TUGAS AKHIR – TM141585
PEMODELAN DAN ANALISIS PENGARUH VARIASI
LUASAN SISI KOMPRESI DAN EKSPANSI DENGAN
PERUBAHAN DIAMETER PISTON, ORIFICE, DAN
PISTON ROD TERHADAP GAYA REDAM SHOCK
ABSORBER DAN RESPON DINAMIS SEPEDA
MOTOR YAMAHA MIO J
M Fauzi Rahman NRP 2112 100 135 Dosen Pembimbing
1. Dr. Wiwiek Hendrowati, ST., MT. 2.Dr. Harus Laksana Guntur, ST., M.Eng.
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
TUGAS AKHIR – TM141585
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI GAP
INLET DISTURBANCE BODY
TERHADAP ALIRAN
MELALUI
SQUARE DUCT
DENGAN
ELBOW 90
oRizkia Putra Pratama NRP 2112 100 068
Dosen Pembimbing
Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TUGAS AKHIR – TM141585
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI GAP
INLET DISTURBANCE BODY
TERHADAP ALIRAN
MELALUI
SQUARE DUCT
DENGAN
ELBOW 90
oRIZKIA PUTRA PRATAMA NRP. 2112100068
Dosen Pembimbing:
Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
PROGRAM SARJANA JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
FINAL PROJECT – TM141585
EXPERIMENT
INVESTIGATION
OF
FLOW
THROUGH SQUARE DUCT AND SQUARE ELBOW
90
oWITH GAP OF INLET DISTURBANCE BODY
VARIANT
RIZKIA PUTRA PRATAMA NRP. 2112100068
Advisory Lecturer
Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
BACHELOR PROGRAM
DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING FACULTY OF INDUSTRIAL TECHNOLOGY
i
STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI GAP
INLET DISTURBANCE BODY
TERHADAP ALIRAN
MELALUI
SQUARE DUCT
DENGAN
ELBOW 90
oNama Mahasiswa : Rizkia Putra Pratama
NRP : 2112100068
Jurusan : Teknik Mesin FTI – ITS
Dosen Pembimbing : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
ABSTRAK
Udara mengalir melalui instalasi saluran udara yang terdiri dari bagian lurus dan fitting. Daerah fitting pada saluran udara contohnya elbow 90o dapat meningkatkan pressure drop karena terjadi separasi dan aliran sekunder. Peningkatan pressure drop
dapat meningkatkan jumlah konsumsi energi yang dibutuhkan oleh
centrifugal fan sehingga dalam pembuatan konstruksi saluran udara harus optimal agar tidak terjadi kerugian energi yang besar. Salah satunya dengan metode penambahan bodi penggangu berupa
inlet disturbance body (IDB) yang ditempatkan pada posisi tertentu dalam saluran udarauntuk mengurangi pressure drop.
Model saluran yang digunanakan dalam penelitian ini, yaitu square duct dengan diameter (Dh) sebesar 125 mm. Saluran udara terdiri dari upstream duct sepanjang 7Dh, IDB dengan
diameter sebesar 12,5 mm, elbow 90° dengan rasio kelengkungan (R/Dh) sebesar 1,5, downstream duct sepanjang 15Dh, dan centrifugal fan. Pengukuran parameter menggunakan pitot static tube, manometer, dan pressure transducer. IDB diletakkan pada jarak (l/Dh) sebesar 0,1 dari inlet elbow 90° dengan variasi gap (g/d) sebesar 0,1 sampai 0,5. Untuk mendapatkan profil kecepatan dan intensitas turbulensi downstream duct pada posisi vertikal dan horizontal, pengujian dilakukan pada bilangan Reynolds (ReDh)
8,74x104. Untuk mendapatkan pressure coefficient elbow 90o
, pengujian dilakukan pada bilangan Reynolds (ReDh) 3,97x104,
duct dan loss coefficient elbow 90°, pengujian dilakukan pada ReDh
sebesar 4,09x104≤ Re
Dh≤ 1,39x105 atau kecepatan udara 5 m/s
sampai 17 m/s dengan kenaikan kecepatan 1 m/s.
Hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan IDB g/d=0,2 dapat menurunkan pressure drop sebesar 20,52%, sedangkan g/d=0,4 dapat meningkatkan pressure drop. Loss coefficient
terkecil pada variasi IDB g/d=0,2 dan terbesar pada variasi IDB g/d=0,4d. Penambahan IDB dapat menurunkan ∆𝐶𝑝 pada ReDh
8,74x104. Peningkatan Re
Dh dapat meningkatkan ∆𝐶𝑝 setiap
variasi IDB. Penambahan IDB dapat membentuk shear layer yang mempunyai intensitas turbulensi lebih tinggi sehingga mampu melawan advers pressure atau menunda separasi aliran karena kelengkungan inner elbow 90o. Profil kecepatan bidang horizontal terdampak efek blockage area dari posisi setelah melewati inlet elbow 90o sampai x/Dh=8. Variasi g/d=0,2 paling mendekati
freestream pada x/Dh=13. Profil kecepatan bidang vertikal terdampak efek dari aliran sekunder setelah melewati outlet elbow 90o sampai x/Dh=5. Pada x/Dh=8 sampai 13 terjadi proses
recovery aliran. Variasi tanpa IDB paling mendekati freestream
pada x/Dh=13.
iii
EXPERIMENT INVESTIGATION OF FLOW
THROUGH SQUARE DUCT AND SQUARE ELBOW 90
oWITH GAP OF INLET DISTURBANCE BODY
VARIANT
Name : Rizkia Putra Pratama
NRP : 2112100068
Departement : Mechanical Engineering FTI – ITS Supervisor : Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT.
ABSTRACT
Air flows through the air duct consist of straight sections and fittings. The example of fitting in the air duct is elbow 90o, elbow 90o increase pressure drop due to the separation, friction, or secondary flow. Pressure drop can increase the amount of energy consumption required by the centrifugal fan, so that the air duct in the manufacture of construction should be optimized in order to avoid loss of energy. The method reduce pressure drop with a inlet disturbance body (IDB), which is placed at a specific position in the air duct reduce pressure drop.
The experiment use a model air duct, namely square duct with diameter (Dh) 125 mm. The air duct consist of upstream with a 7Dh length, IDB with diameter 12.5 mm, elbow 90° with a radius ratio (R/Dh) 1.5, downstream square duct with a 15Dh length, and centrifugal fan. Measurement parameters use pitot static tube, inclined manometer, and pressure transducer. IDB is placed at a distance (l / Dh) = 0.1 from the inlet elbow 90° with gap variant (g/d) = 0.1 - 0.5. Measurement velocity profile and turbulence intensity downstream square duct on the vertical and horizontal positions use the Reynolds number (ReDh) 8,74x104. Measurement coefficient pressure elbow 90° use ReDh 3,97x104, 8,74x104, and 1,35x105. Measurement pressure drop square duct and loss coefficient elbow 90o use Re
The results showed that the addition of IDB g/d = 0.2 can reduce pressure drop by 20.52%, but g/d = 0.4 can increase the pressure drop. The smallest of loss coefficient variant IDB g/d = 0.2, and the largest on the variant IDB g/d = 0,4. IDB can reduce ΔCp on ReDh 8,74x104. ΔCp increased by the IDB and ReDh variant. Extra IDB can form a shear layer that has a higher turbulence intensity to resist advers pressure or delay flow separation due to the curvature of the inner elbow 90o. The velocity profile horizontal plane of the area affected by the blockage effect after passing through the inlet elbow position 90o to x/Dh = 8. IDB variant g/d = 0.2 freestream closest to x/Dh = 13. Vertical velocity profile fields affected by the effects of secondary flow after passing through the outlet elbow 90o until x/Dh = 5. On x/Dh = 8 - 13 there is a process flow recovery. Variations without IDB closest freestream on x/Dh = 13.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kehadirat Allah Subhanallahu
Wa Ta’ala, hanya karena tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan kelulusan pendidikan sarjana S-1 di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Penyusunan tugas akhir ini dapat terlaksana dengan baik atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orangtua penulis, khususnya Bapak Pangusi dan Ibu Sumilah yang senantiasa mendoakan, mendorong, dan menyemangati penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini.
