• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Program Studi Psikologi"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Elizabeth Silviana Putri N.

NIM: 059114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv MOTTO

H idu p adalah PRO SES H idup adalah BEL A J A R T anpa ada bat asan umur

T anpa ada kat a t u a

J at uh, ber dir i lagi K alah, menc oba lagi

Gagal, bangkit lagi “N EVER GI VE U P”

Sampai T U H A N berkat a : “WA K T U N YA PU L A N G”

M en gu ca p sy u k u r l a h d a l a m sega l a h a l ,

seba b i t u l a h y a n g d i k eh en d a k i A l l a h d i d a l a m

K r i st u s Y esu s ba gi k a m u .

(5)

v

PERSEMBAHAN

Karya ini aku persembahkan unt uk

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI

Elizabeth Silviana Putri N.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja sebagai variabel tergantung dan Adversity Quotient sebagai variabel bebas. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hipotesis ini berarti bahwa semakin tinggi Adversity Quotient maka kinerja akan menjadi semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah Adversity Quotient maka semakin rendah kinerja karyawan. Subyek penelitian ini adalah agen asuransi dengan masa kerja minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan subyek sebanyak 68 agen asuransi. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari dua alat ukur, yaitu skala Adversity Quotient dan skala kinerja. Skala Adversity Quotient memiliki koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,948 dan pada skala kinerja sebesar 0,941. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,565 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity Quotient dan kinerja. Hal ini juga menandakan bahwa hipotesis awal penelitian diterima.

(8)

viii

THE CORRELATION BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT AND PERFORMANCE OF INSURANCE AGENT

Elizabeth Silviana Putri N.

ABSTRACT

This research aims to determine the correlation between Adversity Quotient and performance ofthe insurance agents. The variables in this research is the performance as a dependent variables and the adversity quotient as independent variables. The hypothesis of this research is that there is a positive correlation between Adversity Quotient and the performance of the insurance agents. This hypothesis means that the higher the Adversity Quotient then the performance will be higher and vice versa. The subjects of this research are the insurance agents with at least one year working period. This research uses the subject as much as 68 insurance agents. The measuring devices used were two measuring devices, those were Adversity Quotient scale and performance scale. The Adversity Quotient scale has 0,948 alpha reliability coeficient and 0,941 on a scale of performance. The results of the data analysis indicated that correlation coefficient of 0,565 with a significance of 0,000. This result means there is a positive correlation and significant between the Adversity Quotient and performance. It also indicated that the initial hypothesis of the research was received.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Mengucap syukur kepada Tuhan atas segala anugrah-Nya sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak yang

memberikan berbagai bantuan yang sangat berarti. Dalam kesempatan ini

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus atas anugrahMu dalam hidupku dan penyertaanMu

dalam setiap waktu, membuatku mampu untuk terus berjuang karena Engkau

peduli pada hidupku. Dalam Engkau ada harapan walaupun ketika terlihat

tidak ada lagi harapan.

2. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma.

3. P. Henrietta P. D. A. P. S., S.Psi, MA selaku dosen pembimbing skripsi,

untuk waktu, kesabaran dan bimbingan yang diberikan sampai akhirnya

penulisan ini selesai.

4. A. Tanti Arini S.Psi M.Si selaku dosen pembimbing akademik, untuk arahan

dan perhatian yang diberikan hingga skripsi ini dapat selesai.

5. Y. Heri Widodo, M. Psi. Dan Monica E. M., M. Psych. selaku dosen penguji.

6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogayakarta yang telah membantu selama proses belajar penulis, terutama

(11)

xi

7. Valentina Dwita, Mbak Nita, Mas Tanto, Mas Mul dan semua agen serta

manajer Perusahaan Asuransi yang menjadi subyek dalam penelitian ini.

Terimakasih atas kesediaannya memberikan waktu, informasi, dan data yang

dibutuhkan penulis.

8. Mama tercinta, motivasi terbesar untuk aku selesaikan skripsi ini.

Terimakasih untuk perjuangan, pengorbanan, cinta dan segala hal yang

diberikan dalam sepanjang hidupku. Untuk Papa aku mengasihimu.

9. Masku Allan, terimakasih buat kasih sayang yang sering tak terucap dan

terimakasih mendidikku jadi wanita madiri.

10.Mbak Novi, terimakasih hadir menjadi bagian dan memberi warna baru

dalam hidupku.

11.Fera, Agung, Agnes, Via, Anne terimakasih buat kebersamaan diujung

perjuangan ini, terimakasih kalian masih ada.

12.Andin, Alit dan Mena terimakasih untuk kebersamaan dimasa kuliah dan

dukungan kalian sampai saat ini, akan menjadi kenangan indah untukku.

13.Matil, Dewi, Oposh, Heni, Tristan, Hanes, Sherly, Jesika dan teman-teman

2005 lainnya, terimakasih untuk pertemanan dimasa kuliah, semoga akan

terus terjalin.

14.Kak Yopie, Kak Helen, Mbak Rinti, Sel grup Breaktrough dan bro sist semua

terimakasih atas dukungan dan doa dari kalian semua akhirnya skripsi ini

(12)

xii

15.Priska, Capung, Dedy, Christ, Tanto, Hendra, Willy,dan teman-teman semasa

sekolah lainnya, terimakasih untuk pertemanan hingga saat ini. Tidak

ketinggalan ponakan cantikku Grace wajahmu menjadi penyemangatku.

16.Keluarga besarku, Pakdhe & Budhe, Om & Tante, sepupu-sepupuku: Detta,

Wahyu, Ino, Thomas dan Awang, terimakasih buat dukungan yang diberikan,

semoga kebersamaan dan kerukunan terus terjalin.

17.Semua teman, sahabat, dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku.

Penulis

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : LANDASAN TEORI ... 10

(14)

xiv

1. Pengertian Kinerja ... 10

2. Aspek-aspek Kinerja ... 12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 14

4. Pengertian Penilaian Kinerja... 15

5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan ... 16

6. Penilaian Kinerja Karyawan ... 17

B. Adversity Quotient ... 18

1. Pengertian Adversity Quotient ... 18

2. Tipe-tipe Individu ... 19

3. Dimensi Adversity Quotient ... 21

C. Agen Asuransi ... 22

D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja ... 24

E. Hipotesis ... 26

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Jenis Penelitian... 27

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 27

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27

1. Adversity Quotient ... 27

2. Kinerja ... 28

D. Subyek Penelitian... 28

E. Metode Pengumpulan Data ... 29

(15)

xv

2. Skala Kinerja ... 31

F. Pertanggungjawaban Mutu ... 33

1. Validitas ... 33

2. Seleksi Aitem ... 33

3. Reliabilitas ... 37

G. Metode Analisis Data ... 37

1. Uji Asumsi ... 37

2. Uji Hipotesis ... 38

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Persiapan Penelitian ... 39

B. Pelaksanaan Penelitian ... 39

C. Deskripsi Subyek ... 40

D. Deskripsi data Penelitian... 41

E. Hasil Analisis Data ... 42

B. Keterbatasan Penelitian ... 47

(16)

xvi

DAFTARA PUSTAKA ... 50

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Blueprint Skala Adversity Quotient ... 31

Tabel 2. Blueprint Skala Kinerja ... 32

Tabel 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient ... 34

Tabel 4. Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Kinerja ... 35

Tabel 5. Spesifikasi Aitem Skala Adversity Quotient... 36

Tabel 6. Spesifikasi Aitem Skala Intensi Turnover... 36

Tabel 7. Data Demografi Subyek... 40

Tabel 8. Data Teoritis dan Empiris... 41

(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini perusahaan asuransi jiwa

semakin berkembang di Indonesia. Dalam majalah Investor (2011) disebutkan

terdapat pertumbuhan asuransi jiwa sekitar 20-30% per tahun. Pertumbuhan

juga terlihat dari banyaknya perusahaan asuransi multinasional yang masuk ke

Indonesia, contohnya: Prudential, ACE, Allianz, AIA, dan AXA. Masuknya

banyak perusahaan asuransi ke Indonesia dapat disebabkan negara Indonesia

dipandang memiliki penduduk dan wilayah yang cukup besar namun

kesadaran berasuransi masih minim dan tertinggal jauh oleh dua negara seperti

Singapura dan Jepang dalam bidang asuransi masyarakat. Singapura

kesadaran berasuransinya telah mencapai 300 persen dan Jepang mencapai

400 persen. Artinya, setiap warga negara di negara tersebut memegang 3

sampai 4 polis per individu. Oleh karena itu Indonesia dipandang memiliki

potensi yang besar bagi berkembangannya dunia asuransi (Silalahi I. A.,

2011).

