• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN LITERATUR. memanfaatkan peralatan, dengan proses, dan sumber daya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN LITERATUR. memanfaatkan peralatan, dengan proses, dan sumber daya."

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

2.1. Teknologi Informasi Pada Perpustakaan

Teknologi merupakan hasil dari kreasi, ketrampilan ataupun ide manusia dengan memanfaatkan peralatan, dengan proses, dan sumber daya.

Teknologi merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan jenis penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan keahlian, serta bagaimana ia dapat memberi pengaruh pada kemampuan manusia untuk mengendalikan dan mengubah sesuatu yang ada disekitarnya (Anshari 2010).

Teknologi adalah aplikasi ilmu dan engineering untuk mengembangkan mesin dan prosedur agar memperluas dan memperbaiki kondisi manusia, atau paling tidak memperbaiki efisiensi manusia pada berbagai aspek. Secara luas teknologi merupakan semua manifestasi dalam arti materiil yang lahir dari daya cipta manusia untuk membuat segala sesuatu yang bermanfaat guna mempertahankan kehidupannya. (Febrian 2010).

Menurut Turban (2006), “informasi adalah sebuah kumpulan dari data yang terorganisir dari berbagai cara yang bermanfaat bagi penerima informasinya”. Sedangkan, menurut Menurut Krismiaji (2005) ”informasi adalah data yang telah diorganisasi dan telah memiliki kegunaan dan manfaat”. Menurut Turban, (2006), “information technology relates to any computer-based to that people use to work with information and to support the information and information processing needs of an organization”. (teknologi informasi

(2)

berkaitan dengan segala sesuatu yang berbasis komputer yang digunakan orang untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan informasi untuk mendukung dan mengolah informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan perusahaan). Menurut Ishak (2008) “TI adalah hasil rekayasa manusia terhadap proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima sehingga pengiriman informasi akan lebih cepat, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya.”

Menurut Hariyadi yang dikutip oleh Rushendi (2007) teknologi informasi adalah: Teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan telekomunikasi yang lahir karena adanya dorongan-dorongan kuat untuk menciptakan teknologi baru yang dapat mengatasi kelambatan manusia mengolah informasi.

Seperti yang dijelaskan Supsiloani (2006) penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat difungsikan dalam berbagai bentuk antara lain:

1. Penerapan teknologi informasi dipergunakan sebagai sistem informasi manajemen perpustakaan. Bidang pekerjaan yang dapat diintegrasikan dengan sistem informasi perpustakaan adalah pengadaan, inventarisasi, katalogisasi, sirkulasi, bahan pustaka, pengelolaan anggota, statistik, dan lain sebagainya. Fungsi ini sering diistilahkan sebagai bentuk otomasi perpustakaan.

2. Penerapan teknologi informasi sebagai sarana untuk menyimpan, mendapatkan dan menyebarluaskan informasi ilmu pengetahuan dalam format digital. Bentuk penerapan teknologi informasi dalam perpustakaan ini sering dikenal dengan perpustakaan digital.

(3)

Menurut Mahmudin (2008), ada beberapa alasan mengapa teknologi informasi saat ini sangat dibutuhkan di perpustakaan.

1. Sistematika informasi: terjadinya ledakan informasi yang membanjiri dunia saat ini membutuhkan pengelolaan yang lebih sistematis. Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia menggunakan ICT dalam pengelolaan database perpustakaan.

2. Tingginya akses informasi: kebutuhan pengguna untuk mencari dan menemukan kembali informasi lebih mudah jika difasilitasi dengan sarana ICT. Katalog online memungkinkan pustakawan dan pengguna untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Sudah menjadi hal yang lumrah untuk menyusun pengajuan daftar pustaka baru dengan mengunjungi dan menggunakan data-data di toko buku Amazon.

3. Efisiensi pekerjaan: komputer di perpustakaan membantu pekerjaan menjadi lebih cepat. Pencatatan buku-buku baru serta pengolahan akan lebih mudah jika disimpan dalam file komputer. Pengkatalogan tidak hanya dengan sistem Anglo American Cataloguing Rules (AACR), begitupun penentuan subjeknya dengan Dewey Decimal Clasifications (DDC). Tetapi secara praktis penggunaan katalog online memudahkan proses pengatalogan.

4. Memudahkan tukar-menukar informasi dalam bentuk data.

5. Komunikasi dua arah atau searah, sudah hal yang lazim digunakan dengan tersedianya fasilitas yahoo messenger atau dengan fasilitas e-mail. Mailing list pustakawan adalah sebuah grup diskusi yang mempunyai kesukaan/kepentingan

(4)

yang sama, setiap orang bisa berpartisipasi, kita dapat membaca email orang lain dan kemudian mengirimkan balasannya. Mailing list sebagai sarana yang ampuh untuk mendapatkan sumbangan buku, perbaikan fasilitas perpustakaan 6. Menjadi trend bila pustakawan saat ini menyimpan data pada pada web dari

e-mail pribadi.

7. Keseragaman: salinan data atau informasi yang dibuat dapat diseragamkan sehingga memudahkan pengguna (user friendly). Konsep Machinery Readable Catalogue (MARC) yang populer tahun 90an masih digunakan dalam rangka penyeragamkan penentuan tag (ruas) data bibliografi pustaka.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa teknologi informasi adalah teknologi pendukung sistem informasi yang berasal dari ide, kreasi, maupun keterampilan manusia untuk mengubah data menjadi sebuah informasi dan dipergunakan sebagai sistem informasi manajemen perpustakaan, untuk mengintegrasikan semua bidang pekerjaan di perpustakaan dapat diteruskan kepada pengguna.

2.2. Sistem Kerumahtanggaan Perpustakaan

Sebuah sistem automasi perpustakaan mencakup beberapa aspek bidang kerja pada perpustakaan. Dengan penerapan automasi perpustakaan, aspek bidang kerja perpustakaan tersebut dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam kaitannya dengan pelayanan terhadap pengguna (user). Sistem automasi pada perpustakaan mencakup diantaranya:

(5)

2.2.1. Pengadaan (Acquisition)

Pengadaan (acquisition) merupakan semua kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan bahan pustaka yang dilakukan baik melalui pembelian, pertukaran maupun berupa hadiah. Pengadaan bahan pustaka bertujuan untuk menambah koleksi perpustakaan yang uptodate dan sesuai dengan kebutuhan pengguna

Menurut Sutarno (2006: 174) “Pengadaan atau akuisisi koleksi bahan pustaka merupakan proses awal dalam mengisi perpustakaan dengan sumber-sumber informasi”.

Menurut Shah (2014) Acquisition system is reliable and support library staff managing the processes involved with collection development, freeing staff repetitive data entry tasks by linking related acquisition data together. Library acquisition is interactive with the Serial Control, Cataloguing and Public access catalogue modules to process orders and to view serial copy information.

Menurut Siregar (2004) sub sistem pengadaan yang terautomasi mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Pemilihan bahan pustaka baru yang akan dibeli atau dipesan biasanya dilakukan oleh pustakawan dan pengguna perpustakaan. Pemilihan dapat dilakukan dengan menggunakan sumber informasi yang tersedia seperti katalog penjual buku.

2. Pengecekan bibliografi, kartu-kartu pilihan diinventaris dengan cara mencocokan isi kartu dengan file katalog, file pesanan dan file desiderata.

