• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI KABUPATEN LOMBOK BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI KABUPATEN LOMBOK BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SUMBER MATA AIR SESAOT DARI GUNUNG RINJANI

KABUPATEN LOMBOK BARAT

IDANURMAYANTI

WidyaiswaraBalaiDiklatLingkunganHidupdanKehutananBogor =======================================================================

Abstract

Protected Forest Sesaot has an area of 5950.18 ha, is the catchment area of the watershed Dodokan. This region is very strategic, because it is the catchment area and the water supply for the people of the city of Mataram, West Lombok regency and Central Lombok, both for drinking water through taps local water company Menang Mataram and to meet the needs of water for agricultural irrigation. The Village Sesaot area, there are approximately 40 springs located in the outskirts of the forest and forest areas. The sources of spring water which then flows into the downstream area through several rivers / times that empties in Kota Mataram and Lombok Barat, among others: Kali Tembiras, Lenek Kali, Kali Pemoto, Selepang Kali, Kali and Kali Sesaot Jangkuk. Sesaot protected forest is one of the tourist area of forest in Lombok. Sesaot forest is the springs of Rinjani is making a very appropriate place to unwind

Keywords: Sesaot, watershed Dodokan, Lombok Barat

PENDAHULUAN

Pengelolaan hutan di Indonesia mengalami perkembangan dan pergeseran sejalan dengan perjalanan sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan titik tolak awal lahirnya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1967, Undang Undang Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967, Undang Undang Nomor 6 Tahun 1968 dan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990. Pengelolaan hutan era tersebut dalam perjalanannya telah mengubah peran sumber daya hutan dalam mendukung laju pertumbuhan Pembangunan Ekonomi Nasional, terutama dalam mendukung perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja, serta mengantarkan perkembangan perolehan pendapatan per‐kapita penduduk Indonesia.

Pada saat itu hasil usaha pertambangan mineral, logam, minyak dan gas yang semula menempati posisi utama, tergeser oleh hasil sumber daya non migas khususnya yang bersumber dari bahan baku hasil hutan kayu dan non kayu. Tetapi besarnya peranan kehutanan dengan memacu aspek ekonomi tersebut, telah membawa dampak buruk terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya hutan (degradation and deforestation), serta menimbulkan kerusakan

(2)

meningkat seiring dengan meningkatnya keragaman keinginan dan tuntutan kualitas hidup, serta tujuan dan kepentingan berbagai pihak terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan.

Dalam sejarah pengelolaan hutan di Indonesia bentuk pengelolaan hutan yang dipandang cukup relevan dalam menjawab tujuan manfaat ekonomis, sosial dan ekologis, adalah melalui pendekatan pengelolaan hutan terkecil dan permanen, dan merupakan unit organisasi teritorial, yang dikemas dalam wadah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).

Bentuk organisasi KPH tersebut telah dilakukan di Pulau Jawa sejak Pemerintahan Hindia Belanda, yang kemudian dikembangkan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yaitu Perum Perhutani, setelah terbitnya Undang Undang Kehutanan Nomor 5 Tahun 1967. Sedangkan pengelolaan hutan di luar Pulau Jawa sampai saat ini belum menerapkan pengelolaan hutan secara teritorial oleh KPH, sehingga kegiatannya terkesan lebih berorientasi pada eksploitasi kayu, dalam bentuk Hak Pengusaan Hutan (HPH), Hak Pengusahaan Hasil Hutan (HPHH) dan Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK).

Gambar 1. Plang Nama Kantor KPHL Rinjani Barat

Kebijakan penetapan wilayah KPH di Nusa Tenggara Barat (NTB), memberikan ruang pengelolaan yang secara spasial relatif cukup efektif sebagai satu kesatuan wilayah kelola secara teritorial oleh suatu kelembagaan yang khusus dan spesifik dalam bentuk KPH, sehingga dapat memberi dampak terhadap pengelolaan hutan yang lebih optimal sesuai dengan amanat yang diemban dalam

(3)

PP 6/2007, jo. PP 3/2008. Dengan mempertimbangkan penetapan wilayah KPH NTB dan Perda/Pergub organisasi KPH tersebut, maka Pemerintah Provinsi NTB berkomitmen untuk mendukung pembangunan KPH di NTB.

