperti plot, sudut pandang dan perwatakan. Menurut Sumardjo

(2004: 82), novel adalah cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang

dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Novel terdiri dari satu cerita yang

pokok, dijalin dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak tokoh,

banyak kejadian dan terkadang banyak masalah. Semua itu harus

merupakan sebuah kesatuan yang bulat.

Ratna (2004: 314) menyimpulkan bahwa dari segi struktur, sebuah

novel sastra maupun novel populer mengandung unsur-unsur yang paling

lengkap. Novel menyediakan cerita dengan peristiwa, tokoh dan latar,

sehingga menulis dianggap berdialog dengan orang lain. Novel

memanfaatkan bahasa biasa, bahasa sehari-hari, yang juga merupakan

faktor penting dalam kaitannya dengan penulis. Novel juga menyediakan

media yang sangat luas, sehingga pengarang memiliki kemungkinan yang

seluas-luasnya untuk menyampaikan pesan.

Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1989: 282) mengungkapkan

bahwa novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari

jaman pada saat novel itu ditulis. Novel dianggap sebagai dokumen atau

kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat

meyakinkan), sebagai sebuah cerita yang sebenarnya, sebagai sejarah

cerita hidup seseorang pada jamannya.

Nurgiyantoro (2007: 4) menyebutkan bahwa novel sebagai sebuah

(27)

yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur

instriksinya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar dan sudut

pandang yang bersifat imajinatif. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam

sebuah cerita novel kehidupan itu sering terasa benar adanya, seolah-olah

terjadi secara kenyataan. Hal ini dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip,

diimitasikan atau dianalogikan dengan dunia nyata, lengkap dengan

peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

novel adalah karya fiksi yang memiliki tema, alur, latar, tokoh, dan

gagasan pengarang. Selain itu, novel juga menampilkan rangkaian cerita

kehidupan seseorang yang dilengkapi dengan peristiwa, permasalahan, dan

penonjolan watak setiap tokohnya.

2. Unsur-unsur Novel a. Unsur Intrinsik

Baik buruk dan menarik tidaknya sebuah cerita rekaan (roman,

cerpen, maupun novel) sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan antara

unsur-unsur pembentuk cerita. Unsur-unsur pembentuk cerita dalam

novel berasal dari dalam disebut unsur intrinsik, sedangkan unsur-unsur

pembentuk cerita yang berasal dari luar disebut unsur ekstrinsik.

Manurut Darmono (2000: 10), pendekatan instrinsik dilakukan

jika peneliti memisahkan karya sastra dari lingkungannya. Dalam

pendekatan ini karya sastra dianggap memiliki otonomi dan bisa

(28)

penerbit, pembaca, dan penulisnya. Novel misalnya, merupakan sistem

formal yang analisisnya meliputi tema, alur dan pengaluran, latar, tokoh

dan penokohan, sudut pandang, dan penceritaan. Sedangkan pendekatan

ekstrinsik terhadap karya sastra dilakukan jika penelitian ditujukan

untuk mengungkapkan hubungan-hubungan yang ada antara karya

sastra dengan lingkungannya, antara lain pengarang, pembaca, dan

penerbit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendekatan intrinsik dilakukan jika penelitian menitikberatkan kajian

kepada karya sastra dan memisahkannya dari lingkungan tempat karya

tersebut dilahirkan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik dilakukan jika

penelitian lebih menitikberatkan kajian kepada karya sastra dan

hubungannya dengan pengarang, pembaca, lingkungan, peristiwa, dan

sudut pandang.

Berangkat dari uraian di atas, maka unsur-unsur intrinsik novel

adalah sebagai berikut:

1) Tema

Tema merupakan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di

dalam karya sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman, 1990: 78).

Santon dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2007: 67) menyatakan

bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah

cerita. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007: 74) tema dalam

(29)

sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama

membentuk sebuah kemenyeluruhan.

Ada beberapa macam tema yaitu tema yang sifatnya didaktis,

pertentangan antara baik dan buruk; tema yang eksplisit dan implisit;

cinta, kehidupan keluarga; tema yang biasa dan tidak biasa; dan tema

konflik kejiwaan (Sudjiman, 1988: 50).