Masuknya perusahaan-perusahaan asuransi baru ke Indonesia tentunya

membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Terdapat beberapa tingkatan

jenjang karir yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi, dari mulai agen, unit

manager, senior manager, hingga agensi manager. Semua jenjang karir dalam

(19)

Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang atau Badan

Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan jasa asuransi untuk dan

atas nama penanggung.

Menurut Assegaff (2008) seorang pemerhati asuransi di Indonesia,

agen asuransi mempunyai andil yang penting bagi perusahaan. Mereka adalah

front-line atau ujung tombak bagi perusahaan asuransi. Tugas yang harus

dilakukan seorang agen adalah memperkenalkan dan menjual jasa asuransi,

sehingga mereka dituntut untuk mencari nasabah. Tentunya dalam

menjalankan pekerjaan sebagai agen asuransi banyak tantangan yang harus

dihadapi. Merry Riana (2011) seorang agen asuransi yang telah sukses

menceritakan dalam bukunya banyak perjuangan yang harus dihadapi sebagai

seorang agen dalam menjalankan pekerjaannya, terutama menghadapi

penolakan dari masyarakat.

Silalahi I. A. (2011) menuliskan dalam sebuah artikel koran daerah

Tribun Medan, Indonesia memiliki potensi besar bagi perkembangan dunia

asuransi karena banyak penduduk yang belum memiliki asuransi. Meskipun

demikian pada kenyataanya banyak agen asuransi mengalami kesulitan dalam

mencari nasabah dan menawarkan produk asuransi di Indonesia. Rifai A.

(2012) menuturkan para agen asuransi menghadapi rendahnya minat

masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor, antara lain: kondisi ekonomi masyarakat yang belum baik,

(20)

tertarik, serta kesan negatif masyarakat terhadap produk asuransi yang

dianggap membohongi. Ditambah dengan adanya agen-agen asuransi yang

terlalu agresif dan terkesan memaksa dalam menawarkan produk asuransinya.

Hal tersebut sedikit banyak menimbulkan kesan negatif bagi industri asuransi

secara umum. Masyarakat merasa terganggu dengan cara agen asuransi yang

berlebihan tersebut (Aji A. B., 2009).

Selain itu menurut Rifai A. (2012) salah satu penyebabnya rendahnya

minat masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi karena masyarakat

belum tuntas dalam memperoleh pengetahuan tentang asuransi. Asuransi jiwa

sendiri sebenarnya dapat berperan dalam membantu dan menopang keuangan

sesorang dan keluarga manakala suatu kemalangan misalnya kecelakaan atau

sakit berat terjadi dalam kehidupan mereka. Sederhananya, asuransi jiwa

membantu sesorang dalam memastikan kelangsungan hidup keluarga dengan

dukungan finansial yang memadai. Survei yang dilakukan di Amerika Serikat

(AS) menunjukkan, hampir 46% penduduk AS yang berusia di atas 30 tahun

mengatakan bahwa saat ini mereka peduli dengan asuransi, dari pada sebelum

terjadinya krisis keuangan global. Krisis keuangan global tampaknya

mengajarkan kepada warga AS tentang pentingnya mempunyai asuransi untuk

membantu mengatasi berbagai ketidak pastian dan risiko yang mengancam

mereka di masa depan. Serangkaian dampak buruk tersebut telah membuka

hati warga AS untuk memperlengkapi diri dengan produk asuransi jiwa.

Sedangkan di Indonesia data yang dikumpulkan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa

(21)

dibayarkan oleh perusahaan selama kuartal I-2010 adalah Rp762,8 miliar.

Jumlah ini menunjukkan sisi penting peran asuransi dalam kehidupan sosial

ekonomi masyarakat di negara Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa industri

asuransi mempunyai prospek yang baik untuk semakin berkembang, meskipun

belum dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, disinilah

agen asuransi dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi.

Status agen dalam perusahaan asuransi merupakan tenaga pemasaran

dan bukan merupakan karyawan tetap yang setiap bulan digaji oleh

perusahaan, melainkan pendapatan mereka berdasarkan angka penjualan yang

mereka peroleh. Oleh karena itu, seorang agen harus memiliki kinerja yang

tinggi karena akan menentukan pendapatan yang mereka peroleh. Selain bagi

para agen, kinerja yang baik juga penting bagi perusahaan. Studi Mckinsey &

Company (dalam Mathis & Jackson, 2006), menyebutkan faktor utama

penentu keberhasilan sebuah organisasi adalah kinerja. Oleh karena itu,

kinerja dari seorang agen menjadi hal penting bagi agen itu sendiri ataupun

bagi perusahaan asuransi.

Dalam kamus psikologi (Kartono K. & Gulo D., 2003) kinerja

diartikan sebagai perilaku yang bisa diamati tingkah laku yang membuahkan

suatu hasil, serta bagaimana seseorang bereaksi dalam menjalankan tugas

yang diberikan. Menurut Riggio (2007) kinerja bisa dilihat dari dua sisi, yaitu

secara obyektif dan subyektif. Kinerja bila dilihat secara obyektif yaitu

penilaian hasil kerja yang lebih berfokus pada kuantitas, misalnya jumlah

(22)

secara judgment oleh orang-orang yang mengetahui proses kerja seseorang,

misalnya atasan, teman sekerja, bawahan, dan klien.

Kinerja individu dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Wirawan

(2009) kinerja merupakan hasil sinergi dari tiga faktor, yaitu faktor

lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal organisasi, dan

faktor internal individu. Faktor internal organisasi adalah sesuatu yang berasal

dari lingkungan tempat individu bekerja, bertujuan untuk mendukung dan

meningkatkan produktivitas karyawan. Faktor lingkungan eksternal organisasi

adalah keadaan atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi

yang mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor internal individu merupakan

faktor bawaan lahir dan faktor yang diperoleh ketika berkembang. Secara

khusus Mathis dan Jackson (2006) menyebutkan bahwa tiga faktor utama

yang mempengaruhi individu adalah kemampuan individu dalam menjalankan

pekerjaannya, usaha yang dicurahkan oleh individu, dan dukungan dari

organisasi tempat individu bekerja. Tiga faktor tersebut saling mempengaruhi

dalam membentuk kinerja individu, jika salah satu faktor rendah maka kinerja

individu juga menjadi rendah atau berkurang. Sedangkan menurut

Mangkunegara (2006) faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan

dan motivasi.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dijelaskan bahwa

kemampuan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja. Dalam kamus

psikologi (2003) arti kemampuan adalah istilah umum yang dikaitkan dengan

(23)

agen asuransi dalam menjalankan pekerjaannya di mana terdapat banyak

tantangan yang harus dihadapi kemampuan yang dibutuhkan adalah

kemampuan untuk menghadapi kesulitan. Stoltz (2007) mengatakan bahwa

dalam menghadapi kesulitan baik dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari

IQ (Intelligence Qoutient) dan EQ (Emotional Qoutient) yang dimiliki

individu tidak cukup. Banyak individu yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi

tapi tidak dapat mewujudkan potensinya dan akhirnya gagal menunjukkan

kemampuannya. Menurut Stoltz dibutuhkan satu kecerdasan lagi yaitu AQ

(Advesity Quotient), sehingga menyempurnakan peranan IQ dan EQ untuk

menentukan kesuksesan seseorang.