(6)

3. Penerimaan dan pengujian tuntutan, bahan-bahan pustaka baru dan faktur biasanya diterima bersamaan. Melakukan verifikasi terhadap faktur dengan cara mencocokannya dengan daftar pesanan. Pengajuan tuntutan akan diproses dan dikirimkan kepada pemasok (supplier) bahan pustaka dalam kasus dimana terdapat bahan-bahan pustaka yang diterima tidak sesuai dengan pesanan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pengadaan merupakan suatu kegiatan pengisian perpustakaan dengan sumber-sumber informasi yang dilakukan oleh staff perpustakaan baik melalui pembelian,hadiah ataupun penukaran koleksi, dengan

melakukan pengecekan bibliografi melakukan verivikasi dan dicocokkan ke daftar pesanan

2.2.2. Pengatalogan (Cataloguing)

Pengatalogan (cataloguing) adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan cantuman (record) bibliografi untuk pembuatan katalog yang digunakan sebagai sarana temu balik informasi.

Sistem pengatalogan berbasis komputer merupakan semua aktivitas yang dilakukan dalam mempersiapkan cantuman bibliografi. Untuk katalog dengan menggunakan komputer. Sistem ini menghasilkan suatu pangkalan data (database) katalog yang dapat diakses secara online. Dengan kata lain, katalog online merupakan suatu bentuk penelusuran terhadap koleksi yang tersedia melalui terminal komputer, disebut juga OPAC (Online Public Acces Catalog) (Siregar 1996).

(7)

Pengatalogan (cataloguing) yaitu seluruh kegiatan yang dilakukan untuk mempersiapkan cantuman (record) bibliografi, dengan tujuan untuk menghasilkan katalog yang digunakan sebagai sarana temu kembali koleksi perpustakaan. Aktivitas yang terjadi dalam proses pengatalogan antara lain pengklasifikasian bahan pustaka, pembuatan katalog dan pembuatan label bahan pustaka hingga bahan pustaka tersebut siap untuk dipinjam.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kegiatan pengatalogan merupakan rangkaian pekerjaan untuk mempersiapkan bahan pustaka agar mudah diperoleh dan diketahui informasi yang terdapat di dalamnya berdasarkan judul, pengarang, subyek, penerbit, tahun terbit, nomor DDC atau kombinasinya. Katalog adalah keterangan singkat atau wakil dari suatu dokumen. Katalog perpustakaan elektronik adalah jantung dari sebuah sistem perpustakaan yang terautomasi. Sub sistem lain seperti OPAC dan sirkulasi berinteraksi dengannya dalam menyediakan layanan automasi. Sebuah sistem katalog yang dirancang dengan baik merupakan faktor kunci keberhasilan penerapan automasi perpustakaan.

2.2.3. Pengawasan Sirkulasi (Circulation Control)

Pengawasan sirkulasi (circulation control), yaitu semua kegiatan yang berkaitan dengan peminjaman dan pengembalian bahan pustaka, biasanya untuk penggunaan di luar perpustakaan. Dengan kata lain, kegiatan ini berhubungan dengan pengontrolan peredaran koleksi perpustakaan.

Menurut Lasa (1995_ Kata sirkulasi berasal dari bahasa inggris “ circulation” yang berarti perputaran, peredaran, seperti pada “sirkulasi udara” sirkulasi uang dan sebagainya. Dalam ilmu perpustakaan sirkulasi sering dikenal dengan peminjaman,

(8)

namun demikian pengertian pelayanan sirkulasi sebenarnya adalah mencakup semua bentuk kegiatan pencatatan yang berkaitan dengan pemanfaatan, penggunaan koleksi perpustakaan dengan tepat guna dan tepat waktu untuk kepentingan pengguna jasa perpustakaan

Pengertian layanan sirkulasi menurut Rahayuningsih yang dikutip oleh Cintia (2012) sirkulasi adalah layanan pengguna yang berkaitan dengan peminjaman, pengembalian, dan perpanjangan koleksi. Namun layanan sirkulasi perpustakaan bukan hanya sekedar pekerjaan peminjaman, pengembalian, dan perpanjangan koleksi saja, melainkan suatu kegiatan menyeluruh dalam proses pemenuhan kebutuhan pengguna melalui jasa sirkulasi.

Berdasarkan uraian para pakar di atas dapat diketahui bahwa layanan sirkulasi merupakan suatu kegiatan yang ada di perpustakaan yang berhubungan langsung dengan pengguna bukan hanya peminjaman,pengembalian, dan perpanjangan buku tetapi suatu kegiatan yang menyeluruh untuk pemenuhan kebutuhan pengguna melalui jasa sirkulasi,dan juga untuk mengetahui peredaran koleksi.

Menurut Siregar (2004) sistem pengawasan sirkulasi mencakup fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Sistem dapat menyediakan fasilitas parameter yang berbeda. 2. Sistem dapat menyediakan fasilitas sistem peminjaman. 3. Sistem dapat memproses pengembalian.

(9)

4. Sistem dapat memproses perpanjangan. 5. Sistem dapat memproses denda.

6. Sistem dapat memproses reservasi.

7. Sistem dapat memproses peminjaman untuk kategori koleksi pinjaman singkat yang biasanya berlaku untuk dua malam.

Kegiatan pada bagian sirkulasi meliputi: 1. Pendaftaran anggota perpustakaan. 2. Peminjaman koleksi.

3. Pengembalian atau perpanjangan. 4. Penagihan.

5. Pemberian sanksi. 6. Waktu layanan. 7. Sistem peminjaman.

Menurut Qalyubi, (2007) sistem layanan sirkulasi di perpustakaan lazimnya menggunakan dua sistem sebagai berikut :

1. Sistem terbuka (Open Access)

Sistem terbuka membebaskan pengunjung ketempat koleksi perpustakaan dijajakan. Mereka dapat melakukan browsing atau membuka-buka, melihat-lihat buku, dan mengambil sendiri. Ketika tidak cocok, mereka dapat memilih bahan lain yang hampir sama atau bahkan yang berbeda.

(10)

Pemakai dapat melakukan browsing dan memberi kepuasan kepada pengguna karena pengguna dapat memilih sendiri koleksi yang sesuai dengan kebutuhannya.

Tenaga yang dibutuhkan tidak banyak. b) Kelemahan sistem terbuka:

Pemakai banyak yang salah mengembalikan koleksi pada tempat semula, sehingga koleksi bercampur aduk.

Petugas setiap hari harus mengontrol rak-rak untuk mengetahui buku yang salah letak, dan

Kehilangan koleksi relatif besar.

2. Sistem tertutup (Close Access)

Sistem tertutup tidak memperkenankan pengunjung masuk ke rak-rak buku untuk membaca ataupun mengambil sendiri koleksi perpustakaan. Pengunjung hanya dapat membaca atau meminjam melalui petugas yang akan mengembalikan bahan pustaka untuk para pengunjung.

a) Kelebihan sistem tertutup:

Koleksi akan tetap terjaga kerapiannya, dan Koleksi yang hilang dapat diminimalkan. b) Kelemahan sistem tertutup:

(11)

Banyak waktu yang diperlukan untuk mengisi formulir dan menunggu bagi yang merngembalikan bahan pustaka, dan

Sejumlah koleksi tidak pernah disentuh atau dipinjam.

Sistem sirkulasi yang terautomasi sesuai dengan jenis layanan perpustakaan yang secara terbuka. Layanan yang mencakup semua administrasi peminjaman dan pengembalian buku, reservasi (pesanan buku yang akan dipinjam), perhitungan denda dan peringatan kepada peminjam tentang keterlambatan pinjaman, statistik, dan sebagainya dapat dikerjakan dengan cepat dan akurat. Satu terminal komputer dapat menggantikan setumpuk kartu peminjaman dan dapat mempercepat proses layanan.