2. Saudara kandung penulis, Indra Purnama yang selalu mendoakan penulis agar segera menyelesaikan masa studinya. 3. Dr. Wawan Aries Widodo, ST., MT. yang selalu memberikan
bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas akhir ini. 4. Prof. Ir. Sutardi, M.Eng, PhD., Dr. Ir. Heru Mirmanto dan Nur
Ikhwan ST., M.Eng selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis tentang tugas akhir ini.
5. Nur Ikhwan, ST, M.Eng. selaku kepala Laboratorium Mekanika Fluida dan Mesin Fluida yang telah membantu dalam proses penelitian.
6. Sutrisno selaku karyawan Laboratorium Mekanika Fluida dan Mesin Fluida yang telah membantu dalam proses penelitian. 7. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Teknik Mesin FTI ITS,
atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini. 8. Teman-teman angkatan M55 yang senantiasa memberi
motivasi, menemani, dan meninggalkan kenangan indah bagi penulis selama masa perkuliahan.
10. Pak Wawan Squad, khususnya Saudara Aqfha dan Angga yang selalu memberikan semangat dalam pengambilan data dan malam-malam indahnya.
Dengan segala keterbatasan kemampuan serta pengetahuan penulis, tidak menutup kemungkinan tugas akhir ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari berbagai pihak untuk penyempurnaan lebih lanjut. Semoga hasil penulisan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, Januari 2017
vii
2.5 Persamaan Euler Dalam Koordinator Streamline ... 11
2.6 Aliran Di Dalam Saluran Udara ... 13
2.6.1 Proses Terjadinya Separasi Aliran Pada Elbow 90o ... 14 2.6.2 Proses Terjadinya Aliran Sekunder Pada Elbow 90o ... 15 2.7 Head Loss ... 15
2.8 Tekanan ... 17
2.9 Pressure Coefficient ... 19
2.10 Intensitas Turbulensi ... 20
2.11 Penelitian Terdahulu ... 20
3.2 Peralatan Pendukung ... 28
3.3 Analisis Dimensi Parameter – Parameter ... 33
3.3.1 Analisis Grup Tak Berdimensi untuk Pressure Drop pada Square Duct ... 34
3.3.2 Analisis Grup Tak Berdimensi untuk Kecepatan pada Square Duct ... 35
3.4 Langkah – Langkah Validasi ... 37
3.4.1 Validasi Tekanan Dinamis ... 37
3.4.2 Validasi Tekanan Statis ... 38
3.5 Prosedur Pengambilan Data ... 40
3.5.1 Pengambilan Data Kuantitatif ... 40
3.5.2 Pengolahan Data Kuantitatif... 41
3.6 Urutan Langkah Penelitian ... 46
3.7 Gambar Peralatan Penelitian ... 47
3.8 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pressure Drop pada Square Duct dengan Bilangan Reynolds 3,97x104≤ Re Dh≤ 3,15x105 ... 51
4.2 Loss Coefficient Elbow 90o pada Square Duct dengan Bilangan Reynolds 3,97x104≤ Re Dh≤ 3,15x105 ... 53
4.3 Pressure Coefficient Elbow 90o pada Square Duct dengan bilangan Reynolds 3,97x104, 8,74x104, dan 3,15x105 ... 54
4.4 Profil Kecepatan Bidang Horizontal dan Vertikal Sisi Upstream Duct dengan Bilangan Reynolds 8,74x104 ... 58
4.5 Profil Kecepatan Bidang Horizontal dan Vertikal Sisi Downstream Duct dengan Bilangan Reynolds 8,74x104 ... 59
ix
4.5.2 Profil Kecepatan Bidang Vertikal Sisi Downstream Duct
dengan bilangan Reynolds 8,74x104... 64
4.6 Intensitas Turbulensi Bidang Horizontal Sisi Setelah Outlet Elbow 90o dengan Bilangan Reynolds 8,74x104 ... 66
4.7 Perbandingan Hasil Profil Kecepatan dan Intensitas Turbulensi Antara Eksperimen dan Penelitian Rup & Sarna ... 68
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 71 5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi fluida berdasarkan jenis alirannya (Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 7
Gambar 2.2 Ilustrasi aliran inviscid dan viscous (Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 8
Gambar 2.3 Lapis batas dengan advers gradient (Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 9
Gambar 2.4 Gerakan partikel fluida pada streamline (Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 12
Gambar 2.5 Profil aliran pada entrance area (Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 13
Gambar 2.6 Separasi aliran pada inner wall elbow 90o
(Nakayama & Boucher, 1998) ... 14 Gambar 2.7 Ilustrasi aliran sekunder pada elbow 90o
(Miller, 1990) ... 15 Gambar 2.8 Pitot tube pengukur tekanan statis dan stagnasi
(Fox dan Mc. Donald, 8th edition) ... 18
Gambar 2.9 a) Pengambilan data pada test section b) Mesh pada volume (Rup dan Sarna: 2011) ... 21 Gambar 2.10 a) Perbandingan profil kecepatan antara
ekperimen dan simulasi pada 𝜑 = 30o (z/D
h = 0,0)
b) Perbandingan profil kecepatan antara
ekperimen dan simulasi dengan x/Dh = 1,0 (z/Dh
= 0,0) (Rup dan Sarna: 2011) ... 21 Gambar 2.11 Profil pressure coefficient pada inner dan outer
wall (Rup dan Sarna: 2011) ... 22 Gambar 2.12 Skema susunan peralatan penelitian ((H. Choi dan J. Lee, 2010) ... 23 Gambar 2.13 Profil intensitas turbulensi pada jarak 100, 150,
dan 200 mm pada AR = 1 (H. Choi dan J. Lee, 2010) ... 24 Gambar 2.14 Skema geometri pipa dan permodelan komputasi
Gambar 2.15 Profil keceapatan dengan variasi curvature ratio
(Rc) sebesar 1D sampai 5D dengan bilangan Reynolds sebesar 105. (Dutta dan Nandi, 2015) 25
Gambar 2.16 Skema percobaan dengan peletakkan silinder
(Lei, dkk, 1998) ... 26
Gambar 2.17 Vorticity sesaat sekitar silinder pada variasi (a) G/D 0,5 (b) G/D 0,1 (Lei, dkk, 1998) ... 26
Gambar 3.1 Sketsa test section (pandangan atas) ... 28
Gambar 3.2 Susunan peralatan penelitian ... 29
Gambar 3.3 Skema pemasangan wall pressure tap ... 31
Gambar 3.4 Inlet disturbance body ... 33
Gambar 3.5 Susunan alat ukur validasi tekanan dinamis ... 38
Gambar 3.6 Grafik hasil validasi tekanan dinamis transduser 1” WC ... 38
Gambar 3.7 Susunan alat ukur validasi tekanan statis ... 39
Gambar 3.8 Skema dan hasil validasi tekanan statis tranduser 3” WC ... 40
Gambar 3.9 Lokasi perhitungan untuk pressure drop ... 44
Gambar 4.1 Pressure dropsquare duct dengan variasi peletakkan inlet disturbance body dan ReDh 3,97x104 sampai 1,35x105 ... 51
Gambar 4.2 Loss coefficientelbow 90o dengan variasi peletakkan inlet disturbance body dan ReDh 3,97x104, 8,74x104, dan 1,35x105 ... 53
Gambar 4.3 Distribusi pressure coefficient inner dan outer elbow 90o dengan variasi gap inlet disturbance body pada ReDh 8,74x104 ... 55
Gambar 4.4 Distribusi pressure coefficient inner dan outer elbow 90o dengan variasi Re Dh dan a) tanpa inlet disturbance body b) gap 0,2d c) gap 0,4d ... 57
Gambar 4.5 Profil kecepatan upstream bidang (a) horizontal (b) vertikal ... 59 Gambar 4.6 Profil kecepatan bidang horizontal pada a)
xiii
x/Dh=4 f) x/Dh=5 g) x/Dh=8 h) x/Dh=11 i) x/Dh=12 j) x/Dh=13 ... 62 Gambar 4.7 Profil kecepatan bidang vertikal pada a) x/Dh=0
b) x/Dh=1 c) x/Dh=2 d) x/Dh=3 e) x/Dh=4 f) x/Dh=5 g) x/Dh=8 h) x/Dh=11 i) x/Dh=12 j) x/Dh=13 ... 65 Gambar 4.8 Intensitas turbulensi bidang horizontal setelah
outlet elbow 90o ... 67 Gambar 4.9 Perbandingan profil kecepatan bidang horizontal
antara penelitian Rup & Sarna dan hasil eksperimen pada x/Dh=1 dengan ReDh
8,74x104 ... 68
xiii
DAFTAR TABEL
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia industri, saluran udara sangat berperan penting baik sebagai pendingin ruangan maupun ventilasi. Saluran udara mengalirkan udara dari dalam ruangan ke lingkungan luar maupun sebaliknya, agar terjadi sirkulasi untuk menjaga kelembapan udara dan menghilangkan debu. Untuk mensirkulasikan udara dibutuhkan centrifugal fan sebagai komponen penggeraknya. Energi untuk menggerakkan centrifugal fan merupakan salah satu penyumbang kebutuhan energi terbesar dalam suatu ruangan. Saluran udara juga pasti memiliki kerugian daya, sehingga diperlukan metode untuk menghemat energi untuk mengalirkan udara agar biaya pengeluaran pembelian daya listrik dapat diminimalkan.