Adversity Quotient menurut Stoltz (2007) adalah kecerdasan atau

kemampuan dalam menghadapi kesulitan atau tantangan hingga mencapai

kesuksesan. Dalam konsep AQ, hidup diumpamakan sebagai suatu pendakian.

Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus

berkembang sepanjang hidupnya meskipun terdapat berbagai kesulitan dan

tantangan yang menjadi penghalang (Stoltz, 2007). Dalam bukunya Stoltz

(2007) mengatakan bahwa peran AQ sangat penting dalam mencapai tujuan

hidup atau mempertahankan visi seseorang, AQ digunakan untuk membantu

individu memperkuat kemampuan dan ketekunannya dalam menghadapi

tantangan hidup sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Stoltz (2007) pada beberapa perusahaan dalam berbagai bidang industri

(24)

tinggi akan memperlihatkan prestasi kerja dan produktivitas yang lebih besar

daripada rekan-rekan mereka yang memiliki Adversity Quotient lebih rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Patricia, Zamralita, & Ninawati (2009)

dalam Phronesis jurnal ilmiah psikologi industri dan organisasi yang

menyebutkan, Adversity Quotient merupakan pola tanggapan yang ada dalam

pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya menentukan bagaimana

tindakan individu tersebut terhadap kesulitan yang dihadapinya. Adversity

Quotient menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika atas

semua bentuk dan intesitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar

sampai gangguan yang kecil. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada

perusahaan yang bergerak dibidang industri yaitu Doloitte & Touche Motts

Nort America menemukan bahwa, Adversity Quotient mampu meramalkan

siapa yang akan mempunyai prestasi melebihi harapan kinerja mereka dan

siapa yang akan gagal. Temuan pada perusahaan Doloitte & Touche Motts

Nort America menyatakan bahwa Adversity Quotient dapat meramalkan

karyawan yang berprestasi atau tidak, hal ini menunjukkan bahwa Adversity

Quotient dapat memberi pengaruh pada karyawan dalam melakukan pekerjaan

(Markman, Gideon D., 2001).

Sebagai seorang agen asuransi banyak tantangan yang harus dihadapi

dalam menjalankan pekerjaannya, misalnya ketika mengalami penolakan

ketika menawarkan jasa asuransi, mengahadapi klien yang bermasalah, dan

menjalankan tunggung jawab lainnya. Untuk dapat menghadapi

(25)

karena itu peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara

Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Adversity

Quotient dan kinerja pada agen asuransi

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi

mengenai kinerja dan Adversity Quotient bagi perkembangan ilmu

Psikologi Industri dan Organisasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi perusahaan asuransi

Hasil penelitian ini bagi perusahaan adalah dapat memberikan

gambaran mengenai tingkat Adversity Quotient dan kinerja yang

dimiliki oleh agen, sehingga dapat menjadi masukan bagi perusahaan

dalam mengadakan pelatihan-pelatihan yang tepat untuk kemajuan

(26)

b. Bagi agen asuransi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi maupun

evaluasi dalam bekerja, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana

Adversity Quotient yang dimiliki seorang agen suransi. Sehingga

(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kinerja

1. Pengertian Kinerja

Dalam berbagai literatur, pengertian dan pemahaman mengenai

kinerja sangatlah beragam serta memiliki banyak perbedaan yang akhirnya

dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu:

a. Pengertian kinerja dilihat sebagai suatu hasil

Dalam kamus psikologi, kinerja diartikan sebagai tingkah laku

yang membuahkan suatu hasil. Menurut Bernandin dan Russell

(dalam Gomes 2003) kinerja karyawan adalah catatan tentang

hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau

kegiatan tertentu selama periode waktu tertentu. Kinerja merupakan

hasil kerja yang dihasilkan oleh individu atau prilaku nyata yang

ditampilkan sesuai dengan peran karyawan dalam perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2009) kinerja karyawan adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan padanya.

Pengertian kinerja pun tidak dapat dipisahkan dari

produktivitas dan efektifitas (Ricard dalam Sudarmanto, 2009). Dalam

(28)

yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja, modal, dan sumber daya

yang digunakan dalam suatu produksi (Miner dalam Sudarmanto,

2009).

b. Pengertian kinerja dilihat sebagai suatu perilaku

Murphy (dalam Sudarmanto, 2009) mengatakan bahwa kinerja

merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan

perusahaan tempat dimana orang tersebut bekerja. Dalam hal ini

kinerja dilihat sebagai sesuatu yang secara aktual dikerjakan oleh

seseorang dan dapat diobservasi yang mencakup tindakan-tindakan

dan perilaku yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh

perusahaan yang bersangkutan. Kinerja bukan merupakan hasil

tindakan atau konsekuensi, namun kinerja diartikan sebagai tindakan

itu sendiri (Campbell dalam Sudarmanto, 2009).

Dari pengertian tentang kinerja tersebut, diketahui bahwa

kinerja seseorang tidak hanya berbicara mengenai suatu hasil atau

tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang namun kinerja

juga berbicara mengenai tindakan dan perilaku yang relevan dan

dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah

perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulakan bahwa kinerja

merupakan perilaku yang dilakukan dan hasil yang dicapai seseorang

(29)

2. Aspek-aspek Kinerja

Dimensi dari kinerja ada dua yaitu hasil dan perilaku. Dimensi

hasil meliputi kualitas dan kuantitas dari pekerjaan yang dilakukan

seseorang. Sedangkan dimensi perilaku meliputi sifat dan perilaku ketika

seseorang melaksanakan pekerjaannya (Sudarmanto, 2009). Dua dimensi

hasil dan perilaku terdapat dalam aspek-aspek kinerja menurut Husein

Umar (dalam Mangkunegara, 2009) yaitu:

a. Mutu perkejaan

Karyawan memiliki kecermatan dan ketelitian dalam bekerja serta

mampu mencapai target yang diberikan dan memiliki hasil kerja

yang baik.

b. Kejujuran

Karyawan memiliki kejujuran sehingga bisa dipercaya, serta

memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan mau belajar dari

kesalahan tersebut.

c. Inisiatif

Kemampuan menghasilkan ide, tindakan, dan solusi yang inovatif,

serta mampu mengatasi dan memahami masalah yang mungkin

dapat terjadi.

d. Kehadiran

Memiliki kesediaan untuk selalu datang dan tepat waktu dalam

setiap kegiatan yang diadakan oleh perusahaan, serta mempunyai

(30)

e. Sikap

Kemampuan menyesuaikan diri dengan segala perubahan dalam

lingkungan pekerjaan dan menunjukkan hasil kerja yang baik

meskipun di bawah tekanan kerja, serta memiliki keinginan untuk

mempelajari dan menguasai informasi, peraturan, prosedur yang

terbaru.

f. Kerjasama

Kemampuan untuk bekerjasama dengan rekan kerja serta bisa

memelihara hubungan kerja yang efektif.

g. Keandalan

Kemampuan untuk menjalankan arahan-arahan yang diberikan

dengan baik dan mampu menjalankan semua tugas yang diberikan.

h. Pengetahuan tentang pekerjaan

Memahami tugas dan tanggung jawab pekerjaan, memiliki

pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur

dan keahlian teknis, serta mengikuti perkembangan terbaru

i. Tanggung jawab

Kemampuan bekereja secara mandiri dalam menyelesaikan tugas

dan memenuhi tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang

ditentukan, serta berani mempetanggung jawabkan sesuatu yang

(31)

j. Pemanfaatan waktu kerja

Kemampuan mengatur waktu dan menggunakan waktu untuk

bekerja secara maksimal sehingga terus produktif.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mathis dan Jackson (2006) ada tiga faktor utama yang

mempengaruhi kinerja individu.

