Korespondensi: Dicki Harnanda Prihandono
Email: renitadicky@gmail.com; Telp: 0271 634 634
Perbedaan Pengaruh Latihan
Threshold
dan
Resistive Load Training
Terhadap MIP, Gejala Sesak, Kapasitas Latihan dan Kualitas Hidup
Pasien PPOK Stabil
Dicki Harnanda Prihandono, Suradi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
Abstrak
Latar belakang: Latihan otot inspirasi merupakan metode rehabilitasi paru pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang relatif baru dan sangat berkembang. Penelitian mengenai latihan otot inspirasi sangat bervariasi dan belum dapat ditentukan jenis alat terbaik untuk latihan otot inspirasi. Penelitian ini menilai perbedaan pengaruh latihan otot inspirasi metode threshold dan resistive load training terhadap maximal inspiratory pressure (MIP), gejala sesak, kapasitas latihan, dan kualitas hidup pasien PPOK stabil.
Metode: Rancangan penelitian ini adalah eksperimen semu.dengan tes awal dan tes akhir Penelitian dilakukan di RSUD Dr Moewardi Surakarta bulan September hingga November 2015. Subjek penelitian adalah pasien PPOK (n=34) dengan kelemahan otot inspirasi (MIP < 60 cmH2O) yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dengan purposive sampling.kemudian dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok perlakuan threshold load training dan resistive load training. yang mendapatkan program latihan otot inspirasi selama 6 minggu.
Hasil: Sebanyak 30 subjek dapat menyelesaikan latihan dan 4 subjek tidak melanjutkan penelitian karena berbagai penyebab. Penelitian ini menunjukkan bahwa latihan otot inspirasi metode threshold dan resistive load training dapat meningkatkan MIP, menurunkan nilai skala sesak Borg, meningkatkan jarak uji jalan 6 menit dan menurunkan nilai COPD assessment test (CAT). Tidak terdapat perbedaan bermakna hasil latihan otot inspirasi metode threshold load training dengan resistive load training dalam perubahan MIP, nilai skala sesak Borg, jarak uji jalan 6 menit,dan skor CAT.
Kesimpulan: Kedua metode latihan tersebut efektif digunakan sebagai metode tunggal rehabilitasi paru pada pasien PPOK stabil walaupun kedua metode tersebut memiliki cara kerja yang berbeda. (J Respir Indo. 2017; 37: 188-94)
Kata kunci: Threshold, resistive, PPOK, MIP
Differences Effects of Threshold and Resistive Load Training
Methods against MIP, Symptoms of Shortness, Exercise Capacity,
and Quality of Life of Stable COPD Patients
AbstractBackground: Inspiratory muscle execises is a pulmonary rehabilitation methods in patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) that relatively new and highly developed Research on muscle exercises is very varied and not yet adjustable. This study investigated the differences effects of exercises and workload exercises on maximal inspiratory pressure (MIP), shortness of breath symptoms, exercise capacity, and quality of life among stable COPD patients.
Methods: The experiments was conducted by quasi experimental, pretest and posttest design. The study was conducted in RSUD Dr Moewardi Surakarta from September to November 2015. Chronic obstructive pulmonary disease patients (n=34) with inspiratory muscle weakness (MIP <60 cmH2O) meeting the inclusion and exclusion criteria were recruited in the study by purposive sampling and subsequently devided in two groups exercises with threshold load training dan resistive load training during 6 weeks.
Results: A total of 30 subjects can complete the exercise well and 4 subjects did not resume the study because of various causes. The study showed that inspired threshold and resistive training training exercises could increase the MIP, decrease the Borg scale, increase the range
of a 6 minute walking test, and decrease the CAT score. This study did not show any significant differences in the results of the inspired
muscle training of the threshold load training method with resistive load training in terms of MIP changes, the Borg caustic scale score, the 6 minute walking distance, and the CAT score.
