• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah orangorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah orangorang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perilaku Antisosial

1.1Pengertian Perilaku Antisosial

Penderita antisocial personality disorder (perilaku antisosial) adalah orang-orang paling dramatik atau orang-orang yang menunjukkan sifat-sifat yang ada dalam dirinya secara berlebihan yang ditemui klinisi dalam praktiknya. Mereka ditandai oleh adanya riwayat tidak mau mematuhi norma-norma sosial. Mereka melakukan tindakan-tindakan yang bagi kebanyakan orang tidak dapat diterima. Individu-individu dengan gangguan kepribadian antisosial cenderung memiliki riwayat panjang untuk pelanggaran hak-hak orang lain (Widiger dan Corbitt, 1995). Robert Hare mendeskripsikan mereka sebagai “predator sosial yang menawan hati, memanipulasi, dan menerjang apa saja dengan kejam dalam menjalani kehidupannya. Sama sekali tidak memiliki hati nurani dan empati, mereka dengan semena-mena mengambil apa saja yang mereka inginkan dan melakukan apa saja yang mereka senangi, melanggar norma-norma dan ekspektansi sosial tanpa secuil pun rasa bersalah atau penyesalan” (Hare, 1993).

Remaja sering dideskripsikan agresif karena mengambil apa saja yang mereka inginkan, tanpa peduli persaan orang lain. Mereka sering tidak melihat perbedaan antara kebenaran dan kebohongan ucapannya demi mencapai tujuannya. Mereka tidak menunjukkan penyesalan atau peduli pada efek-efek tindakannya yang

(2)

Orang dengan perilaku antisosial (Antisocial Personal Disorder) secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsive, serta gagal membina komitmen interpersonal dan pekerjaan. Walaupun perempuan lebih cenderung untuk mengembangkan gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan laki-laki, laki-laki lebih cenderung menerima diagnosis gangguan perilaku antisosial dibandingkan perempuan (Robins, Locke, & Reiger, 1991) dalam Nevid, dkk 2005.

Perilaku antisosial seringkali disebut kepribadian psikopatik yaitu, tampak hanya sedikit sekali mempunyai rasa tanggung jawab, moralitas, atau perhatian pada orang lain. Perilaku hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri (Rahmat, 2009).

Para penderita gangguan ini memiliki ciri berikut : perkembangan moral mereka terhambat; mereka tidak mampu mencontoh perbuatan-perbuatan yang diterima masyarakat (socially desirable behavior); kurang dapat bergaul dan kurang tersosialisasi, dalam arti tidak mampu mengembangkan kesetiaan pada orang, kelompok, maupun nilai-nilai sosial yang berlaku, maka mereka sering bentrok dengan masyarakat (Supratiknya, 1995).

Individu dengan perilaku antisosial biasanya secara terus menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial, namun tingkah laku ini tidak sama dengan kriminalitas. Gangguan perilaku ini lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti norma-norma sosial yang ada selama perkembangan remaja dan dewasa (Sukarlan, 2005).

(3)

1.2 Kriteria Perilaku Antisosial

Fitur-fitur gangguan perilaku antisosial (Durand, 2006) meliputi :

• Berumur paling sedikit 18 tahun dan telah menunjukkan pola pervasif dari sikap tidak peduli dan pelanggaran hak-hak orang lain sejak umur 15 tahun.

• Tidak mematuhi norma-norma sosial, terbukti dari tindakan-tindakan melanggar hukum yang dilakukannya.

• Suka memperdaya orang lain, termasuk berbohong, menggunakan nama-nama alias, atau menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau kesenangan

• Impulsivitas atau tidak mampu membuat rencana kedepan.

• Iritabilitas atau agresivitas seperti sering ditunjukkan oleh seringnya berkelahi atau melakukan penyerangan.

• Tidak peduli pada keselamatan orang lain.

• Secara konsisten tidak bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam membayar tagihan.

• Tidak menyesal karena telah menyakiti orang lain.

• Ada tanda gangguan yang muncul sebelum umur 15 tahun.

• Tidak muncul secara ekslusif selama perkembangan skizofrenia atau selama episode manik.

