• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI OBAT TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENGOBATAN MANDIRI PADA PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperole

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI OBAT TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENGOBATAN MANDIRI PADA PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperole"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI OBAT

TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENGOBATAN MANDIRI PADA PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO

KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Agnes Endah Perwitasari

NIM : 038114079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

“Ta pi….in ila h pe t u a la n ga n ,

Ak u m e la n gk a h k e da la m r u a n g k e t ida k - t a h u a n ...

…. Ku sa da r i se pe n u h n ya , a da ba h a ya dise k it a r k u ....

... Ku a k u i le bih m e r u pa k a n ba ya n ga n k e t im ba n g

k e n ya t a a n , da n

se bu a h k e in gin a n a t a s k e le n ga n ga n lia r

di bu k it - bu k it se k it a r k u ”....

( Ch r is Be n in gt on )

Karya ini Kupersembahkan untuk : “Jesus Christ”... always good….all the time… …..”Mom & Dad”… ….” Sister n Brothers... ....”My beloved nephew”... Andhika Valerian Meyer... ….”My little sweetie that will come soon in the world”...

(5)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih, karunia dan

anugerah yang senantiasa diberikan kepada kita semua sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Informasi Obat

Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Mandiri Pada Penyakit Batuk Di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan (S.Far) Program Studi Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, arahan dan motivasi

selama penyusunan skripsi ini kepada :

1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Yosef Wijoyo, Apt., selaku dosen pembimbing skripsi atas segala

bimbingan, ilmu, nasehat dan masukan yang berharga selama penyusunan

skripsi ini.

3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen penguji atas masukan dan saran yang

berharga.

(6)

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., atas kesempatan untuk berdiskusi dan

masukan-masukannya.

5. Segenap dosen, karyawan, dan staf laboratorium Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma atas bimbingan, arahan, dan bantuan selama penulis

menempuh studi.

6. Warga Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta atas bantuan selama penyusunan skripsi, nilai

hidup, dan kesederhaan yang sudah ditularkan.

7. BAPPEDA Sleman dan semua aparatur pemerintahan Desa Argomulyo dan

Kecamatan Cangkringan yang telah memberikan ijin dan kesempatan dalam

penyusunan skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu di Wonosari yang telah bersusah payah dengan segala

pengorbanan, dorongan, dan doanya.

9. Kakak, adik serta keponakanku tercinta yang selalu memberi penghiburan dan

tawa serta semangatnya.

10.Teman-teman seperjuangan Farmasi angkatan 2003 yang selalu memberikan

bantuan, dorongan, motivasi, dan kebersamaan selama penulis menempuh

studi dan penyusunan skripsi ini.

11.Teman-teman Farmasi angkatan 2005 yang telah membantu dalam penelitian

skripsi ini dan bersama-sama mengalami perjuangan mengarungi Desa

Argomulyo.

(7)

12.Semua yang pernah datang dan pergi dalam kehidupan penulis, Dee, Ien-chan,

Leezh, teman-teman Ngopi di Grissee, Bjong ...Terima kasih telah membuat

penulis mengalami banyak rasa yang tidak tergantikan.

13.Seluruh pihak yang telah telah memberikan bantuan bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

Skripsi ini barulah sebagian dari usaha untuk menghimpun pengetahuan

dalam bidang Farmasi, karena itu penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini

masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Saran dan masukan yang

membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dalam penulisan selanjutnya.

Akhir kata, semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Mei 2009

Penulis

(8)
(9)

PENGARUH PEMBERIAN INFORMASI OBAT

TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PENGOBATAN MANDIRI PADA PENYAKIT BATUK DI DESA ARGOMULYO

KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN SLEMAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Agnes Endah Perwitasari 038114079

INTISARI

Perilaku mencari upaya penanganan masalah kesehatan di masyarakat adalah salah satu penerapan dari pengobatan mandiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang pengobatan mandiri penyakit batuk dan untuk mengetahui apakah dengan pemberian informasi menggunakan alat bantu visual berupa booklet akan meningkatkan pengetahuan masyarakat dan perilaku pengobatan sendiri pengobatan batuk.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental berupa

equivalent pre test and post test .yang dilakukan terhadap kelompok responden yang mendapat perlakuan Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah dengan penyebaran kuisioner. Responden merupakan kepala keluarga yang menggunakan obat untuk gejala batuk yang dialami. Metode sampling yang digunakan adalah systematic random sampling. Intervensi penelitian dilakukan dengan memberikan booklet. Setelah pemberian booklet tersebut dan diberi penjelasan secukupnya maka satu bulan kemudian responden diberikan suatu post-test menggunakan kuesioner yang sama pada saat pre-test. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji–t.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Penyuluhan obat dengan metode

pemberian booklet dapat meningkatkan pengetahuan responden tentang

pengobatan mandiri yang terlihat dari naiknya rata-rata tingkat pengetahuan responden secara signifikan sebesar 5,53%. 2. Peningkatan pengetahuan akan meningkatkan tindakan responden terhadap pengobatan mandiri yang terlihat dari naiknya rata-rata tindakan pengobatan mandiri responden secara signifikan sebesar 7,05 %.

Kata kunci : booklet, perilaku pengobatan mandiri, batuk

(10)

THE INFLUENCE OF GIVING DRUGS INFORMATION TOWARD THE INCREASING OF SELF-MEDICATION BEHAVIOR

ON COUGH DISEASE IN ARGOMULYO VILLAGE CANGKRINGAN SUBDISTRICT SLEMAN REGENCY

PROVINCE OF YOGYAKARTA SPECIAL REGION

Agnes Endah Perwitasari

038114079

Behaviour of finding out the efforts of health case management in society is one of the implementation of self-medication. The purpose of this research was to increase the comprehension on self-medication of cough disease and to know whether by providing information using visual assiting instrument by the shape of booklet will increase society’s knowledge and behaviour of self-medication to cough disease.

The design of research used was quasi experimental, i.e. equivalent pre test and post test, of which was conducted to the group of respondents that gained any treatment in Argomulyo Village, Cangkringan Subdistrict, Sleman Regency, Province of Yogyakarta Special Region.

The method used in data collection was spreading questionaire. Respondents were the patriarchies that used medication for the cough symptomps suffered. The method of sampling used was systematic random sampling. The intervention of research was conducted by giving booklet. After the giving of booklet and providing of adequate explanation, thus a month later, the respondents were given a post-test by using similar questionaire to those in pre-test. The result data of this resaerch was analyzed by using t-pre-test.

The conclusions from this research are: 1. The counseling of medication by method of giving booklet can increase the respondents’ knowledge concerning on self-medication seems from the increase of average level of respondents’ knowledge significantly of 5,53%. 2. The increase of comprehension will increase the respondents’ action to self-medication seems from the increase of average of respondent’s self-medication action significantly of 7,05%.