Sementara itu, Shipley (dalam Nurgiyantoro, 2007: 80)

mencoba mendefinisikan tingkatan tema, diantaranya: tema tingkat

fisik, tema tingkat organik, tema tingkat sosial, tema tingkat egoik,

dan tema tingkat divine.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa tema adalah ide atau gagasan keseluruhan yang terkandung

dalam sebuah cerita.

2) Alur dan Pengaluran

Alur adalah urutan peristiwa yang dihubungkan secara

kausal. Peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain

(Stanton dalam Sugihastuti, 2000: 46). Nurgiyantoro (2007: 110)

mengungkapkan alur adalah salah satu unsur yang mendukung

terbentuknya sebuah cerita. Kenney (dalam Nurgiyantoro, 2007:

113) mendefinisikan alur adalah peristiwa-peristiwa yang

ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena

pengarang menyusun peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat.

(30)

peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya

hubungan kausalitas.

Lebih lanjut, Sumardjono dan Saini (1986: 49) menjabarkan

struktur atau tahapan alur, yaitu:

a) Pengenalan

b) Timbulnya konflik

c) Konflik memuncak

d) Klimaks

e) Pemecahan soal

Sedangkan jenis pengaluran sendiri terbagi atas:

a) Ingatan atau flashback, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah

peristiwa yang dialami tokoh pada masa lalu/lampau.

b) Linear atau realitas fiktif, artinya peristiwa yang ditampilkan

adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa kini (dalam teks).

c) Bayangan, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa

yang belum terjadi. Peristiwa itu hanya ada dalam benak tokoh

cerita, termasuk di dalamnya adalah mimpi yang dialami tokoh

tersebut.

Dari beberapa pendapat mengenai alur, dapat disimpulkan

bahwa alur adalah urutan peristiwa dan konflik-konflik yang

tersusun secara logis. Sedangkan pengaluran adalah satuan urutan

(31)

3) Latar

Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan

suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990: 48).

Menurut Wellek dan Warren (1989: 290), latar didefinisikan sebagai

alam sekitar atau lingkungan, terutama lingkungan dalamnya dapat

dipandang sebagai pengekspresian watak secara metonimik dan

metaforik.

Nurgiyantoro (2007: 227) mengklasifikasikan unsur latar ke

dalam tiga unsur pokok, di antaranya:

a) Latar tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi.

b) Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

karya fiksi.

c) Latar sosial, mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalam karya fiksi.

Sedangkan Hudgon (dalam Sugihastuti, 2002: 54)

membedakan latar menjadi dua, yaitu:

a) Latar fisik atau material, yaitu latar yang meliputi tempat, waktu,

dan alam fisik di sekitar tokoh cerita.

b) Latar sosial, merupakan penggambaran keadaan masyarakat atau

(32)

suatu tempat atau waktu tertentu, pandangan hidup, dan adat

istiadat yang melatari sebuah peristiwa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar

adalah penjelasan mengenai suasana, waktu, tempat, dan perilaku

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang ada dalam sebuah

cerita.

4) Tokoh dan Penokohan

Tidak ada cerita yang tidak memiliki tokoh, sekalipun tokoh

tersebut tidak berupa manusia. Tokoh cerita dapat berupa hewan atau

tumbuhan yang dipersonalisasikan. Contoh personalisasi tokoh

hewan dan tumbuhan biasanya muncul dalam sebuah fabel. Tokoh

cerita dapat didefinisikan sebagai subjek sekaligus objek peristiwa

dan pelaku berperan dalam sebuah cerita.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa definisi singkat tokoh

merujuk pada pelaku cerita, sedangkan definisi penokohan lebih

merujuk pada penggambaran tokoh-tokoh cerita yang mempunyai

watak-watak tertentu. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:

165) tokoh cerita (character) orang-orang yang ditampilkan dalam

suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Jones (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) berpendapat bahwa

(33)

yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Nurgiyantoro (2007:

176) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan ke

dalam beberapa jenis, yaitu:

a) Tokoh utama, yaitu tokoh yang paling banyak diceritakan dan

senantiasa hadir dalam setiap kejadian.

b) Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang pemunculannya sedikit, tidak

dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya

dengan tokoh utama.

c) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang digambarkan sebagai

pahlawan (hero), yang merupakan pengejawantahan norma,

nilai-nilai yang ideal dan yang sesuai dengan pandangan dan harapan

pembaca.

d) Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menyebabkan konflik dan

beroposisi dengan tokoh protagonis.

e) Tokoh sederhana, yaitu tokoh yang memiliki suatu kualitas

pribadi tertentu yang sifat dan tingkah lakunya bersifat datar dan

monoton.

f) Tokoh bulat, yaitu tokoh yang memiliki watak dan tingkah laku

bermacam-macam.

g) Tokoh statis, yaitu tokoh yang memiliki sifat dan watak yang

(34)

h) Tokoh berkembang, yaitu tokoh yang mengalami perubahan dan

perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan peristiwa

dan plot.

i) Tokoh tipikal, yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan

individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan

atau kebangsaanya.

j) Tokoh netral, yaitu tokoh yang bereksistensi demi cerita itu

sendiri.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

tokoh adalah pelaku cerita yang dimunculkan dalam sebuah karya

naratif. Sedangkan penokohan adalah cara pengarang memberi

gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai tokoh

dan perwatakannya dalam sebuah cerita.

5) Penceritaan

Todorov (dalam Nurgiyantoro, 2007: 94) berpendapat bahwa

penceritaan merupakan peristiwa-peristiwa yang membentuk dunia

fiktif tidak dikemukakan sebagaimana aslinya, akan tetapi menurut

penuturan tertentu. Oleh karena itu penceritaan adalah cara

pengarang menyajikan peristiwa yang ada dalam cerita, serta pikiran

(35)

6) Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik,

siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan

gagasan dan ceritanya.

Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:

a) Sudut pandang orang pertama “Aku“, yaitu pengarang

menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama,

mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan

mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

b) Sudut pandang orang ketiga “Dia”, pengarang menggunakan

sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari

luar daripada terlibat di dalam cerita, pengarang biasanya

menggunakan kata ganti orang ketiga.

c) Sudut pandang campuran, pengarang menggunakan sudut

pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, Ia serba

melihat, serba mendengar dan serba tahu. Ia melihat sampai ke

dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang

paling dalam dari tokoh.

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik novel adalah unsur pembentuk cerita yang

berasal dari luar karya sastra, seperti karya sastra dengan lingkungan,

(36)

lebih banyak berkonsentrasi pada persitiwa dan sudut pandang

penceritaan.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 23), unsur ekstrinsik novel adalah

unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan sistem organisme karya sastra. Sementara itu,

Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007: 24) menjelaskan

bahwa unsur yang dimaksud antara lain adalah subjectivitas individu

pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang

semuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

Pendek kata, unsur sosiologi, biografi pengarang, keadaan

lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya dapat menentukan ciri karya

sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik yang lain

misalnya pandangan hidup suatu bangsa (Nurgiyantoro, 2007: 24).

Dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur ekstrinsik sangat berpengaruh

besar terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan

sudut pandang pengarang yang memiliki perbedaan lingkungan

ekonomi, sosial, dan budaya.

3. Jenis-jenis Novel

Novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.

Berdasarkan isinya, Mohtar Lubis (dalam Tarigan, 1984: 165) mengatakan

bahwa novel sama dengan roman. Oleh karena itu, roman dibagi menjadi

roman avontur, roman psikologis, roman detektif, roman sosial, roman

(37)

Berikut ini adalah pembagian novel menurut Mohtar Lubis (dalam

Tarigan, 1984: 165):

a. Novel Avontur, memusatkan kisahnya pada seorang lakon atau hero

melalui garis cerita yang kronologis dari A sampai Z.

b. Novel Psikologis, ditujukan pada pemeriksaan seluruhnya dari semua

pikiran-pikiran para pelaku.

c. Novel Detektif, memusatkan penceritaannya pada usaha pencarian

tanda bukti, baik berupa seorang pelaku atau tanda-tanda.

d. Novel Sosial Politik, novel ini memberi gambaran antara dua golongan

yang bentrok pada suatu waktu.

e. Novel Kolektif, novel ini novel yang paling sukar dan banyak seluk

beluknya. Individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi lebih

mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas.

