• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal skripsi 1 Judul Analisis Fakto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal skripsi 1 Judul Analisis Fakto"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA KEKERASAN DALAM PERNIKAHAN

(Studi Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga daerah Sokanandi RT 05 RW III, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan adalah hal yang sangat penting dan sangat didambakan dari perjalanan hidup seseorang, baik itu laki-laki maupun perempuan. Pernikahan yang didasari oleh cinta yang tulus, saling pengertian, saling perhatian, dan komitmen akan membentuk kehidupan rumah tangga yang penuh kedamaian, cinta dan kasih sayang. Kehidupan rumah tangga semacam ini dapat membentuk generasi robbani, generasi yang berkualitas, generasi yang tangguh, dan unggul dalam segala bidang. Pernikahan adalah sunah Rosululloh SAW yang bernilai sangat sakral. Karena itu jangan sampai “pernikahan” itu dinodai dengan hal-hal yang mengandung kemaksiatan dan menimbulkan kekerasan. Dan dalam prosesnya, kehidupan rumah tangga pun harus dijalani dengan sebaik-baiknya meski penuh dengan tantangan dan rintangan dalam perjalanannya.1 Pernikahan adalah suatu hubungan yang terjadi karena adanya ikatan

(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan agama yang telah ditetapkan. Seperti yang ada dalam Qs. Adz-Dzariyaat: 49. Allah SWT berfirman:

















(2)

Artinya : “dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.”

Di dalam rumah tangga, seharusnya sepasang aktor mampu membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Sakinah adalah ketertarikan seseorang kepada lawan jenisnya yang merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah karena setiap orang dewasa mendambakan pasangannya. Konsep keluarga sakinah

dalam pernikahan mengandung arti ketenangan dan kedamaian. Untuk mewujudkannya, seseorang yang hendak menikah seharusnya mempersiapkan segala hal, baik secara fisik, ekonomi, mental maupun spiritual. Bahtera rumah tangga adalah karunia Allah SWT yang harus dipelihara sebaik mungkin. Dengan berumah tangga manusia dapat mempertahankan kelangsungan hidup secara turun-temurun.2 Mawaddah artinya lapang dada dan jiwa yang bersih dari pikiran dan tindakan yang tercela. Cinta seseorang bisa saja berubah dilain waktu, bahkan memutuskan pernikahan. Dengan adanya sikap mawaddah, maka terbentuklah sikap suami-istri yang dapat menikmati kebahagiaan dan kemesraan yang abadi. Rahmah adalah suasana kejiwaan yang menggerakan kesadaran pasangan suami-istri untuk menumbuhkan amal kebijakan dan saling memperingatkan untuk menjauhi perbuatan durhaka dan maksiat. 3 Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqoroh ayat 187 :

...













Artinya : “ Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka..”

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa suami-istri harus saling membutuhkan, saling melengkapi, mampu menutupi kekurangan masing-masing, dan melengkapi

2 Disampaikan oleh Bu Nafillah Abdullah dalam mata kuliah Sosiologi Keluarga pada semester 2. 3 M.Djaelani, Bisri. 2005. Bawalah Cintamu ke Ranjang Pernikahan. Penerbit Mikraj: Yogyakarta, hlm

(3)

kelebihan pasangannya karena sebelum menikah mereka telah memiliki komitmen, cinta, dan harapan-harapan yang indah agar kehidupan keluarganya bahagia. Bukan malah mempeributkan perbedaan karena hadirnya orang ke tiga, karena faktor ekonomi, faktor seksual, dan faktor lainnya yang memunculkan konflik dan menyebabkan terjadinya kekerasan bahkan bercerai. Pada kenyataannya, keindahan-keindahan dalam pernikahan seperti yang diungkapkan dalam buku Bawalah Cintamu ke Ranjang Pernikahan, misalnya, atau buku tentang “pernikahan” lainnya yang pernah dibaca oleh penulis tidaklah sesuai dengan kenyataan yang benar-benar terjadi di dalam masyarakat. Tidak selamanya perjalanan dalam kehidupan rumah tangga itu berjalan mulus dan selalu berada dalam ruang kebahagiaan. Seperti yang ada dalam pemberitaan Tempo, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus kekerasan terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di Wonosobo mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014.4 Hal demikian adalah suatu bukti

bahwa masih saja ada ketidaknyamanan dalam rumah tangga yang terjadi di dalam masyarakat karena masih terdapat adanya tindak kekerasan (violence).

Gencarnya pembicaraan mengenai perlindungan terhadap perempuan dari kasus kekerasan, baik dari lingkup nasional maupun internasional. Baik melalui media cetak maupun media elektronik masih saja terus terjadi. Banyak sekali konferensi yang diadakan untuk membicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan penanggulangan terjadinya kekerasan tersebut yang cenderung makin meningkat. Padahal perempuan kedudukannya sama dengan laki-laki di hadapan hukum, sebagai perwujudan dari equality before the law, membawa konsekuensi pada dimilikinya pertanggungjawaban yang sama pula dihadapan hukum pada setiap orang yang

4 Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari

(4)

melakukan pelanggaran, kejahatan atau perilaku lain yang menyimpang. Bukan hanya perempuan yang menjadi korban adanya tindak kekerasan, tetapi ada juga laki-laki yang menjadi korban. Tetapi dari banyak kasus, perempuanlah yang sering dijadikan sebagai korban kekerasan.5

Contoh kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo pada hari Rabu, 29 Januari 2014. Tentang “ Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual” yang terjadi di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Di dalamnya dikabarkan bahwa seorang anak perempuan di bawah umur yang diperkosa ayah kandungnya kini mengalami ketagihan seksual. Anak itu diperkosa ayahnya sejak usia tiga tahun, tapi baru diketahui saat berusia tujuh tahun. Anak tersebut kini berada pada pengawasan ibu dan psikolognya, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus kekerasan tersebut terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di Wonosobo mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014. 6

Kasus lain adalah kabar mengejutkan datang dari Egi John Foreisythe, aktor kelahiran 14 Juli 1988 tersebut dikabarkan mengalami KDRT dari istrinya, Citta Permata, yang kini sudah diceraikannya. KDRT yang terjadi pada 2011 silam ini diungkapkan sendiri oleh ibu Egi, Rina Fauziah, yang tak terima dengan perlakuan Citta terhadap putranya. Menurut Rina, Egi dan Citta memang kerap bertengkar saat masih berumah tangga. Namun lama-kelamaan Egi lebih banyak bersabar dan mengalah setelah dikaruniai seorang anak dari Citta, Jaden Foreisythe. Egi bahkan tak mau melaporkan Citta ke polisi karena selalu teringat dengan Jaden. “Dulu Egi suka

5Disampaikan oleh Bu Inayah Rohmaniyah dalam mata kuliah Agama, Seks dan Gender pada semester 5. Buku yang di kak faiz tentang konstruksi.