Keyword : booklet, self-medication behavior, cough

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Keaslian Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 10

A. Pengobatan Mandiri ... 10

B. Perilaku Masyarakat ... 12

(12)

C. Batuk ... 20

E. Obat Tanpa Resep ... 28

F. Landasan Teori ... 32

G. Hipotesis ... 32

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 33

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian ... 33

C. Definisi Operasional ... 34

D. Subyek Penelitian dan Kriteria Inklusi Penelitian ... 34

E. Populasi dan Besar Sampel ... 35

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

G. Instrumen Penelitian ... 37

H. Tata Cara Pengumpulan Data ... 40

I. Tata Cara Analisis Data ... 44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Demografi Responden ... 52

B. Gambaran Penyakit Batuk Yang Dialami, Langkah, Alasan dan Cara Pengobatan Mandiri yang Dilakukan Responden ... 56

C. Pengaruh Pemberian Informasi Obat terhadap Perilaku Pengobatan Mandiri Penyakit Batuk... 67

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

(13)

DAFTAR PUSTAKA ... 73

LAMPIRAN ... 77

BIOGRAFI PENULIS ... 114

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Tanda dan gejala penyakit yang dihubungkan

dengan batuk ... 26

Tabel II. Hasil Uji Validitas Instrumen Pengetahuan ... 41

Tabel III. Hasil Uji Validitas Instrumen Pengobatan Mandiri ... 42

Tabel IV. Hasil pengujian Normalitas ... 44

Tabel V. Interval Klasifikasi Pengetahuan ... 46

Tabel VI. Tendensi sentral variabel pengetahuan sebelum penggunaan booklet ... 46

Tabel VII. Tendensi sentral variabel pengetahuan sebelum penggunaan booklet ... 47

Tabel VIII. Tendensi sentral variabel pengetahuan setelah penggunaan booklet ... 47

Tabel IX. Interval Klasifikasi Perilaku Pengobatan Mandiri ... 49

Tabel X. Tendensi sentral variabel Perilaku Pengobatan Mandiri sebelum penggunaan booklet ... 49

Tabel XI Tendensi sentral variabel Perilaku Pengobatan Mandiri sebelum penggunaan booklet ... 50

Tabel XII. Tendensi sentral variabel Perilaku Pengobatan Mandiri sebelum penggunaan booklet ... 50

Tabel XIII. Hasil Uji-t Pengetahuan ... 66

Tabel XIV. Hasil Uji-t Tindakan Pengobatan Mandiri ... 66

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan ... 16

Gambar 2. Algoritma Pengobatan Sendiri Batuk ... 27

Gambar 3. Proses Penentuan Sampel ... 37

Gambar 4. Skema Kerangka Kuesioner ... 39

Gambar 5 Diagram Batang Pengetahuan ... 48

Gambar 6. Diagram Batang Perilaku Pengobatan Mandiri ... 51

Gambar 7 Distribusi Jenis Kelamin Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 52

Gambar 8. Distribusi Usia Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 53

Gambar 9. Distribusi Pendidikan Terakhir Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 54

Gambar 10. Distribusi Pekerjaan Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 55

Gambar 11. Distribusi Frekuensi Kejadian Batuk yang dialami oleh Responden di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ... 57

(16)

Gambar 12. Distribusi Langkah Responden dalam Menangani Batuk ... 58

Gambar 13. Distribusi Alasan Responden Melakukan Pengobatan Mandiri Pada

Penyakit Batuk ... 60

Gambar 14. Distribusi Penggunaan OTR yang Paling Sering Digunakan

Responden ... 61

Gambar 15. Distribusi Sumber Informasi Obat Batuk yang Digunakan

Responden ... 63

Gambar 16. Distribusi Tempat Responden Mendapatkan OTR ... 64

Gambar 17. Distribusi Alasan Responden Menggunakan OTR ... 65

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari BAPPEDA ... 77

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ... 78

Lampiran 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 84

Lampiran 4. Tabulasi Data Hasil Penelitian ... 88

Lampiran 5. Frekuensi Data Hasil Penelitian... 100

Lampiran 6. Hasil Uji Normalitas... 102

Lampiran 7. Hasil Uji T-berpasangan ... 103

Lampiran 8. Peta Kecamatan Cangkringan ... 106

Lampiran 9. Peta Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan ... 107

Lampiran 10. Booklet Mengenai Pemberian Informasi Tentang Batuk... 108

(18)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Sakit (illness) merupakan keluhan yang bersifat subjektif yang dirasakan

seseorang, sehingga berbeda dengan penyakit (disease) yang terjadi pada tubuh

(bersifat objektif). Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional menunjukkan bahwa

prevalensi penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan sebesar

26,24% di perkotaan dan 24,95% di pedesaan, dengan keluhan utama yaitu

demam, sakit kepala, batuk dan pilek (Anonim, 1998).

Perilaku pencarian pengobatan yang dilakukan oleh penduduk Indonesia

yang mengeluh sakit proporsi terbesar adalah pengobatan mandiri. Sisanya

mencari pengobatan medis dan tradisional (Anonim, 1998). Pengobatan mandiri

adalah tindakan mengobati diri sendiri dengan mnggunakan obat-obat tanpa resep

untuk mengatasi penyakit-penyakit ringan (minor illness) secara tepat dan

bertanggung jawab (Holt dan Hall, 1990). Sekarang ini semakin banyak

masyarakat memilih pengobatan sendiri. Menurut data yang diperoleh dari Survei

Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2001 diketahui bahwa 77,3 %

penduduk sakit di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan pengobatan

sendiri sebagai tindakan awal dalam mencari pengobatan (Handayani, 2003). Hal

ini disebabkan karena harga obat dan pelayanan kesehatan semakin mahal, banyak

produk-produk tanpa resep yang beredar, serta maraknya iklan obat di media

(19)

Kecenderungan pengobatan sendiri yang terus meningkat juga didukung

oleh beberapa faktor, antara lain : pengetahuan masyarakat tentang penyakit

ringan dan berbagai gejala serta pengobatannya, motivasi masyarakat untuk

mencegah atau mengobati penyakit ringan yang mampu dikenali sendiri,

ketersediaan atau kemudahan mendapatkan obat-obat yang dapat dibeli tanpa

resep dokter atau Obat Tanpa Resep/OTR (Over The Counter/OTC) secara luas

dan terjangkau untuk mengatasi penyakit ringan atau gejala yang muncul, serta

diterimanya pengobatan tradisional sebagai bagian dari sistem kesehatan

(Anonim, 1998).

Studi mengenai pengambilan keputusan untuk pencarian pengobatan sakit

umumnya menyangkut tiga pertanyaan pokok, yaitu sumber pengobatan apa yang

menurut anggota masyarakat mampu mengobati sakitnya, kriteria apa yang

dipakai untuk memilih salah satu dari beberapa sumber pengobatan yang ada, dan

bagaimana proses pengambilan keputusan untuk memilih sumber pengobatan

tersebut (Young, 1998). Sumber pengobatan di Indonesia menurut Kalengie

(1984) mencakup tiga sektor yang saling berhubungan yaitu pengobatan rumah

tangga atau pengobatan sendiri, pengobatan tradisional dan pengobatan medis

profesional. Dalam pengobatan sakit seseorang dapat memilih lima sumber

pengobatan, tetapi tindakan pertama yang paling banyak dilakukan adalah

pengobatan sendiri.

Keuntungan pengobatan sendiri adalah aman apabila digunakan sesuai

dengan petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan

(20)

intervensi tenaga kesehatan, biaya pembelian obat yang relatif lebih murah

daripada biaya pelayanan kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu

mengunjungi fasilitas/profesi kesehatan, kepuasan karena ikut berperan aktif

dalam pengambilan keputusan terapi, berperan serta dalam sistem pelayanan

kesehatan, menghindari rasa malu atau stress apabila harus menampakkan bagian

tubuh tertentu dihadapan tenaga kesehatan dan membantu pemerintah untuk

mengatasi keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat (Holt, 1990).

Adapun kekurangan pengobatan mandiri adalah obat dapat membahayakan

kesehatan apabila tidak digunakan sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan

waktu apabila salah menggunakan obat, kemungkinan kecil dapat terjadi reaksi

obat yang tidak diinginkan, misalnya sensitivitas, efek samping atau resistensi,

penggunaan obat yang salah akibat informasi yang kurang lengkap dari iklan obat,

tidak efektif akibat salah diagnosis dan pemilihan obat, dan sulit bertindak

objektif karena pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat

di masa lalu dan lingkungan sosialnya (Holt, 1990).

Pengobatan mandiri yang dilakukan oleh masyarakat dapat menjadi sangat

boros karena konsumsi obat-obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan, atau malah

bisa berbahaya misalnya karena penggunaan yang tidak sesuai aturan pakai.