Udara mengalir melalui instalasi saluran udara yang terdiri dari bagian lurus dan fitting. Penampang dari saluran udara umumnya ada dua, yaitu lingkaran (pipe) dan bujur sangkar (square duct). Macam-macam fitting pada saluran udara, yaitu
elbow 90o, katup (valve), reducer, dan lain-lain. Elbow 90o
berfungsi sebagai pembelok saluran udara agar dapat diarahkan sesuai kebutuhan. Katup berfungsi sebagai pengatur debit masuknya udara. Reducer berfungsi sebagai penambah kecepatan aliran dalam saluran udara. Daerah fitting pada saluran udara dapat meningkatkan pressure drop karena terjadi separasi, gesekan, atau aliran sekunder. Separasi merupakan fenomena yang terjadi akibat aliran yang tidak mampu melawan wall shear stress dan advers pressure gradient pada sisi inner elbow 90o. Gesekan merupakan kerugian yang terjadi akibat gesekan antara udara dan permukaan dinding yang dilewatinya. Sedangkan aliran sekunder merupakan fenomena aliran tangensial yang terjadi pada sisi inner dan outer wall karena pengaruh kelengkungan elbow 90o. Peningkatan
dalam pembuatan konstruksi saluran udara harus optimal agar tidak terjadi kerugian energi yang besar.
Separasi dan aliran sekunder terjadi di dalam elbow 90o. Pada sisi inner wall terjadi separasi karena aliran utama tidak mampu melawan wall shear stress dan advers pressure gradient,
sehingga terbentuk vortex yang bergerak berbalik arah dari aliran utama atau biasa disebut dengan backflow di sisi inner wall. Pada sisi inner dan outer wall juga terjadi aliran sekunder karena pengaruh radius kelengkungan dari elbow 90o. Terjadi perbedaan tekanan antara sisi inner dan outer wall. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan sumbatan aliran (blockage flow).
Usaha untuk mengurangi pressure drop dengan menambahkan bodi pengganggu berupa inlet disturbance body di depan inlet elbow 90o dengan memvariasikan gap agar mendapatkan hasil yang paling efektif dalam peletakkannya. Tujuannya untuk menghasilkan shear layer yang mempunyai intensitas turbulensi yang tinggi sehingga lebih mampu melawan
advers pressure gradient yang terjadi akibat separasi aliran. Rup dan Sarna(2011) melakukan penelitian dengan eksperimen dan simulasi untuk mengetahui profil kecepatan pada square duct yang dipasang elbow 90o. Hasil penelitian berupa perbandingan yang hampir sama antara eksperimen dan simulasi terjadi pada 𝜑 sebesar 30o. Kecepatan aliran pada inner wall lebih besar karena radiusnya
yang lebih kecil daripada outer wall. Sedangkan perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada perbandingan eksperimen dan simulasi setelah melewati outlet elbow 90o sejauh 1Dh. Terjadi perlambatan kecepatan aliran pada sisi inner wall karena aliran yang terseparasi saat melewati corner elbow 90o. Kemudian pada
outer wall, terjadi kenaikan nilai Cp pada 𝜑 = 80o mengindikasikan
terjadi separasi aliran. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
pressure drop sehingga merugikan aliran.
3
datar. Silinder yang digunakan berupa eclips dan sirkular. Hasil yang didapatkan dari penelitian membuktikan bahwa silinder dapat meningkatkan intensitas turbulensi. Kenaikan terbesar terjadi pada penambahan silinder sirkular. Variasi gap juga berpengaruh dalam penentuan hasil, intensitas turbulensi dengan gap 1B lebih besar daripada gap 0,5B. Kemudian jarak yang digunakan yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu 100 mm, 150 mm, dan 200 mm. Dari ketiga jarak tersebut juga membuktikan bahwa penambahan silinder dapat meningkatkan intensitas turbulensi.
Dutta dan Nandi (2015) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi bilangan Reynolds dan rasio kelengkungan radius elbow 90o terhadap profil kecepatan aliran. Variasi dari curvature ratio (Rc) sebesar 1D sampai 5D, R merupakan radius kelengkungan dan D merupakan diameter pipa. Hasil dari penelitian ini didapatkan profil kecepatan terbaik terjadi pada variasi Rc sebesar 5D dan bilangan Reynolds sebesar 105. Hal
tersebut menunjukkan bahwa intensitas turbulensinya semakin besar sehingga dapat menunda terjadinya separasi aliran dan lebih mampu untuk melawan advers pressure gradient.
Eduard Wahyu Ramadhan (2016) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh variasi bukaan damper dan bilangan Reynolds terhadap profil aliran. Selain profil aliran, keluaran yang didapatkan berupa loss coefficient elbow 90o
, loss coefficient
damper, dan pressure drop. Penelitian menggunakan saluran udara berpenampang persegi (square duct) dengan elbow 90o
. Hasil yang didapatkan dari penelitian, yaitu pemulihan aliran terjadi lebih cepat pada sudut bukaan damper sebesar 30o. Terjadi pula kenaikan
pressure drop pada setiap variasi damper, kenaikan terkecil terdapat pada saluran tanpa dipasang damper. Loss coefficient elbow 90o terendah pada bilangan Reynolds sebesar 9,46x104. Loss
coefficient damper terendah pada sudut bukaan damper sebesar 0o
1.2 Rumusan Masalah
Penambahan elbow 90o pada saluran meningkatkan pressure drop, hal tersebut terjadi karena adanya separasi aliran dan aliran sekunder. Saat aliran melewati kelengkungan sisi innerelbow 90o
dan tidak mampu melawan wall shear stress dan advers pressure gradient, maka akan terjadi separasi aliran. Peningkatan radius kelengkungan pada outer wall berpengaruh terhadap peningkatan tekanan. Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan blockage flow. Separasi dan aliran sekunder menyebabkan peningkatan pressure drop.
Untuk mengurangi pressure drop, maka ditambahkan bodi pengganggu. Bodi pengganggu berupa inlet disturbance body
(IDB). Peletakkan inlet disturbance body pada jarak (l/Dh) sebesar 0,1 di depan inlet elbow 90o yang mempunyai rasio kelengkungan (R/Dh) sebesar 1,5 dengan memvariasikan gap (g/d) sebesar 0,1 sampai 0,5. Variasi bilangan Reynolds yang digunakan, yaitu 3,97x104 sampai 1,35x 105. Penambahan IDB diharapkan
menghasilkan shear layer yang mempunyai intensitas turbulensi yang lebih tinggi sehingga diharapkan mampu melawan wall shear stress dan advers pressure gradient yang berakibat penurunan
pressure drop.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan masalah yang digunakan agar tidak melebar dari tujuan awal dan untuk memudahkan perhitungan. Adapun batasan masalah sebagai berikut:
1. Fluida yang digunakan adalah udara yang memiliki sifat aliran incompressible, viscous, dan steady.
2. Temperatur fluida pada saluran udara diasumsikan konstan.
3. Perpindahan panas yang terjadi akibat gesekan fluida dan dinding diabaikan.
5
5. Aliran yang mengalir di dalam saluran udara merupakan aliran turbulen.
6. Penelitian menggunakan bilangan Reynolds sebesar 8,74x104 untuk mengukur intensitas turbulensi dan
kecepatan aliran, serta menggunakan variasi bilangan Reynolds 3,97x104 ≤ Re
dh ≤ 1,35x105 untuk mengukur
pressure drop.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh interaksi aliran antara inlet disturbance body (IDB) dengan kelengkungan elbow 90o berpenampang bujur sangkar (square duct) pada jarak (l/Dh) sebesar 0,1 di depan elbow 90o yang divariasikan gap (g/d) sebesar 0,1 sampai 0,5. Variasi bilangan Reynolds yang digunakan sebesar 3,97x104 sampai 1,35x105.