6 Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari

(5)

berantem juga (dengan istrinya) tapi pas sudah punya anak, sudah tidak lagi,” kata Rina. “Dia apa-apa itu inget anak. Pas disiram dan ditusuk itu Egi nggak mau ngelaporin.” Rina lantas menuturkan tentang penganiayaan yang dialami Egi. Menurutnya, Citta sudah pernah menjambak rambut Egi atau menyiramnya dengan minyak panas. “Kalau bertengkar Egi sering dijambak, rambutnya rontok gara-gara keseringan dijambak,” ujarnya. “Sering dijambak, padahal sudah ada kelemahan Egi sama rambutnya karena minyak panas.” Di mata Rina maupun para tetangga, Egi sebenarnya adalah laki-laki yang baik. Sebaliknya, Citta sendiri sudah dikenal sebagai wanita gaul asal Pamulang. Tak hanya itu, Citta dikenal suka dugem dan ia pun dituding membawa pengaruh buruk bagi Egi. “Itu (dugem) bawa pengaruh ke Egi. Tadinya Egi nggak mau dugem, tapi diajak terus sama Citta,” kata Rina. Kasus KDRT ini sendiri sudah sampai di pihak berwajib dan sidangnya sudah beberapa kali digelar. Namun sampai sekrang Citta belum pernah memberikan konfirmasi resmi terhadap kasus ini. 7

Dua contoh kasus di atas merupakan suatu bukti bahwa kasus kekerasan tidak hanya dialami oleh kaum perempuan, laki-laki pun ada yang mengalami kekerasan. meskipun banyak berita-berita beredar bahwa kasus kekerasan terbanyak dialami oleh perempuan, seperti yang dinyatakan dalam pemberitaan Tempo yang terjadi di daerah Wonosobo.8 Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis merasa tertarik sehingga

ingin meneliti tentang problem-problem yang terjadi di dalam rumah tangga, yang terbingkai indah atas nama pernikahan tetapi masih saja terdapat tindak kekerasan, entah itu kekerasan yang dilakukan sang anak kepada kedua orang tuanya, orang tua

7 Sirajuddin. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). 27 Juni 2013. Dalam “

http://hukum.kompasiana.com/20q13/06/27/kdrt-kekerasan-dalam-rumah-tangga-569012.html”

8 Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari

(6)

terhadap anak, suami terhadap istri, ataupun istri terhadap suami. Kasus-kasus demikian masih saja dijumpai di kalangan masyarakat yang sudah menikah (berumah tangga), walaupun tidak menutup kemungkinan terdapat keluarga yang berdiri kokoh dengan kenyamanan, yang terjalin indah dan harmonis, dengan penuh kebahagiaan karena selalu bersama dan tidak ada tindak kekerasan yang menyelinap di dalam suatu permasalahan. Tetapi yang akan dibahas disini adalah problematika yang terjadi di dalam rumah tangga yaitu, kekerasan. Penulis melihat banyak kasus kekerasan di dalam rumah tangga yang terjadi di daerah Sokanandi RT 05 RW III, Banjarnegara, Jawa Tengah. Kasus-kasus yang masuk dalam kategori kekerasan, seperti: perselingkuhan, istri dipukuli suami karena suami ketahuan selingkuh ataupun sebaliknya, terjadi kekerasan karena suami mabuk dan memukuli sang istri, dan sebagainya, dan berbagai kekerasan karena faktor lainnya. Sungguh ironis sekali nasib perempuan, mereka sering dijadikan sebagai korban, padahal dalam Agama Islam perempuan adalah makhluk yang mulia. Karena ia mendapat derajat tiga tingkat lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan adalah makhluk yang harusnya mendapat perlindungan, selalu di hormati, dicintai, disayangi dan banyak kebaikan lainnya. Karena perempuan adalah sosok ibu yang mampu menjadi panutan, bukan bakal siksaan karena tindak kekerasan. Tetapi, ada juga perempuan yang tega menganiaya suaminya, ada juga perempuan yang melakukan tindak kekerasan pada suaminya, namun jumlah kekerasan suami terhadap istri lebih banyak ketimbang kekerasan yang dilakukan oleh istri kepada suami.9 Oleh karena itu judul ini terpilih sebagai

pembangkit rasa kesadaraan yang tinggi bahwa manusia itu adalah makhluk bernyawa yang berhak atas hidupnya dan berhak melakukan apa saja sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku, berhak memanusiakan manusia karena mereka adalah sesamanya.

(7)

Menaruh harapan pada pemerintah, tokoh agama, anggota masyarakat, maupun aktor yang menjalani hidupnya, atau pun diri penulis sendiri supaya lebih mengerti dan memahami bahwa perbedaan tidak harus diperdebatkan, tidak harus dipermasalahkan sehingga memunculkan konflik. Sehingga tidak memunculkan tindak kekerasan, apalagi terhadap wanita.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Melihat latar belakang di atas, maka peneliti mencoba melihat kasus-kasus yang ada di daerah Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara, Jawa Tengah. Berdasarkan sumber yang peneliti dapatkan dari berbagai narasumber mampu membuktikan kekuatan data-data yang diperoleh oleh penulis (bukan karangan belaka). Peneliti mengambil daerah Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara , Jawa Tengah karena tempat ini merupakan tempat yang dianggap memiliki bukti tentang adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dalam bentuk perselingkuhan, kekerasan fisik, dan kekerasan batin.

Untuk lebih mempermudah pembahasan ini, ada beberapa rumusan masalah yang dikembangkan dalam penelitian ini:

1. Faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi adanya tindakan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)?

2. Bentuk kekerasan seperti apa sajakah yang terdapat di daerah Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara?

3. Bagaimana pengaruh agama terhadap konstruksi sosial kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Sokanandi RT 05 RW III Banjarnegara?

(8)

1. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya tindakan KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

2. Mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi.

3. Menguraikan pendapat masyarakat Sokanandi dengan adanya kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dan mengetahui bagaimana solusi-solusi yang diharapkan.

Kegunaan Penelitian.

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara praktis untuk acuan keteladanan, dengan memperdalam ilmu tentang gender dan ilmu-ilmu agama untuk meminimalisir terjadinya kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah pustaka di Tanah Air, khususnya bagi penulis, pembaca, maupun masyarakat sekitar. D. Tinjauan Pustaka.