(4)

Ciri-ciri diagnostik dari gangguan perilaku antisosial dalam (Nevid, 2003) :

a. Paling tidak berusia 18 tahun

b. Ada bukti gangguan perilaku sebelum usia 15 tahun, ditunjukkan dengan pola perilaku seperti membolos, kabur, memulai perkelahian fisik, menggunakan senjata, memaksa seseorang untuk melakukan aktivitas seksual, kekejaman fisik pada seseorang atau pada binatang, merusak atau membakar bangunan secara sengaja, berbohong, mencuri atau merampok. c. Sejak usia 15 tahun menunjukkan kepedulian yang kurang dan

pelanggaran terhadap hak-hak orang lain, yang ditunjukkan oleh perilaku sebagai berikut:

1) Kurang patuh terhadap norma sosial dan peraturan hukum, ditunjukkan dengan perilaku melanggar hukum yang dapat atau tidak dapat mengakibatkan penahanan, seperti merusak bangunan, terlibat dalam pekerjaan yang bertentangan dengan hukum, mencuri atau menganiaya orang lain.

2) Agresif dan sangat mudah tersinggung saat berhubungan dengan orang lain, ditunjukkan dengan terlibat dalam perkelahian fisik dan menyerang orang lain secara berulang, mungkin termasuk penganiayaan terhadap pasangan atau anak-anak.

3) Secara konsisten tidak bertanggung jawab, ditunjukkan dengan kegagalan memepertahankan pekerjaan karena ketidakhadiran berulang kali, keterlambatan, mengabaikan kesempatan kerja atau memperpanjang periode pengangguran meski ada kesempatan

(5)

kerja, dan kegagalan untuk mematuhi tanggung jawab keuangan seperti gagal membiayai anak atau membayar hutang dan atau kurang dapat bertahan dalam hubungan monogami.

4) Gagal membuat perencanaan masa depan atau impulsivitas, seperti ditunjukkan oleh perilaku berjalan-jalan tanpa pekerjaan atau tujuan yang jelas.

5) Tidak menghormati kebenaran, ditunjukkan dengan berulang kali berbohong, memperdaya, atau menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan pribadi atau kesenangan.

6) Tidak menghargai keselamatan diri sendiri atau keselamatan orang lain, ditunjukkan dengan berkendaraan saat mabuk atau berulang kali mengebut.

7) Kurangnya penyesalan atas kesalahan yang dibuat, ditunjukkan dengan ketidakpedulian akan kesulitan akan kesulitan yang ditimbulkan pada orang lain, dan atau membuat alas an untuk kesulitan tersebut

1.3 Faktor- faktor penyebab perilaku antisosial

(Nolen, 2007) menyebutkan faktor penyebab perilaku antisosial adalah a. Kelainan genetik

Faktor genetik berpengaruh terhadap perilaku antisosial b. Testosteron

(6)

Sikap agresif dihubungkan dengan tingginya kadar testosteron, kemungkinan lain dari tingginya kadar testosteron berpengaruh pada perkembangan otak fetal yang akan mendukung terjadinya agresivisme. c. Serotonin

Rendahnya kadar serotonin menyebabkan sikap impulsif. d. Attention deficit/hyperactivity disorder

Anak-anak yang memiliki gangguan ini akan berkembang menjadi perilaku antisosial dengan respon penolakan norma sosial dan hukuman.

e. Fungsi eksekutif

Penderita gangguan perilaku antisosial mengalami defisit pada bagian otak yang melibatkan fungsi eksekusi (perencanaan perilaku dan pengontrolan diri)

f. Arousability

Rendahnya tingkat kecemasan menyebabkan tidak takut akan situasi bahaya yang akan menyebabkan perilaku antisosial.

g. Faktor sosial kognitif

Anak dengan kecenderungan antisosial memiliki orangtua yang keras dan sembrono, dan anak mengartikan situasi interpersonal ini sebagai jalan yang mendukung sikap agresif.

Menurut (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011) penyebab perilaku antisosial ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan penolakan berat orangtua merupakan penyebab utama perilaku antisosial. Selain itu juga disebabkan oleh

(7)

tidak konsistennya orangtua dalam mendisiplinkan anak dan dalam mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orangtua yang sering melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat disebabkan karena kehilangan orangtua. Selain itu, ayah dari penderita antisosial kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk juga dapat menyebabkan gangguan ini.

Menurut teori biologis, gangguan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

1. Kelebihan kromosom Y(laki-laki), menyebabkan pola XYY bukan XY yang normal pada kromosom 23, tetapi teori ini tidak diterima.

2. Testosteron menjadi penyebab agresivitas laki-laki. 3. Adanya keabnormalan pada otak.

4. Karena kurang belajar dan perhatian yang neuropsikologis. 5. Karena faktor keturunan.

Sementara itu menurut teori psikologis, gangguan ini disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Kondisi keluarga yang tidak harmonis dan ketidakkonsistenan dalam pengasuhan anak.