Bagaimanapun, obat bebas dan obat bebas terbatas bukan berarti bebas efek

samping, sehingga pemakaiannya pun harus sesuai dengan indikasi, dosis, lama

pemakaian yang benar, disertai dengan pengetahuan pengguna tentang resiko efek

(21)

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan perundangan berkaitan

dengan pengobatan mandiri. Pengobatan mandiri hanya boleh menggunakan obat

yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas (Anonim, 1971).

Tanda golongan obat harus tercantum pada setiap kemasan obat (Anonim, 1983).

Semua obat yang termasuk golongan obat bebas dan obat bebas terbatas wajib

mencantumkan keterangan tentang kandungan zat berkhasiat, kegunaan, aturan

pakai dan pernyataan lain yang diperlukan pada setiap kemasannya (Anonim,

1993). Semua kemasan obat bebas terbatas wajib mencantumkan tanda peringatan

“apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” (Anonim, 1994). Jadi kesimpulan

pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan adalah penggunaan obat bebas atau

obat bebas terbatas sesuai dengan keterangan yang tercantum pada kemasannya.

Juga dalam Pedoman Periklanan Obat Bebas dinyatakan bahwa informasi obat

harus objektif, lengkap dan tidak menyesatkan, serta bermanfaat bagi masyarakat

dalam pemilihan obat bebas (Anonim, 1994).

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, Badan POM pada tahun

1996 menerbitkan buku Kompendia Obat Bebas sebagai pedoman untuk

melakukan pengobatan mandiri. Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan

dalam buku tersebut mencakup 4 kriteria ; (a) tepat golongan, yaitu menggunakan

obat yang termasuk golongan obat bebas (termasuk obat bebas terbatas), (2) tepat

obat, yaitu menggunakan obat yang termasuk kelas terapi yang sesuai dengan

keluhannya, (3) tepat dosis, yaitu menggunakan dosis obat dengan dosis dekali

dan sehari pakai sesuai dengan umur, dan (4) lama pengobatan terbatas, yaitu

(22)

Selanjutnya dalam buku Kompendia Obat Bebas disebutkan; (a)

pengobatan sendiri keluhan demam dan atau sakit kepala harus menggunakan obat

bebas yang termasuk kelas terapi antipiretika/analgetika (obat demam dan pereda

nyeri), dengan dosis sehari untuk orang dewasa 3 kali satu tablet, dan lama

pengobatan tidak boleh lebih dari dua hari, (2) pengobatan sendiri keluhan batuk

menggunakan obat bebas yang termasuk kelas terapi antitusif (pereda batuk) atau

ekpektoransia (pengencer dahak) dengan dosis sehari untuk orang dewasa 3 kali

satu tablet, dan lama penggunaan tidak boleh lebih dari 4 hari, (3) pengobatan

sendiri keluhan pilek menggunakan obat bebas yang termasuk kelas terapi obat

flu, dengan dosis sehari untuk orang dewasa 3 kali satu tablet, dan lama

pengobatan tidak boleh lebih dari 3 hari (Anonim, 1996).

Berdasarkan 4 kriteria tersebut, ternyata pengobatan sendiri yang

dilakukan oleh ibu-ibu di Kecamatan Tanjungbintang Kabupaten Lampung

Selatan, hanya 46,1 % yang sesuai dengan aturan (Supardi, 1997). Pengobatan

sendiri yang tidak sesuai dengan aturan, selain dapat membahayakan kesehatan,

juga mengakibatkan pemborosan waktu dan biaya karena harus melanjutkan

upaya pencarian ke pelayanan medis.

Upaya pengobatan sendiri juga umum dilakukan masyarakat ketika

terserang batuk dengan mengkonsumsi obat tradisional, menggunakan

obat-obat tanpa resep yang banyak terdapat di warung-warung, toko obat-obat dan apotek,

dan jika belum sembuh baru kemudian berobat ke dokter. Masyarakat yang

menderita batuk umumnya melakukan upaya pengobatan karena batuk membuat

(23)

Batuk merupakan penyakit yang umum diderita masyarakat. Mayoritas

batuk yang terjadi dalam masyarakat merupakan batuk akut dan batuk yang

self-limiting, sehingga banyak masyarakat menangani batuk dengan menggunakan

obat-obat over the counter (Everett, Kastelik, Thompson, dan Morice, 2007). Pada

tahun 2002, batuk menempati urutan kedua setelah pilek dengan persentase

sebesar 45,32 % sebagai penyakit yang paling banyak dikeluhkan di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (Anonim, 2003).

Problem seputar pengobatan sendiri relatif banyak tidak muncul ke

permukaan karena sesuai dengan konsep pengobatan sendiri bahwa tindakan

pengobatan sendiri oleh masyarakat tanpa intervensi dan pengawasan dari tenaga

kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengobatan sendiri sakir kepala,

demam, batuk dan pilek di Jawa Barat (Supardi dan Notosiswoyo, 2005)

menunjukkan bahwa pengobatan sendiri yang benar atau sesuai dengan aturan

masih rendah.

Perilaku masyarakat berkaitan dengan tindakan pengobatan sendiri dapat

ditingkatkan melalui penyuluhan kesehatan. Notoatmodjo (1993) membuktikan

bahwa penyuluhan kesehatan antara lain berhasil meningkatkan tindakan

pengobatan sendiri untuk kasus ISPA ringan pada anak balita di Jawa Timur dan

Sumatra Barat. Hasil penyuluhan yang terbaik dilakukan oleh tokoh masyarakat

dan petugas Puskesmas.

Metode penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh penyuluh Puskesmas

disesuaikan dengan unsur perilaku sasaran yang akan diubah, apakah unsur

(24)

sering dilakukan oleh penyuluh Puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan

adalah metode ceramah/tanya jawab (Anonim, 1991). Salah satu kelemahan

ceramah adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah beberapa lama

(Anonim, 1993). Alat bantu visual yang sering digunakan untuk meningkatkan

efektivitas ceramah adalah leaflet atau booklet (Anonim, 1991).

Dari uraian di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah

pemberian informasi obat dengan alat bantu visual berupa booklet dapat

meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam perilaku pengobatan mandiri

terhadap penyakit batuk dan apakah hal tersebut berpengaruh secara signifikan

terhadap perilaku pengobatan mandiri penyakit batuk khususnya di desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, permasalahan yang ingin dipecahkan adalah :

1. Apakah pemberian informasi obat dapat mempengaruhi perilaku pengobatan

mandiri penyakit batuk ?

C. Keaslian Penelitian

Penelitian ini melanjutkan penelitian Veronika Yuli Kurniasari yang berjudul

Hubungan antara Pengetahuan dan Tingkat Ekonomi dengan Tindakan

Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo Kecamatan

(25)

aspek peningkatan pengetahuan masyarakat setelah diberikan informasi tentang

pengobatan penyakit batuk dengan menggunakan obat batuk tanpa resep.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dalam hal rancangan penelitian,

pengambilan tahun, bulan, dan waktu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk

mencari pengaruh pemberian informasi obat dengan menggunakan alat bantu

visual berupa booklet terhadap peningkatan pengetahuan responden dan

hubungannya dengan peningkatan perilaku pengobatan mandiri.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi :

1. Manfaat teoritis

Sebagai gambaran Departemen Kesehatan setempat mengenai pentingnya

pemberian informasi obat kepada masyarakat sehingga dapat melakukan

kebijakan-kebijakan lebih lanjut untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat

mengenai kesehatan dan pentingnya informasi obat.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan oleh pihak-pihak terkait

(dokter, apoteker, departemen kesehatan) dalam menentukan tindak lanjut

pengobatan mandiri penyakit batuk yang dilakukan oleh masyarakat. Selain

itu juga, memberikan gambaran sejauh mana pengaruh pemberian informasi

obat dengan alat bantu visual berupa booklet terhadap perilaku pengobatan

mandiri penyakit batuk pada masyarakat di Desa Argomulyo Kecamatan

(26)

sehingga dapat memberi masukan untuk untuk kebijakan Departemen

Kesehatan dalam upaya penyuluhan obat kepada masyarakat.