Kinerja = kemampuan x usaha x dukungan

Kemampuan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi individu

dalam manjalankan pekerjaannya, kemampuan individu antara lain bakat,

minat, dan kepribadian. Selanjutnya usaha merupakan faktor yang

dicurahkan oleh individu, misalnya motivasi, etika kerja, kehadiran

rancangan tugas. Faktor terakhir yaitu faktor dukungan, faktor ini berasal

dari perusahaan tempat individu bekerja, misalnya berupa pelatihan

pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan

rekan kerja. Tiga faktor tersebut saling mempengaruhi dalam membentuk

kinerja individu, jika salah satu faktor rendah maka kinerja individu juga

menjadi rendah atau berkurang.

Menurut Mangkunegara (2009) faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah kemampuan dan motivasi dari individu. Sependapat dengan

Mangkunegara, Mitchell (dalam Sinambela, 2012) mengatakan kinerja

(32)

baik. Kinerja seorang pegawai merupakan fungsi dari kemampuan

dikalikan dengan motivasi. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki

kemampuan namun tanpa motivasi belum tentu dapat menyelesaikan

pekerjaannya dengan baik, demikian pula sebaliknya jika seseorang

memiliki motivasi namun tidak memiliki kemampuan maka belum tentu

kinejanya baik.

Beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa kemampuan

merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja. Kemampuan yang berasal

dari dalam diri individu merupakan modal bagi individu untuk memiliki

kinerja yang baik.

4. Pengertian Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan salah satu hal yang penting untuk

meningkatkan kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah proses

mengevaluasi seberapa baik individu melakukan pekerjaan mereka jika

dibandingkan dengan ketentuan standar yang ada dalam perusahaan, dan

kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut pada individu. Penilaian

kinerja juga disebut evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja,

dan penilaian hasil (Mathis & Jackson, 2006).

Menurut Rivai (2005) penilaian kinerja pada dasarnya merupakan

proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance.

(33)

a. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah

memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas

kinerja sesuai dengan standar kinerja.

b. Salah satu cara untuk penilaian kinerja dengan melakukan penilaian

mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan.

c. Alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat

rekomendasi perbaikan.

5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan

Informasi mengenai kinerja karyawan digunakan sebagai alat

manajemen kinerja karyawan dan pengambilan keputusan manajemen

sumber daya manusia dalam perusahaan (Wirawan, 2009), dimana

manfaatnya antara lain: memberikan balikan kepada pegawai ternilai

kinerjanya, alat promosi dan demosi, alat motivasi ternilai, sebagai alat

pemutusan hubungan kerja dan merampingkan organisasi, menyediakan

alasan hukum untuk pengambilan keputusan personalia, penentuan dan

pengukuran tujuan kinerja, konseling kinerja buruk, mendukung

perencanaan sumber daya manusia, menentukan kebutuhan pengembangan

sumber daya manusia, merencanakan dan memvalidasi perekrutan tenaga

baru, alat manajemen kinerja organisasi, pemberdayaan pegawai,

menghukum anggota, dan penelitian.

Menurut (Mathis & Jackson, 2006) peran penilaian kinerja ada dua

(34)

a. Penggunaan administratif: kompensasi, promosi, pemecatan

pemberhentian sementara.

b. Penggunaan pengembangan: mengidentifikasi kekuatan,

mengidentifikasi bidang-bidang untuk pertumbuhan, perencanaan

pengembangan, pelatihan dan perencanaan karier.

Manfaat dari penilaian kinerja karyawan menurut Ruky (2001)

adalah:

a. Penyusunan program pelatihan dan pengembangan karyawan

Dengan melaksanakan penilaian kinerja, dapat diketahui

atau diidentifikasikan pelatihan tambahan apa saja yang masih

harus diberikan kepada karyawan.

b. Penyusunan program suksesi dan kaderisasi

Dengan penelitian kinerja dapat diidentifikasi siapa saja

karyawan yang mempunyai potensi untuk dikembangankan

kariernya dengan dicalonkan untuk menduduki jabatan-jabatan

yang tanggung jawabnya lebih besar pada masa yang akan datang.

c. Pembinaan karyawan

Dengan penilaian kinerja dapat diketahui hambatan

karyawan untuk meningkatkan prestasinya.

6. Penilai Kinerja Karyawan

Penilai adalah orang yang mempunyai hak serta kewajiban untuk

(35)

kinerja karyawan biasanya ditentukan oleh peraturan organisasi atau

perusahaan, job description, dan undang-undang ketenagakerjaan. Selain

itu penilaian kinerja sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai

kesempatan untuk mengamati perilaku karyawan secara langsung.

Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh: diri sendiri, atasan langsung,

bawahan, rekan kerja atau kombinasi (Wirawan, 2009).

B. Adversity Quotient

1.Pengertian Adversity Quotient

Menurut Chapplin (2006) dalam kamus psikologi, intelligence atau

quotient berarti kecerdasan, pandai. Sedangakan adversity dalam kamus

Inggris-Indonesia berarti kesengsaraan, kemalangan. Menurut Stoltz

(2007) Adversity Quotient atau sering disebut AQ adalah kecerdasan dan

kemampuan yang dimiliki individu dalam menghadapi dan bertahan

terhadap kesulitan atau tantangan yang dialami ketika menjalankan

pekerjaannya. AQ terdiri dari tiga unsur menurut Stoltz (2007) yaitu:

a. AQ sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk

memahami dan meningkatkan semua jenis kesuksesan.

b. AQ sebagai suatu ukuran atau tolak ukur untuk mengetahui respon

individu terhadap kesulitan.

c. AQ merupakan serangkaian peralatan dasar yang memiliki dasar ilmiah

(36)

Agar kesuksesan dapat tercapai tiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru,

tolak ukur dan peralatan praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap.

Adversity Quotient adalah salah satu faktor yang berpengaruh

dalam kesuksesan individu mencapai tujuan hidupnya, serta mampu

menyelesaikan dan keluar dari kesulitan atau tantangan yang sedang

dihadapinya (Stoltz, 2007). AQ berguna bagi individu yang sedang

berjuang dalam mancapai tujuannya karena AQ dapat memberitahu

seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan

kemampuannya untuk mengatasi kesulitan tersebut. AQ meramalkan siapa

yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur, meramalkan

siapa yang mampu melampaui harapan-harapan dan potensi mereka serta

siapa yang akan gagal, serta dapat meramalkan siapa yang akan menyerah

dan siapa yang akan bertahan

2. Tipe-tipe Individu

Stoltz memberikan gambaran tipe-tipe individu seperti para

pendaki gunung. Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga

bagian:

a. Quitter (mudah menyerah).

Quitter adalah orang yang langsung berhenti di awal pendakian.

Mereka cenderung untuk selalu memilih jalan yang lebih datar dan

lebih mudah. Mereka umumnya bekerja sekedar untuk hidup,

(37)

cenderung tidak kreatif. Umumnya tidak memiliki visi yang jelas serta

berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan dihadapan. Para

Quitter adalah para karyawan yang sekadar untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka ini mudah menyerah di

tengah jalan ketika menghadapi tantangan. Quitters cenderung

menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan orang-orang di sekitarnya

dengan keadaannya, hingga dapat membenci orang-orang yang terus

mendaki.

b. Camper (berkemah di tengah perjalanan)

Para camper lebih baik, dari para quitter karena setidaknya sudah

merasakan tantangan. Sayangnya belum menyelesaikan pendakian.

