• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Etos Kerja. kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

11

A. Etos Kerja 1. Pengertian Etos Kerja

Tasmara (2002) menegaskan bahwa etos kerja adalah totalitas kepribadian, serta cara mengekspresikan, memandang, meyakini dan cara memberikan makna adanya sesuatu yang mendorong dirinya untuk bertindak dan bekerja secara optimal. Sinamo (2005) mendefinisikan etos kerja merupakan seperangkat perilaku kerja positif, yang berakar pada kesadaran, keyakinan fundamental, dan komitmen total pada paradigma kerja yang integral. Istilah paradigma dalam konsep ini berarti konsep utama tentang kerja itu sendiri, yaitu mencakup idealisme yang mendasari, prinsip yang mengatur, nilai- nilai yang menggerakkan, sikap yang dilahirkan, standar yang hendak dicapai, termasuk karakter utama, pikiran dasar, kode etik, kode moral, dan kode perilaku.

Sependapat dengan Mulyadi (2008) bahwa etos kerja merupakan jiwa dan semangat kerja yang dipengaruhi oleh cara pandang terhadap pekerjaan. Cara pandang ini bersumber pada nilai- nilai yang tumbuh, berkembang, dan dianut oleh seseorang masyarakat. Senada dengan Tebba (2003) mengatakan bahwa etos kerja adalah semangat dan sikap batin tetap seseorang atau sekelompok orang sejauh di dalamnya terdapat tekanan moral.

Menurut Anoraga (1992) etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja. Apabila individu yang ada di dalam

(2)

komunitas atau organisasi memandang kerja sebagai suatu hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan cenderung tinggi. Sebaliknya apabila sikap dan pandangan terhadap kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka etos kerja dengan sendirinya akan rendah. Siagian (Tampubolon, 2007) menambahkan bahwa etos kerja ialah norma- norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek- praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan para anggota suatu organisasi.

Dari beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan pengertian etos kerja tersebut peneliti menyimpulkan bahwa etos kerja adalah suatu sikap atau pandangan serta cara seseorang memandang sesuatu hal secara positif dan bermakna sehingga kemudian diwujudkan dengan sebuah perilaku kerja yang maksimal.

2. Aspek- aspek Etos Kerja

Tasmara (2002) mendefinisikan etos kerja kedalam 4 aspek antara lain:

a. Menghargai waktu

Etos kerja yang tinggi ditandai dengan sikap menghargai waktu. Dalam hal ini waktu dipandang sebagai suatu hal yang sangat bermakna sekaligus berkaitan dengan produktivitasnya.

(3)

b. Tangguh dan pantang menyerah

Individu yang mempunyai etos kerja yang tinggi cenderung suka bekerja keras, ulet dan pantang menyerah dalam menghadapi setiap tantangan maupun dalam sebuah tekanan.

c. Keinginan untuk mandiri

Etos kerja ditandai dengan upaya individu untuk berusaha

mengatualisasikan seluruh kemampuannya dan berusaha memperoleh hasil dari usahanya sendiri tanpa menunjukkan ketergantungan pada pihak lain.

d. Penyesuaian diri

Etos kerja ditandai dengan kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan kerja, rekan kerja maupun dengan atasan ataupun bawahan, tanpa menimbulkan permasalahan individual maupun masalah bagi lingkungannya.

Husni (2014) membagi aspek etos kerja sebagai berikut: a. Mempunyai perilaku seperti kerja keras

Seseorang yang memiliki etos kerja akan menunjukkan perilaku bekerja dengan semaksimal mungkin tanpa merasa mengeluh.

b. Disiplin, jujur dan tanggung jawab

Sikap disiplin, jujur dan tanggung jawab ini merupakan gambaran dari seseorang yang memiliki etos kerja tinggi. Dicerminkan dari kebiasaannya ketika mendapatkan tugas dalam pekerjaannya.