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui pressure drop antara upstream dan downstream
square duct.
2. Mengetahui loss coefficient minor pada elbow 90o tanpa IDB dan variasi g/d=0,1 sampai 0,5.
3. Mengetahui pressure coefficient pada elbow 90o dengan bilangan Reynolds sebesar 3,97x104, 8,76x104, dan
1,35x105.
4. Mengetahui profil kecepatan downstream square duct pada posisi vertikal dan horizontal.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan tentang pressure drop yang terjadi pada upstream duct, elbow 90o dan downstream duct dengan tanpa inlet disturbance body (IDB).
IDB dan variasi gap pada bilangan Reynolds sebesar 3,97x104 sampai 1,35x105.
3. Memberikan informasi tentang fenomena perubahan distribusi profil kecepatan aliran pada sisi downstream duct
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis Aliran Fluida
Dalam pengamatan suatu fluida dapat diasumsikan dengan pengamatan pada suatu titik dan apabila diperbesar akan tampak seperti kubus yang didalamnya berisi molekul-molekul gas. Maka dari itu diasumsikan bahwa fluida sebagai continuum, yaitu merupakan bagian yang paling terkecil. Gambar 2.1 menunjukkan klasifikasi fluida berdasarkan jenis alirannya. Aliran inviscid
merupakan aliran yang tidak dipengaruhi oleh viskositas fluida. Sedangkan aliran viscous merupakan aliran yang dipengaruhi oleh viskositas fluida karena pengaruh gesekan aliran terhadap dinding.
Gambar 2.1 Klasifikasi fluida berdasarkan jenis alirannya (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
kompresibel merupakan aliran yang mempunyai variasi densitas lebih dari 5%. Aliran internal merupakan aliran yang mengalir dan dibatasi oleh dinding solid. Sedangkan aliran eksternal merupakan aliran yang mengalir di permukaan tanpa dibatasi oleh suatu dinding.
2.2 Aliran Viscous
Aliran viscous merupakan aliran yang dipengaruhi oleh viskositas fluidanya. Vikositas fluida mempengaruhi aliran udara karena fluida mengalir akan bergesekan dengan dinding. Gambar 2.2 menunjukkan ilustrasi suatu aliran fluida yang mengalir melewati permukaan bola. Poin A dan C menunjukkan titik stagnasi. Pada poin A dan C, kecepatan aliran fluida sebesar nol sehingga tekanan terbesar terdapat pada titik tersebut. Sedangkan pada poin B merupakan titik dengan kecepatan paling besar sehingga tekanan tekanan terkecil berada pada titik tersebut. Pada titik B dan C terjadi perbedaan tekanan yang menimbulkan terjadinya gerakan aliran melawan arah aliran utama atau biasanya disebut dengan advers pressure gradient.
Gambar 2.2 Ilustrasi aliran inviscid dan viscous (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
9
titik D, ketika aliran utama dilawan oleh advers pressure gradient, maka kecenderungan aliran akan terseparasi karena momentum aliran utama tidak mampu melawannya sehingga memicu terjadinya vortex. Vortex merupakan suatu kerugian karena berkurangnya aliran yang mengalir karena adanya pressure drop.
Gambar 2.3 Lapis batas dengan advers gradient (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa adanya perubahan luasan aliran dapat mempengaruhi profil kecepatan aliran. Pada 𝑑𝑃
𝑑𝑥< 0
dan 𝑑𝑃
𝑑𝑥= 0 (advers pressure gradient) tidak terjadi separasi aliran,
tetapi pada 𝑑𝑃
𝑑𝑥> 0 terjadi separasi aliran. Advers pressure gradient
selalu diawali dengan terjadinya separasi aliran atau terbentuknya
wake. Pada region 1 terjadi percepatan aliran karena bidang alir menyerupai nozzle (favourable pressure gradient), pada region 2 terjadi kecepatan konstan (zero pressure gradient), dan pada region 3 terjadi perlambatan aliran karena bidang alir menyerupai diffuser
(advers pressure gradient). Adanya separasi aliran menyebabkan
advers pressure gradient, tetapi adanya advers pressure gradient
nol yang merupakan kombinasi dari tekanan dan gaya viscous. Momentum aliran turbulen lebih besar dibandingkan aliran laminar. Sehingga aliran turbulen lebih tahan terhadap separasi pada advers pressure gradient.
2.3 Aliran Laminar dan Turbulen
Aliran laminar merupakan aliran yang bergerak secara halus dan beraturan pada kecepatan yang relatif rendah, sedangkan aliran turbulen merupakan aliran yang bergerak tidak beraturan pada kecepatan yang relatif tinggi. Untuk menentukan jenis aliran dapat menggunakan bilangan Reynolds. Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang dapat menentukan jenis aliran laminar atau turbulen berdasarkan kecepatan aliran pada suatu penampang dibandingkan dengan viskositas fluida tersebut. Aliran dalam pipa dapat dikatakan laminar apabila bernilai kurang dari 2300, dikatakan transisi apabila bernilai 2300, dan dikatakan turbulen apabila bernilai lebih dari 2300. Bilangan Reynolds dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.1 sebagai berikut:
𝑅𝑒 = 𝜌𝑉𝐷𝜇 (2.1)
Dimana: Re : Bilangan Reynolds 𝜌 : Massa jenis fluida (kg/m3)
V : Kecepatan aliran fluida (m/s) D : Diameter pipa (m)
𝜇 : Viskositas fluida (kg/ms)
Saluran udara yang mempunyai penampang non circular menggunakan diameter hidrolik (Dh). Diameter hidrolik dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.2 sebagai berikut:
𝐷ℎ =4𝐴𝑃 (2.2)
11
P : Keliling penampang (m)
2.4 Aliran Inkompresibel
Aliran inkompresibel merupakan aliran yang variasi densitasnya diabaikan. Untuk menentukan jenis aliran dapat menggunakan Mach number. Mach number merupakan bilangan tak berdimensi yang dapat menentukan jenis aliran inkompresibel atau kompresibel berdasarkan kecepatan aliran dibandingkan dengan kecepatan suara. Kecepatan suara pada suhu 21oC bernilai
344 m/s. Jika nilai dari Mach number kurang dari 0,3, maka aliran tersebut termasuk aliran inkompresibel. Apabila lebih dari 0,3, maka aliran tersebut termasuk aliran kompresibel. Namun terdapat suatu kondisi udara termasuk batas aliran inkompresibel yakni pada kecepatan 100 m/s nilai Mach number sebesar 0,3
2.5 Persamaan Euler Dalam Koordinat Streamline
Untuk menggambarkan suatu aliran fluida dalam kondisi stabil sepanjang streamwise (s) dengan arah koordinat sumbu y dan z digunakan persamaan Euler dapat dilihat seperti pada gambar 2.4. Notasi R merupakan radius dari kelengkungan streamline. Notasi n merupakan arah tangensial aliran. Persamaan Euler dengan kondisi aliran steady pada streamline dapat dinotasikan dengan persamaan 2.5 sebagai berikut:
Pada kondisi steady di permukaan horizontal, persamaan Euler normalnya pada streamline akan menjadi persamaan 2.6 sebagai berikut:
daerah lurus dengan radius streamline tidak ada variasi dari tekanan normal. Apabila pada kondisi aliran di dalam elbow 90o, maka sumbu n merupakan sumbu yang searah dengan besar kelengkungan radius elbow 90o. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan pada persamaan 2.8 sebagai berikut:
∫ 𝑑𝑃12 = ∫ 𝜌22 𝑉̅𝑅2𝑑𝑟 (2.7)
∆𝑃 = 𝑃2− 𝑃1= 𝜌𝑉̅2ln (𝑟𝑟21) (2.8)
Gambar 2.4 Gerakan partikel fluida pada streamline (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
13
2.6 Aliran Di Dalam Saluran Udara
Gambar 2.5 Profil aliran pada entrance area (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
Aliran yang mengalir di dalam saluran udara merupakan aliran internal karena dibatasi oleh permukaan solid sehingga hanya mengalir tanpa melewati dinding. Aliran yang masuk ke dalam saluran merupakan aliran uniform dengan notasi kecepatan Uo. Setelah memasuki saluran udara akan timbul gesekan antara
dinding dan fluida karena aliran memiliki sifat aliran viscous. Profil kecepatan suatu aliran fluida ditentukan oleh boundary layer. Boundary layer mengindikasikan terjadinya gesekan fluida terhadap dinding permukaan. Perbedaan kecepatan pada titik tengah yang memiliki nilai maksimal, sedangkan tepat pada permukaan dinding kecepatan sesaat diam sehingga akan terjadi bentuk aliran fluida yang berkembang penuh atau disebut juga fully develop. Jarak saat fluida memasuki saluran hingga profil aliran berkembang penuh disebut juga entrance length. Gambar 2.5 menjelaskan proses aliran uniform akan menjadi fully developed
ketika melewati suatu saluran. Kecepatan aliran rata-rata (𝑉̅) diasumsikan bernilai sama dengan Uo. Sehinga entrance length
pada dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.9 sebagai berikut:
𝐿 ≈ 0,06𝑅𝑒 ∙ 𝐷 ≈ (0,06)(2300)𝐷 ≈ 138𝐷 (2.10)
Sedangkan untuk aliran turbulen, entrance length lebih pendek karena boundary layer terbentuk lebih cepat daripada aliran laminar. Panjangnya menjadi sekitar 25 sampai 40 kali diameter pipa tergantung pada kecepatan aliran fluida.