E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian

informasi obat dengan alat bantu visual berupa booklet terhadap peningkatan

perilaku pengobatan mandiri penyakit batuk di Desa Argomulyo, Kecamatan

Cangkringan, Kabupaten Sleman, Propindi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian

informasi obat dengan alat bantu visual berupa booklet dapat memberikan

pengaruh terhadap perilaku responden dalam pengobatan mandiri penyakit

batuk yang berupa peningkatan pengetahuan dan tindakan responden dalam

(27)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengobatan Mandiri

Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan orang awam untuk

mengatasi sakit atau keluhan yang dialaminya tanpa bantuan tenaga ahli

medis/tradisional (Anonim, 2004). Definisi pengobatan mandiri menurut The

International Pharmaceutical Federation (FIP) dan The World Self-Medication

Industry (WSMI) adalah penggunaan obat tanpa resep dokter oleh masyarakat

yang dilakukan sesuai dengan inisiatif mereka sendiri (Anonim, 1999). Beberapa

pustaka menyebutkan definisi pengobatan mandiri yang berbeda-beda, tetapi yang

sering dipakai secara luas adalah pengobatan menggunakan obat tanpa resep.

Terkait dengan penyakitnya, maka yang termasuk dalam lingkup pengobatan

sendiri adalah minor illness atau gejala yang mampu dikenali sendiri oleh

penderita.

Pengobatan mandiri bertujuan untuk peningkatan kesehatan, pengobatan

sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter

(Supardi, 1997). Pengobatan mandiri juga bertujuan untuk menolong diri sendiri

dalam mengatasi masalah atau gangguan kesehatan ringan, misalnya batuk, pilek,

demam, sakit kepala, maag, gatal-gatal dan lain-lain (Anonim, 2006).

Hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri

antara lain memahami masalah kesehatan yang sedang dihadapi, perlu atau tidak

(28)

ataukah obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala, dan

sebagainya (Anonim, 2001).

Menurut Covington (2000), perawatan dan pengobatan mandiri

dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. perilaku konsumen, antara lain penghargaan terhadap nilai kesehatan, motivasi

dan tanggung jawab untuk mempelajari penyakit yang diderita dan cara

perawatannya, keseriusan penerimaan penyakit yang berpengaruh pada

keputusan tipe perawatan kesehatan yang dipilih serta pengaruh dari orang

lain (teman, keluarga dan tenaga kesehatan).

2. karakter demografi, meliputi usia, jumlah keluarga, jenis kelamin dan status

sosial dan ekonomi dari masyarakat yang tinggala dalam suatu wilayah atau

daerah tertentu.

3. keadaan ekonomi, meliputi status ekonomi seseorang, biaya perawatan

kesehatan (produk dan pelayanan), ketersediaan dan kemudahan mendapatkan

produk perawatan kesehatan.

4. pendidikan dan pengetahuan konsumen, meliputi tersedianya informasi yang

berguna dari farmasis atau tenaga kesehatan lainnya maupun dari media

informasi dan label dalam kemasan obat, serta adanya alternatif perawatan

(29)

Suatu survei yang pernah dilakukan di Amerika Serikat menyebutkan bahwa

terjadi peningkatan perilaku pengobatan mandiri di kalangan masyarakat dengan

beberapa parameter yaitu :

1. tingkat kepuasan konsumen terhadap keputusan mereka sendiri dalam

mengatasi masalah kesehatannya

2. kecenderungan melakukan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep untuk

mengatasi gejala yang dirasakan dan penyakit ringan yang umum diderita

3. keyakinan bahwa obat tanpa resep aman digunakan apabila dipakai sesuai

petunjuk

4. keinginan agar beberapa obat yang saat ini harus diperoleh dengan resep

dokter, diubah menjadi tanpa resep

5. kesadaran membaca label sebelum memilih dan menggunakan obat tanpa

resep, terutama mengenai aturan pakai dan cara pakai serta efek samping obat

(Pal, 2002).

B. Perilaku Masyarakat

1. Definisi

Perilaku masyarakat dalam pengobatan mandiri dapat disebut sebagai

perilaku konsumen. Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu

yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan

barang-barang dan jasa-jasa termasuk didalamnya proses pengambilan

keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut

(30)

2. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perilaku masyarakat

Faktor-faktor yang mempengaruhi individu dalam mengambil

keputusan yaitu faktor internal yang berasal dari individu itu sendiri dan faktor

eksternal yang berasal dari luar individu. Faktor internal terdiri dari motivasi,

pengamatan, belajar, kepribadian dan konsep diri, serta sikap. Faktor eksternal

terdiri atas kebudayaan, adanya perbedaan tingkat sosial, keluarga dan

individu itu sendiri (Dhammesta dan Handoko, 2000).

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku masyarakat

menurut Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

a. Faktor budaya. Perilaku manusia sangat ditentukan oleh kebudayaan yang

melingkupinya, dan pengaruhnya akan selalu berubah setiap waktu sesuai

dengan kemajuan atau perkembangan zaman dari masyarakat tersebut

b.Faktor kelas sosial. Masyarakat Indonesia pada dasarnya dapat

dikelompokkan dalam tiga kelas sosial, yaitu golongan atas, golongan

menengah, dan golongan rendah. Perilaku konsumen antara kelas sosial

yang satu akan sangat berbeda dengan kelas lain karena menyangkut

aspek-aspek sikap yang berbeda-beda.

c. Faktor kelompok sosial. Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang

menjadi tempat individu-individu berinteraksi satu sama lain. Ada 3 bentuk

kelompok sosial yang terjadi di dalam masyarakat yaitu kelompok primer,

sekunder, formal dan informal. Kelompok primer adalah keluarga,

kelompok teman-teman dekat dan teman sekerja yang selalu melibatkan

(31)

dari banyak orang dan hubungan diantara anggota tidak perlu saling

mengenal secara pribadi. Kelompok formal adalah kelompok yang

mempunyai peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan

untuk mengatur hubungan antar anggotanya, sedangkan kelompok informal

adalah kelompok yang tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu.

d. Faktor kelompok referensi. Kelompok referensi adalah kelompok sosial

yang menjadi ukuran seseorang untuk membentuk kepribadian dan

perilakunya. Kotler (1997) menjelaskan bahwa kelompok referensi adalah

kelompok yang memiliki pengaruh langsung terhadap sikap atau perilaku

seseorang.

e. Faktor keluarga. Keluarga memainkan peran terbesar dan terlama dalam

pembentukan sikap dan perilaku manusia. Menurut Kotler (1997) keluarga

adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam

masyarakat.

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku masyarakat menurut

Dhammesta dan Handoko (2000) adalah sebagai berikut.

a. Faktor motivasi. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang

mendorong individu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai

suatu tujuan. Motivasi seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang

diarahkan pada tujuan untuk mencapai sasaran kepuasan.

b. Faktor pengalaman. Pengalaman merupakan proses ketika manusia

menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Hasil dari

(32)

suatu produk yang akan menciptakan proses pengamatan dan perilaku

pembelian yang berbeda-beda.

c. Faktor belajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku

yang terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Proses belajar terjadi

karena adanya interaksi antara manusia yang bersifat individual dengan

lingkungan khusus tertentu. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi

apabila konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan, atau

sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk

yang kurang baik.

d. Faktor kepribadian dan konsep diri. Kotler (1997) berpendapat bahwa setiap

orang memiliki kepribadian yang berbeda yang mempengaruhi perilaku

pembeliannya. Kepribadian merupakan karakteristik psikologis yang

berbeda dari seseorang yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten

atau bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian berkaitan dengan

konsep diri atau citra pribadi. Konsep pribadi konsumen berhubungan

dengan citra merek suatu produk yang digunakan.

e. Faktor sikap. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau

menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya. Sikap adalah

evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang

menggantung atau tidak diuntungkan yang bertahan lama dari seseorang

terhadap obyek atau gagasan tertentu (Kotler, 1997).

Pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pemilihan

(33)

mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan keputusan yang

terbaik. Setiap keputusan yang diambil bertumpu pada beberapa kemungkinan

atau alternatif untuk dipilih dimana setiap alternatif membawa konsekuensi

(Suryani dan Ramdhani, 1998).

Intelligence (penelusuran masalah)

Design (perancangan penyelesaian masalah)

Choice (pemilihan tindakan)

Implementation (pelaksanaan tindakan)

Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan (Suryani dan Ramdhani, 1998)

Keputusan (decision) berarti pilihan (choice) yaitu pilihan dari dua atau

lebih alternatif kemungkinan. Keputusan yang diambil berdasarkan

pertimbangan situasional merupakan yang terbaik. Keputusan merupakan

sebuah kesimpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan terhadap

satu kemungkinan yang dipilih sementara yang lain dikesampingkan (Suryani

dan Ramdhani, 1998).

Empat faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara

psikologis seseorang adalah sebagai berikut (Ahmadi, 1998).

a. Pengalaman pribadi. Keputusan akan lebih mudah terbentuk apabila

(34)

situasi yang demikian, penghayatan pengalaman pribadi akan lebih

mendalam dan lebih lama membekas dalam ingatan.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Seseorang yang dianggap

penting dan diharapkan persetujuannya bagi setiap tingkah laku dan

pendapat, akan banyak mempengaruhi pengambilan keputusan yang

dilakukan terhadap segala sesuatu. Orang yang dianggap penting bagi

individu antara lain orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi,

teman sebaya, teman dekat, guru, dan teman kerja.

c. Pengaruh kebudayaan. Kebudayaan tanpa disadari telah menanamkan arah

keputusan terhadap berbagai masalah. Hanya kepribadian individu yang

telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan

dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh individu.

d. Pengaruh faktor emosional. Suatu keputusan yang diambil seringkali

merupakan pernyataan yang didasari emosi, yang berfungsi sebagai

penyaluran perasaan atau ego dalam diri seseorang.

3. Teori aksi Max Weber

Max Weber pertama kali mengembangkan teori aksi atau yang dikenal

sebagai teori bertindak. Max Weber berpendapat bahwa individu melakukan

suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan

penafsiran atas suatu objek, stimulus dan situasi tertentu (Sarwono, 1997).

Teori Max Weber dikembangkan oleh Talcott dan Parson yang menyatakan

(35)

perilaku, sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif

(Sarwono, 1997).

Tingkatan individu dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial,

sistem budaya, dan sistem kepribadian dari masing-masing individu (Sarwono,

1997). Keterkaitan individu dengan sistem sosialnya melalui status dan

perannya. Individu menduduki suatu tempat dalam setiap sistem sosial dan

bertindak sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh sistem aturan

tersebut. Perilaku individu juga ditentukan oleh sistem aturan tersebut dan

kepribadiannya.

4. Perilaku kesehatan

Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa perilaku masyarakat dalam

pengobatan mandiri dapat disebut sebagai perilaku kesehatan. Perilaku

kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau

suatu objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Perilaku kesehatan

diklasifikasikan menjadi (Notoatmodjo, 2007) :

a. perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit bila sakit, dan pemulihan

kesehatan bila telah sembuh dari penyakit

b. perilaku peningkatan kesehatan yang seoptimal mungkin apabila seseorang

dalam keadaan sehat

c. perilaku gizi, makanan, dan minuman agar dapat memelihara dan

(36)

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang

sangat luas. Bloom (1908) membagi perilaku manusia ke dalam 3 ranah, yang

kemudian dalam perkembangannya menjadi :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan

dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi

materi yang ingin diukur dari responden.

b. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap

merupakan kesiapan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan

motif tertentu. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung.

c. Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk

mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan

(37)

lampau (recall). Dapat juga dilakukan secara langsung dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Dhammesta dan Handoko (2000) menyatakan bahwa pengetahuan

adalah unsur-unsur yang mengisi akal dan jiwa seseorang secara sadar di

dalam otak. Pengetahuan akan menimbulkan suatu gambaran, persepsi,

konsep dan fantasi terhadap segala hal yang diterima dari lingkungan melalui

panca indranya. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sebelum seseorang

mengadopsi perilaku, maka terlebih dahulu harus mengetahui arti dan manfaat

perilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya (Dhammesta dan Handoko,

2000).

C. Batuk 1. Definisi

Batuk adalah suatu aksi dari tubuh untuk membersihkan substansi yang

mengiritasi saluran pernafasan (Anonim, 2006). Batuk dapat merupakan tindakan

yang disengaja atau tidak disengaja (refleks) terhadap rangsangan saluran

pernafasan melalui pusat pernafasan di otak (Kuswibawati, 2000). Refleks batuk

dapat ditimbulkan oleh sebab mekanis seperti asap rokok, debu, tumor, perubahan

suhu secara mendadak, juga rangsangan kimiawi seperti gas, bau-bauan,

peradangan atau infeksi dan alergi (Tjay dan Raharja, 2002).

Batuk merupakan penyakit yang umum diderita manusia. Masyarakat yang

menderita batuk umumnya melakukan upaya pengobatan karena batuk membuat

(38)

akan batuk bervariasi, batuk dapat menganggu jika timbulnya mendadak terutama

disertai nyeri dada, sesak nafas atau dahak yang banyak (Kuswibawati, 2000)

2. Etiologi

Hidayat (2001) menyatakan bahwa batuk dapat terjadi karena rangsangan

mekanis seperti asap dan debu atau rangsangan kimiawi seperti dahak, gas, dan

bau. Radang saluran pernafasan dan alergi juga merupakan penyebab batuk, selain

itu batuk merupakan salah satu gejala akan timbulnya penyakit lain seperti asma,

flu dan TBC. Batuk dapat ditimbulkan oleh stimulasi infeksi (peradangan),

mekanis, kimiawi, dan termal (suhu) pada reseptor batuk (Tjay dan Rahardja,

2002).

Stimulasi infeksi ditimbulkan oleh peradangan lapisan mukosa (lendir)

saluran pernapasan, seperti pada penyakit influenza, bronchitis yang disebabkan

oleh bakteri atau virus, dan merokok yang berlebihan (Bryant dan Lombardy,

1990). Batuk yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus ini biasanya disertai

pilek, hidung tersumbat. Hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan untuk

penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus, sehingga hanya

diberikan pengobatan untuk menghentikan gejalanya. Pada keadaan ini apabila

tidak disertai dengan suhu tubuh yang meningkat, biasanya penderita bisa mencari

pengobatan sendiri untuk menghentikan gejalanya (Weinberger dan Braunwald,

2001).

Stimulasi mekanis ditimbulkan oleh karena masuknya partikel-partikel

kecil seperti debu, dan oleh karena penekanan atau tegangan saluran pernapasan

(39)

jaringan paru yang disebabkan jaringan perut, atau edema paru yaitu adanya

cairan dalam paru (Tjay dan Rahardja, 2002).

Rangsang kimiawi dapat terjadi akibat kemasukan gas yang bersifat iritatif

termasuk asap rokok dan gas kimia. Banyak obat yang bisa menimbulkan efek

yang merugikan pada sistem respirasi dan menyebabkan batuk. namun demikian,

batuk sendiri bisa merupakan efek samping dari obat. Pada 10% pasien, batuk

disebabkan oleh induksi beberapa obat-obatan seperti penghambat

angiotensin-converting enzyme atau disingkat menjadi ACE inhibitors (Tietze, 2004). Pada

5-20% pasien yang menggunakan ACEI mengeluhkan terjadinya batuk non

produktif, hal ini dapat dihubungkan dengan akumulasi bradikinin dan substansi P

yang seharusnya terdegradasi oleh ACE. Β-adrenergic blockers yang diberikan

secara optalmik maupun sistemik juga dapat memicu terjadinya batuk pada pasien

dengan penyakit saluran pernapasan yang obstruktif seperti asma atau Chronic

Obstructive Pulmonary Disease yang disingkat COPD (Weinberger dan

Braunwald, 2001). Rangsang termal ditimbulkan karena dingin atau panas (Tjay

dan Rahardja, 2002).