Tujuan utama dari sistem sirkulasi berbasis komputer adalah pencatatan secara sistematis item-item yang dipinjam serta data rinci peminjamannya. Lebih spesifik automasi sirkulasi seharusnya menyediakan data sebagai berikut:

1. Daftar koleksi yang tersedia

Dengan adanya basis data yang baik dan akurat dalam sistem automasi perpustakaan, maka proses pencarian bahan pustaka berjalan dengan lancar dan akurat.

2. Buku yang dipinjam

Dengan adanya basis data yang baik dan akurat dalam sistem automasi perpustakaan, maka dengan mudah terdeteksi koleksi yang terpinjam oleh pemakai. 3. Buku yang dikembalikan dan atau diperpanjang

(12)

Basis data yang baik dan akurat dalam sistem automasi juga dapat memudahkan pustakawan dalam melacak apakah seorang pengguna/pemustaka telah mengembalikan atau bahkan masih memperpanjang buku yang telah dipinjamnya yakni hanya dengan melakukan scan pada kartu anggota pemustaka.

4. Tanggal jatuh tempo peminjaman

Tanggal jatuh tempo peminjaman dapat terdeteksi pula melalui scan kartu keanggotaan pemustaka saat melakukan transaksi.

5. Apakah peminjam dimungkinkan untuk meminjam lagi atau tidak dengan melakukan scan kartu anggota, maka di layar monitor akan muncul apakah seorang pemustaka masih boleh memperpanjang peminjamannya atau sudah tidak boleh karena melampaui batas waktu peminjaman.

6. Jika peminjam mencoba meminjam lebih dari yang seharusnya Secara otomatis sistem akan menolak, apabila ada pemustaka yang ingin meminjam koleksi lebih dari yang seharusnya.

7. Mendeteksi persoalan peminjam pada saat transaksi

Sistem automasi dapat mendeteksi apabila seseorang masih memiliki tunggakan baik itu berupa koleksi ataupun tunggakan denda, tidak akan dapat dilanjutkan transaksinya apabila belum menyelesaikan sangkutan tersebut.

8. Pemesanan koleksi

Pustakawan dapat melakukan pemesanan koleksi sesuai kebutuhan pengguna/pemustaka dengan cepat.

(13)

9. Denda

Dengan sistem automasi berupa scan kartu anggota dapat diketahui berapa jumlah denda yang harus dibayar oleh seorang pengguna/pemustaka.

10. Data Koleksi yang dipinjam

Dengan adanya basis data yang baik dan akurat dalam sistem automasi perpustakaan maka pustakawan dapat mengetahui berapa jumlah koleksi yang terpinjam.

11. Statistik peminjaman

Secara keseluruhan sistem automasi memudahkan pustakawan dalam membuat data statistik peminjaman baik dalam jumlah harian, bulanan bahkan tahun dengan tepat dan akurat.

Pengelolaan keanggotaan, yaitu sebuah kegiatan administratif pengelolaan perpustakaan, yang meliputi kegiatan penerimaan layanan keanggotaan, pembuatan kartu tanda anggota, layanan surat keterangan bebas tagihan, dan lain-lain.

Dengan komputer pekerjaan peminjaman buku dapat dilakukan dengan cepat dan mudah yaitu hanya dengan menyorot barcode kartu kemudian menyorot barcode buku selanjutnya memberikan cap tanggal pengembalian. Pekerjaan tersebut hanya memakan waktu kurang satu menit untuk setiap buku. Begitu juga dengan proses pengembalian dan perpanjangan buku, cukup dengan menyorot barcode buku kemudian secara otomatis akan terjadi transaksi.

(14)

2.2.4. Pengawasan Serial (Serials Control)

Pengawasan serial (serials control) yaitu kegiatan pengawasan koleksi terbitan berkala seperti majalah, jurnal, dan buletin. Menurut Hasugian (2003) pengawasan serial merupakan

Pengawasan serial adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan pembuatan pesanan, penerimaan dokumen, akses terhadap koleksi, pengarahan (routing), pengajuan tuntutan (claim), peminjaman dan penjilidan terbitan berkala atau serial

2.2.5. Katalog Online (OPAC)

Katalog online (OPAC), yaitu penyediaan fasilitas temu balik koleksi perpusakaan melalui terminal komputer untuk digunakan oleh pengguna perpustakaan. Menurut Siregar (1997) “katalog talian atau OPAC adalah penyediaan fasilitas akses koleksi di perpustakaan melalui terminal komputer untuk digunakan oleh pengguna perpustakaan”. Seperti yang dikutip Hasugian (2003, 4) menyatakan bahwa “OPAC adalah suatu pangkalan data cantuman bibliografi yang biasanya manggambarkan koleksi perpustakaan tertentu di mana pengguna dapat melakukan penelusuran melalui pengarang, judul, subjek, kata kunci dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan OPAC adalah suatu sistem temu balik informasi melalui komputer untuk memudahkan pengguna dalam melakukan penelusuran hanya dengan menggunakan keyword.

2.3. Kebutuhan Sistem Automasi Perpustakaan

Analisis kebutuhan merupakan proses menemukan, memperbaiki, memodelkan dan untuk menghasilkan spesifikasi kebutuhan. Spesifikasi kebutuhan adalah spesifikasi yang

(15)

rinci tentang pengolahan data, spesifikasi ini digunakan untuk membuat kesepakatan dalam pengembangan sistem. Menurut Pressman (2010), “analisis kebutuhan merupakan bagian dari proses kebutuhan perangkat lunak yang berperan menjembatani jurang yang sering terjadi antara level rekayasa kebutuhan dan perancangan perangkat lunak”. Menurut Wiegers (2003), “analisis kebutuhan bertujuan menyempurnakan kebutuhan-kebutuhan yang ada untuk memastikan pemangku kepentingan memahaminya dan menemukan kesalahan-kesalahan, kelalaian, dan kekurangan lainya jika ada”.

Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa analisis kebutuhan adalah proses untuk menemukan permasalahan yang terjadi pada sistem yang sedang berjalan dan menyempurnakan sistem yang akan dibuat selanjutnya.

Pada sistem kerumahtanggan perpustakaan yang manual, semua pekerjaan dalam setiap kegiatan dilakukan hanya dengan menggunakan kemampuan manusia. Pekerjaan rutinitas yang sering dilakukan secara berulang-ulang, biasanya akan menimbulkan kejemuan bagi pelaksananya. Kemampuan tenaga manusia untuk melakukan dan meningkatkan frekuensi pekerjaan sangatlah terbatas, padahal pada kondisi tertentu ada kalanya suatu pekerjaan harus diselesaikan dengan waktu yang cepat dan akurat. Keterbatasan untuk menangani atau melakukan berbagai kegiatan juga sering dialami oleh perpustakaan. Keadaan ini memicu munculnya keinginan untuk mengautomasikan sejumlah kegiatan di perpustakaan. Pernyataan kebutuhan sistem dinyatakan dalam bentuk spesifikasi dan rincian kebutuhan. Ada yang memulai dari rincian kebutuhan hanya untuk bagian atau unit tertentu. Artinya, hanya bagian atau unit tertentu yang dianggap mendesak yang akan diautomasi. Dengan demikian, kebutuhan sistem automasi itu, hanyalah untuk

(16)

modul sistem tertentu (modular systems). Ada kalanya perpustakaan berkeinginan untuk mengautomasikan seluruh kerumahtangaannya. Pengelola perpustakaan merinci kebutuhan sistem untuk semua bagian atau unit kegiatan yang ada. Untuk itu diperlukan sistem automasi yang mampu mengakomodir seluruh kegiatan yang ada pada kerumahtanggaan perpustakaan (total systems).