(4)

c. Rajin dan tekun

Sikap rajin dan tekun ini dapat dilihat dari kinerjanya ketika menyelesaikan setiap tugas dan tanggung jawab yang dimilikinya tanpa pantang menyerah sebelum selesai.

d. Menggunakan waktu secara tepat

Dalam menyelesaikan setiap pekerjaan, seseorang yang memiliki etos kerja akan menggunakan waktu dengan sebaik mungkin. Sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia- sia ketika menyelesikan suatu pekerjaan. Aspek pengukuran dalam etos kerja menurut Handoko (1993) yaitu sebagai berikut:

a. Aspek dari dalam, yaitu aspek penggerak atau pembagi semangat dari dalam diri individu. Minat yang timbul disini merupakan dorongan yang berasal dari dalam karena kebutuhan biologis, misalnya keinginan untuk bekerja akan memotivasi aktivitas mencari kerja.

b. Aspek motif sosial, yaitu aspek yang timbul dari luar diri individu. aspek ini bisa berwujud suatu objek keinginan seseorang yang ada di ruang lingkup pergaulan manusia. Pada aspek sosial ini peran human relation akan tampak dan diperlukan dalam usaha untuk meningkatkan etos kerja seseorang.

c. Aspek persepsi, yaitu aspek yang berhubungan dengan sesuatu yang ada

pada diri seseorang yang berhubungan dengan perasaan, misalnya dengan rasa senang, rasa simpati, rasa cemburu, serta perasaan lain yang timbul

(5)

dalam diri individu. Aspek ini akan berfungsi sebagai kekuatan yang menyebabkan seseorang memberikan perhatian atas persepsi pada sistem budaya organisasi dan aktivitas kerjanya.

Indikator Etos kerja menurut Mokodompit (Asifudin, 2004) tercantum dalam pancasila dan UUD 1945, yaitu:

a. Iman dan takwa kepada Tuhan yg Maha Esa, terwujud dalam sikap, perilaku, ungkapan bahasa dalam komunikasi sosial, budi pekerti yang luhur, jujur, adil, dan dapat dipercaya.

b. Berkepribadian tangguh dan mandiri yang membuatnya mampu

menghadapi persoalan dengan pikiran jernih

c. Bekerja keras, tidak suka berpangku tangan atau bermalas-malasan, sebagai cermin dari tingginya semangat dan motivasi

d. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas, sehingga bisa selesai dengan baik.

e. Bertanggungjawab atas segala tingkah lakunya.

f. Cerdas, arif dan bijaksana, yang membuatnya mampu mengendalikan diri

dan menyikapi orang lain, baik ketika situasi konflik maupun saat tenang

g. Terampil dalam bekerja dan selalu berupaya meningkatkan

keterampilannya.

h. Sehat jasmani dan rohani, memiliki kesadaran untuk menjaganya agar mampu mengoptimalkan seluruh potensinya

(6)

i. Memiliki kesadaran patriotisme yang tinggi, semangat ini tidak hanya berhubungan dengan tanah air, namun berhubungan pula dengan kelompok identitas atau organisasi.

Dari beberapa aspek etos kerja yang dikemukakan para ahli diatas, maka aspek yang digunakan oleh peneliti adalah aspek Tasmara (2002) yang menyebutkan bahwa terdapat 4 aspek etos kerja yaitu menghargai waktu, tangguh dan pantang menyerah, keinginan untuk mandiri dan penyesuaian diri. Peneliti menggunakan aspek ini karena setiap aspek tersebut dapat mengungkap variabel etos kerja yang sesuai dengan kondisi subjek penelitian dan selanjutnya aspek ini akan dijadikan sebagai acuan dalam pembuatan alat ukur penelitian.

