• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di kawasan agropolitan pacet - Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di kawasan agropolitan pacet - Cianjur"

Copied!
357
0
0

Teks penuh

(1)

KOMODITAS HORTIKULTURA DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI KAWASAN AGROPOLITAN PACET - CIANJUR

TRI WAHYUDIE

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Tri Wahyudie

(3)

TRI WAHYUDIE. An Analysis of Horticulture Commodity Farm Characteristic and Its Factors Influencing them in Agropolitan Area Pacet – Cianjur. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and ERNAN RUSTIADI.

Research result indicates size of the land ownership on research locations in agropolitan area (Sukatani and Sindangjaya villages) were relative narrow, with farm domination pattern for both villages were as land owner (1), as rent, sharing holder, mortage (2), as a governmental property (3). Meanwhile the farm enterprise characteristic the farmer was tends to conduct multiple cropping planting pattern (polyculture). Planting pattern was formed using four considerations, such as: (1) technique of cultivation, (2) market request, (3) the limited of capital and labour owned by farmer and (4) socio-economic condition. Crop rotation with high and quick intensity, causing type fertilizer and chemicals used immeasurable progressively.

Based on farm enterprise characteristics on research location, if conducted of

efficiency analysis of farm enterprise, indicate that all of R/C ratio value were above 1 that means all commodities were efficient. Meanwhile, analysis of multiple regression productivity farm enterprise productivity in agropolitan area indicate that variable having a significant effect on reality to farm enterprise advantage were land size, fertilizer, labour, and dummy variable about conservation activity (-p<0.05). There are three free significant variables in the factors of model binary logistic regression analysis that influence the farmer’s role in application of soil conservation techniques. Those are (1) land governance, (2) planting pattern, and (3) land ownership.

(4)

TRI WAHYUDIE. Analisis Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan ERNAN RUSTIADI

Pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdayasaing berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi di kawasan agropolitan.

Berkembangnya sistem dan usaha agribisnis di kawasan agropolitan tidak saja membangun usaha budidaya (on farm) saja tetapi juga ”off farm”, yaitu: usaha agribisnis hulu (pengadaan sarana pertanian), agribisnis hilir (pengolahan hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan, (2) Mengetahui tingkat kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah, (3) Mengetahui tingkat erosi berdasarkan komoditi yang di budidayakan, (4) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kepemilikan lahan di lokasi penelitian kawasan agropolitan (Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya) relatif sempit, dengan pola kepemilikan lahan usahatani (1) pemilik, (2) sewa, bagi hasil, gadai, (3) milik pemerintah. Karakteristik usahatani komoditi hortikultura petani responden cenderung melakukan pola tanam tumpangsari (polyculture). Pola tanam yang terbentuk didasari beberapa pertimbangan, yaitu: (1) teknis budidaya, (2) permintaan pasar, (3) terbatasnya modal dan tenaga kerja yang dimiliki petani serta (4) kondisi sosial ekonomi. Siklus tanam dengan intensitas tinggi dan cepat, menyebabkan jenis-jenis pupuk dan obat-obatan yang digunakan semakin beragam.

Berdasarkan karakteristik usahatani di lokasi penelitian, jika dilakukan analisis kelayakan usahatani menunjukkan bahwa nilai R/C rasio bernilai diatas 1 yang berarti semua komoditas layak diusahakan. Hasil analisis produktivitas usahatani di kawasan agropolitan menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani adalah luas lahan garapan, dummy variable

kepemilikan lahan dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi.

Selanjutnya untuk faktor-faktor yang mempengaruhi peran petani dalam penerapan teknik konservasi tanah model binary logistic regression analysis

menunjukkan ada 3 variabel bebas yang signifikan mempengaruhi peran petani terhadap lahan dalam menerapkan teknik konservasi tanah, yaitu (1) luas lahan garapan, (2) kepemilikan lahan dan (3) kegiatan konservasi tanah. Dan untuk hasil analisis tingkat erosi menunjukkan bahwa pada kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% masih berada dibawah batas erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) berkisar antara 9,75-12,67 ton/ha/tahun.

(5)

KOMODITAS HORTIKULTURA DAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DI KAWASAN AGROPOLITAN PACET - CIANJUR

TRI WAHYUDIE

TESIS

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Agropolitan Pacet-Cianjur

Nama : Tri Wahyudie

NIM : P052020571

Program Studi : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(8)
(9)
(10)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan petunjuk dan ridho-Nya dapat melakukan penelitian di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur hingga selesainya penulisan tesis ini.

Selesainya penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, dan pada kesempatan khusus ini penulis mengucapkan terima kasih pada yang terhormat: (1) Bapak Prof.Dr.Ir. Santun R.P Sitorus, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Bapak Dr.Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr., selaku Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan selama penulis merencanakan, melaksanakan penelitian sampai pada penulisan tesis ini, (2) Bapak Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementerian Pertanian Jakarta, atas perkenannya penulis diberi kesempatan untuk mengikuti tugas belajar dengan beasiswa dari Kementerian Pertanian, (3) Staf Kantor Bappeda Kabupaten Cianjur, dan beberapa kantor dinas terkait di Kabupaten Cianjur, seperti Staf Kantor Dinas Pertanian, Staf Kantor Dinas Perhutanan dan Konservasi, Staf Kantor Dinas Cipta Karya, Staf Kantor Badan Pusat Statistik, Staf Kantor Badan Pertanahan Nasional, Staf Kantor Kecamatan Pacet, Staf Kantor Kecamatan Cipanas, Staf Kantor Desa Sindangjaya, dan Staf Kantor Desa Sukatani, (4) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan semangat dan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan.

Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah, ilmu pengetahuan, dan masyarakat yang bergerak di sektor pertanian dalam mengelola pola usahatani tumpangsari (polyculture) komoditas hortikultura dengan tetap memelihara sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Bogor, Juli 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Sumenep pada tanggal 23 Desember 1963, sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Haji Abdoel Hamid dan Hajjah. Kamariyah Djoehartatik Semaoen (almarhumah).

Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Universitas Widya Gama Malang, lulus tahun 1989. Pendidikan Akta Mengajar IV Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Teknologi Pendidikan IKIP Malang lulus tahun 1995.

Dalam karier bekerja dan berkarya penulis pernah menjadi staf proyek Lembaga Penelitian Unibraw Malang tahun 1986–1992, khususnya menangani proyek penelitian kerjasama dengan Instansi dan Kementerian terkait. Kemudian tahun 1993–1995 bekerja menjadi staf proyek Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknik (VEDC) Malang, menangani bidang pengembangan SDM, antara lain: training, dan fellowship. Pada tahun 1996–1998 bekerja menjadi staf Dekan FE Universitas Mercu Buana Jakarta, menangani pendirian Program Pascasarjana dan Klinik Konsultasi Bisnis. Di tahun 1999 - Sekarang menjadi PNS pada Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, Kementan Jakarta, dan ditempatkan pada Bagian Keuangan menangani Sistem Akuntansi Pemerintah dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementan dan BPK. Kemudian di tahun 2001 penulis mengikuti Diklatpim IV di Lembang, Bandung. Selanjutnya pada tahun 2006 penulis dipindahtugaskan ke Pusat Pendidikan, Standarisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian, menangani Bidang Program dan Kerjasama Pendidikan, dan di tahun 2008-2011 diperbantukan pada Pokja Agropolitan Pusat Kementan. Pada tahun 2009 memperoleh Piagam Tanda Kehormatan Presiden R.I dengan menganugerahkan tanda kehormatan ”Satyalancana Karya Satya 10 Tahun” sesuai dengan PP Nomor 25 Tahun 1994 sebagai PNS. Pada tahun 2002, penulis memperoleh kesempatan tugas belajar dari Kementan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana IPB Bogor di Program Studi EPN dan di tahun 2003 pindah Program Studi ke PSL.