2.6.1 Proses Terjadinya Separasi Aliran Pada Elbow 90o
Gambar 2.6 Separasi aliran pada inner wall elbow 90o
(Nakayama & Boucher, 1998)
15
membesar menyebabkan terjadinya penyempitan bidang alir aliran udara. Hal tersebut menimbulkan peningkatan pressure drop.
2.6.2 Proses Terjadinya Aliran Sekuder Pada Elbow 90o Pada gambar 2.7 menggambarkan aliran sekunder didalam pipa dengan elbow 90o
. Adanya perbedaan distribusi tekanan pada sisi inner dan outer wall menyebabkan aliran bergerak tangensial melawan arah aliran utama. Perbedaan tekanan tersebut ditimbulkan karena radius kelengkugan dinding sisi outer wall
lebih besar daripada inner wall. Adanya perbedaan tekanan yang semakin besar, maka menyebabkan peningkatan pressure drop. Peningkatan pressure drop diindikasikan terjadinya fenomena penyumbatan aliran (blockage flow) karena aliran mengalir tangensial dari sisi outer wall ke inner wall sehingga luasan daerah yang dapat dialiri oleh aliran utama menjadi semakin kecil.
Gambar 2.7 Ilustrasi aliran sekunder pada elbow 90o(Miller,
1990)
2.7 Head Loss
memiliki variasi viskositas, viskositas sangat berpengaruh pada kecepatan aliran. Semakin besar viskositas dari fluida tersebut mengindikasikan bahwa semakin besar pula gesekan yang terjadi antara fluida dengan permukaan. Head loss menyebabkan penurunan tingkat efisiensi pada saluran udara. Selain karena jenis fluida, head loss juga dapat terjadi karena instalasi saluran udara dengan adanya fitting. Fitting menyebabkan aliran akan mengalami separasi yang akan merubah bentuk aliran menjadi lebih turbulen. Kondisi tersebut menyebabkan energi untuk mengalirkan aliran udara menjadi semakin besar. Perhitungan head loss dapat ditentunkan dengan persamaan kesetimbangan energi, pada persamaan 2.11 sebagai berikut:
𝑃1
dan tidak ada perubahan area penampang dari saluran, maka head loss dapat dituliskan menjadi persamaan 2.12 sebagai berikut:
∑ 𝐻𝐿=𝑃1𝜌𝑔−𝑃2 (2.12) Head loss terdiri dari dua macam, yaitu head loss mayor dan
17
ditunjukkan pada gambar 2.4. Head loss mayor pada aliran laminar dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.13 sebagai berikut:
∆𝑝 = ℎ𝑙 =128 𝜇 𝐿 𝑄𝜋 𝐷4 = 32
Dimana hl merupakan head loss mayor dan didapatkan nilai dari
koefisien gesek sebesar
𝑓 =𝑅𝑒64
Head loss mayor pada aliran turbulen dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.14 sebagai berikut:
ℎ𝑙 = 𝑓 𝐷𝐿 𝑉̅ 2
2𝑔 (2.14)
Dimana koefisien geseknya bergantung pada bilangan Reynolds dan kekasaran permukaan dinding (𝑙
𝐷). Sedangkan head loss minor
merupakan kerugian yang terjadi pada fitting, entrance, nozzle, diffuser, dan lain-lain. Head loss minor (ℎ𝑙𝑚) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.15 sebagai berikut:
ℎ𝑙𝑚= 𝐾 𝑉̅ 2
2𝑔 (2.15)
2.8 Tekanan
tekanan statis seperti pada gambar 2.8 (b) pada pitot static tube
dengan lubang C yang tegak lurus dengan arah aliran.
Gambar 2.8Pitot tube pengukur tekanan statis dan stagnasi (Fox dan Mc. Donald, 8th edition)
Tekanan stagnasi merupakan tekanan fluida yang diukur dari fluida yang diperlambat sampai memiliki kecepatan diam pada kondisi tanpa gesekan. Pengukuran tekanan stagnasi seperti pada gambar 2.8 (b) pada pitot static tube dengan lubang B. Pada lubang B lurus dengan arah aliran sehingga aliran tak mampu mampat dan dapat ditentukan dengan persamaan Bernoulli pada kondisi tanpa perubahan ketinggian. Tekanan dinamis merupakan tekanan fluida akibat kecepatan aliran, yaitu selisih antara tekanan statis dan stagnasi. Untuk menghitung tekanan yang terjadi dapat menggunakan persamaan Bernoulli pada persamaan 2.16 sebagai berikut:
konstan 2
v p 2
(2.16)Maka dapat disubtusikan tekanan statis (p) dengan kecepatan (V) dan tekanan stagnasi (po) dengan kecepatan (Vo) dalam persamaan
19
Karena tekanan stagnasi memiliki kecepatan diam, maka didapatkan persamaan 2.18 sebagai berikut:
2
Pressure coefficient merupakan bilangan yang tak berdimensi menunjukkan selisih antara tekanan lokal dan tekanan
freestream. Pressure coefficient dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.19 sebagai berikut:
𝐶𝑝 =𝑝𝑐−𝑝∞ 1 2 𝜌 𝑈2
(2.19)
Dimana: Cp : Pressure coefficient
𝑝𝑐 : Tekanan statik pada kontur (kg/ms2)
𝑝∞ : Tekanan statik pada freestream (kg/ms2)
1
2 𝜌 𝑈2 : Tekanan dinamis aliran bebas (kg/ms2)
Pressure coefficient digunakan untuk mencari loss coefficient dari fitting yang digunakan. Untuk mengetahui loss coeeficient (K) dapat dihitung berdasarkan persamaan 2.20 sebagai berikut:
2.10 Intensitas Turbulensi
Intentitas turbulensi merupakan bilangan untuk menentukan fluktuasi dari turbulensi dengan membandingkan root mean square dari fluktuasi kecepatan (u’) terhadap kecepatan rata-rata (uavg).
