• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa. pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa. pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Perkembangan pembangunan pariwisata di Indonesia secara regional dan nasional telah menjadi sumber penghasil devisa, menambah kesempatan kerja, merangsang penanaman modal serta menjadi salah satu kekuatan pembangunan ekonomi yang handal untuk dapat mensejahterakan masyarakat. Daerah tujuan wisata yang sangat indah, alami, dan bersejarah mampu menarik wisatawan lebih banyak, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan asing (Soekadijo, 2000:4).

Taroepratjeka (dalam Bagus 2002: 11), menjelaskan bahwa pembangunan pariwisata pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengembangkan dan memanfaatkan objek wisata dan daya tariknya, yang terwujud dalam bentuk keindahan alam, keragaman flora dan fauna, kemajemukan tradisi dan kebudayaan serta peninggalan sejarah purbakala. Dalam hal ini, pertimbangan terhadap konservasi lingkungan menurut Marpaung (2000: 44), merupakan hal yang mutlak, sehingga ekosistem alam, flora, fauna maupun budaya masyarakat itu sendiri menjadi lestari. Dengan demikian, hutan yang penuh keasrian pohon kayunya tidak untuk dijual dengan jalan pembabatan dan penggundulan. Pemandangan bawah laut (blue corral) tidak untuk dimusnahkan oleh bom para nelayan. Kalau perilaku-perilaku yang tidak terpuji itu terus dibiarkan tanpa adanya upaya penanggulangan, maka konsep pembangunan pariwisata yang berkelanjutan hanya merupakan sebuah impian, sebab menurut

(2)

Ardika (2003: 7), bahwa pembangunan pariwisata berkelanjutan pada intinya berkaitan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang dimanfaatkan untuk pembangunan pariwisata dalam generasi ini dilestarikan untuk generasi mendatang.

Salah satu tujuan pembangunan sektor pariwisata adalah meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat; dan oleh sebab itu, maka selayaknya pembangunan tersebut harus melibatkan masyarakat. Tujuan tersebut bukan tanpa dasar, mengingat potensi sumber daya alam, baik berupa lahan pertanian, sumber air, hutan, udara bersih, dan tenaga kerja sebagian besar merupakan potensi yang memang sudah tersedia dalam lingkungan hidup masyarakat.

Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu destinasi wisata Indonesia yang mulai dilirik keberadaannya. Dilihat dari daerah tujuan wisata, letak NTB sangat strategis, karena terletak di segitiga emas tujuan wisata yaitu Nusa Tenggara Timur dengan taman wisata nasional Pulau Komodo di sebelah timur, Bali yang merupakan daerah tujuan wisata internasional di sebelah barat, dan Tanah Toraja (Surusi, 2001:102). Dengan ditetapkannya NTB sebagai salah satu daerah tujuan wisata baru yang semula hanya sebagai daerah limpahan wisata Bali, maka dalam waktu yang sangat singkat pariwisata NTB telah membuktikan dirinya sebagai satu subsektor yang berkembang cukup pesat, baik dilihat dari pertumbuhannya maupun dari arus jumlah wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke NTB.

Menyadari akan daya tariknya sebagai suatu destinasi wisata, maka pemerintah menganggap perlu dibuat kawasan-kawasan pariwisata untuk

(3)

mempermudah dalam pengaturan, pengawasan, dan dalam upaya untuk memanfaatkan potensi yang ada di setiap daerah. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) No.9 Tahun 1989 tanggal 15 Agustus 1989 pemerintah Provinsi NTB telah menetapkan 15 kawasan potensial untuk dikembangkan. Terdapat 9 kawasan di Pulau Lombok dan 6 kawasan di Pulau Sumbawa. Kawasan pariwisata di Pulau Lombok terdiri atas; (1) kawasan Sire, Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan, Senggigi dan sekitarnya; (2) kawasan Suranadi dan sekitarnya; (3) kawasan Gili Gede dan sekitarnya; (4) kawasan Kuta, Seger Ann dan sekitarnya; (5) kawasan Selong Belanak dan sekitarnya; (6) kawasan Rinjani dan sekitarnya; (7) kawasan Gili Indah dan sekitarnya; (8) kawasan Gili Sulat dan sekitarnya; (9) kawasan Dusun Sade dan sekitarnya. Kawasan pariwisata di Pulau Sumbawa terdiri atas; (1) kawasan Pulau Moyo dan sekitarnya; (2) kawasan Pantai Maluk dan sekitarnya; (3) Pantai Hu’u dan sekitarnya; (4) kawasan Sape dan sekitarnya; (5) kawasan Teluk Bima dan sekitarnya; (6) kawasan Gunung Tambora dan sekitarnya. Semua kawasan wisata yang dikembangkan berbasiskan wisata alam, sejarah, dan budaya.