Conclusion: Both methods of exercises are effectively used as a single lung rehabilitation method in stable COPD patients although both methods have differences ways of working. (J Respir Indo. 2017; 37: 188-94)
PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meru pakan penyebab mortalitas terbesar kelima di dunia dan menunjukkan peningkatan jumlah kasus di negara maju dan negara berkembang.1 Pajanan
asap rokok dan polutan menyebabkan inflamasi paru
kronik sehingga terjadi peningkatan stres oksidatif dan ketidakimbangan antara enzim protease dengan antiprotease. Pening katan protease disertai dengan stres oksidatif menye babkan kerusakan parenkim
paru atau emfisema dan inflamasi pada saluran
napas perifer.2 Pajanan asap rokok dan zat iritan sebagai faktor risiko PPOK yang menyebabkan kelainan struktur saluran napas dan parenkim paru berupa hambatan aliran udara, gangguan fungsi
mukosiliar, emfisema, perubahan vaskular paru, inflamasi saluran napas, inflamasi parenkim paru dan inflamasi sistemik.3
Kelainan struktur pada saluran napas dan parenkim paru menyebabkan gangguan fungsional yang berakibat peningkatan beban otot napas, penurunan kapasitas atau kelemahan otot napas atau kombinasi dari kedua hal tersebut.4 Peningkatan
beban otot napas yang disertai dengan penurunan kapasitas otot napas menyebabkan peningkatan rasio antara beban otot napas dengan kapasitas otot napas yang ditransmisikan ke pusat pernapasan di susunan saraf pusat sehingga menyebabkan munculnya gejala sesak pada PPOK.5 Pasien PPOK mengalami
gejala klinis sesak, mengi, batuk, produksi sputum dan penurunan kapasitaslatihan. Sesak merupakan
penyebab utama penurunan aktivitas, kapasitas
latihan dan kualitas hidup pasien PPOK.4 Latihan otot
pernapasan yang bertujuan meningkatkan kapasitas otot napas atau menurunkan beban otot napas dapat mengurangi gejala sesak pada pasien PPOK. 5
Latihan otot inspirasi merupakan metode yang relatif baru dan beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten.6,7 Penelitian
mengenai latihan otot inspirasi sangat bervariasi dalam
hal populasi subjek, metode latihan, frekuensi latihan, intensitas latihan, durasi latihan, pengawasan atau
supervisi, luaran yang diperiksa dan belum dapat
ditentukan pilihan jenis alat terbaik untuk latihan otot inspirasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh latihan otot inspirasi secara mandiri oleh pasien PPOK di rumah dengan pengawasan dan penyesuaian beban berkala menggunakan alat threshold load trainer dibandingkan dengan
resistive load trainer pada pasien PPOK stabil dan pengaruhnya terhadap maximal inspiratory pressure
(MIP), gejala sesak, kapasitas latihan, dan kualitas hidup. Penelitian ini menggunakan 2 metode latihan otot inspirasi yaitu threshold load training dan
resistive load training karena kedua metode latihan tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda tetapi keduanya mudah digunakan, relatif murah dan dapat dilakukan mandiri oleh pasien di rumah (home based training).6,7
METODE
Rancangan penelitian adalah eksperimen semu dengan tes awal dan akhir. Penelitian dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta bulan
September hingga November 2015. Populasi target
pada penelitian ini adalah pasien PPOK. Populasi terjangkau adalah pasien PPOK rawat jalan di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta bulan
September hingga November 2015. Penelitian
telah disetujui oleh Panitia Kelaikan Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penjelasan yang jelas dan rinci tentang tujuan dan manfaat penelitian dilakukan sebelum pemeriksaan dan rehabilitasi paru pada setiap subjek penelitian. Setelah subjek mengerti dan setuju mengikuti penelitian subjek diminta memberikan persetujuan tertulis dengan menandatangani formulir persetujuan.
Analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 21.