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kerangka Pemikiran ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Karakteristik dan Sumberdaya Usahatani ... 11

2.2. Lahan dan Tanah ... 11

2.3. Kepemilikan dan Penguasaan Lahan ... ... 12

2.4. Pola Tanam ... ... 14

2.5. Produktivitas dan Penguasaan Lahan ... ... 14

2.6. Erosi ... ... 18

2.7. Degradasi Lahan ... ... 27

2.8. Penguasaan Lahan dan Konservasi Tanah ... 30

2.9. Agropolitan ... ... 34

III. METODE PENELITIAN ... 41

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

3.2. Bahan dan Alat ... 41

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4. Analisis Data ... 42

3.4.1. Analisis Karakteristik Usahatani ... 42

3.4.2. Analisis Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam ... 43

3.4.3. Analisis Usahatani ... ... 45

3.4.4. Analisis Produktivitas Usahatani ... ... 47

3.4.5. Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ... ... 49

3.4.6. Analisis Prediksi Erosi ... 52

(13)

4.1. Karakteristik Kawasan Agropolitan ... 59

4.2. Jenis Komoditas Hortikultura... 63

4.3. Karakteristik Petani Komoditas Hortikultura ... 66

4.4. Ekonomi Daerah ... 67

4.5. Infrastruktur Dasar dan Sarana Penunjang Pertanian ... 68

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

5.1. Karakteristik Pola Penguasaan Lahan dan Pola Tanam Usahatani Hortikultura di Kawasan Agropolitan ... 71

5.2. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura dan Produktivitas Usahatani dengan Penguasaan Lahan Serta Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ... 81

5.2.1. Analisis Biaya Produksi Penggunaan Pupuk dan Pestisida ... .. 81

5.2.2. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Komoditas Hortikultura ... ... 86

5.2.3. Analisis Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura ... ... 90

5.2.4. Analisis Produksi dan Produktivitas Usahatani ... 93

5.2.5. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani ... ... 96

5.3. Analisis Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah ... ... 97

5.4. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani 102 5.5. Analisis Prediksi Erosi ... 110

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

6.1. Kesimpulan ... 113

6.2. Saran ... ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 122

(14)

Halaman 1. Kawasan Agropolitan di Pulau Jawa dan Komoditas Unggulan ... 4

2. Pengaruh Beberapa Faktor Alam Terhadap Proses dan Tingkat Erosi Tanah ... 21 3. Ikhtisar Penelitian Keterkaitan Tujuan Penelitian, Metode

Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Sumber Data dan Output yang Diharapkan ... ... 57

4. Luas Lahan Perdesaan di Kecamatan Pacet ... 60 5. Jumlah Penduduk Perdesaan di Kecamatan Pacet ... 61

6. Jenis Komoditas Hortikultura Dominan yang Diusahakan di Kecamatan Pacet ... 63

7. Luas Tanam, Panen dan Produksi Komoditas Hortikultura di Kecamatan Pacet-Cianjur ……….. ... 65

8. Karakteristik Petani Komoditas Hortikultura di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 66

9. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Cianjur Berdasarkan Harga Konstan 2002 Tahun 2002-2004 ... 68

10.Sarana Kesehatan, Pendidikan dan Sosial Penunjang Pertanian di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 70 11.Pola Penguasaan Lahan di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur … ... 72 12.Hasil Analisis Rasio Gini Lorentz dan Entropy Kepemilikan Lahan

di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 77 13.Pola Tanam Tumpangsari Komoditas Hortikultura Pada Masing-Masing

Kelas Kemiringan Lereng yang Diusahakan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 79 14.Beberapa Jenis Pupuk dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola

Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ……… ... . 82

(15)

Cianjur ... 83 16.Analisis Total Jenis Pupuk, dan Pestisida Yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... 84 17.Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 86 18.Analisis Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Total Usahatani Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 87

19.Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... ... 88 20.Analisis Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Total Usahatani

Komoditas Hortikultura Pola Tanam Tumpangsari (Polyculture) Berdasarkan Kelas Kemiringan Lereng Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... ... 89

21.Analisis R/C Rasio Rata-Rata Usahatani Tumpangsari (Polyculture) di Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... ... 90

22.Analisis R/C Rasio Total Usahatani Tumpangsari (Polyculture) di Komoditas Hortikultura di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... ... 91 23.Analisis Produksi Rata-Rata dan Produktivitas Komoditas Hortikultura

Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... ... 95 24.Analisis Produksi Total dan Produktivitas Komoditas Hortikultura

Tumpangsari (Polyculture) Petani di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... ... 96 25.Analisis Binary Logistic Regression Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Pacet-Cianjur ... 100

(16)

27.Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >8-15% di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ……… ... 110

28.Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >15-30% di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ……… ... 111

(17)

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ……… ... 9

2. Kurva Produksi Penggunaan Pupuk Urea ... 17

3. Kurva Nilai Produksi Marginal Urea dan Harga Urea Per Satuan ... 17

4. Energi Butir Hujan yang Jatuh Dipermukaan Tanah ……… ... 19

5. Monograf Untuk Menentukan Nilai K ……… ... 23

6. Skema Persamaan USLE ……… ... 25

7. Lokasi Penelitian dan Pengambilan Sampel ……… ... 41

8. Kurva Lorentz dan Perkiraan Koefisien Gini ……… ... 43

9. Batasan Nilai Di, De, dan Dmin ……… ... 55

10.Peta Administrasi Wilayah Inti Kawasan Agropolitan …… ... 59

11.Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan ... ... 80

12.Tanaman Rumput Yang Digunakan Untuk Mencegah Erosi ……… ... 97

13.Jenis Tanaman Yang Digunakan Untuk Melindungi Lahan ... 98

14.Pembinaan dari Instansi Terkait Tentang Teknik Budidaya dan Konservasi Tanah ... 99

(18)

Halaman 1. Karakteristik Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-

Cianjur ... . 123 1a. Identitas Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... . 124

1b. Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... . 126 1c. Luas Penguasaan Lahan Beririgasi Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur … ... 128 1d. Asal Perolehan Penguasaan Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur …………..…. ... 130 1e. Penguasaan Lahan Garapan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur …….….……. ... 132 2. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Kawasan

Agropolitan Pacet-Cianjur ..…… ... 134 2a. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sukatani …………..… ... 135 2b. Hasil Analisis Data Ratio Gini Lorentz (RGL) Lahan Petani di Desa Sindangjaya ....……… ... 136

3. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur…..…… ... 137

3a. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Desa Sukatani ………..… 138 3b. Hasil Analisis Data Entropy Lahan Petani di Desa Sindangjaya .……… 139 4. Pola Tanam, Kemiringan, Kedalaman Tanah dan Batuan di Permukaan

Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet–Cianjur..…… ... 140

5. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur ... 142 5a. Hasil Analisis R/C Rasio Usahatani Komoditas Hortikultura Tumpangsari (Polyculture) di Lahan Petani Desa Sukatani ... 144

(19)

6. Analisis Usahatani Pola Tanam Tumpangsari Lahan Petani di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur... 149

7. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 152

7a. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sukatani ... 153

7b. Hasil Analisis Binary Logistic Regression Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Desa Sindangjaya ... 154 7c. Data Analisis Petani terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 155 8. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan ... 157 8a. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sukatani ... 158 8b. Hasil Analisis Data Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Desa Sindangjaya ... 159

8c. Data Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Pola Tanam Tumpangsari di Kawasan Agropolitan Pacet-

Cianjur... 160 9. Nilai R dan Data Curah Hujan Bulanan 1996-2005 di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 162 9a. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 163

9b. Nilai Faktor LS di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 164

9c. Hasil Prediksi Erosi (A) di di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 164

9d. Nilai ETol di di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 165

(20)

10b. Data Temperatur Bulanan Tahun 1996-2005 di Kecamatan Pacet-

Cianjur ... 166

11. Hasil Analisis Laborium Sifat Fisik Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur ... 167

12. Penilaian Ukuran Butir (M) untuk Digunakan dalam Rumus ……... 168

13. Penilaian Struktur Tanah ………... 168

14. Penilaian Permeabilitas Tanah ………... 168

15. Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Tipe Penggunaan Lahan ...…………... 169

16. Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Gabungannya dengan Pengelolaan Tanaman (CP) ... 171

17. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah ... 172

18. Kriteria yang Dipergunakan Pengelompokan Kelas ... .. 173

19. Faktor Kedalaman Ekuivalen untuk 30 Sub Ordo Tanah ... .. 175

(21)

1 1.1. Latar Belakang

Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan dan hutan merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilang atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia, namun juga memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2004).

Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri.