Batuk akut biasanya disebabkan oleh infeksi virus pada saluran

pernapasan atas, misalnya pada common cold. Batuk sub akut disebabkan oleh

batuk post-infectius, sinusitis oleh bakteri, dan asma. Penyebab penyakit batuk

kronis yang paling sering pada pasien yang tidak merokok adalah sindrom

post-nasal drip, asma, penyakit refluks gastroesophageal (Tietze, 2004).

Ada dua tipe batuk, yang pertama adalah batuk produktif yang berfungsi

(40)

boleh ditekan, tipe batuk yang kedua adalah batuk non produktif yang berfungsi

mengeluarkan iritan dan dalam pengobatannya dapat ditekan (Bryant dan

Lombardy, 1990).

3. Mekanisme

Refleks batuk diakibatkan oleh rangsangan dari selaput lendir saluran

pernafasan yang terletak di beberapa bagian dari tenggorokan yaitu epiglottis,

larynx, trachea, dan bronchi (Tjay dan Rahardja, 2002). Batuk dimulai dengan

tarikan nafas yang dalam dan diikuti penutupan glotis (katup tenggorokan),

relaksasi diafragma, dan kontraksi otot-otot yang melawan glotis yang tertutup,

sehingga menghasilkan tekanan dalam saluran pernafasan dan dalam dada

meningkat maksimal dan menyebabkan penyempitan tenggorokan. Ketika glotis

terbuka terjadi kombinasi perbedaan tekanan yang besar antara saluran pernafasan

dengan udara luar yang disertai penyempitan tenggorokan yang akan

menghasilkan aliran udara yang sangat kuat. (Tietze, 2000).

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase

inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi

sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan

meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan

ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Udara akan keluar dan

menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan

(41)

4. Tanda dan Gejala

Batuk ditandai dengan adanya gatal pada tenggorokan, tenggorokan sakit,

reflek batuk dan postnasal drip. Sedangkan batuk yang disebabkan oleh bakteri,

virus maupun jamur diawali dengan tenggorokan serak dan kering yang kemudian

keluar sputum dengan disertai reflek batuk yang pendek. Selain demam, nyeri

dada dan kongesti, infeksi pada batuk juga ditandai adanya dahak yang berwarna,

bukan bening maupun putih (Feinstein, 1994).

5. Tipe-tipe Batuk

Batuk terbagi atas batuk produktif dan batuk nonproduktif. Batuk

produktif (batuk berdahak) merupakan batuk dengan disertai pengeluaran sekret

dari saluran pernapasan bawah yang bila ditahan untuk tidak dikeluarkan dapat

menurunkan kemampuan jalan pernapasan dan paru-paru dalam melawan infeksi.

6. Penatalaksanaan Terapi

a. Tujuan terapi

Tujuan terapi dari batuk produktif adalah mengeluarkan dahak sedangkan tujuan terapi untuk batuk non produktif adalah menekan batuk (Tietze, 2000).

b. Strategi terapi

Terapi non farmakologi atau modifikasi gaya hidup cukup efektif dalam mengatasi batuk seperti : anjuran untuk berhenti merokok, memperbanyak

konsumsi air putih setidaknya 10 gelas sehari, mengurangi konsumsi makanan

yang bersifat panas seperti goreng-gorengan dan sambal, mengkonsumsi permen

(42)

akan menurunkan frekuensi batuk, dianjurkan untuk bernafas di uap air panas agar

perjalanan udara di tenggorokan menjadi lancar dan lega, berolahraga secara

teratur agar tubuh tetap prima (Anonim, 2005).

Terapi farmakologi dapat menggunakan obat-obatan penekan batuk dan

obat-obat yang mempermudah ekspektorasi tergantung jenis batuk yang dialami

(Walsh, 1997). Obat batuk secara garis besar dapat digolongkan menjadi :

1) Antitusif

Antitusif adalah golongan obat batuk yang bersifat menekan batuk.

Mekanisme kerja obat ini adalah dengan menekan pusat-pusat batuk sacara

langsung, baik yang berada di medulla atau mungkin bekerja terhadap pusat

syaraf (otak) dengan efek menenangkan (Wijoyo, 2000). Golongan antitusif

meliputi kodein, dekstrometorfan, dan difenilhidramin.

2) Ekspektoran

Obat golongan ini merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas dan

digunakan untuk meringankan batuk berdahak dan batuk produktif.

Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan

selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran nafas (Wijoyo,

2000).

3) Mukolitik

Mukolitik adalah golongan obat batuk yang mekanisme kerjanya hampir sama

dengan ekspektoran. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan sekret saluran

nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan

(43)

batuk dengan dahak yang kental sekali seperti pada bronchitis. Mukolitik

mempermudah pengeluaran dahak yang telah menjadi lebih encer melalui

proses batuk (Tjay dan Raharja, 2000).

Tabel I. Tanda dan gejala penyakit yang dihubungkan dengan batuk

Penyakit Tanda dan Gejala

Infeksi Virus pada Saluran

Pernafasan Bersin, radang tenggorokan, rhinorhea

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Suhu tubuh diukur dari mulut sekitar 38,60C, sekret mukus yang kental, bernanah atau berwarna keruh, keringat dingin saat malam

Postnasal Drip Drainase mukus dari hidung, pembersihan tenggorokan berkali-kali

Asma

Sesak nafas, batuk terutama pada waktu malam, batuk sebagai respon terhadap iritan seperti debu, asap ataupun serbuk sari

COPD Batuk produktif setiap hari selama setidaknya 3

bulan, setidaknya selama dua tahun berturut-turut Penyakit Refluks

Gastroesophageal

Merasa jantung terbakar, memburuk dalam keadaan terlentang, meningkat pada penggunaan obat rendah asam

Gagal Jantung Kongestif Lelah, bengkak, susah bernafas

Pengobatan sandiri dengan menggunakan obat batuk bebas maupun obat

bebas terbatas ditujukan untuk batuk yang self-limiting (Li, 1990). Pengobatan

sendiri tidak dianjurkan untuk batuk yang merupakan tanda dan gejala penyakit

(44)

Pasien menderita batuk

Mengetahui riwayat medis dan riwayat pengobatan, termasuk penggunaan lain obat alternatif, baik yang digunakan rutin, digunakan sebelumnya, dan mengetahui frekuensi/lama penggunaan obat

a. Batuk dengan dahak berwarna hijau atau berwarna kuning kental

b. Demam lebih dari 38,60C

c. Keringat berlebih pada waktu malam

d. Mempunyai riwayat maupun gejala penyakit kronis ( ya ) yang berhubungan dengan batuk (seperti asma, COPD,

bronkitis kronis, gagal jantung,kongestif) Hubungi dokter

e. Terdapat benda asing pada pernafasan

f. Batuk yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat g. Batuk lebih dari 7 hari

h. Batuk yang memburuk selama pengobatan sendiri

(tidak)

Apakah merupakan batuk kering? ( ya )

(tidak)

Mulai pengobatan dengan ekspektoran dan terapi non farmakologi yang dapat

dilakukan, misalnya dengan menggunakan Apakah gejala membaik?

uap atau dengan banyak minum air hangat.