Efek pemberian latihan otot inspirasi dengan metode threshold load training dan resistive load training terhadap nilai gejala sesak, kapasitas latihan, kualitas hidup dan MIP ditentukan melalui analisis statistik menggunakan uji beda pre-post perlakuan (uji t berpasangan) apabila data berdistribusi normal atau Wilcoxon signed rank test apabila data tidak berdistribusi normal. Perbedaan nilai MIP, gejala sesak, kapasitas latihan dan kualitas hidup sebelum dan sesudah latihan otot inspirasi menggunakan
threshold load training dibandingkan latihan otot inspirasi menggunakan resistive load training dianalisis
menggunakan nonpaired t test atau independent sample t test apabila data berdistribusi normal atau
Mann-Whitney test apabila data tidak berdistribusi
normal. Uji kemaknaan p < 0,05 adalah bermakna dan p > 0,05 tidak bermakna.
Subjek penelitian adalah pasien PPOK yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi terdiri dari pasien PPOK stabil rawat jalan laki – laki dan perempuan yang dibuktikan dengan rasio VEP1/KVP
pasca bronkodilator < 0,70, nilai MIP ≤ 60 cmH2O, usia
> 40 tahun, bersedia mengikuti penelitian secara tertulis,
mampu melakukan latihan otot inspirasi dengan metode
threshold atau resistive load training selama 6 minggu sesuai dengan petunjuk. Kriteria eksklusi terdiri dari riwayat eksaserbasi dalam 6 minggu terakhir sebelum penelitian, penyakit jantung yaitu sindrom koroner yang tidak stabil atau gagal jantung kongestif, diagnosis asma, merokok (current smoker), riwayat pneumotoraks spontan, menggunakan suplementasi oksigen, dalam keadaan eksaserbasi dan penyakit keganasan. Kriteria menghentikan penelitian terdiri dari pasien yang mengalami eksaserbasi, mengalami perubahan paduan pengobatan selama penelitian, tidak terlacak lagi saat masa pemantauan, mengundurkan diri dan kepatuhan
yang buruk serta motivasi yang rendah.
HASIL
Subjek yang mengikuti penelitian sebanyak 34 orang pasien PPOK di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta tetapi jumlah subjek yang dapat menyelesaikan latihan hingga berakhirnya program
latihan 30 orang. Sebanyak 4 orang tidak dapat
menyelesaikan penelitian dengan perincian 1 orang mengalami eksaserbasi selama periode penelitian, 1 orang meninggal dunia karena penyebab lain diluar penyakit paru, 1 orang tidak melanjutkan penelitian karena mengeluh nyeri pada saat menggunakan alat latihan otot inspirasi dan 1 orang mengundurkan diri karena kesulitan menggunakan alat latihan otot inspirasi selama penelitian. Kelompok threshold load training yaitu pasien PPOK yang mendapat program latihan otot inspirasi menggunakan threshold load trainer
sebanyak 15 orang. Kelompok resistive load training yang mendapatkan resistive load trainer sebanyak 15 orang. Pasien PPOK yang mengikuti penelitian hingga selesai
dan dapat dianalisis adalah 30 orang terdiri dari 15 orang
dalam kelompok threshold load training dan 15 orang dalam kelompok resistive load training. Karakteristik dasar subjek penelitian tampak pada Tabel 1.