Pembahasan tentang Problematika Rumah Tangga (Studi Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam Pernikahan Daerah Sokanandi, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah), sepengetahuan peneliti masih jarang dilakukan, malah ini adalah pertama kalinya. Karya yang sudah ada sebagai perbandingan adalah:

Skripsi yang di tulis oleh Yuhana Durotunasikhah (00540371), Mahasiswa Sosiologi Agama Tahun 2004. Dengan judul “Kekerasan Suami Terhadap Istri (Studi Kasus di Desa Catur Tunggal dan Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta)”. Di dalamnya dijelaskan tentang tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, faktor-faktor yang melatarbelakangi, bagaimana pandangan agama dengan adanya kasus tersebut, dan sebagainya.10

10 Durotunasikhah, Yuhana. 2004. Kekerasan Suami Terhadap Istri (Studi Kasus di Desa Catur Tunggal

(9)

Kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo pada hari Rabu, 29 Januari 2014. Tentang “ Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual” yang terjadi di daerah Wonosobo, Jawa Tengah. Di dalamnya dikabarkan bahwa seorang anak perempuan di bawah umur yang diperkosa ayah kandungnya kini mengalami ketagihan seksual. Anak itu diperkosa ayahnya sejak usia tiga tahun, tapi baru diketahui saat berusia tujuh tahun. Anak tersebut kini berada pada pengawasan ibu dan psikolognya, dalam berita tersebut dinyatakan bahwa setiap tahun kasus kekerasan tersebut terus meningkat. Kasus kekerasan terhadap perempuan di Wonosobo mencapai dua ribu kasus sejak 2003 hingga 2014. 11

Kasus yang ada dalam pemberitaan Kompas pada hari Kamis 09 Oktober 2014. Tentang “Duh, Dosen Bergelar Doktor Ini Tampar Istrinya saat Dipergoki Selingkuh.” Yang terjadi di daerah Pekanbaru, Riau. Di dalamnya dikabarkan bahwa dua orang yang bukan pasangan suami istri ketahuan selingkuh. Kedua dosen yang diduga selingkuh ini bertitel doktor (S3) inisial AT dan RF. Informasi dari Tribun Batam menyebutkan, aksi selingkuh ini terbongkar dari laporan Su, istri AT yang mengalami kekerasan rumah tangga, berupa penamparan dari suaminya. Su mengaku ditampar sang doktor karena memergoki AT dan RF berduaan di rumah RF di Perum BRP Kelurahan Tuah Karya, Tampan, Minggu (5/10/2014). Sudah hati disakiti karena dimadu suami, Su justru mengalami penganiyaan dari AT, suaminya. Berdasarkan laporan Su, suaminya sudah lebih satu tahun tak pulang ke rumah. Ia curiga, AT telah memadu kasih bersama rekan seprofesinya, yang tak lain diketahui juga merupakan dosen wanita di Universitas Riau. Untuk memastikannya, Su melacak keberadaan AT. Akhirnya Su mengetahui keberadaan suaminya yang sering bertemu teman

Agama, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

11Maharani Shinta, Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari

(10)

selingkuhannya di Perum BRP Kelurahan Tuah Karya, Tampan. Tanpa pikir panjang, Minggu (5/10/2014). Su segera mendatangi alamat tersebut. Alangkah terkejutnya Su, ternyata suaminya berada di rumah RF (teman selingkuhan pelaku). Namun kedatangan Su itu tidak diterima oleh AT. Sebaliknya AT justru memarahi istrinya. AT langsung menampar Su di depan warga sekitar dan ketua RT. Akibatnya bibir Su berdarah. 12

Kasus yang ada dalam pemberitaan Tempo, Kamis 28 Agustus 2014. Tentang “Pejabat Sidoarjo Penganiaya Istri Bebas dari Hukuman” yang terjadi di daerah Sidoarjo, menyebutkan bahwa pada Jumat 1 Agustus 2014, Iskandar telah menganiaya istrinya yang bernama Lilies Indriani berusia 50 tahun, warga Pondok Wage Indah, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Pemicunya diduga karena Lilies minta cerai lantaran suaminya diketahui memiliki wanita simpanan. Akibat penganiayaan itu, korban menderita gegar otak, patah tulang, dan harus mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo Surabaya. Iskandar pun telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan atau kekerasan dalam rumah tangga oleh Polsek Taman, namun tidak dilakukan penahanan. Menurut sumber Tempo, Lilies Indriani pulang kerumah orang tuanya di Bandung karena trauma. 13

Kasus lain adalah kabar mengejutkan datang dari Egi John Foreisythe, aktor kelahiran 14 Juli 1988 tersebut dikabarkan mengalami KDRT dari istrinya, Citta Permata, yang kini sudah diceraikannya. KDRT yang terjadi pada 2011 silam ini diungkapkan sendiri oleh ibu Egi, Rina Fauziah, yang tak terima dengan perlakuan

12 Aji Rustam, Duh, Dosen Bergelar Doktor Ini Tampar Istrinya saat Dipergoki Selingkuh. Kamis, 9

Oktober 2014. Dalam “ http://jateng.tribunnews.com/2014/10/09/duh-dosen-bergelar-doktor-ini-tampar-istrinya-saat-dipergoki-selingkuh.”

13 Purmono, Abdi. Pejabat Sidoarjo Penganiaya Istri Bebas dari Hukuman. Kamis, 28 Agustus 2014.

(11)

Citta terhadap putranya. Menurut Rina, Egi dan Citta memang kerap bertengkar saat masih berumah tangga. Namun lama-kelamaan Egi lebih banyak bersabar dan mengalah setelah dikaruniai seorang anak dari Citta, Jaden Foreisythe. Egi bahkan tak mau melaporkan Citta ke polisi karena selalu teringat dengan Jaden. “Dulu Egi suka berantem juga (dengan istrinya) tapi pas sudah punya anak, sudah tidak lagi,” kata Rina. “Dia apa-apa itu inget anak. Pas disiram dan ditusuk itu Egi nggak mau ngelaporin.” Rina lantas menuturkan tentang penganiayaan yang dialami Egi. Menurutnya, Citta sudah pernah menjambak rambut Egi atau menyiramnya dengan minyak panas. “Kalau bertengkar Egi sering dijambak, rambutnya rontok gara-gara keseringan dijambak,” ujarnya. “Sering dijambak, padahal sudah ada kelemahan Egi sama rambutnya karena minyak panas.” Di mata Rina maupun para tetangga, Egi sebenarnya adalah laki-laki yang baik. Sebaliknya, Citta sendiri sudah dikenal sebagai wanita gaul asal Pamulang. Tak hanya itu, Citta dikenal suka dugem dan ia pun dituding membawa pengaruh buruk bagi Egi. “Itu (dugem) bawa pengaruh ke Egi. Tadinya Egi nggak mau dugem, tapi diajak terus sama Citta,” kata Rina. Kasus KDRT ini sendiri sudah sampai di pihak berwajib dan sidangnya sudah beberapa kali digelar. Namun sampai sekrang Citta belum pernah memberikan konfirmasi resmi terhadap kasus ini. 14