2. Orangtua yang terlalu permisif dan kurang memperhatikan perilaku anak yang tidak benar.

3. Orangtua yang tidak menunjukkan afeksi. 4. Pendidikan yang didapat kurang memadai.

(8)

5. Adanya pendapat bahwa antisosial datang dari semua kelas sosial yang ayahnya antisosial (Nasir, A. & Muhith, A. , 2011).

1.3.1 Faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku antisosial terkait dengan kecenderungan kenakalan remaja (Sumiati, 2009) :

a. Identitas

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson, masa remaja ada pada tahap dimana krisis identitas versus difusi identitas harus diatasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupan dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja.

Erikson percaya bahwa deliquensi pada remaja terutama ditandai dengan kegagalan remaja untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki perkembangan identitas yang negative. Beberapa dari remaja ini mungkin akan mengambil bagian dalam tindak

(9)

kenakalan, oleh karena itu bagi Erikson, kenakalan adalah suatu upaya untuk membentuk suatu identitas walaupun identitas tersebut negatif. b. Kontrol diri

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan. Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang dilakukan Santrok (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai diri mempunyai peranan penting dalam kenakalan remaja.

Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak (penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki keterampilan ini sebagai atribut internal akan berpengaruh pada menurunnya tingkat kenakalan remaja.

(10)

c. Usia

Munculnya tingkah laku antisosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti hasil penelitian dari McCord(Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya.

d. Jenis Kelamin

Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada perempuan. Menurut catatan kepolisian Kartono (2003) pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada geng remaja perempuan.

e. Harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai di sekolah

Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Umumnya remaja ini memiliki intelektual dan prestasi yang rendah.

f. Proses Keluarga

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.Sikap orang tua yang terlalu

(11)

memanjakan anak dapat mempengaruhi anak menjadi nakal,karena kebiasaan orang tua yang selalu mengabulkan permintaan anaknya. Sikap orang tua yang kurang memberi kasih sayang, juga akan mengakibatkan anak sering melakukan tingkah laku yang menyimpang dari aturan-aturan dan menentang orang tua, karena anak ingin mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Pola asuh yang tak konsisten, kadang permisif, kadang otoriter secara tidak langsung melatih anak menjadi antisosial. Orangtua sekarang bilang boleh besok tidak boleh tanpa alasan jelas. Akibatnya anak akan membuat rencana sendiri untuk mengelabui orangtuanya. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekanya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stres yang dialami keluarga juga berhubungan dengan kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun persentasenya tidak begitu besar.

g. Pengaruh teman sebaya

Memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko remaja untuk menjadi nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan 500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang

(12)

lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan kenakalan.

Kelompok teman sebaya memberi pengaruh pada sikap, pembicaraan, minat maupun tingkah laku anak, kadang-kadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Anak dan remaja biasanya akan selalu berusaha memenuhi aturan-aturan kelompok agar tetap dapat diterima di kelompok sebayanya. Hal ini dilakukan hanya karena alasan solidaritas atau kesetiakawanan serta kekompakan.

h. Kelas sosial ekonomi

Adanya kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal diantara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas social rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara melakukan tindakan antisocial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang tinggi bagi remaja dari kelas social yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah melakukan kenakalan.

(13)

i. Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal

Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja. Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Remaja yang hidup di atas binaan orang-orang jahat (lingkungan preman, bandar narkoba, perampok dan lain-lain) juga dapat menimbulkan perilaku antisosial. Selain itu, lingkungan masyarakat yang kurang menentu bagi prospek kehidupan yang akan datang, seperti masyarakat yang penuh spekulasi, korupsi, manipulasi, gossip, isu-isu negatif, perbedaan yang terlalu mencolok antara sikaya dan simiskin, perbedaan kultur, ras dan adat. Bisa juga karena memang mereka.

2. Remaja

2.1 Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Di dalam Undang-Undang Kesejahteraan Anak, pengertian remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah dan dalam Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai

(14)

umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat untuk tinggal. Hampir sama dengan isi UU Perkawinan No 1 tahun 1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.. WHO mendefenisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia antara 10-20 tahun, yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sumiati dkk, 2009).

Santrock (2003) memberikan batasan usia remaja terdiri dari masa remaja awal (10-14 tahun), masa remaja pertengahan (15-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-17 tahun).