Salah satu sumberdaya alam yang menjadi perhatian dalam beberapa tahun terakhir adalah lahan. Lahan merupakan sumberdaya utama dalam kegiatan pertanian. Di sebagian wilayah Indonesia terutama di Jawa, Madura dan Bali, serta di beberapa pusat pemukiman di luar pulau tersebut, kepadatan penduduk dan nisbah jumlah penduduk terhadap luas tanah (man-land ratio) sudah sedemikian besar sehingga lahan menjadi sumberdaya produksi pertanian yang semakin langka, baik secara kuantitatif (luas areal yang semakin sempit dan terpencar) maupun secara kualitatif (mutu dan kesuburan tanah menurun). Akibat dari tekanan penggunaan yang berlebihan tersebut adalah terjadinya degradasi lahan (Sitorus, 2004).

(22)

Menurut Nasution (2004), terdapat ketimpangan kepemilikan tanah pertanian, dimana 43% rumahtangga perdesaan petani ”miskin tanah” (memiliki kepemilikan tanah kurang dari 0,1 hektar), dan 16% rumahtangga perdesaan memiliki luas kepemilikan tanah sekitar lebih dari 1 hektar, sehingga diperlukan penataan kembali kepemilikan tanah pertanian yang sesungguhnya lebih banyak berhubungan dengan aspek distribusi pendapatan dari pada masalah peningkatan efisiensi ataupun produktivitas sumberdaya lahan.

Menurut Sumaryanto et al. (2002), struktur kepemilikan tanah rumahtangga pertanian cukup timpang, dimana hampir dua pertiga bagian petani tergolong dalam kelompok penguasaan kurang dari satu hektar. Menurut Putera (1999), rata-rata penguasaan lahan pertanian di Jawa berkurang dari 0,58 hektar di tahun 1983 menjadi 0,47 hektar di tahun 1993. Lahan yang ada saat ini rentan sekali untuk berpindah kepemilikan dimana petani yang tidak memiliki lahan cenderung bertambah, dan akumulasi penguasaan lahan pada satu tangan banyak terjadi. Hasil penelitian Bachriadi (1999) menunjukkan bahwa pada tahun 1993, petani yang tidak memiliki lahan meliputi 28 persen dari seluruh rumahtangga petani, sementara itu 2 persen rumahtangga petani menguasai 20,4 persen lahan pertanian yang ada.

Proses pembangunan daerah, khususnya sektor pertanian, telah membuktikan bahwa berbagai kendala masih dihadapi. Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah keadaan bio-fisik lahan yang sangat beragam dan sebagian sudah rusak atau mempunyai potensi sangat besar untuk menjadi rusak. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan kebijakan-kebijakan penajaman teknologi pemanfaatan sumberdaya lahan dimana dalam pengelolaannya disesuaikan dengan karakteristik dan kondisi lahan sehingga hasil yang diharapkan dapat lebih optimal. Lima syarat yang harus dipenuhi dalam pengembangan teknologi pengelolaan lahan, adalah: (1) Teknis bisa dilaksanakan sesuai dengan kondisi setempat, (2) Ekonomis menguntungkan, (3) Sosial tidak bertentangan dan bahkan mampu mendorong motivasi petani, (4) Aman lingkungan, dan (5) Mendorong pertumbuhan wilayah secara berkelanjutan.

(23)

oleh pendanaan jangka panjang yang kontinyu. Kebijakan dalam konteks ini harus mampu mempromosikan sistem pertanian yang berkelanjutan, yaitu suatu sistem pertanian yang didukung oleh adanya insentif bagi produsen (pemilik lahan dan tenaga kerja), kredit pedesaan, kebijakan pasar/harga yang kondusif, sistem transportasi, teknologi tepat guna yang site-specific, serta program penelitian dan penyuluhan. Hal ini membawa konsekuensi yang sangat berat, yaitu tersedianya kebijakan-kebijakan lokal sesuai dengan kondisi setempat, yang sasarannya adalah sistem penggunaan lahan yang dicirikan oleh tingkat penutupan vegetatif yang lebih baik pada permukaan lahan.

Tiga faktor penunjang yang dipersyaratkan bagi pengembangan kebijakan-kebijakan lokal ini adalah: (1) Tersedianya data base management system tentang sumberdaya lahan, air, vegetasi, manusia, dan sumberdaya ekonomi lainnya, (2) Mekanisme analisis kendala dan problematik, dan (3) Mekanisme perencanaan yang didukung oleh brainware, software dan hardware yang dapat diakses oleh para perencana pembangunan di tingkat daerah. Untuk dapat mendorong dan mendukung berkembangnya kebijakan-kebijakan lokal tersebut, maka kebijakan nasional tentang penggunaan dan pengelolaan lahan harus diarahkan kepada: (1) Perbaikan penggunaan dan pengelolaan lahan, (2) Menggalang partisipasi aktif dari para pengguna lahan (pemilik lahan, pemilik kapital, dan tenaga kerja), dan (3) Pengembangan kelembagaan penunjang, terutama lembaga-lembaga perencana dan pemantau di daerah.

Sektor pertanian sangat berkepentingan untuk memberikan kontribusi dalam merumuskan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Sektor inilah yang secara langsung maupun tidak langsung selalu menghadapi permasalahan struktur penguasaan lahan berikut segala implikasinya, meskipun seringkali permasalahannya bukan hanya terletak pada sektor pertanian.

(24)

menjadi dua kategori, yaitu: usaha pertanian tanaman pangan (hortikultura), dan perkebunan rakyat.

Menyikapi berbagai tantangan dan ancaman dalam penerapan pola campuran tersebut, maka perlu dilakukan terobosan program yang melibatkan berbagai pihak secara terarah dan terkoordinasi. Salah satu program tersebut adalah pengembangan kawasan agropolitan yang dilakukan pada daerah pemasok hasil produksi pertanian melalui pengembangan Daerah Pusat Pertumbuhan.

Pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing berbasis kerakyatan, berkelanjutan (tidak merusak lingkungan) dan terdesentralisasi (wewenang berada di Pemerintah Daerah dan Masyarakat) di kawasan agropolitan.

Adapun kawasan agropolitan di Pulau Jawa dan komoditas unggulannya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kawasan Agropolitan di Pulau Jawa dan Komoditas Unggulan No Provinsi Kabupaten / Kota Komoditas Unggulan

1 Banten Kab. Pandeglang Durian dan Melinjo 2 Jawa Barat Kab. Cianjur

Kab. Kuningan Kab. Bogor Kab. Bekasi

Sayuran dataran tinggi Sapi

Manggis dan Durian Sayuran dataran rendah 3 Jawa Tengah Kab. Semarang

Kab. Pemalang Kab. Magelang

Sayuran dan Bunga-bungaan Hortikultura dan Sapi

Salak dan Cabe 4 D.I. Yogyakarta Kab. Kulon Progo Biofarmaka 5 Jawa Timur Kab. Banyuwangi

Kab. Mojokerto Kab. Ngawi Kab. Lumajang Kota Batu

Kab. Tulungagung Kab. Madiun Kab. Bangkalan

Sayuran dan Jeruk Sirsak dan Palawija Jagung

Padi dan Kedelai Tanaman Hias

Padi, Jagung dan Kedelai Padi dan Kedelai

Kacang Tanah Sumber: Badan Pengembangan SDM Pertanian (2002)

(25)

hasil pertanian dan pemasaran) dan jasa penunjangnya, sehingga akan mengurangi kesenjangan pendapatan antar masyarakat, mengurangi kemiskinan dan mencegah terjadinya urbanisasi tenaga produktif serta akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur terdiri dari Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya. Permasalahan yang dihadapi kawasan agropolitan khususnya di Desa Sukatani adalah rendahnya pendapatan, sedangkan yang menjadi faktor pembatas adalah ketersediaan air dalam melakukan kegiatan usahataninya. Hal ini terkait dengan lahan dominan merupakan lahan tadah hujan yang menggantungkan sumber air kegiatan usahataninya dari air hujan. Berbeda halnya dengan Desa Sindangjaya, pada umumnya tidak menganggap air sebagai faktor pembatas, tetapi masalah produktivitas dan kesuburan tanah yang menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan, karena sistem usahataninya lebih intensif.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian tentang karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur.