Intensitas turbulensi dinyatakan dalam bentuk prosentase. Intensitas turbulensi dapat dinotasikan pada persamaan 2.21 sebagai berikut:
𝑰𝑻 =𝒖𝒖′
𝒂𝒗𝒈 𝒙 𝟏𝟎𝟎% (2.21)
𝑢′ = √∑(𝑈̅ − 𝑈𝑛 − 1𝑛)2
Dimana: IT : Intensitas turbulensi
Un : Kecepatan pada waktu tertentu (kecepatan
lokal) (m/s)
𝑈̅ : Kecepatan rata-rata (m/s)
u’ : Standar deviasi fluktuasi kecepatan (m/s)
2.11 Penelitian Terdahulu
Rup dan Sarna(2011) melakukan penelitian yang berjudul
analysis of turbulent flow through a square-sectioned with installed 90-degree elbow 90o. Penelitian dilakukan dengan eksperimen dan simulasi menggunakan model turbulen RSM (Reynolds Stress Model). Gambar 2.9 menunjukkan instalasi
square duct dengan elbow 90o. Luas penampang square duct (axa) sebesar 80x80 mm dan Linlet = Loutlet = 20Dh = 1600 mm. Elbow
90o memiliki radius sebesar 2Dh atau sebesar 160 mm. Bilangan Reynolds yang dipakai sebesar 40.000. Variasi kerapatan meshing
dalam penelitian ini, yaitu jumlah mesh Vk(I) sebesar 553052, Vk(II)
sebesar 1766079, dan Vk(III) sebesar 1034775 dengan jumlah node
N(I) sebesar 584064, N(II) sebesar 1838720, dan N(III) sebesar
21
Gambar 2.9 a) Pengambilan data pada test section b) Mesh pada volume (Rup dan Sarna: 2011)
Gambar 2.10 a) Perbandingan profil kecepatan antara ekperimen dan simulasi pada 𝜑 = 30o (z/D
h = 0,0) b) Perbandingan profil
kecepatan antara ekperimen dan simulasi dengan x/Dh = 1,0 (z/Dh
= 0,0) (Rup dan Sarna: 2011)
Gambar 2.10 a) menunjukkan profil kecepatan aliran pada saat melewati elbow 90o pada 𝜑 = 30o. Kecepatan aliran pada inner
kecepatan aliran pada sisi inner wall karena aliran yang terseparasi saat melewati corner elbow 90o. Hasil dari eksperimen dan simulasi terlihat perbedaan yang cukup signifikan. Namun terdapat satu variasi mesh yang mendekati hasil eksperimen yaitu pada jumlah
mesh VkIII = 1034775.
Gambar 2.11 menunjukkan nilai pressure coefficient (Cp) pada inner dan outer wall. Pada outer wall, terjadi kenaikan nilai Cp pada 𝜑 = 80o mengindikasikan terjadi separasi aliran. Kenaikan
nilai Cp menyebabkan kenaikan pressure drop. Kenaikan nilai Cp juga terjadi pada inner wall mulai dari 𝜑 sebesar 45o. Kenaikan
nilai Cp juga mengindikasikan adanya separasi aliran. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pressure drop sehingga merugikan aliran.
Gambar 2.11 Profil pressure coefficient pada inner dan outer wall(Rup dan Sarna: 2011)
23
datar. Silinder yang digunakan berupa eclips dan sirkular, keduanya mempunyai ratio axis (AR) sebesar 1. Plat datar yang digunakan berada di dalam wind tunnel yang mempunyai ukuran pxlxt sebesar 6x0,72x0,6 m. Intensitas turbulensi freestream pada bagian uji kurang dari 0,08% pada kecepatan sebesar 10 m/s. Gambar 2.12 menunjukkan skema penelitian yang dilakukan dengan variasi gap sebesar 0,5B dan 1B. Plat datar memiliki ketebalan sebesar 15 mm. Silinder diletakkan pada 1,5 m dari depan plat datar. Selain itu juga diletakkan kawat penggangu dengan diameter 3,5 mm berjarak 100 mm dari ujung depan plat. Penelitian ini menggunakan bilangan Reynolds sebesar 1,4x104
dan kecepatan freestream sebesar 10 m/s.
Gambar 2.12 Skema susunan peralatan penelitian ((H. Choi dan J. Lee, 2010)
Gambar 2.13 Profil intensitas turbulensi pada jarak 100, 150, dan 200 mm pada AR = 1 (H. Choi dan J. Lee, 2010)
Dutta dan Nandi (2015) melakukan penelitian yang berjudul Effect Of Reynolds Number and Curvature Ratio On Single Phase Turbulent Flow In Pipe Bends. Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variasi bilangan Reynolds dan rasio kelengkungan radius elbow 90o
terhadap profil kecepatan aliran. Variasi dari curvature ratio (Rc) sebesar 1D sampai 5D, R merupakan radius kelengkungan dan D merupakan diameter pipa. Radius kelengkungan inner wall sebesar 0,01 m. Gambar 2.14 menggambarkan skema dari geometri pipa dan permodelan komputasi.
Gambar 2.14 Skema geometri pipa dan permodelan komputasi
25
Gambar 2.15 Profil keceapatan dengan variasi curvature ratio
(Rc) sebesar 1D sampai 5D dengan bilangan Reynolds sebesar 105. (Dutta dan Nandi, 2015)
Gambar 2.15 menggambarkan profil kecepatan dengan variasi curvature ratio (Rc) sebesar 1D sampai 5D dengan bilangan Reynolds sebesar 105. Dimensi dari upstream pipe sepanjang 50D,
sedangkan downstream pipe sepanjang 20D. Bilangan Reynolds yang digunakan sebesar 105 sampai 106. Peningkatan bilangan
Reynolds dapat mengurangi efek dari curvature ratio. Perbedaan signfikan yang muncul pada setiap variasi curvature ratio terdapat pada profil kecepatan di dekat inner wall. Sedangkan variasi bilangan Reynolds tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil dari penelitian ini didapatkan profil kecepatan terbaik terjadi pada variasi Rc sebesar 5D dan bilangan Reynolds sebesar 105. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peningkatan curvature ratio dapat menunda terjadinya separasi aliran sehingga backflow yang terjadi juga semakin berkurang.
Lei, dkk (1998) melakukan penelitian untuk mengetahui
menganalisis keadaan aliran yang ada di upper dan lower bodi silinder.
Gambar 2.16 Skema percobaan dengan peletakkan silinder (Lei, dkk, 1998)
(a) (b)
Gambar 2.17 Vorticity sesaat sekitar silinder pada variasi (a)
G/D 0,5 (b) G/D 0,1 (Lei, dkk, 1998)
Gambar 2.17 menunjukkan bagaimana keadaan vortex shedding pada variasi G/D 0,1 dan 0,5. Garis panjang menunjukkan vortex positif, sedangkan garis putus-putus menunjukkan vortex negatif. Pada gambar 2.17 (a) menunjukkan bahwa upper shear layer silinder dan wall shear layer memiliki
vortex negatif, sedangkan lower shear layer silinder memiliki
vortex positif. Vortex positif terjadi semakin kecil sampai pada
downstream karena pertumbuhan dari vortex negatif. Pada gambar 2.17 (b) menunjukkan bahwa terjadi interakasi antara lower shear layer dan wall shear layer. Hal tersebut menyebabkan vortex
27
BAB III
METODOLOGI
Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data berupa pressure drop, loss coefficient, pressure coefficient, dan profil kecepatan downstream
bidang vertikal maupun horizontal. Peralatan yang digunakan, yaitu square duct dengan elbow 90o dengan rasio kelengkungan (R/Dh) sebesar 1,5. Penambahan inlet diturbance body (IDB) di depan inlet elbow 90o yang berjarak (l/Dh) sebesar 0,1. Variasi IDB yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tanpa IDB dan gap (g/d) IDB sebesar 0,1 sampai 0,5. Sedangkan variasi bilangan Reynolds (ReDh) yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 3,97x104
sampai 1,35x105 atau pada kecepatan udara sebesar 5 m/s sampai
17 m/s dengan kenaikan kecepatan 1 m/s.
Variasi pengambilan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pengambilan pressure drop square duct tanpa menggunakan IDB dan menggunakan IDB dengan variasi g/d=0,1 - 0,5 pada ReDh sebesar 3,97x104 sampai 1,35x105.
Pengambilan loss coefficient elbow 90o tanpa menggunakan IDB dan menggunakan IDB dengan variasi g/d=0,1 - 0,5 pada ReDh sebesar 3,97x104 sampai 1,35x105.
Pengambilan pressure coefficient elbow 90o tanpa menggunakan IDB dan menggunakan IDB dengan variasi g/d=0,1 - 0,5 pada ReDh sebesar 3,97x104, 8,74x104, dan
1,35x105.
Pengambilan profil kecepatan donwstream bidang vertikal dan horizontal pada x/Dh=1 dengan ReDh sebesar 8,74x104.
