• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Engle et al (1997) mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1) perhatian/dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan keluarga dalam keadaan

(2)

sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makanan.

2.1.1. Perhatian/dukungan untuk wanita

Perhatian untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil merupakan hal yang penting karena dapat mempengaruhi pertumbuhan anak. Naluri keibuan mendorong setiap ibu untuk memberikan yang terbaik bagi anaknya. Akan tetapi, ketidaktahuan ibu membatasi kemampuan memberikan yang terbaik itu. Wanita yang berstatus sebagai ibu rumah tangga memiliki peran ganda dalam keluarga, utamanya jika memiliki aktivitas yang lain di luar rumah seperti bekerja, menuntut pendidikan ataupun aktivitas lain dalam kegiatan sosial (Perangin-angin, 2006).

Wanita perlu mengatur waktu mereka sehingga mereka dapat menemani anaknya pada saat dibutuhkan. Ini dapat mudah dilakukan bila wanita itu bekerja sendiri, misalnya berjualan di pasar. Lebih mudah lagi bila pekerjaannya di rumah atau dekat rumah. Dan yang lebih sulit bila ia bekerja di tempat yang jauh. Selama bekerja, ibu pekerja cenderung mempercayakan anaknya diawasi oleh anggota keluarga lainnya bahkan pada orang lain yang memang khusus diberi tugas untuk mengasuh anaknya.

2.1.2. Praktek Pemberian Makanan

2.1.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping pada Anak

Semua anak harus memperoleh yang terbaik agar dapat tumbuh secara penuh. Untuk itu, tidak cukup asal memberinya makan, memilihkannya menu dan menyuapinya

(3)

nasi. Ada nilai lain yang dibutuhkan anak untuk mencapai pertumbuhannya secara penuh yaitu perhatian dan sikap (asuhan) orang tua dalam memberi makan. Anak tidak mungkin menolak makanan yang diberikan orang tuanya, sekalipun makanan yang diterima anak bukan makanan yang terbaik. Kesalahan orang tua dalam memilihkan makanan bagi anaknya, akan berakibat buruk pada anak (Perangin-angin, 2006).

Air susu ibu merupakan makanan pokok yang terbaik bagi bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya cepat diberikan. ASI yang diproduksi pada 1-5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental yang berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, dan nasi tim.

Menurut Sulistijani (2001), ASI sangat penting bagi bayi karena ASI memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

1. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi.

2. ASI meringankan fungsi pencernaan dan ginjal yang belum sempurna.

3. ASI segar, bersih (tidak tercemar), murah, hemat dan mudah diberikan (praktis). 4. Pemberian ASI berarti menumbuhkan kasih sayang antara ibu dan bayinya, yang

akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang dan kecerdasan anak dikemudian hari.

Bila oleh suatu sebab (misalnya : ibu bekerja atau ibu hamil lagi) bayi tidak memperoleh ASI, makan kepada bayi diberikan PASI (Pengganti Air Susu Ibu). PASI dibuat dari susu sapi yang susunan gizinya sudah diubah, menjadi hampir sama dengan

(4)

susunan gizi ASI, sehingga dapat diberikan kepada bayi tanpa menyebabkan akibat sampingan. Akan tetapi, belum ada PASI yang tepat menyerupai susunan PASI.

Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipengaruhi oleh ASI. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara berangsur untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa (Arisman, 2004).

2.1.2.2. Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menetukan bersih tidaknya makanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.

b. Alat makan dan memasak harus bersih.

c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan.

(5)

2.1.3. Rangsangan Psikososial

Kondisi psikososial yang buruk dapat berpengaruh negatif terhadap penggunaan zat gizi di dalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang baik akan merangsang hormon pertumbuhan sekaligus merangsang anak untuk melatih organ-organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial yang baik berkaitan erat dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula, sehingga secara tidak langsung berpengaruh positif terhadap status gizi, pertumbuhan dan perkembangan. Ada beberapa faktor sosial, antara lain stimulasi, motivasi belajar, ganjaran ataupun hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, cinta dan kasih sayang dan kualitas interaksi anak dan orang tua (Soetjiningsih, 1995).