Subjek penelitian terdiri atas 25 pasien PPOK (83,3%) lakilaki dan 5 pasien (16,7%) perempuan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna jumlah sampel berdasarkan jenis kelamin pada kedua kelompok
perlakuan dengan nilai p=1,000. Usia rerata kelompok
threshold load training dan resistive load training 66,03
± 7,76 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada usia diantara kelompok subjek penelitian (p
= 0,663). Sebaran usia subjek penelitian homogen
sehingga faktor usia tidak akan mempengaruhi hasil
penelitian. Keseluruhan 30 subjek penelitian terdiri dari
5 (16,7%) pasien tidak merokok dan 25 (83,33%) pasien merupakan perokok atau bekas perokok. Berdasarkan
riwayat merokok dapat diklasifikasikan derajat berat
merokok berdasarkan indeks Brinkman (IB). Indeks Brinkman dihitung berdasarkan rumus perkalian jumlah rerata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun. Indeks Brinkman disebut ringan
apabila 0-200, IB sedang 200-600, dan IB berat > 600.8
Sebelum penelitian, dilakukan pemeriksaan awal
sebagai data dasar terhadap variabel MIP, skala Borg,
jarak uji jalan 6 menit dan nilai COPD assesment test (CAT) pada kedua kelompok. Dari hasil analisis tidak didapatkan perbedaan bermakna nilai MIP, skala Borg dan nilai CAT
pada kedua kelompok sehingga ketiga variabel tersebut
homogen pada kedua kelompok perlakuan. Kelompok
threshold memiliki jarak uji jalan 6 menit lebih jauh secara bermakna dibandingkan kelompok resistive dengan
p=0,012. Hasil uji beda terhadap nilai MIP, skala Borg,
jarak uji jalan 6 menit dan nilai CAT sebelum perlakuan pada kedua kelompok tampak pada Tabel 2.
Pada penelitian ini didapatkan kelompok thres-hold mengalami peningkatan MIP sebesar 9,20± 4,18
sedangkan kelompok resistive 10,20± 4,38. Dilakukan
uji beda pada kedua kelompok sebelum dan sesudah
perlakuan sehingga didapatkan nilai p=0,000 pada
kelompok threshold dan nilai p=0,001 pada kelompok
resistive. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat
perbedaan bermakna nilai MIP pada kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan. Uji beda terhadap perubahan atau delta nilai MIP pada kelompok
threshold dan resistive tidak didapatkan perbedaan
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian dan uji beda terhadap karakteristik subjek.
Variabel Threshold Load Training Resistive Load Training Total p
Jenis kelamin 1,000 Laki laki 13(86,7%) 12 (80,0%) 25 (83,3%) Perempuan 2 (13,3%) 3 (20,0%) 5 (16,7%) Umur (tahun) 66,67 ± 7,00 65,40 ± 8,65 66,03 ± 7,76 0,663 Status merokok 0,770 Tidak Merokok 2 (13,3%) 3 (20,0%) 5 (16,7%) Perokok IB Ringan 2 (13,3%) 0 (0,0%) 2 (6,7 %) Perokok IB Sedang 4 (26,7%) 4 (26,7%) 8 (26,7%) Perokok IB Berat 7 (46,7%) 8 (53,3%) 15 (50,0%) IMT (kg/m2) 21,04 ± 3,18 20,31 ± 3,45 20,68 ± 3,28 0,550
Derajat berat obstruksi
0,469
Ringan 2 (13,3%) 3 (20,0%) 5 (16,7%)
Sedang 7 (46,7%) 3 (20,0%) 10 (33,3%)
Berat 5 (33,3%) 7 (46,7%) 12 (40,0%)
Sangat Berat 1 (6,7%) 2 (13,3%) 3 (10,0%)
Tabel 2. Hasil uji beda terhadap nilai MIP, nilai skala Borg, jarak uji
berjalan 6 menit, dan nilai CAT sebelum perlakuan
Variabel Threshold Resistive Nilai p
MIP 39,27± 7,77 40,80 ± 12,81 0,696 Skala Borg 3,40 ± 1,12 3,47± 1,73 0,683 Jarak uji berjalan 6 menit 386,67± 107,75 286,00 ± 109,27 0,012* Nilai CAT 14,33± 4,72 17,60 ± 7,72 0,173
Rerata nilai skala Borg pada kelompok threshold
sebelum perlakuan 3,40 ± 1,12 dan setelah perlakuan 2,27± 1,03. Rerata nilai skala Borg pada kelompok
resistive sebelum perlakuan 3,47± 1,73 dan setelah
perlakuan 2,33± 1,40. Dilakukan uji beda pada kedua
kelompok sebelum dan sesudah perlakuan, didapatkan
nilai p=0,000 pada kelompok threshold dan nilai
p=0,000 pada kelompok resistive. Hasil analisis statistik
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna nilai skala Borg pada kedua kelompok sebelum dan setelah perlakuan. Perubahan atau delta nilai skala Borg setelah perlakuan pada kelompok threshold adalah (1,13) ±
0,52 sedangkan pada kelompok resistive (-1,13) ± 0,74.
