BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi
Menurut Robbins (2009) komitmen organisasi adalah sebagai suatu
keadaan di mana seorang karyawan memihak organisasi tertentu serta
tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam
organisasi tersebut. Sopiah (2008) memberikan definisi komitmen organisasi
adalah derajat yang mana pegawai percaya dan menerima tujuan-tujuan
organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak meninggalkan organisasi. Luthans
(dalam Sutrisno, 2010) mengemukakan bahwa komitmen organisasi
merupakan keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu organisasi,
kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi, suatu keyakinan tertentu dan
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Durkin (dalam Sopiah 2008) komitmen organisasi merupakan perasaan
yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi
dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan
dan nilai-nilai tersebut. Menurut Suwardi (2011) komitmen organisasi
ditunjukkan dalam sikap penerimaan, keyakinan yang kuat terhadap nilai-nilai
dan tujuan sebuah organisasi, begitu juga adanya dorongan yang kuat untuk
organisasi. Selain itu, Winner (dalam Tranggono, 2008) mengatakan bahwa
komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk berbuat
sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih
mengutamakan kepentingan organisasi.
Berdasarkan beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
komitmen oganisasi merupakan keinginan kuat seorang karyawan untuk tetap
menjadi anggota dalam organisasi. Selain itu karyawan berusaha
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi, memberikan kemampuan
terbaiknya dalam melaksanakan tugas dalam hubungannya dengan peran
karyawan terhadap upaya pencapaian nilai-nilai dan tujuan organisasi.
2. Aspek-aspek Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi,
keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi (Steers & Porter,
1996).
a. Aspek identifikasi, adalah penerimaan dan kepercayaan karyawan yang
kuat terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Karyawan yang
mengidentifikasikan dirinya pada organisasi menilai adanya kongruensi
antara nilai dan tujuan organisasi dengan nilai dan tujuan pribadinya.
Sehingga karyawan akan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya
tujuan organisasi karena dengan demikian secara tidak langsung
kebutuhan atau tujuan pribadinya akan terpenuhi pula. Kepercayaan
karyawan terhadap organisasi dapat ditumbuhkan dengan turut
organisasi sehingga karyawan dengan rela berusaha mencapai tujuan
organisasi.
b. Aspek keterlibatan atau partisipasi karyawan adalah kesediaan karyawan
untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi dengan
melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas kerja organisasi. Adanya
keterlibatan akan menyebabkan karyawan mau dan senang bekerja sama
baik dengan atasan ataupun dengan sesama teman kerja. Keterlibatan
karyawan dapat dirangsang dengan melibatkan karyawan dalam proses
pembuatan keputusan. Hal ini dapat membuat karyawan merasa diterima
sebagai bagian dari organisasi dan menumbuhkan keyakinan bahwa apa
yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama, sehingga
karyawan merasa bertanggung jawab untuk melaksanakan keputusan yang
telah disepakati.
c. Aspek loyalitas atau kesetiaan terhadap organisasi adalah keinginan yang
kuat untuk menjadi anggota organisasi tempat karyawan bekerja.
Karyawan akan mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi
karena karyawan merasa bahwa dirinya adalah bagian dari organisasi yang
tidak terpisahkan. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan
adanya keamanan dan kepuasan dalam organisasi tempat karyawan
Kanter (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan adanya tiga bentuk
komitmen organisasi, yaitu:
a. Komitmen berkesinambungan (continuance commitment), yaitu komitmen
yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan
kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan
berinvestasi pada organisasi.
b. Komitmen terpadu (cohesion commitment) yaitu komitmen anggota
terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan
anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya
bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma
yang bermanfaat.
c. Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada
norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya.