Lebih lanjut, Lukas dan Faruk (1994: 18-19) menjelaskan bahwa

novel terdiri dari tiga jenis, yaitu novel idealis abstrak, novel romantisme

keputusan, dan novel pendidikan. Berikut adalah penjelasannya:

a. Novel idealisme abstrak yaitu novel yang menampilkan tokoh yang

masih ingin bersatu dengan dunia. Novel ini masih memperlihatkan

suatu idealisme. Akan tetapi karena persepsi tokoh itu tentang dunia

bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya

menjadi abstrak.

b. Novel romantisme keputusan yaitu novel yang menampilkan kesadaran

(38)

sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah

sebabnya sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi

analisis psikologis semata-mata.

c. Novel pendidikan yaitu yang berada di antara kedua jenis tersebut.

Dalam novel ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi

di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia, karena ada interaksi

antara dirinya dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan. Oleh

karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan itu.

Sedangkan pembagian novel berdasarkan mutunya menurut

Zulfahnur (1996: 72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer.

Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problematika kehidupan

yang berkisar pada cinta asmara yang sederhana dan bertujuan menghibur.

Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau

kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan

pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan

persoalan-persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi)

yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan arifnya kehidupan manusia,

disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita semata.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka novel dapat

dibagi berdasarnya isinya, yakni novel petualangan, novel humor, novel

sosial, dan novel psikologi. Sedangkan berdasarkan mutunya dapat dibagi

(39)

4. Ciri-ciri Novel

Sebuah novel memiliki beberapa ciri yang dapat dijadikan sebagai

pegangan untuk mengetahui apakah novel atau bukan. Sebagaimana

dikemukakan oleh Tarigan (1984:170) menyebutkan bahwa ciri-ciri novel

antara lain:

a. Jumlah kata lebih dari 35.000 kata;

b. Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang

paling pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit;

c. Jumlah halaman novel minimal 100 halaman;

d. Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;

e. Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi;

f. Skala novel luas;

g. Seleksi pada novel lebih luas;

h. Kelajuan pada novel kurang cepat;

i. Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.

B. Nilai Pendidikan Islam 1. Pengertian Nilai

Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi

kemanusiaan (Purwadarminta, 1991: 677). Maksudnya kualitas yang

memang membangkitkan respon penghargaan (Titus, 1984: 122). Nilai itu

praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga

secara obyektif di dalam masyarakat (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:

(40)

Menurut Sidi Gazalba yang dikutip Chabib Thoha (1996: 61)

mengartikan nilai sebagai berikut:

“Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.”

Sedang menurut Chabib Thoha (1996: 60) nilai merupakan sifat

yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan

dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai

adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan

tingkah laku.

2. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata

education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah (1959: 4): “Education

in the sense used here, is a process or an activity which is directed at

producing desirable changes in the behavior of human being”(pendidikan

merupakan arti yang digunakan disini, adalah proses atau kegiatan yang

diarahkan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah

laku manusia).

Adapun pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja

(1981: 257) ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk

mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan

ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar

(41)

Dari kedua pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat

disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha

manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui

transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang

tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya

dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan

yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

Sedang pendidikan Islam menurut Ahmad D Marimba (1989: 23)

adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum

agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut

ukuran-ukuran Islam. Senada dengan pendapat di atas, menurut Chabib Thoha

(1996: 99) pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan

tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek

pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam

Al-Qur‟an dan Hadits.

Menurut Achmadi (1992: 20) mendefinisikan pendidikan Islam

adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah

manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju

terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam

atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.

Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli,

namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita

(42)

dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk

mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju

terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan

berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai

kebahagiaan di dunia dan di akherat.

Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang

melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia

untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT.

Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada

waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik

padanya.

3. Landasan Nilai Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan

sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan

ajaran-ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan

sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam

itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an dan As Sunah (An-Nahlawi, 1995: 28).

Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan

Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur

yang bersifat universal yakni Al-Qur‟an dan As-Sunnah juga pendapat

para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat

Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau

(43)

Al-Qur‟an dan Al-Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber

kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan (1981: 19).

a. Al-Qur’an

Kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber dapat dilihat dari

kandungan surat Al-Baqarah ayat 2:

orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 2)

Selanjutnya firman Allah SWT dalam surat Asy-Syura ayat 17:

Allah SWT yang telah menurunkan kitab dengan membawa kebenaran dan menurunkan neraca keadilan.” (QS. Asyuura : 17)

Di dalam Al-Qur‟an terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip

yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai

contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya

dalam surat Luqman. (Zakiyah Darajat, 1995: 53)

Al-Qur‟an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan

membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman

berbagai problem hidup apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran

rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi

stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat. (M. Quraisy

(44)

Dari pengertian para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Al-Qur‟an dapat diartikan sebagai petunjuk dan pedoman yang

dibutuhkan oleh semua manusia.

b. As-Sunnah

Setelah Al-Qur‟an, pendidikan Islam menjadikan As-Sunnah

sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti

jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang

dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,

perbuatan atau sifat Nabi Muhammad Saw. (An-Nahlawi, 1995: 31)

Sebagaimana Al-Qur‟an, As-Sunnah berisi petunjuk-petunjuk

untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina

manusia menjadi muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan

As-Sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu:

1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam

Al-Qur‟an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya.

2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw

bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang

dilakukannya. (An-Nahlawi, 1995: 47)

c. Perkataan, Perbuatan, dan Sikap Para Sahabat Rosulullah SAW Pada masa Khulafa al-Rasyidin, sumber pendidikan Islam sudah

mengalami perkembangan. Perkataan, sikap, dan perbuatan para

(45)

yang memberikan pernyataan (Ramayulis, 2011: 125). Firman Allah

SWT dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 100:

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah: 100)

d. Ijtihad

Karena Al-Qur‟an dan Hadits banyak mengandung arti umum,

maka para ahli hukum dalam Islam menggunakan ijtihad untuk

menetapkan hukum tersebut. Munurut Ramayulis (2011: 128), usaha

ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang

sebagai hal yang sangat penting bagi pengembangan teori pendidikan

pada masa yang akan datang, sehingga pendidikan Islam tidak

melegitimasi status quo serta tidak terjebak dengan ide justifikasi

terhadap khazanah pemikiran para orientalis dan sekularis.

e. Maslahah Mursalah

Menurut Zaid (dalam Ramayulis, 2011: 129), maslahah

mursalah yaitu menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang

yang tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah atas pertimbangan

(46)

Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan

untuk merancang dan membuat peraturan sebagai pedoman pokok

dalam proses berlangsungnya pendidikan sehingga pelaksanaan

pendidikan Islam tidak mengalami hambatan. Kegiatan ini tidak

semuanya diterima oleh Islam, dibutuhkan catatan khusus sebagaimana

dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf (dalam Ramayulis, 2011: 129)

sebagai berikut:

1) Keputusan yang diambil tidak menyalahi keberadaan Al-Qur‟an dan

Sunnah.

2) Apa yang diusahakan benar-benar membawa kemaslahatan dan

menolak kemudhorotan setelah melalui tahapan-tahapan observasi

penganalisaan.

3) Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang baru

universal yang mencakup totalitas masyarakat.

f. ‘Urf (Nilai-nilai dan Adat Istiadat Masyarakat)

Urf adalah sesuatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan

jiwa merasa tenang mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan

dengan akal sehat yang diterima oleh tabiat yang sejahtera (Ramayulis,

2011: 130). Namun tidak semua tradisi yang dapat dijelaskan dasar

ideal pendidikan Islam, melainkan setelah melalui seleksi terlebih

dahulu. Mas‟ud Zuhdi (dalam Ramayulis, 2011: 130) mengemukakan

(47)

1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik Al-Qur‟an maupun

Sunnah.

2) Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat

yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan,

dan kemudlorotan.