Sistem yang terintegrasi adalah sistem perpustakaan yang mengintegrasikan antara satu modul dengan modul yang lainnya. Dengan sistem yang terintegrasi tersebut, masing-masing bagian atau unit pada kerumahtanggan perpustakaan akan dapat saling memanfaatkan data bibliografis (sharing), yang tentunya akan menghasilkan efisiensi yang tinggi. Menurut Hasugian (2003) “duplikasi pencatatan data bibliografis yang sama akan terhindar pada kegiatan tertentu”. Proses pelaksanaan kegiatan akan berlangsung lebih cepat, dan kinerjanya akan lebih akurat. Dengan demikian, pernyataan kebutuhan sistem akan ditindaklanjuti dengan cara pemilihan sistem. Pemilihan sistem tentu berhubungan dengan kebutuhan sistem yang dinyatakan oleh masing-masing perpustakaan.

2.3.1. Pemilihan Sistem Automasi Perpustakaan

Proses pemilihan sistem adalah salah satu faktor penting yang harus dilalui dalam usaha mengembangkan sistem kerumahtanggaan perpustakaan berbasis komputer. Secara teoritis, faktor tersebut dapat dilakukan dengan mengacu kepada berbagai metode pengembangan sistem kerumahtanggaan perpustakaan berbasis komputer. Hal itu sering disebut dengan istilah metode automasi perpustakaan, dan pemilihan perangkat komputer baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware).

(17)

2.3.1.1.Metode Automasi Perpustakaan

Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa penggunaan komputer atau automasi perpustakaan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan perpustakaan kepada para penggunanya. Untuk mencapai tujuan itu perpustakaan dapat menggunakan beberapa metode atau cara. Berdasarkan cara pengembangannya, Menurut Corbin yang dikutip oleh Rasiman (2008) membagi metode automasi perpustakaan atas 4 (empat), yaitu membeli sistem turnkey (turnkey systems), mengadaptasi sistem (adapted systems), mengembangkan sistem lokal (locally development systems), dan menggunakan sistem bersama (shared systems).

1. Membeli Sistem Turnkey; Sistem turnkey adalah suatu sistem komputer yang sudah dirancang, diprogram, diuji dan kemudian dijual oleh perusahaan (vendor atau supllier) kepada perpustakaan dalam keadaan siap untuk dipasang dan dioperasikan. Sistem ini merupakan suatu paket jadi. Biasanya vendor juga menyiapkan dokumentasi yang perlu, seperti pedoman untuk para pengguna. Ada kalanya vendor mengikutkan pada kontrak untuk pemasangan dan pemeliharaan sistem, serta penyelenggaraan pelatihan pengoperasian sistem tersebut untuk para staf perpustakaan. Sedangkan vendor lain hanya menyiapkan atau menjual software aplikasinya saja, dan perpustakaan sendiri yang bertanggungjawab untuk menyiapkan hardware-nya. Mengembangkan sistem automasi perpustakaan dengan cara turnkey mempunyai beberapa keuntungan diantaranya, sistem turnkey dapat dipasang di perpustakaan dalam desain, pemrograman dan pengujian dapat dihindarkan; spesialis sistem dan komputer

(18)

biasanya disediakan pada saat instalasi dan pelatihan pengoperasian; dan staf tidak harus berlatarbelakang pendidikan komputer. Pada sisi lain, sistem turnkey juga mempunyai kelemahan antara lain, beberapa ciri sistem turnkey tidak sesuai dengan keinginan atau kebutuhan perpustakaan, karena sistem tersebut dirancang dan diprogram untuk mengakomodasi kebutuhan perpustakaan secara umum. Kelemahan lainnya, disamping harganya mahal, beberapa sistem turnkey tidak fleksibel dalam pengertian bahwa tidak dapat dirubah setelah dipasang. 2. Mengadaptasi Sistem; perpustakaan dapat juga membangun dan

mengembangkan automasinya dengan cara mengadaptasi sistem melalui kerjasama jaringan. Sistem jaringan adalah suatu sistem yang dirancang, diprogram dan digunakan secara bersama oleh beberapa perpustakaan karena itu sistem tersebut dinamakan juga sistem kooperatif. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan biasanya membayar sejumlah biaya kepada pengelola pusat jaringan sesuai kesepakatan bersama, menyangkut persyaratan anggota, hak dan kewajiban, serta jenis layanan yang digunakan secara bersama. Seperti pada sistem turnkey, instalasi sistem jaringan dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, karena beberapa kegiatan yang cukup rumit seperti merancang, memrogram, dan sebagainya adalah tanggung jawab dari pengelola pusat jaringan. Perpustakaan yang menjadi anggota jaringan tidak harus memiliki tenaga ahli komputer, karena tenaga ahli cukup disediakan oleh pengelola jaringan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan staf untuk mengelola dan mengoperasikan sistem tersebut biasanya dilakukan dan dikoordinasikan oleh

(19)

pengelola pusat jaringan. Kelemahan dari pengembangan sistem ini ialah bahwa kebutuhan perpustakaan sebagai pengguna sistem dan anggota jaringan dapat berbeda, sehingga sistem sulit mengakomodasi semua kebutuhan tersebut. Kelemahan lain ialah bahwa perpustakaan anggota jaringan kurang leluasa mengembangkan sistem karena hak mereka dibatasi oleh aturan kerja sama. 3. Mengembangkan Sistem Lokal; perpustakaan dapat juga membangun sistem

automasinya dengan mengembangkan sistem lokal, yang sering disebut “in-house developed system”. Sistem lokal adalah sistem komputer yang dirancang, diprogram dan diuji oleh perpustakaan pembuatnya. Keuntungan dari sitem lokal, bahwa sistem dirancang dan diprogram sesuai kebutuhan atau keinginan perpustakaan. Kelemahannya, pengembangan sistem lokal membutuhkan biaya yang mahal untuk mencari atau memiliki tenaga ahli komputer. Kelemahan lainnya, membutuhkan waktu yang lama agar dapat beroperasi, karena pembuatannya biasanyan dimulai dari desain, pemrograman, pengujian sampai kepada penginstalan sistem.

4. Menggunakan Bersama Sistem dari Perpustakaan Lain; metode atau cara lain yang dapat dipilih oleh perpustakaan dalam rangka membangun dan mengembangkan sistem automasinya, adalah menggunakan bersama sistem dari perpustakaan lain. Dengan metode ini, perpustakaan bisa menekan biaya dan kegiatan merancang, memogram dan menguji sistem yang biasanya membutuhkan biaya dan waktu yang banyak, karena kegiatan-kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh perpustakaan asal sistem tersebut. Cara ini banyak

(20)

dilakukan oleh perpustakaan di Indonesia. Kelemahan yang harus diperhitungkan oleh perpustakaan bila menggunakan metode ini ialah, adanya perbedaan kebijakan antara perpustakaan asal pemilik sistem dengan perpustakaan yang mau menggunakan sistem tersebut. Selain hal itu, perpustakaan yang menggunakan metode ini harus memiliki tenaga ahli komputer untuk mengadaptasi software aplikasi tersebut dan kemudian menginstalnya.