Dilakukan uji beda terhadap perubahan atau delta nilai skala Borg pada kelompok threshold load training dan
resistive load training didapatkan nilai p=0,737. Analisis
statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dalam hal perubahan atau nilai skala Borg.
Terdapat peningkatan secara bermakna jarak uji jalan 6 menit pada kelompok tersebut setelah
perlakuan yaitu menjadi 400,67± 96,91 m dengan
nilai p=0,024. Hal ini juga tampak pada kelompok
resistive load training dengan nilai jarak uji jalan 6
menit sesudah perlakuan sebesar 309,33± 100,41 m dengan nilai p=0,033. Walaupun sebelum perlakuan
kelompok threshold load training memiliki jarak uji jalan 6 menit yang lebih besar dibandingkan kelompok resistive load training ternyata tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok tersebut dalam hal perubahan atau delta jarak uji jalan 6 menit di antara kedua kelompok dengan nilai p= 0,212.
Perubahan rerata nilai CAT kedua kelompok setelah perlakuan selama 6 minggu didapatkan penurunan nilai pada kelompok threshold load training dari 14,33± 4,72 menjadi 11,40 ± 4,12 dan
pada kelompok resistive load training dari 17,60 ± 7,72 menjadi 15,60 ± 7,19. Uji beda sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan nilai p=0,000 pada
kelompok threshold load training sedangkan pada kelompok resistive load training didapatkan nilai
p=0,000. Hal ini menunjukkan perbedaan bermakna
nilai kualitas hidup pada kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan. Uji beda di antara kedua kelompok perlakuan dalam hal perubahan atau delta nilai CAT tidak didapatkan perbedaan bermakna
dengan nilai p=0,229. Hasil nilai MIP, skala Borg,
jarak uji berjalan 6 menit, dan nilai CAT sebelum dan sesudah penelitian tampak pada Tabel 3. Uji beda terhadap perubahan nilai MIP, skala Borg, jarak uji jalan 6 menit, dan CAT tampak pada Tabel 4.
IMT= Indeks massa tubuh
MIP= Maximal inspiratory pressure
Tabel 3. Uji beda berpasangan terhadap nilai MIP, skala Borg, jarak uji berjalan 6 menit, dan nilai CAT sebelum dan sesudah perlakuan
Variabel Kelompok Sebelum Sesudah Perubahan p
MIP Threshold 39,27± 7,77 48,47± 8,89 9,20± 4,18 0,000
Resistive 40,80 ± 12,81 51,00 ± 15,44 10,20± 4,38 0,001
Skala Borg Threshold 3,40 ± 1,12 2,27± 1,03 (-1,13) ± 0,52 0,000
Resistive 3,47± 1,73 2,33± 1,40 (-1,13) ± 0,74 0,000
Jarak uji jalan 6 menit Threshold 386,67± 107,75 400,67± 96,91 14,00± 21,48 0,024
Resistive 286,00 ± 109,27 309,33± 100,41 23,33± 25,61 0,033
CAT ThresholdResistive 17,60 ± 7,7214,33± 4,72 11,40 ± 4,1215,60 ± 7,19 (2,93) ± 1,87(-2,00) ± 2,27 0,0000,000
Tabel 4. Uji beda tidak berpasangan terhadap perubahan nilai MIP, skala Borg, jarak uji berjalan 6 menit, dan CAT
Variabel Threshold Resistive p
MIP 9,20± 4,18 10,20± 4,38 0,545
Skala Borg (-1,13) ± 0,52 (-1,13) ± 0,74 0,737
Jarak uji berjalan
6 menit 14,00± 21,48 23,33± 25,61 0,212 CAT (2,93) ± 1,87 (-2,00) ± 2,27 0,229
PEMBAHASAN
Tidak didapatkan perbedaan bermakna karak
teristik dasar subjek yaitu jenis kelamin, umur, status merokok, IMT dan derajat berat obstruksi pada kedua kelompok sehingga sedikit kemungkinan karakteristik dasar tersebut mempengaruhi hasil penelitian. Sebelum perlakuan tidak didapatkan perbedaan bermakna nilai MIP, skala Borg dan nilai CAT antara kedua kelompok penelitian tetapi terdapat perbedaan bermakna jarak
uji jalan 6 menit dengan p=0,012, kelompok threshold
memiliki jarak uji jalan lebih jauh dibandingkan kelompok
resistive.