3. Faktor - Faktor Etos Kerja

Anoraga (2006) menjelaskan bahwa etos kerja dipengaruhi oleh 2 faktor, antara lain:

a. Faktor internal

Faktor internal terdiri atas motivasi dan keteguhan pribadi. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Terdiri atas motivasi dan keteguhan pribadi. Seseorang yang memiliki keteguhan pribadi diwujudkan dengan kemampuan dalam mengendalikan diri dan mampu mengembangkan kelemahan didalam dirinya menjadi sebuah kekuatan (Matta, 2003). Kemampuan mengetahui kelemahan dan kekuatan diri sendiri tersebut merupakan salah satu perwujudan dari konsep diri (Sanda, 2002). Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar

(7)

yang meliputi organisasi tempat bekerja, perlengkapan bekerja, serta manajemen pengelolaan. Soewarso (1996) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki gambaran utuh terhadap dirinya secara positif atau konsep diri positif akan memiliki kesadaran penuh untuk mengubah dirinya sendiri menjadi pribadi yang kuat dan tahan dalam menghadapi kesulitan. Sehingga pada akhirnya akan membentuk sikap etos kerja yang tinggi.

b. Faktor eksternal.

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia selain motivasi. Meliputi organisasi tempat bekerja, perlengkapan kerja, serta manajemen pengelolaan. Adanya faktor ini akan mempengaruhi bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya sehingga berpengaruh pada etos kerjanya.

Anoraga (2001) menyatakan bahwa etos kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Agama

Agama merupakan suatu sistem nilai yang akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berfikir, bersikap dan bertindak seseorang tentu dipengaruhi sejauh mana seseorang memahami dan menyelami nilai- nilai keagamaan. Agama sebagai tuntunan internal dalam diri seseorang yang dapat memberikan arahan dan motivasi untuk menjalankan pekerjaan sesuai dengan kaidah- kaidah tertentu. hal

(8)

tersebut secara tidak langsung akan menanamkan etos kerja tertentu dalam diri seseorang.

b. Budaya

Sikap mental, tekad, disiplin, dan semangat kerja masyarakat juga akan mempengaruhi kualitas individu didalamnya. Kualitas etos kerja ini ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi, sebaliknya masyarakat yang memiliki sistem budaya masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.

c. Sosial politik

Tinggi rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja

d. Motivasi individu

Individu yang akan memiliki etos kerja tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Herzberg (Siagian, 1995) membagi faktor pendorong manusia untuk melakukan kerja kedalam dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene adalah hal-hal yang secara langsung didapatkan di tempat kerja, termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan organisasi, hubungan antara rekan kerja dengan supervisi. Faktor yang kedua adalah faktor intrinsik dalam pekerjaan yang meliputi pencapaian sukses, pengakuan,

(9)

kemungkinan untuk meningkat dalam jabatan, tanggung jawab, kemungkinan berkembang dan pekerjaan itu sendiri.

e. Persepsi

Pencapaian etos kerja bergantung pula pada bagaimana cara pandang karyawan terhadap terhadap situasi kerja, yang mendorong atau melemahkan etos kerja. Persepsi positif terhadap konteks pekerjaan, perilaku pimpinan, kesempatan yang disediakan perusahaan dan persepsi terhadap peluang yang dapat dicapai (pengembangan karir) akan meningkatkan dorongan dalam diri karyawan untuk menunjukkan etos kerja yang baik sesuai nilai perusahaan.

Asyifudin (2004) menjabarkan faktor- faktor yang mempengaruhi etos kerja adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal.

Merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi etos kerja individu ditinjau dari sisi internalnya atau individunya. Faktor internal meliputi: Dorongan kebutuhan (motivasi), pencarian makna dari kerja yang dilakukan, frustasi individu dan kemalasan pribadi.

b. Faktor eksternal

Merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi pembentukan etos kerja pada individu yang berasal dari luar individu (lingkungan, kelompok kerja). Faktor eksternal meliputi pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman, latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja, janji serta ancaman yang bersumber dari agama, kecocokan dengan atasan.