1.2. Perumusan Masalah

Lahan merupakan sumberdaya strategis dan merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan pengembangan agropolitan. Lahan mempunyai sifat yang unik, ditinjau dari segi kepemilikan maupun dari segi penggunaannya. Lahan memiliki nilai sosial, budaya, ekonomi dan politik, serta nilai sakral bagi pemiliknya terutama masyarakat perdesaan. Ditinjau dari aspek pertanian, kualitas lahan sangat bervariasi dan tidak merata di semua tempat, baik dari segi fisiknya maupun nilai strategis lokasinya. Kualitas lahan dan kondisi lingkungan yang tidak sama menyebabkan keragaman tingkat kegiatan penggunaannya dan tingkat pembangunan di berbagai wilayah. Selain itu, ketersediaan lahan tidak saja ditentukan oleh faktor kesesuaiannya untuk penggunaan komoditi atau kegiatan tertentu, namun juga ditentukan oleh aspek kelembagaan, yaitu kebijakan dalam kepemilikan, penggunaan, produktivitas dan teknik konservasi tanah.

(26)

seperti ini diperlukan pendekatan sistemik untuk mengevaluasi keadaan yang optimal dengan mengorbankan sebagian kepentingan suatu pihak dan memprioritaskan sebagian kepentingan beberapa pihak lainnya. Suatu model dan metode optimasi pengelolaan lahan merupakan idaman banyak pihak yang berkepentingan dengan sumberdaya lahan. Akan tetapi model seperti ini sangat sulit dikembangkan dan biasanya akan menghadapi berbagai hambatan dalam penerapannya di lapangan.

Benturan kepentingan dari berbagai pihak yang terlibat biasanya tercermin dalam konflik-konflik penggunaan lahan yang pada akhirnya akan menimbulkan berbagai masalah degradasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti erosi tanah, sedimentasi, banjir, tanah longsor, dan gangguan-gangguan terhadap kawasan sekitarnya.

Masalah degradasi sumberdaya lahan mungkin terjadi berpangkal dari pesatnya pembangunan infrastruktur fisik yang membuka aksesibilitas lokasi, sehingga semakin banyak penduduk yang memanfaatkan sumberdaya lahan secara lebih intensif berorientasi profit. Konflik-konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya lahan menjadi semakin banyak dan semakin parah. Salah satu kepentingan utama dari pengelolaan lahan ini adalah untuk mendapatkan produk-produk pertanian, seperti tanaman sayuran, tanaman hias, dan ternak. Komoditi-komoditi ini dibudidayakan oleh para petani (sebagai pengelola lahan milik atau lahan sewa) pada lahan usahanya, baik yang berupa tegalan, pekarangan, maupun kebun campuran.

(27)

penduduk yang memanfaatkan sumberdaya lahan seperti yang terjadi di kawasan agropolitan.

Dalam penelitian ini akan ditelaah proses-proses penggunaan lahan dan pengelolaan lahan yang akan memadukan antara kepentingan konservasi tanah dan kepentingan produksi pertanian untuk menjamin ketersediaan hasil komoditas bagi penduduk setempat. Pengelolaan lahan di suatu kawasan menyangkut aspek-aspek sumberdaya tanah, sumberdaya air, sumberdaya manusia, unsur teknologi, dan perekonomian masyarakat.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka pertanyaan penelitian adalah: 1. Bagaimana karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani

komoditas hortikultura di kawasan agropolitan?

2. Bagaimana kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura?

4. Bagaimana tingkat erosi berdasarkan komoditi yang dibudidayakan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Mengetahui karakteristik pola penguasaan lahan dan pola tanam usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan.

2. Mengetahui tingkat kelayakan dan produktivitas usahatani komoditas hortikultura dengan penguasaan lahan serta peran petani terhadap penerapan teknik konservasi tanah.

3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura.

4. Mengetahui tingkat erosi berdasarkan komoditi yang dibudidayakan.

1.4. Kerangka Pemikiran

(28)

penggunaan sarana produksi, alat dan mekanisasi pertanian, teknologi maupun tenaga kerja. Salah satu sarana produksi yang paling penting dalam kegiatan usahatani adalah ketersediaan dan status kepemilikan tanah. Status kepemilikan tanah menentukan kemauan petani untuk melakukan kegiatan konservasi tanah. Upaya konservasi tanah merupakan upaya yang bersifat jangka panjang, sehingga hasilnya baru akan dirasakan dalam jangka waktu lama. Oleh karena itu, petani bersedia melakukan konservasi jika status lahan yang dikerjakannya adalah milik sendiri. Jika lahan yang digarap bukan milik sendiri, maka sulit buat petani melakukan upaya konservasi tanah (Susilowati et al. 1997).

Eratnya keterkaitan lahan dengan kegiatan pertanian menyebabkan upaya perbaikan kesejahteraan petani tidak cukup hanya melalui perbaikan teknologi dan kelembagaan yang terkait dengan proses produksi dan perbaikan akses petani terhadap penggunaan lahan (Jamal, 2000). Namun, perlu diikuti dengan kepemilikan lahan yang merata, penggunaan lahan yang tepat, produktivitas lahan yang memadai dan upaya penggunaan teknik konservasi tanah yang tepat.

Tindakan konservasi tanah pada prinsipnya adalah usaha untuk menempatkan tiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Jadi upaya konservasi tanah ditujukan untuk dua hal, yaitu: mencegah kerusakan tanah dan memperbaiki tanah-tanah yang rusak agar dapat tercapai produksi yang setinggi-tingginya dalam waktu yang tidak terbatas (Sitorus, 2004).

(29)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan Agropolitan : Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya

Pengelolaan Lahan Usahatani Tegalan / Pekarangan Karakteristik Usahatani Komoditas Hortikultura

Pola Penguasaan

Lahan

Penggunaan Pupuk dan

Pestisida

Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah di Kawasan Agropolitan Pacet - Cianjur

Pola Tanam

Penerapan Teknik Konservasi Tanah

Produktivitas Usahatani Komoditas Hortikultura

Fisik / Lahan Ekonomi

Kesejahteraan Petani / Buruh Tani

Fisik / Lahan : 1.Solum Tanah 2.Kesuburan Tanah 3.Kepekaan Erosi

1.Hasil Pertanian 2.Pendapatan 3.Kesempatan Kerja 4.Debit air, Sedimen,

Fosfat dan BOD

Harga Saprodi : 1.Bibit

2.Pupuk 3.Pestisida 4.Tenaga Kerja 5.Alat-alat

Pertanian

(30)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Pemerintah: sebagai bahan referensi perencanaan untuk proses pengambilan keputusan dalam menerapkan usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur

2. Ilmu Pengetahuan: sebagai bahan referensi dan kajian ilmiah dalam menerapkan usahatani komoditas hortikultura khususnya untuk pengembangan di kawasan agropolitan Kecamatan Pacet-Cianjur

(31)

2.1. Karakteristik dan Sumberdaya Usahatani

Karakteristik usahatani individu adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang

melekat pada diri seseorang, yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan

dan lingkungannya. Soekartawi (1986) mengatakan bahwa cepat tidaknya proses

adopsi sangat tergantung dari beberapa faktor.

Sumberdaya yang dimiliki petani meliputi faktor fisik berupa tanah, sinar

matahari, air, dan faktor sosial ekonomi seperti uang tunai dan kredit, tenaga

kerja, dan pasar (Harwood, 1982). Pada umumnya suatu usahatani memiliki

modal yang terbatas, sumberdaya modal diperoleh dari pembentukan modal

sendiri dan bantuan kredit. Konsekuensinya, dalam usaha pertanian tidak

diperoleh modal sesuai yang diinginkan (Cowling et al. 1970). Jalan keluar untuk

memenuhi keterbatasan modal bagi petani dapat ditempuh melalui 2 (dua) cara.

Pertama, meningkatkan pemanfaatan sumberdaya yang terbatas melalui

pengalokasikan kombinasi usahataninya sehingga mampu membentuk modal

sendiri. Kedua, melalui pemberian kredit usahatani. Dengan demikian diharapkan

petani akan mampu meningkatkan penggunaan input yang lebih tinggi, sehingga

produksi yang dicapai akan lebih tinggi (Cooke, 1982).