Penelitian ini mendapatkan hasil terdapat perbedaan bermakna nilai MIP pada kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan. Kedua metode latihan otot inspirasi terbukti dapat meningkatkan nilai
MIP secara bermakna. Hasil uji statistik menunjukkan
kedua metode latihan otot meningkatkan nilai MIP yang sama besar sehingga tidak dapat ditentukan keunggulan di antara kedua metode latihan otot dalam hal meningkatkan kekuatan otot inspirasi.
Hasil penelitian kami memiliki persamaan
dengan penelitian sebelumnya oleh Madariaga dkk9
yang menunjukkan peningkatan MIP pada grup
threshold load training dari 86 cmH2O menjadi
104,25 cmH2O (p < 0,01) sedangkan grup resistive load training mengalami peningkatan MIP dari 91,36
cmH2O menjadi 105,7 cmH2O (p< 0,01). Penelitian
tersebut juga mendapatkan hasil tidak terdapat perbedaan bermakna nilai MIP setelah perlakuan antara kedua grup perlakuan.9
Penelitian Guyatt dkk10 mendapatkan hasil
yang berbeda. Penelitian terhadap 82 pasien PPOK
membagi subjek penelitian menjadi 3 kelompok yaitu kelompok perlakuan yang mendapatkan latihan otot inspirasi dengan metode resistive load training (Pflex®) dengan peningkatan resistensi
secara bertahap disertai nose clip untuk oklusi hidung, kelompok perlakuan kedua mendapatkan latihan yang sama tetapi tanpa nose clip, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan metode latihan yang sama tanpa resistensi disertai nose clip. Perlakuan
diberikan selama 3 bulan. Hasil penelitian tersebut
melaporkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna nilai MIP sebelum dan setelah perlakuan pada ketiga kelompok sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan otot inspirasi pada penelitian tersebut tidak meningkatkan kekuatan otot inspirasi.10
Penelitian ini menunjukkan latihan otot inspirasi metode threshold dan resistive load training
menurunkan gejala sesak yang dinilai dari skala Borg. Analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal perubahan atau nilai skala Borg, hal ini menunjukkan bahwa latihan otot inspirasi metode threshold dan resistive load training
dapat mengurangi gejala sesak dan tidak dapat ditentukan keunggulan diantara kedua metode MIP= Maximal inspiratory pressure
CAT= COPD assesment test
MIP= Maximal inspiratory pressure
latihan tersebut dalam mengurangi gejala sesak pada pasien PPOK. Latihan otot inspirasi menurut penelitian sebelumnya dapat mengurangi gejala
sesak pada pasien PPOK. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian sebelumnya oleh Riera dkk11 yang menilai
luaran gejala sesak setelah latihan otot inspirasi selama 6 bulan menggunakan metode target flow IMT. Penelitian tersebut menyebutkan latihan otot inspirasi dapat mengurangi gejala sesak yang diukur dengan skor BDI/TDI.11 Penelitian Lisboa dkk12
mengukur derajat sesak pasca pemberian latihan
fisis pada pasien PPOK dan didapatkan penurunan
yang bermakna secara statistik pada nilai skala Borg setelah mendapatkan latihan otot inspirasi dengan metode threshold load trainer dengan beban 30 %
dari MIP awal.12
Berdasarkan jarak uji jalan 6 menit penelitian ini mendapatkan hasil kedua metode latihan otot inspirasi menghasilkan peningkatan kapasitas exercise yang bermakna jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah perlakuan, tetapi perubahan atau rerata delta jarak uji jalan 6 menit diantara kedua kelompok tidak
memiliki perbedaan bermakna. Hal ini menunjukkan
tidak terdapat keunggulan diantara kedua metode latihan otot inspirasi dalam peningkatan jarak uji jalan
6 menit. Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hsiao dkk13 yang