2.3.1.2. Pemilihan Perangkat Komputer

Dewasa ini ada keinginan dari berbagai perpustakaan tertentu dalam rangkaian membangun dan mengembangkan automasinya dengan cara membeli sistem turnkey, karena disamping lebih praktis, sejumlah perangkat lunak (software) khusus untuk kerumahtanggaan perpustakaan sudah semakin mudah ditemukan di pasar komersial seperti VTLS, Dynix, Ilmu dan sebagainya. Akan tetapi sebelum membeli sistem turnkey, perlu dilakukan analisis terhadap sistem tersebut dengan melihat berbagai faktor atau kriteria yang menjadi bahan pertimbangan, agar dikemudian hari tidak terjadi kegagalan dalam pengoperasiannya. Disamping itu, saat ini perangkat lunak gratisan yang dapat digunakan untuk sistem automasi perpustakaan sudah relatif banyak, seperti Athenaeum Light, Iglo, X-Igloo, OpenBiblio, PhpMyLibrary, Greenstone, Senayan, dan sebagainya, yang kesemuanya itu mudah didapatkan di internet. Berkaitan dengan penggunaan sistem turnkey, beberapa faktor atau kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan dalam pemilihan perangkat komputer, baik software maupun hardware hendaknya dikaji secara mendalam.

(21)

2.3.1.2.1. Kriteria Pemilihan Software

Suatu software dikembangkan melalui suatu pengamatan dari suatu sistem kerja yang berjalan, untuk menilai suatu software tentu saja banyak kriteria yang harus diperhatikan. Menurut Supriyanto dan Muhsin yang dikutip oleh Azwar (2013) beberapa kriteria untuk menilai software adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan; fasilitas dan laporan yang ada sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan informasi tepat pada waktu (realtime) dan relevan untuk proses pengambilan keputusan

2. Ekonomis; biaya yang dikeluarkan sebanding untuk mengaplikasikan software sesuai dengan hasil yang didapatkan.

3. Keandalan; mampu menangani operasi pekerjaan dengan frekuensi besar dan terus-menerus.

4. Kapasitas; mampu menyimpan data dengan jumlah besar dengan kemampuan temu kembali yang cepat.

5. Sederhana; menu-menu yang disediakan dapat dijalankan dengan mudah dan interaktif dengan pengguna

6. Fleksibel; dapat diaplikasikan di beberapa jenis sistem operasi dan institusi serta memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut.

2.3.1.2.1.1. Menentukan Software

Pemilihan software dilakukan untuk menentukan paket terbaik untuk perpustakaan, analisis dan kenali kebutuhan perpustakaan, dan disesuaikan dengan fitur dan fungsi dari

(22)

sistem perpustakaan yang terintegrasi. Saat ini banyak software perpustakaan yang tersedia di perpustakaan dimana perpustakaan dapat memilih beberapa software yang akan memenuhi tujuan ataupun keobjektifan dari automasi perpustakaan.

a. Membangun sendiri. b. Mengontrakkan keluar.

c. Membeli software jadi yang ada di pasaran. Pilihan apapun yang dijatuhkan, software harus:

a. Sesuai dengan keperluan. b. Memiliki izin pemakaian.

c. Ada dukungan teknis, pelatihan, dokumentasi yang relevan serta pemeliharaan. d. Menentukan staf yang bertanggung jawab atas pemilihan dan evaluasi software. Untuk memilih software, banyak faktor dan kriteria yang harus dipertimbangkan oleh perpustakaan. Faktor dan kriteria tersebut bisa diidentifikasi melalui berbagai acuan tertentu. Tedd yang dikutip oleh Hasugian (2003) mengemukakan, “sejumlah pokok pikiran yang bisa digunakan sebagai acuan bagi perpustakaan dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih software jadi yang cocok untuk kegiatan kerumahtanggaan perpustakaan”. Pokok pikiran tersebut dikelompokkan atas 5 (lima) kategori atau faktor sebagai berikut:

1. Faktor Umum

Ada sejumlah faktor umum yang perlu dipertimbangkan dalam memilih software antara lain pengalaman perpustakaan lain yang pernah menggunakan software tersebut. Untuk ini perlu dilakukan kunjungan ke perpustakaan yang

(23)

telah menggunakannya kemudian melakukan diskusi dan studi mendalam tentang cara kerja dan peralatan sistem tersebut. Jika ini tidak dapat dilakukan kerena lokasi yang berjauhan, maka dapat dilakukan melalui komunikasi lain seperti surat-menyurat untuk mengetahui keberadaan software tersebut. Pengalaman perpustakaan lain yang telah menggunakan software yang akan dibeli tersebut jauh lebih penting, dari pada pengalaman yang dikemukakan oleh vendor atau supplier, sebab apa yang dikemukakan vendor atau supplier biasanya banyak berimplikasi kepada konsep pemasaran yaitu promosi terhadap produknya. Faktor umum lainnya yang perlu diketahui ialah reputasi dari badan atau organisasi yang menulis atau memproduksi software tersebut. Sistem turnkey atau paket jadi biasanya ditulis atau diproduksi oleh bermacam-macam organisasi seperti perpustakaan, perusahaan komputer, lembaga penelitian dan sebagainya. Faktor ini perlu dijadikan sebagai bahan pertimbangan, karena menyangkut reputasi dalam memproduksi software tersebut, karena hal ini menyangkut kepada kualitas produk.

2. Faktor Teknis

Ada beberapa faktor teknis yang perlu diperhatikan dalam memilih software, yaitu (1) apakah software tesebut dapat melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan dalam waktu yang tepat, (2) apakah software tersebut dapat dijalankan pada hardware yang tersedia, (3) apakah software tersebut dapat dijalankan pada sistem operasi (operating systems) yang tersedia, (4) batasan data, berapa jumlah records, besaran file, jumlah fields, besaran fields, besaran

(24)

records dan sebagainya, (5) bagaimana kemudahan menggunakan software tersebut, dan (6) faktor bahasa atau komunikasi yang digunakan dalam software. Kemampuan sistem untuk melakukan sejumlah fungsi yang diperlukan pada waktu yang tepat, perlu dievaluasi. Untuk mengetahui sejumlah fungsi yang bisa dijalankan oleh suatu sistem, dan untuk mengetahui kemampuan fungsional dan kelengkapan antarmukanya (interface), maka setiap modul yang ada pada sistem dapat dievaluasi dengan menggunakan checklist yang dianggap standar untuk tipe perpustakaan tertentu. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk memilih apakah sistem tersebut sesuai dengan kebutuhan.

3. Faktor Pendukung

Selanjutnya, beberapa faktor pendukung yang perlu diketahui dan dievaluasi dalam memilih software, antara lain menyangkut dokumentasi untuk pedoman instalasi, petunjuk pengoperasian, pemeliharaan dan sebagainya. Selain itu perlu diketahui, apakah vendor menyediakan bantuan untuk memasang software, pelatihan dan modifikasi sistem (upgrades) sesuai perkembangan teknologi komputer, misalnya jika muncul versi baru dari software tersebut. Perlu juga diketahui apakah ada organisasi pengguna (user group) untuk software tersebut. Biasanya software yang baik, memunculkan user group sebagai wadah tukar menukar pengalaman menggunakannya. Biasanya user group ini menerbitkan newsletter secara berkala, dan ada kalanya menyelenggarakan seminar dan kegiatan lainnya.