3.1 Skema Penelitian
Penelitian ini menggunakan saluran yang berpenampang bujur sangkar (square duct). Gambar 3.1 menunjukkan sketsa test section dari pandangan atas dengan arah aliran udara masuk dari
diturbance body (IDB) di depan inlet elbow 90o. Variasi bilangan Reynolds (ReDh) sebesar 3,97x104 sampai 1,35x105 dengan tanpa
IDB dan variasi gap (g/d) sebesar 0,1 sampai 0,5. Saluran udara yang terdiri dari upstream duct sepanjang 7Dh, elbow 90o dan
downstream duct sepanjang 15Dh.
Gambar 3.1 Sketsa test section (pandangan atas)
Spesifikasi dari square duct sebagai berikut:
Bentuk penampang : Persegi
Bahan : Akrilik
Tebal : 8 mm
Lm (panjang total garis tengah streamline elbow 90º ):
2973,12 mm
Li (upstream duct) : 750 mm
Lo (downstream duct) : 2125 mm
R (centerline elbow 90o radius) : 187,5 mm Dh (diameter hidrolis) : 125 mm
l (jarak inlet disturbance body dari inlet elbow 90º): 37,5 mm
3.2 Peralatan Pendukung
29
3.2.1 Square Duct
Pada penelitian ini menggunakan square duct dengan jenis
open circuit, udara yang masuk melalui honey comb akan dialirkan ke dalam instalasi square duct dan dikeluarkan melalui centrifugal fan. Square duct terdiri dari upstream duct, elbow 90o, dan
downstream duct. Pada penelitian ini digunakan instalasi dengan skala model karena membuat instalasi dengan skala sebenernya cukup sulit dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Pembuatan
square duct dan elbow 90o dengan kondisi-kondisi yang mendekati kenyataan agar mendapatkan hasil yang cukup memadai dan akurat. Gambar 3.2 menunjukkan penampakan asli dari instalasi saluran udara beserta peralatan pendukung yang digunakan dalam penelitian.
Gambar 3.2 Susunan peralatan penelitian
Keterangan : 1. Nozzle
2. Upstream duct
3. Inlet dicturbance body
4. Elbow 90o
5. Downstream duct
3.2.2 Honey Comb, Screen dan Nozzle
Pada rangkaian nozzle terdapat screen dan honey comb. Peletakkan rangkaian sebelum inlet upstream duct. Nozzle
berfungsi sebagai penambah kecepatan aliran sebelum memasuki
upstream duct. Screen dan honey comb berfungsi sebagai pembentuk profil aliran uniform dan pengurang turbulensi aliran ketika memasuki upstream duct. Sehingga didapatkan profil kecepatan aliran yang uniform ketika memasuki upstream duct
sebagai acuan dalam pengukuran profil kecepatan.
3.2.3 Centrifugal Fan
Centrifugal fan digunakan untuk mengalirkan udara pada saluran udara. Alat ini dipilih karena bisa mengalirkan udara dengan kecepatan yang rendah. Centrifugal fan disambungkan dengan inventer. Pengaturan kecepatan dengan mengatur frekuensi pada inverter. Spesifikasi dari centrifugal fan sebagai berikut:
Merk : ElexMax Three-Phase
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa alat ukur untuk mengukur tekanan statis dan stagnasi, yaitu wall pressure tap, pitot static tube, tranduser dan manometer.
1. Wall Pressure Tap
31
terhubung pada manometer atau tranduser tekanan. Pemasangan wall pressure tap pada upstream duct, elbow 90o, dan downstream duct.
2. Pitot Static Tube
Pitot static tube yaitu alat yang digunakan untuk mengukur tekanan statis dan stagnasi aliran fluida yang terdapat pada saluran maupun yang terletak setelah benda uji. Penggunaan pitot static tube, yaitu pada pengukuran validasi pengambilan data pada test section dan pengambilan data profil kecepatan bidang horizontal dan vertikal. Gambar 3.3 menunjukkan pemasangan wall pressure tap pada permukaan dinding secara keseluruhan pada downstream duct mulai dari outlet elbow 90o yang disusun paralel pada masing-masing test section. Tekanan statis diukur mulai dari titik pengukuran yang berjarak 937,5 mm sampai 2.937,5 mm dari inlet upstream duct. Pitot static tube dipasang sejajar dengan wall pressure tap pada kondisi
centerline dan dipasang dengan jarak antar tap sebesar 125 mm. Wall pressure tap dipasang sebanyak 16 section pada
downstream duct. Kemudian 16 section tersebut akan dijadikan sebagai posisi peletakkan pitot static tube yang digunakan untuk mengetahui profil aliran kecepatan.
3. Pressure Tranducer dan Data Aquisisi
Pressure tranducer yang digunakan dalam penelitian
ini memiliki dua macam, yaitu memiliki range 1” WC dan 3” WC. Spesifikasi dari pressure tranducer sebagai berikut: 1. Untuk mengukur profil kecepatan dan 2. Untuk mengukur pressure drop
Model : PX653 - 03D5V
Manometer berfungsi sebagai pembaca pengukuran tekanan statis dan stagnasi melalui wall pressure tap dan
pitot static tube. Kemiringan pada manometer bertujuan untuk memudahkan pembacaan dan penggunaan mistar bertujuan untuk menentukan hasil dengan satuan panjang (cm). Manometer yang digunakan memiliki spesifikasi sebagai berikut:
Skala minimum : 1 mm
Fluida kerja : Kerosene (SGkerosene= 0,827) Kemiringan : 15°
3.2.5 Inlet Disturbance Body
33
memvariasikan gap (g/d)=0,1 sampai 0,5. Gambar 3.4 menujukkan pemasangan inlet disturbance body pada variasi g/d=0,1. Inlet disturbance body memiliki diameter sebesar 12,5 mm dan tinggi sebesar 125 mm.
Gambar 3.4Inlet disturbance body
3.3 Analisa Dimensi Parameter - Parameter yang Dianalisis
Analisa dimensi parameter berfungsi untuk mengetahui pengaruh dari parameter tersebut pada penelitian yang dilakukan. Parameter yang saling berhubungan ditunjukkan dengan bentuk parameter-parameter tak berdimensi yang dikenal juga dengan teori Buckingham Pi. Parameter yang mempengaruhi karakteristik aliran di sepanjang downstream duct sebagai berikut:
p : perbedaan tekanan statis lokal dan referensi (N/m2)
: massa jenis fluida (kg/m3)
μ : viskositas absolut fluida `(kg/(m.s))
Uref : kecepatan freestream di inlet upstream square duct (m/s)
u : kecepatan lokal (m/s)
l : panjang upstream square duct dari inlet elbow 90o(m)
Dh : diameter hidrolik saluran (m)
d : diameter inlet disturbance body
g : jarak gap dengan antara inlet disturbance body
dan dinding
y : aliran searah sumbu koordinat y z : aliran searah sumbu koordinat z x : aliran searah sumbu koordinat x
3.3.1 Analisis Grup Tak Berdimensi untuk Pressure Drop
pada Square Duct
Analisis pressure drop pada square duct dipengaruhi oleh beberapa parameter, sehingga fungsi parameter dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan terdiri dari fungsi sebagai berikut:
; perbandingan diameter inlet disturbance body dengan diameter hidrolik
4. 𝜋
4=𝑈𝑢 𝑟𝑒𝑓
35
Hubungan antar grup tak berdimensi adalah sebagai berikut:
Π1 = f(Π2, Π3, Π4, Π5, Π6, Π7, Π8, Π9, Π10) (3.2)
Pada penelitian ini yang menjadi variabel tetap adalah
𝜇
dan untuk pressure drop tak berdimensi ( 𝛥𝑝
𝜌𝑈𝑟𝑒𝑓2) pada square duct
3.3.2 Analisis Grup Tak Berdimensi untuk Kecepatan pada
Square Duct
𝑢 = 𝑓 (𝜌, 𝜇, 𝑈𝑟𝑒𝑓, 𝐷ℎ, 𝑑, 𝑔, 𝑙, 𝑅, 𝑥, 𝑦, 𝑧) (3.5)
dimana 𝑢 adalah kecepatan lokal (m/s) dan menggunakan teori Buckingham Pi dengan parameter 𝜌, 𝑈𝑟𝑒𝑓 dan Dh diperoleh 13
grup tak dimensi yaitu : 1. 𝜋
; perbandingan diameter inlet disturbance body dengan diameter hidrolik
Hubungan antar grup tak berdimensi adalah sebagai berikut :
37
Validasi dilakukan pada pengambilan data tekanan statis dan dinamis. Peralatan yang digunakan, yaitu manometer, pressure
tranducer 1” WC, pressure tranducer 3” WC, data aquisisi DAQ
PRO 5300, dan pitot static tube. Langkah-langkah validasi yang dilakukan sebelum pengambilan data pada penelitian sebagai berikut:
3.4.1 Validasi Tekanan Dinamis
Validasi tekanan dinamis dilakukan dengan melakukan pengukuran tekanan statis dan stagnasi dengan pitot static tube
pada upstream duct. Pembacaan hasil pengukuran tekanan dengan dua metode, yaitu pembacaan dengan manometer dan tranduser. Hasil output dari manometer berupa Δh dan tranduser berupa voltase. Gambar 3.5 menunjukkan skema pengukuran dengan set alat ukur tekanan. Sedangkan gambar 3.6 menunjukkan grafik hasil pengukuran tekanan dinamis dan didapatkan nilai R2 yang
menentukan validasi tekanan dinamis.