Norma-norma terhadap perilaku yang diinginkan.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa macam aspek yang dapat
mengungkapkan komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Steers & Porter
(1996) yaitu aspek identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas dan Kanter (dalam
Sopiah, 2008) yaitu aspek komitmen berkesinambungan (continuance
commitment), komitmen terpadu (cohesion commitment) dan komitmen
terkontrol (control commitment). Berdasarkan analisis tersebut penulis
memilih aspek dari Steers & Porter (1996) yang terdiri dari tiga aspek yaitu
aspek identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karena merupakan aspek yang
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Menurut Retno dan Djamaluddin (2006), faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi adalah sebagai berikut :
a. Usia, seorang karyawan yang telah memasuki dewasa usia 21 tahun stabil
sehingga akan membuat karyawan lebih bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya.
b. Pengalaman kerja, pengalaman kerja merupakan berapa lama seseorang
bekerja dalam organisasi. Semakin lama masa kerja seseorang dalam suatu
perusahaan maka akan semakin tinggi pula tingkat komitmennya terhadap
perusahaan. Pengalaman kerja yang berkaitan dengan komitmen terhadap
organisasi adalah menyangkut seberapa percaya bahwa organisasi
memperhatikan minatnya, merasakan ada kepatuhan dan seberapa besar
harapan karyawan dapat terpenuhi dalam pekerjaan. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Purnamasasi (2014) menyatakan bahwa
memang benar ada pengaruh pengalaman kerja terhadap komitmen
organisasi.
c. Ukuran, semakin besar ukuran suatu kelompok yang mengacu pada jumlah
anggota akan berpengaruh terhadap sumber daya yang ada untuk
melakukan tugas.
d. Struktur organisasi, struktur organisasi yang jelas akan membuat karyawan
e. Efikasi diri, efikasi diri adalah keyakinan-keyakinan seseorang tentang
kemampuannya untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Jika seorang
karyawan telah diberi keyakinan akan kemampuannya karyawan akan
menunjukan kinerja yang lebih baik lagi.
f. Harga diri, sejauhmana seseorang percaya bahwa karyawan berguna bagi
orang lain dan berhak mendapatkan penghargaan. Jika seorang dianggap
bermanfaat bagi organisasi, maka karyawan akan segera dihargai,
sehingga akan membuat karyawan lebih komitmen terhadap organisasi.
g. Kebutuhan sosioemosional, perubahan sosial pada individu dengan orang
lain akan berpengaruh pada perubahan emosi dan perubahan pada
kepribadian. Perubahan sangat dinginkan oleh karyawan untuk membuat
karyawan lebih mengidentifikasikan dirinya pada organisasi.
David (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
a. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja, kepribadian, dll.
b. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan, konflik
peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll.
c. Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk
organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran serikat pekerja.
d. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa macam faktor yang
dapat mempengaruhi komitmen terhadap organisasi yang dikemukakan
oleh Retno dan Djamaluddin (2006) yaitu usia, pengalaman kerja, ukuran,
struktur organisasi, efikasi diri, harga diri, dan kebutuhan sosioemosional.
Selanjutnya David (dalam Sopiah, 2008) yaitu faktor personal (usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian),
karakteristik pekerjaan (lingkup jabatan, tantangan, konflik peran, tingkat
kesulitan dalam pekerjaan), karakteristik struktur (besar/kecilnya
organisasi, bentuk organisasi (sentralisasi/desentralisasi), kehadiran
serikat pekerja), dan pengalaman kerja. Pada penelitian ini, penulis
memilih pengalaman kerja sebagai variabel yang dapat mempengaruhi
komitmen organisasi karena semakin banyak pengalaman kerja seseorang
akan semakin membuat karyawan komitmen (Dyne & Graham, dalam
Aidiyah, 2015).
B. Pengalaman Kerja
1. Pengertian Pengalaman Kerja
Handoko (2009) menyatakan bahwa pengalaman kerja seseorang
menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang telah dilakukan seseorang yang
memberikan peluang besar bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang
lebih baik selama jangka waktu tertentu, sehingga semakin luas pengalaman
tujuan yang telah ditetapkan. Sutrisno (2009) mengungkapkan pengalaman
kerja adalah suatu dasar atau acuan seorang karyawan dapat menempatkan diri
secara tepat kondisi, berani mengambil resiko, mampu menghadapi tantangan
dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunukasi dengan baik
terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan
.menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya.