Jadi pada intinya, landasan nilai pendidikan yang mendasari

seluruh kegiatan di muka bumi ini adalah nilai-nilai luhur yang bersifat

universal yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah (nilai yang

Illahi). Selain nilai-nilai yang bersumber Ilahiyah, juga terdapat nilai

yang bersumber dari duniawi yang berupa pemikiran, adat istiadat, dan

kekayaan alam. Sumber nilai duniawi tersebut bisa digunakan oleh

manusia sepanjang tidak menyimpang dari sistem nilai yang bersumber

dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah.

4. Tujuan Nilai Pendidikan Islam

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan

selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian

tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik

setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan

kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya

dimana individu hidup. (Zuhairini, 1995: 159)

Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan

yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi (1992: 63) tujuan

(48)

peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya

beribadah kepada-Nya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an:

mereka menyembahku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Yusuf Amir Faisal (1995: 96) merinci tujuan pendidikan Islam

sebagai berikut:

a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah

mahdloh.

b. Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah

mahdlah dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam

kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota

masyarakat dalam lingkungan tertentu.

c. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT

sebagai pencipta-Nya.

d. Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan

terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki

masyarakat.

e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu -ilmu Islam

yang lainnya.

Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan

maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam

(49)

a. Tujuan pertama adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan

kepada Allah SWT.

b. Tujuan pendidikan Islam adalah menumbuhkan sikap dan jiwa yang

selalu beribadah kepada Allah SWT.

c. Tujuan pendidikan Islam adalah membina dan memupuk akhlakul

karimah.

d. Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan sebagai makhluk

individu dan sosial.

5. Jenis Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Banyak pendapat para ahli tentang jenis dan nilai-nilai pendidikan

Islam. Menurut Ramayulis (dalam Fauziah, 2011: 40), nilai-nilai

pendidikan Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: nilai aqidah (keyakinan) yang

berhubungan secara vertikal dengan Allah SWT (hablun minallah); nilai

syari‟ah (pengalaman) implementasi dari aqidah hubungan horizontal

dengan manusia (hablun minannas); dan nilai akhlak (etika vertikal

horizontal). Sementara itu menurut Zulkarnain (2008: 26), nilai-nilai

pendidikan Islam terbagi menjadi empat, yaitu nilai tauhid/aqidah, nilai

ibadah („ubudiyah), nilai akhlak, dan nilai kemasyarakatan.

Untuk lebih detailnya, maka di bawah ini adalah penjabaran

tiap-tiap nilai pendidikan Islam yang diutarakan di atas.

a. Nilai Pendidikan Tauhid/Aqidah/Religius

Secara etimologi akidah berasal dari kata “aqaid” jamak dari

(50)

Afriatin dkk (1997: 94) mendefinisikan sebagai “sesuatu yang

mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan

menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.”

Menurut Zulkarnain (2008: 27), aspek pengajaran tauhid/aqidah

dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses

pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki

yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di

dalam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu,

sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah QS. Al-A‟raf ayat 172:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A‟raf: 172)

b. Nilai Pendidikan Syari’ah

Pengertian syari‟ah secara etimologi menurut Ali (dalam

Fauziah, 2011: 42) adalah jalan ke sumber (mata) air karena dahulu (di

Arab) orang mempergunakan kata syari‟ah untuk sebutan jalan setapak

menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum

(51)

Pendidikan Agama Islam (2009: 64) mengemukakan bahwa dalam

istilah Islam, syari‟ah berarti jalan besar untuk kehidupan yang baik,

yakni nilai-nilai agama yang dapat memberi petunjuk bagi setiap

manusia.

Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syari‟ah

erat kaitannya dengan ibadah karena syari‟ah merupakan petunjuk bagi

seseorang dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu beribadah. Dalam

pembagiannya, ibadah memiliki dua jalur, yaitu jalur vertikal dan jalur

horizontal.