Dalam rangka mewujudkan komitmen tersebut, pada tahun 2009 Dinas Kehutanan NTB telah mengusulkan KPH Rinjani Barat sebagai KPH Model di Provinsi NTB, dengan pertimbangan antara lain;

1. Wilayah kerja KPH Rinjani Barat, merupakan catchment area dan hulu sungai (DAS/Sub DAS) yang menjadi kebutuhan vital masyarakat (air minum, irigasi dll) untuk 4 Wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Utara;

2. Terdapat beberapa lokasi kegiatan program kehutanan yang dikembangkan secara partisipatif dan menjadi percontohan yang sering dikunjungi baik lembaga Nasional atau Internasional;

3. Mempunyai potensi obyek daya tarik wisata alam, yang mendukung pariwisata di NTB, seperti potensi air terjun (Sindang Gila, Tiu Teja, Tiu Pupus, Sekeper, Kerta Gangga, Trenggulis dan Timponan), ngarai Tete Batu, dan panorama alam hutan yang berbatasan dengan pantai Batu Bolong, Senggigi, Malimbu, Nipah dll;

4. Terdapat beberapa kawasan hutan yang dikelola masyarakat adat;

5. Sebagian masyarakat sekitar hutan sudah mengembangkan wirausaha dengan bahan baku utama dari kawasan hutan seperti kerajinan Ketak (Pakis Kawat), Bambu dan Cukli, industri dodol Nangka/Duren, emping Melinjo, keripik Pisang, gula Aren, serta usaha bibit Gaharu dll;

6. Mempunyai lokasi yang sangat strategis, karena merupakan KPH yang terdekat dengan Ibu Kota Provinsi; dan

7. Sebagian besar kawasan hutan berbatasan langsung dengan pemukiman, yang mempunyai tingkat kepadatan penduduk cukup tinggi (rata‐ rata ± 474 jiwa/Km²).

Kehadiran KPH Rinjani Barat sebagai pengelolaan di tingkat tapak,

merupakan salah satu langkah strategis untuk mengoptimalkan fungsi sumberdaya hutan, dimana sistem pengelolaan yang dikembangkan menempatkan masyarakat sebagai subjek pengelolaan, dan berusaha meminimalisir konflik

(4)

dalam pengelolaan SDH seperti yang marak terjadi belakangan ini. Untuk menjamin operasionalisasi KPH di tingkat tapak, saat ini pemerintah telah mempersiapkan instrument pengelolaan dalam bentuk seperangkat peraturan perundangan mulai dari undang‐undang sampai pada peraturan teknis di tingkat daerah. Selain itu, pemerintah juga telah mempersiapkan alokasi anggaran yang cukup besar untuk menopang operasioalisasi KPH tersebut. Namun sangat disayangkan kesiapan instrumen dan pendanaan yang disediakan belum mampu mendorong optimalisasi sistem dan kinerja KPH di tingkat tapak. Meskipun instrumennya sudah memadai namun dalam penerapannya di lapangan ternyata masih menemui kendala‐kendala yang cukup kompleks.

Kawasan KPHL Rinjani Barat yang seluas ± 40.983 ha merupakan bagian dari kawasan hutan lindung dan hutan produksi gunung Rinjani. Secara definitive, wilayah KPH Rinjani Barat ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 651/Menhut‐II/2010 tanggal 22 Desember 2010 bersamaan dengan 23 wilayah KPH di NTB yang luasnya ± 448.217 Ha. KPHL Rinjani Barat terdiri dari :

 Hutan Lindung seluas ± 28.911 ha,

 Hutan Produksi Terbatas seluas ± 6.977 ha dan  Hutan Produksi seluas ± 5.075 ha.