2.2 Karakteristik Masa Remaja

Karakteristik perkembangan normal yang terjadi pada remaja dalam menjalankan tugas perkembangannya dalam mencapai identitas diri antara lain menilai diri secara objektif dan merencanakan untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Dengan demikian pada fase ini, seorang remaja akan :

(15)

c. Menggabungkan perubahan seks sekunder ke dalam citra tubuh d. Memulai perumusan tujuan okupasional

e. Memulai pemisahan diri dari otoritas keluarga

Hurlock(1994) mengemukakan berbagai ciri dari remaja, diantaranya adalah: a. Masa remaja adalah masa peralihan

Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa dan merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai-nilai dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya. b. Masa remaja adalah masa terjadi perubahan

Perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan pola perilaku dan perubahan sikap menjadi ambivalen.

c. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah

Masa remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena tidak terbiasanya remaja menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan orang lain sehingga kadang-kadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

d. Masa remaja adalah masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan

(16)

kebanyakan orang. Ia ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia ingin mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan

Stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Dengan adanya stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena peran orangtua yang memiliki pandangan seperti ini akan mencurigai dan menimbulkan pertentangan antara orangtua dengan remaja serta membuat jarak diantara keluarga.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang diharapkan.

g. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

Usia belasan yang terus berjalan, membuat remaja semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

(17)

3. Perubahan Pada Remaja 3.1 Perubahan Fisik

Perubahan fisik berhubungan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis, di masa remaja kelenjar hipofise menjadi masak dan mengeluarkan beberapa hormone gonotrop yang berfungsi untuk mempercepat pematangan sel telur dan sperma, serta mempengaruhi produksi hormone kortikotrop berfungsi mempengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, estrogen, dan suprenalis yang mempengaruhi pertumbuhan anak sehingga terjadi percepatan pertumbuhan(Monks dkk, 1999). Dampak dari produksi hormone tersebut menurut Atwater (1992) adalah: (1) ukuran otot bertambah dan semakin kuat. (2) testosterone menghasilkan sperma dan estrogen memproduksi sel telur sebagai tanda kemasakan. (3) Munculnya tanda-tanda kelamin sekunder seperti membesarnya payudara, berubahnya suara, ejakulasi pertama, tumbuhnya rambut-rambut halus sekitar kemaluan, ketiak dan muka.

Kematangan seksual pada remaja putri ditandai dengan perkembangan rambut pubis dan payudara. Dimulai dari umur 8 – 9 tahun, rambut pubis masih jarang, halus, tipis dan payudara naik sedikit, diameter areola bertambah. Hingga sampai pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa yaitu segitiga daerah genital dan menyebar ke tengah paha, sejalan dengan perkembangan payudara sudah mature (rancangan puting dan areola masuk dalam kontur). Hampir sama dengan kematangan seksual pada remaja putra, ditandai dengan perkembangan rambut pubis, penis dan testis. Dimulai dari umur 8 – 9 tahun, rambut pubis sedikit, pigmentasi ringan. Penis perkembangannya ringan dan

(18)

perkembangan testis ditandai dengan pembesaran skrotum, pink. Hingga sampai pada umur 17 tahun rambut pubis sudah seperti orang dewasa, ukuran penis dan testis sama seperi dewasa. (SMR= Sexual Maturity Rating From Tanner JM: Growth at adolescence, 2nd ed. Oxford.) dalam Sumiati (2009).

3.2 Perubahan Emosional

1. Keadaan Emosi Selama Masa Remaja

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun meningginya emosi laki-laki dan perempuan terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan pada masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan – keadaan itu (Hurlock, 1992).

2. Pola Emosi Pada Remaja

Pola emosi pada remaja sama dengan pola emosi pada masa kanak-kanak. Pola-pola emosi itu berupa marah, takut, cemburu, ingin tau, iri hati, gembira, sedih dan kasih sayang. Perbedaan terletak pada rangsangan yang membangkitkan emosi dan pengendalian dalam mengekspresikan emosi. Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengkritik orang-orang yang menyebabkan amarah (Hurlock, 1992).

3. Kematangan Emosi

Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil, pengalaman emosi yang ekstrem dan selalu merasa mendapatkan tekanan (Hurlock, 1999). Bila pada akhir

(19)

masa remaja mampu menahan diri untuk tidak mengekspresikan emosi secara ekstrem dan mampu mengekspresikan emosi secara tepat sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan dengan cara yang dapat diterima masyarakat maka remaja dikatakan mencapai kematangan emosi dan memberikan reaksi emosi yang stabil (Hurlock, 1999).