(10)

Berdasarkan faktor etos kerja yang telah dikemukakan beberapa ahli diatas, peneliti menggunakan konsep diri yang dikemukakan oleh Sanda (2002) sebagai variabel bebas yang termasuk didalam fakor internal menurut Anoraga (2006). Soewarso (1996) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki gambaran utuh terhadap dirinya secara positif atau konsep diri positif akan memiliki kesadaran penuh untuk mengubah dirinya sendiri menjadi pribadi yang kuat dan tahan dalam menghadapi kesulitan sehingga pada akhirnya akan membentuk sikap etos kerja yang tinggi. Sehingga dapat dinyatakan bahwa faktor konsep diri menjadi penting dan selanjutnya peneliti dijadikan sebagai variabel bebas dalam penelitian tersebut.

B. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang dipikirkan seseorang, pendapat orang lain mengenai dirinya, dan apa yang diinginkan oleh seseorang tersebut. (Burns, 1993). Anggrili & Helfat (Dwija, 2008) mendefinisikan bahwa konsep diri adalah pandangan internal yang dimiliki oleh setiap orang tentang dirinya termasuk penilaian yang bersifat pribadi mengenai berbagai karakteristiknya. Konsep diri merupakan penuntun jalan yang kuat dan faktor yang membedakan antara manusia dari makhluk lainnya.

Konsep diri yang tepat merupakan alat kontrol positif bagi sikap dan perilaku seseorang (Widiana dkk, 2006). Wolfe & Crocker (Sugiarti. L.R, 2010) menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan seseorang mengenai dirinya

(11)

sendiri secara keseluruhan sebagai hasil observasi terhadap dirinya dimasa lalu dan sekarang. Konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, seperti karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, dan lain sebagainya. Senada dengan Fuhrmann (Widodo, 1990) menjelaskan bahwa Konsep diri adalah konsep dasar tentang diri sendiri, pikiran dan opini pribadi, kesadaran tentang apa dan siapa dirinya, dan bagaimana perbandingan antara

dirinya dengan orang lain serta bagaimana idealisme yang telah

dikembangkannya.

Chaplin (Pardede, 2008) menyatakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penafsiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Proses terjadinya konsep diri ini terbentuk karena adanya interaksi dengan orang- orang di sekitarnya. Usaha untuk memahami diri sendiri kemudian menghasilkan sebuah konsep mengenai diri sendiri yang disebut sebagai konsep diri Rahman (Rustika, 2015).

Dari beberapa pengertian konsep diri yang disampaikan para ahli diatas peneliti menyimpulkan bahwa pengertian konsep diri adalah pandangan, perasaan dan keyakinan seseorang mengenai dirinya, bagaimana orang lain berpendapat mengenai dirinya secara keseluruhan serta apa yang seseorang inginkan terhadap dirinya.

2. Aspek- aspek Konsep Diri

Konsep diri tidak dapat terbnetuk secara spontan dalam waktu singkat dan terjadi dalam hubungan interaksi seseorang dengan lingkungan sekitar. Burns

(12)

(1993) menyampaikan bahwa konsep diri mempunyai 3 aspek yaitu aspek diri dasar, diri sosial, dan diri ideal.

a. Aspek diri dasar

Aspek ini merupakan istilah lain yaitu diri yang dikognisikan. Aspek ini merupakan pandangan individu terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya.

b. Aspek diri sosial

Aspek ini merupakan diri sebagaimana yang diyakini individu dan orang lain yang melihat dan mengevaluasi. Aspek ini merupakan gambaran diri seseorang yang berasal dari penilaian orang lain yang menjadi titik utama untuk melihat gambaran pribadi seseorang. pernyataan- pernyataan, tindakan- tindakan, isyarat- isyarat dari orang lain kepada individu yang di dapatkan setahap demi setahap akan membentuk sebuah konsep diri sebagaimana yang diyakini individu tersebut dan yang dilihat orang lain. c. Aspek diri ideal

Aspek ini merupakan seperangkat gambaran mengenai aspirasi dan apa yang diharapkan oleh individu, sebagian berupa keinginan dan sebagian lagi berupa keharusan.

Fitt (Maria, 2007) menjelaskan bahwa aspek- aspek konsep diri adalah sebagai berikut, antara lain:

a. Diri fisik (psysical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang kondisi kesehatan, badan, dan penampilan fisiknya.