Petani kecil umumnya kurang menguasai keadaan iklim dan masalah

sosial ekonomi di tempat mereka bekerja. Walaupun demikian, mereka harus

membuat keputusan tentang tanaman apa yang harus ditanam, bagaimana

mengusahakan tanaman tersebut dan berapa luas yang harus diusahakan

(Soekartawi, 1986).

2.2. Lahan dan Tanah

Lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari pada tanah, walaupun

dalam banyak hal kata tanah dan lahan sering digunakan dalam makna yang

setara. Lahan merupakan matrik dasar kehidupan manusia dan pembangunan

(Saefulhakim, 1997) karena hampir semua aspek dari kehidupan manusia dan

pembangunan, baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan

permasalahan lahan (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995). Tanah dipandang sebagai

(32)

berperan, kandungan dan jenis serta penyebarannya, sebagai tempat tumbuh

tanaman dan penyedia unsur hara (Arsyad, 1989).

Hardjowigeno et al. (1999), mendefinisikan lahan sebagai suatu wilayah di

permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap

atau bersifat siklis yang berbeda di atas dan di bawah wilayah tersebut, termasuk

atmosfer, serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan

sekarang, yang kesemuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh

manusia pada saat sekarang dan di masa mendatang.

Sumberdaya lahan/tanah menggambarkan gabungan antara sifat

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, yang tidak dapat diperbaharui serta

sumberdaya biologis. Sebagai contoh adalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah

berhubungan dengan adanya kegiatan organisme, sifat kimia alami tanah dan

aktivitas akar tanaman agar hara tanah dapat diserap tanaman. Keadaan ini

merupakan sifat dari sumberdaya alam yang dapat diperbaharui karena manusia

dapat memanipulasi kesuburan tanah sehingga dapat digunakan untuk jangka

waktu yang lama sampai ratusan atau ribuan tahun. Misalnya, petani

menggunakan pupuk, kapur, tanaman pupuk hijau, kompos dan sebagainya dalam

kegiatan budidayanya. Sedangkan sifat tanah/lahan yang merupakan sifat dari

sumberdaya biologis adalah apabila sumberdaya lahan/tanah ditingkatkan,

dipertahankan atau digunakan sehingga kesuburannya bertambah atau berkurang

sebagai akibat dari pengaruh manusia (Sitorus, 2004).

2.3. Kepemilikan dan Penguasaan Lahan

Pengertian kepemilikan dan penguasaan lahan seringkali dianggap sama.

Padahal ada perbedaan mendasar antara pengertian kepemilikan dan penguasaan.

Pengertian kepemilikan lebih condong kepada status hak (entitlement) sedangkan

pengertian penguasaan lebih kepada total luasan yang di kuasai atau diusahakan.

Selain itu pengertian kepemilikan mengandung arti adanya hak untuk

menggunakan tanah bagi pemiliknya, baik hak untuk menjual (dipindah

tangankan), digadaikan, disewakan, diwariskan atau diusahakan untuk

kepentingan pemiliknya. Sedangkan pengertian penguasaan mengandung arti

(33)

tetapi tidak dapat dipindahtangankan oleh yang menguasai tanah tersebut

(Wijayanti, 2000).

Salah satu aspek penting dimensi tanah dalam hubungannya dengan

manusia adalah tanah sebagai properti yang mempunyai pengertian bahwa tanah

meliputi kepemilikan beserta entitlement yang berkaitan dengan hak kepemilikan

tanah (Barlowe, 1978). Hal ini berkaitan dengan segala hak yang berhubungan

dengan tanah yang mempunyai implikasi sangat luas terhadap pengelolaan

sumberdaya tanah, seperti hak untuk memiliki dan menggunakan tanah, hak untuk

menjual tanah, hak untuk menyewakan, hak untuk menggadaikan, hak untuk

membagi dan menurunkan kepemilikan dan hak untuk menghibahkan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria) atau lebih dikenal dengan

UUPA, menyebutkan beberapa jenis hak-hak atas tanah, antara lain: hak milik,

hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah,

hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak

yang disebut sebelumnya yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Hak milik

diatur dalam UUPA Pasal 20 sampai 27. Hak milik adalah hak turun-tumurun,

terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi atau badan-badan hukum

tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hak guna usaha diatur dalam UUPA

Pasal 28 sampai Pasal 34. Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah

yang dikuasai langsung oleh negara dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak

guna bangunan diatur dalam UUPA Pasal 35 sampai 40. Hak guna bangunan

adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya, dengan jangka waktu tertentu (paling lama 30 tahun). Baik

tanah negara maupun tanah milik yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum

yang ditunjuk oleh Negara dapat diberikan hak guna bangunan. Hak pakai diatur

dalam UUPA Pasal 41 sampai dengan 43. Hak pakai adalah hak untuk

menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh

Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang yang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan

(34)

tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA. Hak sewa diatur

dalam UUPA Pasal 44 dan 45. Hak sewa adalah sesuatu hak untuk menggunakan

tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada

pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Hak membuka tanah dan membangun

hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur oleh

Peraturan Pemerintah, sebagaimana disebutkan UUPA Pasal 46 Ayat 1.

2.4. Pola Tanam

Pola tanam biasanya dipilih oleh setiap petani berdasarkan pertimbangan

ekonomi dan pengelolaan. Sebelum faktor-faktor tersebut diperhitungkan, lahan

diklasifikasikan berdasarkan curah hujan (Harwood, 1982). Menurut Wilsie

(1962), terdapat 7 (tujuh) kriteria yang menentukan kesesuaian tanaman terhadap

kondisi lingkungan, yaitu: (1) Kesesuaian topografi, (2) Kualitas tanah, (3)

Kelembagaan yang memadai, (4) Jumlah curah hujan yang memadai, (5)

Kesesuaian waktu dan distribusi hujan, (6) Kesesuaian cuaca, dan (7) Tersedianya

pasar yang menampung hasil pertanian.

Pola tanam ideal ditentukan oleh fungsi input produksi dan ketersediaan

komponen tanaman. Jika fungsi input dan ketersediaan genetik tetap untuk jangka

waktu tertentu, biasanya petani menyusun pola pertanaman dan mengimbangi

kendali ini. Varietas baru yang cukup dan ketersediaan input dapat

memungkinkan ditemukannya pola pertanaman yang lebih baik (Harwood, 1982).

Apabila petani ingin mencapai tujuan sebaik mungkin, maka petani harus

selalu melakukan pilihan sehingga penggunaan sumberdaya mencapai keadaan

dimana keuntungan marginal diperoleh dan perubahan penggunaan sumberdaya

sama besarnya dengan kerugian marginal yang termasuk dalam perubahan

tersebut (Soekartawi et al., 1986).

2.5. Produktivitas dan Penguasaan Lahan

Menurut Mubyarto (1979), pengertian produktivitas lahan itu merupakan

penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha dengan kapasitas lahan. Efisiensi

usaha diukur berdasarkan banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh

(35)

lahan itu untuk menyerap tenaga dan modal, sehingga memberikan hasil produksi

bruto yang sebesar-besarnya pada tingkat teknologi tertentu. Dengan demikian,

secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian antara efisiensi usaha

dengan kapasitas lahan.

Partadireja (1980), memberikan pengertian produktivitas lahan sebagai

kemampuan lahan untuk menghasilkan sesuatu. Produktivitas lahan

mencerminkan produksi per hektar, dan ini ditentukan oleh: (1) keadaan

kesuburan tanah, (2) modal, yang termasuk di dalamnya adalah varietas tanaman,

penggunaan pupuk organik maupun anorganik, tersedianya air dalam jumlah yang

cukup dan berkualitas baik dan alat-alat pertanian, (3) teknik bercocok tanam, (4)

teknologi yang di dalamnya termasuk organisasi, manajemen, dan

gagasan-gagasan, dan (5) tenaga kerja.

Banyak faktor yang mempengaruhi kegairahan petani untuk meningkatkan

produktivitas lahan mereka. Salah satu dari faktor-faktor yang dimaksudkan

adalah status dan luas penguasaan lahan pertanian (Sinaga dan Kasryno, 1980).