Bila batuk mengganggu tidur atau kerja, ( ya ) (tidak)

pengobatan dapat dikombinasikan dengan

antitusif. Evaluasi kembali dalam 7 hari Lanjutkan pengobatan sampai Hubungi batuk hilang. Evaluasi kembali dokter jika diperlukan

Mulailah pengobatan dengan antitusif, lozenges dan antitusif topical lainnya. Evaluasi kembali dalam 7 hari

Gambar 2. Algoritma Pengobatan Sendiri Batuk (Tietze, 2004) Gambar 2. Algoritma Pengobatan Sendiri Batuk (Tietze, 2004)

Pengobatan sendiri juga tidak dianjurkan untuk infeksi saluran pernafasan

atas akut yang disebabkan oleh virus, dikarenakan pengobatan terhadap infeksi

akut yang tidak sesuai dapat menimbulkan keparahan penyakit dan menyebabkan

dampak serius. Dan pasien dengan perkecualian dalam melakukan pengobatan Pengobatan sendiri juga tidak dianjurkan untuk infeksi saluran pernafasan

atas akut yang disebabkan oleh virus, dikarenakan pengobatan terhadap infeksi

akut yang tidak sesuai dapat menimbulkan keparahan penyakit dan menyebabkan

(45)

sendiri penyakit batuk seperti yang terlihat dalam algoritma (Gambar 2)

direkomendasikan untuk menghubungi dokter (Tietze, 2004).

Dalam melakukan pengobatan mandiri batuk, obat tanpa resep pilihan

yang dapat digunakan untuk batuk nonproduktif adalah kodein atau

dekstrometorfan, tetapi bukan merupakan pilihan obat bagi pasien yang

menggunakan penghambat MAO. Difenhidramin merupakan pilihan yang lebih

baik untuk batuk yang berhubungan dengan alergi (Tietze, 2004).

D. Obat Tanpa Resep

Obat tanpa resep didefinisikan sebagai obat yang digunakan untuk

pengobatan sendiri dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan, meringankan

gejala minor, dan mencegah penyakit (Widijapranata, 1997). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1 tentang

Registrasi Obat Jadi, menyatakan bahwa obat jadi adalah sediaan atau panduan

bahan-bahan termasuk produk biologi dan kontrasepsi yang siap digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, dan

peningkatan kesehatan. Obat Wajib Apotek (OWA) berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan No.347/MENKES/SK/VII/1990 adalah obat keras yang dapat

diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.02396/A/SK/VII/1986

Pasal 3 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G, tanda khusus untuk obat

keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam

(46)

registrasi DKL, contohnya : Amoxan ® kapsul, Fargoxin ® tablet, Decamet ®

tablet.

Obat-obat yang termasuk obat tanpa resep menurut Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 2380/A/SK/VI/1983 Pasal 3 tentang Tanda

Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas adalah sebagai berikut.

a. Kelompok obat bebas. Obat bebas adalah obat-obat yang dapat dibeli secara

bebas, tanpa resep dokter dan dapat dibeli di apotek, toko obat maupun

warung-warung (Sartono, 1993b). Sebagai tanda obat bebas, pada

pembungkusnya diberi tanda khusus yaitu warna hijau di dalam lingkaran

hitam. Golongan obat bebas ini biasanya tidak membahayakan jiwa. Obat

bebas mempunyai kode registrasi DBL, contohnya : Pamol ® sirup, Panadol

® kaplet, Oskadon ® tablet, New Diatabs ® tablet, Laserin ® sirup, Dexanta

® tablet.

b. Kelompok obat bebas terbatas. Obat bebas terbatas adalah obat-obat yang

dapat diperjualbelikan secara bebas dengan syarat hanya jumlah yang telah

ditentukan dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda peringatan ditulis

dengan huruf putih diatas kertas yang umumnya berwarna hitam. Tanda

lainnya adalah pada pembungkusnya diberi tanda khusus berwarna biru di

dalam lingkaran hitam. Obat bebas terbatas mempunyai kode registrasi DTL,

contohnya : Komix ® sirup, Vicks Formula 44 ® sirup, Konidin ® tablet,

OBH Combi Plus ® sirup, Benadryl ® sirup, Wood’s Antitussive ® sirup,

(47)

Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.919/MENKES/PER/X/1993 Pasal 2

adalah :

a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah

usia 2 tahun, dan orang tua diatas 65 tahun

b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit

c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan

d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia

e. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Pengobatan mandiri dengan obat tanpa resep menurut Holt dan Hall

(1990) hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya pada

kasus :

a. perawatan simtomatik minor, misalnya badan terasa tidak enak maupun

cedera ringan

b. penyakit self-limiting misalnya flu dan sakit kepala

c. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan, misalnya mabuk perjalanan

dan kutu air

d. penyakit kronis yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau tenaga

(48)

Pengobatan dengan menggunakan obat tanpa resep tidak bisa dilakukan

secara sembarangan walaupun kelihatannya sederhana. Prinsip-prinsip atau

rambu-rambu yang harus diperhatikan dan ditaati dalam penggunaan obat tanpa

resep menurut Anonim (2006) adalah :

a. tepat dalam penentuan indikasi atau penyakit

b. tepat menilai kondisi penderita

c. tepat dalam memilih obat (efektif, aman, dan ekonomis)

d. tepat dosis

e. tepat cara pemberian obat

f. waspada terhadap efek samping dan interaksi obat

g. tepat tindak lanjut, bila keluhan bertambah parah atau timbul efek yang tidak

diinginkan.

Obat-obat yang beredar di masyarakat harus mempunyai penandaan yang

jelas, terutama untuk obat tanpa resep. Penandaan itu sendiri menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.949/MENKES/PER/VI/2000 Pasal 1

tentang Registrasi Obat Jadi adalah keterangan lengkap mengenai obat jadi,

khasiat, keamanan, cara penggunaannya, serta informasi lain yang dianggap perlu

yang dicantumkan pada etiket, brosur, dan kotak yang disertakan pada obat jadi.

Penandaan itu berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin

penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Kriteria lain yang harus

dipenuhi obat tanpa resep adalah tidak menimbulkan kecanduan dan

(49)

salah dalam penggunaannya, dan tidak mendorong penyalahgunaan (Donatus,

2000).

E. Landasan Teori

Perilaku pengobatan mandiri dapat ditingkatkan melalui penyuluhan

kesehatan. Notoatmojo (1993) membuktikan bahwa penyuluhan kesehatan antara lain

berhasil meningkatkan tindakan pengobatan sendiri untuk kasus ISPA ringan apada

anak balita di Jawa Timur dan Sumatra Barat. Metode penyuluhan kesehatan yang

paling sering dilakukan adalah metode ceramah atau tanya jawab. Salah satu

kelemahan ceramah adalah pesan yang terinci mudah dilupakan setelah berepa lama.

Alat bantu visual yang sering digunakan untuk meningkatkan efektivitas ceramah

adalah leaflet dan booklet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah

pengaruh pemberian informasi obat dengan alat bantu visual berupa booklet terhadap

peningkatan perilaku pengobatan mandiri pada penyakit batuk di Desa Argomulyo,

Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan adanya pemberian informasi obat

terhadap responden, maka :

H0 = tidak terdapat peningkatan peningkatan perilaku pengobatan mandiri

penyakit batuk.

H1 = terdapat peningkatan perilaku pengobatan mandiri terhadap penyakit

(50)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi experimental berupa

equivalent pre test and post test ( Lwanga & Lemeshow, 1991)

Metode yang digunakan dalam pengambilan data adalah menggunakan

kuisioner. Kuisioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan

daftar pertanyaan kepada responden, dengan harapan mereka akan memberikan

respon atas daftar pertanyaan tersebut (Umar, 2003).

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek penelitian atau

gejala yang diteliti. Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi :

1. Variabel bebas dari penelitian ini pemberian informasi obat.

2. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah perilaku pengobatan mandiri

responden pada penyakit batuk.

3. Variabel pengacau pada penelitian ini adalah informasi obat yang didapatkan

dari media lain seperti media elektronik dan juga dari lingkungan sekitarnya.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten

(51)

D. Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah sesuatu yang dihasilkan setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dan penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

perasa, dan peraba.