Wilayah KPHL Rinjani Barat meliputi seluruh kawasan hutan Lombok Utara dan sebagian hutan Lombok Barat. Karena sebagaian besar wilayah KPH Rinjani merupakan hutan lindung, maka sesuai PP No. 6/2007, KPH Rinjani Barat dikategorikan sebagai KPH Lindung (KPHL). KPHL Model Rinjani Barat merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah di bawah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dasar hukum pembentukan KPHL Rinjani Barat dibentuk yaitu :

 Perda NTB No. 7 Tahun 2008  Pergub NTB No. 23 Tahun 2008

 SK Menhut Nomor: SK.785/MENHUT‐II/2009 tentang Organisasi dan Tata kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah pada Dinas Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Badan pada Inspektorat, Bapedda dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi NTB.

(5)

 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.785/Menhut‐II/2009 tentang penetapan KPH Rinjani Barat sebagai KPHL Model di Provinsi NTB.

Gambar 2. Peta Wilayah KPHL Rinjani Barat

WISATAALAMSESAOT

Hutan Sesaot seluas 185 ha terletak di Desa Sesaot, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara astronomis Taman Hutan Raya Sesaot berada pada posisi 8°30' ‐ 8°33' LS dan 116°13' ‐ 116°18' BT dengan status Hutan Lindung berdasarkan TGHK No. 758/Kpts/Um/1982 tanggal 12 Oktober 1982 seluas 5.950,79 Ha. Secara umum merupakan dataran landai, bergelombang dan berbukit, dengan elevasi berkisar antara 225 s/d 684 m dpl dan kemiringan tanah bervariasi 15 ‐ 45%. Kawasan Hutan Sesaot saat ini terbagi menjadi kawasan hutan primer, hutan skunder dan sebagai hutan lindung, perkebunan mahoni dan agroforestri dengan berbagai jenis tanaman (Yustitia 2012).

Adanya berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Hutan Sesaot tersebut menjadikan keberadaan ekosistem hutan tersusun dengan baik, karena peranan dari tumbuhan itu adalah sebagai pemasok oksigen ke lingkungan dan sebagai sumber makanan bagi organisme heterotof. Dalam hal ini tumbuhan merupakan

(6)

habitat dari berbagai jenis satwa, oleh sebab itu setiap tumbuhan mempunyai peran tertentu yang khas. Kawasan hutan di Desa Sesaot sudah disetujui izin usaha untuk pemanfaatan hutan kemasyarakatan (IUPHKm) dengan masa konsesi selama 35 tahun.

Pada tahun 2009, Menteri Kehutanan telah menyerahkan keputusan pencadangan areal hutan untuk HKm bagi tiga kawasan hutan yang ditetapkan sebagai cadangan areal kerja HKm di NTB. Kawasan yang dicadangkan tersebut adalah Sesaot berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI No: 445/Menhut‐II/2009 tanggal 4 Agustus 2009 tentang penetapan areal kerja HKm di Kabupaten Lombok Barat, kawasan Santong dan Monggal di Kabupaten Lombok Utara dengan SK Menhut No: 447 /Menhut‐II/2009 dan kawasan hutan Sambelia di Kabupaten Lombok Timur dengan SK Menhut No; 444/Menhut‐II/2009.

Pengelolaan hutan Sesaot, Santong dan Sambelia oleh masyarakat di sekitarnya sebagai sumber mata pencaharian, sesungguhnya telah berlangsung cukup lama. Sedikitnya, sejak tahun 1995 sejumlah 6.000 KK atau 18.000 jiwa di kawasan Sesaot, 740 KK di kawasan Santong dan sekitar 400 KK di Kawasan Sambelia, sampai sekarang menggantungkan sumber kebutuhan ekonominya dari pengelolaan kawasan tersebut.

Di sisi lain, hutan Lindung Sesaot dengan luas wilayah 5.950,18 ha merupakan daerah tangkapan air dari daerah aliran sungai (DAS) Dodokan. Kawasan ini merupakan kawasan hutan yang sangat strategis, sebab wilayah ini merupakan daerah tangkapan air dan memasok kebutuhan air bagi masyarakat wilayah Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, baik untuk kebutuhan air minum melalui PDAM Menang Mataram maupun untuk pemenuhan kebutuhan air bagi irigasi pertanian.