Dari sembilan kawasan wisata yang ada di Pulau Lombok, kawasan Senggigi merupakan kawasan yang paling terkenal dan pesat perkembangannya. Sejak ditetapkan sebagi kawasan wisata tahun 1989 sampai saat ini, perkembangan dan pembangunan kepariwisataan di Lombok Barat khususnys Senggigi terus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan dan terlibatnya pemerintah secara intensif dalam mengembangkan dan mempromosikan daya tarik wisata yang berada di Senggigi.

(4)

Kondisi ini juga berimplikasi pada ketertarikan investor di bidang pariwisata untuk menanamkan modalnya di Senggigi

Ketertarikan investor tersebut dapat dilihat dengan dibungunnya fasilitas–fasilitas kepariwisataan di kawasan wisata Senggigi seperti hotel berbintang, hotel melati, restoran, rumah makan, toko cindra mata, agen biro perjalanan dan penunjang lain seperti bar atau club malam.

Menurut Farly Lumanauw bar adalah ”tempat usaha komersial diman orang berkumpul sambil duduk bersantai menikmati alunan musik dan minuman yang dijual terutama yang beralkohol”( Lumanauw, 2000) Dalam ketentuan pasal 1 sub J, Peraturan Pemerintah N0 24 tahun 1979, dikemukakan bar merupakan usaha komersil yang ruang lingkupnya menghidangkan minuman keras atau beralkohol dan minuman lainnya untuk umum ditempat usahanya.

Keberadaan dan perkembangan kepariwisataan Senggigi Lombok yang terkenal dengan icon “pulau seribu masjid”, sudah pasti memiliki dampak terhadap kehidupan sosila budaya masyarakat, dan menimbulkan pesepsi positif maupan negatif apalagi yang terkait dengan bar. Keberdaan bar di kawan wisata Senggigi tidak berjalan mulus sesuai harapan . Hal ini disebabkan oleh beberapa tragedi, misalnya kerusuhan sosial yang berlangsung selama tiga hari pada bulan Januri 2000 yang mengakibatkan 77 rumah warga Kristen dan Cina serta membakar sembilan gereja, masa juga merambah ke kawasan wisata Senggigi dan membakar samppai hancur dua club malam yang dikenal dengan tragedi 171.

Tragedi ini menyebabkan kondisi pariwisata NTB dalam keadaan transisi, penyebabnya adalah adanya protes dari massa sekitar 5000 orang berkumpul di

(5)

depan markas besar angkatan bersenjata, pemerintah dinilai tidak mampu menghentikan kekerasan yang terjadi di Maluku, konflik agama Kristen dengan Islam, di mana korban dari Muslim mencapai 1.700 orang. Lebih lanjut, protes tersebut berakhir dengan aksi pembakaran gereja sebanyak 9 buah dan 77 orang umat kristiani, dan rumah-rumah dan tempat dagang orang cina juga ikut menjadi sasaran amuk massa. (Fallon, 2003:144). Dari tragedi tersebut, industri pariwisata NTB dan Lombok, secara khusus Senggigi mengalami penurunan drastis.

Dua tempat hiburan malam yang menjadi sasaran adalah Marina Pub dan Ronaldo Pub Restaurant menjadi sasaran kemarahan warga. Dilihat dari motifnya, kemarahan warga dipicu oleh adanya pandangan masyarakat terhadap keberadaan bar sebagai tempat transaksi prostitusi dan obat-obatan terlarang, dari operasi tempat hiburan malam tersebut, selain motif-motif lainnya. Hal ini yang dilihat sebagai persepsi dari sebagain masyarakat pada saat itu yang memandang keberadaan tempat bar dan hiburan malam, walaupun itu belum tentu kebenaranya.