Kasus yang ada dalam pemberitaan Kedaulatan Rakyat pada hari Senin, 1 Desember 2014, halaman 19. Tentang “ Kasus KDRT di Sragen Meningkat” yang didalamnya dijelaskan bahwa angka perceraian di Kabupaten Sragen dalam satu tahun terakhir sebanyak 2000 kasus. Perceraian ini sebagian besar disebabkan oleh faktor KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang tercatat bertambah jumlahnya

14 Sirajuddin. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). 27 Juni 2013. Dalam “

(12)

dibanding tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 1800 kasus perceraian. Berdasarkan data Aliansi Peduli Perempuan Sukowati, 70 % penggugat perceraian adalah pihak istri. Angka ini merupakan angka terbesar se Eka Karisedenan Surakarta. Tingginya angka perceraian disebabkan karena tidak adanya keseimbangan gender yang menyebabkan pihak istri selalu menjadi korban KDRT. Banyak para istri yang melapor ke APPS minta pendampingan karena dianiaya oleh suami. Bahkan tidak sedikit yang menerima kekerasan fisik. 15

Buku yang diterbitkan oleh Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan (LKP2) dan The Asia Foundation, di dalamnya disebutkan bahwa ciri dari tindak kekerasan adalah adanya hubungan yang tidak seimbang antara yang kuat dan yang lemah. Kekerasan bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja dan dari latar belakang apa saja. Tetapi kekerasan dalam rumah tangga masih saja dianggap tabu oleh masyarakat, meskipun telah terjadi penganiayaan, tetapi kebanyakan para korban memilih diam, dan masyarakat yang tahu tentang hal itu malah enggan untuk mencampurinya. 16

Dalam buku yang berjudul Bingkai Sosial Gender; Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial yang ditulis oleh Dr.Hj.Mufidah Ch.,M.Ag. di dalamna berisi tentang segala sesuatu yang menyangkut dengan gender, bagaimana islam memandang gender, bagaimana konstruksi sosial atas adanya gender, dan bagaimana strukturasinya. Terdapat juga peraturan perundang-undangan tentang berbagai kasus yang menyangkut tentang gender sebagai bukti bahwa Indonesia juga proaktif dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam bentuk ratifikasi komitmen internasional, seperti: UU RI No.7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi 15 Kedaulatan Rakyat. Kasus KDRT di Sragen Meningkat. Pada hari Senin, 1 Desember 2014. Halaman

19.

16 Fatayat NU. 2003. Buku Panduan Konselor Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta:

(13)

terhadap Perempuan, Instruksi Presiden RI No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, kemudian diikuti oleh sejumlah UU RI lainnya seperti UU RI No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU RI No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan sejumlah peraturan lainnya yang mendukung. 17

E. Landasan Teori.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Teologis dan pendekatan Sosiologis. Pendekatan Teologis digunakan untuk memahami bagaimana pandangan agama (Islam) terhadap adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Atau bagaimana pandangan agama berinteraksi dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Keyakinan agama mampu menghasilkan penghayatan dan tingkah laku keagamaan, memandu kesadaran penganut agama dalam bertindak, berinteraksi dengan individu, dan kelompok sosial lainnya.18 Sedangkan pendekatan sosiologis

digunakan untuk melihat bagaimana manusia dengan lingkungan sekitarnya, bagaimana manusia memanusiakan manusia, dan sebagainya.

Teori yang digunakan adalah: 1. Teori Konstruksi Sosial

Teori konstruksi sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Berger dan Luckman,19 bahwa teori konstruksi sosial berangkat dari metode analisis

fenomenologi, yakni metode deskriptif yang berdasarkan pada empiric yang berangkat dari dialektik antara pendekatan gaya Weber dan Durkheim. Berger dan Luckman

17 Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.

Malang: UIN-MALIKI PRESS.

18 Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif), Yogyakarta: SUKSES Offset.

Halaman 52.

19 Peter L.Berger dan Thomas Luckman, Tafsir Sosial atas Kenyataan Risalah tentang Sosiologi

(14)

memodifikasi teori Durkheim kemudian memasukan dalam perspektif dialektik yang diambil dari Marx dan pemberian tekanan pada konstitusi kenyataan sosial melalui makna-makna subyektif yang diambil dari Weber. Menurut teori konstruksi sosial bahwa masyarakat merupakan produk manusia dan menusia merupakan produk masyarakatnya, keduanya menggambarkan sifat dialektik inhern dari fenomena masyarakat. Berger menggabungkan berbagai perspektif dari ragam aliran teori sosiologi yang mempertimbangkan aspek-aspek lain menjadi konstruksi teoritis yang mampu tampil menjawab persoalan pluralistic, dinamis dan kompleks. Berger 20

mengemukakan bahwa proses dialektik fundamental dari masyarakat terdiri dari tiga momentum, yakni:

a. Eksternalisasi: momen adaptasi diri

Eksternalisasi21 adalah suatu pencurahan kedirian manusia secara terus menerus

ke dalam dunia, dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Terjadi proses interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang bersifat terbuka. Eksternalisasi yang dipengaruhi oleh stock of knowledge (cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan adalah akumulasi dari common sense knowledge

( pengetahuan akal-sehat). Proses untuk menjadi manusia sejak dilahirkan hingga dewasa berlangsung tidak hanya dalam hubungan timbal balik dengan lingkungannya, tetapi juga dengan tatanan budaya dan sosial yang spesifik, melalui perantaraan orang-orang yang berpengaruh di dalam hidupnya.

Dalam pembentukan konsep gender bagi laki-laki dan perempuan, dipengaruhi oleh: pertama, konsep diri dan citra diri, bagaimana ia memahami tentang dirinya kemudian mempengaruhi masyarakatnya; kedua, budaya yang telah mengakar dalam bentuk alat yang diproduksi manusia, institusi, bahasa, simbol, nilai, norma yang 20 Peter L.Berger, Langit Suci Agama sebagai Realitas Sosial, terj. Hartono (Jakarta:LP3ES,1994), hlm

4-5.