(25)

4. Faktor Biaya

Faktor penting yang menjadi pertimbangan ialah harga dari software yang akan dibeli. Mahal atau murahnya harga suatu software harus dipertimbangkan dengan fasilitas yang tersedia di dalamnya. Semakin lengkap fasilitasnya tentu harganyapun cenderung semakin mahal. Untuk itu perlu dilakukan perhitungan yang cermat sesuai dengan kemampuan anggaran perpustakaan.

5. Faktor Hukum

Salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan dalam memilih dan membeli software ialah faktor hukum. Hal penting yang perlu diketahui dalam faktor hukum ini ialah mencakup ada tidaknya jaminan dalam pembelian software tersebut. Biasanya jaminan dalam membeli software selalu ada, akan tetapi tenggang waktu jaminan tersebut dapat berbeda antara satu dengan yang lain. Berkenan dengan jaminan ini, hal lain yang perlu diperhatikan ialah pengesahan kontrak, baik kontrak pembelian sistem dan kontrak pemeliharaan sistem.

2.3.1.2.1.1.1. SLiMS (Senayan Library Management System)

Senayan Library Management System atau biasa disingkat SLiMS merupakan salah satu Free Open Source Software (FOSS) berbasis web yang dapat digunakan untuk membangun sistem automasi perpustakaan. Sebagai perangkat lunak, SLiMS mampu berjalan sempurna di dalam sistem jaringan lokal (intranet) ataupun internet. Saat ini, SLiMS banyak diminati masyarakat Indonesia khususnya para pustakawan dikarenakan berbagai fasilitas yang dimilikinya dapat memenuhi kebutuhan sistem automasi suatu

(26)

perpustakaan. Dengan menggunakan SLiMS, pemustaka dapat mengakses layanan informasi perpustakaan jauh lebih cepat dibandingkan saat masih manual. Di samping itu, software SLiMS juga bisa diakses melalui akses internet, sehingga pemustaka dapat menelusuri katalog perpustakaan dari mana saja dan kapan saja melalui website atau portal yang disediakan perpustakaan. Jika melihat sistem informasi atau berbagai perangkat lunak yang digunakan saat ini, perpustakaan lebih cenderung menggunakan perangkat lunak berbasis web disebabkan fleksibilitasnya yang dapat diakses melalui jaringan lokal dan internet dengan menggunakan berbagai sistem operating komputer (multi platform).

SLiMS dikembangkan menggunakan kolaborasi beberapa perangkat lunak berbasis Open Source. Berbagai perangkat lunak yang digunakan untuk membangun SLiMS, antara lain Apache sebagai web server; HTML (Hypertext Markup Language) adalah bahasa standar yang digunakan oleh browser untuk menampilkan informasi dalam halaman-halaman web; PHP (Hypertext Preprocessor) adalah bahasa script yang disisipkan dalam HTML yang digunakan sebagai bahasa pemrograman web; dan MySQL adalah sistem manajemen database yang digunakan untuk menyimpan semua data. Semua perangkat lunak ini dibangun dengan kode sumber (source code) yang bersifat terbuka (open source). Kode sumber yang bersifat terbuka inilah yang memberikan peluang bagi para pengguna untuk mengembangkan SLiMS lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.

Selain aplikasi Apache, HTML, PHP, dan MySQL, SLiMS juga menggunakan beberapa aplikasi open source lainnya yang digunakan untuk mendukung pengelolaan manajemen perpustakaan, seperti Simbio2 sebagai framework atau kumpulan script coding (library) yang membangun aplikasi SLiMS; Genbarcode dan Zenbarcode untuk pembuatan

(27)

(generate) barcode; TinyMCE untuk penyuntingan teks berbasis web; PHPThumb untuk menampilkan gambar dalam bentuk thumbnail; Flowplayer untuk menampilkan video secara streaming dalam halaman web; ZViewer untuk menampilkan dokumen pdf; PHPLot untuk menampilkan informasi berupa laporan dalam bentuk grafik; PHPMailer untuk pengiriman email dalam aplikasi web; JQuery untuk memanipulasi komponen di dalam dokumen HTML, menangani berbagai event, animasi, efek dan memproses interaksi AJAX; teknologi AJAX (Asynchronous JavaScript and XML) untuk memudahkan interaktif pengguna dalam menggunakan aplikasi web; Index dan Sphinx untuk sistem pencarian (temu balik) informasi dengan metode yang sangat cepat; dan aplikasi Open Source lain sebagainya.

Sebagai perangkat lunak automasi perpustakaan, SLiMS mampu mempermudah berbagai kegiatan manajemen administrasi perpustakaan. Jika melihat modul yang disediakan SLiMS, perangkat lunak ini mampu menjalankan berbagai fungsi manajemen administrasi yang ada di perpustakaan. Kegiatan pengolahan, peminjaman, pengembalian, pemesanan koleksi, penyiangan, manajemen anggota, fasilitas pencetakan barcode (barcode koleksi dan kartu anggota) serta berbagai jenis laporan. Melalui modul pelaporan yang cukup lengkap, SLiMS dapat membantu pihak manajemen untuk membuat kebijakan pengadaan atau sebagai bahan pertimbangan untuk memutuskan suatu kebijakan bagi pengembangan perpustakaan. Semua kegiatan ini mungkin dilakukan dengan menggunakan modul yang ada di SLiMS. Modul yang ada di SLiMS, antara lain modul bibliografi, sirkulasi, keanggotaan, Online Public Access Catalog (OPAC), inventarisasi koleksi, master file, sistem, pelaporan, dan kontrol terbitan berseri.

(28)

2.3.1.2.1.1.2. INLIS Lite (Integrated Library System)

INLIS Lite merupakan perangkat lunak (software) aplikasi automasi perpustakaan yang dibangun dan dikembangkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas) sejak tahun 2011. Penamaan INLIS diambil dari kata Integrated Library System, nama dari perangkat lunak manajemen informasi perpustakaan terintegrasi yang dibangun sejak tahun 2003 untuk keperluan kegiatan rutin pengelolaan informasi perpustakaan di internal Perpusnas. Seiring dengan perkembangan dunia perpustakaan, khususnya di Indonesia, Perpusnas memandang perlu untuk memfasilitasi semangat pengelola perpustakaan di seluruh daerah untuk memulai menerapkan automasi perpustakaan menuju terwujudnya perpustakaan digital, maka Perpusnas berinisiatif untuk mendistribusikan perangkat lunak ini dalam versi yang lebih ringan dengan nama INLIS Lite. INLIS Lite merupakan inisiatif Perpusnas dalam rangka penyediaan sarana pendukung untuk:

1. Membantu pengembangan automasi perpustakaan di seluruh Indonesia.

2. Membantu dalam pembentukan katalog elektronis berbasis MARC untuk Indonesia (INDOMARC).

3. Melaksanakan program nasional yang diamanatkan kepada Perpusnas untuk menghimpun data koleksi nasional dalam sebuah Katalog Induk Nasional (KIN) dan Bibliografi Nasional Indonesia (BNI) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

4. Membantu pembentukan Katalog Induk Daerah (KID) dan Bibliografi Daerah (BiD) yang diselenggarakan oleh perpustakaan umum provinsi bersama mitra

(29)

kerjanya di tingkat kabupaten dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

5.

Karakteristik INLIS Lite, sebagai berikut:

1. Perangkat lunak berbasis web (web application software). Dalam pengoperasiannya menggunakan aplikasi browser internet yang umum digunakan untuk menjelajahi informasi di internet.