Menurut Ranupandojo (2004) pengalaman kerja adalah ukuran tentang
lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami
tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik. Sudarmanto
(2009) mendefinisikan pengalaman kerja sebagi suatu elemen penting dalam
membentuk penguasan kompetensi seseorang terhadap tugas. Akumulasi
pengetahuan dan pengalaman yang menyatu dalam dirinya akan terbentuk
dalam sikap dan perilaku seseorang.
Menurut Sulaeman (2014) pengalaman kerja menunjukkan sejauh
mana penguasaan seseorang terhadap bidang pekerjaan yang selama ini
ditekuninya yang diukur dengan melihat seberapa lama waktu yang dihabiskan
tenaga kerja pada suatu bidang pekerjaan tertentu. Martoyo (2007) menyatakan
bahwa pengalaman kerja didasarkan pada masa kerja atau jangka waktu
pegawai dalam bekerja. Hariandja (2002) menyatakan bahwa pengalaman
kerja didasarkan pada jenis pekerjaan yang pernah dikerjakan selama periode
tertentu.
Berdasarkan berbagai macam uraian di atas maka dapat disimpulkan
keterampilan yang telah diketahui dan dikuasai seseorang dari perbuatan atau
pekerjaan yang telah dilakukan selama beberapa waktu tertentu dan
keterampilan seseorang dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam organisasi.
2. Aspek-aspek Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja memiliki empat aspek pengalaman kerja yaitu lama
waktu atau masa kerja, tingkat pengetahuan yang dimiliki & keterampilan yang
dimiliki, dan penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan (Foster, 2001).
a. Lama waktu atau masa kerja
Ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh
seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah
melaksanakannya dengan baik.
b. Tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
Pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip, prosedur, kebijakan atau
informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan. Pengetahuan juga
mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan informasi pada
tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk pada
kemampuan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai atau menjalankan
suatu tugas atau pekerjaan.
c. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan
Tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tekhnik
Menurut Asri (1986), pengukuran pengalaman kerja sebagai sarana
untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas
pekerjaan yaitu :
a. Geraknya lancar dan mantap
Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang
mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.
b. Gerakannya berirama
Artinya tercipta dari kebiasaan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
c. Lebih cepat menanggapi tanda-tanda
Artinya tanda-tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja.
d. Dapat menduga akan timbulnya kesulitan sehingga lebih siap
menghadapinya. Karena didukung oleh pengalaman kerja dimilikinya
maka seseorang yang berpengalaman dapat menduga akan adanya
kesulitan dan siap menghadapinya.
e. Bekerja dengan tenang
Seorang pegawai yang memiliki pengalaman akan memiliki rasa percaya
diri yang cukup besar.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat beberapa macam aspek yang dapat
mengungkap pengalaman kerja yang dikemukakan oleh Foster (2001) yaitu,
lama waktu atau masa kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki, dan penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan. Selanjutnya Asri
(1986) yaitu geraknya lancar dan mantap, gerakannya berirama, lebih cepat
dengan tenang. Berdasarkan analisis, penulis memilih aspek dari Foster (2001)
yang terdiri dari aspek lama waktu atau masa kerja, tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki, dan penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.
Ketiga aspek tersebut digunakan oleh peneliti sebagai acuan untuk
mengungkap pengalaman kerja pegawai di BKB & PP Kabupaten Sidrap.
C. Hubungan antara Pengalaman Kerja dengan Komitmen Organisasi pada Pegawai di Badan Keluarga Berencana & Pemberdayaan
Perempuan (BKB & PP) Kabupaten Sidrap
Sebagai salah satu upaya meningkatkan komitmen karyawan terhadap
organisasi, pengalaman kerja sangat diperlukan. Pengalaman kerja karyawan
mencerminkan tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki seorang karyawan dalam bekerja yang dapat diukur dari masa kerja
dan jenis pekerjaan yang pernah dikerjakan karyawan. Salah satu upaya
penting dalam perkembangan tingkah laku dan sikap seorang karyawan
sebagaimana diungkapkan oleh ahli psikologis, bahwa perkembangan adalah
bertambahnya potensi untuk bertingkah laku. Selain itu suatu perkembangan
juga dapat dilukiskan sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada
suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi (Knoers & Haditono, 1999).