1) Jalur vertikal, yaitu aspek ibadah yang menjalin hubungan utuh dan

langsung dengan Allah (hablun minallah), dan juga merupakan bukti

dari kepatuhan manusia memenuhi perintah Allah (Zulkarnain, 2008:

28). Manusia sebagai makhluk cipataan Allah mempunyai kewajiban

beribadah kepada Allah, sebagaimana tercantum dalam firman Allah

QS. Az-Zariyat ayat 56: mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

2) Jalur horizontal, yaitu dimana manusia dalam menjalani

kehidupannya akan senantiasa bergantung pada manusia lainnya,

maka dikatakan makhluk sosial. Hal ini disebabkan manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri, ia

akan bergabung dengan manusia lain dalam rangka pemenuhan

(52)

Dalam syari‟ah Islam, hal ini merupakan ibadah dalam rangka

menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).

Allah menciptakan manusia dengan beraneka ragam ras dan

suku bangsa dengan tujuan supaya manusia-manusia tersebut saling

mengenal, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

c. Nilai Pendidikan Akhlak

Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup

manusia. Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab jama‟ dari

bentuk tunggalnya “khuluqun” yang menurut logat berarti: budi pekerti,

perangai, tingkah laku atau tabiat (Zahruddin dan Sinaga, 2004: 1).

Sedangkan secara terminologi, Imam Al-Ghazali (dalam Zahruddin dan

Sinaga, 2004: 4) menyatakan bahwa akhlak ialah suatu sifat yang

tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan

dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih

dahulu.

Melihat pengertian akhlak di atas, maka istilah akhlak bisa

(53)

diungkapkan oleh Atkinson (dalam Darmadi, 2009: 30) yang

menyatakan bahwa moral adalah “views about good and bad, right and

wrong, what ought or ought not to do” (pandangan tentang baik dan

buruk, benar dan salah, apa yang seharusnya atau tidak seharusnya

dilakukan).

Nilai pendidikan akhlak yang dimaksud tentu saja haruslah

sesuai dengan ajaran Islam. Dalam akhlak Islam, norma-norma baik dan

buruk telah ditentukan oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu,

Islam tidak merekomendasikan kebebasan manusia untuk menentukan

norma-norma akhlak secara otonom (Zulkarnain, 2008: 29).

Bagi umat Islam, panutan akhlak dalam kehidupan sehari-hari

tentu saja akhlak Rosulullah SAW. Hal tersebut diungkapkan dalam

firman Allah QS. Al-Ahzab ayat 21:

Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al -Ahzab: 21)

Menurut Zulakarnain (2008: 29), puncak dari akhlak itu adalah

pencapaian prestasi berupa:

1) Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan

(54)

2) Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rosulullah

SAW dengan akal sehat.

3) Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta

menghindari yang buruk dan tercela.

C. Biografi Penulis

Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau

Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi

merantau ke Jawa, mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah

agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiai dan ustadz

yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat.

Gontor pula yang mengajarkan kepadanya “mantra” sederhana yang sangat

kuat, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.

Setelah lulus Hubungan Internasional, UNPAD, dia menjadi

wartawan majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportase di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Pada tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di

School of Media and Public Affairs, George Washington University, USA.

Merantau ke Washington DC bersama Yayi, istrinya yang juga wartawan

Tempo. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan Voice of America (VOA). Berita bersejarah seperti tragedi 11 September

dilaporkan mereka berdua langsung dari Pentagon, White House dan

Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia

mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal

(55)

scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 8 beasiswa

untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapatkan kesempatan tinggal

dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika Serikat dan Inggris. Penyuka

forografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The Nature Conservacy,

sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sibuk menulis, jadi

pembicara dan motivator, mulai menggarap film, serta membangun

yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu –

Komunitas Menara.

Negeri 5 Menara, karya pertama Fuadi, telah mendapatkan beberapa penghargaan, antara lain nominasi Khatulistiwa Literary Award

2010, Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca

Indonesia. Sedangkan tahun 2011, Fuadi dianugerahi Liputan 6 Award,

SCTV untuk kategori Motivasi dan Pendidikan.