(15)

dimanifestasikan dalam perilaku sehari-hari; ketiga, figure yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadiannya dalam kehidupannya sehari-hari sebagai aktivitas sosial. Proses untuk menjadi laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh pengaturan-pengaturan sosial yang terus-menerus ditanamkan, dibiasakan, hingga menjadi sesuatu yang baku. Perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang lemah22, emosional, penakut,

cerewet, feminism, dan memiliki rasa ketergantungan pada laki-laki. Laki-laki distigma sebagai makhluk yang berperangai kasar, maco, tegas, pemberani, egois, maskulin, rasional, dan sebagainya. Melahirkan konsep dan citra yang seolah-olah telah menjadi kenyataan yang tak terbantahkan. Dilegitimasi juga oleh interpretasi teks suci sehingga menjadi sebuah keyakinan. Dari sinilah, konsep dan citra diri laki-laki dan perempuan dibangun dan dipengaruhi oleh budaya yang dikuatkan pula oleh legitimasi agama yang kemudian membentuk konsep gender. Ketimpangan gender terjadi dan dipraktikkan melalui pembiasaan dalam kehidupan yang tidak disadari telah membentuk sebuah realitas sosial.

Kenyataan sosial merupakan konstruksi sosial budaya masyarakat yang berproses dari masa silam, kini, dan yang akan datang. Seperti dalam rujukan kitab ‘Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini 23 dalam halaman 8 disebutkan bahwa seorang

suami diperbolehkan memukul istrinya jika tidak mengindahkan perintahnya berhias, padahal ia menghendaki. Atau lantaran menghendaki diajak tidur bersama. Diperbolehkan juga seorang suami memukul istrinya lantaran keluar rumah tanpa izinnya. Atau karena istrinya memukul anaknya yang sedang rewel. Atau karena mencaci maki orang lain, atau karena menyobek pakaian suaminya, menjambak jenggotnya, atau berkata kepada suaminya :” hai kambing, hai keledai, hai tolol, dll...”

22 Sebagaimana dikutip oleh Morris tahun 1980 hlm. 39 di dalam buku Perempuan, Kesetaraan, dan

Keadilan oleh Romany Sihite tahun 2007. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

23 Edi S Qurniawan. 2007. Kitab ‘Uquudu Lujain Fii Bayaani Huquuzzaujaini. Dalam

(16)

sekalipun pencaciannya itu didahului oleh sikap suami yang telah mencacinya. Demikian pula seorang suami diperbolehkan memukul isterinya lantaran isterinya sengaja memamerkan wajahnya kepada laki-laki lain. Atau sekalipun ia ikut mendngarkan pembicaraan suaminya bersama laki-laki lain dengan maksud mencuri pendengaran dari laki-laki tersebut. Atau karena memberikan sesuatu dari rumah suaminya berupa barang yang tidak biasanya diberikan kepada orang lain. Atau karena menolak menjalin hubungan kekeluargaan dengan saudara suaminya. Begitu pula suami dibenarkan memukul isterinya karena melalaikan sholat, diperintah tapi membangkang.

Suami dipahami sebagai sosok yang memiliki status lebih tinggi dan kekuasaan lebih besar atas istrina, sehingga setiap peristiwa kekerasan dalam rumah tangga sulit terungkap karena berlindung dibalik legitimasi agama.24

b. Obyektivasi: momen interaksi diri dalam dunia sosio-kultural

Obyektivasi adalah produk-produk aktivitas manusia baik fisik maupun mental, merupakan realitas yang berhadapan dengan para produsernya, karena antara manusia dengan produk aktivitasnya merupakan dua entitas yang berbeda. Diantara keragaman kenyataan, akan tampil satu kenyataan par excellence yang disebut dengan kenyataan hidup sehari-hari. Secara empiris, eksistensi manusia berlangsung dalam suatu konteks ketertiban, kesetaraan dan kestabilan melalui tatanan sosial. Tatanan sosial merupakan produk yang berlangsung terus-menerus. Ia diproduksi oleh manusia sepanjang eksternalisasinya yang berlangsung secara konstan. Perubahan sosial akan terjadi bila eksternalisasinya ternyata membongkar tatanan yang sudah terbentuk.

Gender dalam konteks tatanan sosial sebagai produk manusia dapat diperhatikan pada pemberian peran sosial yang cenderung dibagi secara dikotomis. Laki-laki akan

(17)

merasa cocok beraktivitas di ranah publik, sedangkan perempuan lebih cocok beraktivitas dalam ranah domestik. Perempuan akan merasa bersalah dan dipandang tidak pantas jika tidak menyediakan makanan untuk suaminya sebelum berangkat kerja, karena menjalankan peran domestik dalam rumah tangga bagi perempuan menjadi norma yang berlaku di masyarakat. Sebaliknya, laki-laki tidak merasa bersalah jika tidak menyapu rumah, memandikan anak atau menyiapkan makan pagi meskipun dia bisa melakukannya sebelum berangkat kerja. Hal ini dikarenakan masyarakat menempatkan peran laki-laki pada ranah publik, Ibu tidak bekerja dan merasa rendah diri karena masyarakat mengonsep pekerjaan domestik. Pembagian peran ini merupakan konstruksi sosial yang bisa berubah melalui perubahan tatanan sosial yang diproduk oleh manusia. Pemahaman tentang konsep kesetaraan gender dalam lembaga sosial melalui pembiasaan atau sosialisasi secara intens misalnya dalam keluarga, organisasi, institusi menggeser pemahaman bias gender akan membentuk pola pikir dan perilaku yang baru dalam institusi tersebut menjadi responsif gender. Misalnya pandangan lama, istri dianggap sebagai akar penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena tidak taat pada suami, sehingga suami boleh memukul istri dengan dalih agama. Namun melalui ‘proses sosial’ dalam perspektif gender, KDRT disebabkan oleh ideologi gender25 atau budaya patriarkhi

yang membentuk relasi asimetris atau hierarkis, dalam posisi ini suami rentan melakukan kekerasan pada istrinya. Pandangan baru yang telah berspektif gender terhadap KDRT akan berubah bahwa ideology patriarkhi menjadi faktor dominan laki-laki melakukan KDRT. Karena itu KDRT dianggap sebagai penyimpangan sosial dari kultur baru yang telah disepakati.

c. Internalisasi: momen identifikasi diri dalam dunia sosio-kultural

25 Seperangkat ide-ide dan sistem nilai yang didasarkan pada determinisme biologis yang telah

(18)

Internalisasi merupakan peresapan kembali realitas obyektif tersebut oleh manusia, dan mentransformasikan lagi dari struktur-struktur dunia obyektif kepada struktur-struktur kesadaran subyektif. Menurut Berger dan Luckmann26, proses

internalisasi merupakan salah satu momentum dari proses dialektik yang lebih besar yang juga termasuk momentum-momentum eksternalisasi dan obyektivasi. Individu tidak dicipta sebagai suatu benda yang pasif, namun dibentuk dalam waktu dialog yang lama. Ia harus berpartisipasi berdialog untuk mempertahankan sebagai suatu pribadi. Dengan demikian, individu secara terus-menerus menjawab dunia yang membentuknya dank arena terus memelihara dunia sebagai realitas. Melalui proses internalisasi, seseorang mampu untuk memahami dirinya, pengalaman masa lalunya, dan yang diketahuinya secara obyektif mengenai dirinya dan orang lain.

