• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindrom prahaid. Dari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindrom prahaid. Dari"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PREMENOPAUSE

Prameopause adalah masa sekitar usia 40 thn dengan dimulainya dengan siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit atau banyak, yang kadang kadang disertai dengan rasa nyeri. Pada beberapa wanita telah muncul keluhan vasomotorik atau keluhan sindrom prahaid. Dari hasil analisa hormonal dapat ditemukan kadar FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan ( hiperstimulasi ), sehingga kadang kadang dijumpai kadar estrogen yang tinggi. Keluhan yang muncul dapat disebabka karena hormon yang normal maupun tinggi. Sedangkan keluhan yang muncul pada masa pascamenopause disebabkan karena kadar hormon yang rendah. 9 , 15

2.2. PASCAMENOPAUSE

Pascamenopause adalah masa setelah menopause sampai senium yang dimulai setelah 12 bulan tidak dapat haid ( amenorea ). Pada saat ini kadar FSH dan LH sangat tinggi (> 35 mIU/ml ) dan kadar estradiol sangat rendah (<30 pg/ml). Rendahnya kadar estradiol mengakibatkan endomerium menjadi atropi sehingga haid tidak terjadi lagi.15

Proses menjadi tua sudah mulai ada umur 40 tahun. Jumlah folikel ada ovarium sewaktu lahir ±750.000 buah; pada waktu menopause tinggal

(2)

beberapa ribu buah. Tambahan pula folikel yang tersisa ini rupanya juga lebih resisten terhadap rangsangan gonadotropin. Dengan demikian, siklus ovarium yang lambat laun terhenti. Pada wanita di atas 40 tahun siklus haid untuk 25% tidak disertai ovulasi, jadi bersifat ovulatoar.9

Sebelum haid terhenti, sebenarnya pada seorang wanita telah terjadi berbagai perubahan pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel, dan menurunnya sintesis steroid seks. Penurunan fungsi ovarium itu menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya interaksi antara hipotalamus-hipofisis. Pertama-tama terjadi kegagalan fungsi korpus luteum. 9,10 Kemudian, turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini meningkatkan produksi FSH dan LH. Dari kedua gonadotropin itu, ternyata yang paling mencolok peningkatannya adalah FSH. Oleh karena itu, peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik.9

Secara endokrinologis, masa premenopause ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Gambaran klinis dari defisiensi estrogen dapat berupa gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik dan gangguan siklus haid.9

(3)

2.3. Perubahan Hormonal Pada Masa Premenopause Sampai Pascamenopause

Transisi menopause dikarakteristik oleh kadar estrogen yang berfluktuasi, siklus menstruasi yang tidak regular, dan kadang-kadang terdapat gabungan manifestasi klinis kelebihan dan defisiensi estrogen. Karena itu, selama satu minggu wanita bisa mengeluh mastalgia dan perdarahan yang parah dan minggu berikutnya, mengalami gejala klinis vasomotor, gangguan tidur dan kelelahan sebagai akibat dari insufisiensi estrogen. Perubahan hormonal ini memiliki dampak pada hasrat seksual wanita dan kapasitas untuk mencapai orgasme. Selama masa perimenopause, wanita biasanya mengeluhkan kekeringan vagina berhubungan dengan aktifitas seksual. Tanda ini merupakan tanda dari kegagalan untuk orgasme dan lubrikasi, tetapi bukan karena insufisiensi estrogen.17

Kita ketahui bahwa pada saat premenopause terjadinya penurunan jumlah folikel ovarium, sehingga menyebabkan penurunan produksi estrogen. Terjadi peningkatan Serum Gonadotropin yang menyebabkan FSH dan LH meningkat juga. Peningkatan FSH ini akan terjad beberapa tahun sebelum terjadinya menopause. Peningkatan FSH akan menurunkan Inhibin B sehingga dapat menurunkan jumlah folikel di ovarium. Estrogen tidak akan hilang sampai akhir dari masa perimenopause dan hal ini merupakan suatu respon dari peningkatan konsentrasi FSH. Akibat dari fluktuatifnya hormon selama periode transisi

(4)

ini, yaitu dari premenopause sampai menopause maka, pengukuran untuk FSH dan estradiol tidak memiliki nilai yang reliabel dalam pada penentuan status menopause.17