melakukan penelitian terhadap 42 pasien PPOK yang terbagi atas 3 grup yaitu grup threshold load training
mendapatkan latihan otot inspirasi dengan Threshold®,
grup resistive load training menggunakan Respirex®,
dan grup kontrol tanpa perlakuan. Penelitian tersebut menemukan peningkatan bermakna jarak uji jalan 6 menit pada kelompok threshold load training dari 449,5 ± 56,1 m sebelum perlakuan dan 481,8 ± 49 m setelah perlakuan. Grup resistive load training memiliki
jarak uji jalan 419 ± 103,7 m sebelum perlakuan dan
459,6 ± 98,8 m setelah perlakuan. Penelitianini tidak membandingkan perubahan atau delta jarak uji jalan 6 menit diantara ketiga kelompok penelitian.13
Penelitian sebelumnya menggunakan para meter yang berbeda untuk mengukur kualitas hidup setelah mendapatkan latihan otot inspirasi yaitu dengan CRQ,
SGRQ, dan BESC.14Chronic obstructive pulmonary
disease assessment test belum pernah digunakan sebagai parameter untuk mengukur kualitas hidup pada pasien PPOK yang mendapatkan latihan otot inspirasi. Kuesioner CAT merupakan parameter
kualitas hidup yang mudah diaplikasikan, tervalidasi,
sensitif dan dapat digunakan untuk menentukan derajat berat penyakit serta terapi pada pasien PPOK. Penilaian kualitas hidup meningkat apabila didapatkan penurunan nilai CAT.15
Penilaian kualitas hidup berdasarkan nilai CAT pada penelitian ini menunjukkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan tetapi tidak terdapat perubahan atau delta nilai CAT secara bermakna antara kedua kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa latihan otot inspirasi metode threshold load training dan resistive load training memiliki kemampuan yang sama dalam hal meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.
Beckerman dkk16 mendapatkan perubahan
bermakna kualitas hidup yang dinilai dengan St George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) pada kelompok perlakuan yang mendapatkan latihan otot inspirasi metode threshold load training (Powerbreath®)
dibandingkan kontrol setelah mendapatkan latihan
selama 6 bulan (p<0,001). Penelitian Beckerman
dkk menjelaskan bahwa latihan otot inspirasi jangka panjang juga berhubungan dengan peningkatan MIP, membaiknya kapasitas latihan, penurunan derajat sesak dan lama rawat inap di rumah sakit.16
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan latihan otot inspirasi metode threshold dan resistive load training
dapat meningkatkan MIP, menurunkan sesak, meningkatkan kapasitas latihan dan meningkatkan kualitas hidup. Penelitian ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna hasil latihan otot inspirasi metode threshold dengan resistive load training dalam peningkatan MIP, penurunan gejala sesak, peningkatan kapasitas latihan dan peningkatan kualitas hidup. Setiap metode latihan
otot inspirasi memiliki kekurangan dan kelebihan. Kedua metode latihan tersebut ternyata cukup efektif digunakan sebagai metode rehabilitasi paru pada pasien PPOK stabil walaupun kedua metode tersebut memiliki cara kerja yang berbeda. Threshold load trainer memiliki kelebihan yaitu lebih mudah mengatur beban latihan sedangkan kelebihan
resistive load trainer yaitu relatif lebih murah dibandingkan threshold load trainer tetapi lebih sulit menentukan beban latihan. Kedua metode latihan tersebut juga relatif mudah dilakukan di rumah dan nyaman bagi pasien sehingga memberikan tingkat kepatuhan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mathers CD, Loncar D. Projections of global
mortality and burden of disease from 2002 to 2030. Plos Med. 2011;3:2011-30.