Ini menjadi bukti betapa bar sangat rentan dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat, dan keamanan menjadi faktor utama dalam pengembanga industri jasa kepariwisataan seperti kegitan usaha bar. Tempat hiburan malam seperti memang di satu sisi dapat mendatangkan dampak positif dan di sisi yang lain mendatangkan dampak negatif. Masyarakat sekitar kawasan senggigi pada saat itu mungkin berada pada pihak yang membenci tragedi (ulah para demonstran) tersebut. Karena pariwisata sudah dianggap sebagai bagian dari sumber penghidupan (Fallon, 2001:495).

(6)

Dari tragedi tersebut, upaya yang dilakukan oleh masyarakat bekerjasama dengan pihak hotel adalah bersama-sama menjaga keamanan lingkungan. Pihak pengusaha jasa yang terikat melalui SBA (Senggigi Busines Association) mengajak para pelaku pariwisata hotel, restoran, dan bar untuk bersama-sama membersihkan jalan, sebagai bentuk rasa memiliki untuk memulihkan kondisi pariwisata agar cepat stabil. Secara perlahan dan pasti, kondisi pariwisata NTB dan Senggigi khususnya berangsur-angsur pulih. Jadi ada pelajaran berharga dari tragedi tersebut yaitu pentingnya menciptakan situasi yang aman di objek wisata.

Setelah tragedi tersebut, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata di NTB. Adapun perkembangan kunjungan wisatawan ke NTB pada tiga tahun terakhir sejak tahun 2007 hingga 2010 mengalami peningkatan baik untuk wisatawan Nusantara maupun wisatawan asing. Total kunjungan pada tahun 2007 mencapai 450.000, tahun 2008 sebesar 544.501 orang, tahun 2009 naik menjadi 619.370 orang, dan tahun 2010 mencapai 725.388 orang. Dilihat dari jumlah kunjungan tersebut, memang terjadi peningkatan dengan rata-rata mencapai 92.462 orang. Dari data ini, ada peluang yang cerah bagi pariwisata NTB, khususnya usaha di sektor jasa seperti, hotel, restoran, dan bar.

Selanjutnya perkembangan pariwisata Senggigi pasca kerusuhan terus berbenah hingga saat ini mulai dari pembangunan hotel, restaurant, kafe-kafe kecil berjejer di pinggir jalan termasuk bar (club malam) yang pernah dibakar

(7)

pada kerusahan “171” juga sudah beroperasi kembali perkembangannya tidak sebanyak kafe.

Melihat kenyataan tersebut kawasan wisata Senggigi sejak dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata pada tahun 1983 sampai saat ini, keberadaan bar memberikan kesempatan kepada warga masyarakat sekitar (masyarakat lokal Senggigi) untuk bekerja di bar, akan tetapi warga masyarakat lebih memilih bekerja di dan restoran kecil sebagai waiter atau waitress, penjaga malam, dan tukang kebun.

Dalam kegiatannya, bar di Senggigi mulai buka pada pukul 17.00 sampai 03.00 bahkan pada malam sabtu dan malam minggu sampai pukul 04.00 sangat identik dengan kehidupan malam. Kenyataan ini memunculkan pertanyaan, persepsi atau pandangan masyarakat terhadap bar positif ataukah negatif terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi. Namun di sisi lain, bar merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari industri pariwisata, karena keberadaan bar sebagai salah satu sapek penunjang kegitan kepariwisataan yang penting. Keberadaan bar di suatu daerah tujuan wisata memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat, tempat belajar dan peluang berusaha bagi masyarakat yang memiliki modal .

Dampak keberadaan bar dapat bersifat positif maupun negatif. Cohen (dalam Pitana 2009 ) mengemukakan bahwa dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikatagorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu (1) dampak terhadap penerimaan devisa; (2) dampak terhadap pendapatan masyarakat; (3) dampak terhadap kesempatan kerja; (4) dampak

(8)

terhadap harga harga; (5) dampak terhadap distribusi manfaat/ keuntungan; (6) dampak terhadap kepemilikan dan kontrol; (7) dampak terhadap pembangunan pada umumnya; (8) dampak terhadap pendapatan pemerintah.

