• Tidak ada hasil yang ditemukan

IKHTISAR PENELITIAN

3. Pola Tanam (X 4 )

5.4.3. Desa Sindangjaya

Dan untuk Desa Sindangjaya dapat dilihat bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani adalah X1= luas lahan garapan (m2), X3 = input pupuk(X3), dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi (D2). Hal ini didasarkan oleh nilai -p<0,05.

Model regresi dummy untuk Desa Sindangjaya adalah

Y = 5,3168 + 7,1632X1 + 5,7320X3+ 0,1127D2

artinya:

1. Jika luas lahan garapan, input pupuk dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp.5,3168

2. Setiap penambahan luas lahan sebesar satu m2 dimana input pupuk dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani akan meningkat sebesar Rp.7,1632.

3. Setiap penambahan input pupuk sebesar satu rupiah dimana luas lahan garapan dan dummy variable mengenai kegiatan konservasi konstan, maka keuntungan usahatani sebesar Rp. 5,7320.

4. Setiap penambahan input Dummy variable mengenai kegiatan konservasi sebesar satu satuan dimana luas lahan garapan dan input pupuk konstan, maka keuntungan usaha tani sebesar Rp.0,1127.

Peubah-peubah penjelas dapat dengan baik menjelaskan keragaman produktivitas usahatani komoditas hortikultura di desa Sindangjaya, sebagaimana ditunjukkan nilai R2 dan F hitung yang tinggi. Angka R2 sebesar 0,8329 berarti 83,29% keragaman produktivitas usahatani komoditas hortikultura di desa Sindangjaya dapat dijelaskan oleh peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan. Sedangkan sisanya 16.71% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

di luar model. Sementara input bibit, input tenaga kerja, input pestisida dan variable dummy kepemilikan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas usahatani komoditas hortikultura. Faktor-faktor tersebut sudah dianggap cukup tidak perlu adanya penambahan yang hanya berakibat pada pembengkakan atau modal dan biaya produksi tanpa diikuti oleh peningkatan produksi.

Akses petani terhadap luas lahan merupakan suatu ukuran dalam menentukan produksi usahatani. Terbatasnya luas lahan membawa dampak cukup signifikan, karena lahan merupakan faktor produksi utama yang dibutuhkan dalam kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian utama dari penduduk perdesaan. Sempitnya luas lahan di Desa Sindangjaya menyebabkan sulitnya melakukan pengaturan penanaman dalam suatu hamparan guna memperoleh volume produksi yang mencukupi untuk skala pertanian berorientasi industri.

Penanaman secara intensif atau terus menerus menyebabkan pengurasan unsur hara dan meningkatnya kekebalan hama dan penyakit tanaman akibat penggunaan pestisida yang intensif sehingga dapat mempengaruhi terjadinya erosi berupa hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air.

Luasnya ukuran lahan menjadi sangat signifikan untuk perencanaan usahatani. Artinya perencanaan yang baik untuk pengaturan pola tanam, pemilihan jenis tanaman, waktu tanam, dan penggunaan pestisida akan lebih efisien.

Di Desa Sindangjaya luas lahan garapan petani rata-rata 0,11 ha dengan status kepemilikan beragam, yaitu milik, sewa, gadai, dan milik pemerintah. Jarang sekali ditemui luas lahan petani memiliki lahan seluas 1 ha. Karena saat ini kepemilikan luas lahan cenderung berpindah status kepemilikan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya fragmentasi lahan akibat pertumbuhan jumlah penduduk, terjadinya proses alih kepemilikan atau alih fungsi lahan. Namun seringkali yang lebih dominan terjadi adanya proses alih kepemilikan lahan atau alih fungsi lahan sehingga terjadi penguasaan lahan yang timpang. Dengan demikian luas lahan garapan petani kurang dari 1 ha

menyebabkan penggunaan faktor produksi menjadi tidak efisien dan pendapatan usahatani tidak mencukupi kebutuhan keluarga petani.

Kegiatan konservasi tanah akan menjadi signifikan dalam peningkatan produktivitas usahatani di desa Sindangjaya jika dilakukan pengolahan tanah (tillage )menurut kontur, pembuatan galengan dan saluran menurut kontur, pembuatan tanggul serta teknik pembuatan teras bangku selama pengusahaan lahan.