Di sekitar wilayah Desa Sesaot, terdapat kurang lebih 40 sumber mata air yang berada di dalam kawasan hutan dan pinggiran kawasan hutan. Sumber‐ sumber mata air ini yang kemudian mengalir ke daerah hilir melalui beberapa sungai/kali yang bermuara di Kota Mataram dan Lombok Barat, antara lain: Kali Tembiras, Kali Lenek, Kali Pemoto, Kali Selepang, Kali Sesaot dan Kali Jangkuk. Setelah mendapatkan IUPHKm maka dua HKm yakni di Desa Sesaot dan Desa Santong, akan mengikuti skema sertitikai LEI untuk hutan rakyat. Jadi, setelah

(7)

IUPHKM diperoleh, langkah selanjutnya adalah mengikuti sertifikasi LEI, harapannya akan adanya pengakuan dari parapihak bahwa masyarakat sudah bisa mengelola hutan secara lestari, dan kemudian mendapat nilai tambah.

Hutan lindung Sesaot merupakan salah satu kawasan wisata hutan di Lombok. Destinasi ini masih alami dengan sumber mata air dari Gunung Rinjani, semakin menjadikan hutan lindung ini sangat pas sebagai tempat melepas lelah. Berada di pedesaan dengan mayoritas penduduknya merupakan Suku Sasak, memiliki luas sekitar 5.999,2 hektar dan 43 % adalah hutan buatan yang sengaja dijadikan sebagai kawasan wisata hutan di Lombok. Bagian tengah hutan ini terdapat sungai “AiqNyet” yang memiliki batu kali yang besar. Para pengunjung dapat berenang di sungai tersebut, karena aman dan airnya sangat jernih, sejuk dan bersih. Kebersihan mata air di sungai ini memang penting karena banyak sumber mata air yang bermuara di sungai ini. Para penduduk memiliki peran sangat penting dalam menjaga dan menanam kembali untuk melindungi tanah dari erosi dan longsor. Sungai di hutan lindung ini konon dipercaya sebagai salah satu sungai suci di Lombok karena sumber airnya berasal dari Gunung Rinjani yang merupakan tempat para dewa. Ada yang mengatakan bahwa airnya dapat menjadi obat yang ampuh mengobati beragam jenis penyakit kulit. Selain itu, airnya juga tidak pernah kering walau sedang musim kemarau panjang.

Secara umum, hutan ini memiliki 3 area yaitu hutan primer, sekunder, perkebunan Mahoni dan agroforestry yang di kembangkan oleh masyarakat. Untuk para pengunjung wisata ini, dapat mendirikan kemah di sekitar lokasi, menjelajahi hutan dan bermain di berbagai kegiatan outbond. Sehingga kawasan ini sangat ramai di kunjungi, khususnya saat hari libur. Setelah lelah melakukan beragam kegiatan, dapat istirahat sambil menikmati makanan yang banyak dijual di tenda lesehan, seperti sate bulayak, plencing kangkung, ayam taliwang, dan menu khas lainnya.

(8)

Gambar 3. Destinasi Aiq Nyet dan Sate Bulayak di Hutan Sessaot

Bersihnya air sungai di hutan Lindung Sesaot ini menunjukkan bahwa sumber air di hulu masih cukup baik. Kebersihan mata air Sesaot sangat penting karena 56 sumber mata air yang bermuara di kali Sesaot. Bisa dibayangkan jika mata air disini terkena limbah. Menurut banyak orang, terpeliharanya sumber mata air Sesaot tidak lepas dari peran warga desa yang ikut menjaga dan menanam sehingga mempertahankan tanah dari erosi dan longsor. Hal itu membuat tanah di hutan lindung Sesaot dapat menyimpan air dengan baik. Inilah bentuk sinergi antara manusia dan alam.