(13)

b. Diri moral & etik (morality & ethical self). Aspek ini menggambarkan bagaimana individu memandang nilai- nilai moral etik yang dimilikinya. Meliputi sifat- sifat baik atau sifat- sifat jelek yang dimiliki dan penilaian dalam hubungannya dengan Tuhan.

c. Diri sosial (Sosial Self). Aspek ini mencerminkan sejauh mana perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosial dengan orang lain.

d. Diri pribadi (personal self). Aspek ini menggambarkan perasaan mampu

sebagai seorang pribadi, dan evaluasi terhadap kepribadiannya atau hubungan pribadinya dengan orang lain.

e. Diri keluarga (family self). Aspek ini mencerminkan perasaan berarti dan berharga dalam kapasitasnya sebagai anggota keluarga.

Dari beberapa pendapat ahli tentang aspek konsep diri tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aspek konsep diri antara lain terdiri atas konsep diri dasar, aspek diri sosial, aspek diri yang ideal, diri fisik, diri moral & etik, diri pribadi dan diri keluarga. Selanjutnya peneliti mengacu pada pendapat Burns (1993) yang menyatakan bahwa aspek konsep diri antara lain terdiri atas aspek konsep diri dasar, aspek diri yang lain, dan aspek diri yang ideal. Selanjutnya aspek tersebut akan peneliti gunakan sebagai acuan dalam pembuatan skala penelitian.

C. Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Etos Kerja

Konsep diri merupakan pondasi bagi setiap manusia dalam menjalankan segala aktivitasnya. Gambaran terhadap diri ini bukan hanya sekedar gambaran

(14)

deskriptif melainkan meliputi apa yang seseorang pikirkan dan rasakan tentang dirinya, semua keyakinan, kepercayaan dan sikap yang seseorang pegang tentang dirinya (Munawaroh, 2012). Konsep diri yang tepat merupakan alat kontrol positif bagi sikap dan perilaku seseorang (Widiana dkk, 2006). Kaitannya dengan kedudukan seseorang sebagai anggota organisasi, orang yang memiliki konsep diri positif akan mampu mengerjakan segala tugas maupun tanggungjawab organisasi serta memiliki semangat kerja yang tinggi. Perilaku memandang positif terhadap suatu pekerjaan merupakan salah satu perwujudan dari etos kerja. (Cahaya dalam Astarani, 2011). Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2009) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara Konsep Diri dengan Etos Kerja Pada Anggota Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) DIY.

Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang dipikirkan seseorang, pendapat orang lain mengenai dirinya, dan apa yang diinginkan oleh seseorang tersebut (Burns, 1993). Chaplin (Pardede, 2008) mengemukakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan. Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi dengan orang-orang sekitarnya. Seseorang yang memiliki gambaran utuh terhadap dirinya secara positif atau konsep diri positif akan menjadi pribadi yang kuat dan tahan dalam menghadapi kesulitan sehingga pada akhirnya akan membentuk sikap etos kerja yang tinggi (Soewarso, 1996).

Aspek-aspek yang membentuk konsep diri menurut Burns (1993) adalah aspek diri dasar, aspek diri sosial, dan aspek diri ideal. Aspek diri dasar

(15)

merupakan istilah lain yaitu diri yang dikognisikan oleh pikirannya sendiri. Aspek ini meliputi persepsi diri terhadap status, peranan, dan kemampuan dirinya. Konsep diri yang baik akan menjadi dasar bagi perilaku orang tersebut dalam menjalankan berbagai aktivitas. Perilaku individu akan sesuai dengan cara individu memandang dirinya. Apabila seseorang memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai kemampuan mengerjakan tugas, maka semua perilakunya akan menunjukkan ketidakmampuan tersebut sebaliknya apabila seseorang memandang dirinya mampu menyelesaikan pekerjaan, maka perilakunya akan positif (Pudjijogyanti, 1993). Anggota MENWA yang memiliki konsep diri dasar akan selalu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan bertahan dalam setiap tantangan. Kerja dianggap sebagai suatu hal yang mulia sehingga tumbuh semangat dalam menyelesaikan pekerjaan dan menunjukkan sikap etos kerja yang tinggi (Mulyadi, 2008).

Aspek diri sosial adalah aspek yang merupakan gambaran diri seseorang yang berasal dari penilaian orang lain dan hasil interaksi dengan lingkungan yang lebih luas. Mead (Widiana, 2006) menjelaskan bahwa konsep diri individu berkembang sebagai hasil hubungan antara proses aktivitas sosial seperti hubungannya dengan orang lain dan mengenai bagaimana orang lain bereaksi terhadap dirinya. Dari hasil interpretasi tersebut akhirnya individu belajar untuk menilai dirinya sendiri. Melalui hubungan tersebut akan terbentuk konsep diri negatif atau positif yang kemudian mempengaruhi perilakunya.

Montana (Widiana, 2006) menjelaskan bahwa orang yang memiliki

(16)

bertanggungjawab atas segala tindakannya, dapat menangani berbagai pekerjaan dan mandiri, merasa mampu menangani atau mempengaruhi lingkungannya dan memiliki keyakinan tinggi, serta memiliki keinginan untuk menjadi pemimpin. Sehingga orang yang memiliki perilaku khas tersebut ketika bergabung dalam organisasi akan memiliki sikap etos kerja yang tinggi. Hal ini karena seseorang yang memiliki etos kerja akan memandang pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga. Yousef (Astarani, 2011).

Aspek diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai diri yang diinginkan. Diri ideal ini merupakan persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi yang menjadi harapan. Orang yang mempunyai pandangan tinggi terhadap dirinya biasanya memiliki pemahaman yang jelas terhadap kualitas personalnya. Mereka menganggap diri mereka baik, mempunyai tujuan yang tepat, menggunakan umpan balik dengan cara yang memperkaya wawasan dan menikmati pengalaman positif dalam hidupnya. (Rustika dkk, 2015).

Gambaran orang yang memiliki harapan positif terhadap dirinya akan menunjukkan spirit untuk sukses dan memiliki keinginan untuk mengerjakan pekerjaan dengan maksimal. Spirit ini menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti, rasional dan bertanggungjawab pada setiap tugas atau pekerjaan dan menjadi ciri khas dari orang yang memiliki etos kerja (Mulyadi, 2008). Etos kerja terbentuk apabila seseorang memiliki keinginan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan dengan harapan hasil yang memuaskan (Jati, 2015).

(17)

D. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada hubungan positif antara Konsep Diri dengan Etos Kerja anggota Resimen Mahasiswa (MENWA) Mahakarta Daerah Istimewa Yogyakarta. Semakin positif konsep diri anggota Resimen Mahasiswa (MENWA), maka akan semakin tinggi etos kerja anggota Resimen Mahasiswa (MENWA) Mahakarta Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebaliknya semakin negatif konsep diri anggota Resimen Mahasiswa (MENWA), maka akan semakin rendah etos kerja anggota Resimen Mahasiswa (MENWA) Mahakarta Daerah Istimewa Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tipe luapan lahan (tipe C) tempat percobaan ini, habitus padi yang sesuai dengan kondisi lahan percobaan adalah padi yang memiliki tinggi sama dengan padi sawah

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Pengetahuan guru UPT Satuan Pendidikan SMPN 5 Mandai terhadap penyusunan soal HOTS (Higher Order Thinking

REFOLIS ISKANDAR Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor sosial berpengaruh terhadap kinerja individual karyawan, Karena hasil kuesioner menunjukkan bahwa responden merasa

Nenek klien mengatakan bahwa klien tidak pernah mengalami trauma. Klien lahir dengan persalinan normal di rumah sakit dengan penolong dokter.. d) Riwayat tumbang :.. Klien

Resin yang dituang dengan tangan kedalam met, pada umumnya menggunakan alat roll yang bertujuan agar met dapat menyesuaikan kontur dari cetakan dan resin dapat