Di samping itu juga dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya oleh Smith ( Pitana, 2009) pada intinya ingin menjawab tiga pertanyaan yaitu tentang karakteristik interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal, menjadikan masyarakat dan budaya lokal sebagai tuan rumah serta apakah perubahan itu menguntungkan ataukah merugikan masyarakat.

Pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat merupakan konsep pariwisata alternatif yang mempunyai pengertian ganda, di satu sisi dianggap sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak dampak negatif dari pengembangan dan perkembangan pariwisata konvensional untuk menunjang kelestarian lingkungan ( Myra, 1997 ). Masyarakat dan kebudayaan cenderung mengalami perubahan yang diakibatkan oleh keberadaan pariwisata. Penelitian terhadap dampak pariwisata terhadap sosial budaya cenderung memberikan hasil yang kontradiktif. Namun dalam kondisi dan tempat tertentu pariwisata menimbulkan dampak positif bagi kondisi sosial budaya (Diarta dan Pitana, 2002) mengatakan bahwa dampak pariwisata pada suatu daerah pada sektor ekonomi tuan rumah yang cenderung berakibat positif.

Berdasarkan latar belakang tersebut menjadi bahan pertimbangan untuk mengadakan penelitian dengan rumusan judul ” Persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi Lombok Barat.

(9)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan tersebut, ada tiga masalah yang dapat dikemukakan yang berkenaan dengan persepsi masyarakat lokal di kawasan Senggigi terhadap keberadaan bar di kawasan tersebut yaitu sebagai berikut .

1. Bagaimanakah bentuk persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan adanya persepsi masyarakat lokal Senggigi terhadap keberadaan bar ?

3. Apakah dampak dan makna persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi ?

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di Kawasan Wisata Senggigi Lombok Barat.

1.3.2 Tujuan Khusus

Sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian di atas, maka secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui bentuk persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi ?

2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang menyebabkan adanya persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi.

(10)

3. Untuk memahami dan menginterpretasikan dampak dan makna persepsi masyarakat lokal terhadap keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat akademis maupun praktis sabagai berikut.

1.4.1 Manfaat Akademis

1. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang kajian pariwisata yang terkait dengan penunjang pariwisata khususnya mengenai persepsi masyarakat terhadap keberadaan bar .

2. Dari hasil dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dengan harapan mampu meransang pihak-pihak lain untuk mengadakan penelitian masalah hal-hal yang belum tersentuh dalam kaitannya dengan keberadaan bar di kawasan wisata Senggigi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi semua pihak yang terkait. Pihak-pihak yang terkait tersebut adalah:

1. Pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam upaya mengambil keputusan yang berhubungan dengan keberadaan bar di suatu kawasan wisata.

2. Pelaku usaha yang bergerak di bidang industri pariwisata khususnya bar dalam upaya pengambilan keputusan yang berhubungan dengan masyarakat lokal.

(11)

3. Angggota masyarakat sebagai pemilik kebudayaan dan pendukung pengembangan kawasan wisata Senggigi, bisa memahami keberadaan atau perubahan yang disebabkan oleh bar khususnya dampak atau perubahan yang terjadi di Senggigi.

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillah, dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa serta dengan berkat dan rahmat-Nya sehingga tugas akhir penulis dengan judul “ Pengaruh

Maka berdasarkan hukum-hukum yang telah dijelaskan di atas tentang nisab usaha hasil ikan laut dan waktu pengeluarannya jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari

Teknik ini merupakan yang sering digunakan dalam mempertahankan gigi,dan sangat efektif untuk perawatan abses periapikal (Catatan: bahkan jika nyeri telah hilang

Suhu optimum pada oven hibridisasi menyebabkan produk PCR yang telah berlabel biotin akan berikatan dengan probe pada membran nitroselulosa di dalam chip.. Dimana

Selain itu, alasan lain kenapa bahasa Inggris juga sangat penting adalah karena bahasa ini juga bisa digunakan sebagai media untuk menyelesaikan kesalah pahaman,

untuk kamar dari published rate hingga 30 Desember 2017.

Pada temperatur rendah jalan bebas rata-rata phonon dibatasi oleh ketidak- sempurnaan kristal dan juga oleh pengotoran; dalam hal demikian ini jika panas