Hutan lindung Sesaot yang menjadi objek wisata ini bisa juga mendirikan kemah di sekitar lokasi, selain itu bisa digunakan untuk kegiatan outbond baik untuk pelajar maupun karyawan perkantoran. Kontur tanah, air yang jernih dan aneka pepohonan membuat lokasi ini cocok menjadi tempat bermain sekaligus menguji kekompakan tim. Tak heran jika Sesaot ramai dikunjungi wisatawan pada akhir pekan dan libur panjang sekolah. Mengelilingi hutan ini menjadi aktivitas yang cukup menyenangkan. Ditimpa gemericik air akan melihat betapa hutan ini memberikan hidup bagi daerah sekitar.

(9)

Gambar 4. Perjalanan wisata alam di hutan Sessaot

PENUTUP

Hutan Lindung Sesaot memiliki luas wilayah 5.950,18 ha, merupakan daerah tangkapan air dari daerah aliran sungai (DAS) Dodokan. Kawasan ini sangat strategis, sebab merupakan daerah tangkapan air dan memasok kebutuhan air bagi masyarakat wilayah Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah, baik untuk kebutuhan air minum melalui PDAM Menang Mataram maupun untuk pemenuhan kebutuhan air bagi irigasi pertanian.

Di sekitar wilayah Desa Sesaot, terdapat kurang lebih 40 sumber mata air yang berada di dalam kawasan hutan dan pinggiran kawasan hutan. Sumber‐ sumber mata air ini yang kemudian mengalir ke daerah hilir melalui beberapa sungai/kali yang bermuara di Kota Mataram dan Lombok Barat, antara lain: Kali Tembiras, Kali Lenek, Kali Pemoto, Kali Selepang, Kali Sesaot dan Kali Jangkuk. Hutan lindung Sesaot merupakan salah satu kawasan wisata hutan di Lombok. Destinasi ini masih alami dengan sumber mata air dari Gunung Rinjani, semakin menjadikan hutan lindung ini sangat pas sebagai tempat melepas lelah.

(10)

DAFTARPUSTAKA

Soemarmo. 2010. “Desa Wisata” diakses melalui http://marno.lecture.ub.ac.id tanggal 10 Juli 2014

Suhariyadi dan Wasito Hadi 1980. Pemeliharaan Persemaian dan Tatalaksana Persemaian,Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi, No. 15 Departeman Pertanian,diterbitkan oleh Proyek Pendidikan dan Latihan Petugas Lapangan Program Bantuan Penghijauan dan Reboisasi.

Yustitia .2012. Hutan lindung Sesaot[internet]. [diunduh 2013 juni 18]: tersedia pada http://Lombok.Panduanwisata.com.

Gambar

Gambar	3.		Destinasi	Aiq	Nyet	dan	Sate	Bulayak	di	Hutan	Sessaot
Gambar	4.		Perjalanan	wisata	alam	di	hutan	Sessaot

Referensi

Dokumen terkait

Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim, (Jakart: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hal.. yang taat beragama, akan memberi pengaruh dalam pembentukan karaktenya. Mereka

Dari hasil uji statistik menggunakan chi square diperoleh nilai p = 0,33 > 0,05 artinya tidak ada hubungan yang ber- makna antara pengetahuan siswa dengan status

Islam mengajarkan kita sikap menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan dalam jual beli. Demikian itu akan terwujud dengan membangun rasa kepuasan pada masing-masing

Berbeda dengan Syaiful Bahri Djamarah yang menjelaskan 13 peranan guru, Sadirman menjelaskan bahwa guru memiliki 9 peranan, diantaranya adalah guru sebagai

Sebenarnya, header mungkin berisi informasi selain sumber dan alamat pengguna, seperti bit tambahan untuk DNS error atau tambahan untuk link bit kontrol (digunakan, misalnya,

(1) Untuk memiliki SPPT-SNI Tepung Terigu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Produsen dan/atau Pengemas Ulang mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI Tepung Terigu

Contohnya didalam struktur jaringan sosial lembaga survei PT.TNS ini yang berperan sebagai trustor adalah supervisor kemudian mempercayakan sebuah project kepada

Tujuan dari pembuatan sistem informasi pelayanan kesehatan ini untuk membantu kinerja petugas dan dokter pada puskesmas, seperti pencarian data pasien, menambahkan