2.1.4. Praktek Kebersihan/Hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Keadaan perumahan yang layak dengan konstruksi bangunan yang tidak membahayakan penghuninya akan menjamin keselamatan dan kesehatan penghuninya, yaitu ventilasi dan pencahayaan yang cukup, tidak penuh sesak, cukup leluasa bagi anak untuk bermain, dan bebas polusi (Soetjiningsih, 1995).

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus.

(6)

Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut :

− Mandi 2 kali sehari

− Cuci tangan sebelum dan sesudah makan − Makan teratur, 3 kali sehari

− Menyikat gigi sebelum tidur

− Membuang sampah pada tempatnya − Buang air kecil pada tempatnya

2.1.5. Perawatan Keluarga dalam Keadaan Sakit

Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit, seperti flu, diare, bronkhitis, atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita penyakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembangnya. Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjiningsih, 1995). Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit, yaitu :

1) Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan menurun. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.

2) Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

Orang tua perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya. Segera periksakan anak ke dokter jika anak menderita sakit.

(7)

2.2. Status Sosial Ekonomi Keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut. Yang termasuk dalam faktor sosial adalah (Sarah, 2008):

b. Keadaan penduduk suatu masyarakat c. Keadaan keluarga

d. Tingkat pendidikan orang tua e. Keadaan rumah

f. Jarak kelahiran anak

Sedangkan data ekonomi dari faktor sosial ekonomi meliputi : a. Pekerjaan orang tua

b. Pendapatan keluarga c. Pengeluaran keluarga

d. Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.

2.2.1. Pendapatan Keluarga

Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Tetapi perlu disadari bahwa pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada susunan makanan. Tingkat pendapatan juga ikut menentukan jenis pangan yang akan dibeli. Orang miskin membelanjakan sebagian pendapatan mereka untuk makanan, sedangkan orang kaya jauh lebih rendah. Semakin tinggi pendapatan semakin besar pula persentase dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis pangan lain (Berg,A & Sajogyo, 1986).

(8)

2.2.2. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya, pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non-formal sangat menentukan dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya.

Pendidikan gizi ibu bertujuan meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendidikan gizi ibu tinggi (Depkes RI, 2000).

2.2.3. Status Pekerjaan Ibu

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg,A & Sajogyo, 1986).

Adapun tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan adalah sebagai berikut : 1) Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan.

2) Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu. 3) Kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan 4) Kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.

(9)

2.3. Kartu Menuju Sehat

Kartu Menuju Sehat untuk Balita (KMS-Balita) adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter. KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak. KMS-Balita juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatannya (Rosmawati, 2008).

KMS balita berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/RS. KMS balita juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tentang kesehatan anaknya. Oleh karena itu semua yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak lahir sampai berusia lima tahun perlu dicatat di KMS (Rosmawati, 2008).

KMS yang digunakan di pos penimbangan diberi warna sehingga membentuk pita yang menggambarkan berat badan baku, diberi warna hijau tua, yang kemudian warna hijau tua itu berangsur berubah menjadi warna hijau muda dan seterusnya sampai menjadi warna kuning yang merupakan warna bagian yang menggambarkan tingkat pertumbuhan yang kurang. Pada bagian yang paling bawah terdapat grafik yang berwarna

(10)

merah yang menunjukkan batas bahaya. Anak-anak yang berat badannya berada di sekitar garis merah itu adalah anak-anak yang tergolong tingkat pertumbuhan buruk (Robiah, 2007).