Pengalaman kerja adalah suatu dasar atau acuan seorang karyawan
dapat menempatkan diri secara tepat kondisi, berani mengambil resiko, mampu
menghadapi tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu
produktivitas, kinerja dan menghasilkan individu yang kompeten dalam
bidangnya (Sutrisno, 2009). Aspek-aspek pengalaman kerja menurut Foster
(2001) yaitu lama waktu atau masa kerja, tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki dan penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.
Berdasarkan penelitian tentang Pengalaman Kerja yang telah di
lakukan oleh Purnamasari (2014) menunjukan bahwa ada pengaruh positif dan
signifikan pengalaman kerja terhadap komitmen organisasi karyawan.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Anggarkusuma (2015) juga
menunjukkan bahwa pengalaman kerja berpengaruh positif dan signifikan
secara parsial tehadap komitmen organisasi. Hasil tersebut sesuai dengan hasil
wawancara di Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Kabupaten Sidrap (BKB & PP) yang memperoleh hasil bahwa pengalaman
kerja sebagian pegawai di BKB & PP Kabupaten Sidrap dirasa kurang karena
masih saja ada beberapa pegawai yang belum dapat mengoperasikan internet,
dan peralatan peralatan kerja lainnya.
Lama waktu atau masa kerja adalah ukuran tentang lama atau masa
kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas-tugas suatu
pekerjaan dan telah melaksanakannya dengan baik. Tingkat pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki yaitu pengetahuan merujuk pada konsep, prinsip,
prosedur, kebijakan atau informasi lain yang dibutuhkan oleh karyawan.
Pengetahuan juga mencakup kemampuan untuk memahami dan menerapkan
informasi pada tanggung jawab pekerjaan. Sedangkan keterampilan merujuk
suatu tugas atau pekerjaan. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan yaitu
tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek tekhnik
peralatan dan teknik pekerjaan. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan
yaitu tingkat penguasaan seseorang dalam pelaksanaan aspek-aspek teknik
peralatan dan teknik pekerjaan (Foster, 2001).
Menurut Angle & Perry (1981) karyawan yang memiliki masa yang
pendek menyebabkan keterlibatan yang dibangun masih rapuh, sehingga
komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dengan masa kerja yang
pendek cenderung lebih rendah. Masa kerja yang belum berlangsung lama
menyebabkan peluang investasi pribadi yang dikeluarkan oleh karyawan
belum besar, sehingga keputusan untuk meninggalkan organisasi tidaklah sulit
dilakukan. Sedangkan menurut Robbins (2009) masa kerja yang lama sangat
identik dengan senioritas dalam suatu organisasi. Semakin lama karyawan
bekerja dalam suatu organisasi maka semakin kecil kemungkinan karyawan
tersebut akan mengundurkan diri.
Selain itu Pratama dan Utama (2013) dari hasil penelitiannya terdahulu
mengungkapkan bahwa karyawan dengan masa atau lama kerja yang panjang
akan loyal kepada organisasi karena merasa nyaman dengan pekerjaannya,
tidak merasa terbebani oleh pekerjaanya sehingga tidak ingin bekerja di tempat
lain. Sebaliknya masa kerja yang pendek akan membuat karyawan belum
memiliki loyalitas. Masa kerja yang panjang juga akan membentuk identifikasi
karyawan terhadap organisasi hal tersebut berbeda dengan masa kerja yang
nilai-nilai organisasi atau identifikasi belum akan terbentuk. Selanjutnya karyawan
yang memiliki masa kerja yang panjang akan lebih terlibat banyak dalam
organisasi jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki masa kerja yang
pendek.
Selanjutnya, karyawan yang memiliki tingkat pengetahuan atau
keterampilan yang banyak akan membentuk keterlibatan karyawan dalam
pelaksanaan tugas dan pekerjaanya, sebaliknya apabila karyawan memiliki
tingkat pengetahuan atau keterampilan yang sedikit keterlibatan karyawan
terhadap organisasi tidak akan terbentuk (Manulang, 1984). Selain itu keahlian
dan keterampilan yang dimilikinya juga akan membentuk perasaan loyal
karyawan terhadap organisasi semakin tinggi dan identifikasi terhadap
organisasi akan semakin kuat (Rofi, 2012)..