Campers orang yang berhenti dan tinggal di tengah pendakian.

Mendaki secukupnya lalu berhenti kemudian mengakhiri

pendakiannya. Orang tipe campers umumnya setelah mencapai tingkat

tertentu dari pendakiannya kemudian menikmati kenyamanan dari

hasil pendakiannya, merasa puas dengan hasil yang sudah dicapai.

Para camper akhirnya tidak menggunakan kesempatan yang ada.

c. Climber (pendaki yang mencapai puncak).

Climber mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi

risiko, akan selalu terfokus pada usaha pendakian tanpa

memperdulikan apapun keadaan yang dialaminya. Orang tipe climbers

mampu menikmati proses menuju keberhasilan, walau mereka tahu

(38)

Keadaan yang sulit tidak membuat para climber menjadi menyerah,

namun terus berusaha mengahadapi tantangan yang ada.

3. Dimensi Adversity Quotient

Stoltz (2007) membagi AQ ke dalam 4 dimensi dikenal dengan

CO2RE. Dimensi-dimensi inilah yang akan menentukan AQ keseluruhan

individu. Keempat dimensi ini adalah :

a. Control (C)

Control yaitu dimensi yang mempertanyakan tentang seberapa

banyak kendali yang dirasakan individu terhadap sebuah peristiwa

yang menimbulkan kesulitan, baik dalam pekerjaan maupun dalam

kehidupan sehari-hari. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa

sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan. Melalui banyaknya kendali yang

dirasakan terhadap kesulitan, hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan

akan terlaksana dengan baik.

b. Origin and Ownership (O2)

Origin (asal usul) berkaitan dengan rasa bersalah. Rasa bersalah

dalam takaran yang tepat mampu membuat seseorang untuk bertindak,

sebaliknya apabila berlebihan akan menjadi destruktif. Ada dua fungsi

penting dari rasa bersalah, pertama rasa bersalah membantu belajar

dan mendapat perbaikan. Rasa bersalah membuat orang merenungkan

(39)

baik. Fungsi kedua adalah rasa penyesalan. Penyesalan merupakan

motivator yang sangat kuat.

Ownership (pengakuan) dalam dimensi AQ adalah sejauh

manakah seseorang mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan juga

kesulitan. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan

adalah cerminan dari tanggung jawab.

c. Reach (R)

Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan

menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Oleh karena

itu, seseorang dituntut untuk mampu membatasi jangkauan masalahnya

pada kesulitan dan tantangan yang dihadapi.

d. Endurance (E)

Endurance (daya tahan) dimensi ini melihat lamanya kesulitan dan

penyebab kesulitan akan berlangsung. Seseorang menghubungkan

kesulitan ini mempunyai sifat yang sementara atau permanen.

C. Agen Asuransi

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah

seseorang atau Badan Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan

jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. Agen asuransi adalah

(40)

memasarkan produk-produk dari perusahaan asuransi tersebut. Ini artinya

agen terikat dengan satu perusahaan asuransi.

Sondari M. C. (2008) menuturkan pekerjaan agen asuransi jiwa

memiliki beberapa karakteristik. Pekerjaan sebagai agen asuransi sangat

menuntut kemampuan dalam menjual, karena menjual produk asuransi, jauh

berbeda dan sulit dibanding menjual barang yang wujudnya dapat dilihat

langsung konsumen. Oleh karena itu, setiap agen harus benar-benar mengerti

produk yang dijualnya. Karakteristik tersebut di atas mungkin saja

dipersepsikan sebagai suatu tantangan sehingga agen lebih termotivasi.

Karakteristik lain, adalah kemandirian. Pekerjaan sebagai agen asuransi

biasanya memiliki kebebasan yang lebih banyak dibandingkan pekerjaan

lainnya. Segala aktivitas lebih banyak dilakukan secara mandiri dibandingkan

melakukannya di kantor atau di balik meja. Pelaporan kepada atasan pun

biasanya dilakukan secara berkala saja. Sukses atau tidaknya pekerjaan

seorang agen asuransi sebagian besar bergantung pada usaha yang dilakukan

oleh agen yang bersangkutan. sehingga hal ini memotivasi agen tersebut

untuk berusaha dengan keras mencapai target dari pekerjaannya. Karakteristik

terakhir adalah peran agen dalam industri asuransi jiwa itu sendiri dan

peranannya di masyarakat. Karakteristik ini berkaitan dengan situasi industri

asuransi jiwa di indonesia yang citranya di masyarakat belum terlalu bagus.

Dengan demikian seorang agen mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk

memberi penjelasan lebih dalam mengenai asuransi kepada masyarakat,

(41)

misi serta citra asuransi. Sehingga ada yang mengatakan agen asuransi

merupakan ujung tornbak pemasaran produk asuransi sekaligus sebagai logo

dan citra perusahaan, sehingga tumbuh atau hancurnya perusahaan asuransi

sangat ditentukan oleh kinerja agen asuransi tersebut.

Agen asuransi merupakan perantara dari perusahaan asuransi dengan

pihak tertanggung baik dalam penutupan pertanggungan maupun dalam

penyelesaian klaim asuransi. Agen asuransi berperan sebagai wakil dari

penanggung atau nasabah. Dengan demikian apabila agen merupakan

perantara dalam penutupan asuransi, maka agen menutup asuransi tersebut

bukan untuk namanya sendiri, akan tetapi untuk dan atas nama orang yang

menjadi nasabahnya. Sebagai balas jasa dari tugasnya melakukan perantara

tersebut agen memperoleh komisi dari premi. Premi adalah jumlah uang yang

dibayarkan nasabah setiap bulannya sebagai biaya asuransi, di mana besar

kecilnya sesuai dengan keinginan dan keputusan nasabah. Jumlah uang yang

dibayarkan bersifat tetap dan dibayarkan selama kurun waktu tertentu sesuai

ketentuan masing-masing perusahaan asuransi.

D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja

Adversity Quotient merupakan faktor yang berpengaruh dalam

kesuksesan individu untuk mencapai tujuan hidupnya karena Adversity

Quotient dapat memberitahu seberapa jauh kemampuan individu untuk

bertahan dan mengatasi kesulitan yang hadapi. Oleh karena itu, Adversity

(42)

setiap kesulitan yang ditemui, atau siapa yang akan menyerah, sehingga

Adversity Quotient dapat meramalkan siapa yang akan berhasil atau gagal

dalam pencapaian tujuannya (Stoltz, 2007).

Adversity Quotient dalam hal ini mengukur kemampuan seseorang

dalam menghadapi setiap kesulitan. Semakin tinggi Adversity Quotient yang

dimiliki seseorang maka orang tersebut akan mampu mengatasi setiap

tantangan yang ditemuinya dalam pekerjaan Patricia, Zamralita, & Ninawati

(2009). Hal ini akan mendukung pada pencapaian kesuksesan seseorang dan

menghasilkan kinerja yang tinggi.

Studi Mckinsey & Company (dalam Mathis & Jackson, 2006)

mengatakan kinerja karyawan merupakan faktor utama yang menentukan

keberhasilan sebuah perusahaan. Oleh karena itu, kinerja karyawan

merupakan hal yang penting dan menarik untuk selalu dicermati oleh setiap

perusahaan. Hal tersebut juga berlaku pada perusahaan asuransi karena

seorang agen asuransi berperan sebagai ujung tombak bagi keberhasilan

perusahaan (Assegaff, 2008). Sehingga seorang agen asuransi dituntut untuk

mampu bekerja secara optimal.