Penelitian di India oleh Surjit S. Bhalia dalam Berry Cline (1979) di saat

“revolusi hijau” telah berjalan enam tahun di negara tersebut diperoleh

kesimpulan bahwa antara luas garapan dengan produktivitasnya terdapat

hubungan yang negatif, makin luas usahataninya, produktivitasnya makin

menurun. Hal ini disebabkan karena tidak sempurnanya pasar, terutama pasar

tenaga kerja, disamping pasar lahan dan pasar modal. Kesimpulan serupa

diperoleh oleh Berry dan Cline (1979) dalam penelitiannya di Filipina dengan

menggunakan data tahun 1960.

Penelitian Rivai (1958), di perdesaan Pati - Jawa Tengah menyimpulkan,

bahwa petani penyakap justru tingkat kemakmurannya lebih tinggi dan lebih stabil

dari pada golongan petani pemilik. Hal ini dikarenakan petani penyakap

semata-mata menggantungkan hidupnya pada tanah sakapannya, sehingga mereka lebih

tekun mengusahakan lahan sakapannya untuk tidak mengecewakan si pemiliknya.

Bagi penyakap jaminan kelangsungan perjanjian penyakapan dirasa penting.

Sebaliknya petani pemilik tidak mempunyai dorongan serupa itu. Kesimpulan lain

adalah intensitas mengerjakan tanah kongsen (hak mengerjakan) lebih baik dari

(36)

Menurut White dan Wiradi (1979), masalah penguasaan lahan bukan saja

dipandang sebagai masalah hubungan manusia dengan lahannya melainkan lebih

menyangkut hubungan sosial, ekonomi dan politik antar mereka. Dengan

demikian, suatu hubungan penguasaan atas lahan langsung melibatkan manusia

dalam suatu hubungan dengan masyarakat disekitarnya yang erat kaitannya

dengan pembagian kekayaan, kesempatan-kesempatan ekonomi dan penguasaan

politik diantara mereka, terutama di daerah-daerah, dimana lahan merupakan

faktor produksi yang sangat langka, seperti di Jawa.

Menurut Sinaga (1980) untuk dapat mencapai pendapatan yang

maksimum, petani akan mengelola usahataninya sedemikian rupa sehingga

tingkat kombinasi pemakaian faktor-faktor produksi memenuhi persyaratan

ekonomi sebagai berikut:

1. Jika dana yang dipunyai tidak terbatas, maka tingkat pemakaian faktor-faktor

produksi diusahakan sedemikian rupa sehingga berada pada keadaan

nilai-nilai produksi marjinal masing-masing faktor (NPMxn) sama dengan harga

per unit dari faktor produksi yang bersangkutan (Hxn) sehingga mengikuti

persamaan sebagai berikut:

NPMx1 = NPMx2 = . . . = NPMxn = 1

Hx1 Hx2 Hxn

2. Jika dana terbatas, maka tingkat pemakaian faktor-faktor produksi berada pada

keadaan sedemikian sehingga rasio dari nilai produksi marjinal dan harga per

unit masing-masing faktor produksi sama atau lebih besar dari satu.

Persamaannya menjadi:

NPMx1 = NPMx2 = . . . = NPMxn > 1

Hx1 Hx2 Hxn

dimana NPMxn menyatakan nilai produksi marjinal faktor-faktor produksi xn

dan Hxn menyatakan harga persatuan faktor produksi xn

Implikasi pemakaian kriteria tersebut di atas terhadap tingkat pemakaian

faktor-faktor produksi non lahan dan produktivitas lahan dengan berbagai macam

(37)

(Kg)

Y1

PTP

Y2

Y3

0 Urea (Kg)

Gambar 2. Kurva Produksi Penggunaan Pupuk Urea

(Rp)

[image:37.595.102.473.81.789.2]

Gambar 3. Kurva Nilai Produksi Marginal Urea dan Harga Urea Per Satuan

dimana:

PTF = Produksi Total Fisik

NPMu = Nilai Produksi Marginaal Pupuk Urea NPMus = Nilai Produksi Marginal Urea Bagi Penyakap

Hu = Harga Urea Per Satuan Berat

Hus = Harga Urea Per Satuan Berat Setelah Biaya Urea Dibagi Dua

Oleh Penyakap dengan Pemilik

NPMUS

HUS

Urea (Kg)

0 N2

NPMU

N1

(38)

Dari Gambar 2. di atas sebagai misal kurva produksi pada sebidang lahan

dengan penggunaan pupuk urea, dan Gambar 3. sebagai kurva nilai produksi

marjinal dari urea dan harga urea per satuan berat. Dari gambar tersebut

ditunjukkan bahwa:

1. Pada petani pemilik penggarap akan memakai pupuk urea sebanyak ON1 kg/ha karena pada tingkat pemakaian urea tersebut nilai produksi marjinal dari

pupuk urea (NPMu) sama dengan harga per satuan berat urea (Hu) dan

produksi per hektar adalah OY1

2. Pada petani penyewa akan mengambil keputusan yang hasilnya seprti pada

petani pemilik penggarap. Dalam hal sewa menyewa, sewa lahan merupakan

biaya tetap bagi penyewa

3. Pada petani penyakap ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi antara lain:

a. Bila hasil panen dibagi dua dan biaya produksi dibagi dua sama

besarnya, maka kurva nilai produksi marjinal bagi penyakap adalah

NPMus dan kurva harga pupuk bagi penyakap adalah Hus. Pada pemakaian pupuk ON1 kurva NPMus memotong memotong kurva Hus.

Dengan demikian dengan aturan penyakapan tersebut per hektar dapat

mencapai OY1.

b. Bila hasil panen dibagi dua sama tetapi semua biaya dpikul penyakap

maka harga pupuk sama dengan Hu. Kurva NPMus memotong Hu pada

tingkat pemakaian pupuk ON2 sehingga hasil per hektar yang akan dicapai hanya OY2.

Dari illustrasi Gambar 2 dan 3 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi

tertentu hasil per hektar akan sama, baik lahan itu diusahakan pemiliknya atau

penyewa maupun penyakap.

2.6. Erosi

Istilah erosi tanah umumnya diartikan sebagai kerusakan tanah oleh

perbuatan air atau angin. Menurut Arsyad (2006), erosi adalah peristiwa

(39)

media alami. Menurut media pengangkutannya dikenal dua jenis erosi, yaitu erosi

air dan erosi angin.

Terjadinya erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan dan aliran

permukaan atau karena kekuatan angin. Pada sebagian besar daerah tropika basah

seperti Indonesia, erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir hujan dan aliran

permukaan (Sinukaban, 1989).

Selanjutnya Ellison (1947) dalam Sinukaban (1989) menyatakan bahwa

erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan

(transportation) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi. Peristiwa pelepasan dan

pengangkutan merupakan komponen-komponen erosi tanah yang penting, dimana

di dalam proses terjadinya erosi, peristiwa pelepasan butir tanah mendahului

peristiwa pengangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pelepasan merupakan

variabel yang penting yang berdiri sendiri, tetapi pengangkutan tergantung dari

pelepasan.

Berdasarkan prosesnya (tempat, sumber, magnitud dan bentuk), erosi dapat

dibedakan menjadi erosi percikan (splash erosion), erosi lembar (sheet erosion),

erosi alur (riil erosion), erosi parit (gully erosion), dan lain-lain. Sedangkan

berdasarkan agent atau medianya, erosi dapat dibedakan menjadi erosi air dan

erosi angin. Walaupun terdapat perubahan secara spasial dan temporal, proses

yang terlibat dalam erosi adalah sama.

Menurut David (1988) dan Lu et al. (2005) erosi yang diakibatkan oleh air

sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan run off. Proses ini terdiri dari empat sub

proses yang interaktif, yaitu: penghancuran oleh curah hujan, pengangkutan oleh

curah hujan, penghancuran oleh run off (scour erosion) dan pengangkutan oleh

run off. Hujan jatuh di permukaan tanah akan menghancurkan partikel tanah dan

memercikan partikel tersebut ke atas kemudian berpindah ke tempat lain (Gambar

4).

(40)

Partikel tanah yang berpindah tempat tersebut dapat menyumbat pori-pori

tanah sehingga menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (surface crusting)

sehingga akan mengurangi infiltrasi tanah. Apabila hujan melebihi kapasitas

infiltrasi tanah, maka akan terjadi run off yang akan menghancurkan partikel tanah

dan mengangkutnya dengan tenaga aliran run off. Jika kecepatan aliran menjadi

lambat atau terhenti, partikel akan mengalami deposisi atau sedimentasi

(Mc Clauley dan Jones, 2005).