Berlawanan dengan penurunan estrogen selama masa menopause, kadar testosteron tidak berubah tiba-tiba selama masa transisi menopause, tetapi menurun secara progresif seiring dengan usia dari tahun pertengahan reproduksi.15 Setelah menopause hormon yang mengalami perubahan terdiri dari empat, yaitu androgen, estrogen, progesteron dan gonadotropin. Sekitar 50% androstenedion yang beredar mengalami penurunan. Androgen adrenal akan berkurang sebanyak 60-80% sesuai dengan umur. Penurunan testosteron lebih minimal.10 Terjadi konversi dari androstenedion sebanyak 14%, tetapi mayoritas diproduksi oleh sel stroma hilar dan terluteinisasi di dalam ovarium yang berespon terhadap meningkatnya gonadotropin.10,18

Peningkatannya relatif terjadi pada testosteron dibandingkan androgen lain. Peningkatan relatif testosteron dibandingkan androgen lain mungkin menyebabkan berkurangnya garis rambut, suara serak dan rambut di wajah kadang-kadang dapat dilihat pada wanita-wanita yang lebih tua.10

(5)

Gambar 2.1 Mekanisme biosintesis steroid sex .19

Estron merupakan estrogen saat menopause, paling banyak diproduksi oleh adrenal- meskipun konversi perifer dari androstenedion meningkat dua kali. Sebagian estron dan testosteron secara perifer mengalami konversi menjadi estradiol. Hentinya ovulasi menyebabkan penurunan progesteron karena tidak adanya produksi dari korpus luteum lagi.10

2.4 Disfungsi Seksual pada Wanita Masa Premenopause dan Pascamenopause

Disfungsi seksual secara luas didefinisikan oleh DSM-IV sebagai “sebuah gangguan dalam proses yang memiliki karakteristik siklus respon seksual atau rasa sakit terkait dengan hubungan seksual. Disfungsi seksual pada perempuan sangat umum terjadi di Amerika Serikat, yang mempengaruhi lebih dari 40% wanita berusia 18-59 tahun. Meskipun

(6)

disfungsi seksual tampaknya lebih umum terjadi di wanita dibandingkan pria, penelitian mengenai gangguan seksual pada perempuan masih sangat sedikit.1

Philips NA membuat suatu bagan siklus disfungsi seksual pada wanita sebagai berikut :20 Nyeri bersenggama ( dysparunia, vaginismus) Penurunan kepuasanseksual (orgasm) Penurunan rangsanganseksual ( arousal ) Penurunan keinginan seksual ( desire ) KEPUASAN

Gambar 2.2 : Siklus Disfungsi Seksual Pada Wanita. 20

Tahun 1999 Consensus Classification System sexual desire disorder membuat Klasifikasi disfungsi seksual pada wanita , yaitu : 13, 20

- Gangguan hasrat seksual - Gangguan orgasme - Gangguan gairah seksual

- Gangguan gairah seksual yang hipoaktif - Gangguan aversi seksual

(7)

- Gangguan nyeri seksual - Dyspareunia

- Vaginismus

- Gangguan nyeri seksual nonkoitus

Penurunan dari estrogen, progesterone dan testosterone sangat berpengaruh terhadap fungsi seksual wanita. Dengan berkurangnya estrogen dapat menyebabkan hilangnya lubrikasi dari vagina, dan vagina akan menipis dan memendek. Dimana hal ini akan menyebabkan dispareunia. Pada wanita yang teratur dalam melakukan hubungan seksual, gejala ini akan berkurang. Bila keadaan diatas tersebut tidak di terapi, maka akan menyebabkan rasa gatal dan panas pada vulva dan vagina,infeksi pada saluran kemih ( yang disebabkan karena peningkatan Ph vagina yang menyebabkan berkembangnya bakteri koliform), dan inkontinensia uri ( stress inkontinensia maupun urge kontinensia).

Keringnya vagina, rasa sakit dan dispareunia terjadi pada 65% wanita pascamenopause. 17, 20

Terdapat bukti bahwa disfungsi seksual meningkat pada saat masa transisi menopause yaitu sebanyak 88%, 33 % prevalensi disfungsi seksual pada penelitian saat ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang memperkirakan bahwa 27-31% wanita menjelang menopause mengalami peningkatan gangguan seksual.1,2,3 Wanita pada masa akhir

(8)

transisi 2,4 kali lebih mungkin untuk mengalami disfungsi seksual dibandingkan wanita premenopause.1