Gender sebagai konstruksi sosial tampil dalam internalisasi ini melalui proses bahwa manusia secara individu laki-laki maupun perempuan bersama dengan individu lainnya membangun masyarakat dari eksternalisasi yang kemudian diobyektivasikan dalam bentuk institusi sebagai realitas obyektif, dimana dia menjadi bagian dari institusi tersebut juga turut membangun dirinya. Individu-individu menemukan identitas dirinya sebagai laki-laki dan prempuan yang kemudian dipertahankan dalam peran dan aktivitasnya secara proaktif agar dia diakui dalam institusi realitas obyektifnya, misalnya sebagai laki-laki dia akan mempertahankan sebagai kepala rumah tangga, menjadi pemimpin, mencari nafkah, dan melindungi keluarganya. Perempuan akan mempertahankan identitasnya sebagai ibu rumah tangga secara terus-menerus berperan di dalam rumah tangganya seperti masak, menyapu, merawat anak, dan sebagainya.

(19)

makna yaitu: pertama, kelompok yang menolak konsep gender sebagai konstruksi sosial cenderung bias gender yang menggambarkan pandangan konservatif (kolot), sehingga status, peran, dan pola relasi laki-laki dan perempuan tidak berubah atau tidak perlu diubah karena dapat mengganggu keharmonisan kehidupan. Kedua, kelompok yang menerima konsep gender sebagai konstruksi sosial yang dapat berubah dan diubah bercirikan sensitive gender menggambarkan pandangan progresif, sehingga ekspresi makna yang muncul adalah kehidupan egaliter sebagai kebutuhan mendasar dalam membangun keharmonisan dalam kehidupan. Dengan demikian gender dipahami sebagai konstruksi sosial yang dapat diubah dan berubah sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, komitmen dan beradaptasi dengan ruang dan waktu.27

2. Teori Gender.

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang dihasilkan dari konstruksi sosial yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman, yang terbentuk melalui berbagai sistem nilai termasuk nilai adaptasi, pendidikan, agama, politik, ekonomi dan sebagainya. Yang merupakan suatu sistem dan struktur dimana laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Perbedaan yang didasarkan karena masalah sifat, dan peran berdasarkan faktor historis dan sosial. 28

Penyebab dari adanya diskriminasi gender, yakni salah satu jenis kelamin baik itu laki-laki ataupun perempuan terabaikan hak-hak dasarnya, tertinggal, dan mengalami masalah ketidakadilan.29

27 Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.

Malang: UIN-MALIKI PRESS, hlm 72-93.

28 Seperti yang ada dalam buku Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam,

Strukturasi, dan Konstruksi Sosial. Malang: UIN-MALIKI PRESS., sebagaimana dikutip di Nyoman Susi Ratna Dewanti dalam Can Minority Retain it’s Identity in Law Political Theologis; Publik Religion in the Post-Secular World ( New York: Foedham Univ Press)., sebagaimana terdapat dalam buku Dr.Riant Nugroho yang berjudul Gender dan Strategi pengarus-utamanya di Indonesia,. ???

29 Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.

(20)

Kekerasan (violence) berbasis gender adalah kekerasan yang dilakukan oleh jenis kelamin yang berbeda karena pandangan bias yang menempatkan salah satu jenis kelamin sebagai yang superior dan yang lainnya adalah inferior. Dengan begitu yang kuat berpotensi menindas yang lemah karena relasi gendernya timpang antara keduanya. Kekerasan berbasis gender lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki-laki. Terjadi demikian karena perempuan dicitrakan sebagai makhluk yang lemah sehingga dianggap wajar mendapat perlakuan yang demikian. Diskriminasi gender terjadi karena adanya budaya patriarkhi, teks agama yang diinterpretasikan bias gender, dan kebijakan pemerintah yang kurang responsive gender. 30

Kekerasan merupakan fenomena yang sering terjadi dan kebanyakan menimpa pada kaum perempuan, meskipun ada juga kasus seorang istri yang tega menganiaya suaminya. Pemberitaan di media, baik media elektronik maupun media cetak banyak menyebutkan bahwa kasus kekerasan ini menimpa pada perempuan karena berbagai macam alasan dalam kehidupan, baik dari celah ekonomi, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Bahkan kasus kekerasan yang kerap terjadi masuk ke dalam wilayah paling eksklusif yaitu rumah tangga. Padahal, yang seharusnya dibina dalam kehidupan rumah tangga adalah keharmonisan, dengan saling mengerti perbedaan, dengan memahami satu sama lain, dengan menerapkan sistem demokrasi sebagai wujud saling terbukanya pendapat masing-masing yang terkadang nampak berbeda, bukan malah menciptakan budaya kekerasan yang malah justru menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. 31 Bentuk-bentuk dari tindak

kekerasan sangatlah beragam, seperti pencabulan seksual, penyiksaan dalam rumah tangga, pemerkosaan di bawah umur, dan lainnya. Kekerasan dengan bentuk di atas sebagian besar menimpa kaum perempuan dan kaum perempuan pulalah yang 30 Dr. Hj. Mufidah Ch., M.Ag. 2010. Bingkai Sosiaal Gender: Islam, Strukturasi, dan Konstruksi Sosial.

Malang: UIN-MALIKI PRESS, hlm 9-11.

(21)

menjadi korbannya, bentuk kekerasan tersebut sebagian besar disebabkan oleh adanya pelabelan yang berkembang di dalam masyarakat. 32

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perihal (yang bersifat atau berciri keras. Atau suatu perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain yang dilakukan secara paksa. 33

Menurut Mansour Faqih, Kekerasan adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu yang disebabkan oleh anggapan gender yang disebut dengan gender-related violene. Yang disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat.