Penimbangan berat badan merupakan salah satu cara pengukuran yang digunakan untuk mengetahui status gizi dan pertumbuhan anak. Pengukuran berat badan secara teratur dapat menggambarkan keadaan gizi anak, sehingga dapat dipakai sebagai salah satu pemantau pertumbuhan fisik anak. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Pada tingkat puskesmas atau lapangan, penentu status gizi yang umum dilakukan adalah dengan menimbang balita (berat badan per umur), kemudian indeks berat badan menurut umur tersebut dibandingkan dengan angka standar/anak yang normal. Tinggi badan anak tidak akan berkurang dengan menurunnya keadaan gizi anak tersebut (Robiah, 2007).

Hasil penimbangan dicatat di KMS, dan dihubungkan antara titik berat badan pada KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya. Balita naik berat badannya bila garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau garis pertumbuhannya naik pindah ke pita warna di atasnya. Balita tidak naik berat badannya bila garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar, atau garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna di bawahnya (Rifqi, 2009).

Berat badan balita di bawah garis merah (BGM) artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik

(11)

(3T) artinya balita mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke Puskesmas/Rumah Sakit.

Beberapa kemungkinan dari hasil pencatatan berat badan balita pada KMS adalah:

− Grafik pertumbuhan anak naik berkaitan dengan nafsu makan anak yang baik/meningkat berarti ibu telah cukup memberikan makanan dengan gizi seimbang.

− Grafik pertumbuhan tidak naik bisa dikaitkan dengan nafsu makan anak menurun karena sakit, atau karena ibunya sakit (pola asuh tidak baik), atau sebab lain yang perlu digali dari ibu.

KMS tidak dipakai untuk mengukur status gizi tapi untuk mengetahui dan memantau pertumbuhan anak. Berbeda dengan KMS yang diedarkan Depkes RI sebelum tahun 2002, garis merah pada KMS versi tahun 2002 bukan merupakan pertanda gizi buruk, melainkan garis “kewaspadaan” (Arisman, 2004).

Manfaat KMS-Balita adalah (Rosmawati, 2008) :

1. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.

2. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak.

3. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.

(12)

2.4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di bawah garis merah pada KMS (Anonim, 2009). Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut mengalami masalah gizi.

Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan suatu alat yang digunakan untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita, bukan untuk menilai status gizi balita. Itulah sebabnya balita BGM dikatakan belum berarti menderita gizi kurang maupun gizi buruk. Hal ini dikarenakan KMS diisi atas indikator BB/U, bukan TB/U. Berat badan merupakan ukuran yang sensitif yang sangat dipengaruhi oleh perubahan status gizi. Sedangkan tinggi badan anak tidak dipengaruhi oleh status gizi anak. Seorang anak dikatakan tidak normal bila diukur berdasarkan BB/U. Namun, apabila diukur berdasarkan TB/U belum tentu anak tersebut tidak normal.itulah sebabnya status gizi balita tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan pengukuran BB/U.

Seorang balita BGM dapat disebabkan oleh karena pola asuh anak yang tidak baik dan sosial ekonomi keluarga yang rendah. Apabila balita BGM diberikan perhatian yang lebih dan diberikan asupan gizi yang baik, balita tersebut tidak akan mengalami gizi kurang maupun gizi buruk. Namun, apabila pola asuh pada balita BGM tidak baik, akan menyebabkan anak menderita gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Pola asuh anak sangat berperan penting dalam menentukan status gizi balita.

2.4.1. Gizi Kurang

Gizi kurang merupakan penyakit defisiensi gizi yang paling umum dijumpai di dunia dan perkiraan sekitar seratus juta anak-anak menderita gizi kurang pada tingkat

(13)

sedang dan berat. Faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang ada dua, yakni penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung yaitu dengan adanya penyakit infeksi sehingga asupan makanan berkurang yang dapat menyebabkan gizi kurang. Penyebab tidak langsung yaitu persediaan makanan di rumah yang kurang, perawatan anak oleh ibu dan pelayanan kesehatan yang mempengaruhi asupan makanan dan ketersediaan pangan gizi kurang (Sinaga, 2007).