2. Instalasi perangkat lunak INLIS Lite cukup dilakukan pada satu komputer yang difungsikan sebagai pangkalan data. Komputer operator cukup mengkoneksikan dirinya melalui perangkat jaringan, baik secara lokal (LAN), WAN, maupun Internet.

3. Dapat dioperasikan secara bersamaan dalam satu waktu secara simultan (multi user ready).

4. Menggunakan metadata MARC (Machine Readable Cataloguing) dalam pembentukan katalog digitalnya.

5. Bebas pakai/gratis (freeware).

2.3.1.2.2. Perangkat Keras (Hardware)

Sebelum memulai proses automasi, sebuah perangkat keras perlu disiapkan. Yang dimaksud perangkat keras disini adalah sebuah komputer dan alat bantunya seperti printer, barcode, scanner, dan sebagainya. Empat buah komputer sudah cukup untuk digunakan dalam memulai proses automasi pada perpustakaan kecil dalam hal ini perpustakaan sekolah. Sedangkan untuk perpustakaan besar, diperlukan lebih banyak komputer dan

(30)

pelengkapnya agar pelayanan kepada pengguna menjadi lancar. Adakalanya suatu software memerlukan spesifikasi hardware tertentu, misalnya menyangkut versi processor, RAM, topologi jaringan dan sebagainya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih hardware, selain kualitas barang, juga faktor ketersediaan suku cadang.

2.4. Automasi Perpustakaan

Penerapan automasi perpustakaan saat ini sudah menjadi kebutuhan utama di dalam perpustakaan. automasi sangat membantu di dalam setiap kegiatan di perpustakaan. Automasi perpustakaan merupakan komputerisasi setiap kegiatan di perpustakaan. Penerapan automasi di perpustakaan sebenarnya bertujuan untuk mempermudah, mempercepat, dan memaksimalkan kerja di perpustakaan. Menurut Nur yang dikutip oleh Doni menyatakan, “automasi perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan perpustakaan dengan menggunakan bantuan teknologi informasi (TI)”. Menurut Siregar (2004, 24) “automasi perpustakaan adalah suatu perpustakaan yang menggunakan sistem terautomasi untuk penggunaan sebahagian atau seluruh kegiatan rutinnya”. Menurut Duval dan Main yang dikutip oleh Hasugian (2003, 1), “automasi perpustakaan adalah pemanfaatan komputer dan teknologi lain untuk pengadaan, serial kontrol, pangkalan data/manajemen katalog, sirkulasi, katalog online, laporan statistik dan penyebaran informasi”. Menurut Cohn, Kelsey dan Fiels yang dikutip oleh Azwar (2013), automasi perpustakaan merupakan:

Sistem yang mengkomputerisasikan beberapa kegiatan yang dilakukan pada perpustakaan tradisional seperti, kegiatan pengolahan bahan pustaka, sirkulasi, katalog publik (OPAC), pengadaan (akuisisi), manajemen keanggotaan, pengelolaan

(31)

terbitan berseri. Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan pangkalan data (database) perpustakaan sebagai pondasinya.

Menurut Hendarsyah (2008) “Sistem automasi perpustakaan merupakan suatu manajemen sistem yang dapat mempermudah akses baik bagi pengelola maupun pengguna perpustakaan”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa automasi perpustakaan adalah pemanfaatan teknologi berupa komputer pada kegiatan rutin di perpustakaan agar lebih efisien untuk meringankan pekerjaan manusia.

2.4.1. Tujuan Automasi Perpustakaan

Automasi perpustakaan diperlukan untuk meningkatkan mutu layanan kepada pengguna dan dapat meningkatkan kualitas perpustakaan mampu menghadapi perkembangan saat ini dan juga membantu dalam kegiatan di perpustakaan. Tujuan automasi perpustakaan menurut Hermawan (2009), yakni:

1. Mengatasi keterbatasan waktu. ma

2. Mempermudah akses informasi dari berbagai pendekatan misalnya dari judul, kata kunci, pengarang dan sebagainya.

3. Dapat dimanfaatkan secara bersama-sama.

4. Mempercepat proses pengolahan, peminjaman dan pengembalian. 5. Meringankan pekerjaan.

6. Meningkatkan layanan.

7. Memudahkan dalam pembuatan laporan statistik. 8. Menghemat biaya.

(32)

9. Menumbuhkan rasa bangga.

10. Mempermudah dalam pelayanan untuk kepentingan akreditasi.

Menurut Azwar (2013) beberapa tujuan dan manfaat dari adanya sistem automasi perpustakaan, yakni:

1. Meringankan beban pekerjaan, khususnya yang rutin dan berulang-ulang.

2. Menghemat waktu dan tenaga sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam bekerja.

3. Memenuhi kebutuhan yang tidak dapat dilakukan secara manual. 4. Memberikan hasil pekerjaan yang konsisten dan akurat.

5. Memberikan kualitas layanan kepada pengguna.

6. Meningkatkan pencitraan yang positif terhadap perpustakaan. 7. Meningkatkan daya saing.

8. Meningkatkan kerja sama antar perpustakaan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari automasi perpustakaan adalah untuk membantu meringankan pekerjaan di perpustakaan, meningkatkan layanan, efisiensi dari segi waktu dan biaya, dan juga sebagai peluang untuk memasarkan jasa perpustakaan.

2.4.2. Unsur-Unsur Automasi Perpustakaan

Automasi Perpustakaan adalah sebuah proses pengelolaan perpustakaan dengan menggunakan bantuan teknologi informasi (TI). Menurut Nur yang dikutip oleh Sahputra (2010) dengan bantuan teknologi informasi maka beberapa pekerjaan manual dapat

(33)

dipercepat dan diefisienkan, contoh katalog manual dengan komputer. Sebuah Sistem Automasi Perpustakaan pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu:

2.4.2.1. Pangkalan Data

Setiap perpustakaan umum atau khusus pasti tidak akan terlepas dari proses pencatatan koleksi. Tujuan dari proses ini untuk memperoleh data dari semua koleksi yang dimiliki dan kemudian mengorganisirnya dengan menggunakan kaidah-kaidah ilmu perpustakaan. Pada sistem manual, proses ini dilakukan dengan menggunakan bantuan media kertas atau buku. Pencatatan pada kertas atau buku merupakan pekerjaan yang sangat mudah namun juga merupakan suatu proses yang tidak efektif karena semua data yang telah dicatat akan sangat susah ditelusur dengan cepat jika jumlah sudah berjumlah besar walaupun kita sudah menerapkan proses pengindeksan. Dengan menggunakan bantuan teknologi informasi, proses ini dapat dipermudah dengan memasukkan data pada perangkat lunak pengolah data seperti CDS/ISIS (WINISIS), MS Access, MySQL. Menurut Connolly (2002, 65) “database adalah suatu kumpulan data yang saling berhubungan secara logis dan penjelasan tentang data yang berhubungan tersebut dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memberikan informasi yang diperlukan oleh organisasi”.

Menurut Whitten (2007, 548), “basis data adalah kumpulan file yang saling terkait, database tidak hanya kumpulan file. Record pada setiap file harus memperbolehkan hubungan-hubungan untuk menyimpan file lain”.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa database adalah kumpulan file yang saling berhubungan yang dirancang sedemikian rupa untuk keperluan suatu organisasi.