Kategori kekerasan gender:

a. Bentuk pemerkosaan terhadap perempuan termasuk pemerkosaan dalam perkawinan.

b. Tindakan pemukulan dan serangan fisik yang terjadi dalam rumah tangga. Termasuk penyiksaan terhadap anak-anak.

c. Bentuk penyiksaan yang mengarah kepada alat kelamin, misalnya penyunatan kepada anak perempuan.

d. Kekerasan dalam bentuk pelacuran. Yang merupakan kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan oleh suatu mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan.

e. Kekerasan dalam bentuk pornografi, seperti pelecehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang.

32 Ahmad Mutholi’in, Bias Gender dalam Pendidikan, (Surakarta: Muhammadiyah University Press,

2001), hlm.40.

(22)

f. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam Keluarga Bencana.

g. Jenis kekerasan terselubung (molestation), yakni memegang atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan pelbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

h. Pelecehan seksual, yang dikategorikan menjadi:

1.) Menyampaikan lelucon jorok secara vulgar pada seseorang dengan cara yang dirasakan sangat ofensif (serangan).

2.) Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor.

3.) Mengintograsi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksualnya atau kehidupan pribadinya.

4.) Meminta imbalan seksual dalam rangka janji ntuk mendapatkan kerja atau untuk mendapatkan promosi atau janji-janji lainnya.

5.) Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa izin dari yang bersangkutan.34

Kekerasan terhadap perempuan adalah sebuah dilema dalam kehidupan karena sampai saat ini belum dapat teratasi dengan baik, baik oleh individu itu sendiri (yang mengalami), oleh lembaga agama, oleh aparat pemerintah, maupun oleh lembaga sosial. Kekerasan sering terjadi pada kaum perempuan karena keberadaan kaum perempuan dianggap sebelah mata dalam masyarakat yang menyebabkan perempuan menjadi semakin lemah dan kurang diperhatikan eksistensinya.

Stendeur dan Stile, mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi karena adanya konsep kepemilikan perempuan sebagai budak laki-laki (konsep familia). Konsep familia mengasumsikan adanya kepemilikan laki-laki atas perempuan dan anak-anaknya. Dimana laki-laki memiliki hak untuk mengatur, menentukan apa yang baik untuk perempuan, dengan siapa perempuan boleh bergaul,

34 Mansoer Faqih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm

(23)

dan lain sebagainya. Ketika laki-laki melakukan kekerasan terhadap pasangannya, asumsi kepemilikan tersebut terefleksi dengan jelas, dimana pihak luar sangat enggan untuk ikut terlibat di dalamnya, disini laki-laki boleh dan mempunyai hak untuk melakukan apa yang diinginkan. Sedangkan perempuan tidak diperkenankan. 35

Secara Harfiah, patriarki berarti kekuasaan dari bapak yang merupakan suatu ideologi yang tidak hanya terdapat di dalam masyarakat, tetapi juga terdapat di dalam lembaga keluarga. Keluarga merupakan satuan kecil masyarakat, yang di dalamnya banyak tertanam nilai patriarki, dimana laki-laki ditempatkan dalam posisi penguasa sedang perempuan dikuasai, tanpa disadari di dalam penerapan ini terdapat hierarki antara keduanya, dimana laki-laki berada dalam posisi menguasai (superior), sedangkan perempuan dinilai lemah sehingga ia dikuasai (inferior). Faktor utama yang menyebabkan terjadinya budaya patriarki adalah faktor sejarah karena Negara Indonesia adalah bekas Negara jajahan yang mewarisi budaya dari Negara penjajah, salah satunya adalah budaya patriarki. 36

KDRT terjadi karena adanya mitos dan nilai yang mereka anggap sebagai suatu kebenaran. Seperti yang terjadi pada masyarakat Jawa, menurut mereka bahwa ada mitos yang menyatakan bahwa laki-laki dalam agama diperbolehkan memukul istrinya dalam rangka mendidik istri. Padahal keyakinan tersebut tidaklah benar, karena secara jelas agama melarang adanya tindak kekerasan antar manusia, apalagi terhadap istrinya sendiri. Peringatan ini terdapat dalam QS. At-Tahriim ayat 6, yang berbunyi :















































35 Aroma Elmina Martha, Perempuan, Kekerasan, dan Hukum (Yogyakarta : UII Pres,2003), hlm 30-31. 36 Kamla Basin, Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Terhadap Dominasi Kaum

(24)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,

keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Selain itu, ada pula sebuah nilai bahwa urusan suami dan istri adalah urusan rumah tangga masing-masing, sehingga sangat tabu jika pihak lain ikut masuk di dalamnya.

Selain ketentuan hukum internasional, hukum juga nasional telah mengatur kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga yaitu UU No.23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT), diantaranya yaitu Pasal 1 Ayat 1:

“Pengertian Kekerasan terhadap Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.” 37

Perbuatan suami menyerang istri itu melanggar hukum. Seorang suami dapat dijatuhkan ke pengadilan jika istri mengajukan tuntutan hukum akibat serangan atau penganiayaan yang diterimanya. Berdasarkan kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pelaku penganiaya dalam rumah tangga dapat dihukum, didenda atau penjara. Hukuman penjara untuk kasus penganiayaan yang korbannya bukan kaum keluarga berkisar antara 8 bulan–15 tahun. Sedangkan penganiayaan yang dilakukan terhadap anggota keluarga (Bapak, Ibu, Istri atau anak) maka hukumannya ditambah dengan sepertiga hukuman pasal penganiayaan lainnya. 38

37 YLBHI dan PSHK, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Panduan Anda Memahami dan

Menyelesaikan Masalah Hukum, Edisi 2006, (Jakarta: YLBHI, 2007), h. 119.

38 Farha Ciciek, Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga [Belajar dari Kehidupan

(25)

F. Metode Penelitian.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan yang bersifat kualitatif, yaitu sebagai suatu penelitian yang menghasilkan gambaran berupa kata-kata atau lisan dari orang ataupun perilaku yang diamati sesuai yang diungkapkan oleh Bodgan dan Tadler.39 Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Teologis

dan pendekatan Sosiologis. Pendekatan Teologis digunakan untuk memahami bagaimana pandangan agama (Islam) terhadap adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Atau bagaimana pandangan agama berinteraksi dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat. Keyakinan agama mampu menghasilkan penghayatan dan tingkah laku keagamaan, memandu kesadaran penganut agama dalam bertindak, berinteraksi dengan individu, dan kelompok sosial lainnya.40

Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat bagaimana manusia dengan lingkungan sekitarnya, bagaimana manusia memanusiakan manusia, dan sebagainya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Wawancara.

Wawancara adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang berbagai hal dari seseorang atau sekumpulan orang secara lisan dan langsung. 41 Dalam metode ini penulis melakukan wawancara secara langsung dengan

melakukan tanya jawab pada beberapa narasumber atau informan. Informan dilakukan secar spontanitas dimana perlunya wawancara yang pokok ditempuh untuk menggali informasi dari informan.

b. Observasi.