Langkah-langkah melakukan validasi pengukuran tekanan dinamis sebagai berikut:
1. Pemasangan instalasi untuk keadaan freestream tanpa dipasang inlet disturbance body.
2. Pitot static tube dipasang pada dinding saluran udara yang tersambung pada manometer dan transduser.
3. Pengaturan inverter dari 0 – 50 Hz dengan interval 5 Hz. 4. Diambil data manometer dan transduser untuk tekanan
dinamis.
6. Pembuatan grafik Δh (mm) vs voltase (volt) dari data-data yang didapatkan agar diketahui hubungan dengan formula.
Gambar 3.5 Susunan alat ukur validasi tekanan dinamis
Gambar 3.6 Grafik hasil validasi tekanan dinamis transduser 1” WC
3.4.2 Validasi Tekanan Statis
39
dari manometer berupa Δh dan tranduser berupa voltase. Gambar 3.7 menunjukkan skema pengukuran dengan set alat ukur tekanan. Sedangkan gambar 3.8 menunjukkan grafik hasil pengukuran tekanan statis dan didapatkan nilai R2 yang menentukan validasi
tekanan statis.
Langkah-langkah melakukan validasi pengukuran tekanan statis sebagai berikut:
1. Pemasangan instalasi untuk keadaan free stream tanpa dipasang inlet disturbance body.
2. Wall pressure tap pada inlet upstream duct dihubungkan pada manometer dan transduser.
3. Pengaturan inverter dari 0 – 50 Hz dengan interval 5 Hz. 4. Diambil data manometer dan transduser untuk tekanan statis
dinding.
5. Dari manometer didapatkan Δh (mm) dan dari data transduser didapatkan voltase (volt).
6. Pembuatan grafik Δh (mm) vs voltase (volt) dari data-data yang didapatkan agar diketahui hubungan dengan formula.
Gambar 3.8 Skema dan hasil validasi tekanan statis tranduser 3” WC
3.5 Prosedur Pengambilan Data 3.5.1 Pengambilan Data Kuantitatif
Pada penelitian ini parameter yang diukur meliputi tekanan statis dan stagnasi. Pengukuran suhu ruangan dilakukan sebelum pengambilan data. Setiap pengukuran memiliki prosedur penelitian diantara sebagai berikut:
1) Prosedur pengukuran tekanan dinamis sebagai berikut: a) Test section dipersiapkan.
b) Pitot static tube dipasang pada posisi yang ingin diukur.
c) Pitot static tube dihubungkan dengan transduser dengan mengunakan selang kapiler.
d) Frekuensi inverter diatur untuk mendapatkan putaran
blower yang sesuai kebutuhan.
e) Voltase dari transduser pada tekanan stagnasi pada dicatat.
f) Blower dimatikan
g) Langkah d sampai f diulangi sampai titik tekanan stagnasi terakhir yang telah ditentukan sebelumnya. 2) Prosedur pengukuran tekanan statis sebagai berikut:
41
b) Wall pressure tap dihubungkan ke transduser dengan selang kapiler.
c) Frekuensi inverter diatur untuk mendapatkan putaran
blower yang sesuai kebutuhan. d) Data voltase dari transduser dicatat.
e) Selang kapiler transduser dilepas dari wall pressure tap pertama kemudian dihubungkan dengan selang kapiler untuk wall pressure tap pada titik section
selanjutnya.
f) Langkah c) sampai e) diulangi sampai didapatkan data pada posisi pressure tap yang terakhir pada posisi 16Dh dari inlet downstream square duct.
3.5.2 Pengolahan Data Kuantitatif
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan membuat contoh perhitungan. Dalam perhitungan diperlukan beberapa data awal sebagai berikut:
Diameter hidrolik (Dh) : 125 mm Panjang downstream duct : 2125 mm
Panjang inlet upstream sampai downstream Temperatur ruangan dianggap konstan (T) : 28°C
Massa jenis udara pada T = 28°C (ρud) : 1,182 kg/m3 Viskositas kinematis (T = 28°C) (υ) : 1,59 x 10-5 m2/s Massa jenis air pada T = 28°C (ρH2O) : 996,4 kg/m3
1) Perhitungan untuk Bilangan Reynolds
𝑅𝑒𝐷ℎ=𝜌𝑢𝑑 . 𝑈𝜇𝑟𝑒𝑓 .𝐷ℎ=𝑈𝑟𝑒𝑓𝜐 . 𝐷ℎ (3.9)
ReDh : bilangan Reynolds
Pengaturan frekuensi pada inverter dilakukan secara manual untuk mendapatkan kecepatan awal (Uref) sebesar 10
m/s. Dengan kalibrasi validasi tekanan dinamis pada saluran
upstream duct melalui manometer untuk pengukuran nilai
Δh. Nilai Δh diukur dari frekuensi 0 Hz sampai 50 Hz. Pengukuran kecepatan aliran masuk menggunakan persamaan 3.11 sebagai berikut:
diukur dengan pitot static tube
43
Δh : perbedaan fluida pada manometer (m)
Uref : kecepatan freestream pada inlet upstream (m/s)
SGkerosene : Specific gravity kerosene pada
28°C
ρH2O : massa jenis air pada 28°C
(kg/m3)
2) Perhitungan Kecepatan Lokal
Perhiungan profil kecepatan sepanjang downstream duct diukur pada 16 test section dengan variasi gap peletakkan inlet disturbance body. Perhitungan profil kecepatan pada setiap section sepanjang downstream duct
ditulis sesuai persamaan 3.13 sebagai berikut:
(3.12)
dimana: po : tekanan stagnasi ps : tekanan statis
pud : massa jenis udara pada T = 28oC po - ps : tekanan dinamis
3) Perhitungan Loss Coefficient Elbow 90°
Perhitungan loss coefficient elbow 90° pada eksperimen ini menggunakan variasi gap sebesar 0,1d sampai 0,5d dari inlet elbow 90°. Pemasangan elbow 90°
akan mengakibat loss coefficient elbow 90° pada saluran.
𝑃1− 𝑃𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤 90°= 𝐾𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤 90°𝑉̅
2𝑥 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎
2 (3.13)
𝐾𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤 90°=(𝑃1−𝑃𝑉̅𝑖𝑛𝑙𝑒𝑡 𝑒𝑙𝑏𝑜𝑤 90°2 𝑥 𝜌𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 ) 𝑥 2 (3.14)
dimana :
P1 : Tekanan pada outlet elbow
90° (N/m2)
Pinlet elbow90°
: Tekanan pada inlet elbow 90°
(N/m2)
𝑉̅2 : Kecepatan udara masuk pada
upstream (m/s)
ρudara : massa jenis udara pada 28°C
(kg/m3)
K elbow 90° : loss coefficient elbow 90°
Loss coefficient elbow 90° pada penelitian ini akan dilakukan dengan variasi bilangan Reynolds dari 3,97x104
sampai 1,35x105 (kecepatan udara 5 m/s sampai 17 m/s
dengan kenaikan kecepatan 1 m/s) dengan variasi gap inlet disturbance body sebesar 0,1d sampai 0,5d.
4) Perhitungan Pressure Drop (∆p)
45
Pressure drop adalah selisih tekanan inlet pada
upstream square duct dan tekanan outlet pada downstream square duct seperti pada gambar 3.9. Sisi inner dan outer
5) Perhitungan Pressure Coefficient
Pressure coefficient (Cp) merupakan selisih antara