Tingginya Adversity Quotient seorang agen asuransi ditandai dengan

kemampuan agen tersebut dalam mengerjakan seluruh tugas yang diberikan

dengan baik dan menghadapi segala tantangan yang muncul. Hal ini

menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang baik di

dalam perusahaannya. Sebaliknya, apabila seorang agen asuransi memiliki

(43)

mengerjakan setiap tugasnya dengan baik dan kurang memiliki kemampuan

dalam menghadapi tantangan yang muncul di dalam pekerjaannya. Hal ini

menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang kurang

baik dalam perusahaan tempat dia bekerja.

Skema 1

Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Adversity Quotient dan kinerja. Semakin tinggi Adversity

Quotient maka semakin tinggi kinerja karyawan. Begitu juga sebaliknya,

(44)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian koresional

adalah penelitian dengan karakteristik berupa hubungan antara dua variabel

(Hadi, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif

antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi jiwa sehingga jenis

penelitian yang dipakai adalah penelitian korelasional.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel penelitian, yaitu

variabel tergantung (dependent) dan variabel bebas (independent).

1. variabel bebas : Adversity Quotient

2. variabel tergantung : Kinerja

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Adversity Quotient

Adversity Quotient merupakan kecerdasan dan kemampuan agen

asuransi untuk menghadapi dan bertahan terhadap kesulitan atau tantangan

yang dialami dalam menjalankan pekerjaannya. Adversity Quotient diukur

(45)

yang dikemukakan oleh Stoltz (2007), yaitu aspek control, origin,

wnership, reach, endurance atau dikenal dengan CO2RE.

Semakin tinggi skor yang diperoleh karyawan pada skala

Adversity Quotient (AQ) menunjukkan semakin tinggi AQ yang dimiliki

karyawan tersebut. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh pada

skala ini menunjukkan pula semakin rendah AQ yang dimiliki karyawan.

2. Kinerja

Kinerja merupakan perilaku yang dilakukan dan hasil yang dicapai

seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Kinerja karyawan

perlu dinilai sebagai evaluasi karyawan. Salah satu metode yang

digunakan dalam penilaian kinerja adalah metode skala rating. Dalam

metode ini kinerja karyawan diukur berdasarkan indikator-indikator yang

telah ditentukan sebelumnya. Dari indikator-indikator yang ada, penilai

memberikan angka yang menunjukkan perbedaan kinerja yang lebih baik

dan lebih buruk. Semakin tinggi skor kinerja yang diperoleh, maka

semakin baik kinerja karyawan, begitu juga sebaliknya semakin rendah

skor kinerja yang diperoleh, maka semakin kurang baik kinerja karyawan.

D. Subyek Penelitian

Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah agen asuransi. Sesuai

dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang atau

(46)

untuk dan atas nama penanggung (dalam hal ini Perusahaan Asuransi). Agen

yang dipilih untuk menjadi subyek yaitu agen asuransi jiwa yang sudah

bekerja dan aktif minimal selama satu tahun.

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi berdasarkan lama

kerja minimal satu tahun, dengan anggapan bahwa dalam satu tahun seorang

agen asuransi jiwa sudah menghadapi tantangan dalam menjalankan

pekerjaannya dan sudah mempunyai pencapaian tertentu. Subyek dipilih

dengan teknik convenience sampling atau sampel yang dipilih dengan

pertimbangan kemudahan (Mustafa H., 2000).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan skala. Skala adalah alat ukur psikologis yang

stimulusnya merupakan pernyataan-pernyataan yang secara tidak langsung

mengungkapkan indikator perilaku dari atribut yang hendak diukur (Azwar,

2003). Penelitian ini menggunakan Skala Adversity Quotient dan Skala

Kinerja.

1. Skala Adversity Quotient

Skala Adversity Quotient (AQ) menggunakan skala rating yang

berbentuk skala Likert. Skala ini merupakan kumpulan pernyataan dimana

subyek penelitian memberikan respon terhadap setiap pernyataan. Untuk

melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap

(47)

akan diminta untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaiannya

terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban, yaitu

SS : Sangat sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak sesuai

STS : Sangat tidak sesuai

Dalam skala ini tidak diberikan alternatif jawaban tengah, “netral”

atau “ragu-ragu”, hal ini dikarenakan menghindari kecenderungan subyek

untuk tidak menentukan sikap terhadap pernyataan.

Dalam pemberian skor, jawaban yang diberikan oleh individu yang

mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi

daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap

negatif.

Skor pernyataan yang bersifat favorabel :

SS = 4 S = 3 TS = 2 STS = 1

Skor pada pernyataan yang bersifat unfavorable :

SS = 1 S = 2 TS = 3 STS = 4

Skala Adversity Quotient (AQ) digunakan untuk mengetahui tinggi

rendahnya AQ pada subyek penelitian. Skala ini disusun berdasarkan

dimensi CO2RE yang dikemukakan oleh Stoltz (2007). Skala ini terdiri

dari 40 butir pernyataan yang terbagi menjadi 20 pernyataan favorabel dan

(48)

Berikut adalah blueprint Skala Adversity Quotient yang disusun

berdasarkan aspek-aspek Adversity Quotient :

Tabel 1

Blueprint Skala Adversity Quotient

No. Aspek Nomor Aitem Bobot Jumlah

Skala penilaian kinerja menggunakan skala rating. Skala ini

menggunakan skala kinerja yang dimodifikasi oleh penulis berdasarkan

aspek-aspek pengukuran kinerja menurut Husein Umar (dalam

Mangkunegara, 2009) yang mengungkapkan aspek-aspek kinerja terdiri

atas: mutu pekerjaan, kejujuran, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama,

keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, pemanfaatan

waktu kerja. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 30 butir pernyataan.

Penilaian kinerja dilakukan oleh manajer karena penilaian kinerja yang

dilakukan oleh atasan menunjukkan reliabilitas yang lebih tinggi

dibandingkan penilaian diri sendiri atau teman sekerja (Marwansyah,

(49)

Pemberian skor pada skala rating penilaian kinerja berkisar antara

1 sampai dengan 4 poin. Semakin besar nilai yang diberikan pada setiap

pernyataan, maka nilai yang diperoleh juga semakin besar yang

menunjukkan kinerja yang semakin baik.

SS : Sangat sesuai = 4

S : Sesuai = 3

TS : Tidak sesuai = 2

STS : Sangat tidak sesuai = 1

Berikut adalah blueprint Skala Kinerja yang disusun berdasarkan

aspek-aspek Kinerja:

Tabel 2

Blueprint Skala Kinerja

No. Dimensi

8. Pengetahuan tentang pekerjaan 22,23,24 10% 3

9. Tanggung jawab 25,26,27 10% 3

10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29, 30 10% 3

(50)

F. Pertanggungjawaban Mutu

1. Validitas

Mengemukakan bahwa uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui apakah skala penelitian yang sudah dibuat dapat menghasilkan

data yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian Azwar (2001). Tipe

validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas

ini diperoleh dari pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau

professional judgement (Azwar, 2001). Oleh karena itu, pengujian isi skala

penelitian ini dilakukan dengan berkonsultasi dengan dosen pembimbing

skripsi.

2. SeleksiAitem

Seleksi aitem dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor

masing-masing aitem dengan skor total keseluruhan aitem. Skala dalam

penelitian ini mengacu kepada kriteria korelasi aitem total yaitu aitem

sahih yang memiliki (rix) ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien

korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan

(Azwar, 2001).

Penelitian ini menggunakan uji terpakai, dalam uji terpakai alat

ukur penelitian yang digunakan harus tetap memenuhi syarat reliabel. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini dilakukan seleksi aitem dan reliabilitas

(51)

Hasil seleksi aitem dan reliabilitas terhadap 40 aitem skala AQ

memperlihatkan sebanyak 12 aitem dan 28 aitem yang valid. Aitem yang

gugur adalah aitem nomor 2, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 15, 16, 24, 30,dan 31.

Distribusi aitem-aitem yang valid dan gugur pada skala AQ selengkapnya

dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient

No.

Aspek

Nomor Aitem Nilai

koefisiensi

Berdasarkan seleksi aitem dan reliabilitas yang dilakukan terhadap

30 aitem skala kinerja diperoleh hasil bahwa terdapat 1 aitem yang gugur

(52)

Distribusi aitem-aitem yang valid dan gugur pada skala kinerja

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4

Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Kinerja

No. Dimensi

8. Pengetahuan tentang

pekerjaan

22,23,24 22,23,24

9. Tanggung jawab 25,26,27 25,26,27

10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29,30 28,29,30

Jumlah 30 29

( ) = aitem gugur

Dari hasil seleksi aitem dan reliabilitas tersebut diperoleh koefisian

reliabilitas skala kinerja sebesar 0,941. hal ini menunjukkan pengukuran

skala kinerja memiliki tingkat kepercayaan 94,1% dan menunjukkan

variasi error sebsar 5,9%. sedangkan pada skala Adversity Quotient

diperoleh koefisian reliabilitas skala kinerja sebesar 0,948. hal ini

menunjukkan pengukuran skala kinerja memiliki tingkat kepercayaan

(53)

Tabel di bawah ini menunjukkan spesifikasi aitem skala Adversity

Quotient dan kinerja yang digunakan setelah seleksi aitem dan digunakan

untuk pengolahan data penelitian:

Tabel 5

Spesifikasi Aitem Skala Adversity Quotient

No. Aspek Nomor Aitem Bobot Jumlah

Spesifikasi Aitem Skala Intensi Turnover

No. Dimensi Aitem Bobot Jumlah

8. Pengetahuan tentang pekerjaan 22,23,24 10,345% 3

9. Tanggung jawab 25,26,27 10,345% 3

10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29, 30 10,345% 3

(54)

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil

ukur (Azwar, 2001). Azwar juga menambahkan bahwa pengukuran yang

memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel.

Reliabilitas (rxx) dinyatakan dengan angka atau koefisien korelasi yang

berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien korelasi (mendekati

1) berarti skala semakin reliabel. Pengujian reliabilitas skala dalam

penelitian ini dilakukan dengan Alpha Cronbach dari program SPSS for

windows versi 17.

G. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

penyimpangan atau gangguan terhadap variabel-variabel yang ada

dalam data. Uji persyaratan analisis korelasi yang dilakukan adalah uji

normalitas dan linearitas.

a. Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap

variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data

dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikasi lebih besar

daripada 5% atau 0,05, namun apabila nilai signifikasinya lebih

(55)

normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan

Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS for windows versi 17.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah

hubungan kedua variabel dalam penelitian merupakan garis lurus

atau tidak. Apabila kedua variabel menunjukkan garis lurus, maka

kedua variabel tersebut mempunyai korelasi linear. Uji linearitas

ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 17.

2. Uji Hipotesis

Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Adversity

Quotient dengan Kinerja pada agen asuransi. Data-data dari penelitian

ini dianalisis menggunakan korelasi Product Moment Pearson dari

(56)

39

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum melakukan

penelitian yaitu menyusun alat ukur berupa skala Adversity Quotient dan

kinerja. Setelah persiapan untuk menyusun alat ukur selesai peneliti

melakukan uji coba alat penelitian atau yang dikenal dengan try out. Uji coba

alat penelitian ini dilakukan untuk melihat kesahihan dan reliabilitas alat ukur

yang digunakan untuk penelitian. Dalam penelitian ini, try out yang dilakukan

dikenal dengan try out terpakai. Pengertian try out terpakai atau uji coba

terpakai ini yaitu uji coba yang hasilnya sekaligus digunakan sebagai data

penelitian yang dianalisis (Hadi, 2005). Penggunaan uji coba terpakai dalam

penelitian ini didasarkan pada alasan karena keterbatasan waktu dan sulitnya

subyek ditemui.

B. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada hari Senin, 6 Juni 2012 sampai dengan

Senin, 25 Juni 2012. Pembagian skala penelitian dibantu oleh beberapa agen

dan manajer pada dua perusahaan asuransi di Yogyakarta. Skala penelitian

diberikan kepada agen yang memiliki kriteria sesuai dengan subyek penelitian.

Skala yang diberikan kepada agen yaitu skala Adversity Quotient. Sedangkan

(57)

mengisi skala Adversity Quotient. Hal ini dimaksudkan agar atasan

memberikan penilaian kinerja kepada agen yang menjadi subyek penelitian.

Penilaian kinerja oleh atasan langsung paling sering digunakan dalam evaluasi

kerja, karena manajer yang paling mengetahui hasil kerja, perilaku kerja, dan

sifat pribadi ternilai (Wirawan, 2009).

Skala dibagikan kepada 80 subyek, namun subyek yang dipakai pada

penelitian berjumlah 68 subyek. Hal ini disebabkan ada beberapa skala yang

tidak dikembalikan oleh agen dan ada skala yang tidak terpakai lainnya

dikarenakan diisi oleh subyek yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian,

tidak lengkap dalam mengisi identitas dan ada aitem-aitem yang tidak

terjawab.

C. Deskripsi Subyek

Subyek penelitian yang dipakai pada penelitian ini berjumlah 68

orang. Subyek dengan masa kerja 1 tahun sampai 2 tahun sebanyak 54 orang

(79,4%), >2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 11 orang (16,2%) dan masa kerja

lebih dari >3 tahun ada 3 orang (4,4%). Subyek menurut jenis kelamin terdiri

dari 39 orang laki-laki atau sebesar 57,35% dan 29 orang perempuan atau

sebesar 42,65%.

Tabel 7

Data Demografi Subyek

Jenis Kelamin Masa Kerja (dalam tahun)

Laki-laki Perempuan 1-2 >2 – 3 >3

(58)

D. Deskripsi Data Penelitian

Analisa tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan

subyek memiliki kinerja yang tinggi dan Adversity Quotient tinggi. Tabel

berikut ini menyajikan data teoritis dan empiris skala kinerja serta skala

Adversity Quotient pada agen asuransi :

Tabel 8

Data Teoritis dan Empiris

Variable N P SD Skor Teoritis Skor Empiris

Mean teoritis adalah rata-rata skor alat ukur penelitian. Sedangkan

mean empiris adalah rata-rata skor data penelitian. Dari tabel 4 dapat

dilihat bahwa pada skala kinerja memiliki mean teoritis sebesar 75 dan

mean empiris sebesar 69,03. Sedangkan hasil perhitungan skala Adversity

Quotient, mean teoritisnya sebesar 100 dan mean empiris sebesar 71,48.

Selanjutnya, peneliti melakukan uji t untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan yang signifikan pada mean empiris dan teoritis baik

pada skala kinerja maupun skala Adversity Quotient subyek. Jika hasil dari

uji t tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mean empiris

dan teoritis yang signifikan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan

(59)

rendah. Sebaliknya, jika hasil uji t menunjukkan bahwa perbedaan antara

mean empiris dan teoritis pada skala kinerja dan Adversity Quotient tidak

signifikan, maka subyek penelitian tidak memiliki kinerja dan Adversity

Quotient yang rendah.

Hasil dari uji t pada skala kinerja memiliki nilai p sebesar 0,009, ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

mean empiris dan teoritis. Dimana data skala kinerja mempunyai mean

empiris sebesar 69,03 sedangkan mean teoritis sebesar 75. Hal ini

menunjukkan subyek penelitian pada kenyataannya memiliki kinerja

rendah. Sementara itu, Pada skala Adversity Quotient memiliki mean

empiris 71,48 dan mean teoritis 100. Hasil uji t menunjukkan p sebesar

0,00 berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara mean empiris

dan teoritis. Hal ini menunjukkan subyek penelitian pada kenyataannya

memiliki Adversity Quotient rendah.