Berkurangnya penutupan lahan, baik oleh tajuk maupun serasah tanaman

menyebabkan teradinya peningkatan daya rusak tetesan hujan, sehingga tingkat

bahaya erosi menjadi lebih tinggi. Di Indonesia, pengaruh erosi dapat dilihat dari

semakin meningkatnya hamparan lahan kritis dan frekuensi dan besaran banjir.

Banjir terjadi akibat sedimentasi di sungai, sehingga kapasitas tampung sungai

menurun dan air meluap di musim hujan. Peristiwa erosi juga menyebabkan

sedimentasi di berbagai waduk seperti waduk Gajah Mungkur, bendungan

Jatiluhur, dan lainnya.

Menurut McCauley dan Jones (2005) kerugian yang ditimbulkan oleh erosi

tanah cukup besar, karena mengikis dan mengangkut sebagian tanah, misalnya

kehilangan tanah yang terjadi pada lahan pertanian di Amerika dan Montana yang

masing-masing mencapai 1,3 juta ton/tahun dan 5,50 ton/ha/tahun serta padang

rumput di Wyoming yang telah menyebabkan erosi mencapai 5,10 ton/ha/tahun.

Erosi dapat disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Faktor-faktor

alami yang mempengaruhi erosi dapat dirinci sesuai dengan pengaruh yang

disumbangkannya terhadap proses erosi dan sedimentasi, sebagaimana disajikan

dalam Tabel 2. Erosi perlu dikendalikan agar tanah dapat dimanfaatkan secara

lestari untuk pertanian dan penggunaan lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengukuran terhadap besarnya erosi yang terjadi akibat pemanfaatan lahan untuk

penggunaan tertentu, terutama pertanian. Pengukuran langsung di lapang akan

membutuhkan waktu yang lama, biaya dan tenaga yang tidak sedikit.

Pengembangan model prediksi erosi merupakan salah satu cara yang dapat

(41)
[image:41.595.92.505.68.816.2]

Tabel 2. Pengaruh Beberapa Faktor Alam Terhadap Proses dan Tingkat Erosi Tanah Faktor Pengaruh terhadap Proses Erosi Curah Hujan : intensitas, durasi,

frekwensi, indeks erosi

Menghancurkan agregat tanah dengan percikan butir air hujan dan mengangkut partikel oleh run off; surface sealing

Lereng:

- Kemiringan, panjang dan bentuk

- Posisi Terhadap lereng

Erosi cenderung meningkat dengan meningkatnya panjang dan kemiringan lereng; bentuk lereng memperngaruhi tingkat kehilangan tanah, yaitu conveks>lurus>conkaf

Mempengaruhi hubungan run offrun on (erosi dan deposisi)

Tanah:

- Kedalaman

- Tekstur

- Struktur dan agregasi

- Kandungan Bahan Organik

Mempengaruhi kapasitas penyimpanan air tersedia

Tanah dengan kandungan debu atau pasir halus umumnya paling mudah tererosi; erodibilitas akan menurun dengan meningkatnya kandungan fraksi pasir dan liat

Proporsi air- stabilitas dan ukuran agregat mempengaruhi erodibilitas

Mempengaruhi inisiasi run off, infiltrasi, perkembangan struktur tanah, water repellency. Vegetasi : Struktur, penutupan

kanopi, penutupan dasar (ground)

Mempengaruhi intersepsi curah hujan, percikan butir air hujan, infiltrasi, evapotranspirasi dan run off.

Sumber : Gunn et al. (1988)

Menurut Arsyad (2006), secara ideal metode prediksi harus memenuhi

persyaratan-persyaratan, yaitu harus dapat diandalkan, secara universal dapat

dipergunakan, mudah dipergunakan dengan data yang minimum, komprehensif

dalam hal faktor-faktor yang dipergunakan dan mempunyai kemampuan untuk

mengikuti perubahan-perubahan tata guna tanah dan tindakan konservasi.

Prediksi erosi yang umum dipergunakan pada saat ini adalah model

parametrik, terutama tipe kotak kelabu. Empat faktor utama yang dianggap

terlibat dalam proses erosi adalah iklim, sifat tanah, topografi dan vegetasi

penutup lahan. Oleh Wischmeier dan Smith (1978) keempat faktor tersebut

dimanfaatkan sebagai dasar untuk menentukan besarnya erosi tanah melalui

persamaan umum yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan persamaan

(42)

USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu tanah

tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap

macam pertanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang

mungkin dilakukan atau yang sedang dipergunakan. Persamaan yang

dipergunakan untuk mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan

yang mempengaruhi laju erosi kedalaman enam peubah utama yang nilainya

untuk setiap tempat dapat dinyatakan secara numerik.

USLE adalah suatu model erosi yang dirancang untuk memprediksi rata-rata

erosi jangka panjang dari erosi lembar atau alur dibawah keadaan tertentu. Dan

juga bermanfaat untuk tempat-tempat bangunan dan penggunaan bukan pertanian,

tetapi tidak dapat memprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil

sendimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai.

Persamaan USLE hingga saat ini masih relevan dan paling banyak

digunakan dan hingga saat ini belum ada yang menggantikan metode USLE ini:

A = R K L S C P

dimana:

A = adalah banyaknya tanah yang tererosi (ton/hektar/tahun)

R = adalah faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks

erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan

intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) tahunan.

Nilai R dapat ditetapkan dengan menggunakan Peta ISOERODEN. Namun

bila data CH tak lengkap dapat digunakan Rumus Bols (1978) yaitu:

EI30 = 6,119 (R) 1.21 (Days)-0,47 (Max P) 0.53 atau

EI30=

725 . 0 0727 . 0

2 467 . 2

+

r r

r = curah hujan (cm)

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk

suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak

percobaan yang panjangnya 22 m terletak pada lereng 9% tanpa tanaman.

Nilai K dapat dihitung berdasarkan sifat tanah dengan rumus Weischmeier

(43)

100 K = 1.292 (2.1 M1.14 x 10-4 x (12 – a) + 3,25 (b – 2) + 2.5 (c – 3) dimana:

M = (% pasir sangat halus + % Debu) (100 - % liat)

a = % bahan organik

b = kode struktur tanah

c = kelas permeabiltas

atau menggunakan Nomograf Erodibilitas Tanah Weischmeier dan Smith,

[image:43.595.100.515.26.830.2]

sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Nomograf untuk Menentukan Nilai K

L = adalah faktor panjang lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah

dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan

panjang lereng 22 m di bawah keadaan yang identik. L dapat dihitung

dengan rumus:

Faktor

m x

L

⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ =

22

Nilai m tergantung pada kemiringan lereng (m = 0.2 jika s < 1%; m = 0.3

jika 1%<s<3%; m = 0.4 jika 3.5%<s<4.5% dan m = 0.5 jika s > 5%)

S = faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari

suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari

tanah dengan lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Faktor S dapat

(44)

Faktor S = 0.065 + 0.045 s + 0.0065 s2 (untuk s<12%) Faktor S = (s/9)1.35 (untuk s > 12%)

Faktor LS dapat ditentukan secara simultan dengan menggunakan nomograf

Weismeier dan Smith (1978).

C = adalah faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah

antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan

pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang

identik tanpa tanaman. Faktor C dapat dilihat dari berbagai hasil penelitian

yang sudah ada.

P = adalah faktor tindakan khusus konservasi tanah, yaitu nisbah antara

besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi khusus

terhadap besarnya erosi tanah yang diolah searah lereng dalam keadaan

identik. Faktor P juga dapat ditentukan dengan melihat hasil penelitian yang

sudah ada.