Lewat latar belakang pendidikan pesantren, Ahmad Fuadi telah berkarya nyata untuk masyarakat melalui pemikiran dan aktivitasnya bersama Komunitas 5 Menara. Karena pesantrenlah yang sangat memengaruhi hidup Ahmad Fuadi. Pesan dari peraih

penghargaan Liputan6 Award, SCTV untuk Kategori Pendidikan dan

Motivasi 2011 ini adalah:

“Menulis itu lebih kuat dari peluru. Misalnya kalau orang ditembak,

kemungkinan besar orang itu mati, tapi pelurunya hanya tinggal di kepala orang itu saja. Tapi kalau orang menulis tulisan yang kuat, satu tulisan atau satu kalimat atau satu kata itu akan menembus tak cuma satu kepala orang, bisa ratusan, bisa ribuan, bisa jutaan orang. Dan itu luar bisa pengaruhnya

(56)

44 BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN

A. Deskripsi Novel RANTAU 1 MUARA

1. Unsur Ekstrinsik Novel Rantau 1 Muara

Unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Rantau 1 Muara adalah

sebagai berikut:

1. Nilai Budaya

2. Nilai moral

3. Nilai agama

2. Unsur Intrinsik Novel Rantau 1 Muara 1. Tema Novel

Tema yang diambil dalam novel Rantau 1 Muara karya

Ahmad Fuadi yaitu bertema “perjuangan dan cinta”. Novel ini

menceritakan perjalanan hidup Alif Fikri dalam mencapai

tujuannya untuk sekolah di Amerika dan menikah dengan seorang

gadis yang sangat dikaguminya. Tujuan sang tokoh untuk belajar di

Amerika tampak pada penggalan novel sebagai beriku : “ keajaiban

injury time terjadi hanya dalam hitungan seminggu. Hari ini aku

mendapat e-mail resmi dari dua fakultas komunikasi yang bagus di

East Coast. Boston University dan George Washington DC.

Mereka telah menyetujui aplikasi S-2ku “.(Ahmad Fuadi, 2013:

(57)

Selain itu Alif fikri juga memiliki tujuan untuk menikahi

pujaan hatinya yang telah ditaksirnya saat awal bertemu yaitu

Dinara yang merupakan teman sekantor hal tersebut tampak dalam

penggalan dalam novel sebagai berikut : “ pokok masalah yang

membebaniku adalah cara mempercepat lamaran, pernikahan, dan

memboyong Dinara ke Washington DC. Waktu kami hanya 2 bulan

lebih. Tapi bagaimana aku melakukan lamaran dari negeri yang

jauh ini ? “.(Ahmad Fuadi, 2013: 242)

Satu “mantra” yang menjiwai perjuangan tokoh utama

dalam novel ini adalah “man saara ala darbi washala ” (siapa yang

berjalan di jalannya akan sampai ditujuan).

2. Alur Cerita

Dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi, terdapat

alur maju dan mundur. Salah satu bukti dari adanya alur maju

adalah sebagai berikut:

“Sebentar lagi ada sambutan dari pimpinan redaksi.Silahkan

gabung dengan semua wartawan baru di lantai tiga.” (Ahmad

Fuadi, 2013: 48)

Alur mundur yang membuat Alif bernostalgia waktu

mengaji di Surau di kampung.

Referensi

Dokumen terkait

Tahap awal pada kegiatan persiapan yaitu melakukan survei yang dilaksanakan pada tanggal 12 September 2020 dengan datang secara langsung ke SMPN 5 Batukliang Lombok

simultan terdapat pengaruh yang signifikan variabel dependen Inflasi, Kurs Valuta Asing, Jumlah Uang Beredar (JUB), Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan

terdiri dari 3 indikator dan 4 soal, serta pedoman wawancara. Angket multiple intelligences telah dibagikan kepada siswa kelas VIII H yang berjumlah 32 siswa dan diisi

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan menggunakan sistem yang ditunjang dengan basis data spasial dan metode shortest path pada aplikasinya dapat menghemat waktu dan

Aplikasi Pengolahan data program dan kegiatan belanja langsung pada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Sumatera Selatan merupakan aplikasi pengolahan

The regression result shows the significance number of 0,000 or less than equal to 0,05 which means that the corporate governance score has correlation with extent

Tujuan artikel ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, lain-lain pendapatan yang sah dan tingkat kemandirian daerah

Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;.. c) Halusinasi auditorik: