HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh: Elizabeth Silviana Putri N.
NIM: 059114098
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv MOTTO
H idu p adalah PRO SES H idup adalah BEL A J A R T anpa ada bat asan umur
T anpa ada kat a t u a
J at uh, ber dir i lagi K alah, menc oba lagi
Gagal, bangkit lagi “N EVER GI VE U P”
Sampai T U H A N berkat a : “WA K T U N YA PU L A N G”
M en gu ca p sy u k u r l a h d a l a m sega l a h a l ,
seba b i t u l a h y a n g d i k eh en d a k i A l l a h d i d a l a m
K r i st u s Y esu s ba gi k a m u .
v
PERSEMBAHAN
Karya ini aku persembahkan unt uk
vii
HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN KINERJA PADA AGEN ASURANSI
Elizabeth Silviana Putri N.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Variabel dalam penelitian ini adalah kinerja sebagai variabel tergantung dan Adversity Quotient sebagai variabel bebas. Hipotesis penelitian ini adalah terdapat hubungan positif antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hipotesis ini berarti bahwa semakin tinggi Adversity Quotient maka kinerja akan menjadi semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya, semakin rendah Adversity Quotient maka semakin rendah kinerja karyawan. Subyek penelitian ini adalah agen asuransi dengan masa kerja minimal satu tahun. Penelitian ini menggunakan subyek sebanyak 68 agen asuransi. Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari dua alat ukur, yaitu skala Adversity Quotient dan skala kinerja. Skala Adversity Quotient memiliki koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,948 dan pada skala kinerja sebesar 0,941. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,565 dengan signifikansi 0,000. Hasil ini berarti ada hubungan yang positif dan signifikan antara Adversity Quotient dan kinerja. Hal ini juga menandakan bahwa hipotesis awal penelitian diterima.
viii
THE CORRELATION BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT AND PERFORMANCE OF INSURANCE AGENT
Elizabeth Silviana Putri N.
ABSTRACT
This research aims to determine the correlation between Adversity Quotient and performance ofthe insurance agents. The variables in this research is the performance as a dependent variables and the adversity quotient as independent variables. The hypothesis of this research is that there is a positive correlation between Adversity Quotient and the performance of the insurance agents. This hypothesis means that the higher the Adversity Quotient then the performance will be higher and vice versa. The subjects of this research are the insurance agents with at least one year working period. This research uses the subject as much as 68 insurance agents. The measuring devices used were two measuring devices, those were Adversity Quotient scale and performance scale. The Adversity Quotient scale has 0,948 alpha reliability coeficient and 0,941 on a scale of performance. The results of the data analysis indicated that correlation coefficient of 0,565 with a significance of 0,000. This result means there is a positive correlation and significant between the Adversity Quotient and performance. It also indicated that the initial hypothesis of the research was received.
x
KATA PENGANTAR
Mengucap syukur kepada Tuhan atas segala anugrah-Nya sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak yang
memberikan berbagai bantuan yang sangat berarti. Dalam kesempatan ini
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas anugrahMu dalam hidupku dan penyertaanMu
dalam setiap waktu, membuatku mampu untuk terus berjuang karena Engkau
peduli pada hidupku. Dalam Engkau ada harapan walaupun ketika terlihat
tidak ada lagi harapan.
2. Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma.
3. P. Henrietta P. D. A. P. S., S.Psi, MA selaku dosen pembimbing skripsi,
untuk waktu, kesabaran dan bimbingan yang diberikan sampai akhirnya
penulisan ini selesai.
4. A. Tanti Arini S.Psi M.Si selaku dosen pembimbing akademik, untuk arahan
dan perhatian yang diberikan hingga skripsi ini dapat selesai.
5. Y. Heri Widodo, M. Psi. Dan Monica E. M., M. Psych. selaku dosen penguji.
6. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogayakarta yang telah membantu selama proses belajar penulis, terutama
xi
7. Valentina Dwita, Mbak Nita, Mas Tanto, Mas Mul dan semua agen serta
manajer Perusahaan Asuransi yang menjadi subyek dalam penelitian ini.
Terimakasih atas kesediaannya memberikan waktu, informasi, dan data yang
dibutuhkan penulis.
8. Mama tercinta, motivasi terbesar untuk aku selesaikan skripsi ini.
Terimakasih untuk perjuangan, pengorbanan, cinta dan segala hal yang
diberikan dalam sepanjang hidupku. Untuk Papa aku mengasihimu.
9. Masku Allan, terimakasih buat kasih sayang yang sering tak terucap dan
terimakasih mendidikku jadi wanita madiri.
10.Mbak Novi, terimakasih hadir menjadi bagian dan memberi warna baru
dalam hidupku.
11.Fera, Agung, Agnes, Via, Anne terimakasih buat kebersamaan diujung
perjuangan ini, terimakasih kalian masih ada.
12.Andin, Alit dan Mena terimakasih untuk kebersamaan dimasa kuliah dan
dukungan kalian sampai saat ini, akan menjadi kenangan indah untukku.
13.Matil, Dewi, Oposh, Heni, Tristan, Hanes, Sherly, Jesika dan teman-teman
2005 lainnya, terimakasih untuk pertemanan dimasa kuliah, semoga akan
terus terjalin.
14.Kak Yopie, Kak Helen, Mbak Rinti, Sel grup Breaktrough dan bro sist semua
terimakasih atas dukungan dan doa dari kalian semua akhirnya skripsi ini
xii
15.Priska, Capung, Dedy, Christ, Tanto, Hendra, Willy,dan teman-teman semasa
sekolah lainnya, terimakasih untuk pertemanan hingga saat ini. Tidak
ketinggalan ponakan cantikku Grace wajahmu menjadi penyemangatku.
16.Keluarga besarku, Pakdhe & Budhe, Om & Tante, sepupu-sepupuku: Detta,
Wahyu, Ino, Thomas dan Awang, terimakasih buat dukungan yang diberikan,
semoga kebersamaan dan kerukunan terus terjalin.
17.Semua teman, sahabat, dan saudara yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih telah menjadi bagian dalam perjalanan hidupku.
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II : LANDASAN TEORI ... 10
xiv
1. Pengertian Kinerja ... 10
2. Aspek-aspek Kinerja ... 12
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 14
4. Pengertian Penilaian Kinerja... 15
5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan ... 16
6. Penilaian Kinerja Karyawan ... 17
B. Adversity Quotient ... 18
1. Pengertian Adversity Quotient ... 18
2. Tipe-tipe Individu ... 19
3. Dimensi Adversity Quotient ... 21
C. Agen Asuransi ... 22
D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja ... 24
E. Hipotesis ... 26
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 27
A. Jenis Penelitian... 27
B. Identifikasi Variabel Penelitian... 27
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 27
1. Adversity Quotient ... 27
2. Kinerja ... 28
D. Subyek Penelitian... 28
E. Metode Pengumpulan Data ... 29
xv
2. Skala Kinerja ... 31
F. Pertanggungjawaban Mutu ... 33
1. Validitas ... 33
2. Seleksi Aitem ... 33
3. Reliabilitas ... 37
G. Metode Analisis Data ... 37
1. Uji Asumsi ... 37
2. Uji Hipotesis ... 38
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Persiapan Penelitian ... 39
B. Pelaksanaan Penelitian ... 39
C. Deskripsi Subyek ... 40
D. Deskripsi data Penelitian... 41
E. Hasil Analisis Data ... 42
B. Keterbatasan Penelitian ... 47
xvi
DAFTARA PUSTAKA ... 50
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Blueprint Skala Adversity Quotient ... 31
Tabel 2. Blueprint Skala Kinerja ... 32
Tabel 3. Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient ... 34
Tabel 4. Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Kinerja ... 35
Tabel 5. Spesifikasi Aitem Skala Adversity Quotient... 36
Tabel 6. Spesifikasi Aitem Skala Intensi Turnover... 36
Tabel 7. Data Demografi Subyek... 40
Tabel 8. Data Teoritis dan Empiris... 41
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan perkembangan jaman, saat ini perusahaan asuransi jiwa
semakin berkembang di Indonesia. Dalam majalah Investor (2011) disebutkan
terdapat pertumbuhan asuransi jiwa sekitar 20-30% per tahun. Pertumbuhan
juga terlihat dari banyaknya perusahaan asuransi multinasional yang masuk ke
Indonesia, contohnya: Prudential, ACE, Allianz, AIA, dan AXA. Masuknya
banyak perusahaan asuransi ke Indonesia dapat disebabkan negara Indonesia
dipandang memiliki penduduk dan wilayah yang cukup besar namun
kesadaran berasuransi masih minim dan tertinggal jauh oleh dua negara seperti
Singapura dan Jepang dalam bidang asuransi masyarakat. Singapura
kesadaran berasuransinya telah mencapai 300 persen dan Jepang mencapai
400 persen. Artinya, setiap warga negara di negara tersebut memegang 3
sampai 4 polis per individu. Oleh karena itu Indonesia dipandang memiliki
potensi yang besar bagi berkembangannya dunia asuransi (Silalahi I. A.,
2011).
Masuknya perusahaan-perusahaan asuransi baru ke Indonesia tentunya
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Terdapat beberapa tingkatan
jenjang karir yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi, dari mulai agen, unit
manager, senior manager, hingga agensi manager. Semua jenjang karir dalam
Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang atau Badan
Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan jasa asuransi untuk dan
atas nama penanggung.
Menurut Assegaff (2008) seorang pemerhati asuransi di Indonesia,
agen asuransi mempunyai andil yang penting bagi perusahaan. Mereka adalah
front-line atau ujung tombak bagi perusahaan asuransi. Tugas yang harus
dilakukan seorang agen adalah memperkenalkan dan menjual jasa asuransi,
sehingga mereka dituntut untuk mencari nasabah. Tentunya dalam
menjalankan pekerjaan sebagai agen asuransi banyak tantangan yang harus
dihadapi. Merry Riana (2011) seorang agen asuransi yang telah sukses
menceritakan dalam bukunya banyak perjuangan yang harus dihadapi sebagai
seorang agen dalam menjalankan pekerjaannya, terutama menghadapi
penolakan dari masyarakat.
Silalahi I. A. (2011) menuliskan dalam sebuah artikel koran daerah
Tribun Medan, Indonesia memiliki potensi besar bagi perkembangan dunia
asuransi karena banyak penduduk yang belum memiliki asuransi. Meskipun
demikian pada kenyataanya banyak agen asuransi mengalami kesulitan dalam
mencari nasabah dan menawarkan produk asuransi di Indonesia. Rifai A.
(2012) menuturkan para agen asuransi menghadapi rendahnya minat
masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain: kondisi ekonomi masyarakat yang belum baik,
tertarik, serta kesan negatif masyarakat terhadap produk asuransi yang
dianggap membohongi. Ditambah dengan adanya agen-agen asuransi yang
terlalu agresif dan terkesan memaksa dalam menawarkan produk asuransinya.
Hal tersebut sedikit banyak menimbulkan kesan negatif bagi industri asuransi
secara umum. Masyarakat merasa terganggu dengan cara agen asuransi yang
berlebihan tersebut (Aji A. B., 2009).
Selain itu menurut Rifai A. (2012) salah satu penyebabnya rendahnya
minat masyarakat Indonesia untuk memiliki asuransi karena masyarakat
belum tuntas dalam memperoleh pengetahuan tentang asuransi. Asuransi jiwa
sendiri sebenarnya dapat berperan dalam membantu dan menopang keuangan
sesorang dan keluarga manakala suatu kemalangan misalnya kecelakaan atau
sakit berat terjadi dalam kehidupan mereka. Sederhananya, asuransi jiwa
membantu sesorang dalam memastikan kelangsungan hidup keluarga dengan
dukungan finansial yang memadai. Survei yang dilakukan di Amerika Serikat
(AS) menunjukkan, hampir 46% penduduk AS yang berusia di atas 30 tahun
mengatakan bahwa saat ini mereka peduli dengan asuransi, dari pada sebelum
terjadinya krisis keuangan global. Krisis keuangan global tampaknya
mengajarkan kepada warga AS tentang pentingnya mempunyai asuransi untuk
membantu mengatasi berbagai ketidak pastian dan risiko yang mengancam
mereka di masa depan. Serangkaian dampak buruk tersebut telah membuka
hati warga AS untuk memperlengkapi diri dengan produk asuransi jiwa.
Sedangkan di Indonesia data yang dikumpulkan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa
dibayarkan oleh perusahaan selama kuartal I-2010 adalah Rp762,8 miliar.
Jumlah ini menunjukkan sisi penting peran asuransi dalam kehidupan sosial
ekonomi masyarakat di negara Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa industri
asuransi mempunyai prospek yang baik untuk semakin berkembang, meskipun
belum dapat diterima oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, disinilah
agen asuransi dituntut untuk memiliki kinerja yang tinggi.
Status agen dalam perusahaan asuransi merupakan tenaga pemasaran
dan bukan merupakan karyawan tetap yang setiap bulan digaji oleh
perusahaan, melainkan pendapatan mereka berdasarkan angka penjualan yang
mereka peroleh. Oleh karena itu, seorang agen harus memiliki kinerja yang
tinggi karena akan menentukan pendapatan yang mereka peroleh. Selain bagi
para agen, kinerja yang baik juga penting bagi perusahaan. Studi Mckinsey &
Company (dalam Mathis & Jackson, 2006), menyebutkan faktor utama
penentu keberhasilan sebuah organisasi adalah kinerja. Oleh karena itu,
kinerja dari seorang agen menjadi hal penting bagi agen itu sendiri ataupun
bagi perusahaan asuransi.
Dalam kamus psikologi (Kartono K. & Gulo D., 2003) kinerja
diartikan sebagai perilaku yang bisa diamati tingkah laku yang membuahkan
suatu hasil, serta bagaimana seseorang bereaksi dalam menjalankan tugas
yang diberikan. Menurut Riggio (2007) kinerja bisa dilihat dari dua sisi, yaitu
secara obyektif dan subyektif. Kinerja bila dilihat secara obyektif yaitu
penilaian hasil kerja yang lebih berfokus pada kuantitas, misalnya jumlah
secara judgment oleh orang-orang yang mengetahui proses kerja seseorang,
misalnya atasan, teman sekerja, bawahan, dan klien.
Kinerja individu dipengaruhi beberapa faktor. Menurut Wirawan
(2009) kinerja merupakan hasil sinergi dari tiga faktor, yaitu faktor
lingkungan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal organisasi, dan
faktor internal individu. Faktor internal organisasi adalah sesuatu yang berasal
dari lingkungan tempat individu bekerja, bertujuan untuk mendukung dan
meningkatkan produktivitas karyawan. Faktor lingkungan eksternal organisasi
adalah keadaan atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi
yang mempengaruhi kinerja karyawan. Faktor internal individu merupakan
faktor bawaan lahir dan faktor yang diperoleh ketika berkembang. Secara
khusus Mathis dan Jackson (2006) menyebutkan bahwa tiga faktor utama
yang mempengaruhi individu adalah kemampuan individu dalam menjalankan
pekerjaannya, usaha yang dicurahkan oleh individu, dan dukungan dari
organisasi tempat individu bekerja. Tiga faktor tersebut saling mempengaruhi
dalam membentuk kinerja individu, jika salah satu faktor rendah maka kinerja
individu juga menjadi rendah atau berkurang. Sedangkan menurut
Mangkunegara (2006) faktor yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan
dan motivasi.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dijelaskan bahwa
kemampuan merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja. Dalam kamus
psikologi (2003) arti kemampuan adalah istilah umum yang dikaitkan dengan
agen asuransi dalam menjalankan pekerjaannya di mana terdapat banyak
tantangan yang harus dihadapi kemampuan yang dibutuhkan adalah
kemampuan untuk menghadapi kesulitan. Stoltz (2007) mengatakan bahwa
dalam menghadapi kesulitan baik dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari
IQ (Intelligence Qoutient) dan EQ (Emotional Qoutient) yang dimiliki
individu tidak cukup. Banyak individu yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi
tapi tidak dapat mewujudkan potensinya dan akhirnya gagal menunjukkan
kemampuannya. Menurut Stoltz dibutuhkan satu kecerdasan lagi yaitu AQ
(Advesity Quotient), sehingga menyempurnakan peranan IQ dan EQ untuk
menentukan kesuksesan seseorang.
Adversity Quotient menurut Stoltz (2007) adalah kecerdasan atau
kemampuan dalam menghadapi kesulitan atau tantangan hingga mencapai
kesuksesan. Dalam konsep AQ, hidup diumpamakan sebagai suatu pendakian.
Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus
berkembang sepanjang hidupnya meskipun terdapat berbagai kesulitan dan
tantangan yang menjadi penghalang (Stoltz, 2007). Dalam bukunya Stoltz
(2007) mengatakan bahwa peran AQ sangat penting dalam mencapai tujuan
hidup atau mempertahankan visi seseorang, AQ digunakan untuk membantu
individu memperkuat kemampuan dan ketekunannya dalam menghadapi
tantangan hidup sehari-hari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Stoltz (2007) pada beberapa perusahaan dalam berbagai bidang industri
tinggi akan memperlihatkan prestasi kerja dan produktivitas yang lebih besar
daripada rekan-rekan mereka yang memiliki Adversity Quotient lebih rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Patricia, Zamralita, & Ninawati (2009)
dalam Phronesis jurnal ilmiah psikologi industri dan organisasi yang
menyebutkan, Adversity Quotient merupakan pola tanggapan yang ada dalam
pikiran individu terhadap kesulitan, yang selanjutnya menentukan bagaimana
tindakan individu tersebut terhadap kesulitan yang dihadapinya. Adversity
Quotient menggambarkan pola tanggapan dalam pikiran secara seketika atas
semua bentuk dan intesitas dari kesulitan, mulai dari kesulitan yang besar
sampai gangguan yang kecil. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada
perusahaan yang bergerak dibidang industri yaitu Doloitte & Touche Motts
Nort America menemukan bahwa, Adversity Quotient mampu meramalkan
siapa yang akan mempunyai prestasi melebihi harapan kinerja mereka dan
siapa yang akan gagal. Temuan pada perusahaan Doloitte & Touche Motts
Nort America menyatakan bahwa Adversity Quotient dapat meramalkan
karyawan yang berprestasi atau tidak, hal ini menunjukkan bahwa Adversity
Quotient dapat memberi pengaruh pada karyawan dalam melakukan pekerjaan
(Markman, Gideon D., 2001).
Sebagai seorang agen asuransi banyak tantangan yang harus dihadapi
dalam menjalankan pekerjaannya, misalnya ketika mengalami penolakan
ketika menawarkan jasa asuransi, mengahadapi klien yang bermasalah, dan
menjalankan tunggung jawab lainnya. Untuk dapat menghadapi
karena itu peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara
Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara
Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Adversity
Quotient dan kinerja pada agen asuransi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi
mengenai kinerja dan Adversity Quotient bagi perkembangan ilmu
Psikologi Industri dan Organisasi.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perusahaan asuransi
Hasil penelitian ini bagi perusahaan adalah dapat memberikan
gambaran mengenai tingkat Adversity Quotient dan kinerja yang
dimiliki oleh agen, sehingga dapat menjadi masukan bagi perusahaan
dalam mengadakan pelatihan-pelatihan yang tepat untuk kemajuan
b. Bagi agen asuransi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi maupun
evaluasi dalam bekerja, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana
Adversity Quotient yang dimiliki seorang agen suransi. Sehingga
10 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Dalam berbagai literatur, pengertian dan pemahaman mengenai
kinerja sangatlah beragam serta memiliki banyak perbedaan yang akhirnya
dikelompokkan ke dalam dua bagian besar, yaitu:
a. Pengertian kinerja dilihat sebagai suatu hasil
Dalam kamus psikologi, kinerja diartikan sebagai tingkah laku
yang membuahkan suatu hasil. Menurut Bernandin dan Russell
(dalam Gomes 2003) kinerja karyawan adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau
kegiatan tertentu selama periode waktu tertentu. Kinerja merupakan
hasil kerja yang dihasilkan oleh individu atau prilaku nyata yang
ditampilkan sesuai dengan peran karyawan dalam perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2009) kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan padanya.
Pengertian kinerja pun tidak dapat dipisahkan dari
produktivitas dan efektifitas (Ricard dalam Sudarmanto, 2009). Dalam
yang dihasilkan dengan jumlah tenaga kerja, modal, dan sumber daya
yang digunakan dalam suatu produksi (Miner dalam Sudarmanto,
2009).
b. Pengertian kinerja dilihat sebagai suatu perilaku
Murphy (dalam Sudarmanto, 2009) mengatakan bahwa kinerja
merupakan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan
perusahaan tempat dimana orang tersebut bekerja. Dalam hal ini
kinerja dilihat sebagai sesuatu yang secara aktual dikerjakan oleh
seseorang dan dapat diobservasi yang mencakup tindakan-tindakan
dan perilaku yang relevan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh
perusahaan yang bersangkutan. Kinerja bukan merupakan hasil
tindakan atau konsekuensi, namun kinerja diartikan sebagai tindakan
itu sendiri (Campbell dalam Sudarmanto, 2009).
Dari pengertian tentang kinerja tersebut, diketahui bahwa
kinerja seseorang tidak hanya berbicara mengenai suatu hasil atau
tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang namun kinerja
juga berbicara mengenai tindakan dan perilaku yang relevan dan
dilakukan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah
perusahaan. Oleh karena itu, dapat disimpulakan bahwa kinerja
merupakan perilaku yang dilakukan dan hasil yang dicapai seseorang
2. Aspek-aspek Kinerja
Dimensi dari kinerja ada dua yaitu hasil dan perilaku. Dimensi
hasil meliputi kualitas dan kuantitas dari pekerjaan yang dilakukan
seseorang. Sedangkan dimensi perilaku meliputi sifat dan perilaku ketika
seseorang melaksanakan pekerjaannya (Sudarmanto, 2009). Dua dimensi
hasil dan perilaku terdapat dalam aspek-aspek kinerja menurut Husein
Umar (dalam Mangkunegara, 2009) yaitu:
a. Mutu perkejaan
Karyawan memiliki kecermatan dan ketelitian dalam bekerja serta
mampu mencapai target yang diberikan dan memiliki hasil kerja
yang baik.
b. Kejujuran
Karyawan memiliki kejujuran sehingga bisa dipercaya, serta
memiliki keberanian untuk mengakui kesalahan dan mau belajar dari
kesalahan tersebut.
c. Inisiatif
Kemampuan menghasilkan ide, tindakan, dan solusi yang inovatif,
serta mampu mengatasi dan memahami masalah yang mungkin
dapat terjadi.
d. Kehadiran
Memiliki kesediaan untuk selalu datang dan tepat waktu dalam
setiap kegiatan yang diadakan oleh perusahaan, serta mempunyai
e. Sikap
Kemampuan menyesuaikan diri dengan segala perubahan dalam
lingkungan pekerjaan dan menunjukkan hasil kerja yang baik
meskipun di bawah tekanan kerja, serta memiliki keinginan untuk
mempelajari dan menguasai informasi, peraturan, prosedur yang
terbaru.
f. Kerjasama
Kemampuan untuk bekerjasama dengan rekan kerja serta bisa
memelihara hubungan kerja yang efektif.
g. Keandalan
Kemampuan untuk menjalankan arahan-arahan yang diberikan
dengan baik dan mampu menjalankan semua tugas yang diberikan.
h. Pengetahuan tentang pekerjaan
Memahami tugas dan tanggung jawab pekerjaan, memiliki
pengetahuan dibidang yang berhubungan dengan peraturan, prosedur
dan keahlian teknis, serta mengikuti perkembangan terbaru
i. Tanggung jawab
Kemampuan bekereja secara mandiri dalam menyelesaikan tugas
dan memenuhi tanggung jawab sesuai dengan batas waktu yang
ditentukan, serta berani mempetanggung jawabkan sesuatu yang
j. Pemanfaatan waktu kerja
Kemampuan mengatur waktu dan menggunakan waktu untuk
bekerja secara maksimal sehingga terus produktif.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006) ada tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu.
Kinerja = kemampuan x usaha x dukungan
Kemampuan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi individu
dalam manjalankan pekerjaannya, kemampuan individu antara lain bakat,
minat, dan kepribadian. Selanjutnya usaha merupakan faktor yang
dicurahkan oleh individu, misalnya motivasi, etika kerja, kehadiran
rancangan tugas. Faktor terakhir yaitu faktor dukungan, faktor ini berasal
dari perusahaan tempat individu bekerja, misalnya berupa pelatihan
pengembangan, peralatan dan teknologi, standar kinerja, manajemen dan
rekan kerja. Tiga faktor tersebut saling mempengaruhi dalam membentuk
kinerja individu, jika salah satu faktor rendah maka kinerja individu juga
menjadi rendah atau berkurang.
Menurut Mangkunegara (2009) faktor yang mempengaruhi kinerja
adalah kemampuan dan motivasi dari individu. Sependapat dengan
Mangkunegara, Mitchell (dalam Sinambela, 2012) mengatakan kinerja
baik. Kinerja seorang pegawai merupakan fungsi dari kemampuan
dikalikan dengan motivasi. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki
kemampuan namun tanpa motivasi belum tentu dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik, demikian pula sebaliknya jika seseorang
memiliki motivasi namun tidak memiliki kemampuan maka belum tentu
kinejanya baik.
Beberapa pendapat tersebut menyatakan bahwa kemampuan
merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja. Kemampuan yang berasal
dari dalam diri individu merupakan modal bagi individu untuk memiliki
kinerja yang baik.
4. Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan salah satu hal yang penting untuk
meningkatkan kinerja karyawan. Penilaian kinerja adalah proses
mengevaluasi seberapa baik individu melakukan pekerjaan mereka jika
dibandingkan dengan ketentuan standar yang ada dalam perusahaan, dan
kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut pada individu. Penilaian
kinerja juga disebut evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja,
dan penilaian hasil (Mathis & Jackson, 2006).
Menurut Rivai (2005) penilaian kinerja pada dasarnya merupakan
proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance.
a. Alat yang paling baik untuk menentukan apakah karyawan telah
memberikan hasil kerja yang memadai dan melaksanakan aktivitas
kinerja sesuai dengan standar kinerja.
b. Salah satu cara untuk penilaian kinerja dengan melakukan penilaian
mengenai kekuatan dan kelemahan karyawan.
c. Alat yang baik untuk menganalisis kinerja karyawan dan membuat
rekomendasi perbaikan.
5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan
Informasi mengenai kinerja karyawan digunakan sebagai alat
manajemen kinerja karyawan dan pengambilan keputusan manajemen
sumber daya manusia dalam perusahaan (Wirawan, 2009), dimana
manfaatnya antara lain: memberikan balikan kepada pegawai ternilai
kinerjanya, alat promosi dan demosi, alat motivasi ternilai, sebagai alat
pemutusan hubungan kerja dan merampingkan organisasi, menyediakan
alasan hukum untuk pengambilan keputusan personalia, penentuan dan
pengukuran tujuan kinerja, konseling kinerja buruk, mendukung
perencanaan sumber daya manusia, menentukan kebutuhan pengembangan
sumber daya manusia, merencanakan dan memvalidasi perekrutan tenaga
baru, alat manajemen kinerja organisasi, pemberdayaan pegawai,
menghukum anggota, dan penelitian.
Menurut (Mathis & Jackson, 2006) peran penilaian kinerja ada dua
a. Penggunaan administratif: kompensasi, promosi, pemecatan
pemberhentian sementara.
b. Penggunaan pengembangan: mengidentifikasi kekuatan,
mengidentifikasi bidang-bidang untuk pertumbuhan, perencanaan
pengembangan, pelatihan dan perencanaan karier.
Manfaat dari penilaian kinerja karyawan menurut Ruky (2001)
adalah:
a. Penyusunan program pelatihan dan pengembangan karyawan
Dengan melaksanakan penilaian kinerja, dapat diketahui
atau diidentifikasikan pelatihan tambahan apa saja yang masih
harus diberikan kepada karyawan.
b. Penyusunan program suksesi dan kaderisasi
Dengan penelitian kinerja dapat diidentifikasi siapa saja
karyawan yang mempunyai potensi untuk dikembangankan
kariernya dengan dicalonkan untuk menduduki jabatan-jabatan
yang tanggung jawabnya lebih besar pada masa yang akan datang.
c. Pembinaan karyawan
Dengan penilaian kinerja dapat diketahui hambatan
karyawan untuk meningkatkan prestasinya.
6. Penilai Kinerja Karyawan
Penilai adalah orang yang mempunyai hak serta kewajiban untuk
kinerja karyawan biasanya ditentukan oleh peraturan organisasi atau
perusahaan, job description, dan undang-undang ketenagakerjaan. Selain
itu penilaian kinerja sebaiknya dilakukan oleh orang yang mempunyai
kesempatan untuk mengamati perilaku karyawan secara langsung.
Penilaian kinerja dapat dilakukan oleh: diri sendiri, atasan langsung,
bawahan, rekan kerja atau kombinasi (Wirawan, 2009).
B. Adversity Quotient
1.Pengertian Adversity Quotient
Menurut Chapplin (2006) dalam kamus psikologi, intelligence atau
quotient berarti kecerdasan, pandai. Sedangakan adversity dalam kamus
Inggris-Indonesia berarti kesengsaraan, kemalangan. Menurut Stoltz
(2007) Adversity Quotient atau sering disebut AQ adalah kecerdasan dan
kemampuan yang dimiliki individu dalam menghadapi dan bertahan
terhadap kesulitan atau tantangan yang dialami ketika menjalankan
pekerjaannya. AQ terdiri dari tiga unsur menurut Stoltz (2007) yaitu:
a. AQ sebagai suatu kerangka kerja konseptual yang baru untuk
memahami dan meningkatkan semua jenis kesuksesan.
b. AQ sebagai suatu ukuran atau tolak ukur untuk mengetahui respon
individu terhadap kesulitan.
c. AQ merupakan serangkaian peralatan dasar yang memiliki dasar ilmiah
Agar kesuksesan dapat tercapai tiga unsur tersebut yaitu pengetahuan baru,
tolak ukur dan peralatan praktis merupakan sebuah kesatuan yang lengkap.
Adversity Quotient adalah salah satu faktor yang berpengaruh
dalam kesuksesan individu mencapai tujuan hidupnya, serta mampu
menyelesaikan dan keluar dari kesulitan atau tantangan yang sedang
dihadapinya (Stoltz, 2007). AQ berguna bagi individu yang sedang
berjuang dalam mancapai tujuannya karena AQ dapat memberitahu
seberapa jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan
kemampuannya untuk mengatasi kesulitan tersebut. AQ meramalkan siapa
yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur, meramalkan
siapa yang mampu melampaui harapan-harapan dan potensi mereka serta
siapa yang akan gagal, serta dapat meramalkan siapa yang akan menyerah
dan siapa yang akan bertahan
2. Tipe-tipe Individu
Stoltz memberikan gambaran tipe-tipe individu seperti para
pendaki gunung. Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga
bagian:
a. Quitter (mudah menyerah).
Quitter adalah orang yang langsung berhenti di awal pendakian.
Mereka cenderung untuk selalu memilih jalan yang lebih datar dan
lebih mudah. Mereka umumnya bekerja sekedar untuk hidup,
cenderung tidak kreatif. Umumnya tidak memiliki visi yang jelas serta
berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan dihadapan. Para
Quitter adalah para karyawan yang sekadar untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Mereka ini mudah menyerah di
tengah jalan ketika menghadapi tantangan. Quitters cenderung
menjadi pemarah, frustasi dan menyalahkan orang-orang di sekitarnya
dengan keadaannya, hingga dapat membenci orang-orang yang terus
mendaki.
b. Camper (berkemah di tengah perjalanan)
Para camper lebih baik, dari para quitter karena setidaknya sudah
merasakan tantangan. Sayangnya belum menyelesaikan pendakian.
Campers orang yang berhenti dan tinggal di tengah pendakian.
Mendaki secukupnya lalu berhenti kemudian mengakhiri
pendakiannya. Orang tipe campers umumnya setelah mencapai tingkat
tertentu dari pendakiannya kemudian menikmati kenyamanan dari
hasil pendakiannya, merasa puas dengan hasil yang sudah dicapai.
Para camper akhirnya tidak menggunakan kesempatan yang ada.
c. Climber (pendaki yang mencapai puncak).
Climber mereka yang dengan segala keberaniannya menghadapi
risiko, akan selalu terfokus pada usaha pendakian tanpa
memperdulikan apapun keadaan yang dialaminya. Orang tipe climbers
mampu menikmati proses menuju keberhasilan, walau mereka tahu
Keadaan yang sulit tidak membuat para climber menjadi menyerah,
namun terus berusaha mengahadapi tantangan yang ada.
3. Dimensi Adversity Quotient
Stoltz (2007) membagi AQ ke dalam 4 dimensi dikenal dengan
CO2RE. Dimensi-dimensi inilah yang akan menentukan AQ keseluruhan
individu. Keempat dimensi ini adalah :
a. Control (C)
Control yaitu dimensi yang mempertanyakan tentang seberapa
banyak kendali yang dirasakan individu terhadap sebuah peristiwa
yang menimbulkan kesulitan, baik dalam pekerjaan maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa
sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan. Melalui banyaknya kendali yang
dirasakan terhadap kesulitan, hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan
akan terlaksana dengan baik.
b. Origin and Ownership (O2)
Origin (asal usul) berkaitan dengan rasa bersalah. Rasa bersalah
dalam takaran yang tepat mampu membuat seseorang untuk bertindak,
sebaliknya apabila berlebihan akan menjadi destruktif. Ada dua fungsi
penting dari rasa bersalah, pertama rasa bersalah membantu belajar
dan mendapat perbaikan. Rasa bersalah membuat orang merenungkan
baik. Fungsi kedua adalah rasa penyesalan. Penyesalan merupakan
motivator yang sangat kuat.
Ownership (pengakuan) dalam dimensi AQ adalah sejauh
manakah seseorang mengakui akibat-akibat dari suatu perbuatan juga
kesulitan. Mengakui akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kesulitan
adalah cerminan dari tanggung jawab.
c. Reach (R)
Dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, seseorang dituntut untuk mampu membatasi jangkauan masalahnya
pada kesulitan dan tantangan yang dihadapi.
d. Endurance (E)
Endurance (daya tahan) dimensi ini melihat lamanya kesulitan dan
penyebab kesulitan akan berlangsung. Seseorang menghubungkan
kesulitan ini mempunyai sifat yang sementara atau permanen.
C. Agen Asuransi
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun
1992 tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah
seseorang atau Badan Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan
jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. Agen asuransi adalah
memasarkan produk-produk dari perusahaan asuransi tersebut. Ini artinya
agen terikat dengan satu perusahaan asuransi.
Sondari M. C. (2008) menuturkan pekerjaan agen asuransi jiwa
memiliki beberapa karakteristik. Pekerjaan sebagai agen asuransi sangat
menuntut kemampuan dalam menjual, karena menjual produk asuransi, jauh
berbeda dan sulit dibanding menjual barang yang wujudnya dapat dilihat
langsung konsumen. Oleh karena itu, setiap agen harus benar-benar mengerti
produk yang dijualnya. Karakteristik tersebut di atas mungkin saja
dipersepsikan sebagai suatu tantangan sehingga agen lebih termotivasi.
Karakteristik lain, adalah kemandirian. Pekerjaan sebagai agen asuransi
biasanya memiliki kebebasan yang lebih banyak dibandingkan pekerjaan
lainnya. Segala aktivitas lebih banyak dilakukan secara mandiri dibandingkan
melakukannya di kantor atau di balik meja. Pelaporan kepada atasan pun
biasanya dilakukan secara berkala saja. Sukses atau tidaknya pekerjaan
seorang agen asuransi sebagian besar bergantung pada usaha yang dilakukan
oleh agen yang bersangkutan. sehingga hal ini memotivasi agen tersebut
untuk berusaha dengan keras mencapai target dari pekerjaannya. Karakteristik
terakhir adalah peran agen dalam industri asuransi jiwa itu sendiri dan
peranannya di masyarakat. Karakteristik ini berkaitan dengan situasi industri
asuransi jiwa di indonesia yang citranya di masyarakat belum terlalu bagus.
Dengan demikian seorang agen mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk
memberi penjelasan lebih dalam mengenai asuransi kepada masyarakat,
misi serta citra asuransi. Sehingga ada yang mengatakan agen asuransi
merupakan ujung tornbak pemasaran produk asuransi sekaligus sebagai logo
dan citra perusahaan, sehingga tumbuh atau hancurnya perusahaan asuransi
sangat ditentukan oleh kinerja agen asuransi tersebut.
Agen asuransi merupakan perantara dari perusahaan asuransi dengan
pihak tertanggung baik dalam penutupan pertanggungan maupun dalam
penyelesaian klaim asuransi. Agen asuransi berperan sebagai wakil dari
penanggung atau nasabah. Dengan demikian apabila agen merupakan
perantara dalam penutupan asuransi, maka agen menutup asuransi tersebut
bukan untuk namanya sendiri, akan tetapi untuk dan atas nama orang yang
menjadi nasabahnya. Sebagai balas jasa dari tugasnya melakukan perantara
tersebut agen memperoleh komisi dari premi. Premi adalah jumlah uang yang
dibayarkan nasabah setiap bulannya sebagai biaya asuransi, di mana besar
kecilnya sesuai dengan keinginan dan keputusan nasabah. Jumlah uang yang
dibayarkan bersifat tetap dan dibayarkan selama kurun waktu tertentu sesuai
ketentuan masing-masing perusahaan asuransi.
D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja
Adversity Quotient merupakan faktor yang berpengaruh dalam
kesuksesan individu untuk mencapai tujuan hidupnya karena Adversity
Quotient dapat memberitahu seberapa jauh kemampuan individu untuk
bertahan dan mengatasi kesulitan yang hadapi. Oleh karena itu, Adversity
setiap kesulitan yang ditemui, atau siapa yang akan menyerah, sehingga
Adversity Quotient dapat meramalkan siapa yang akan berhasil atau gagal
dalam pencapaian tujuannya (Stoltz, 2007).
Adversity Quotient dalam hal ini mengukur kemampuan seseorang
dalam menghadapi setiap kesulitan. Semakin tinggi Adversity Quotient yang
dimiliki seseorang maka orang tersebut akan mampu mengatasi setiap
tantangan yang ditemuinya dalam pekerjaan Patricia, Zamralita, & Ninawati
(2009). Hal ini akan mendukung pada pencapaian kesuksesan seseorang dan
menghasilkan kinerja yang tinggi.
Studi Mckinsey & Company (dalam Mathis & Jackson, 2006)
mengatakan kinerja karyawan merupakan faktor utama yang menentukan
keberhasilan sebuah perusahaan. Oleh karena itu, kinerja karyawan
merupakan hal yang penting dan menarik untuk selalu dicermati oleh setiap
perusahaan. Hal tersebut juga berlaku pada perusahaan asuransi karena
seorang agen asuransi berperan sebagai ujung tombak bagi keberhasilan
perusahaan (Assegaff, 2008). Sehingga seorang agen asuransi dituntut untuk
mampu bekerja secara optimal.
Tingginya Adversity Quotient seorang agen asuransi ditandai dengan
kemampuan agen tersebut dalam mengerjakan seluruh tugas yang diberikan
dengan baik dan menghadapi segala tantangan yang muncul. Hal ini
menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang baik di
dalam perusahaannya. Sebaliknya, apabila seorang agen asuransi memiliki
mengerjakan setiap tugasnya dengan baik dan kurang memiliki kemampuan
dalam menghadapi tantangan yang muncul di dalam pekerjaannya. Hal ini
menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang kurang
baik dalam perusahaan tempat dia bekerja.
Skema 1
Hubungan antara Adversity Quotient dan Kinerja
E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Adversity Quotient dan kinerja. Semakin tinggi Adversity
Quotient maka semakin tinggi kinerja karyawan. Begitu juga sebaliknya,
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Penelitian koresional
adalah penelitian dengan karakteristik berupa hubungan antara dua variabel
(Hadi, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan positif
antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi jiwa sehingga jenis
penelitian yang dipakai adalah penelitian korelasional.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel penelitian, yaitu
variabel tergantung (dependent) dan variabel bebas (independent).
1. variabel bebas : Adversity Quotient
2. variabel tergantung : Kinerja
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Adversity Quotient
Adversity Quotient merupakan kecerdasan dan kemampuan agen
asuransi untuk menghadapi dan bertahan terhadap kesulitan atau tantangan
yang dialami dalam menjalankan pekerjaannya. Adversity Quotient diukur
yang dikemukakan oleh Stoltz (2007), yaitu aspek control, origin,
wnership, reach, endurance atau dikenal dengan CO2RE.
Semakin tinggi skor yang diperoleh karyawan pada skala
Adversity Quotient (AQ) menunjukkan semakin tinggi AQ yang dimiliki
karyawan tersebut. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh pada
skala ini menunjukkan pula semakin rendah AQ yang dimiliki karyawan.
2. Kinerja
Kinerja merupakan perilaku yang dilakukan dan hasil yang dicapai
seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Kinerja karyawan
perlu dinilai sebagai evaluasi karyawan. Salah satu metode yang
digunakan dalam penilaian kinerja adalah metode skala rating. Dalam
metode ini kinerja karyawan diukur berdasarkan indikator-indikator yang
telah ditentukan sebelumnya. Dari indikator-indikator yang ada, penilai
memberikan angka yang menunjukkan perbedaan kinerja yang lebih baik
dan lebih buruk. Semakin tinggi skor kinerja yang diperoleh, maka
semakin baik kinerja karyawan, begitu juga sebaliknya semakin rendah
skor kinerja yang diperoleh, maka semakin kurang baik kinerja karyawan.
D. Subyek Penelitian
Subyek yang digunakan pada penelitian ini adalah agen asuransi. Sesuai
dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang atau
untuk dan atas nama penanggung (dalam hal ini Perusahaan Asuransi). Agen
yang dipilih untuk menjadi subyek yaitu agen asuransi jiwa yang sudah
bekerja dan aktif minimal selama satu tahun.
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi berdasarkan lama
kerja minimal satu tahun, dengan anggapan bahwa dalam satu tahun seorang
agen asuransi jiwa sudah menghadapi tantangan dalam menjalankan
pekerjaannya dan sudah mempunyai pencapaian tertentu. Subyek dipilih
dengan teknik convenience sampling atau sampel yang dipilih dengan
pertimbangan kemudahan (Mustafa H., 2000).
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan skala. Skala adalah alat ukur psikologis yang
stimulusnya merupakan pernyataan-pernyataan yang secara tidak langsung
mengungkapkan indikator perilaku dari atribut yang hendak diukur (Azwar,
2003). Penelitian ini menggunakan Skala Adversity Quotient dan Skala
Kinerja.
1. Skala Adversity Quotient
Skala Adversity Quotient (AQ) menggunakan skala rating yang
berbentuk skala Likert. Skala ini merupakan kumpulan pernyataan dimana
subyek penelitian memberikan respon terhadap setiap pernyataan. Untuk
melakukan penskalaan dengan metode ini, sejumlah pernyataan sikap
akan diminta untuk menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaiannya
terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban, yaitu
SS : Sangat sesuai
S : Sesuai
TS : Tidak sesuai
STS : Sangat tidak sesuai
Dalam skala ini tidak diberikan alternatif jawaban tengah, “netral”
atau “ragu-ragu”, hal ini dikarenakan menghindari kecenderungan subyek
untuk tidak menentukan sikap terhadap pernyataan.
Dalam pemberian skor, jawaban yang diberikan oleh individu yang
mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi
daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap
negatif.
Skor pernyataan yang bersifat favorabel :
SS = 4 S = 3 TS = 2 STS = 1
Skor pada pernyataan yang bersifat unfavorable :
SS = 1 S = 2 TS = 3 STS = 4
Skala Adversity Quotient (AQ) digunakan untuk mengetahui tinggi
rendahnya AQ pada subyek penelitian. Skala ini disusun berdasarkan
dimensi CO2RE yang dikemukakan oleh Stoltz (2007). Skala ini terdiri
dari 40 butir pernyataan yang terbagi menjadi 20 pernyataan favorabel dan
Berikut adalah blueprint Skala Adversity Quotient yang disusun
berdasarkan aspek-aspek Adversity Quotient :
Tabel 1
Blueprint Skala Adversity Quotient
No. Aspek Nomor Aitem Bobot Jumlah
Skala penilaian kinerja menggunakan skala rating. Skala ini
menggunakan skala kinerja yang dimodifikasi oleh penulis berdasarkan
aspek-aspek pengukuran kinerja menurut Husein Umar (dalam
Mangkunegara, 2009) yang mengungkapkan aspek-aspek kinerja terdiri
atas: mutu pekerjaan, kejujuran, inisiatif, kehadiran, sikap, kerjasama,
keandalan, pengetahuan tentang pekerjaan, tanggung jawab, pemanfaatan
waktu kerja. Jumlah aitem dalam skala ini sebanyak 30 butir pernyataan.
Penilaian kinerja dilakukan oleh manajer karena penilaian kinerja yang
dilakukan oleh atasan menunjukkan reliabilitas yang lebih tinggi
dibandingkan penilaian diri sendiri atau teman sekerja (Marwansyah,
Pemberian skor pada skala rating penilaian kinerja berkisar antara
1 sampai dengan 4 poin. Semakin besar nilai yang diberikan pada setiap
pernyataan, maka nilai yang diperoleh juga semakin besar yang
menunjukkan kinerja yang semakin baik.
SS : Sangat sesuai = 4
S : Sesuai = 3
TS : Tidak sesuai = 2
STS : Sangat tidak sesuai = 1
Berikut adalah blueprint Skala Kinerja yang disusun berdasarkan
aspek-aspek Kinerja:
Tabel 2
Blueprint Skala Kinerja
No. Dimensi
8. Pengetahuan tentang pekerjaan 22,23,24 10% 3
9. Tanggung jawab 25,26,27 10% 3
10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29, 30 10% 3
F. Pertanggungjawaban Mutu
1. Validitas
Mengemukakan bahwa uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah skala penelitian yang sudah dibuat dapat menghasilkan
data yang akurat sesuai dengan tujuan penelitian Azwar (2001). Tipe
validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas
ini diperoleh dari pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau
professional judgement (Azwar, 2001). Oleh karena itu, pengujian isi skala
penelitian ini dilakukan dengan berkonsultasi dengan dosen pembimbing
skripsi.
2. SeleksiAitem
Seleksi aitem dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor
masing-masing aitem dengan skor total keseluruhan aitem. Skala dalam
penelitian ini mengacu kepada kriteria korelasi aitem total yaitu aitem
sahih yang memiliki (rix) ≥ 0,30. Semua aitem yang mencapai koefisien
korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan
(Azwar, 2001).
Penelitian ini menggunakan uji terpakai, dalam uji terpakai alat
ukur penelitian yang digunakan harus tetap memenuhi syarat reliabel. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini dilakukan seleksi aitem dan reliabilitas
Hasil seleksi aitem dan reliabilitas terhadap 40 aitem skala AQ
memperlihatkan sebanyak 12 aitem dan 28 aitem yang valid. Aitem yang
gugur adalah aitem nomor 2, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 15, 16, 24, 30,dan 31.
Distribusi aitem-aitem yang valid dan gugur pada skala AQ selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Hasil Seleksi Aitem Skala Adversity Quotient
No.
Aspek
Nomor Aitem Nilai
koefisiensi
Berdasarkan seleksi aitem dan reliabilitas yang dilakukan terhadap
30 aitem skala kinerja diperoleh hasil bahwa terdapat 1 aitem yang gugur
Distribusi aitem-aitem yang valid dan gugur pada skala kinerja
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4
Hasil Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Kinerja
No. Dimensi
8. Pengetahuan tentang
pekerjaan
22,23,24 22,23,24
9. Tanggung jawab 25,26,27 25,26,27
10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29,30 28,29,30
Jumlah 30 29
( ) = aitem gugur
Dari hasil seleksi aitem dan reliabilitas tersebut diperoleh koefisian
reliabilitas skala kinerja sebesar 0,941. hal ini menunjukkan pengukuran
skala kinerja memiliki tingkat kepercayaan 94,1% dan menunjukkan
variasi error sebsar 5,9%. sedangkan pada skala Adversity Quotient
diperoleh koefisian reliabilitas skala kinerja sebesar 0,948. hal ini
menunjukkan pengukuran skala kinerja memiliki tingkat kepercayaan
Tabel di bawah ini menunjukkan spesifikasi aitem skala Adversity
Quotient dan kinerja yang digunakan setelah seleksi aitem dan digunakan
untuk pengolahan data penelitian:
Tabel 5
Spesifikasi Aitem Skala Adversity Quotient
No. Aspek Nomor Aitem Bobot Jumlah
Spesifikasi Aitem Skala Intensi Turnover
No. Dimensi Aitem Bobot Jumlah
8. Pengetahuan tentang pekerjaan 22,23,24 10,345% 3
9. Tanggung jawab 25,26,27 10,345% 3
10. Pemanfaatan waktu kerja 28,29, 30 10,345% 3
3. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan hasil
ukur (Azwar, 2001). Azwar juga menambahkan bahwa pengukuran yang
memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel.
Reliabilitas (rxx) dinyatakan dengan angka atau koefisien korelasi yang
berkisar antara 0 sampai 1. Semakin tinggi koefisien korelasi (mendekati
1) berarti skala semakin reliabel. Pengujian reliabilitas skala dalam
penelitian ini dilakukan dengan Alpha Cronbach dari program SPSS for
windows versi 17.
G. Metode Analisis Data
1. Uji Asumsi
Uji asumsi dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
penyimpangan atau gangguan terhadap variabel-variabel yang ada
dalam data. Uji persyaratan analisis korelasi yang dilakukan adalah uji
normalitas dan linearitas.
a. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah setiap
variabel yang akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data
dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikasi lebih besar
daripada 5% atau 0,05, namun apabila nilai signifikasinya lebih
normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan
Kolmogorov-Smirnov dari program SPSS for windows versi 17.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah
hubungan kedua variabel dalam penelitian merupakan garis lurus
atau tidak. Apabila kedua variabel menunjukkan garis lurus, maka
kedua variabel tersebut mempunyai korelasi linear. Uji linearitas
ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 17.
2. Uji Hipotesis
Uji ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara Adversity
Quotient dengan Kinerja pada agen asuransi. Data-data dari penelitian
ini dianalisis menggunakan korelasi Product Moment Pearson dari
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Peneliti melakukan beberapa persiapan sebelum melakukan
penelitian yaitu menyusun alat ukur berupa skala Adversity Quotient dan
kinerja. Setelah persiapan untuk menyusun alat ukur selesai peneliti
melakukan uji coba alat penelitian atau yang dikenal dengan try out. Uji coba
alat penelitian ini dilakukan untuk melihat kesahihan dan reliabilitas alat ukur
yang digunakan untuk penelitian. Dalam penelitian ini, try out yang dilakukan
dikenal dengan try out terpakai. Pengertian try out terpakai atau uji coba
terpakai ini yaitu uji coba yang hasilnya sekaligus digunakan sebagai data
penelitian yang dianalisis (Hadi, 2005). Penggunaan uji coba terpakai dalam
penelitian ini didasarkan pada alasan karena keterbatasan waktu dan sulitnya
subyek ditemui.
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada hari Senin, 6 Juni 2012 sampai dengan
Senin, 25 Juni 2012. Pembagian skala penelitian dibantu oleh beberapa agen
dan manajer pada dua perusahaan asuransi di Yogyakarta. Skala penelitian
diberikan kepada agen yang memiliki kriteria sesuai dengan subyek penelitian.
Skala yang diberikan kepada agen yaitu skala Adversity Quotient. Sedangkan
mengisi skala Adversity Quotient. Hal ini dimaksudkan agar atasan
memberikan penilaian kinerja kepada agen yang menjadi subyek penelitian.
Penilaian kinerja oleh atasan langsung paling sering digunakan dalam evaluasi
kerja, karena manajer yang paling mengetahui hasil kerja, perilaku kerja, dan
sifat pribadi ternilai (Wirawan, 2009).
Skala dibagikan kepada 80 subyek, namun subyek yang dipakai pada
penelitian berjumlah 68 subyek. Hal ini disebabkan ada beberapa skala yang
tidak dikembalikan oleh agen dan ada skala yang tidak terpakai lainnya
dikarenakan diisi oleh subyek yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian,
tidak lengkap dalam mengisi identitas dan ada aitem-aitem yang tidak
terjawab.
C. Deskripsi Subyek
Subyek penelitian yang dipakai pada penelitian ini berjumlah 68
orang. Subyek dengan masa kerja 1 tahun sampai 2 tahun sebanyak 54 orang
(79,4%), >2 tahun sampai 3 tahun sebanyak 11 orang (16,2%) dan masa kerja
lebih dari >3 tahun ada 3 orang (4,4%). Subyek menurut jenis kelamin terdiri
dari 39 orang laki-laki atau sebesar 57,35% dan 29 orang perempuan atau
sebesar 42,65%.
Tabel 7
Data Demografi Subyek
Jenis Kelamin Masa Kerja (dalam tahun)
Laki-laki Perempuan 1-2 >2 – 3 >3
D. Deskripsi Data Penelitian
Analisa tambahan dilakukan untuk mengetahui apakah keseluruhan
subyek memiliki kinerja yang tinggi dan Adversity Quotient tinggi. Tabel
berikut ini menyajikan data teoritis dan empiris skala kinerja serta skala
Adversity Quotient pada agen asuransi :
Tabel 8
Data Teoritis dan Empiris
Variable N P SD Skor Teoritis Skor Empiris
Mean teoritis adalah rata-rata skor alat ukur penelitian. Sedangkan
mean empiris adalah rata-rata skor data penelitian. Dari tabel 4 dapat
dilihat bahwa pada skala kinerja memiliki mean teoritis sebesar 75 dan
mean empiris sebesar 69,03. Sedangkan hasil perhitungan skala Adversity
Quotient, mean teoritisnya sebesar 100 dan mean empiris sebesar 71,48.
Selanjutnya, peneliti melakukan uji t untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan pada mean empiris dan teoritis baik
pada skala kinerja maupun skala Adversity Quotient subyek. Jika hasil dari
uji t tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada mean empiris
dan teoritis yang signifikan, maka peneliti dapat menarik kesimpulan
rendah. Sebaliknya, jika hasil uji t menunjukkan bahwa perbedaan antara
mean empiris dan teoritis pada skala kinerja dan Adversity Quotient tidak
signifikan, maka subyek penelitian tidak memiliki kinerja dan Adversity
Quotient yang rendah.
Hasil dari uji t pada skala kinerja memiliki nilai p sebesar 0,009, ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara
mean empiris dan teoritis. Dimana data skala kinerja mempunyai mean
empiris sebesar 69,03 sedangkan mean teoritis sebesar 75. Hal ini
menunjukkan subyek penelitian pada kenyataannya memiliki kinerja
rendah. Sementara itu, Pada skala Adversity Quotient memiliki mean
empiris 71,48 dan mean teoritis 100. Hasil uji t menunjukkan p sebesar
0,00 berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara mean empiris
dan teoritis. Hal ini menunjukkan subyek penelitian pada kenyataannya
memiliki Adversity Quotient rendah.
E. Hasil Analisis Data
1. Uji Asumsi
a) Uji normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran
variabel x dan y bersifat normal atau tidak. Berdasarkan hasil uji
normalitas sebaran untuk untuk variabel kinerja diperoleh K-S sebesar
0,917 (p = 0,369, p > 0,05). Hal ini berarti bahwa sebaran variabel
menggunakan Kolmogorov-Smirnov diperoleh sebesar 1,056 (p = 0,215,
p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa sebaran variabel Adversity
Quotient adalah normal.
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas
Variabel Kolmogorov-Smirnov Signifikansi Keterangan
Kinerja 0,917 0,369 Normal
Adversity Quotient 1,056 0,215 Normal
b) Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data antara kedua
variabel berupa garis lurus atau tidak. Jika nilai F yang diperoleh diikuti
p<0,05, maka garis data yang bersangkutan dinyatakan linear.
Demikian juga sebaliknya, apabila nilai F yang diperoleh diikuti
p>0,05, maka garis data tersebut tidak linear. Dari hasil pengolahan
data, diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000. Nilai ini menunjukkan
bahwa data antara variabel kinerja dan Adversity Quotient adalah linear
karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 (0,000 < 0,05).
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis penelitian ini menggunakan teknik korelasi bivariat
Adversity Quotient dan kinerja adalah 0,565 dengan taraf signinifikansi
0,000 (p < 0,01) yang berarti bahwa terdapat hubungan yang positif dan
sangat signifikan antara Adversity Quotient dan kinerja. Hal ini berarti
semakin tinggi Adversity Quotient yang dimiliki agen maka semakin tinggi
pula kinerja agen dan begitu pula sebaliknya semakin rendah Adversity
Quotient yang dimiliki agen maka semakin rendah pula kinerja agen. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan pada awal
penelitian diterima.
F. Pembahasan
Subyek dalam penelitian ini pada kenyataannya memiliki kinerja
yang rendah. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan yang signifikan
antara mean teoritis dan mean empiris. Pada hasil uji t skala kinerja
mempunyai nilai p = 0,000 dengan mean empiris 69,03 lebih kecil
daripada mean teoritis 75. Sama dengan skala kinerja, nilai p pada uji t
skala Adversity Quotient adalah 0,000 dengan mean empiris 71,48 lebih
kecil daripada mean teoritis 100. Hal ini berarti bahwa subyek memiliki
Adversity Quotient yang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Adversity
Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hasil penelitian menggunakan
teknik korelasi Pearson Product Momen, menunjukkan koefisian korelasi
0,565 dengan nilai p = 0,000 yang berarti bahwa hasil tersebut signifikan
dan signifikan antara variabel Adversity Quotient dan kinerja pada agen
asuransi.
Hasil korelasi bertanda positif. Hubungan antara dua variabel ini
juga dapat dikatakan searah (Hadi, 2004) dan menunjukkan bahwa arah
hubungan yang terjadi adalah hubungan positif antara variabel. Tinggi
rendahnya setiap skor pada suatu variabel akan diikuti secara konsisten
dan sistematis oleh tinggi rendahnya skor variabel lain (Hadi, 2004). Hal
ini berarti bahwa agen asuransi yang memperoleh Adversity Quotient
tinggi maka memiliki skor kinerja yang tinggi, begitu pula sebaliknya agen
asuransi yang memperoleh Adversity Quotient rendah maka memiliki skor
kinerja yang rendah juga. Oleh karena itu, semakin tinggi Adversity
Quotient yang dimiliki oleh agen asuransi maka semakin tinggi kinerjanya,
dan sebaliknya agen asuransi yang memiliki Adversity Quotient rendah
maka memiliki tingkat kinerja yang lebih rendah juga.
Adversity Quotient berguna bagi seorang agen asuransi yang
sedang berjuang dalam menjalankan pekerjaannya, karena Adversity
Quotient adalah salah satu faktor yang berpengaruh dalam kesuksesan
seseorang mencapai tujuan hidup, mampu menyelesaikan dan keluar dari
kesulitan atau tantangan yang sedang dihadapi (Stoltz, 2007). Adversity
Quotient dapat memberitahu seberapa jauh seseorang mampu bertahan
menghadapi kesulitan dan seberapa besar kemampuannya untuk mengatasi
Tingginya Adversity Quotient seorang agen asuransi ditandai
dengan kemampuan agen tersebut dalam mengerjakan seluruh tugas yang
diberikan dengan baik dan menghadapi segala tantangan yang muncul. Hal
ini menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki kinerja yang
tinggi di dalam perusahaannya. Sebaliknya, apabila seorang agen asuransi
memiliki Adversity Quotient yang rendah, agen tersebut dinilai kurang
mampu mengerjakan setiap tugasnya dengan baik dan kurang memiliki
kemampuan dalam menghadapi tantangan yang muncul di dalam
pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa agen asuransi tersebut memiliki
kinerja yang kurang tinggi dalam menjalankan pekerjaan di perusahaan
tempat dia bekerja.
Kinerja seseorang tidak hanya berbicara mengenai suatu hasil atau
tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang namun kinerja juga
berbicara mengenai tindakan yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Ketika seorang agen asuransi memiliki Adversity Quotient
yang tinggi maka agen tersebut akan mampu mengatasi kesulitan dalam
mejalankan pekerjaannya, sehingga agen tersebut mempunyai kinerja yang
47
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan pada bab
sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan
antara Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi. Hal ini ditunjukkan dengan
koefisien korelasi sebesar 0,565 dengan taraf signinifikansi 0,000 (p < 0,01). Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi Adversity Quotient yang dimiliki karyawan, maka
semakin tinggi kineja yang dimiliki, demikian pula sebaliknya semakin rendah
Adversity Quotient yang dimiliki karyawan, maka semakin rendah juga kinerja yang
dimiliki. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara
Adversity Quotient dan kinerja pada agen asuransi dapat diterima.
B. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat keterbatasan penelitian, dimana dalam pemilihan
subyek yang digunakan penelitian, peneliti kurang cermat dalam memberi batasan.
Subyek yang digunakan dalam penelitian ini hanya dibatasi agen asuransi yang sudah
bekerja minimal selama satu tahun. Pekerjaan sebagai seorang agen asuransi berbeda
dengan karyawan pada umumnya, dimana agen asuransi memiliki kebebasan untuk
mempunyai pekerjaan lainnya atau menjadikan profesi sebagai agen asuransi menjadi