BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Program KB di Indonesia telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat, ditinjau dari sudut, tujuan, ruang lingkup geografi, pendekatan,
cara operasional dan dampaknya terhadap pencegahan kelahiran.Tahap
selanjutnya program KB menjadi gerakan KB yang ditujukan terutama untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dilandasi oleh undang-undang no
10 tahun 1992 tentang kependudukan dan keluarga sejahtera. Pada tanggal 29
Juni 1994 Presiden Soeharto mencanangkan gerakan pembangunan keluarga
sejahtera yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas dan ketahanan
masing-masing keluarga (Suratun, 2008).Menurut Tangdialla (2011)
menjelaskan bahwa keluarga berencana (KB) adalah suatu usaha untuk
mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera melalui pengaturan
kelahiran anak dengan cara menunda anak kelahiran pertama, menjarangkan
kelahiran anak berikutnya, maupun membatasi kelahiran anak selanjutnya
melalui penggunaan alat atau obat kontrasepsi setelah melahirkan.
Menurut Maryatun (2009) dalam penelitiannya menyatakan bahwa di
Indonesia pemilihan alat kontrasepsi cenderung mengarah kepada penggunaan
kontrasepsi hormonal. Data hasil SDKI 2002/2003 yang menunjukan
penggunaan kontrasepsi hormonal adalah 45,3 persen dari seluruh pasangan
usia subur (PUS), sedangkan yang tidak menggunakan hormonal 15 persen.
sebesar 75,1 persen diantaranya menggunakan kontrasepsi hormonal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2012) didapatkan
bahwa mayoritas sikap responden negatif yaitu sebanyak 35 orang (51,5%).
Sikap yang negatif tersebut, disebabkan karena kurangnya informasi mengenai
kontrasepsi vasektomi dari petugas kesehatan. Selain itu berdasarkan data
SDKI (2007), menyatakan bahwa sikap pria tentang KB adalah masih banyak
pria yang menganggap bahwa KB adalah urusan wanita (31%), pernyataan
bahwa wanita seharusnya yang disterilisasi (22%), dan kemudian pernyataan
sterilisasi pria sama dengan dikebiri/dipotong (17%).
Sebagian pria beranggapan, program Keluarga Berencana (KB) hanya
diperuntukkan untuk wanita. Kebanyakan mereka masih merasa bahwa medis
operasi pria (MOP), yang berfungsi sebagai alat kontrasepsi khusus pria,
masih menakutkan. Mereka bahkan menilai MOP dapat menimbulkan efek
samping seperti impotensi. Pandangan masyarakat inilah yang sebetulnya
harus diubah. Hal ini karena, sebenarnya semua alat kontrasepsi ini tidak ada
efek samping, apalagi jika dianggap akan menyebabkan impotensi. Itu
sebenarnya pandangan yang salah kaprah. Pemikiran itulah yang menjadi
salah satu faktor rendahnya partisipasi pria dalam keikutsertaan program KB
di Kota Magelang, Jawa Tengah. Dari total peserta KB sebanyak 13.692
orang, hanya dua persen keikutsertaan kaum pria menggunakan operasi KB,
yaitu ada 63 orang pria yang menggunakan MOP, sedangkan penggunaan alat
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2003, peserta KB lakilaki sebanyak 1,3 % dari 60,3 %. Hasil Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir yakni tahun 2007,
menunjukkan peserta KB laki-laki sebanyak 1,5 % dari keseluruhan peserta
yang berjumlah 61,4 %. Ini berarti bahwa selama empat tahun kebelakang
hanya terjadi peningkatan sebesar 0,2 %. Sungguh merupakan jumlah yang
jauh dari yang diharapkan (Dalem, 2012).
Ekarini (2008) dalam penelitianya menyatakan bahwa Ada hubungan
yang bermakna antara sikap terhadap KB dengan partisipasi pria dalam
Keluarga Berencana. Sikap pria terhadap KB ikut berperan dalam menentukan
apakah seorang pria bersedia menjadi peserta. Pada umumnya sikap yang
positif terhadap program KB akan lebih memudahkan pria untuk menerima
program KB. Penerimaan pria terhadap program KB akan berdampak pada
keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam KB, untuk melakukan MOP
(BKKBN, 2006). Widodo, Aman, Siswanto dan Yayi (2004) menambahkan
bahwa sikap yang peduli terhadap masalah KB dan kesehatan reproduksi
diyakini akan meningkatkan partisipasi pria dalam KB.