E. Hasil Analisis Data

1. Uji Asumsi

a) Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran

variabel x dan y bersifat normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji

normalitas sebaran untuk untuk variabel kinerja diperoleh K-S sebesar

0,917 (p = 0,369, p > 0,05). Hal ini berarti bahwa sebaran variabel

(60)

menggunakan Kolmogorov-Smirnov diperoleh sebesar 1,056 (p = 0,215,

p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran variabel Adversity

Quotient adalah normal.

Tabel 9 Hasil Uji Normalitas

Variabel Kolmogorov-Smirnov Signifikansi Keterangan

Kinerja 0,917 0,369 Normal

Adversity Quotient 1,056 0,215 Normal

b) Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data antara kedua

variabel berupa garis lurus atau tidak. Jika nilai F yang diperoleh diikuti

p<0,05, maka garis data yang bersangkutan dinyatakan linear.

Demikian juga sebaliknya, apabila nilai F yang diperoleh diikuti

p>0,05, maka garis data tersebut tidak linear. Dari hasil pengolahan

data, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000. Nilai ini menunjukkan

bahwa data antara variabel kinerja dan Adversity Quotient adalah linear

karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis penelitian ini menggunakan teknik korelasi bivariat

(61)

Adversity Quotient dan kinerja adalah 0,565 dengan taraf signinifikansi

0,000 (p < 0,01) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang positif dan

sangat signifikan antara Adversity Quotient dan kinerja. Hal ini berarti

semakin tinggi Adversity Quotient yang dimiliki agen maka semakin tinggi

pula kinerja agen dan begitu pula sebaliknya semakin rendah Adversity

Quotient yang dimiliki agen maka semakin rendah pula kinerja agen. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan pada awal

penelitian diterima.

F. Pembahasan

Subyek dalam penelitian ini pada kenyataannya memiliki kinerja

yang rendah. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan yang signifikan

antara mean teoritis dan mean empiris. Pada hasil uji t skala kinerja

mempunyai nilai p = 0,000 dengan mean empiris 69,03 lebih kecil

daripada mean teoritis 75. Sama dengan skala kinerja, nilai p pada uji t

skala Adversity Quotient adalah 0,000 dengan mean empiris 71,48 lebih

kecil daripada mean teoritis 100. Hal ini berarti bahwa subyek memiliki

Adversity Quotient yang rendah.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Adversity

Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hasil penelitian menggunakan

teknik korelasi Pearson Product Momen, menunjukkan koefisian korelasi

0,565 dengan nilai p = 0,000 yang berarti bahwa hasil tersebut signifikan

(62)

dan signifikan antara variabel Adversity Quotient dan kinerja pada agen

asuransi.

Hasil korelasi bertanda positif. Hubungan antara dua variabel ini

juga dapat dikatakan searah (Hadi, 2004) dan menunjukkan bahwa arah

hubungan yang terjadi adalah hubungan positif antara variabel. Tinggi

rendahnya setiap skor pada suatu variabel akan diikuti secara konsisten

dan sistematis oleh tinggi rendahnya skor variabel lain (Hadi, 2004). Hal

ini berarti bahwa agen asuransi yang memperoleh Adversity Quotient

tinggi maka memiliki skor kinerja yang tinggi, begitu pula sebaliknya agen

asuransi yang memperoleh Adversity Quotient rendah maka memiliki skor

kinerja yang rendah juga. Oleh karena itu, semakin tinggi Adversity

Quotient yang dimiliki oleh agen asuransi maka semakin tinggi kinerjanya,

dan sebaliknya agen asuransi yang memiliki Adversity Quotient rendah

maka memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah juga.

Adversity Quotient berguna bagi seorang agen asuransi yang

sedang berjuang dalam menjalankan pekerjaannya, karena Adversity

Quotient adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam kesuksesan

seseorang mencapai tujuan hidup, mampu menyelesaikan dan keluar dari

kesulitan atau tantangan yang sedang dihadapi (Stoltz, 2007). Adversity

Quotient dapat memberitahu seberapa jauh seseorang mampu bertahan

menghadapi kesulitan dan seberapa besar kemampuannya untuk mengatasi

(63)

Tingginya Adversity Quotient seorang agen asuransi ditandai

dengan kemampuan agen tersebut dalam mengerjakan seluruh tugas yang

diberikan dengan baik dan menghadapi segala tantangan yang muncul. Hal

ini menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang

tinggi di dalam perusahaannya. Sebaliknya, apabila seorang agen asuransi

memiliki Adversity Quotient yang rendah, agen tersebut dinilai kurang

mampu mengerjakan setiap tugasnya dengan baik dan kurang memiliki

kemampuan dalam menghadapi tantangan yang muncul di dalam

pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki

kinerja yang kurang tinggi dalam menjalankan pekerjaan di perusahaan

tempat dia bekerja.

Kinerja seseorang tidak hanya berbicara mengenai suatu hasil atau

tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang namun kinerja juga

berbicara mengenai tindakan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Ketika seorang agen asuransi memiliki Adversity Quotient

yang tinggi maka agen tersebut akan mampu mengatasi kesulitan dalam

mejalankan pekerjaannya, sehingga agen tersebut mempunyai kinerja yang

(64)

47

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab

sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan

antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hal ini ditunjukkan dengan

koefisien korelasi sebesar 0,565 dengan taraf signinifikansi 0,000 (p < 0,01). Hal ini

berarti bahwa semakin tinggi Adversity Quotient yang dimiliki karyawan, maka

semakin tinggi kineja yang dimiliki, demikian pula sebaliknya semakin rendah

Adversity Quotient yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah juga kinerja yang

dimiliki. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara

Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi dapat diterima.

B. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian, dimana dalam pemilihan

subyek yang digunakan penelitian, peneliti kurang cermat dalam memberi batasan.

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini hanya dibatasi agen asuransi yang sudah

bekerja minimal selama satu tahun. Pekerjaan sebagai seorang agen asuransi berbeda

dengan karyawan pada umumnya, dimana agen asuransi memiliki kebebasan untuk

mempunyai pekerjaan lainnya atau menjadikan profesi sebagai agen asuransi menjadi

Gambar

Tabel 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient .....................................
BlueprintTabel 1  Skala Adversity Quotient
BlueprintTabel 2  Skala Kinerja
Hasil Seleksi Aitem Skala Tabel 3  Adversity Quotient
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah latar- belakang didirikannya stasiun pemancar TVRI Medan serta peranannya dalam membangun masyarakat informatif

Lulus dalam semua tahapan seleksi meliputi seleksi administrasi, seleksi performance, ujian tulis, psikotest, ujian ketrampilan dan wawancara (kecuali bagi peserta

memberikan saran, masukan, pertimbangan dan telaahan serta rekomendasi dalam perumusan analisa dan kebijakan secara konseptual di bidang keuangan dan

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) Provinsi Gorontalo pada Triwulan I-2015 sebesar 95,18, yang berarti kondisi ekonomi konsumen pada Triwulan I-2015 menurun dari triwulan

Suatu ruang vektor adalah suatu himpunan objek yang dapat dijumlahkan satu sama lain dan dikalikan dengan suatu bilangan, yang masing-masing menghasilkan anggota lain

Direksi memuji reformasi penentu atas subsidi energi di tahun 2015, termasuk rencana untuk subsidi listrik sebagai sasaran subsidi yang lebih baik, dan penggunaan ruang fiskal

terasa di awal tahun 2009, yang ditunjukkan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat sebesar 4,1% (yoy) pada triwulan I-2009, melambat dibandingkan dengan triwulan

Pada kondisi awal, kemampuan pemecahan masalah siswa SMP N 1 Ngemplak masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh guru yang masih menerapkan strategi pembelajaran