Pada penelitian cross sectional wanita berusia 44-55 tahun, Dennerstein et al (2001) menemukan bahwa 31% melaporkan penurunan minat seksual, khususnya responsivitas seksual dari periode premenopause ke akhir perimenopause. Selain itu, aspek lain fungsi seksual seperti frekuensi hubungan seksual, libido, dispareunia vagina, dan masalah dengan pasangan juga diperburuk selama periode akhir perimenopause ke paska menopause.2

Domain disfungsi seksual yang memburuk selama masa transisi ke akhir transisi adalah keinginan, gairah, dan nyeri. Penemuan ini konsisten dengan laporan sebelumnya dari penelitian longitudinal Australia yang mengamati puncak masalah seksual selama masa akhir transisi, khususnya yang mempengaruhi libido, frekuensi seksual, perasaan positif terhadap pasangan, dan dispareunia.21

Secara fisiologis, saat ini tidak jelas mengapa fungsi seksual menurun selama masa transisi menopause.4,5 Hubungan antara kadar hormon reproduktif dan disfungsi seksual selama transisi menopause masih belum jelas. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat penurunan kadar estrogen atau androgen, dimana penemuan ini tidak meyakinkan. Pada penelitian saat ini, kadar DHEAS rata-rata lebih tinggi tampaknya menjadi pelindung terhadap terjadinya disfungsi seksual.4 Artinya wanita dengan kadar paling rendah paling mungkin mengalami disfungsi seksual.1 Gracia

(9)

et al (2007) menunjukkan bahwa wanita dengan disfungsi seksual memiliki lebih dari dua kali kadar DHEAS dalam kuartil terendah. Dari penelitian tersebut, tidak ditemukan kadar testosterone total rata-rata dan bebas, atau variabilitas dalam ukuran hormon reproduktif, dikaitkan dengan disfungsi seksual.1,3

Bersamaan dengan penurunan minat seksual, androgen yang bersirkulasi menurun selama tahun-tahun akhir reproduksi dengan kadar androgen pada usia 45 tahun sekitar satu setengah dari wanita yang berusia 20-an.1,6 DHEAS menunjukkan adanya perubahan yang serupa dengan androgen tetapi tampaknya lebih jelas berkaitan dengan penurunan usia. Pada penelitian longitudinal, kadar E2 rendah secara signifikan dapat mengurangi keinginan seksual wanita dan tidak mempengaruhi aktivitas seksualnya. Selain itu, juga ditemukan adanya hubungan negatif signifikan antara kadar E2 dan dispareunia.6

Temuan hormon ini didukung oleh sebuah penelitian besar baru-baru ini diterbitkan di Australia. Mereka meneliti bahwa wanita yang berusia lebih dari 45 tahun dengan penurunan skor responsivitas sreksual cenderung memiliki hampir lebih dari 4 kali kadar DHEAS di bawah 10th persentil dibandingkan wanita dengan skor responsivitas normal.7

Dennerstein et al (2002) tidak menemukan adanya hubungan langsung antara skor suasana hati dan kadar hormon pada awal atau akhir fase transisi menopause.4 Penelitian cosar et al (2007) juga tidak menemukan adanya hubungan antara rendahnya skor kepuasan seksual

(10)

dan rendahnya estradiol, kadar DHEAS (>0,05) pada transisi menopause.6

Lobo menunjukkan bahwa hasrat seksual meningkat pada wanita paska menopause yang diberi estrogen.19 Dennerstein et al (2004) melaporkan bahwa sebagian transisi sosial seperti kehilangan atau mendapatkan pasangan pada usia pertengahan, gangguan kesehatan berkaitan dengan usia memiliki efek samping atau positif terhadap fungsi seksual wanita.22

Berdasarkan hasil penelitian Cosar et al (2007) didapatkan bahwa kadar testosterone bebas juga berkorelasi dengan kepuasan seksual pada wanita perimenopause. Mereka menemukan adanya penurunan kadar testosteron bebas minimal tetapi signifikan dalam periode 1 tahun. Skor kepuasan seksual juga menurun minimal. Terdapat juga bukti dari double blind placebo controlled clinical trial menunjukkan bahwa androgen dapat mempengaruhi fungsi seksual. Ditemukan bahwa testosterone memiliki efek positif lebih dari estrogen sendiri dalam fungsi seksual dan suasana hati.6 Gerber et al (2005) menunjukkan bahwa adanya penurunan kadar testosterone bebas yang tidak signifikan selama 5 tahun.23 Gallichio et al