Remaja yang ingin mencapai kematangan emosi harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah pribadinya dengan orang lain, ia juga harus belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya dengan cara latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis (Hurlock, 1992).

Nuryoto (1992) menyebutkan ciri-ciri kematangan emosi pada masa remaja yang ditandai dengan sikap sebagai berikut:

a. Tidak bersikap kekanak-kanakan

Artinya, remaja bisa memahami dan mengendalikan emosinya, menanamkan sifat disiplin dalam hal pekerjaan dan kehidupan sosial, berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, fokus dalam mengambil keputusan dan berpikir dengan cermat tentang baik atau buruknya suatu pilihan.

b. Bersikap rasional

Bersikap rasional adalah mengidentifikasikan permasalahan berdasarkan data-data dan fakta yang ada, bukan berdasarkan asumsi-asumsi yang tidak

(20)

jelas yang membuat individu menjadi tidak efektif bahkan bisa menjadi depresi.

c. Bersikap objektif

Sikap objektif ini terlihat pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.

d. Dapat menerima kritikan, pendapat, argumentasi, dan keterangan orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak sesuai dengan kata lain remaja harus memiliki sifat terbuka.

e. Bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan yaitu menerima semua resiko dari apa yang ia telah perbuat.

f. Mampu menghadapi masalah dan tantangan yang dihadapi yaitu, berusaha untuk mengatasi sendiri suatu masalah tanpa mengeluh dan mengharapkan bantuan kepada orang lain.

3.3 Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada (Hurlock, 1992). Monks dkk (1999) menyebutkan dua bentuk perkembangan remaja yaitu:

• Memisahkan diri dari orangtua

Remaja berusaha melepaskan diri dari otoritas orangtua dengan maksud menemukan jati diri.

(21)

• Menuju ke arah teman sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah dan berkumpul bersama teman sebayanya dengan membentuk kelompok dan mengekspresikan segala potensi yang dimiliki.

Kondisi ini membuat remaja sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam hal minat, sikap penampilan dan perilaku. Perubahan yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan kelompoknya. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang paling penting dan tersulit adalah penyesuaian terhadap hal-hal berikut::

a. Kuatnya Pengaruh Kelompok Sebaya

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, sehingga dapat dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada keluarga.

b. Perubahan Dalam Perilaku Sosial

Perubahan yang paling menonjol dari semua perubahan yang terjadi dalam sikap dan perilaku sosial adalah hubungan heteroseksual. Dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman, menjadi lebih menyukai daripada teman sejenis. Dengan meluasnya kesempatan untuk melibatkan diri

(22)

dalam berbagai kegiatan sosial, maka wawasan sosial semakin membaik dan kompetensi sosial remaja makin besar.

c. Pengelompokan Sosial Baru

Pada awal masa remaja minat individu beralih dari kegiatan bermain yang melelahkan menjadi minat pada kegiatan sosial yang lebih formal dan kurang melelahkan. Pengelompokan sosial yang paling sering terjadi selama masa remaja adalah kelompok teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok yang terorganisasi, kelompok geng.

d. Nilai Baru Dalam Memilih Teman

Remaja mengiginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa nyaman serta dapat dipercaya.

e. Nilai Baru Dalam Penerimaan Sosial

Remaja memiliki nilai baru dalam menerima atau tidak anggota-anggota kelompok sebaya. Nilai ini didasari pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota. Remaja akan segera mengerti bahwa ia dinilai dengan standar yang sama dengan yang digunakan untuk menilai orang lain.

f. Nilai Baru Dalam Memilih Pemimpin

Pada umumnya remaja mengharapkan pemimpinnya mempunyai sifat-sifat tertentu, seperti pemimpin yang berkemampuan tinggi yang akan dikagumi dan dihormati orang lain, karena remaja merasa bahwa

(23)

pemimpin kelompok sebaya mewakili mereka dalam masyarakat (Hurlock, 1992).

3.4 Tugas Perkembangan Remaja

Setiap tahap perkembangan akan mendapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu keterampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan kepada dua tugas utama, yaitu mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua dan membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi(Soetjiningsih, 2004).