Berdasarkan Angka Sementara Proyeksi Sensus Penduduk (SP) 2010,
jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2011 tercatat sebesar 32,64 juta
jiwa atau sekitar 13,54 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Ini
menempatkan Jawa Tengah sebagai provinsi ketiga di Indonesia dengan
jumlah penduduk terbanyak setelah Jawa Barat dan Jawa Timur. Jumlah
ditunjukkan oleh rasio jenis kelamin (rasio jumlah penduduk laki-laki
terhadap jumlah penduduk perempuan) sebesar 99,42. Peserta KB aktif di
Jawa Tengah pada tahun 2011 mencapai 5,29 juta. Pada tahun yang sama,
peserta KB baru tercatat sebesar 1.087 ribu peserta (Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Tengah, 2012). Pemerintah diupayakan lebih banyak lagi
melakukan penyuluhan-penyuluhan dan evaluasi terkait dengan penggunaan
alat kontrasepsi KB pada pasangan baru, ibu hamil dan bahkan ibu pasca
melahirkan, hal ini untuk menekan atau menghambat laju pertumbuhan
penduduk yang cepat dan untuk mengurangi kepadatan penduduk.
Menurut Mahmudah dan Widyastuti (2010) dalam penelitianya
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
adalah pengetahuan, paritas, usia, pengambilan keputusan, alasan pemilihan,
tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Tingkat pendidikan sendiri
dapat meningkatkan intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini
berpengaruh terhadap wawasan, cara berpikir, baik dari pengambilan
keputusan maupun dalam pengambilan kebijakan. Jadi semakin tinggi
pendidikan formal maka akan semakin baik pengetahuan tentang kesehatan
(Sari, 2010). Sehingga secara tidak langsung tingkatan pendidikan yang
semakin tinggi akan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang
penggunaan KB yang baik. Menurut Pertiwi (2012) dalam penelitianya
menyatakan bahwa faktor penyebab kurangnya kesertaan pria dalam ber-KB
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdullah,
Bawotong dan Hamel (2013) menunjukan bahwa dari 21 pemakaian
kontrasepsi hormonal 18 orang kanker serviks + dan 3 tidak kanker serviks
-Sedangkan pada dari 21 pemakaian kontrasepsi non hormonal 2 kanker
serviks + dan 19 tidak kanker serviks. Hasil uji statistik juga menunjukan
bahwa ada hubungan yang bermakna dengan pemakaian kontrasepsi hormonal
dan non hormonal dengan kejadian kanker serviks dimana nilai p=0,00 yang
artinya (p<0,05) dengan nilai OR 0,18.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di
Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas didapatkan bahwa
peserta KB aktif pada tahun 2012 yang menggunakan metode kontrasepsi
jangka panjang (MKJP) seperti MOP (medis operasi pria), ada 113 (2,8%)
PUS mengunakan MOP dari jumlah pasangan usia subur peserta KB aktif
sebanyak 4066 dan untuk tahun 2013 penggunaan MOP mengalami
penurunan yaitu sebesar 2,5% (109) dari jumlah pasangan usia subur peserta
KB aktif sebanyak 4246. Di desa Pekuncen sendiri pada tahun 2012
penggunaan MOP ada 5 orang dari jumlah pengguna MOP sebanyak 113
PUS, sedangkan pada tahun 2013 sendiri penggunaan MOP mengalami
penurunan sebanyak 4 orang dengan yang menggunakan MOP dari jumlah
PUS 109 yang menggunakan MOP. Hal ini menunjukan bahwa adanya angka
penurunan yang signifikan pada tahun 2012 sampai dengan 2013 yaitu dari
Berdasarkan uraian uraian diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Pengetahuan dan Sikap Terhadap Partisipasi Suami Dalam Program KB MOP
di Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen”.
B. Rumusan masalah
Program penggunaan alat kontrasepsi diharapkan dapat menekan
ataupun mengurangi angka kematian ibu. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas menunjukan bahwa pada
tahun 2012 ada sebanyak 113 pasangan usia subur yang menggunakan alat
kontrasepsi medis operasi pria (MOP) sedangkan pada tahun 2013 ada 109
pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi MOP. Partisipasi pria
dalam mengikuti program Keluarga Berencana (KB) digalakan oleh
pemerintah masih rendah yang mana program tersebut untuk menghambat laju
pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang semakin cepat. Hal ini
karena mereka masih memiliki anggapan bahwa dengan berpartisipasi pada
alat kontrasepsi MOP akan berdampak pada kekuatan seorang pria dan berKB
adalah hanya pada seorang istri saja.
Secara Nasional kesetaraan KB pria di Indonesia memang masih
sangat rendah baru mencapai 1,1 %, bila dibandingkan dengan negara-negara
Islam seperti Pakistan (5,2 %), Bangladesh (13,9 %), Malaysia (16,8%)
(BKKBN. 2008). Sehingga dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu “Adakah
pengaruh tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap terhadap partisipasi
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap
terhadap partisipasi suami dalam program KB MOP di Wilayah Kerja
Puskesmas Pekuncen.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden (tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan dan usia)
b. Untuk mengetahui sikap suami tentang KB MOP
c. Untuk mengetahui partisipasi suami dalam program KB.
d. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi
suami dalam program KB
e. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi suami
dalam program KB.
f. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap partisipasi suami dalam
program KB.