5.5. Analisis Tingkat Erosi

Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur merupakan salah satu pusat produksi tanaman hortikultura, terutama wortel, bawang daun, kailan, lobak, horinso, brokoli, daikon, caisin, sawi, daun mint, seledri dan tanaman ekonomis lainnya. Kondisi agroekologi di wilayah ini sangat mendukung bagi pola usahatani tanaman tersebut secara intensif. Namun demikian sebagian besar wilayah ini mempunyai indeks bahaya erosi yang sangat tinggi. Besarnya erosi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Faktor kemiringan lereng (LS), (2) Curah hujan (R), (3) Kepekaan tanah terhadap faktor erosi (K), (4) Faktor pertanaman (C), serta (5) Faktor pengelolaan lahan (P).

Hasil analisis prediksi erosi menunjukkan bahwa besarnya erosi yang terjadi di lahan usahatani petani kawasan agropolitan pada kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% masih berada dibawah batas erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) berkisar antara 9,75-12,67 ton/ha/tahun, sebagaimana disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kemiringan Lereng >8-15% di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No Pola Tanam Tumpangsari (polyculture) R K LS C P Erosi (ton/ha/ th) ETol (ton/ha/ th) 1 2 3 4 Wt-Dk-Kl Wt-Lb-Cs-Dk Wt-Hs Wt-Bd-Kl-Lb-Hs 2162,13 2162,13 2162,13 2162,13 0,23 0,31 0,38 0,32 1,18 1,28 1,27 1,58 0,100 0,100 0,100 0,100 0,15 0,15 0,15 0,15 2,43 3,62 4,31 4,26 11,09 11,38 11,90 11,99 Sumber : Data Primer (2006) diolah

Keterangan :

No. 1. Sampel jenis tanah andosol pada pekarangan di Desa Sukatani No. 2. Sampel jenis tanah andosol pada tegalan di Desa Sukatani No. 3. Sampel jenis tanah andosol pada pekarangan di Desa Sindangjaya No. 4. Sampel jenis tanah andosol pada tegalan di Desa Sindangjaya

Tabel 28. Analisis Besarnya Erosi yang Terjadi di Lahan Usahatani Petani Pada Kelas Kelerengan >15-30% di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur

No Pola Tanam Tumpangsari (polyculture) R K LS C P Erosi (ton/ha/ th) ETol ton/ha/ th) 1 2 3 4 Wt-Bkl-Bd Wt-Bd Wt-Lb Bkl-Sw-Bd-Pl 2162,13 2162,13 2162,13 2162,13 0,26 0,22 0,21 0,32 2,02 2,64 2,46 2,84 0,100 0,100 0,100 0,100 0,15 0,15 0,15 0,15 6,09 5,48 5,16 8,77 12,67 10,00 12,37 9,75 Sumber : Data Primer (2006) diolah

Keterangan:

No. 1. Sampel jenis tanah regosol pada di pekarangan di Desa Sukatani No. 2. Sampel jenis tanah regosol pada di tegalan di Desa Sukatani No. 3. Sampel jenis tanah regosol pada di Desa Sindangjaya No. 4. Sampel jenis tanah regosol pada di Desa Sindangjaya

Tabel 27 dan 28 menunjukkan bahwa kemiringan lereng merupakan faktor yang diperkirakan sangat berperan dalam peningkatan erosi, karena kemiringan lereng merupakan karakteristik utama dari lahan usahatani.

Nilai faktor kepekaan tanah terhadap erosi (K) untuk di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur berkisar antara 0,21-0,38 termasuk dalam kategori sedang menurut nilai klasifikasi nilai erodibilitas (Arsyad, 2000). Secara keseluruhan lahan usahatani petani di kawasan agropolitan nilai faktor kepekaan tanah terhadap erosi cukup bervariasi, karena jenis tanahnya secara umum tidak sama, yaitu jenis andosol dan regosol.

Jenis tanaman yang ditanam petani di kawasan agropolitan dengan tingkat pengelolaan yang ada menghasilkan faktor pertanaman (C) dan faktor pengelolaan (P) yang kecil, sehingga tanaman mampu memberikan perlindungan yang baik terhadap tanah dari daya perusak curah hujan (R) yang tinggi sekitar 2162,13 mm/tahun. Kondisi ini didukung oleh faktor erodibilitas tanah (K) dan faktor kemiringan lereng (LS) yang dilainnya juga tidak terlalu besar.