Tanda-tanda kekurangan gizi pada balita :

1. Pada pengukuran antropometri yaitu TB/U, BB/U, dan BB/TB ditemukan tidak seimbang menurut hasil pengukuran dibandingkan dengan kriteria antropometri. 2. Anak balita dengan gizi kurang tampak kurus, lemah, kulit keriput, wajah pucat,

sering cengeng dan rewel, terkadang apatis.

2.4.2. Gizi Buruk

Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori (Astaqauliyah, 2006). Gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni kwashiorkor, marasmus, dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).

Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut :

1) edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan sembab

(14)

3) rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok

4) terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel 5) terjadi pembesaran hati

6) otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk 7) terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah

warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis) 8) sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut

9) anemia dan diare

Sedangkan gejala umum marasmus adalah sebagai berikut:

1) badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit 2) wajah seperti orang tua

3) mudah menangis/cengeng dan rewel 4) kulit menjadi keriput

5) jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)

6) perut cekung, dan iga gamang

7) sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) 8) diare kronik atau konstipasi (susah buang air)

2.5. Penyebab Balita BGM

Gizi kurang disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor pengadaan makanan yang kurang mencukupi suatu wilayah tertentu. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh kurangnya potensi alam atau kesalahan distribusi. Faktor kedua adalah dari segi

(15)

kesehatan sendiri, yakni adanya penyakit kronis terutama gangguan pada metabolisme atau penyerapan makanan (Anonim, 2008).

Selain itu, Menteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang saling kait mengkait dalam hal gizi kurang, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.

Kemiskinan juga amat terkait erat pendidikan rendah. Dapat diduga, ibu yang lahir dari keluarga miskin berisiko tinggi tidak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi. Selain itu, ibu yang besar di keluarga miskin ini akan mendapatkan seorang suami yang juga memiliki pendidikan rendah. Dengan pendidikan rendah, umumnya akan mendapat upah rendah. Ditambah pengaruh budaya, perilaku dan adat istiadat yang kurang sehat, kemungkinan terjadinya gizi buruk pada keluarga seperti ini amat tinggi.

Menurut Astaqauliyah (2006), terdapat beberapa faktor penyebab gizi kurang, yakni faktor sosial, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya makanan bergizi bagi pertumbuhan anak, faktor kemiskinan, rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar sering kali tidak bisa dipenuhi, laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan, infeksi yang disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.

(16)

2.6. Pengaturan Makan Untuk Anak Balita

Berdasarkan hasil penelitian, anak - anak dalam usia balita sudah dapat lebih banyak dikenalkan dengan makanan yang disajikan oleh anggota keluarga lainnya. Terutama protein dan vitamin A, di samping kalori dalam jumlah yang cukup. Ada hal penting yaitu menanamkan kebiasaan memilih bahan makanan yang baik pada usia ini. Lazimnya anak-anak kurang menyukai sayuran dalam makanannya. Dalam hal ini ibu harus bertindak sedemikian rupa untuk mengajak memakan bahan-bahan yang berfaedah itu (Ramaya, 2006).

Ada beberapa kesukaran dalam menyusun makanan anak-anak, antara lain : 1. Tidak terdapatnya bahan-bahan makanan yang baik seperti makanan-makanan

yang siap santap yang khusus dibuat untuk anak-anak.

2. Bahan makanan di pedesaan umumnya terbatas sehingga tidak ada pilihan lain. 3. Jika ibu menyusui, makanannya sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan,

mungkin ibu itu terpaksa harus mengorbankan sebagian besar uang belanja karena hanya untuk anak itu sendiri.

4. Bahan-bahan makanan seperti susu, daging, umumnya tidak terbeli oleh sebagian keluarga.

Dalam menentukan makanan yang tepat untuk seseorang anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap zat gizi dengan menggunakan data tentang kebutuhan gizi.

2. Menentukan jenis makanan yang dipilih untuk menterjemahkan zat gizi yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi bahan makanan.

(17)

3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki.