(34)

2.4.2.2. User atau Pengguna

Sebuah sistem automasi tidak terlepas dari pengguna sebagai penerima layanan dan seorang atau beberapa operator sebagai pengelola sistem. Pada sistem automasi perpustakaan terdapat beberapa tingkatan operator tergantung dari tanggung jawabnya.

2.6 Model Evaluasi Sistem informasi

Ada beberapa model yang biasa digunakan dalam evaluasi sistem informasi. Penerimaan terhadap sistem informasi dapat diukur dengan beberapa model evaluasi yang sudah dikembangkan saat ini. Banyak model evaluasi yang digunakan untuk mengukur penerimaan sebuah sistem informasi.

2.6.1 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM). Model (TAM) dikembangkan oleh Davis (1989) yang mengadaptasi model TRA (Theory of Reasoned Action). Perbedaan mendasar antara TRA dan TAM adalah penempatan sikap-sikap dari TRA, dimana TAM memperkenalkan dua variabel kunci, yaitu perceived ease of use (kemudahan) dan perceived usefulness (kebermanfaatan) yang memiliki relevancy pusat untuk memprediksi sikap penerimaan pengguna (Acceptance of IT) terhadap teknologi komputer. Davis (1989) dalam 2 penelitian yang melibatkan 152 pengguna dan 4 buah aplikasi program menemukan adanya dua variabel penting yang menentukan penerimaan terhadap teknologi informasi yakni kebermanfaatan dan kemudahan. Selain itu Davis (1989) menemukan bahwa faktor kebermanfaatan secara signifikan berhubungan dengan penggunaan sistem saat ini dan mampu memprediksi penggunaan yang akan datang. Faktor kebermanfaatan disini didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang meyakini bahwa penggunaan

(35)

teknologi/sistem tertentu akan meningkatkan kinerja. Sementara kemudahan diartikan sebagai tingkat dimana seseorang meyakini bahwa penggunaan sistem informasi adalah mudah dan tidak memerlukan usaha keras dari pemakainya untuk bisa menggunakannya. Oleh karena itu, berdasarkan studi yang sudah dilakukan oleh Davis dapat dikatakan bahwa dalam mengembangkan sebuah sistem informasi (termasuk sistem informasi perpustakaan) perlu dipertimbangkan faktor kebermanfaatan dan kemudahan dari pengguna sistem informasi (Surachman, 2008:10).

2.6.2 End-User Computing (EUC) Satisfaction Merupakan satu metode yang menggunakan pengukuran kepuasan sebagai satu bentuk evaluasi sistem informasi. Model evaluasi ini dikembangkan oleh Doll & Torkzadeh dimana menekankan pada kepuasan (satisfaction) pengguna akhir terhadap aspek teknologi. Penilaian kepuasan tersebut dilihat dari 5 buah perspektif yakni, isi (content), keakuratan (accuracy), format, kemudahan pengunaan (ease of use), dan waktu (timeliness). Model ini telah banyak diujicobakan oleh peneliti lain untuk menguji reliabilitasnya dan hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna meskipun instrumen ini diterjemahkan dalam berbagai bahasa yang berbeda (Eris L. 2006:1).

2.6.3 Task Technology Fit (TTF) Analysis. Dikembangkan oleh Goodhue dan Thompson pada tahun 1995. Inti dari model Task Technology Fit adalah sebuah konstruk formal yang dikenal sebagai Task-Technology Fit (TTF), yang merupakan kesesuaian dari kapabilitas teknologi untuk kebutuhan tugas dalam pekerjaan yaitu kemampuan teknologi informasi untuk memberikan dukungan terhadap pekerjaan (Dishaw et al., 2002). Model TTF memiliki 4 konstruk kunci yaitu Task Characteristics, Technology

(36)

Characteristics, yang bersama-sama mempengaruhi konstruk ketiga TTF yang balik mempengaruhi variabel outcome yaitu Performance atau Utilization. Model TTF menempatkan bahwa teknologi informasi hanya akan digunakan jika fungsi dan manfaatnya tersedia untuk mendukung aktivitas pengguna (Eris L. 2006:1).

2.6.4 Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model

Yusof et al. (2006) memberikan suatu kerangka baru yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem informasi yang disebut Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model. Model ini menempatkan komponen penting dalam sistem informasi yakni Manusia (Human), Organisasi (Organization) dan Teknologi (Technology) dan kesesuaian hubungan di antaranya. Komponen Manusia (Human) menilai sistem informasi dari sisi penggunaan sistem (system use) pada frekwensi dan luasnya fungsi dan penyelidikan sistem informasi. System use juga berhubungan dengan siapa yang menggunakan (who use it), tingkat penggunanya (level of user), pelatihan, pengetahuan, harapan dan sikap menerima (acceptance) atau menolak (resistance) sistem. Komponen ini juga menilai sistem dari aspek kepuasan pengguna (user satisfaction). Kepuasan pengguna adalah keseluruhan evaluasi dari pengalaman pengguna dalam menggunakan sistem informasi dan dampak potensial dari sistem informasi. User satisfaction dapat dihubungkan dengan persepsi manfaat (usefulness) dan sikap pengguna terhadap sistem informasi yang dipengaruhi oleh karakteristik personal. Kepemimpinan, dukungan dari top manajemen dan dukungan staf merupakan bagian yang penting dalam mengukur keberhasilan sistem. Sedangkan lingkungan organisasi terdiri dari sumber pembiayaan, pemerintahan, politik, kompetisi, hubungan interorganisasional dan komunikasi.

(37)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa model Technology Acceptance Model (TAM), End-User Computing (EUC) Satisfaction, Task Technology Fit (TTF) Analysis, dan Human-Organization-Technology (HOT) Fit Model saling berkaitan dan saling menunjang satu sama lain. Menjelaskan tentang sikap penerimaan pengguna terhadap TI dari segi kemudahan dan kebermanfaatan, menilai kepuasan pengguna akhir terhadap teknologi, kesesuaian dan kapabilitas teknologi untuk kebutuhan tugas yaitu kemampuan teknologi untuk memberi dukungan terhadap pekerjaan,dan menempatkan manusia (human) sebagai komponen penting karena sebagai pengolah sistem.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pemaparan pada latarbelakang masalah tersebut, maka yang menjadi identifikasi masalah dalam kajian penelitian ini adalah penduduk yang melakukan

LEMBAR PENGE2A4AN LAPORAN KERJA PROYEK . TEKNIK KOMPUTER

[1] Barotrauma merupakan segala sesuatu yang diakibatkan oleh tekanan kuat yang tiba-tiba dalam ruangan yang berisi udara pada tulang temporal, yang diakibatkan oleh kegagalan

Saksi Saparuddin Tamba menanggapi perkataan Terdakwa dengan mengatakan kepada Terdakwa ”kenapa abang bilang begitu”, kami kan bagus- bagus datang mau menandatangankan

Nomor 5: Pembeli B karena dengan gaya dorong yang sama antara pembeli A dan B, faktor yang mempengaruhi besarnya akselerasi kereta adalah massa benda. Pembeli A membawa kereta

PENERIMA DANA PROGRAM KEMITRAAN BAGI MASYARAKAT (PKM) SUMBER DANA DIPA UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN.

Peran petugas penyuluh memfasilitasi petani mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani seperti keterbatasan tenaga kerja, modal, teknologi sarana dan prasarana

Dan kegiatan operasional yang akan evaluasi antara lain adalah Kinerja Arus Kapal yaitu lamanya waktu pelayanan Kapal di Pelabuhan (Turn Round Time, Waiting