(2007) juga menemukan bahwa kadar testosteron total dan bebas terdapat lebih tinggi secara signifikan terkait dengan adanya hasrat untuk meningkatkan hubungan seksual pada wanita usia pertengahan.8

Di samping itu, disfungsi seksual wanita tampaknya memiliki kerentanan genetik. Banyak faktor biologis, kognitif, emosional dan sosial

(11)

tampaknya memiliki peranan dalam respon seksual.1,8,13,24. Dari penelitian Nobre (2006) disebutkan bahwa terdapat perbedaan respons emosional terhadap pikiran automatik yang terjadi pada saat aktivitas seksual antara fungsi dan disfungsi seksual pada laki-laki dan wanita. Pria dengan disfungsi seksual memiliki lebih banyak emosi sedih, dan ketakutan, dan kurangnya kepuasan dibandingkan pria tanpa gangguan seksual. Wanita dengan disfungsi seksual memiliki lebih sedikit kepuasan dan kesenangan, dan lebih banyak kesedihan, rasa bersalah, dan amarah. Adanya penelitian yang menyataka’n bahwa emosi yang berkaitan dengan afek depresi (kesedihan, kekecewaan, kurangnya kesenangan) sebagai lawan emosi negatif (sebagian besar terkait dengan kecemasan) adalah berkorelasi kuat disfungsi seksual.25

2.5. Efek Body Mass Index ( BMI ) Tehadap Fungsi Seksual Wanita

Efek metabolik dari obesitas pada sirkulasi hormone endogen merupakan reduksi progresif dari SHBG (Sex Hormone Binding Globulin ) yang akan meningkatkan Body Mass Index ( BMI ) pada wanita masa premenopause dan pascamenopause. Dimana secara langsung berhubungan dengan hormone estrogen pada wanita pascamenopause. Mekanisme reduksi pada SHBG ini berhubungan pada peningkatan nilai insulin dalam hubungannya terhadap peningkatan BMI. Telah diketahui bahwa insulin akan menginhibisi sintesa hepatik dari SHBG.

(12)

Pada wanita pascamenopause, estrogen perifer meningkat akibat konversi dari estron yang ada di jaringan adipose yang akan menyebabkan peningkatan umpanbalik negative terhadap sekresi gonadotropin. Peningkatan insulin menyebabkan meningkatnya nilai androgen.

Sebagai konsekuensinya , setelah menopause, konsentrasi estrogen langsung berhubungan dengan jaringan adiposa. Karena itu, peningkatan konsentrasi estradiol bebas akan lebih besar dibanding konsentrasi estradiol total sesuai dengan kategori BMI. Dimana hal ini akan menyebabkan efek ganda yaitu meningkatkan produksi estrogen dan menurunkan SHBG pada sirkulasi. 26

Pada penelitian Esposito yang meneliti hubungan antara Obesitas dengan fungsi seksual pada wanita yang menggunakan FSFI score, dijumpai bahwa adanya hubungan yang terbalik antara BMI dengan FSFI score. Dimana BMI yang tinggi dijumpai FSFI score yang rendah. Yang artinya pada wanita obesitas nilainya menunjukkan disfungsi seksual . Bila dihubungkan dengan ke enam domain yang ada di FSFI score tersebut ( keinginan, gairah, lubrikasi, orgasme,kepuasan, nyeri ), dengan BMI, maka dijumpai BMI yang tinggi akan memiliki keinginan, gairah, lubrikasi dan orgasme yang rendah.

Dimana BMI tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap keinginan dan nyeri saat berhubungan. 27

(13)

2.6. Female Sexual Function Index (FSFI)

FSFI dirancang untuk menjadi penilaian uji klinis instrumen yang berisikan sifat multidimensi fungsi seksual perempuan. FSFI sudah di validasi berdasarkan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition ) dan dikembangkan melalui berbagai tahap, termasuk seleksi panel komponen awal, pengujian awal dengan sukarelawan sehat diikuti oleh validasi linguistik dan konseptual dengan panel konsultan ahli. Bila nilai FSFI ≤26,55 dinyatakan terganggu fungsi seksual. 11, 12, 13

Berdasarkan faktor metode analitik, lima faktor atau domain fungsi seksual diidentifikasi, yaitu a. Hasrat, b. gairah subjektif, c. Lubrikasi, d. Orgasme, e. Kepuasan, dan f. Nyeri/ ketidaknyamanan. Keuntungan dari skala baru ini adalah adanya pengukuran kedua respon perifer (misalnya lubrikasi) dan sentral (subjektif gairah dan keinginan, sebagai bagian yang terpisah) terhadap stimulasi seksual.14