Kecilnya erosi yang terjadi menunjukkan bahwa usahatani petani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan dengan pola tanam tumpangsari (polyculture) dan intensitas tanam yang cukup tinggi di lahan dengan kelas kemiringan lereng >8-15% dan >15-30% menjadikan tanah selalu tertutup tanaman sepanjang tahun, sehingga curah hujan yang besar tidak sampai merusak butir-butir tanah dan membawanya melalui aliran permukaan. Kecilnya erosi juga

berpengaruh terhadap kesuburan tanah, karena kesuburan tanah pada lahan-lahan dengan kelas kemiringan lereng ini kesuburannya relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan lahan yang memiliki kemiringan lereng yang curam, sehingga tanaman yang diusahakan dapat tumbuh dengan baik. Selanjutnya pertumbuhan tanaman yang baik akan membentuk pola perlindungan yang lebih baik pula terhadap tanah.

113 6.1. Kesimpulan

1. Karakteristik pola penguasaan lahan usahatani komoditas hortikultura di kawasan agropolitan kepemilikan lahan petani rata-rata relatif sempit sebagai dampak alih kepemilikan lahan, alih fungsi lahan dan juga fragmentasi lahan karena pembagian warisan. Akibat penguasaan lahan yang sempit pola tanam yang dikembangkan oleh petani menggunakan sistem monokultur dan tumpangsari dengan siklus tanam intensitas tinggi dan cepat yang bertujuan untuk memperoleh hasil dan uang cash dalam jangka waktu yang relatif singkat untuk setiap komoditas yang berbeda sehingga petani dapat mencapai lima kali panen dalam setahun.

2. Tingkat kelayakan usahatani semua komoditas hortikultura layak diusahakan khususnya untuk komoditas horinzo, lobak, bawang, wortel, dan kailan. Peran petani terhadap penerapan teknik konservasi usahatani komoditas hortikultura: (a) di kawasan agropolitan dipengaruhi oleh: umur (X1), luas lahan (X3), pola tanam (X4) dan pendidikan (D1); (b) di Desa Sukatani adalah: luas lahan (X3), pendidikan (D1) dan status kepemilikan lahan (D2) dan; (c) di Desa Sindangjaya adalah: umur (X1), pendapatan (X2), luas lahan (X3), pendidikan (D1).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas usahatani komoditas hortikultura: (a) di kawasan agropolitan adalah: input pupuk (X3), tenaga kerja (X4), dummy variable (D1) kepemilikan lahan, dummy variable (D2) kegiatan konservasi; (b) di Desa Sukatani adalah: luas lahan garapan (X1), input bibit (X2), dummy variable (D1) kepemilikan lahan, dummy variable (D2) kegiatan konservasi; dan; (c) di Desa Sindangjaya adalah: luas lahan garapan (X1), input pupuk (X3) dan dummy variable (D2) kegiatan konservasi.

4. Besarnya erosi yang terjadi untuk komoditas hortikultura yang dibudidayakan masih berada dibawah batas erosi yang ditoleransikan dengan intensitas tanam yang tinggi menjadikan tanah selalu tertutup tanaman sepanjang tahun. Tidak diusahakannya pola tanam tumpangsari pada kelas kemiringan lereng >30-45% karena faktor kendala retensi hara (KTK liat, kejenuhan basa, pH H2O dan C-organik).

6.2. Saran

1. Disarankan perlu adanya perbaikan pola kepemilikan lahan yang berkaitan dengan kebijakan akses pada lahan agar tidak terjadi konversi lahan, dan petani lokal tidak cepat tersingkirkan, atau nantinya dapat menyebabkan terjadinya perambahan hutan yang merusak lingkungan dan keberlanjutan dari sistem pertanian

2. Disarankan perlu dilakukan transfer teknologi konservasi yang sesuai pada petani dan pemberian subsidi untuk melakukan kegiatan konservasi dalam memecahkan permasalahan mendasar seperti ketersediaan air yang dialami oleh Desa Sukatani, dan penurunan kesuburan tanah yang dialami oleh Desa Sindangjaya.

115