Kelemahan dan Keunggulan USLE

Menurut Goldman et al. (1986) persamaan USLE mempunyai keterbatasan

dan keunggulan sebagai berikut:

Asumsi:

- dapat digunakan pada lereng yang panjangnya ≤ 400 feet

- digunakan pada kemiringan lereng 3% - 18%

- hanya dapat digunakan pada lahan dengan sistem penanaman dan

pengelolaan yang konsisten

- hanya dapat digunakan pada DAS yang tidak terlalu luas (DAS kecil)

- efektif digunakan pada unit lahan yang tanahnya bertekstur sedang (tidak

untuk tanah yang bertekstur berpasir)

Kelemahan:

- sulit digunakan pada kejadian hujan tertentu

- sulit digunakan pada DAS yang kompleks

(45)

Keunggulan:

- mudah diaplikasikan

- dapat diterapkan dimana saja (universal), dengan penetapan nilai setiap

faktor secara tepat.

- dapat memprediksi erosi dalam jangka panjang pada penggunaan lahan

yang berbeda-beda.

[image:45.595.115.508.216.475.2]

Secara skematik persamaan USLE disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6. Skema Persamaan USLE (Arsyad, 2006)

Selanjutnya menurut Hudson (1978), terdapat dua aplikasi utama dari

persamaan USLE ini, yaitu:

a. Untuk memprediksi kehilangan tanah akibat erosi

Pada situasi tertentu nilai setiap faktor dalam persamaan adalah tetap, di

lapang atau pada tanah tertentu, panjang dan kemiringan lereng diketahui,

dengan pola tanam tertentu. Untuk setiap variabel ini dipilih nilai numerik

yang tepat, dan jika semua faktor tersebut dikalikan, maka jumlah erosi yang

diprediksi oleh persamaan dapat dihitung. Kita mengetahui semua term pada

bagian kanan persamaan dapat digunakan untuk menghitung A. Kita juga

dapat memprediksi berapa perubahan tanah yang hilang jika kita mengubah

nilai beberapa variabel tersebut.

Hujan

A

Besarnya Erosi yang akan terjadi adalah fungsi :

Energi

Kekuatan Perusak Hujan

R

Kemungkinan Erosi Tanah

Sifat Tanah Pengelolaan

K

Pengelolaan Lahan

Pengelolaan Tanaman

(46)

b. Untuk memilih tindakan dalam pertanian

Dalam hal ini, bagian kiri persamaan, yaitu A (erosi) sama dengan kehilangan

tanah maksimum yang dapat diterima. Di bagian kanan persamaan beberapa

faktor yang mewakili variabel yang tidak dapat dikendalikan, seperti erosivitas

(R), erodibilitas (K), dan kemiringan lereng dan nilai ini juga telah dapat

ditentukan. Faktor-faktor lainnya adalah perbedaan sistem penanaman,

perbedaan metoda ploughing dan lain-lain. Persamaan dapat memilih

kombinasi yang bervariasi dari faktor-faktor ini sehingga persamaan seimbang

(balance), yaitu erosi tidak akan melebihi target. Aplikasi ini berguna sebagai

pertimbangan dalam membuat rekomendasi untuk para petani dalam

pengelolaan tanaman.

Jenis solusi yang dihasilkan dari persamaan mungkin tanpa sedikitpun

tindakan konservasi (nilai P tinggi), namun rotasi akan mencakup proporsi yang

tinggi dari tutupan tanaman (nilai C rendah perlu untuk menyeimbangkan

persamaan). Tetapi jika lahan dibuat teras (untuk mengurangi P) rotasi harus

terdiri dari cash crops yang lebih banyak (nilai C menjadi lebih tinggi). Tidak ada

solusi tunggal yang mutlak dari persamaan tersebut, yang ada dengan berbagai

cara dapat diperoleh lebih dari satu jawaban terhadap bagaimana untuk mengelola

lahan.

USLE telah dimodifikasi dan diperluas untuk kondisi yang sesuai di Pasifik

Barat laut, Hawaii dan wilayah range land di bagian barat. Modifikasi tersebut

telah memasukkan run off dan peak flow sebagai parameter, menggantikan faktor

energi dan intensitas curah hujan untuk memperoleh model sediment yield untuk

hujan tertentu (William, 1977).

Penggunaan dan Penyalahgunaan USLE

Persamaan USLE dirancang untuk memprediksi sheet dan riil erosion.

Dalam hal ini kehilangan tanah harus dibedakan dengan sediment yield.

Kehilangan tanah diprediksi dengan persamaan adalah bagian tanah yang

diangkut pada kemiringan tertentu yang ditetapkan sebagai faktor topografi.

Informasi ini sangat diperlukan untuk perencanaan konservasi tanah. Namun pada

(47)

Sediment yield di lapang merupakan jumlah kehilangan tanah pada bagian lereng

dikurangi deposisi dalam depresi di lahan, pada kaki lereng, sepanjang batasan

petak dan di dalam saluran teras. Persamaan USLE tidak menghitung deposisi ini

(Weischmeier dan Smith, 1978). Banyak variabel dan interaksi yang

mempengaruhi sheet dan riil erosion. USLE menggolongkan variabel ini menjadi

enam faktor erosi utama, hasilnya untuk suatu kondisi tertentu mewakili

kehilangan tanah rata-rata tahunan.

Menurut Weischmeier (1978), ada beberapa sumber kekeliruan dalam

menerapkan USLE, yaitu:

- USLE sering digunakan pada DAS yang kompleks, padahal USLE tidak bisa

digunakan untuk memprediksi erosi pada DAS yang kompleks karena tidak

ada sistem pengelolaan dan penanaman yang konsisten, variabilitas wilayah

sangat tinggi. USLE membutuhkan data yang spesifik dan detil. Oleh karena

itu hasil perhitungan yang diperoleh akan keliru (atau tidak sesuai dengan

kondisi aktualnya).

- USLE akan memberikan hasil yang keliru jika digunakan untuk prediksi

sedimentasi di reservoir, karena USLE hanya digunakan untuk memprediksi

erosi pada suatu unit lahan, bukan untuk prediksi sedimentasi seperti yang

telah dikemukakan sebelumnya.

Penetapan faktor C dan LS juga sering menyebabkan kekeliruan

perhitungan erosi berdasarkan USLE. Faktor C sering ditentukan berdasarkan

kondisi tanaman dalam satu musim tanam atau berdasarkan hasil interpretasi citra

landsat atau foto udara yang terakhir, pada hal faktor C yang dimaksudkan dalam

USLE adalah faktor C yang menggambarkan kondisi penanaman selama satu

tahun. Selain itu faktor LS sering ditentukan berdasarkan peta topografi sehingga

hasil yang diperoleh bias, karena interpretasi dan perhitungan yang kurang tepat.

Seharusnya penentuan faktor LS ini harus berdasarkan pengukuran langsung di

lapang.

2.7. Degradasi Lahan

Degradasi lahan pertanian yang dihadapi terutama berupa menurunnya

(48)

Gambar

Gambar 3. Kurva Nilai Produksi Marginal Urea dan Harga Urea Per Satuan
Tabel 2. Pengaruh Beberapa Faktor Alam  Terhadap Proses dan Tingkat Erosi Tanah
Gambar 5. Nomograf  untuk Menentukan Nilai K
Gambar 6. Skema Persamaan USLE (Arsyad, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persainaan Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Land rent sebagai Fungsi Tujuan pada 8 Pola

Tujuan Penelitian ini yaitu (1) Mengetahui lokasi dan luas lahan potensial yang dapat dijadikan acuan untuk estimasi produksi komoditas ubi jalar; (2) Menganalisis kelayakan

Hasil penelitian menunjukkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani dan penerimaan dari hasil panen komoditas, sehingga dapat diketahui

Tingkat diversifikasi usahatani di lahan sawah yang terefleksikan oleh keragaan pola tanam dan ragam komoditas penyusunannya menunjukkan hal-hal berikut : (1)

Tujuan Penelitian ini yaitu (1) Mengetahui lokasi dan luas lahan potensial yang dapat dijadikan acuan untuk estimasi produksi komoditas ubi jalar; (2) Menganalisis kelayakan

Survey Pasar dilakukan pada kawasan Agropolitan di Kabupaten Bantaeng mencakup 4 kecamatan dari total pasar yaitu 9 unit, untuk mengetahui total omset/pendapatan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor ± faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan usahatani cabai merah pada lahan pasir di kawasan

Jumlah saluran pemasaran sayuran komoditas kubis di Kawasan Agropolitan Kabupaten Tanggamus berjumlah sama dengan saluran pemasaran cabai yaitu tiga saluran