39 Lexy J Moleong, MA. Metode Penelitian Kualitiatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002). Halaman

3.

40 Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif), Yogyakarta: SUKSES Offset.

Halaman 52.

41 Masri Singarimbuan dan Sofian Effendi. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES, 1985. Halaman

(26)

Metode pengumpulan data secara pengamatan murni, adalah bentuk pengamatan yang dilakukan oleh penulis dengan cara tidak melibatkan diri secara langsung dan melibatkan diri secara langsung. Pengamatan secara terlibat, karena penulis pernah berada di tempat kejadian adanya tindak kekerasan, posisi penulis adalah sebagai saksi kasus kekerasan tersebut. Pengamatan yang tidak terlibat adalah melakukan pengamatan dengan informan supaya mendapatkan data yang riil.

c. Analisis data.

Untuk memanfaatkan dan mengolah data yang banyak dan padat, penulis menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu melakukan analisis terhadap data dan menjabarkannya dengan menggunakan metode deskriptif-analisis yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara obyektif dan sistematis data-data yang telah ada supaya data yang ada dapat divalidasi keabsahannya.42

G. Sistematika Pembahasan.

Untuk lebih mempermudah dalam memahami dan membahas permasalahan yang diteliti, maka penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama, bab pertama adalah bab pendahuluan yang memaparkan tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika pembahasan.

Bab Kedua, merupakan bab yang berisi tentang monografi Kelurahan Desa Sokanandi dan tempat terjadinya kasus.

Bab Ketiga, membahas tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi adanya kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

42 Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(27)

Bab keempat, membahas tentang fenomena dan pengaruh agama terhadap konstruksi sosial KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang terjadi di Desa Sokanandi, Banjarnegara.

Bab kelima, Bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan isi.

DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA

M.Djaelani, Bisri. 2005. Bawalah Cintamu ke Ranjang Pernikahan. Penerbit Mikraj: Yogyakarta.

Basri, Hasan. 1995. Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Shinta,Maharani. Anak Perempuan Korban Pemerkosaan Kini Ketagihan Seksual. Rabu, 29 Januari 2014. Dalam “http://www.tempo.co/read/news/2014/01/29/058549450/Anak-Perempuan-Korban-Perkosaan-Kini-Ketagihan-Seksual.”

Sirajuddin. KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga). 27 Juni 2013. Dalam “

http://hukum.kompasiana.com/2013/06/27/kdrt-kekerasan-dalam-rumah-tangga-569012.html”

Rustam, Aji. Duh, Dosen Bergelar Doktor Ini Tampar Istrinya saat Dipergoki Selingkuh.

Kamis, 9 Oktober 2014. Dalam

“http://jateng.tribunnews.com/2014/10/09/duh-dosen-bergelar-doktor-ini-tampar-istrinya-saat-dipergoki-selingkuh. ”

Purmono, Abdi. Pejabat Sidoarjo Penganiaya Istri Bebas dari Hukuman. Kamis, 28 Agustus 2014. Dalam “ http://www.tempo.co/read/news/2014/08/28/058602865/Pejabat-Sidoarjo-Penganiaya-Istri-Bebas-dari-Hukuman”.

Fatayat NU. 2003. Buku Panduan Konselor Tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga. Jakarta: Lembaga Konsultasi Pemberdayaan Perempuan (LKP2) Fatayat NU dan The Asia Foundation.

Nugroho, Riant. 2011. Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(28)

Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosiologi Agama (Kualitatif), Yogyakarta: SUKSES Offset.

Sihite, Romany. 2007. Perempuan, Kesetaraan, dan Keadilan. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Moleong, J Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Syafiq Hasyim (ed), Menakar Harga Perempuan ( Bandung: Mizan, 2000).

Mutholi’in, Ahmad. 2001. Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Darmito, Purwo. 1970. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Faqih, Mansoer. 1999. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Martha, Aroma Elmina. 2003. Perempuan, Kekerasan, dan Hukum. Yogyakarta: UII Press. Basin, Kamla. 1996. Menggugat Patriarki Pengantar Tentang Persoalan Terhadap

Dominasi Kaum Perempuan. Jakarta: Yayasan Benteng Budaya.

Paloma, M.Margaret. 1994. Sosiologi Kontemporer. Jakarta:Raja Grafindo Persada dan Yayasan Solidaritas Gajah Mada/YASOGAMA Yogyakarta.

Megawangi, Ratna.1998. Membiarkan Berbeda Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka.

Ciciek, Farha. 1999. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga (Belajar dari Kehidupan Rasululloh). Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Fraenkel, J.R. & Wallen, N.E. (1993). How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw Hill Inc.

Gall, M.D., Gall, J.P. & Borg,W.R. (2003). Educational Research. Boston: Pearson Education, Inc.

Krathwohl, David R. (1993). Methods of Educational and Social Science. Research. New York: Longman. Bab 3 dan 5.

McMillan, J.H. & Schumacher, Sally. (2001). Research in Education. New York: Longman. Bab 2.

(29)

Referensi

Dokumen terkait

16 Ketentuan pada Pasal 24 ayat (2) menjelaskan bahwa untuk produk asuransi yang memiliki jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun atau bukan merupakan produk asuransi

Pada pasien juga tidak didapatkan gangguan suasana perasaan baik berupa afek yang meningkat, disertai peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan

Sesuai dengan alur proses yang ada pada diagram konteks maka seorang pengunjung/wisatawan hanya mendapatkan informasi yang telah dimasukkan oleh admin dari system

Dengan waktu paro (T 1/2 ) 22,3 tahun radioisotop ini memungkinkan digunakan sebagai tracer untuk mempelajari proses terjadinya sedimentasi. Aktivitas radionuklida ini

Dengan meningkatnya berat jenis pada batuan yang makin dalam letaknya, maka kadar besi  juga akan semakin meningkat, sehingga pada selubung bumi mempunyai kemungkinan

Ada dua metode yang sering digunakan dalam penentuan kecepatan gelombang permukaan, yaitu metode frekuensi-bilangan gelombang (Lacoss et al, 1969) dan

Brittant Rhoades Cooper (2014:1254) menyebutkan tahapan perkembangan prereading misalkan pemahaman cetak, pengenalan huruf, awal dan akhir suara, menciptakan

CMIFed dapat merubah lingkungan penyajian multimedia yang berisi gabungan komponen multimedia ditambah dengan interaksi pengguna.Berdasarkan pemaparan tersebut, dibangunlah