2. Suradi. Pengaruh rokok pada penyakit paru
obstruksi kronik (PPOK): tinjauan pathogenesis,
klinis, dan sosial. [Pidato Pengukuhan Guru Besar Pulmonology dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret]. 2005. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 3. Jolley CJ, Moxham J. A physiological model of
patientreported breathlessness during daily
activities in COPD. Eur Respir Rev. 2009;18:66-79.
4. Brashier BB, Kodgule R. Risk factor and
pathophysiology of chronic obstructive pulmonary disease. J Associat Physic Ind. 2012;60:17-21.
5. Moxham J, Jolley C. Breathlessness, fatigue, and
the respiratory muscles. Clin Med. 2009;9:448-52. 6. British Thoracic Society Pulmonary Rehabilitation
Guideline Group. BTS guideline on pulmonary
rehabilitation in adults. Thorax. 2013;68:1-30. 7. Spruit MA, Singh SC, Garvey C, ZuWallack R,
Nici L, Rochester C, et al. An official american
thoracic society/european respiratory society
statement: key concepts and advances in
pulmonary rehabilitation. Am J Respira Crit Care
Med. 2013;188:1011-27.
8. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit
paru obstruktif kronis (PPOK): Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2003.p.2-29.
9. Madariaga VB, Iturri JB, Manterola AG, Buey
JC, Sebastián NT, Peña VC. Comparison of 2 methods for inspiratory muscle in patients with chronic obstructive pulmonary disease. Arch Bronchoneumol. 2007;43:431-8.
10. Guyatt G, Keller J, Singer J, Halcrow S, Newhouse
M. Controlled trial of respiratory muscle training in
chronic airflow limitation. Thorax. 1992;47:598-602.
11. Riera HS, Rubio TM, Ruiz FO, Ramos PC, Otero
DD, Hernandez TE, et al. Inspiratory muscle training in patients with COPD: effect on dyspnea, exercise performance, and quality of life. Chest. 2001;120:748-56.
12. Lisboa C, Villafranca C, Leiva A, Cruz J, Pertuze J, Borzone G. Inspiratory muscle training in chronic airflow limitation: effect on exercise performance. Eur Respir J. 1997;10:537-42.
13. Hsiao SF, Wu YT, Wu HD, Wang TG. Comparison
of effectiveness of pressure threshold and targeted resistance devices for inspiratory muscle training in patients with chronic obstructive pulmonary disease. J Formox Med Assoc. 2003;102:240-5. 14. Shoemaker MJ, Donker S, Lapoe A. Inspiratory
muscle training in patients with chronic obstructive pulmonary disease: the state of the evidence. Cardiopulmonary Physic Ther J. 2009;20:5-15.
15. Jones PW, Harding G, Berry P, Wiklund I, Chen
WH, Leidy NK. Development and first validation
of the COPD assessment test. Eur Respir J.
2009;34:648-54.
16. Beckerman M, Magadle R, Weiner M, Weiner
P. The effects of 1 year of specific inspiratory
muscle training in patients with COPD. Chest.