g. Untuk mengetahui faktor yang paling dominan terhadap partisipasi
suami dalam program KB.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Responden
Menambah informasi dan ilmu pengetahuan terhadap responden tentang
2. Bagi Ilmu Keperawatan
Memberikan tambahan referensi dan ilmu pengetahuan bagi ilmu
keperawatan untuk proses belajar mengajar di bangku perkuliahan dan
mata kuliah maternitas.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan faktor-faktor
apa saja yang dapat mempengaruhi partisipasi suami dalam program KB.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Memberikan refrensi untuk membantu dalam melakukan penelitian yang
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
E. PENELITIAN TERKAIT
1. Mahmudah dan Widyastuti (2010)
Dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
suntik depo medroksi progesteron asetat di BPS Yacinta Plumbon
Tawangmangu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi suntik DMPA. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif. Lokasi penelitian
dilaksanakan di BPS. Yacinta Plumbon Tawangmangu Kabupaten
Karanganyar pada bulan Oktober 2011. Populasi adalah seluruh akseptor
KB Suntik DMPA yang berkunjung di BPS Yacinta Plumbon
Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Dengan teknik pengambilan
sampel adalah Accidental Sampling, besar sampel 57 orang akseptor KB
menggunakan rumus product moment dan uji reliabilitas menggunakan
rumus spearman borwn. Hasil penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi suntik DMPA adalah pengetahuan, paritas, usia,
pengambilan keputusan, alasan pemilihan, tingkat pendidikan, pekerjaan,
dan pendapatan. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
adalah instrumen yang digunakan menggunkan kuesioner dan uji validitas
menggunakan rumus product moment. Perbedaan dalam penelitian ini
adalah menggunakan metode deskriptif, uji uji reliabilitas menggunakan
rumus spearman borwn, sampel yang digunakan adalah akseptor KB
Suntik DMPA dan pengambilan sampel menggunakan accidental
sampling sedangkan peneliti menggunakan desaian korelasi dengan
pendekatan case control, uji uji reliabilitas menggunakan rumus alpha
croanbach, sampel yang digunakan suami pengguna MOP dan Non MOP
dan pengambilan sampel menggunakan kuota sampling.
2. Ekarini (2008)
Dengan judul analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi
pria dalam keluarga berencana Di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di kecamatan Selo
kabupaten Boyolali. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional
dengan metode penelitian survei analitik dan pendekatan cross sectional
terhadap 194 pria Pasangan Usia Subur. Pengambilan sampel dilakukan
penelitian diperoleh ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
terhadap KB (p value = 0.0001), sikap terhadap KB (p value = 0.005),
sosial budaya terhadap KB (p value = 0.024), akses pelayanan KB (p value
= 0.0001), kualitas pelayanan KB (p value = 0.0001) dengan partisipasi
pria dalam keluarga berencana. Persamaan dalam penelitian ini yaitu
sampel yang digunakan suami, variabel yang digunakan pengetahuan dan
sikap, pendekatan yang digunakan cross sectional. Perbedaan yang dalam
penelitian ini adalah desain yang digunakan survai analitik, variabel
tingkat pendidikan dan pengambilan sampel menggunakan Simple Random
Sampling.
3. Maryatun (2009)
Dengan judul analisis faktor-faktor pada ibu yang berpengaruh terhadap
pemakaian metode kontrasepsi iud di Kabupaten Sukoharjo Jenis
penelitian yang digunakan adalah observasional dengan metode penelitian
survei dimana penelitian survei ini bersifat deskriptif analitik. Penelitian
ini menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi Penelitian : Jumlah
pasangan usia subur (PUS) yang memakai kontrasepsi terhitung sampai
dengan bulan Desember 2005 tercatat 116.222 (80,87%). Jumlah sampel
adalah 379 orang yang 20-49 tahun usia, menikah, memiliki satu anak atau
lebih dan menggunakan metode contracption yang modern kurang dari
satu tahun. Data dianalisis menggunakan metode univariat, bivariat (uji chi
square) dan multivariat (uji regresi logistik). Hasil penelitian menunjukan
lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang menggunakan metode kontrasepsi
Non IUD. Ada hubungan umur, paritas, persepsi ibu tentang: demand/alasan
KB, biaya pelayanan KB, kualitas pelayanan KB, akses pelayanan KB,
metode kontrasepsi IUD, dukungan suami dengan pemakaian metode
kontrasepsi IUD. Faktor yang paling memberikan kontribusi terbesar dalam
pemakaian metode kontrasepsi IUD adalah persepsi ibu tentang metode
kontrasepsi IUD khususnya pada persepsi ibu yang menyebutkan bahwa
metode kontrasepsi IUD mengganggu aktivitas sehari-hari. Persamaan dalam
penelitian ini adalah menggunakan pendekatan cross sectional, bivariat
(uji chi square) dan multivariat (uji regresi logistik). Perbedaan penelitian
ini yaitu desain penelitian menggunakan deskriptif analitik dan sampel
menggunakan pasangan usia subur yang menggunakan alat kontrasepsi