Apabila karyawan menguasai pekerjaan dan peralatan yang berkaitan
dengan pekerjaanya maka karyawan tersebut akan lebih senang untuk terlibat
dalam organisasi. Selain itu karyawan juga akan loyal karena baik pemimpin
maupun rekan kerja mengakui kemampuan yang dimilikinya. Apabila dua hal
tersebut sudah terbentuk maka kepercayaan terhadap organisasi atau
identifikasi akan mulai terbentuk karena karyawan merasa dihargai dan
diapresiasi kemampuan yang dimiliknya (Simanjuntak, 2005).
Purnamasari (dalam Asih, 2006) mempunyai kesimpulan bahwa
seorang karyawan yang punya pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki
keunggulan dalam beberapa hal, di antaranya : mendeteksi kesalahan,
tersebut bermanfaat bagi pengembangan keahlian. Berbagai macam
pengalaman yang dimiliki individu akan mempengaruhi pelaksanaan suatu
tugas. Seseorang yang berpengalaman memiliki cara berfikir yang lebih
terperinci dan lengkap dibandingkan seseorang yang belum berpengalaman
(Taylor & Todd, dalam Asih, 1995).
Hal demikian memperlihatkan bahwa pengalaman kerja seseorang
menunjukkan jenis-jenis pekerjaan yang pernah dilakukan seseorang dan
memberikan peluang yang besar bagi seseorang untuk melakukan
pekerjaannya lebih baik. Semakin luas pengalaman kerja seseorang, semakin
terampil dalam melakukan pekerjaannya, dan semakin sempurna pula pola
berfikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Puspaningsih dalam Asih, 2006). Dyne dan Graham (dalam
Soekidjan, 2009) menjelaskan bahwa pengalaman kerja lama akan semakin
membuat karyawan berkomitmen, hal ini disebabkan karena semakin memberi
peluang karyawan untuk menerima tugas menantang, otonomi semakin besar,
serta peluang promosi yang lebih tinggi. Selain peluang investasi pribadi
berupa pikiran, tenaga dan waktu yang semakin besar, hubungan sosial lebih
bermakna, serta akses untuk mendapat informasi pekerjaan baru makin
berkurang.
Pengalaman kerja yang sesuai dengan nilai-nilai personal individu atau
dapat memenuhi kebutuhan dan preferensi individu akan menjadi penguat bagi
individu tersebut yang kemudian akan mempengaruhi komitmen terhadap
2008) menegaskan bahwa komitmen organisasi dikembangkan dari sikap
positif terhadap organisasi. Sikap ini merupakan hasil kombinasi dari
pengalaman kerja, persepsi terhadap organisasi, dan karakteristik personal.
Karyawan dengan komitmen yang tinggi memiliki intensi untuk berkontribusi
secara profesional dan melakukan lebih dari apa yang diharapkan oleh
organisasi dalam mengimplementasikan setiap perencanaan dan kebijakan.
Perkembangan pengalaman yang dimiliki karyawan berdasarkan teori,
menunjukkan dampak yang positif kepada penambahan tingkah laku yang
dapat diwujudkan dalam keahlian yang lebih tinggi dalam memperoleh
kecakapan yang lebih matang. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh
karyawan memungkinkan berkembangnya potensi yang dimiliki oleh
karyawan melalui proses yang dipelajari sehingga dapat meningkatkan
kelekatan atau komitmen terhadap organisasi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan sementara
bahwa ada hubungan positif antara pengalaman kerja dengan komitmen
organisasi pada pegawai Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan
Perempuan di Kabupaten Sidrap. Artinya semakin banyak pengalaman kerja
pegawai maka akan semakin tinggi pula komitmen terhadap organisasi,
sebaliknya semakin sedikit pengalaman kerja pengalaman kerja pegawai maka
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara pengalaman kerja dengan
komitmen organisasi pada pegawai Badan Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Perempuan (BKB & PP) di Kabupaten Sidrap. Jika semakin
banyak pengalaman kerja pegawai maka akan semakin tinggi pula komitmen
terhadap organisasi, sebaliknya semakin sedikit pengalaman kerja pegawai