FSFI merupakan kuesioner yang terdiri dari 19 pertanyaan yang memisahkan domain fungsi seksual perempuan, yaitu hasrat/ gairah, lubrikasi, orgasme, kepuasan, dan nyeri.. Komponen-komponen penting dari FSFI ini yaitu pertanyaan 1 mengenai frekuensi hasrat, pertanyaan 2 mengenai tingkat hasrat, pertanyaan 3 frekuensi gairah, pertanyaan 4 tingkat gairah, pertanyaan 5 kepercayaan diri (gairah), pertanyaan 6 kepuasaan gairah, pertanyaan 7 frekuensi lubrikasi, pertanyaan 8 kesulitan lubrikasi, pertnyaan 9 frekuensi untuk mempertahankan lubrikasi, pertanyaan 10 kesulitan untuk mempertahankan lubrikasi,

(14)

pertanyaan 11 frekuensi orgasme, pertanyaan 12 kesulitan untuk mencapai orgasme, pertanyaan 13 kepuasan mencapai orgasme, pertanyaan 14 kepuasan dengan kedekatan bersama pasangan, pertanyaan 15 kepuasan dengan hubungan seksual, pertanyaan 16 kepuasan dengan seluruh kehidupan seksual, pertanyaan 17 frekuensi nyeri selama penetrasi vagina, pertanyaan 18 frekuensi nyeri sesudah penetrasi vagina, dan pertanyaan 19 kadar nyeri selama atau setelah penetrasi vagina.15

Pada tahun 2009, dilakukan penelitian oleh Sari mengenai pengaruh menopause terhadap disfungsi seksual wanita di kelurahan Pajang, Surakarta dengan menggunakan kuesioner FSFI. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa menopause dapat meningkatkan kejadian disfungsi seksual. Persentase kejadian disfungsi seksual sebelum menopause sebanyak 14,74% dan setelah menopause 30,53%. Sedangkan sebanyak 85,26% responden tidak mengalami disfungsi seksual sebelum menopause dan sebanyak 69,47% juga tidak mengalami disfungsi seksual setelah menopause. Selain itu, juga ditemukan bahwa terdapatnya pengaruh signifikan pada usia menopause terhadap terjadinya disfungsi seksual wanita (p< 0,001 ).16

Untuk subjek dengan disfungsi seksual, skor FSFI tampaknya cukup independen untuk pengaruh penyesuaian marital. Domain individu dari FSFI dan skor seluruh skala FSFI menunjukan bahwa tingginya konsistensi internal dan reliabilits tes- retesi yang diterima.14

(15)

Tabel 2.1. Domain Scoring 13

2.7. Kerangka konsep

Variabel Bebas Variabel terikat

Gambar 2.3 Kerangka konsep Wanita pada masa

- Premenopause - Pascamenopause

Gambar

Gambar  2.1  Mekanisme biosintesis steroid sex . 19
Gambar 2.2 :  Siklus Disfungsi Seksual Pada Wanita.  20
Tabel 2.1. Domain Scoring  13

Referensi

Dokumen terkait

Yaitu asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atas perusahaan asuransi jiwa..

Berdasarkan analisis masalah yang ditemui pada kasus kerusakan pada kendaraan system type VVT-i Toyota Vios, peneliti akan membuat suatu sistem pakar atau

Karena sensus penduduk dilakukan sekali dalam 10 tahun, maka untuk mengetahui perkiraan jumlah penduduk pada suatu masa dapat dilakukan dengan proyeksi penduduk.. Proyeksi

Penelitian mengenai pengaruh larutan pelindian pada variasi pH yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa larutan HCl dan aqua regia terbukti mampu mengurangi

Dan jika bukan karena Allah, maka ia tinggalkan.” Yang lainnya menjelaskan: “Jika hati tergerak untuk melakukan suatu amal, maka ia berfikir terlebih dahulu, apakah amal tersebut

sangat kental mewarnai cerita tersebut. Pengarang menguraikan hampir 75% mengambil lingkungan sosial dunia pendidikan sebagai background cerita dan sisanya 25%

Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya secara vertical atau horizontal di dalam maupun diluar pekerjaan sehingga

Kesalahan yang tampak pada jawaban tersebut yaitu dalam menentukan daerah negatif pada garis bilangan untuk Hasil pekerjaan alumni peserta diklat di atas perlu