4. Menentukan jadwal untuk waktu makan dan menentukan hidangan.

5. Mempertimbangkan intake yang terjadi terhadap hidangan tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan faktor selera terhadap suatu makanan. Masalah kekurangan gizi sering terjadi pada anak-anak karena anak-anak merupakan golongan yang paling rawan terhadap kekurangan gizi. Kerawanan kurang gizi pada anak balita disebabkan oleh karena hal-hal sebagai berikut :

1. Kebutuhan gizi anak balita lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa, karena di samping untuk pemeliharaan kesehatan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan.

2. Segera setelah anak dapat bergerak sendiri, memperbesar kemungkinan terjadinya penularan.

3. Dalam penyajian makanan pada anggota keluarga, biasanya anggota keluarga yang produktif akan mendapatkan prioritas utama, baru lebihnya diberikan kepada anggota keluarga yang lain. Biasanya anak balita yang mendapat prioritas paling sedikit dalam pendistribusian makanan anggota keluarga.

2.7. Dampak Kekurangan Gizi

Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80 % terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan bahwa 54% penyebab

(18)

kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek. Gizi buruk dapat berpengaruh kepada pertumbuhan dan perkembangan anak, juga kecerdasan anak. Pada tingkat yang lebih parah, jika dikombinasikan dengan perawatan yang buruk, sanitasi yang buruk, dan munculnya penyakit lain, gizi buruk dapat menyebabkan kematian (Sinaga, 2007).

(19)

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan pada masalah dan tujuan yang dicapai dalam penelitian ini, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM).

Status sosial ekonomi keluarga yang terdiri dari pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan orang tua, dan jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi pola asuh dan status kesehatan balita. Pola asuh yang meliputi praktek pemberian makanan, rangsangan psikososial, praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan serta perawatan keluarga dalam keadaan sakit akan mempengaruhi status gizi balita dan status kesehatan balita. Status gizi balita dapat mempengaruhi status kesehatan balita, demikian sebaliknya. Jika status sosial ekonomi keluarga baik dan pola asuh balita BGM baik, maka status gizi balita dan status kesehatan balita juga akan baik. Namun, apabila pola asuh balita BGM dan sosial ekonominya rendah, makan status gizi dan kesehatan balita BGM akan semakin menurun.

Status Sosial Ekonomi Keluarga, meliputi :

1. Pendapatan keluarga 2. Tingkat pendidikan ibu 3. Status pekerjaan orang tua 4. Jumlah anggota keluarga

Status Gizi Balita

Pola Asuh Balita BGM, meliputi : 1. Dukungan/Perhatian untuk

wanita

2. Praktek pemberian makanan 3. Rangsangan psikososial 4. Praktek kebersihan/hygiene &

sanitasi lingkungan 5. Perawatan keluarga dalam

keadaan sakit

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Pola Asuh dan Sosial Ekonomi  Keluarga Balita Bawah Garis Merah (BGM)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum Perkembangan Sel Betina adala untuk memlelajari perkembangan katak

Berdasarkan penelitian sebelumnya [13], mengenai pembakaran menyeluruh pada ruang bakar dan reaktor pirolisis ( sebelum optimasi) menggunakan bahan biomassa kayu,

4 Penelitian ini menguji sikap mahasiswa kesejahteraan sosial mengenai definisi berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap istri oleh suami serta faktor-faktor yang

Karya-karya yang dimaksud ditemukan dalam bentuk gerabah yang diberi ornament hias tertentu, patung-patung leluhur masyarakat prasejarah, serta catatan-catatan (dalam bentuk

Learn to Speak Chinese III: Numbers the Key to Life (An Overview of Numbers, Time, and Money featuring Chinese Characters, PinYin, and English Dialogues) reveals some of the

Jadi untuk seterusnya, perlu dikembangkan lebih lanjut, dengan mengunakan rancang bangun model sistem pendeteksian pelanggaran lampu merah ini membantu Polisi

Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menyimpulkan bahwa wujud pragmatik imperatif guru dan siswa di kelas B1 TK Pertiwi I Sumampir, Kecamatan Purwokerto Utara, Kabupaten