2. Perilaku pengobatan mandiri adalah respon seseorang yang berupa usaha

untuk mengobati diri sendiri dengan mnggunakan obat-obat tanpa resep untuk

mengatasi penyakit-penyakit ringan (minor illness) secara tepat dan

bertanggung jawab.

3. Batuk adalah suatu refleks fisiologi tubuh untuk membersihkan aliran

pernapasan dari benda-benda asing yang menyebabkan tenggorokan terasa

gatal.

4. Obat tanpa resep adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan

penggunaannya untuk pengobatan sendiri.

5. Booklet adalah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan

dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar.

E. Subyek Penelitian dan Kriteria Inklusi Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala

keluarga (ibu atau bapak) yang merupakan penduduk di Desa Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa

(52)

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (ibu atau

bapak) yang merupakan penduduk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan

Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Data

Monografi Tahun 2005. Digunakan Data Monografi Tahun 2005 karena data ini

merupakan data terbaru yang dimiliki oleh Kantor Kelurahan Argomulyo

Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.

F. Populasi dan Besar Sampel

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari manusia,

benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, atau peristiwa-peristiwa

sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dari suatu penelitian

(Nawawi, 1998). Populasi yang juga merupakan sample frame pada penelitian ini

adalah semua kepala keluarga (ayah atau ibu) yang merupakan penduduk di Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta berdasarkan Data Monografi Tahun 2005. Jumlah kepala

keluarga di Desa Argomulyo menurut Data Monografi tahun 2005 adalah 2251.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang menjadi sumber data

sebenarnya dalam penelitian (Nawawi, 1998). Sampel dalam penelitian ini adalah

sebagian kepala keluarga (ayah atau ibu) yang merupakan penduduk Desa

Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta berdasarkan Data Monografi Tahun 2005 yang dipilih

(53)

Jumlah sampel berdasarkan ketentuan rumus dari Notoatmodjo (2002)

adalah sebagai berikut :

di mana n = besar sampel yang diambil

N = besar populasi = 2251 KK

d = tingkat signifikansi (pada penelitian ini digunakan signifikansi 10%).

Menurut aturan perhitungan, sampel yang digunakan minimal adalah 96

responden dan ditambah kurang lebih 30% dari total sampel untuk mengantisipasi

kemungkinan yang dapat menghambat penelitian. Total responden yang

digunakan sebagai sampel adalah 140 responden.

G. Teknik Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel systematic

random sampling. Sampel sebanyak 140 responden dari populasi sebesar 2251

kepala keluarga didapat dengan cara mempersiapkan kerangka pencuplikan

(sampling frame). Sampling frame berupa daftar yang menunjukkan semua satuan

dimana cuplikan akan dipilih, disusun berdasarkan urutan penomoran pedukuhan

pada peta desa, kemudian dari masing-masing pedukuhan disusun menurut

kronologi alfabeth nama Kepala Keluarga (KK). Desa Argomulyo sendiri terbagi

(54)

Ditulis alfabet dari A sampai Z untuk masing-masing kelurahan (sebanyak 22 x 26 alfabet = 572 undian)

Terdapat undian dengan huruf A sampai Z yang mewakili nama depan kepala keluarga masing-masing kelurahan sehingga terdapat 22 kelompok alfabet

Dari 572 undian tersebut diambil 140 sampel secara acak yang berupa alfabet huruf depan dari nama kepala keluarga di desa Argomulyo

Gambar 3. Proses Penentuan Sampel

H. Instrumen Penelitian

1. Kuesioner

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa lembar kuesioner.

Kuesioner adalah suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar

pertanyaan kepada respoden, dengan harapan mereka akan memberikan

respon atas daftar pertanyaan tersebut (Umar, 2003). Kuesioner dibuat setelah

dilakukan perumusan masalah, hipotesis, dan perumusan variabel-variabel

yang akan diteliti. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 3

bagian yaitu bagian A, B, dan C. Bagian A memuat 3 sub bagian, sub bagian

pertama berisi pertanyaan tentang demografi responden sebanyak 4

pertanyaan dan sub bagian kedua memuat variabel tingkat ekonomi responden

sebanyak 2 pertanyaan. Sub bagian ketiga berisi tentang gambaran penyakit

batuk yang dialami atau ditangani, langkah, alasan, dan cara pengobatan

mandiri yang dipilih oleh responden sebanyak 4 pertanyaan. Demografi

responden meliputi pertanyaan mengenai jenis kelamin, usia, pendidikan

terakhir, dan pekerjaan responden. Variabel tingkat ekonomi responden

(55)

keluarga. Sub bagian ketiga meliputi pertanyaan tentang frekuensi kejadian

batuk yang dialami responden dalam 1 bulan, langkah responden bila

mengalami batuk, alasan responden bila melakukan pengobatan mandiri

terhadap penyakit batuk, dan cara yang dipilih responden dalam pengobatan

mandiri pada penyakit batuk.

Bagian B memuat pernyataan tentang variabel yang berkaitan dengan

penelitian, yaitu variabel pengetahuan yang terdiri dari 10 pernyataan skala

Likert. Pernyataan di bagian B meliputi pengetahuan responden tentang batuk

dan pengobatan mandiri.

Pernyataan di bagian C memuat variabel tindakan pengobatan mandiri

dengan obat batuk tanpa resep yang terdiri dari 6 pernyataan skala Likert dan

4 pertanyaan pilihan. Bagian C memuat pertanyaan tentang pola pengobatan

mandiri dengan menggunakan obat batuk tanpa resep yang meliputi : nama

produk obat batuk tanpa resep yang biasa digunakan oleh responden, sumber

informasi obat batuk tanpa resep, tempat responden mendapatkan obat batuk

tanpa resep, dan alasan responden menggunakan obat batuk tanpa resep.

Bagian A, dan C dari kuesioner berisi daftar pertanyaan yang bersifat

tertutup, setengah terbuka, dan terbuka, sedangkan pada bagian B hanya berisi

pertanyaan yang bersifat tertutup. Pada pertanyaan tertutup terdapat alternatif

jawaban yang sudah disediakan sebelumnya. Pada pertanyaan setengah

terbuka meskipun terdapat alternatif jawaban yang sudah disediakan

sebelumnya tetapi responden diberikan kesempatan untuk menuliskan

Gambar

Gambar 13. Distribusi Alasan Responden Melakukan Pengobatan Mandiri Pada
Gambar 1. Proses Pengambilan Keputusan (Suryani dan Ramdhani, 1998)
Tabel I. Tanda dan gejala penyakit yang dihubungkan dengan batuk
Gambar 2. Algoritma Pengobatan Sendiri Batuk (Tietze, 2004) Gambar 2. Algoritma Pengobatan Sendiri Batuk (Tietze, 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mereka sebagai Sumber Daya Manusia (SDM), yang potensial untuk ditingkatkan daya kreativitasnya agar kelak menjadi lulusan yang sesuai dengan tujuan

Pengalaman berorganisasi mempengaruhi partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kegiatan Pilgub Sumut 2018, faktor tersebut dipengaruhi pemahaman dan perhatian terhadap

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Sebelas Maret yang mengenal merek Softex dan berniat membelinya. Hasil akhir dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik-karakteristik logo mana yang

Dari empat subkelompok dalam kelompok sandang, di Kota Jayapura tercatat dua subkelompok mengalami inflasi, satu subkelompok mengalami deflasi dan satu subkelompok tidak

Perihal : Daftar Rincian Lokasi dan Alokasi Dana Bantuan Langsung Masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan TA 2013. DAFTAR LOKASI DAN ALOKASI PNPM MANDIRI PERKOTAAN T,A,2013 PROVINSI

1. Pengada benih dan pengedar benih dan/atau bibit terdaftar ditetapkan oleh Kepala Dinas Provinsi setempat di mana terletak pusat kegiatan perbenihan dan/atau pembibitan yang

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.. terhadap tugasnya ataupun tanggung jawab terhadap anak didiknya. Maka