Tugas perkembangan masa remaja menurut Soetjiningsih (2004)

1. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin

2. Memperoleh peranan sosial

3. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif 4. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua

5. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri 6. Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan

7. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga 8. Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral

Tugas perkembangan masa remaja menurut (Havighurst dalam Hurlock, 1973) 1. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya

(24)

2. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin

3. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif 4. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa

lainnya

5. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi

6. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja

7. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga 8. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk

tercapainya kompetensi sebagai warga negara

9. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial

10.Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku

3.5 Perkembangan psikososial remaja

(Depkes RI, 2001) dan (Santrock, 1993) menyatakan bahwa perkembangan psikososial remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perkembangan psikososial remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan(15-16 tahun) dan remaja akhir (17-19 tahun). Berikut ini ciri-ciri pada setiap tahap perkembangan, dampaknya terhadap remaja dan efeknya terhadap orangtua.

3.5.1 Perkembangan psikososial remaja awal

Masa remaja awal adalah masa transisi, dimana usianya berkisar antara 10-14 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara

(25)

fisik, psikis maupun social (Hurlock, 1973). Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan krisis yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu (Ekowarni, 1993)

3.5.2 Perkembangan psikososial remajapertengahan

Remaja pertengahan terjadi di usia 15-16 tahun. Remaja pada tahap ini lebih mudah untuk diajak kerjasama, berpikir secara independen dan membuat keputusan sendiri dengan menolak campur tangan orangtua dan tidak mudah terpengaruh lagi oleh teman. Pada masa ini remaja mulai bereksperimen dengan pengalaman baru (merokok, alkohol, NAPZA), lebih bersosialisasi dengan membina hubungan dekat, membangun nilai/norma dan moralitas dengan mempertanyakan nilai/norma yang diterima dari keluarga, lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman daripada keluarga, mulai berpacaran tetapi belum serius, intelektual lebih berkembang dan mampu berpikir abstrak.

3.5.3 Perkembangan psikososil remaja akhir

Pada tahap ini, remaja memasuki era yang lebih ideal dari tahap sebelumnya atau dapat dikatakan hampir siap untuk menjadi orang dewasa yang mandiri. Periode ini terjadi pada usia 17-19 tahun. Remaja mulai menggeluti masalah sosial, politik, nilai keagamaan, bahkan pindah agama. Mengatasi stress yang dihadapi dengan sendiri, kecemasan akan ketidakpastian masa depan mendorong remaja harus belajar agar dapat

(26)

hidup mandiri baik bidang finansial maupun emosional. Status hubungan pacaran dalam periode ini lebih serius dan stabil.

3.5.4 Karakteristik Perilaku Remaja Pada Perkembangan Psikososial

a. Perkembangan yang normal

Perkembangan remaja yang normal akan berhasil menemukan identitas diri yang akan menunjukkan sikap-sikap yang positif. Remaja akan mampu merencanakan masa depannya, menilai diri secara obyektif, berpikir positif tentang dirinya, mampu berinteraksi dengan lingkungan, bertanggung jawab serta mandiri.

b. Perkembangan yang menyimpang

Perkembangan remaja yang tidak normal atau mengalami penyimpangan akan menimbulkan efek kebingungan dalam peran. Dicerminkan dalam perilaku tidak mampu mengidentifikasi kelemahan dan kekuatannya, tidak memiliki rencana masa depan, memiliki perilaku antisosial, tidak mampu berinteraksi, memiliki konsep diri yang buruk dan tidak mandiri.

Referensi

Dokumen terkait

Pada proses kalibrasi dimasukan nilai parameter-parameter yang dalam bentuk range atau ketidakpastian, nilai parameter-parameter tersebut akan disimulasikan

Berdasarkan memilih bentuk yang disalurkan, 69% responden memilih menyalurkan zakatnya dalam bentuk uang untuk zakat hartanya, 84% responden memilih menyalurkan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05

Dari permasalahan pada Toko Oscar yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dibutuhkan sebuah aplikasi sistem informasi administrasi yang bertujuan untuk membantu

Tujuan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan umur, masa kerja, pengetahuan dan motivasi bidan dengan pelaksanaan program Inisiasi Menyusus Dini di

Setelah diberikan pendidikan kesehatan, pasien dan keluarga diharapkan dapat mengetahui dan menerapkan latihan jasmani atau olahraga yang tepat  pada pasien DM serta

a) Pengaturannya bisa melalui Peraturan Kepala Daerah atau Peraturan Daerah sesuai dengan kebutuhan, jenis pelanggaran dan sanksi yang akan diberikan. Guna penyusunan regulasi